Perlindungan Hak Anak Dalam Keluarga Poligami (Studi Atas Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

PERLINDUNGAN HAK ANAK DALAM KELUARGA POLIGAMI
(Studi Atas Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan)
SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :
M. RAFEL
NIM : 1111044100044

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2016 M

PERLINDUNGAN HAK ANAK DALAM KELUARGA POLIGAMI
(Studi Atas Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan)


Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

M. Rafel
NIM. 1111044100044

Di Bawah Bimbingan:

Hj. Hotnidah Nasution, M.A.
NIP. 197106301997032002

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A

1437 H/2016 M
i

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata satu (S1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidyatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 5 Januari 2016


M. Rafel

iii

PERSEMBAHAN

Dari relung hati yang terdalam
Segala puji hanya milik Allah SWT atas segala limpahan
nikmat, hidayah, dan karunia-Nya
Yang telah memberikan kekuatan dalam setiap langkah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
Keluarga, sahabat, dan seluruh umat Islam hingga akhir zaman
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Ayahanda Nasmi dan Ibunda Mainar
Yang selalu memberikan kasih sayang, bimbingan dan doa tanpa kenal lelah
Kakanda Hartono Rahimi. Lc., MA, Elmina dan Ice Mardhatillah, SPd.I

iv


ABSTRAK

M. Rafel. NIM 1111044100044. PERLINDUNGAN HAK ANAK
DALAM KELUARGA POLIGAMI (Studi Atas Putusan Hakim Pengadilan
Agama Jakarta Selatan). Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum
Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M. xi + (83) halaman + (21) lampiran.
Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia pemberian
perlindungan hak anak dalam izin poligami belum diatur secara khusus, walaupun
ada beberapa pasal yang berkaitan dengan anak dalam poligami seperti: Pasal 55
ayat 2 sampai ayat 3 Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan pasal 4 dan 5. Namun dalam aturan ini tidak secara jelas
membahas tentang perlindungan hak anak dalam pemberian izin poligami. Tujuan
skripsi ini adalah mengetahui pandangan hakim tentang perlindungan hak anak
dalam pemberian izin poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Metode yang dipergunakan adalah metode deskriptif, adapun jenis
penelitiannya yaitu dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris
(sosiologis). Penelitian dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan yaitu
terhadap pandangan hakim mengenai perlindungan hak anak dalam pemberian
izin poligami. Kriteria dan sumber data yang digunakan yaitu pertama, data

primer seperti wawancara, dokumentasi dan data observasi. Kedua, data sekunder
yang diperoleh dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan
tema. Adapun teknik pengumpulan data diantaranya yaitu observasi, wawancara,
dokumentasi dan data sampel. Data yang terkumpul selanjutnya di analisa dengan
analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya hakim dalam memperhatikan
perlindungan hak anak ketika akan memutus izin poligami, bisa ditemukan ketika
hakim memerintahkan untuk mediasi, kemudian kalau mediasi dinyatakan gagal
maka ketika persidangan dilanjutkan hakim tetap menanyakan kesanggupan suami
untuk berlaku adil pada para istri dan anak-anaknya, tampa mengenyampingkan
hak-ahak anak yang terlahir dari perkawinan sebelumnya. Hal ini menggambarkan
adanya upaya hakim dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak dalam
keluarga poligami, walaupun belum maksimal karena tidak menghadirkan anak
ketika beracara di Pengadilan Agama.
Kata Kunci
Selatan,.

: Poligami, Perlindungan Hak Anak, Pengadilan Agama Jakarta

Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M.A.

Daftar Pustaka : Tahun 1992 s.d Tahun 2014.

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, hidayah
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan seluruh umat Islam yang setia hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Nasmi dan Ibunda
Mainar yang selalu memberikan kasih sayang, bimbingan, dan doa tanpa kenal
lelah. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya
kepada mereka.
Dalam persiapan dan pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan
skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Syariah. Karena itu penulis menghaturkan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Arip Purkon, SHI.,M.A. Ketua dan
Sekretaris Program Studi Ahwal al-Syakhsiyyah.

vi

4. Hj. Hotnidah Nasution, M.A. Pembimbing skripsi yang tak pernah lelah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan kritikan kepada penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,M.A.,M.M. dan Dr. KH. A.
Juaini Syukri, Lcs.,M.A. Penguji yang telah ikhlas meluangkan waktu
untuk penulis dan telah banyak memberikan masukan serta saran-saran
bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Dr. Supriyadi Ahmad, M.A. Dosen Penasehat Akademik yang selalu
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saransaran bagi penulis hingga terselesaikan skripsi ini.
7. Seluruh dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan arahan kepada penulis selama kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

8. Kepala Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas beserta staf yang
telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menelusuri literatur yang
berkaitan dengan skripsi ini.
9. Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang telah banyak membantu
dalam memberikan informasi dan keterangan guna melengkapi data yang
dibutuhkan untuk penyusunan skripsi ini.
10. Kedua orang tua penulis Ayahanda Nasmi dan Ibunda Mainar yang selalu
memberikan

Supportnya

dengan

penuh

tulus

ikhlas,

dan


mengumandangkan doa-doa memohon keberkahan dan kesuksesan bagi
penulis, serta pertanyan-pertanyaan yang menjadi cambuk bagi penulis
vii

untuk lebih maju. Semoga Allah mengabulkan doa-doanya dan
memberikan kasih sayang dan keridhaan-Nya pada mereka, serta
mengampuni dosa-dosa keduanya.
11. Keluarga penulis yang lain, kakanda Hartono Rahimi., Lc, M.A, Elmina,
dan Ice Mardhatillah, SPd. I yang dengan rasa sayang dan juga dengan
caranya sendiri telah memberikan motivasi pada penulis baik langsung
maupun tidak langsung untuk selalu semangat, serta seluruh keluarga
penulis yang selalu memberikan semangat, motivasi, saran, kritikan dan
ide-ide kepada penulis dalam melakukan penelitian ini.
Akhirnya, hanya pada Allah SWT . penulis memohon semoga bagi
mereka semua dilimpahkan pahala yang berlipat ganda dan segala bantuan
yang telah diberikan itu dicatat sebagai ibadah di sisi-Nya, dan penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam proses membuka
wawasan pengetahuan dan dapat menjadi salah satu cahaya penerang
diantara ribuan cahaya pengetahuan lainnya.


Jakarta, 5 Januari 2016

Penulis

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................................

i

PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI .........................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................

iii


ABSTRAK ....................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................

v

DAFTAR ISI .................................................................................................

viii

BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................

1

B. Identifikasi Masalah .............................................................

6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................

6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................

7

E. Review Studi Terdahulu .......................................................

8

F. Metode Penelitian .................................................................

10

G. Sistematika Penulisan ..........................................................

12

POLIGAMI DALAM TINJAUAN HUKUM DI INDONESIA
A. Poligami Menurut Fukaha....................................................

14

1. Pengertian Poligami..........................................................

14

2. Sejarah Poligami ...............................................................

15

3. Hukum Poligami Menurut Fukaha ...................................

18

4. Syarat poligami Menurut Fukaha .....................................

27

B. Poligami Menurut Peraturan di Indonesia ............................

30

1. Perspektif Undang-undang No. 1 Tahun 1974 .................

30

2. Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) .......................

31

GAMBARAN UMUM PERKARA POLIGAMI DI
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ............................
ix

34

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan ...................................................................

34

2. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan ..................................................................

35

3. Visi dan Misi Pengadilan ..................................................

36

4. Tugas Pokok dan Fungsi ...................................................

36

B. Perkara Poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan......

39

1. Prosedur Permohonan Izin Poligami ................................

39

2. Tatacara Penyelesaian Permohonan Izin Poligami ...........

40

3. Jumlah Perkara Izin Poligami yang di Kabulkan dan
yang ditolak .......................................................................

BAB IV

43

PERLINDUNGAN HAK ANAK DALAM KELUARGA
POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA
SELATAN
A. Perlindungan Hak Anak Dalam Pemberian Izin Poligami
Menurut Peraturan di Indonesia ..........................................

45

B. Upaya Hakim Memperhatikan Perlindungan Hak Anak

BAB V

Ketika Memutuskan Pemberian Izin Poligami ...................

57

C. Analisis Penulis ...................................................................

75

PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................

80

B. Saran-saran ...........................................................................

82

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

83

LAMPIRAN

x

BAB I
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam adalah Agama yang mengatur kehidupan rumah tangga. Dalam
islam, rumah tangga merupakan dasar bagi kehidupan manusia dan merupakan
faktor utama dalam membina masyarakat. Dari sebuah rumah tangga, segala
persoalan kehidupan manusia timbul. Adalah merupakan kehendak Tuhan untuk
memulai adanya kehidupan manusia diatas bumi melalui satu keluarga yang
berasal dari seorang diri, yaitu Adam. Dari Adam diciptakan istrinya Hawa, maka
terbentuklah suatu rumah tangga yang beranggotakan dua orang (suami-istri).1
Pernikahan adalah sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua
makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Nikah
menurut bahasa: Al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Adapun menurut
syarak nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan
tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah
bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera.2
Tujuan dari pernikahan itu adalah untuk mengatur hubungan antara lakilaki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam wilayah kasih
sayang dan penghormatan, seorang istri berkewajiban untuk mengerjakan tugas di
dalam rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan
suasana menyenangkan, supaya suami dapat mengerjakan kewajiban dengan baik
untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi.3

1

Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW Poligami dalam Islam Vs
Monogamin Barat, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 6.
2
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h.
7-8.
3
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah penerjemah M. Abdul Ghoffar, Fiqih Wanita Edisi
Lengkap, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), h. 400.

1

2

Salah satu perhatian (atensi) Islam terhadap kehidupan keluarga adalah
diciptakannya aturan dan syariat yang luwes, adil dan bijaksana. Andaikata aturan
ini dlijalankan dengan jujur dan setia, maka tidak akan ditemukan adanya
pertentangan dan pertikaian. Kehidupan keluarga akan berjalan damai dan
sentosa. Kedamaian ini tidak saja dapat dirasakan oleh keluarga yang
bersangkutan, tetapi juga dapat dinikmati anggota masyarakat sekitarnya.4
Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka
hukum perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, baik untuk pria
maupun untuk wanita (vide pasal 3 (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974).
Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama
dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari
seorang. Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang
istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya
dapat dilakukan, apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputus oleh
Pengadilan. Vide pasal 3 (2), pasal 4 (1) dan (2), dan pasal 5 (1) dan (2).5
Kendatipun Undang-undang perkawinan menganut asas monogami seperti
yang terdapat didalam pasal 3 yang menyatakan, seorang pria hanya boleh
mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang
suami, namun pada bagian yang lain dinyatakan bahwa dalam keadaan tertentu
poligami dibenarkan. Klausul kebolehan poligami didalam Undang-undang

4

Abduttawab Haikal, Rahasia Perkawinan Rasulullah SAW Poligami dalam Islam Vs
Monogamin Barat, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 7.
5
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta: PT Toko
Gunung Agung, 1997), h. 11.

3

perkawinan sebenarnya hanyalah pengecualian dan untuk pasal-pasalnya
mencantumkan alasan-alasan yang membolehkan tersebut.6
Persyaratan poligami diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974
pada pasal 4 dan 5. Selanjutnya mengenai tata cara pelaksanaanya diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang penjelasan Undang-undang No. 1
Tahun 1974 bab VIII pasal 40-44. Kemudian juga dalam Peraturan Pemerintah
No. 10 Tahun 1983 mengenai pernikahan dan perceraian Pegawai Negri Sipil
pada pasal 4 dan 5. Selain itu dijelaskan juga melalui intruksi presiden Republik
Indonesia No. 1 Tahun 1991 tentang penyebaran Kompilasi Hukum Islam bab IX
pasal 55-59 yang dikenal dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Dalam pasal 4 Undang-undang perkawinan dinyatakan: seorang suami
yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b. Istri mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dengan adanya bunyi pasal-pasal yang membolehkan untuk berpoligami
kendatipun dengan alasan-alasan tertentu, jelaslah bahwa asas yang dianut oleh
Undang-undang perkawinan sebenarnya bukan asas monogami mutlak melainkan
disebut monogami terbuka atau meminjam bahasa Yahya Harahap, monogami
yang tidak bersifat mutlak. Poligami ditempatkan pada status hukum darurat
(emergency law) atau dalam keadaan yang luar biasa (extra ordinary
6

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2004). h. 161.

4

circumstance). Disamping itu lembaga poligami tidak semata-mata kewenangan
penuh suami tetapi atas dasar izin dari hakim atau Pengadilan.7
Disamping syarat-syarat tersebut diatas seharusnya Pengadilan Agama
juga mempertimbangkan dan melindungi hak anak-anak yang terlahir dari
perkawinan sebelumnya, didalam Undang-undang No. 35 Tahun 2014 perubahan
atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan
bahwa Negara menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk
perlindungan hak anak yang merupakan hak asasi manusia, berhak mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,
baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya
perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan
jaminan terhadap pemenuhan hak- haknya, termasuk di dalamnya adalah hak anak
terhadap pendidikan.
Anak-anak perlu mendapatkan perlindungan hukum demi menjamin hakhak mereka. Mereka adalah aset Negara yang penting untuk diperhatikan, mereka
adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa kepadanya digantungkan dimasa yang
akan datang. Jadi seharusnya seorang suami untuk dapat mengajukan permohonan
kepada Pengadilan, sebagaimana yang dimaksud pasal 4 ayat 1 Undang-undang
ini, harus terpenuhi syarat-syaratnya yaitu: adanya persetujuan istri-istri, adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anakanak mereka, adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak mereka.8

7

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2004). h. 162.
8
Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional, (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2012), h. 162-163.

5

Disamping persyaratan itu semua Pengadilan Agama sebagai lembaga
yang memeriksa, memutus sebuah perkara sudah semestinya mempertimbangkan
dampak dari poligami khususnya bagi anak-anak yang terlahir dari perkawinan
sebelumnya. Namun pada kenyataannya itu semua dianggap sebagi hal yang
biasa, pada dasarnya kalau dilihat dampaknya terhadap perkembangan anak baik
mental, psikologi anak itu bisa saja terpukul akibat dari orang tuanya poligami.
Kebahagiaan itu tidak akan terwujud dengan materi yang melimpah namun
kebahagian seorang anak akan terwujud salah satunya apabila orangtuanya
mampu memberikan perhatian dan kasih sayang yang tak terbatas padanya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 55 ayat 2, dijelaskan bahwa syarat
utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri
dan anak-anaknya.9
Berlaku adil yang dimaksudkan adalah perlakuan yang adil dalam
meladeni istri, seperti: pakaian, tempat, giliran, dan lain-lain yang bersifat
lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat terentu. Namun
apabila takut akan berbuat durhaka apabila menikah dengan lebih dari seorang
perempuan, maka wajiblah ia cukupkan dengan seorang saja.10
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih
mendalam tentang peranan hakim dalam memberi izin poligami dalam hal ini
penulis mengangkat sebuah tema dengan judul Perlindungan Hak Anak dalam
Keluarga Poligami (Studi Atas Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan).
9

Abdul Manan, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002),

h. 3.
10

Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2009), h. 360.

6

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan yang terkait
dengan judul yang sedang dibahas, masalah-masalah yang telah tertuang pada
subbab latar belakang diatas pada dasarnya sering ditemukan dikehidupan
masa kini, maka dari itu penulis memaparkan beberapa permasalahan yang
ditemukan sesuai dengan latar belakang penelitian ini diantaranya:
1. Bagaimana ketentuan pemberian perlindungan hak anak dalam
pemberian izin poligami menurut Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia?
2. Bagaimana upaya hakim memperhatikan perlindungan hak anak ketika
memutuskan pemberian izin poligami?
3. Apakah majelis hakim menanyakan tentang pendapat anak-anaknya
terkait dengan kehendak pemohon yang akan berpoligami?
4. Kongkritnya dalam hal yang bagaimana majelis hakim memperhatikan
perlindungan hak anak dalam memberikan izin poligami?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Menyadari luasnya permasalahan pada hukum perkawinan, maka
penulis membatasi masalah penelitian ini sebagai berikut:
a. Perlindungan hak anak dibatasi pada perlindungan hak anak dalam
keluarga poligami menurut Undang-undang Perlindungan Anak.
b. Poligami dibatasi pada seorang suami mengawini perempuan lebih dari
satu, yakni dua, tiga dan empat orang.

7

2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana ketentuan pemberian perlindungan hak anak dalam
pemberian izin poligami menurut Peraturan Perundang-undangan
di Indonesia?
b. Bagaimana upaya hakim memperhatikan perlindungan hak anak
ketika memutuskan pemberian izin poligami?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Adapun tujuan penulisan ini adalah:
a. Untuk mengetahui ketentuan pemberian perlindungan hak anak dalam
pemeberian izin poligami menurut Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia.
b. Untuk mendeskripsikan upaya hakim memperhatikan perlindungan
hak anak ketika memutuskan pemberian izin poligami

8

2. Manfaat penelitian ini adalah:
a.

Secara teoritis sebagai informasi data empiris mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan perlindungan hak anak dalam keluarga poligami
dan untuk menambah khazanah keilmuan dalam bidang hukum
keluarga

di

Indonesia

khususnya

berkaitan

dengan

masalah

perlindungan hak anak dalam keluarga poligami.
b. Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat menjadi bahan
rujukan dalam masalah poligami dan perlindungan hak anak dalam
keluarga poligami, kemudian dapat juga bermanfaat bagi masyarakat
dan keluarga yang berpoligami.
E. Review Studi Terdahulu
Sebelum masuk lebih jauh mengenai pembahasan penelitian ini, ada
beberapa penelitian terdahulu mengangkat pembahasan yang hampir sama dengan
yang ditulis oleh penulis, namun tentunya ada perbedaan dalam hal pembahasan
maupun obyek kajian dalam penelitian ini, adapun penelitian tersebut diantaranya
adalah:
KONSEP KEADILAN DALAM POLIGAMI (studi kasus keluarga
poligami di daerah Baling Kedah Malaysia). Oleh: Mastura Binti MD Arof
(106044103567). Skripsi ini menjelaskan tentang konsep adil dalam poligami
menurut islam, serta bagaimana prinsip keadilan dalam poligami di daerah Baling
Kedah Malaysia, dan apa dampak poligami terhadap keluarga baik itu pada istri,
anak maupun keluarga terdekat.

9

ANALISIS
PENGADILAN

YURIDIS

AGAMA

IZIN

JAKARTA

POLIGAMI
SELATAN.

DALAM
Oleh:

PUTUSAN

Dani

Tirtana

(101044222184) skripsi ini menjelaskan analisis yuridis tentang bagaimana
pengaturan poligami dalam Undang-undang dan hukum islam, serta hasil yang di
putuskan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan itu sudah konsisten terhadap
hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan.
ADIL SEBAGAI SYARAT PERMOHONAN IZIN POLIGAMI (studi
atas persepsi hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur). Oleh: Ahmad Sufyan
(107044202484) skripsi ini menjelaskan tentang konsep adil menurut hakim
Pengadilan Agama Jakarta Timur sebagai syarat poligami, kemudian bagaimana
keyakinan hakim dalam memberi izin poligami, serta yang menjadi ukuran
kriteria adil dalam berpoligami.
Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya
dengan skripsi yang akan penulis bahas. Skripsi dalam review studi diatas pada
dasarnya menjelaskan konsep keadilan dalam berpoligami itu seperti apa baik itu
menurut hakim ataupun menurut Peraturan Perundang-undangan serta hukum
Islam, kemudian dampak yang ditimbulkan dari berpoligami itu apa, baik bagi
istri, anak maupun keluarga terdekat. Adapun penelitian penulis lebih
memfokuskan pada ketentuan pemberian perlindungan hak anak dalam pemberian
izin poligami menurut Perundang-undangan di Indonesia, kemudian bagaimana
upaya hakim memperhatikan perlindungan hak anak ketika memutuskan
pemberian izin poligami.

10

F. Metode Penelitian
Adapun metode yang penulis pakai dalam penulisan ini adalah
menggunakan metode penelitian ilmiah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan
dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris (sosiologis) dengan jenis
penelitian kualitatif yang difokuskan kepada perlindungan hak anak dalam
pemberian izin poligami di Pengadilan Agama dengan berpedoman pada
aturan hukum yang berlaku.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Adapun data primer yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini adalah melalui wawancara dengan hakim Pengadilan Agama
Jakarta Selatan. Selain wawancara penulis juga mengumpulkan data
melalui dokumentasi yakni mengumpulkan dokumen dan arsip-arsip
yang ada di lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
b. Data Sekunder
Yaitu bahan yang diambil dari pustaka yang dapat menunjang
data primer, antara lain mencakup buku-buku umum, artikel ilmiah,
serta arsip-arsip yang mendukung.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis
gunakan adalah:

11

a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek
dengan sistematika fenomena yang diselidiki.11Observasi penulis
lakukan dengan cara datang lansung ke Pengadilan Agama Jakarta
Selatan.
b. Wawancara (Interview)
Merupakan Tanya jawab secara lisan atau bertatap muka
langsung dengan responden untuk menanyakan perihal pribadi
responden, fakta-fakta yang ada dan pendapat responden bahkan saransaran responden.12 Penulis melakukan wawancara dengan hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan tentang perlindungan hak anak
dalam keluarga poligami, dengan cara datang langsung ke Pengadilan
Agama Jakarta Selatan.
c. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan mencari
konsepsi-konsepsi,

teori-teori,

pendapat,

atau

penemuan

yang

berhubungan erat dengan pokok-pokok permasalahan. Kepustakaan
berupa Peraturan Perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana,
laporan lembaga, dan lain sebagainya.13

11

Sukandarrumudi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Penelitian Pemula,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 69.
12
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.
57.
13
Khuzaifah, Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: UMS
Press, 2004), h. 47.

12

4. Metode Analisis Data
Metode yang penulis gunakan dalam menganalisis data adalah
dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah
analisis yang dilakukan terhadap data yang diolah dengan menggunakan
uraian-uraian yang bersifat penafsiran dan penggambaran (deskriptif).14
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Pusat
Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPMJ) Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan
PENDAHULUAN terdiri dari, latar belakang masalah, identifikasi

BAB I

masalah,

perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II

POLIGAMI DALAM TINJAUAN HUKUM DI INDONESIA,
terdiri dari, Poligami menurut fukaha: Pengertian poligami, sejarah
poligami, hukum poligami menurut fukaha, syarat poligami
menurut fukaha. Poligami menurut peraturan di Indonesia.

BAB III

14

GAMBARAN

UMUM

PERKARA

PENGADILAN

AGAMA

JAKARTA

POLIGAMI
SELATAN,

DI
profil

Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Atma
Jaya (PUAJ), 2007), h. 91.

13

Pengadilan Agama Jakarta Selatan: Dasar hukum pembentukan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan, sejarah singkat Pengadilan, visi
dan missi, tugas pokok dan fungsi. Perkara poligami di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan: prosedur permohonan izin poligami,
tatacara penyelesaian permohonan izin poligami, jumlah perkara
izin poligami yang dikabulkan, jumlah perkara izin poligami yang
ditolak
BAB IV

PERLINDUNGAN

HAK

ANAK

DALAM

KELUARGA

POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN,
terdiri dari, perlindungan hak anak dalam pemberian izin poligami
menurut peraturan Perundang-undangan di Indonesia, upaya hakim
memperhatikan perlindungan hak anak ketika memutuskan
pemberian izin poligami, analisis penulis.
BAB V

PENUTUP, terdiri dari, kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
POLIGAMI DALAM TINJAUAN HUKUM DI INDONESIA

A. Poligami Menurut Fukaha
1. Pengertian Poligami
Poligami berasal dari bahasa Yunani, poly atau polus yang berarti
banyak dan gamein atau gamis yang berarti kawin/perkawinan. Poligami
seringkali dimaknai dengan pernikahan antara seorang laki-laki dengan
beberapa perempuan.1
Dalam khazanah bahasa Arab, poligami biasanya disebut dengan
ta’addud al-Zaujât/ ‫ تعدد الزوجات‬artinya memiliki beberapa orang istri.2
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontenporer dijelaskan poligami
adalah, praktek memiliki beberapa istri atau pasangan dalam waktu yang
bersamaan.3
Pengertian poligami menurut bahasa Indonesia, adalah sistem
perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan
jenisnya di waktu yang bersamaan.4
Dalam

Webster‟s

disebutkan

poligami

ialah

seseorang

yang

mempunyai dua atau lebih pasangan dalam waktu yang sama (having two or
more spouses at the same time).5
1

Anik Farida, Menimbang Dalil Poligami, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan
Agama Jakarta, 2008), h. 15
2
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Qâmûs al-„Ashri, (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1996), h. 513
3
Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontenporer, (Jakarta: Modern
English Press, 2002), h. 1178
4
H. M. A. Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Lengkap, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2009), h. 351

14

15

Poligami ialah mengawini beberapa lawan jenis di waktu yang
bersamaan. Menurut Drs. Sidi Ghazalba poligami ialah perkawinan antara
seorang laki-laki dengan perempuan lebih dari seorang.6
Azzamakhsyari dalam kitabnya tafsir Al-Kasysyaf mengatakan
poligami menurut syariat Islam adalah:
7

‫اكح ي ا مع أن جمع بن ث تن أو ثاث أو أربع‬
Artinya: “Orang yang menikahi wanita secara bersamaan dua, tiga
atau empat orang”.
2. Sejarah Poligami
Poligami memiliki akar sejarah yang cukup panjang sepanjang sejarah
peradaban manusia itu sendiri. Hampir setiap suku dan bangsa memiliki ceritanya
sendiri tentang poligami.
Sebelum Islam datang ke jazirah Arab, poligami merupakan sesuatu yang
telah mentradisi bagi masyarakat Arab. Poligami dimasa itu dapat disebut
poligami tak terbatas. Lebih dari itu tidak ada gagasan keadilan diantara para istri.
Suamilah yang menentukan sepenuhnya siapa yang ia sukai
dan siapa yang ia pilih untuk dimiliki secara tidak terbatas. Para istri harus
menerima takdir mereka tanpa ada usaha untuk memperoleh keadilan.8
Ketika Islam datang dan fajarnya mulai bersinar di atas negri Arab dan
negri selain Arab, terdapatlah seorang dari mereka yang masih memiliki sepuluh
5

Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2010), h. 81
6
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2010), h. 200
7
Abu Qasim Mahmud bin Umar bin Ahmad (Azzamakhsyari), al-Kassyaf, (T.T: Mauqi’
al-Islam, T.Th), j. 1, h. 373.
8
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,
(Jakarta: Preana Media, 2004), h. 156-157

16

orang istri, ia adalah Ghailan ketika masuk Islam dia masih memiliki sepuluh
orang istri, maka Nabi Saw memerintahkannya untuk memilih empat orang dan
menceraikan yang enam lainnya. Demikian juga dengan Qois bin Harits al-Asadi
ketika

masuk

Islam,

dia

memiliki

delapan

orang

istri,

maka

Nabi

memerintahkannya untuk memilih empat diantaranya dan membiarkan yang
lainnya. Maka sebab memperbanyak istri adalah karena keinginan bersenangsenang dengan kenikmatan biologis yang dikenal semua orang dan banyaknya
kaum perempuan, sebelum Rasulullah Saw diutus oleh Allah, bangsa Arab
senantiasa dilanda perpecahan dan peperangan, dan peperangan hanya diantara
laki-laki, maka jumlah laki-laki semakin berkurang karena terbunuh, sementara
banyak kaum perempuan yang hidup tanpa suami. Kaum Arab mengawini
perempuan dengan perbudakan tetapi mereka tidak memperbanyak kawin dengan
budak, seorang lelaki memiliki banyak budak perempuan dan biasanya dia hanya
memilih satu orang diantaranya dan membagi sisanya kepada lelaki lain.
Kemudian datang Nabi Saw dimana sikap kaum laki-laki terhadap kaum
perempuan adalah sebagaimana yang kami sebutkan. Tidak ada perbedaan
perlakuan diantara perempuan yang bersuami ataupun yang berstatus budak.9
Jadi tidak benar jika dikatakan bahwa Islam yang mula-mula membawa
sistem poligami. Sebenarnya hingga sekarang sistem poligami ini masih tetap
tersebar dibeberapa yang tidak beragama Islam, seperti orang-orang Afrika, Hindu
India, Cina, Jepang. Juga tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ini hanya
berlaku dikalangan bangsa-bangsa yang Beragama Islam. Sebenarnya agama
9

Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Pandangan Islam, Nasrani, dan Yahudi, (Jakarta:
Darul Haq, 2007), h. 17-19

17

Kristen tidak melarang poligami sebab di dalam Injil tidak ada satu ayat pun yang
dengan tegas melarang hal ini.10
Didalam agama Nasrani sama sekali tidak terdapat redaksi yang melarang
penganutnya mengawini dua orang perempuan atau lebih, dan jika mereka mau
niscaya hal itu menjadi suatu yang boleh bagi mereka. Poligami adalah sesuatu
yang boleh sampai datang larangan dari gereja pada abad-abad pertengahan,
gerejalah yang melarang poligami tapi gereja pulalah yang kadangkala
memberikan dispensasi untuk para raja dan para mentri untuk berpoligami11
Kitab Taurat membolehkan poligami tanpa menyebutkan batas jumlah
tertentu, sebagaimana Taurat menyebutkan tentang para Nabi yang melakukan
poligami

tanpa

menyebutkan

batas

jumlah

tertentu

sebagaimana

juga

menyebutkan selain mereka. Taurat menyebutkan “Janganlah kau ambil seorang
perempuan sebagai madu kakaknya untuk menyingkapkan auratnya disamping
kakaknya selama kakaknya itu masih hidup”. Makna ayat Taurat ini adalah bahwa
poligami tidak diharamkan, akan tetapi yang diharamkan adalah seorang laki-laki
menikahi saudari istrinya. Artinya adalah haramnya dua orang perempuan saudara
kandung menikahi seorang laki-laki.12
3. Hukum Poligami Menurut Fukaha
Islam sebagai agama samawi terakhir yang diturunkan ke dunia, dalam
aturan perkawinan tidak bisa luput dari pengaruh agama sebelumnya. Syariat Nabi
Musa as membolehkan orang laki-laki kawin seenaknya tanpa batas tertentu.

10

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), h. 9
Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Pandangan Islam, Nasrani, dan Yahudi, (Jakarta:
Darul Haq, 2007), h. 12
12
Karam Hilmi Farhat, Poligami Dalam Pandangan Islam, Nasrani, dan Yahudi. h. 7
11

18

Karena saat kelahiran Musa, setiap bayi laki-laki pasti dibunuh. Otomatis ketika
Nabi Musa as dewasa dan telah menerima tugas risalah jumlah orang laki-laki
dan perempuan tidak seimbang. Lebih banyak perempuannya, jadi wajar jika
syariatnya harus demikian. Kemudian datang syariat Nabi Isa as yang membatasi
perkawinan hanya pada satu istri saja. Hal ini dilakukan karena terjadi perubahan
komposisi masyarakat waktu itu, dari yang banyak wanitanya menjadi sedikit.
Lalu Islam datang mengompromikan keduanya. Artinya asal dapat berlaku adil,
bolehlah laki-laki kawin lebih dari satu tetapi ada batasnya. Empat saja tidak
boleh lebih.13Ayat yang sering dipakai untuk menjelaskan kebolehan ini adalah
firman Allah SWT:
                

) 3 :‫ (ال ساء‬            

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanitawanita yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu tidak akan
dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki”. (QS. Annisa: 3).
Inilah ayat yang sering digunakan sebagian ulama untuk

melegalkan

poligami dalam Islam.
Menurut Mahmud Syaltut hukum poligami adalah boleh (mubah). Hal ini
beliau ungkapkan dalam pernyataannya sebagai berikut:

Abu Yasid, Fiqih Realitas Respon Ma‟had Aly Terhadap Wacana Hukum Islam
kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 345.
13

19

‫ا لشرع إاحة التعدد مام خش ا ور بن الزوجات ي امعاملة الظا رة وليس ي اميل ال فسي أو ا ب أنة خارج عن ال طاقة‬

‫واأصل ي الشرع إاحة التعدد مام خش ا ور بن الزوجات ي امعاملة الظا رة وليس ي اميل ال فسي أو ا ب أنة خارج‬
16

‫عن ال طاقة‬
Artinya: “Poligami pada dasarnya boleh. Selama mampu berlaku adil terhadap
semua istri dalam segala urusan fisik bukan psikis, cinta atau hal-hal yang diluar
kesanggupan”.
Jika

terdapat

kekhawatiran

terhadap

kemungkinan

terjadinya

penganiayaan dan untuk melepaskan diri dari kemungkinan dosa yang
dikhawatirkan itu, dianjurkan agar mencukupkan beristri satu orang saja. Dengan
demikian, menjadi jelas bahwa kebolehan berpoligami adalah terkait dengan
terjaminnya keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan terjadinya penganiayaan
terhadap para istri.15
Pakar Tafsir berkebangsaan Mesir Mustafa Al-Maraghi juga berpendapat
bahwa hukum poligami juga boleh. Ia mengungkapkan demikian:
14

‫إاحة تعدد الزوجات لعامة امسلمن‬
Poligami boleh dilakukan oleh semua kaum muslimin tanpa kecuali. Tentu
saja kebolehan poligami tersebut dengan alasan yang jelas seperti misalnya istri
mandul, suami memiliki kemampuan sek tinggi, kaya raya, dan kalau jumlah
perempuan banyak dari laki-laki.
Sementara pakar fikih kontemporer, Wahbah Az-Zuhayli juga berpendapat
bahwa poligami boleh. Ia mengungkapkan demikian:

Mahmud syaltut, al-„aqidah was syariah, (Kairo: Dar al-Syuruq, 1997), h. 202
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2010), h. 200
16
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Maktabah al-Halabi wa
auladuhu, 1946), juz 12, h. 47
14

15

20

‫ حيث يكثر ال ساء ويقل الرجال فَانْ ِك ُحوا َما‬،‫ ومرغوب ب استث اء‬،‫إن إاحة تعدد الزوجات ي اإسام أمر واضح‬
ِ ِّ‫طَاب لَ ُكم ِمن ال‬
ِ ‫ث وراع فَِإ ْن ِخ ْفتم أاََ تَع ِدلُوا فَو‬
‫ت أ َْيَانُ ُك ْم لَلِ َ أَ ْد َ أاََ تَعُولُوا‬
ْ ‫اح َدةً أ َْو َما َملَ َك‬
َ َُ َ َ ‫ساء َمثْ ََ َوثَُا‬
ْ
ُْ
َ
َ َ ْ َ
17
‫) وإما ي سيقت لبيان إاحة تعدد الزوجات‬3 : ‫(ال ساء‬
“bolehnya poligami dalam Islam adalah perkara yang sudah jelas bahkan
bisa jadi dianjurkan mengingat semakin banyaknya jumlah perempuan
dibandingkan laki-laki. Allah SWT berfirman, "Maka kawinilah wanitawanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Qs. An-Nisa’: 3). Ayat tersebut
adalah ayat yang menjelaskan Kebolehan (Legalisasi) poligami dalam
Islam.”
Kebolehan poligami sesuai dengan prinsip mewujudkan kemampuan dan
tujuan yang paling final bagi sebagian orang laki-laki, serta untuk memenuhi
keinginan dan kehendak mereka bersama perjalanan masa bulanan. Akibat
datangnya kebiasaan bulanan yang berjumlah satu minggu bagi setiap satu orang
istri. Pembolehan kawin dengan empat orang merupakan suatu pencukupan.
Kemudian dalam bertambahnya jumlah istri dari empat orang, dikhawatirkan
timbulnya perbuatan maksiat dari mereka akibat ketidak mampuan memenuhi
hak-hak mereka.18
Oleh karena itu Al-Quran mengisyaratkan hal ini dengan firman Allah
SWT

17

Wahbah al-Zuhaili, al-Wajiz fi ushul fiqh, (Beirut: Darul Fikr, 1994), h. 175
Wahbah az-Zuhaili, Penerjemah, Abdul Hayyie al-kattani, Fikih Islam Wa Adillatuhu,
(Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet. 1. h. 161.
18

21

)3 : ‫ (ال ساء‬...      

Artinya: “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja”. (QS. An –Nisa : 3).
Maksudnya, kalian tidak bisa bersifat adil pada posisi persetubuhan dan
nafkah dalam perkawinan dengan dua orang, tiga orang atau empat orang.

Pembatasan kepada empat orang adalah suatu keadilan dan moderat serta
melindungi para istri dari kezaliman yang dapat terjadi kepada meraka akibat
melebihinya jumlah istri dari empat orang. Pembolehan ini menjelaskan perkara
pengecualian yang jarang. Oleh sebab itu pembolehan ini tidak berarti bahwa
setiap orang muslim harus kawin lebih dari satu orang perempuan. Bahkan prinsip
satu istri merupakan prinsip yang mayoritas dan paling banyak.19
Mengenai jumlah istri yang dibolehkan dalam poligami terdapat beberapa
perbedaan pendapat dikalangan para ulama:20
1) Pendapat Jumhur Ulama.
Jumhur ulama yang dimaksud disini diantaranya adalah, Badran Abu
al-‘Ainain Badran, asy-Syaukani, Rasyid Rida, Fakhr ar-Razi, Ibnu Rusyd.
Pendapat ini memandang bahwa kebolehan berpoligami terbatas pada empat
wanita, alasan yang dipegang oleh golongan ini ialah Firman Allah dalam
surat an-Nisa’
)3 : ‫ (ال ساء‬...          

Artinya: “Nikahilah wanita-wanita yang baik bagimu, dua, tiga, atau
empa”…. (QS. An-Nisa’: 3).
19

Wahbah az-Zuhaili, Penerjemah, Abdul Hayyie al-kattani, Fikih Islam Wa Adillatuhu.
(Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet.h. 162.
20
Ibrahim Hosen, Fikih Perbandingan Dalam Masalah Pernikahan, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2003), h. 140

22

Huruf Waw dalam kata wa sulasa dan wa ruba‟a menempati atau
bermakna huruf Au yang artinya “atau”. Jadi, huruf Waw disini tidak
diartikan menurut arti aslinya, yaitu “dan”. Demikian juga arti masna,
sulasa, dan ruba‟a dimaksudkan disini dengan arti dua-dua, tiga-tiga, dan
empat-empat. Menyimpang dari arti asli, memang dibolehkan manakala
ada qarinah-nya. Yang menjadi qarinah disini adalah dua buah hadis
sebagai berikut:
a. Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Daud:
ِ َ ‫ت و ِع ْ ِدي‬
ِ
ِ ‫َع ْن قَ ْي‬
‫صلاى ا‬
َ ِ‫ْت َلل‬
ُ ‫اَُ َعلَ ْي ِ َو َسلا َم فَ ُقل‬
ُ ‫ََان نِ ْس َوةٍ فَأَتَ ْي‬
‫ت ال ِ ا‬
ْ ‫س بْ ِن ا َْا ِرث قَال أ‬
َ ِ‫ا‬
َ ُ ‫َسلَ ْم‬
21
‫ال ا ْختَ ْر ِم ْ ُه ان أ َْربَ ًعا‬
َ ‫لَ ُ فَ َق‬
Artinya: “Dari Qais bin al-Haris, ia berkata: Aku masuk Islam
sedangkan aku mempunyai delapan istri. Lalu aku datang
mengunjungi Nabi Saw, dan menyampaikan hal itu kepada
beliau. Beliau bersabda, pilihlah diantara mereka itu empat”.
(HR. Ibnu Majah dan Abu Daud).
b. Hadis yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnadnya
‫ش ُر نِ ْس َوةٍ ِي ا َْا ِ لِيا ِة‬
َ َ‫ي َع ْن َس ٍِام َع ِن ابْ ِن عُ َم َر ق‬
َ ‫َسلَ َم غَيْ َا ُن بْ ُن َسلَ َمةَ الثا َق ِف ُي َوََْتَ ُ َع‬
ْ ‫ال أ‬
ِّ ‫َع ِن ال ُز ْ ِر‬
22
‫صلاى ا‬
‫اَُ َعلَ ْي ِ َو َسلا َم أَ ْن خَْتَ َار ِم ْ ُه ان أ َْربَ ًعا‬
ُ ِ ‫َسلَ ْم َن َم َع ُ فَأ ََم َرُ ال‬
ْ ‫َوأ‬
َ ِ‫ا‬
Artinya: “Dari Zuhri, dari Salim, dari Ibnu Umar, ia berkata:
Gailan as-Saqafi masuk Islam sedang ia mempunyai 10 istri pada
masa jahiliah; mereka semua masuk Islam bersama-sama Gailan.
Maka Nabi memerintahkan Gailan supaya memilih empat
diantara mereka”. (HR. Ahmad).
Disamping

kedua

hadis

tersebut

menjadi

qorinah

untuk

meninggalkan arti asli dari huruf Waw dan arti asli dari masna, sulasa, dan
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (T.T: Mauqi’ al-Islam, T.Th), j. 6.h. 84, hadis nomor.
1942. Lihat pula Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, (T.T: Mauqi’ al-Islam, T.Th), j. 6. h. 164, hadis
nomor. 1914
22
Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad Ahmad Ibnu Hanbal, (T.T: Mauqi’ al-Islam, T.Th), j. 11.
h. 336. hadis nomor. 5299
21

23

ruba‟a, juga dapat dijadikan bayan (Keterangan) untuk ayat 3 surat anNisa’ kalau ayat tersebut masih dianggap Mujmal, kareana adanya Ihtimal
(keboleh jadian) pengertian, yaitu boleh lebih dari empat, bagi yang tidak
mengakui mafhum „adad.
2) Pendapat Mazhab Zahiri cs
Pendapat kedua memandang bahwa kebolehan berpoligami
terbatas pada sembilan wanita. Alasan yang dipegang oleh golongan ini
ialah firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 3:
)3 : ‫ (ال ساء‬        

Artinya: “Nikahilah wanita-wanita yang baik bagimu, dua, tiga, dan
empat”. (QS. An-Nisa’: 3(.

Pengertian huruf waw dalam ayat ini tetap menurut arti aslinya, yaitu
“dan” yang gunanya untuk menambah jumlah bilangan, sedangkan lafaz
masna, sulasa, dan ruba‟a tidak dapat diartikan menurut arti aslinya yaitu
dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat. Jadi harus diartikan dengan dua dan
tiga, dan empat. Oleh karena arti waw itu untuk menambah, maka dua
tambah tiga tambah empat sama dengan sembilan, dan ini sesuai dengan
perbuatan Rasul yang ketika wafatnya meninggalkan istri sebanyak
Sembilan orang. Perbuatan Rasul tersebut disamping menjadi qarinah
yang menunjukkan arti yang dimaksud dari bilangan masna, sulasa dan
ruba’a adalah sunnah Rasulullah yang patut diikuti. Jadi, beristri kurang
dari sembilan tidak mengikuti sunnah Rasul.23
3) Pendapat Khawarij dan sebagian Syi’ah

23

Ibrahim Hosen, Fikih Perbandingan Dalam Masalah Pernikahan, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2003), h. 142

24

Pendapat ketiga memandang bahwa kebolehan berpoligami
terbatas sampai pada 18 (delapan belas) wanita. Alasan yang dipegang
oleh golongan ini ialah firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 3:
)3 : ‫ (ال ساء‬         

Artinya: “Nikahilah wanita-wanita yang baik bagimu, dua, tiga, dan
empat”. (QS. An-Nisa’: 3(.

Pengertian masna adalah dua-dua, karena ia menunjukkan
berulang-ulang yang sekurang-kurangnya dua kali. Jadi dua-dua sama
dengan empat, demikian juga arti sulasa (tiga-tiga) dan ruba‟a (empatempat). Jadi dua-dua sama dengan empat, tiga-tiga sama dengan enam,
dan empat-empat sama dengan delapan. Oleh karena huruf waw untuk
menambah bilangan, maka empat tambah enam tambah delapan sama
dengan delapan belas.24
4) Pendapat sebagian fukaha
Pendapat keempat memandang bahwa kebolehan berpoligami itu
tanpa ada batasnya dan hanya bergantung pada kesanggupan. Alasan
yang dipegang oleh golongan ini ialah sebagai berikut:
a. Firman Allah ‫لك ْم‬

‫ فا ْنكحوا ما طا‬adalah mutlaq tanpa ada

pembatasan.
b. Penyebutan bilangan berupa masna, sulasa dan ruba‟a tidak
mengandung mafhum mukhalafah. Penyebutan ini hanya
sekedar untuk menghilangkan kebingungan mukhatabah yang

24

Ibrahim Husein, Fikih Perbandingan Dalam Masalah Pernikahan, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2003), h. 142-143

25

mungkin menyangka bahwa menikah lebih dari seorang
wanita tidak dibolehkan.
c. Huruf waw dalam ayat tersebut tidak dapat dipalingkan dari
arti aslinya.
d. Dari riwayat mutawatir diketahui ketika Rasulullah wafat,
beliau meninggalkan istri sebanyak Sembilan orang, dan dari
suatu riwayat malahan sebelas orang, sedangkan tidak ada
dalil khususiyah bagi Rasul. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penyebutan

masna,

sulasa

dan

ruba‟a

bukan

untuk

pembatasan karena tidak ada mafhum „adad menurut jumhur
ahli ushul.25
Islam yang lurus tidak melarang poligami tetapi juga tidak membiarkannya
bebas tanpa aturan, akan tetapi Islam mengat

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Izin Poligami Dalam Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

4 25 87

Penerapan maslahah mursalah dalam Khi dan pengaruhnya terhadap Putusan Hakim: studi kasus Putusan Cerai gugat karena suami poligami di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2007

4 52 117

Alasan Pemberian Izin Poligami di PEngadilan Agama Jakarta Selatan (Studi Putusan di PEngadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2013)

0 6 154

Perceraian Anggota Polri (Studi atas Peraturan kapolri Nomor 9 Tahun 2010 dan Implementasinya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan )

13 168 137

Penyelesaian Sengketa Hak Asuh Anak (Hadhanah). (Studi Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor : 2558/Pdt.G/2013/Pa.Js dan Pengadilan Negeri Tangerang No. 282/Pdt.G/2014/Pn.Tng)

3 58 150

DISPARITAS PIDANA PUTUSAN HAKIM ATAS PERKARA PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK Disparitas Pidana Putusan Hakim Atas Perkara Pidana Anak Dalam Perspektif Perlindungan Hak-Hak Anak (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali Tahun 2009-20

0 2 26

DISPARITAS PIDANA PUTUSAN HAKIM ATAS PERKARA PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK Disparitas Pidana Putusan Hakim Atas Perkara Pidana Anak Dalam Perspektif Perlindungan Hak-Hak Anak (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali Tahun 2009-201

0 2 15

PENDAHULUAN Disparitas Pidana Putusan Hakim Atas Perkara Pidana Anak Dalam Perspektif Perlindungan Hak-Hak Anak (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali Tahun 2009-2013.

0 2 17

DAFTAR PUSTAKA Disparitas Pidana Putusan Hakim Atas Perkara Pidana Anak Dalam Perspektif Perlindungan Hak-Hak Anak (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali Tahun 2009-2013.

0 2 4

DISPARITAS PIDANA PUTUSAN HAKIM ATAS PERKARA PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI BOYOLALI TAHUN 2009- 2013)

0 0 10