Perbandingan Aktivitas Antibakteri Antara Ekstrak Etanol dari Serbuk dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Strain Bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI ANTARA EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO
DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP Strain BAKTERI
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus SKRIPSI
OLEH: NUR AZISAH NIM 121524063
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
Universitas Sumatera Utara

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI ANTARA EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO
DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP Strain BAKTERI
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH: NUR AZISAH NIM 121524063
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
Universitas Sumatera Utara

PENGESAHAN SKRIPSI

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI ANTARA EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO

DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP Strain BAKTERI
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

OLEH: NUR AZISAH NIM 121524063

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : 11 Februari 2015

Disetujui Oleh: Pembimbing I,

Panitia penguji,

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001
Pembimbing II,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004
Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001

Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt. NIP 197812052010121004

Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001


Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002
Medan, Februari 2015 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara a.n Dekan, Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan Aktivitas Antibakteri Antara Ekstrak Etanol dari Serbuk dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Strain Bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus”, yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan kali ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt. dan Popi Patilaya, S.Si. M.Sc. Apt., sebagai dosen pembimbing saya yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Dr. Masfria, M.S. Apt., dan Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si. Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritikan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini, serta Bapak Dr. Martua Pandapotan Nasution, MPS., Apt., selaku dosen pembimbing akademik.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada orang tua, Ayahanda Erman Sori (Alm.) dan Ibunda Ciknawati tercinta, atas doa dan dukungan baik moril maupun materil, kakak tersayang Erawati,
Universitas Sumatera Utara

Nuryanti, Masito, Lela Riani serta teman-teman Farmasi Ekstensi angkatan 2012 dan angkatan 2013 atas doa, dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Medan, Februari 2015 Penulis, Nur Azisah NIM 121524063
Universitas Sumatera Utara

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI ANTARA EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP Strain BAKTERI Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

ABSTRAK
Latar Belakang: Staphylococcus aureus merupakan patogen yang menginfeksi manusia. Infeksi ini dapat diatasi dengan pemberian antibiotik golongan betalaktam. Namun, bakteri Staphylococcus aureus telah resisten terhadap golongan antibiotik tersebut, salah satunya dikenal sebagai Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Maka diperlukan obat alternatif lain untuk mengatasi infeksi tersebut. Sirih merah memiliki aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri dari tanaman obat dapat dioptimasi melalui pemanfaatan teknologi nano partikel.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak etanol nano simplisia dan serbuk simplisia daun sirih merah (Piper crocatum Ruitz & Pav) terhadap strain bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap metisilin.
Metode: Daun sirih merah dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan pada suhu 40ºC. Simplisia diserbukkan menggunakan blender dan mesin nano. Serbuk simplisia diekstraksi dalam etanol secara maserasi. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi agar. Pencadang kertas yang mengandung ekstrak etanol daun sirih merah dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100, 125, 150, 175, dan 200 mg/ml masing-masing diletakkan di atas permukaan media biakan bakteri lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat diukur dengan jangka sorong. Analisis statistika dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17 dengan analisis variansi (anava) dan dilanjutkan dengan uji-T pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol nano dan serbuk simplisia daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri dengan konsentrasi hambat minimum yaitu masing-masing 20 mg/ml. Konsentrasi efektif pada ekstrak etanol nano simplisia daun sirih merah 175 mg/ml sedangkan konsentrasi efektif ekstrak etanol serbuk simplisia yaitu >200 mg/ml. Vankomisin sebagai kontrol positif menghambat pertumbuhan bakteri MRSA dengan KHM 4µg/ml.
Kesimpulan: Ekstrak nano simplisia daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri lebih kuat dibandingkan ekstrak serbuk simplisia daun sirih merah.
Kata Kunci: Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah, Teknologi Nano, Antibakteri, Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
Universitas Sumatera Utara

THE COMPARISON OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY BETWEEN ETHANOL EXTRACT OF POWDER AND NANO POWDER OF Piper crocatum Ruiz & Pav. LEAVES AGAINST Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
ABSTRACT
Background: Staphylococcus aureus is a pathogen that infects the humans. This infection can be treated with betalactam antibiotics. However, Staphylococcus aureus resistant to betalactams, one of which is known as Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Therefore, alternative medicines are needed to treat the infection of bacterial resistant strain. Red betel (Piper crocatum Ruiz & Pav.) has antibacterial activity. Antibacterial activity of medicinal plants can be optimized through the utilization of nano-particle technology.
Objective: This study aimed to compare the antibacterial activity of ethanol extracts obtained from powder and nano powder of P. crocatum Ruiz & Pav. against strain of methicillin-resistant Staphylococcus aureus.
Methods: Piper crocatum Ruiz & Pav. leaves were washed with tap water and dried at 40°C . P. crocatum Ruiz & Pav. leaf was reduced in size using electrical blender and nano machine. P. crocatum Ruiz & Pav. leaf was extracted in ethanol by maceration. Antibacterial activity test was performed using agar diffusion method. Paper disk containing ethanol extract of P. crocatum Ruiz & Pav. leaf with concentrations of 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100, 125, 150, 175, and 200 mg/ml were placed on the surface of the bacterial culture medium and then incubated at 37°C for 18 - 24 hours. After incubation, the diameter of inhibition zone was measured with calipers. Statistical analysis was performed using SPSS software version 17 with analysis of variance (ANOVA) followed by T-test at 95% confidence level .
Result: The results showed that the ethanol extract of nano powder and powder of P. crocatum Ruiz & Pav. leaves have antibacterial activity with minimum inhibitory concentration of 20 mg/ml, respectively. The effective concentration of the ethanol extract of nano powder was 175 mg/ml while the effective concentration of powder extract was above 200 mg/ml . Vancomycin served as a positive control inhibited the growth of MRSA bacteria with the MIC of 4 μg/ml.
Conclusion: The ethanol extract of P. crocatum Ruiz & Pav. nano powder have a stronger antibacterial activity than the extract of P.crocatum Ruiz & Pav. powder.
Key Words: Ethanol Extract of Red Betel leaves, Nano Technology, Antibacterial, Methicillin Resistant Staphylococcus aureus.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................. iv ABSTRAK ............................................................................................... vi ABSTRACT ............................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................ viii DAFTAR TABEL .................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 3 1.3. Hipotesis ................................................................................. 3 1.4. Tujuan Penelitian ................................................................... 4 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................. 4 1.6. Kerangka Pikir ....................................................................... 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5 2.1. Uraian Bakteri ........................................................................ 5 2.2. Antibiotik ............................................................................... 6
2.2.1. Mekanisme kerja obat antimikroba ............................ 7 2.2.2. Resistensi mikroba terhadap antibiotik ...................... 8 2.3. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) .......... 9
Universitas Sumatera Utara

2.4. Sirih Merah ............................................................................ 12 2.5. Ekstraksi ................................................................................. 14
2.5.1. Cara dingin ............................................................ 14 2.5.2. Cara panas ............................................................. 15 2.6. Nanoteknologi ........................................................................ 16 2.7. Uji Antibiotik Antibakteri ................................................... 19 BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 21 3.1. Alat dan Bahan .................................................................... .. 21 3.1.1. Alat .............................................................................. 21 3.1.2. Bahan .......................................................................... 21 3.1.3. Bakteri Uji ................................................................... 21 3.2. Pengambilan dan Pengolahan Sampel .................................. 22 3.2.1. Pengambilan sampel ................................................... 22 3.2.2. Identifikasi sampel ...................................................... 22 3.2.3. Pengolahan sampel ...................................................... 22 3.2.4. Pembuatan nano simplisia daun sirih merah ............... 23 3.2.5. Pemeriksaan partikel nano dan serbuk simplisia
daun sirih merah ........................................................ 23 3.3. Pembuatan Ekstrak Etanol Simplisia Nano dan Serbuk
Simplisia Daun Sirih Merah .................................................. 24 3.4. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Sirih
Merah .................................................................................... 24 3.5. Pembuatan Media .................................................................. 24
3.5.1. Penyiapan media ......................................................... 24 3.5.2. Larutan NaCl 0,9% ...................................................... 25 3.5.3 Kontrol positif . ............................................................. 25
Universitas Sumatera Utara

3.5.4. Pembuatan media agar miring ..................................... 25 3.6. Pembiakan Bakteri ................................................................ 25
3.6.1. Penyiapan biakan stok kultur bakteri .......................... 25 3.6.2. Penyiapan inokulum .................................................... 25 3.6.3. Penyiapan larutan uji ekstrak etanol nano dan
Serbuk simplisia daun sirih merah dengan berbagai konsentrasi ..................................................... 26 3.6.4. Pengujian aktivitas antibakteri ekstra etanol nano dan serbuk simplisia daun sirih merah terhadap strain bakteri MRSA ............................................................. 26 3.7. Analisis Statistik ................................................................... 27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 28 4.1. Identifikasi Tumbuhan .......................................................... 28 4.2. Karakteristik Simplisia dan Ekstrak ...................................... 28 4.3. Reidentifikasi Bakteri ........................................................... 29 4.4. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol nano dan serbuk simplisia daun sirih merah terhadap strain bakteri MRSA .. 30 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 34 5.1. Kesimpulan ........................................................................... 34 5.2. Saran ...................................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 35 LAMPIRAN ............................................................................................. 39
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL


Halaman

Tabel 4.1 Karakteristik ekstrak etanol daun sirih merah

29

Tabel 4.2 Diameter zona hambat ekstrak etanol nano dan serbuk simplisia daun sirih merah terhadap pertumbuhan bakteri MRSA

31

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka pikir peneliti ........................................................ 4

Gambar 2.1 Tanaman sirih merah ........................................................... 13


Gambar 2.2 Contoh alat pembuat nanopartikel ....................................... 18

Gambar 4.1 Karakterisasi mikroskop pemindai elektron nanopartikel dan serbuk daun sirih merah ...............................................

28

Gambar 4.2 Bakteri Staphylococcus aureus ........................................... 29

Gambar 4.3 Diagram hubungan konsentrasi ekstrak dengan diameter zona hambat terhadap pertumbuhan MRSA ......................

32

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tanaman .................................................. 39


Lampiran 2 Simplisia daun sirih merah ................................................... 40

Lampiran 3 Hasil analisa statistik menggunakan program SPSS versi 17 ................................................................................. 42

Lampiran 4 Hasil uji pada ekstrak nano dan serbuk terhadap bakteri MRSA .......................................................................

44

Lampiran 5 Hasil uji pada vankomisin terhadap bakteri MRSA ............. 46

Lampiran 6 Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak etanol nano simplisia daun sirih merah terhadap bakteri MRSA ............ 47

Lampiran 7 Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak etanol serbuk simplisia daun sirih merah terhadap bakteri MRSA ..................................................................................

48

Lampiran 8 Bagan pengolahan bahan tumbuhan ..................................... 49

Lampiran 9 Bagan pengolahan bahan tumbuhan ..................................... 50


Lampiran 10 Bagan pembuatan ekstrak etanol simplisia daun sirih merah ...................................................................................

51

Lampiran 11 Hasil perhitungan rendemen simplisia dan eksrtak simplisia daun sirih merah ................................................................... 52

Universitas Sumatera Utara

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI ANTARA EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum Ruiz & Pav.) TERHADAP Strain BAKTERI Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
ABSTRAK
Latar Belakang: Staphylococcus aureus merupakan patogen yang menginfeksi manusia. Infeksi ini dapat diatasi dengan pemberian antibiotik golongan betalaktam. Namun, bakteri Staphylococcus aureus telah resisten terhadap golongan antibiotik tersebut, salah satunya dikenal sebagai Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Maka diperlukan obat alternatif lain untuk mengatasi infeksi tersebut. Sirih merah memiliki aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri dari tanaman obat dapat dioptimasi melalui pemanfaatan teknologi nano partikel.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak etanol nano simplisia dan serbuk simplisia daun sirih merah (Piper crocatum Ruitz & Pav) terhadap strain bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap metisilin.
Metode: Daun sirih merah dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan pada suhu 40ºC. Simplisia diserbukkan menggunakan blender dan mesin nano. Serbuk simplisia diekstraksi dalam etanol secara maserasi. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi agar. Pencadang kertas yang mengandung ekstrak etanol daun sirih merah dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100, 125, 150, 175, dan 200 mg/ml masing-masing diletakkan di atas permukaan media biakan bakteri lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat diukur dengan jangka sorong. Analisis statistika dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17 dengan analisis variansi (anava) dan dilanjutkan dengan uji-T pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol nano dan serbuk simplisia daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri dengan konsentrasi hambat minimum yaitu masing-masing 20 mg/ml. Konsentrasi efektif pada ekstrak etanol nano simplisia daun sirih merah 175 mg/ml sedangkan konsentrasi efektif ekstrak etanol serbuk simplisia yaitu >200 mg/ml. Vankomisin sebagai kontrol positif menghambat pertumbuhan bakteri MRSA dengan KHM 4µg/ml.
Kesimpulan: Ekstrak nano simplisia daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri lebih kuat dibandingkan ekstrak serbuk simplisia daun sirih merah.
Kata Kunci: Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah, Teknologi Nano, Antibakteri, Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
Universitas Sumatera Utara

THE COMPARISON OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY BETWEEN ETHANOL EXTRACT OF POWDER AND NANO POWDER OF Piper crocatum Ruiz & Pav. LEAVES AGAINST Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

ABSTRACT
Background: Staphylococcus aureus is a pathogen that infects the humans. This infection can be treated with betalactam antibiotics. However, Staphylococcus aureus resistant to betalactams, one of which is known as Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Therefore, alternative medicines are needed to treat the infection of bacterial resistant strain. Red betel (Piper crocatum Ruiz & Pav.) has antibacterial activity. Antibacterial activity of medicinal plants can be optimized through the utilization of nano-particle technology.
Objective: This study aimed to compare the antibacterial activity of ethanol extracts obtained from powder and nano powder of P. crocatum Ruiz & Pav. against strain of methicillin-resistant Staphylococcus aureus.
Methods: Piper crocatum Ruiz & Pav. leaves were washed with tap water and dried at 40°C . P. crocatum Ruiz & Pav. leaf was reduced in size using electrical blender and nano machine. P. crocatum Ruiz & Pav. leaf was extracted in ethanol by maceration. Antibacterial activity test was performed using agar diffusion method. Paper disk containing ethanol extract of P. crocatum Ruiz & Pav. leaf with concentrations of 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100, 125, 150, 175, and 200 mg/ml were placed on the surface of the bacterial culture medium and then incubated at 37°C for 18 - 24 hours. After incubation, the diameter of inhibition zone was measured with calipers. Statistical analysis was performed using SPSS software version 17 with analysis of variance (ANOVA) followed by T-test at 95% confidence level .
Result: The results showed that the ethanol extract of nano powder and powder of P. crocatum Ruiz & Pav. leaves have antibacterial activity with minimum inhibitory concentration of 20 mg/ml, respectively. The effective concentration of the ethanol extract of nano powder was 175 mg/ml while the effective concentration of powder extract was above 200 mg/ml . Vancomycin served as a positive control inhibited the growth of MRSA bacteria with the MIC of 4 μg/ml.
Conclusion: The ethanol extract of P. crocatum Ruiz & Pav. nano powder have a stronger antibacterial activity than the extract of P.crocatum Ruiz & Pav. powder.
Key Words: Ethanol Extract of Red Betel leaves, Nano Technology, Antibacterial, Methicillin Resistant Staphylococcus aureus.
Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Saat ini banyak penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri tersebut
bersifat patogen sehingga berbahaya bagi sel inangnya (Supardi, 1999). Salah satu spesies bakteri penyebab penyakit pada manusia adalah Staphylococcus aureus (Martins dan Cunha, 2007). Staphylococcus aureus adalah organisme penyebab bisul, radang di bawah kulit dan berbagai infeksi kulit lain seperti impetigo dan pemfigus (infeksi anak-anak yang baru lahir) serta infeksi pada luka (Colle, 1976). Bakteri ini juga menginfeksi sistem saraf pusat, terutama pada pasien dengan kondisi imun yang lemah. Selain itu, bakteri Staphylococcus aureus sering menginfeksi pasien yang menggunakan kateter (Martins dan Cunha, 2007). Bakteri Staphylococcus aureus dilaporkan telah resisten terhadap antibiotik betalaktam dan dikenal sebagai Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (Soegijanto, 2006).
Dari laporan rumah sakit di Amerika Serikat menunjukkan bahwa peningkatan resistensi antimikroba menjadi perhatian terutama Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin, oksasilin atau nafsilin yang terus meningkat. Data tersebut menunjukkan peningkatan resistensi metisilin terhadap Staphylococcus aureus pada tahun 1998-2002 sebesar 50% dan pada tahun 2003 terjadi peningkatan menjadi 59,5% (NNIS, 2004).
MRSA merupakan galur multiresisten terhadap semua golongan betalaktam dan antimikroba nonbetalaktam seperti makrolida (eritromisin), tetrasiklin, kloramfenikol dan kuinolon. Strain bakteri ini merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara

penyebab utama infeksi nosokomial di rumah sakit di dunia (Katayama, et al., 2004). Munculnya strain bakteri MRSA menjadi masalah sangat serius di dunia termasuk Indonesia (Obasuyi, 2013). Hingga kini belum ada terapi MRSA yang benar-benar efektif. Glikopeptida vankomisin yang merupakan obat pilihan untuk infeksi MRSA ternyata memiliki efek bakterisidal yang lambat dan sering menimbulkan kegagalan terapi (Yuwono, 2010). Hal ini mengindikasikan perlunya pertimbangan pemakaian antibiotik alternatif, terutama melalui pemanfaatan tanaman obat Indonesia. Sumber daya alam hayati Indonesia sangat berpotensi sebagai bahan baku obat tradisional. Salah satu tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan sebagai antibakteri adalah sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) (Werdhani, et al., 2008).
Selain dimanfaatkan sebagai tanaman hias, sirih merah diyakini oleh masyarakat mampu menyembuhkan beberapa macam penyakit seperti diabetes melitus, hemorrhoid, inflamasi, kanker, hiperurisemia, hipertensi, hepatitis, dan gastritis (Sudewo, 2006). Penelitian yang dilakukan Juliantina (2009) mengungkapkan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Uji antibakteri pada tanaman dengan famili yang sama juga pernah dilakukan oleh Kusuma (2010) yaitu pada ekstrak daun sirih yang mempunyai kadar hambat minimum sebesar 0,2% terhadap bakteri Streptococcus mutans. Namun, pada tanaman dari famili tersebut belum pernah dilakukan uji antibakteri terhadap strain bakteri MRSA.
Bentuk dan ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas obat, karena ukuran partikel sangat berpengaruh dalam proses kelarutan, absorbsi dan distribusi obat. Perkembangan ilmu dan teknologi
Universitas Sumatera Utara


nano merupakan kemajuan teknologi dengan metode penyerbukan yang mengubah ukuran bahan dalam bentuk yang lebih kecil (Prasetyorini, et al., 2011). Dengan demikian, luas permukaan bahan menjadi lebih besar sehingga kelarutan zat aktif meningkat dan aktivitas antimikrobanya lebih kuat (Sivasankar dan Kumar, 2010).
Dari uraian di atas dengan melihat keuntungan penggunaan nanopartikel dalam bidang farmasi khususnya dalam sistem penghantaran obat serta belum adanya penelitian mengenai efek antibakteri dari ekstrak daun sirih merah terhadap strain bakteri MRSA, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian uji antibakteri ekstrak etanol yang diperoleh dari nano simplisia daun sirih merah terhadap strain bakteri MRSA.
1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut: a. apakah ekstrak etanol simplisia daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap strain bakteri MRSA? b. bagaimana perbandingan aktivitas antibakteri antara ekstrak etanol nano simplisia dengan ekstrak etanol serbuk simplisia daun sirih merah terhadap strain bakteri MRSA?
1.3 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. ekstrak etanol simplisia daun sirih merah memiliki aktivitas antibakteri terhadap strain bakteri MRSA.
Universitas Sumatera Utara

b. aktivitas antibakteri ekstrak etanol nano simplisia daun sirih merah lebih tinggi dibanding ekstrak etanol serbuk simplisianya.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol dari nano dan serbuk simplisia daun sirih merah terhadap strain bakteri MRSA.
b. mengetahui perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak etanol nano simplisia dan serbuk simplisia daun sirih merah terhadap strain bakteri MRSA.

1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
tentang aktivitas antibakteri daun sirih merah terhadap bakteri MRSA.

1.6 Kerangka Pikir


Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Parameter

Konsentrasi ekstrak etanol nano dan serbuk simplisia daun sirih merah

Aktivitas antibakteri

Diameter zona hambat

Gambar 1.1 Kerangka pikir peneliti
Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Bakteri Bakteri merupakan organisme mikroskopis dengan diameter rata-rata
1,25 µm. Bakteri yang terkecil, Dialister pneumosintes, panjang tubuhnya 0,15 - 0,30 µm. Adapun bakteri yang terbesar, Spirillium volutans, panjang tubuhnya 13 – 15 µm. Bakteri memiliki ciri-ciri uniseluler mikroskopis, umumnya tidak berklorofil, dan termasuk sel prokariotik. Bakteri dapat ditemukan hampir di semua tempat dan tumbuh dengan subur di udara, air, makanan, tanah, tubuh hewan, dan tumbuhan yang dapat bersifat saprofit atau parasit (Karmana, 2008).
Bakteri dapat dibedakan berdasarkan bentuknya. Bakteri yang berbentuk lurus seperti batang disebut basilus, yang seperti bola disebut kokus, sedangkan bentuk yang panjang dan lengkung disebut spirilium. Kokus dapat tetap saling melengket berpasangan setelah pembelahan sel (diplokokus), atau bergerombol (stafilokokus), atau dapat juga membentuk rantai (streptokokus). Organisme yang menyebabkan pneumonia ialah suatu diplokokus, sedangkan stafilokokus menyebabkan banyak infeksi yang dicirikan oleh timbulnya bisul dan abses (Tjitrosomo, et al., 1983).
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian (Pratiwi, 2008).
a. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag
Universitas Sumatera Utara

tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. b. Fase log (fase eksponensial) merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila salah satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan. c. Fase stasioner merupakan fase dimana pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik. Pada sebagian besar kasus, pergantian sel terjadi dalam fase stasioner ini. d. Fase kematian yaitu jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.
2.2 Antibiotik Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Lazimnya antibiotik dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dan bakteri dibiakkan dalam tangki-tangki besar bersama zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara steril disalurkan ke dalam cairan
Universitas Sumatera Utara

pembiakan guna mempercepat pertumbuhan fungi dan meningkatkan produksi antibiotikumnya. Setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotikum dimurnikan dan aktivitasnya ditentukan (Tjay dan Rahardja, 2007). 2.2.1 Mekanisme kerja obat antimikroba
Obat antimikroba mempunyai susunan kimiawi dan cara kerja yang berbeda antara obat satu dengan obat yang lainya. Antimikroba mengganggu bagian— bagian mikroba yang peka, yaitu dinding sel, protein, asam nukleat, dan metabolit intermedier. Beberapa mekanisme kerja antimikroba diantaranya: (Dzen, et al., 2003)
a. menghambat sintesis dinding sel. Obat antimikroba yang menghambat pembentukan dinding sel efektif pada saat bakteri sedang aktif membelah. Rusaknya dinding sel bakteri karena obat dapat menyebabkan sel bakteri lisis.
b. merusak menbran sel. Membran sel menjaga komposisi internal dari sel dengan cara berfungsi di dalam permeabilitas selektif dan proses transport aktif. Rusaknya membran sel dapat menyebabkan metabolit penting di dalam sel lolos keluar sel dengan akibat kematian sel.
c. menghambat sintesis protein d. menghambat sintesis asam nukleat. Antimikroba ini dapat bekerja
dengan cara menghambat sintesis mRNA pada proses transkripsi atau menghambat replikasi DNA pada proses pembelahan sel. e. Antagonis metabolit. Mekanisme kerja senyawa antimetabolit adalah dengan cara menghambat secara kompetitif terhadap sintesis metabolit esensial. Pada umumnya, senyawa anti metabolit bersifat bakteriostatik.
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Resistensi mikroba terhadap antibiotik Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi bawaan
(primer), resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomal. Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme. Hal ini misalnya dapat disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotik pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme dapat menguraikan antibiotik. Resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat kontak dengan agen antimikroba dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya mutasi pada mikroorganisme. Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom (Pratiwi, 2008).
Menurut Permenkes Nomor 2406/2011 yang dimaksud dengan resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu:
a. merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi. b. mengubah reseptor titik tangkap antibiotik. c. mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri. d. antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat
dinding sel bakteri. e. antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari
dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel. Peningkatan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik bisa terjadi dengan 2 cara, yaitu mekanisme Selection Pressure dan penyebaran resistensi ke bakteri yang non-resisten melalui plasmid. Selection Pressure dapat dicegah melalui penggunaan antibiotik secara bijak. Sedangkan penyebaran bakteri resisten
Universitas Sumatera Utara

melalui plasmid dapat dicegah dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsipprinsip kewaspadaan standar.
2.3 Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya
tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai pembenihan dan mempunyai metabolisme aktif, meragikan karbohidrat, serta menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai kuning tua. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia, spesies lain dapat menyebabkan abses, infeksi pyogens dan septikemia yang fatal (Nasution, 2014).
Infeksi adalah proses masuknya parasit dan mengadakan hubungan dengan inang. Infeksi terjadi bila parasit itu sanggup mengadakan penetrasi atau melalui batas pertahanan inang dan hidup di dalamnya. Sumber primer dari infeksi pada manusia dan hewan diantaranya adalah orang dan hewan yang terinfeksi, serta tanah. Beberapa vektor yang dapat menyebabkan infeksi yaitu: kontak langsung, tangan, saliva dan sekresi hidung, infeksi melalui tetesan halus, debu, fomites, alat-alat makan, makanan, keracunan makanan, susu, darah dan derivat darah. Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme parasit yang dapat menyebabkan infeksi (Dzen, et al., 2003).
Infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dapat terjadi pada kondisi hangat yang lembab atau saat kulit terbuka akibat penyakit seperti eksim, luka pembedahan, atau akibat alat intravena. Staphylococcus aureus menyebabkan rentang sindrom infeksi yang luas (Gillespie dan Bamford, 2009).
Universitas Sumatera Utara

Staphylococcus aureus merupakan contoh patogen yang sukses beradaptasi. Hal ini diperlihatkan dengan kemampuan mengkoloni dan mengambil atau mentransfer materi genetik yang membawa berbagai faktor virulensia. Kemampuan Staphylococcus aureus menimbulkan penyakit ditentukan kemampuannya menyebabkan kerusakan jaringan secara langsung dan kemampuan untuk tumbuh serta menghindar dari imunitas inang (Yuwono, 2012).
Pada tahun 1944 infeksi akibat bakteri Staphylococcus aureus dapat diatasi dengan menggunakan antibiotik penicillin. Keberhasilan terapi ini tidak berlangsung lama karena kemudian muncul galur resisten yang mengandung gen blaZ yang menyandi enzim beta laktamase yaitu suatu enzim yang mampu mendegradasi penicillin dengan cara memecah cincin beta laktam. Pada akhir tahun 1950-an, masalah ini dapat diatasi dengan pemberian antimikroba yang tahan terhadap betalaktamase yaitu metisilin, namun hanya dalam waktu satu tahun muncul galur Staphylococcus aureus resisten metisilin yang disebut MRSA (Yuwono, 2010).
Bakteri Staphylococcus aureus yang dilaporkan telah resisten terhadap antibiotik beta-laktam dikenal sebagai Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (Soegijanto, 2006). MRSA merupakan bakteri penyebab infeksi fatal, dapat hidup berminggu-minggu dalam sprei, lembaran kertas, dan keyboard (Karmana, 2008).
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi karena perubahan genetik yang disebabkan paparan terapi antibiotik tidak rasional. Transmisi bakteri berpindah dari satu
Universitas Sumatera Utara

pasien ke pasien lain melalui alat medis yang tidak diperhatikan sterilitasnya. Transmisinya dapat pula melalui udara maupun fasilitas ruangan, misalnya selimut atau kain tempat tidur. Sejak munculnya resistensi terhadap metisilin, MRSA telah dikenal luas diberbagai rumah sakit di seluruh dunia sebagai penyebab bakteremia, pneumonia, infeksi pasca operasi dan infeksi nosokomial lainnya (Nurkusumah, 2009).
Resistensi MRSA terhadap metisilin dan terhadap semua antimikroba golongan beta laktam disebabkan perubahan pada protein binding penicillin (PBP) yang normal yaitu PBP 2 menjadi PBP 2a. PBP 2a memiliki afinitas yang sangat rendah terhadap beta laktam sehingga sekalipun bakteri ini dibiarkan pada medium beta laktam dengan konsentrasi tinggi, MRSA tetap dapat hidup dan mensisntesa dinding sel (tumbuh). Eksplorasi pada struktur PBP 2a menunjukkan adanya perubahan pada situs pengikatan (binding site) yang mengakibatkan rendahnya afinitas (Yuwono, 2010).
Data terkini menyebutkan bahwa rata-rata 30% Staphylococcus aureus di Amerika, Eropa dan Australia adalah MRSA, sedangkan di Asia mencapai 50%. Variasi prevalensi antar negara demikian besar misalnya di Portugal prevalensi MRSA mencapai 50% sedangkan di Belanda dan negara-negara Skandinavia prevalensinya kurang dari 2% (Yuwono, 2010).
Semakin tinggi penggunaan antibiotik, semakin tinggi pula tekanan selektif proses evolusi dan proliferasi strain mikroorganisme yang bersifat resisten. Mikroorganisme patogen yang resisten terhadap antibiotik sangat sulit dieliminasi selama proses infeksi, dan infeksi oleh beberapa strain bakteri dapat berakibat letal (kematian). Untuk itu, diperlukan alternatif lain dalam proses pengobatan
Universitas Sumatera Utara

infeksi yang terjadi. Beberapa macam tumbuhan dapat dijadikan alternatif dalam pengobatan infeksi diantaranya yaitu jambu biji, sirih, dan sirih merah, serta beberapa tanaman lain yang memiliki khasiat obat.
2.4 Sirih Merah Tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) merupakan salah satu
tanaman obat yang daunnya telah lama dikenal mempunyai khasiat obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit (Werdhany, et al., 2008). Tanaman obat ini memiliki penampilan yang menarik, sehingga banyak yang mengoleksi sebagai tanaman hias yang eksotis. Kehadirannya di dunia pengobatan herbal banyak mendapat perhatian masyarakat. Banyak masyarakat pecinta herbal mengembangkan tanaman ini untuk keperluan berbagai pengobatan (Sudewo, 2012).
Tanaman sirih merah (Gambar 2.1) sepintas sosoknya mirip sirih biasa, tanaman merambat yang tumbuh ke atas mempergunakan akar yang keluar dari ruas-ruasnya. Bedanya sirih merambat berdaun hijau gelap dengan motif atau bercak-bercak berwarna keperakan yang muncul di sekitar tulang daunnya, sedangkan tulang daun berwarna kemerahan sementara permukaan bawahnya berwarna merah keunguan (Prihmantoro, 1997).
Kandungan kimia yang terdapat pada daun sirih merah antara lain minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, pcymene, cineole, caryofelen, kadimen estragol, terpenena, dan fenil propada (Werdhany, et al., 2008). Menurut Sudewo (2006), daun sirih merah mengandung
Universitas Sumatera Utara

senyawa-senyawa yang memiliki efek antibakteri yaitu flavonoid, senyawa polifenolat, tanin, dan minyak atsiri.

Gambar 2.1 Tanaman sirih merah

Tanaman sirih merah merupakan salah satu famili piperaceae. Taksonomi tanaman sirih merah menurut Hidayat (2013) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Piperales

Suku

: Piperaceae

Marga

: Piper

Jenis

: Piper crocatum Ruiz & Pav.

Tanaman sirih merah telah diketahui memiliki berbagai khasiat obat dan

dianggap sebagai tanaman multifungsi untuk menyembuhkan berbagai jenis

penyakit seperti diabetes melitus, asam urat, hepatitis, batu ginjal, hipertensi,

Universitas Sumatera Utara

radang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah stroke, dan memperhalus kulit. Air rebusannya mengandung antiseptik atau karvakrol yang bersifat desinfektan dan anti jamur, sehingga bisa digunakan sebagai obat antiseptik untuk menjaga kesehatan rongga mulut, menyembuhkan penyakit keputihan dan bau tak sedap (Werdhany, et al., 2008).
2.5 Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa kimia dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi, refluks, infus, dekok, digesti, dan sokletasi (Ditjen POM, 1979). Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi metode dingin dan metode panas. 2.5.1 Cara dingin
Cara dingin merupakan metode ekstraksi tanpa pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang tidak tahan pemanasan. Ekstraksi cara dingin antara lain:
a. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).
b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
Universitas Sumatera Utara

sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan (Ditjen POM, 2000). 2.5.2 Cara panas
a. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Ditjen POM, 2000).
b. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50O C (Ditjen POM, 2000).
d. Infundasi Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur pada suhu 96 - 98C selama waktu tertentu (15 - 20 menit) (Ditjen POM, 2000).
Universitas Sumatera Utara

e. Dekoktasi Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih la≥m3a0◦C( ) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
2.6 Nanoteknologi Nanoteknologi adalah teknik manipulasi/ rekayasa benda ukuran nano
untuk berbagai manfaat dan aplikasi. Ada beberapa jenis nanoteknologi sesuai dengan manfaat yang ada di dalamnya yaitu nanomaterial, nanopartikel, nanokomposit, nanomagnetik, nanoenergi, nanomedisin, dll (Rochman, 2013). Ada 2 metode sintesis nano, yaitu:
a. pendekatan top down yaitu dengan membuat ukuran nano dari bongkahan yang besar menjadi material nano dan hal ini bisa melalui proses menggiling, memotong, grafting, dll sampai terbentuk ukuran nano. Namun hal ini tidak dilakukan pada skala industri besar dikarenakan dapat menghasilkan ukuran partikel yang berbeda-beda dan dapat membuang banyak waktu untuk memisahkan ukuran partikel tersebut.
b. pendekatan bottom up merupakan metode yang biasa digunakan dalam industri, karena bisa membangun struktur benda berukuran nano dari bawah/ dari nol. Metode ini menghasilkan ukuran yang seragam sehingga tak perlu proses pemisahan. Selain itu, metode ini juga bisa merancang keinginan untuk sifat yang akan dihasilkan dari struktur nano tersebut. Nanoteknologi telah menjadi pusat perhatian dunia terlebih dalam
aplikasinya di industri. Melalui nanoteknologi, material dapat dirancang dan diatur dalam skala zarah (atom). Dengan menata ulang atau memodifikasi struktur material dalam tingkat nanometer, akan diperoleh suatu bahan tertentu yang
Universitas Sumatera Utara

sangat baik dalam skala nanometer sifat dan kinerja suatu bahan lebih unggul dibandingkan dengan skala mikrometer. Berbagai aplikasi nanoteknologi pada produk telah diterapkan diantaranya pada elektronik, kosmetik medis, farmasi, industri makanan, tekstil, dan keramik (Rochman, 2013).
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan kegiatan penelitian dalam bidang nanoteknologi yang telah dimulai oleh beberapa lembaga riset maupun perguruan tinggi. Indonesia memiliki keunggulan komparatif berupa kekayaan sumber daya alam baik dalam bentuk berbagai mineral alam sebagai bahan baku pembuatan produk dan sumber energi, maupun keragaman hayati flora dan fauna dalam jumlah yang luar biasa. Namun sumber daya alam tersebut masih belum ditingkatkan nilai tambahnya sehingga pengembangan nanoteknologi harus dapat diarahkan agar dapat meningkatkan nilai tambah secara signifikan bagi sumber daya alam Indonesia (Herman, et al., 2008).
Menurut Herman, et al., (2008) ada lima bidang yang menjadi prioritas dalam pengembangan nano teknologi di Indonesia, diantaranya:
a. Nanomateria, dengan target mensuplai bahan baku (nanopartikel) untuk industri lokal dan internasional.
b. Nano-Bioteknologi, dengan target untuk peningkatan hasil pangan dan pertanian.
c. Nano-Farmasi dan kesehatan, dengan target untuk peningkatan kualitas obat Indonesia.
d. Energi, dengan target untuk konservasi dan energi ramah lingkungan. e. Nano-elektronik dan devais, dengan target pengembangan nanoteknologi
untuk IT.
Universitas Sumatera Utara

Dalam bidang farmasi dan kesehatan, nanopartikel mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam penyampaian obat ke target jaringan. Nanopartikel adalah partikel koloid yang memiliki ukuran mulai dari 10-1000 nm yang mempunyai prinsip aktif yaitu terlarut, terperangkap, enkapsulasi dan/atau diserap dan melekat. Penargetan obat dapat dicapai dengan pengembangan pembawa obat koloid yang dikenal sebagai nanopartikel (Sivalalitha, et al, 2012).
Nanopartikel secara khusus dirancang untuk melepaskan obat ke target jaringan. Formulasi dan penerapan klinis nanopartikel berdasarkan sifat fisika kimia serta sifat farmakokinetika dan farmakodinamikanya. Kelarutan obat yang rendah dapat menyebabkan rendahnya bioavailabilitas, peningkatan efek makanan, tidak sempurnanya dosis yang terlepas dari bentuk sediaan. Mengurangi ukuran partikel merupakan metode yang efektif yang telah dikembangkan di dunia farmasi untuk meningkatkan biovailabilitas obat yang memiliki kelarutan rendah (Sivalalitha, et al., 2012). Contoh alat yang digunakan untuk membuat nanopartikel dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.2 Contoh alat pembuat nanopartikel High energy ballmill telah banyak digunakan sebagai salah satu cara membuat nanopartikel. Jenis high energy ballmill ini memiliki pola gerak 3
Universitas Sumatera Utara

dimensi yang mengoptimalkan tumpukan bola-bola dalam jar sehingga

meningkatkan efektifitas penghancuran dan mempersingkat waktu milling. Sesuai

untuk pembuatan nanomaterial dalam waktu relatif singkat.

Dengan ukuran yang kecil, nano partikel memperlihatkan sifat-sifat yang

menarik, menjadikannya sesuai dengan berbagai aplikasi pemberian obat. Jumlah

permukaan partikel meningkat seiring dengan berkurangnya ukran partikel.

Seperti pada terlihat Tabel 2.1

Tabel 2.1. Persentase permukaan molekul pada partikel

No. Ukuran Partikel (nm)

Molekul permukaan (%)

11

100.00

2 10

27,10

3 100

2,97

4 1000

0,30

5 10000

0,03

Dari Tabel 2.1 menunjukkan bahwa nanopartikel memiliki sifat adhesi yang kuat karena luas kontak yang terus meningkat (Gupta, 2006).
2.7 Uji Antibiotik Antibakteri Pada uji antibakteri ini diukur respons pertumbuhan populasi
mikroorganisme terhadap agen antibakteri. Tujuan assay antibakteri adalah untuk menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa antibakteri di pabrik, untuk menentukan farmakokinetik obat pada hewan dan manusia, dan untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji antiba

Dokumen yang terkait

Perbandingan Aktivitas Antijamur Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Jamur Candida Albicans

2 60 57

Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 98 74

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and Pav.) Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.) Dan Siprofloksasin Terhadap Staphylococcus Aureus, Pseudomonas a

0 1 12

Perbandingan Aktivitas Antijamur Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Jamur Candida Albicans

0 0 10

DAFTAR ISI - Perbandingan Aktivitas Antijamur Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Jamur Candida Albicans

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bakteri - Perbandingan Aktivitas Antibakteri Antara Ekstrak Etanol dari Serbuk dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Strain Bakteri Methicillin Resistant Staphylococcus aureus

1 1 16

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI ANTARA EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz Pav.) TERHADAP Strain BAKTERI Methicillin Resistant Staphylococcus aureus SKRIPSI

0 1 13

Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bakteri - Perbandingan Uji Aktivitas Antibakteri Antara Ekstrak Etanol Dari Serbuk Dan Serbuk Nano Daun Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 1 11

PERBANDINGAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI ANTARA EKSTRAK ETANOL DARI SERBUK DAN SERBUK NANO DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz Pav.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SKRIPSI

0 1 15