Karakterisasi Reservoar Batupasir Menggunakan Seismik Inversi Acoustic Impedance Pada Lapangan “RDW” Cekungan Sumatera Selatan

(1)

ii ABSTRAK

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR MENGGUNAKAN SEISMIK INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN “RDW”

CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Oleh Anne Marie

1015051043

Telah dilakukan penelitian karakterisasi reservoar pada lapangan “RDW” Cekungan Sumatera Selatan dengan menggunakan seismik inversi acoustic

impedance. Dengan tujuan menentukan karakter batuan reservoar di daerah

penelitian berdasarkan sebaran nilai impedansi akustik. Penelitian ini menggunakan metode pemodelan inversi Model Based dengan data seismik 2D

Post Stack dengan jumlah 2 lintasan dan 3 data sumur dengan dilengkapi data log

hasil pengukuran langsung dilapangan maupun hasil turunan seperti log Gamma Ray, Log Density, log Neutron Porosity (NPHI), log Resistivitas, log P-wave, log

SP, log Porosity, log PImpedance berserta informasi data marker daerah tersebut.

Pada hasil analisis crossplot yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa pada daerah penelitian terdapat sebaran reservoar sand maupun shale. Namun sulit untuk memisahkan antara sand dan shale. Hal ini dikarenakan pada formasi daerah penelitian ini terdapat shale yang lebih dominan dengan sisipan sand. Sand merupakan zona target dalam penelitian ini, karena pada zona poros tersebut menunjukkan nilai resistivitas yang lebih besar. Berdasarkan hasil inversi AI dapat terlihat pada sumur AN1 bahwa pada batuan reservoar sand yang memiliki nilai AI yang rendah dapat dilihat zona porous pada line A pada warna kuning sampai ke merah dengan nilai impedansi akustik sekitar 6798- 8066 m/s *g(cc) dan pada line B sekitar 6182-7470 m/s*g(cc) yang berada diantara horizon BRF (hijau) sampai TAF (orange).


(2)

i ABSTRACT

SANDSTONE RESERVOIR CHARACTERIZATION USING SEISMIC INVERSION ACOUSTIC IMPEDANCE IN THE FIELD “RDW”,

SOUTH SUMATERA BASIN

By Anne Marie

1015051043

Has been done the reservoir characterization of the field “RDW”, South Sumatera Basin, using seismic inversion acoustic impedance. The objective of the research is to characterize reservoir using application of seismic inversion method. This research using model based inversion method with 2D Post stack seismic data with 2 line and 3 well data including log data of direct measure in the field and formula , such as gamma ray log, density log, neutron porosity log, resistivity log, P-wave log, SP log, porosity log, P-impedance log, and marker data information in this area. In crossplot analysis can be saw that in research area, there is reservoir sand and shale distribution. But, Its difficult to make separation between sand and shale, because formation of this research area get dominant shale with a lot of sand. Sand is target zone in this research, because in the porous zone is showing high resistivity. According to inversion result of AI, can be saw in AN1 well that rock of sand reservoir which have low AI that see on porous zone at A line in yellow to red about 6798 - 8066 m/s *g(cc) and at B line about 6182 - 7470 m/s *g(cc) which located between BRF horizon (green) to TAF (orange).


(3)

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR MENGGUNAKAN SEISMIK INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN “RDW”

CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Oleh

ANNE MARIE

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

(6)

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Anne Marie, lahir di Gisting pada tanggal 04 Juli 1992 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ig. Ariyanto dan Ibu Maria Magdalenna. Penulis memulai pendidikan formalnya dari tahun 1996 di TK Fransiskus Gisting. Kemudian dilanjutkan di SD Fransiskus Gisting dan lulus pada tahun 2004, selanjutnya di SMP Xaverius Gisting dan diselesaikannya pada tahun 2007. SMA St. Pius X yang diselesaikannya pada tahun 2010.

Selanjutnya penulis terdaftar menjadi mahasiswa Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Masuk Lokal. Selama menjadi mahasiswa, penulis terdaftar dan aktif dibeberapa Unit Kegiatan Kemahasiswaan, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik sebagai anggota divisi Advokasi dan kesejahteraan mahasiswa pada tahun 2010- 2011, HIMA TG BHUWANA sebagai anggota bidang Sains dan Teknologi pada tahun 2012-2013, AAPG SC Unila sebagai anggota divisi fieldtrip pada tahun 2013-2014, penulis juga pernah tercatat sebagai pengurus HMGI regional Lampung. Selain itu penulis juga pernah mendapatkan beasiswa PPA pada tahun 2011.


(8)

viii

Pada bulan agustus 2013, penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PPPTMBG LEMIGAS Jakarta Selatan dengan mengambil judul “Pengolahan Data Seismik 2D Laut Menggunakan Software Promax 5000” dan kemudian penulis melakukan penelitian Tugas Akhir pada bulan November 2014 sampai Januari 2015 di PT. Patra Nusa Data. Hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tanggal 23 Juni tahun 2015 dengan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Reservoar Batupasir Menggunakan Seismik Inversi Acoustic Impedance Pada Lapangan “RDW” Cekungan Sumatera Selatan”.


(9)

ix

PERSEMBAHAN

Dengan segala ketulusan hati, sebuah karya kecil ini

kupersembahkan untuk :

YESUS KRISTUS

Mamaku tercinta, Maria Magdalenna dan Papaku

tercinta, Ig. Ariyanto

Adikku, Leo Aldy Permana yang selalu kusayang

My beloved, Robertus Dian Widiatmoko yang selalu

dihati

Sahabat serta keluarga besarku TG Mania 2010 yang

selalu memberikan warna selama kuliah

Almamaterku Tercinta


(10)

x MOTTO

Kecerdasan bukanlah tolak ukur kesuksesan,

tetapi dengan menjadi cerdas kita bisa menggapai

kesuksesan

“Yesterday is History, tomorrow is a

mystery, but today is a miracle”


(11)

xii SANWACANA

Puji Syukur kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Karakterisasi Reservoar Batupasir Menggunakan Seismik Inversi Acoustic Impedance

Pada Lapangan “RDW” Cekungan Sumatera Selatan yang telah dilaksanakan

di Operation Office, PT. Patra Nusa Data, BSD-Tanggerang Selatan. Penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan Skripsi ini, yaitu :

1. Kedua Orang Tuaku, Mama Maria Magdalenna dan Papa Ig. Ariyanto yang telah berjuang untuk membesarkan, merawat dan membimbing hingga saat ini, terimakasih pula atas segala motivasi serta do’a yang tulus sehingga penulis dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Adikku, Leo Aldy Permana yang senantiasa memberikan semangat serta motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Bpk Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T., selaku kepala Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung serta pembimbing skripsi ini.

4. Bpk Dr. H. Muh Sarkowi, S.Si., M.Si., selaku penguji skripsi.

5. Bpk Rustadi, S.Si., M.T., selaku dosen Pembimbing Akademik Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung

6. Bpk Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung beserta staf Adminitrasi Jurusan.

8. Bpk Dr. Eddy Arus Sentani selaku Direktur Utama PT. Patra Nusa Data. 9. Bpk Herry Gunawan., M.Si., selaku Manager PT. Patra Nusa Data. .


(12)

xiii

10.Bpk Widi Atmoko., S.T., selaku Supervisor serta pembimbing penelitian Tugas Akhir di PT. Patra Nusa Data

11.Mas Erlangga Wibisono., S.Si., selaku pembimbing Tugas Akhir di PT. Patra Nusa Data.

12.Mbak Hilda, Mbak Lia, Mbak Neni, Mbak Indra, Mas Dani, Mas Gama, dkk selaku karyawan di PT. Patra Nusa Data yang telah memberikan semangat serta setia menemani penulis selama berada di kantor.

13.My Beloved, Robertus Dian Widiatmoko terimakasih atas kebersamaan kita selama 5 tahun ini dan segala motivasi serta semangat yang telah diberikan selama ini.

14.Irfan David, Yohanes Eko, Dedek Reynaldo, Anas Prikurnia, Dian Setiawan, Fansiskus Adi, Bagus Setya Atmaja, Dedy Kurniawan, Agus Ari Prasetyo, dkk terimakasih atas motivasi serta segala kenangan yang tercipta selama dikosan.

15.Seluruh sahabat- sahabatku di TG Mania 2010, Widatul Faizah MD, Hanna Ade Pertiwi, Fenty Rya Maretta, Filya Rizky Lestari, Siti Fatimah, Anissa Mutiara Badri, Anis Kurnia Dewi, Ines Kusuma Ningrum, Mega Khusnul Khotimah, Anita Octavia Gultom, Sari Elviani, Bang Rian Hidayat, Muhammad Satria Maulana, Murdani, Taufiq, Muhammad Farhan Ravsanzany, Bima Fajar Ertanto, Roy Bryanson Sihombing, Dito Hadi Surya, Heksa Agus Wiyono, Ade Setiawan, MP Bagus Wicaksono, Muhammad Amri Satria, Beryan Adeam, Fernando Sialagan, Halilintar Duta Mega, Wahyuda Alfin, Eki Zuhelmi, Pangestu Eko Lariyanto, Anggi Darma Wijaya terimakasih atas kebersamaan yang telah kita lalui bersama selama ini, semoga kisah kita selama kuliah ini menjadi sebuah kenangan yang terindah dan tak terlupakan.

16.Senior yang selalu memberikan semangat kak Sinku Wira Sanjaya dan kak Alfhareza Sandy.

17.Teknik Geofisika All Angkatan terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

18.Staf Dekanat Teknik yang telah membantu dalam mengurus segala keperluan skripsi ini.


(13)

xiv

19.Dan semua pihak yang telah membatu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari akan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini yang masih jauh dari kesempurnaan, saran dan kritik diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang, akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,

Anne Marie 1015051043


(14)

(15)

xv DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

COVER DALAM ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

HALAMAN MOTTO ... x

KATA PENGANTAR ... xi

SANWACANA ... xii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR GAMBAR ... ....xviii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah... 3

BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan ... 4

2.2 Struktur Geologi Regional ... 9


(16)

xvi BAB III TEORI DASAR

3.1Seismik Refleksi ... 12

3.1.1 Terjadinya Gelombang Refleksi ... 13

3.1.2 Impedansi Akustik dan Koefisien Refleksi ... 14

3.1.3 Polaritas dan Fasa ... 15

3.2Wavelet ... 17

3.2.1 Ekstraksi Wavelet ...18

3.3 Seismogram Sintetik ... 20

3.4 Data Sumur (Well Log) ... 21

3.4.1 Log Gamma Ray ... 22

3.4.2 Log Spontaneous Potential (SP) ... 23

3.4.3 Log Induksi ... 23

3.4.4 Log Lateral ... 24

3.4.5 Log Sonic ... 24

3.4.6 Log Neutron Porositas ... 25

3.4.7 Log Densitas ... 25

3.5 Sifat Fisika Batuan ... 26

3.5.1 Densitas ... 26

3.5.2 Kecepatan ... 27

3.5.3 Porositas ... 27

3.6 Impedansi Akustik (IA) ... 30

3.7 Teori Dasar Seismik Inversi ... 32

3.7.1 Konsep Dasar Seismik Inversi ... 34

3.8Metode Seismik Inversi... 36

3.8.1 Inversi bandlimited ... 36

3.8.2 Inversi Model Based ... 38

3.8.3 Inversi Sparse–Spike ... 39

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 40

4.2 Bahan Dan Alat ... 41

4.3 Tahapan Penelitian ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data Penelitian ... 45

5.2 Analisis Crossplot ... 47

5.3 Ekstraksi Wavelet dan Well Seismik Tie ... 54

5.4 Picking Horizon ...62

5.5 Inversi Model Based ... 69

5.5.1 Model Inisial ... 69

5.5.2 Analisis Inversi ... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 76

6.2 Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(17)

(18)

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Skala penentuan baik tidaknya kualitas nilai porositas

batuan suatu reservoir ... ... 29

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Tanggal 17 November

2014 sampai dengan Januari 2015 ... ... 40

Tabel 5.1 Perbandingan Ekstraksi Wavelet Statistical, Ricker,

Bandpass dan Usewell ... ... 55 Tabel 5.2 Hasil analisis error dan korelasi dari teknik inversi

pada line A ... ... 72 Tabel 5.3 Hasil análisis error dan korelasi dari beberapa


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Indeks Peta Cekungan Sumatera Selatan ... 4

Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan ... 8

Gambar 3.1 Penjalaran gelombang melalui batas dua medium yang memiliki kecepatan berbeda menurut hukum Snellius ... 13

Gambar 3.2 Koefisien refleksi sudut datang nol menggunakan wavelet zero phase ... 15

Gambar 3.3 Polaritas normal dan terbalik menurut SEG (a) Minimum Phase (b) Zero Phase ... 16

Gambar 3.4 Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, yaitu mixed phase wavelet (1), minimum phase wavelet (2), maximum phase wavelet (3), dan zero phase wavelet (4) ... 18

Gambar 3.5 Seismogram Sintetik yang diperoleh dari Konvolusi RC dan Wavelet ... 21

Gambar 3.6 Porositas dan matrik suatu batuan ... 30

Gambar 3.7 Pengaruh beberapa faktor terhadap kecepatan gelombang Seismik ... 32

Gambar 3.8 Pemodelan ke depan dan ke belakang ... 35

Gambar 3.9 Tipe-tipe teknik inversi seismik ... 36

Gambar 4.2 Diagram Alir Penelitian ... 40

Gambar 5.1 Base Map Area Penelitian Line A ... 46

Gambar 5.2 Base Map Area Penelitian Line B ... 46 Gambar 5.3 CrossplotDensity VS AI layer GUY hingga TAF pada


(21)

xix

shale (abu- abu) dan Carbonate (biru) ... 48 Gambar 5.4 Cross Section Density VS AI layer GUY hingga

TAF pada sumurAN1 dengan trap oil (merah), sand

(kuning), shale (abu- abu) dan Carbonate (biru) ... 49 Gambar 5.5 CrossplotGamma Ray VS AI layer GUY hingga TAF

pada sumur AN2 dengan trap oil (merah), sand (kuning) dan shale (abu- abu) ... 50 Gambar 5.6 Cross Section Gamma Ray VS AI layer GUY

hingga TAF pada sumur AN2 dengan trap oil (merah),

sand (kuning) dan shale (abu- abu) ... 51 Gambar 5.7 CrossplotDensity VS AI layer GUY hingga TAF

pada sumur AN3 dengan trap oil (merah), sand (kuning) dan shale (abu- abu) ... 52 Gambar 5.8 Cross SectiontDensity VS AI layer GUY hingga

TAF pada sumur AN3 dengan trap oil (merah), sand

(kuning) dan shale (abu- abu) ... 53 Gambar 5.9 Bentuk geometri dan amplitudo hasil ekstraksi wavelet ... 56 Gambar 5.10 Well Seismic Tie pada sumur AN1 Line A dengan

korelasi 0,863 ... 58 Gambar 5.11 Well Seismic Tie pada sumur AN2 Line A dengan

korelasi 0,742 ... 59 Gambar 5.12 Well Seismic Tie pada sumur AN1 Line B dengan

korelasi 0,821 ... 60 Gambar 5.13 Well Seismic Tie pada sumur AN3 Line B dengan

korelasi 0,820 ... 61 Gambar 5.14 Horizon pada layer GUY (pink), BRF (hijau),

TAF (orange) dan GRM (biru) pada line A ... 63 Gambar 5.15 Horizon pada layer GUY (hijau), BRF (orange),

TAF (ungu) dan GRM (biru) pada line B ... 64 Gambar 5.16 Structure Map layer Gumay Formation dengan

garis hitam (Fault) ... 66 Gambar 5.17 Structure Map layer Baturaja Formation dengan

garis hitam (Fault) ... 67 Gambar 5.17 Structure Map layer Talangakar Formation


(22)

xx

dengan garis hitam (Fault) ... 68 Gambar 5.18 Penampang Initial Model pada sumur AN1 dan

AN2 line A ... 70 Gambar 5.19 Penampang Initial Model pada sumur AN1 dan

AN3 line B ... 71 Gambar 5.20 Penampang Hasil Inversi Model Based Line A ... 74 Gambar 5.21 Penampang Hasil Inversi Model Based Line B ... 75


(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agar dapat memenuhi permintaan akan minyak dan gas bumi perlu adanya peningkatan penemuan cadangan-cadangan baru. Untuk itu diperlukan suatu metode yang dapat mendeteksi sifat fisik yang terdapat dibawah permukaan. Metode yang dapat digunakan adalah seismik refleksi. Salah satu teknik yang dapat digunakan pada seismik refleksi adalah inversi data seismik.

Teknik inversi data seismik refleksi telah banyak digunakan oleh interpreter di industri minyak dan gas bumi sejak 20 tahun dahulu. Prinsip dari Inversi yaitu dengan konversi dari wiggle seismik menjadi Impedansi Akustik (AI), untuk mendapatkan display bawah permukaan yang lebih mudah dipahami.

Karakterisasi reservoar merupakan suatu proses untuk menjabarkan secara kualitatif dan kuantitatif karakter reservoar menggunakan semua data yang ada. Integrasi antara data log dan data seismik telah menjadi perhatian dari para

geophysicist dan geologist. Kedua data ini memiliki kelebihan dan kelemahan

masing-masing. Data seismik memiliki resolusi horizontal yang baik dengan resolusi vertikal yang kurang baik, sementara data log memiliki resolusi vertikal yang sangat baik namun resolusi horizontalnya buruk.


(24)

2

Mengintegrasikan keduanya akan menghasilkan interpretasi yang lebih akurat dan menyeluruh.

Karekterisasi reservoar yang meliputi delineasi, deskripsi, dan monitoring diperlukan untuk dapat melihat secara penuh keadaan reservoar. Karakterisasi reservoar yang baik merupakan kunci untuk mencapai kesuksesan pengelolaan reservoar secara ekonomis. Untuk dapat mengkarakterisasi reservoar dengan baik, studi terpadu yang melibatkan data seismik dan data sumur perlu dilakukan, salah satunya dengan menggunakan metode seismik inversi. Seismik inversi adalah teknik untuk membuat model bawah permukaan bumi menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol, (Sukmono, 2000).

Inversi Acoustic impedance (AI) adalah salah satu metode seismik inversi setelah stacking (post-stack inversion). AI adalah parameter batuan yang besarnya dipengaruhi oleh tipe litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman tekanan dan temperatur. Oleh karena itu AI dapat digunakan sebagai indikator litologi, porositas, hidrokarbon, pemetaan litologi, flow unit mapping, dan kuantifikasi karakter reservoar. Secara natural AI akan memberikan gambaran geologi bawah permukaan yang lebih detail daripada seismik konvensional, karena umumnya amplitudo pada konvensional seismik akan memberikan gambaran batas lapisan sementara AI dapat mengambarkan lapisan itu sendiri.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :


(25)

3

sebaran nilai impedansi akustik.

2. Mengetahui struktur patahan pada layer GUY, layer BRF dan layer TAF. 3. Mengetahui nilai impedansi akustik di layer BRF dan TAF yang diperoleh

dari proses inversi seismik.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dari metoda penelitian ini adalah:

1. Data seismik yang digunakan merupakan data seismik 2D Post Stack denganjumlah 2 lintasan.

2. Penelitian membahas mengenai aplikasi metode inversi impedansi akustik dalam penentuan jenis litologi dan porositas hidrokarbon di daerah penelitian.

3. Data sumur yang digunakan yaitu AN1, AN2, dan AN3 yangdilengkapi dengan data log hasil pengukuran langsung dilapangan maupunhasil turunan seperti log Gamma Ray, Log Density, log Neutron Porosity


(26)

BAB II

GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(27)

5

Secara regional ada beberapa formasi yang menyusun Cekungan Sumatera Selatan diantaranya :

1. Komplek Batuan Pra-Tersier

Kompleks Pra-Tersier merupakan batuan dasar (basement rock) Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan yang tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum - Mesozoikum, dan batuan karbonat. Pada beberapa tempat menunjukkan strata berumur Kapur Akhir sampai Paleosen-Eosen Awal ditindih oleh batuan Tersier dan dikelompokkan bersama batuan Pra-Tersier.

2. Tuf Kikim dan Lemat Tua

Nama Lemat sekarang penggunaannya terbatas pada Lemat Muda, sedangkan Tuf Kikim disebut sebagai Lemat Tua yang tersingkap di Gunung Gumai dan Sumur Laru. Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen batuan, breksi, lapisan tipis batubara dan tuf yang semuanya diendapkan pada lingkungan kontinen. Formasi Lemat terbentuk dengan batas yang tidak jelas akibat penipisan dan pengangkatan. Anggota Lemat terdapat di atas kedua sayap Antiklin Pendopo. Bagian distal cekungan merupakan kontak dengan Formasi Talangakar yang diinterpretasikan sebagai

paraconformity.

3. Formasi Talangakar

Formasi Talangakar terbentuk secara tidak selaras (paraconformity) di atas Formasi Lemat atau Batuan Pra-Tersier dan selaras di bawah Formasi Telisa


(28)

6

atau Anggota Gamping Basal Telisa / Baturaja. Formasi Talangakar tersusun atas batupasir dataran delta, batulanau dan serpih. Formasi Talangakar berhubungan secara selaras terhadap Formasi Telisa dan kontaknya sulit ditemukan karena perubahannya terjadi secara gradual bukan secara tajam. Ketebalan Formasi Talangakar berkisar antara 1500 – 2000 feet (460 – 610 m) di dalam beberapa areal cekungan.

4. Formasi Baturaja (Anggota Batugamping Basal Telisa)

Formasi ini diendapkan pada kala Miosen Awal menumpang secara tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier atau secara selaras di atas Formasi Talangakar. Formasi ini tersusun atas batuan karbonat sedangkan bagian bawah umumnya tersusun atas serpih dengan lapisan tipis batugamping. Ketebalan formasi ini berkisar antara 250 – 400 feet (60 – 75 m) dan juga adanya penambahan ketebalan sebesar 200 – 400 feet (20 – 120 m) yang umumnya dijumpai pada batugamping yang diakibatkan oleh relief topografi yang tidak teratur dari batuan Pra-Tersier.

5. Formasi Gumai

Formasi Gumai merupakan unit Tersier dengan penyebaran luas dan pengendapannya terjadi saat transgresi laut maksimum. Formasi ini dicirikan oleh serpih fossil ferous dan terdapat lapisan batugamping yang mengandung galukonit. Pada tepi dan area paparan cekungan dijumpai fasies laut dangkal tersusun atas batulanau, batupasir halus serta batugamping yang tedapat bersama serpih. Formasi ini terbentuk pada laut dangkal pada kala Miosen Tengah


(29)

7

dan Miosen Akhir, memiliki ketebalan berkisar antara 6000 – 9000 feet (1800

– 2700 m).

6. Formasi Palembang

Formasi Palembang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut : 1) Palembang Bawah (Air Benakat)

Formasi ini diendapkan selama fase awal siklus regresi dan tersusun atas serpih dengan batupasir glaukonitan, dan lapisan batugamping yang pada bagian dasarnya diendapkan pada lingkungan neritik dan berangsur sampai lingkungan pengendapan laut dangkal (shallow marine) pada bagian atasnya. Kontak bagian atas formasi dengan Formasi Middle Palembang yang merupakan kontak litologi dengan ditemukannya batubara pada Formasi

Middle Palembang di Sumatera Selatan. Sedangkan bagian bawah formasi

berbatasan dengan Formasi Telisa.

2) Palembang Tengah (Middle Palembang)

Formasi Middle Palembang diendapkan pada lingkungan laut dangkal

(shallow marine) -payau (brackish) didasarnya, dataran delta, dan lingkungan

pengendapan non marine (lingkungan darat) yang tersusun atas batupasir, batulempung, dan lapisan-lapisan batubara. Batas Formasi Middle Palembang di selatan cekungan ditandai oleh lapisan batubara dan pada daerah Palung Jambi dimana strata ekuivalen kontak biasanya diatasnya dibatasi oleh batupasir glaukonitan dari Formasi Lower Palembang. Ketebalan formasi bervariasi tergantung pada posisi dan penentuan kontaknya serta mencapai ketebalan maksimum 1500-2500 feet (450-750 m).


(30)

8

3) Palembang Atas (Upper Palembang)

Formasi ini diendapkan selama orogenesa Plio-Pleistosen dan dihasilkan dari erosi Pegungan Barisan dan Gunung Tigapuluh serta lipatan-lipatan yang terangkat selama orogensa tersebut. Unit ini terbentuk pada antiklin. Formasi

Upper Palembang tersusun atas batupasir tufaan, lempung, kerikil, dan

batubara dengan ketebalan dan komposisi yang bervariasi. Kontak dibagian dasar formasi biasa ditentukan pada bagian paling bawah lapisan tuf paling tebal.


(31)

2.2 Struktur Geologi Regional

Terdapat 3 fase tektonik yang membentuk stuktur regional Cekungan Sumatera Selatan, yaitu :

1. Proses Orogenesa Mesozoikum Tengah adalah penyebab metamorfosa batuan-batuan endapan Pleozoikum dan Mesozoik. Semua gejala Pra-Tersier tersebut membentuk rangka struktur Pulau Sumatera.

2. Proses tektonik kedua terjadi pada Akhir Kapur – Awal Tersier, pada episode ini dihasilkan struktur geologi yang diakibatkan oleh gaya tarik

(tension), yaitu berupa graben dan blok sesar yang terbentuk baik di

Cekungan Sumatera maupun di Cekungan Sunda. Secara umum arah trend dari sesar dan graben berarah utara – selatan dan barat laut- tenggara. 3. Proses tektonik yang terakhir terjadi pada waktu orogenesa Plio– Plistosen,

struktur geologi yang dihasilkan pada orogenesa ini berupa sesar dan lipatan yang mempunyai arah baratlaut. Proses konvergen antara lempeng samudera India dengan Sumatera yang merupakan bagian dari lempeng Asia Tenggara menyebabkan terangkatnya Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk pada episode ini merupakan struktur muda (young structure) dan merupakan struktur yang dominan yang ada pada Cekungan Sumatera. Tektonik ketiga dimulai dari awal Tersier sampai Miosen yang diikuti oleh proses penurunan cekungan dan pengendapan sedimen Tersier.


(32)

6

2.3 Petroleum System Cekungan Sumatera Selatan 2.3.1 Batuan Induk (Source Rock)

Hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan berasal dari batuan induk yang potensial berasal dari batulempung hitam Formasi Lemat (De Coster, 1974), lignin (batubara), batulempung Formasi Talangakar dan batu lempung Formasi Telisa. Formasi Lemat mengalami perubahan fasies yang cepat ke arah lateral sehingga bertindak sebagai batuan induk yang baik dengan kandungan material organiknya 1,2-3%. Landaian suhu berkisar 4,8 – 5,3 oC/100 m, sehingga kedalaman pembentukan minyak yang komersil terdapat pada kedalaman 2000-3000 m. Sistem pemanasan (kitchen) batuan induk di Cekungan Sumatera Selatan adalah akibat panas yang dihasilkan oleh bidang-bidang sesar yang terbuka pada graben/half graben, sehingga cukup untuk menghasilkan hidrokarbon.

2.3.2 Migrasi

Migrasi hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan ditafsirkan sebagai migrasi lateral dan atau migrasi vertikal. Migrasi lateral terjadi pada bagian dalam cekungan. Akibat migrasi ini, terjadi pengisian hidrokarbon pada perangkap-perangkap stratigrafi yang terbentuk pada zona engsel (hinge zone). Migrasi secara vertikal terjadi melalui bidang patahan dan bidang ketidakselarasan antara batuan dasar dengan lapisan sedimen di atasnya. Migrasi sekunder memegang peranan penting dalam proses akumulasi dan pemerangkapan hidrokarbon mengingat posisi perangkap merupakan daerah tinggian purba (old basement high).


(33)

7

2.3.3 Batuan Reservoar

Lapisan batupasir yang terdapat dalam Formasi Lemat, Formasi Talangakar, Formasi Palembang Bawah dan Palembang Tengah dapat menjadi batuan reservoar pada Cekungan Sumatera Selatan. Pada Sub Cekungan Jambi, produksi terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Air Benakat. Formasi Telisa memiliki interval reservoar dan lapisan penutup bagi reservoar Foramasi Baturaja. Pada Sub Cekungan Palembang produksi minyak terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Talangakar dan Baturaja. Porositas Lapisan batupasir berkisar antara 15-28 %.

2.3.4 Batuan Penutup (Seal Rock)

Batuan penutup pada umumnya merupakan laisan lempung yang tebal dari Formasi Telisa, Formasi Palembang Bawah dan Formasi Palembang Tengah. Selain itu, terjadinya perubahan fasies ke arah lateral atau adanya sesar-sesar dapat juga bertindak sebagai penutup atau tudung. Lempung pada Formasi Telisa menjadi penutup pada reservoar karbonat Formasi Baturaja.

2.3.5 Jenis Perangkap

Pada umumnya perangkap hidrokarbon di cekungan Sumatera Selatan merupakan struktur antiklinal dari suatu antiklinorium yang terbentuk pada Pilo-Pleistosen seperti pada Formasi Palembang Tengah. Stuktur sesar, baik normal maupun geser, dapat bertindak sebagai perangkap minyak. Perangkap stratigrafi terjadi pada batugamping terumbu Formasi Baturaja, bentuk kipas Formasi Lemat, bentuk membaji Formasi Palembang Bawah dan Formasi Talangakar, dan lena dari batupasir karena perubahan fasies pada Formasi Talangakar.


(34)

BAB III TEORI DASAR

Pada bab ini akan membahas mengenai teori dasar yang digunakan sebagai acuan dalam mengerjaskan tugas akhir ini. Sebagian besar teori yang digunakan berhubungan dengan seismik refleksi dan seismik inversi itu sendiri. Ada beberapa teori lain yang turut mendukung pengerjaan tugas ini seperti prinsip prinsip well logging, prinsip stratigrafi dan lain sebagainya.

3.1 Seismik Refleksi

Metode seismik memanfaatkan perambatan gelombang seismik didalam bumi, dimana gelombang tersebut menjalar melalui pergerakan partikel batuan. Dimensi gelombang seismik jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi partikel batuan tersebut. Meskipun demikian penjalaran gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam bentuk kecepatan dan tekanan partikel yang disebabkan oleh vibrasi selama penjalaran gelombang tersebut.

Gelombang seismik membawa informasi mengenai litologi dan fluida bawah permukaan dalam bentuk waktu rambat, amplitudo refleksi, dan variasi fasa. Dengan didukung oleh perkembangan teknologi komputerisasi, pengolahan data seismik, teknik interpretasi, serta studi yang terintegrasi dengan data geologi (log), saat ini, data seismik dapat dianalisis untuk deliniasi sifat fisika (akustik)


(35)

13

batuan dan determinasi litologi, porositas, fluida pori dan sebagainya.

Penjalaran gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam bentuk kecepatan dan tekanan partikel yang diakibatkan oleh vibrasi selama penjalaran gelombang berlangsung (Sukmono, 1999).

3.1.1 Terjadinya Gelombang Refleksi

Pada saat energi dari sumber seismik dilepaskan, energi ditransmisikan ke bumi sebagai gelombang elastis. Energi ini lalu ditransfer menjadi pergerakan batuan. Dimensi dari gelombang elastik atau gelombang seismik ini lebih besar dibandingkan dengan dimensi pergerakan batuan tersebut.

Penjalaran gelombang seismik mengikuti hukum Snellius dan digambarkan pada Gambar 3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1 Penjalaran gelombang melalui batas dua medium yang memiliki kecepatan berbeda menurut hukum Snellius (Sukmono,1999)


(36)

14

3.1.2 Impedansi Akustik dan Koefisien Refleksi

Kemampuan dari batuan untuk melewatkan gelombang akustik disebut impedansi akustik. Impedansi akustik (IA) adalah produk dari densitas (ρ) dan kecepatan gelombang kompresional (V).

IA = ρ.V (3.1)

Kecepatan memiliki peran yang lebih penting dalam mengontrol harga AI karena perubahan kecepatan lebih signifikan daripada perubahan densitas secara lateral maupun vertikal (Brown, 2004). Perubahan impedansi akustik dapat digunakan sebagai indikator perubahan litologi, porositas, kepadatan, dan kandungan fluida. Refleksi seismik terjadi bila ada perubahan atau kontras pada AI. Untuk koefisien refleksi pada sudut datang nol derajat dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

1 2 1 2 AI AI AI AI Rc  

 (3.2)

Dimana, Rc = Koefisien refleksi

AI1 = Impedansi akustik lapisan atas, AI2 = Impedansi akustik lapisan bawah

Koefisien refleksi akan mempengaruhi nilai amplitudo gelombang pada penampang seismik serta polaritas gelombang seismik. Semakin besar kontras AI, semakin kuat refleksi yang dihasilkan, maka semakin besar juga amplitudo gelombang seismik tersebut. Penggambaran koefisien refleksi dapat dilihat pada Gambar 3.2.


(37)

15

Gambar 3.2 Koefisien refleksi sudut datang nol menggunakan wavelet

zero phase (Sukmono, 2000)

3.1.3 Polaritas dan Fasa

Penggunaan kata polaritas hanya mengacu pada perekaman dan konvensi tampilan dan tidak mempunyai makna khusus. Polaritas ini terbagi menjadi polaritas normal dan polaritas terbalik. Society of Exploration Geophysiscist (SEG) mendefinisikan polaritas normal sebagai berikut:

1. Sinyal seismik positif akan menghasilkan tekanan akustik positif pada hidropon atau pergerakan awal ke atas pada geopon.

2. Sinyal seismik yang positif akan terekam sebagai nilai negatif pada tape, defleksi negatif pada monitor dan trough pada penampang seismik.

Pulsa seismik dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu fasa minimum dan fasa nol. Pulsa fasa minimum memiliki energi yang terkonsentrasi di awal, seperti umumnya banyak sinyal seismik. Pulsa fasa nol terdiri dari puncak utama dan dua side lobes dengan tanda berlawanan dengan amplitudo utama dan lebih


(38)

16

kecil. Pada fasa nol, batas koefesien refleksi terletak pada puncak. Meskipun fasa nol hanya bersifat teoritis, tipe pulsa ini memiliki kelebihan yaitu:

1. Untuk spektrum amplitudo yang sama, sinyal fasa nol akan selalu lebih pendek dan beramplitudo lebih besar dari fasa minimum, sehingga s/n ratio akan lebih besar.

2. Amplitudo maksimum sinyal fasa nol pada umumnya selalu berhimpit dengan

spike refleksi, sedangkan pada kasus fasa minimum amplitudo maksimum

tersebut terjadi setelah spike refleksi tersebut.

Penggambaran jenis polaritas menurut SEG dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Polaritas normal dan terbalik menurut SEG (a) Minimum Phase (b)


(39)

17

3.2 Wavelet

Wavelet adalah gelombang harmonik yang mempunyai interval amplitudo,

frekuensi, dan fasa tertentu, (Sismanto, 2006).

Berdasarkan konsentrasi energinya wavelet dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:

a. Zero Phase Wavelet

Wavelet berfasa nol (zero phase wavelet) mempunyai konsentrasi energi maksimum di tengah dan waktu tunda nol, sehingga wavelet ini mempunyai resolusi dan standout yang maksimum. Wavelet berfasa nol (disebut juga wavelet simetris) merupakan jenis wavelet yang lebih baik dari semua jenis wavelet yang mempunyai spectrum amplitude yang sama.

b. Minimum Phase Wavelet

Wavelet berfasa minimum (minimum phase wavelet) memiliki energi yang

terpusat pada bagian depan. Dibandingkan jenis wavelet yang lain dengan spektrum amplitudo yang sama, wavelet berfasa minimum mempunyai perubahan atau pergeseran fasa terkecil pada tiap-tiap frekuensi. Dalam terminasi waktu,

wavelet berfasa minimum memiliki waktu tunda terkecil dari energinya.

c. Maximum Phase Wavelet

Wavelet berfasa maksimum (maximum phase wavelet) memiliki energi yang

terpusat secara maksimal dibagian akhir dari wavelet tersebut, jadi merupakan kebalikan dari wavelet berfasa minimum.

d. Mixed Phase Wavelet

Wavelet berfasa campuran (mixed phase wavelet) merupakan wavelet yang


(40)

18

Gambar 3.4 Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, yaitu mixed

phase wavelet (1), minimum phase wavelet (2), maximum phase

wavelet (3), dan zero phase wavelet (4), (Sismanto, 2006).

3.2.1 Ekstraksi Wavelet

Jenis dan tahapan dalam pembuatan (ekstraksi) wavelet adalah sebagai berikut, (Ariadmana Y, 2006):

a. Ekstraksi Wavelet Secara Teoritis

Wavelet ini dibuat sebagai wavelet awal untuk menghasilkan seismogram

sintetik. Seismogram sintetik ini kemudian diikatkan dengan data seismik dengan bantuan checkshot. Apabila ternyata checkshot sumur itu tidak ada, maka korelasi dilakukan dengan cara memilih event-event target pada sintetik dan menggesernya pada posisi event-event data seismik (shifting). Korelasi antara data seismogram sintetik dan data seismik ini akan mempengaruhi hasil pembuatan wavelet tahap selanjutnya. Korelasi yang dihasilkan dengan cara ini biasanya kurang bagus karena wavelet yang digunakan bukan wavelet dari data seismik.


(41)

19

b. Ekstraksi Wavelet Secara Statistik dari Data Seismik

Jenis ekstraksi wavelet selanjutnya adalah ekstraksi wavelet dari data seismik secara statistik. Ekstraksi dengan cara ini hanya menggunakan data seismik dengan masukan posisi serta window waktu target yang akan diekstrak. Untuk memperoleh korelasi yang lebih baik, maka dilakukan shifting pada event-event utama. Jika perlu dilakukan stretch dan squeeze pada data sintetik. Namun karena

stretch dan squeeze sekaligus akan merubah data log, maka yang

direkomendasikan hanya shifting. Biasanya, korelasi yang didapatkan dengan cara statistik dari data seismik akan lebih besar bila dibandingkan dengan wavelet teoritis.

c. Ekstraksi Wavelet Secara Deterministik

Ekstraksi wavelet dengan cara ini akan memberikan wavelet yang akan lebih mendekati wavelet sebenarnya dari data seismik. Ekstraksi ini dilakukan terhadap data seismik sekaligus dengan kontrol data sumur, sehingga akan memberikan

wavelet dengan fasa yang tepat. Namun ekstraksi ini hanya akan memberikan

hasil yang maksimal jika data sumur sudah terikat dengan baik. Ekstraksi wavelet secara statistik dan pengikatan yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil ekstraksi wavelet secara deterministik dengan kualitas yang baik. Untuk menghasilkan sintetik dengan korelasi optimal, maka dilakukan shifting dan bila diperlukan maka dapat dilakukan stretch dan squeeze, akan tetapi hal tersebut tidak dianjurkan.


(42)

20

3.3 Seismogram Sintetik

Seismogram sintetik merupakan hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan suatu wavelet. Proses mendapatkan rekaman seismik ini merupakan sebuah proses pemodelan kedepan (forward modeling). Koefisien refleksi diperoleh dari perkalian antara kecepatan gelombang seismik dengan densitas batuannya. Sedangkan wavelet diperoleh dengan melakukan pengekstrakan pada data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur dan juga dengan wavelet buatan. Seismogram sintetik sangat penting karena merupakan sarana untuk mengidentifikasi horison seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan yang diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon, (Munadi dan Pasaribu, 1984).

Identifikasi permukaan atau dasar lapisan formasi pada penampang seismik memungkinkan untuk ditelusuri kemenerusannya pada arah lateral dengan memanfaatkan data seismik. Konvolusi antara koefisien refleksi dengan wavelet seismik menghasilkan model trace seismik yang akan dibandingkan dengan data riil seismik dekat sumur. Seismogram sintetik dibuat untuk mengkorelasikan antara informasi sumur (litologi, kedalaman, dan sifat-sifat fisis lainnya) terhadap penampang seismik guna memperoleh informasi yang lebih lengkap dan komprehensif, (Sismanto, 2006).


(43)

21

Gambar 3.5 Seismogram Sintetik yang Diperoleh dari Konvolusi RC dan

Wavelet (Sukmono, 2002)

3.4 Data Sumur (Well Log)

Data sumur adalah rekaman satu atau lebih pengukuran fisik sebagai fungsi kedalaman di dalam lubang sumur (borehole) yang dilakukan secara berkesinambungan. Tujuan dilakukannya pengukuran (logging) ini adalah untuk memperoleh informasi parameter–parameter fisik batuan, sehingga dapat dilakukan interpretasi terhadap lubang sumur yang berkenaan dengan penampang sumur, karakter reservoir seperti litologi, kandungan serpih, porositas, permeabilitas dan saturasi air. Selain hal itu, logging juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya cadangan hidrokarbon, mengetahui kondisi struktur, dan evaluasi formasi. Untuk evaluasi formasi ini, data sumur dibagi menjadi tiga peranan, yaitu untuk menunjukkan zona permeabel (log gamma ray dan log


(44)

22

spontaneous potential), mengukur resistivitas (log induksi dan log lateral), dan

mengukur porositas (log sonic, log densitas dan log porositas) 3.4.1 Log Gamma Ray

Log gamma ray merupakan log yang digunakan untuk mengukur radioaktivitas alami suatu formasi. Prinsip kerja log gamma ray adalah perekaman radioaktivitas alami bumi yang berasal dari tiga unsur radioaktif dalam batuan yaitu Uranium (U), Thorium (Th) dan Potassium (K). Unsur tersebut memancarkan radioaktif dalam pulsa energi tinggi yang akan dideteksi oleh alat log gamma ray. Partikel radioaktif (terutama potassium) sangat umum dijumpai pada mineral lempung dan beberapa jenis evaporit karena ukuran butirnya berupa batu lempung. Log gamma ray akan menunjukkan suatu respon yang hampir sama antara lapisan batupasir dan lapisan karbonat. Pembacaan respon log gamma ray bukan fungsi dari ukuran butir atau kandungan karbonat, tetapi akan berhubungan dengan banyaknya kandungan shale.

Kegunaan log gamma ray antara lain untuk estimasi kandungan lempung, korelasi antar sumur, menentukan lapisan permeabel, depth matching antara

logging yang berurutan. Anomali yang biasanya muncul dalam log gamma ray

berasal dari batuan yang mengandung isotop radioaktif, akan tetapi bukan lempung (shale), sehingga untuk mengetahui sumber radiasi secara lebih pasti digunakan Spectral Gamma Ray. Partikel radioaktif banyak dijumpai di formasi yang berukuran lempung, sehingga nilai gamma ray tinggi diasumsikan sebagai

shale. Sedangkan nilai gamma ray yang rendah diasumsikan sebagai batupasir dan


(45)

23

3.4.2 Log Spontaneous Potential (SP)

Log spontaneous potential (SP) merupakan log yang digunakan untuk

mengukur besaran potensial diri di dalam tubuh formasi batuan, dan besarnya log SP dinyatakan dalam satuan milivolt (mV). Prinsipnya log SP adalah mengukur beda antara potensial arus searah dari suatu elektrode yang bergerak di dalam lubang bor dengan potensial elektrode yang ada di permukaan (Sudarmo, 2002). Log SP dapat berfungsi baik jika lumpur yang digunakan dalam proses pengeboran bersifat konduktif seperti water based mud, dan tidak akan berfungsi

di oil based mud, lubang kosong dan cased hole.

Tiga faktor yang dapat menimbulkan potensial diri pada formasi adalah fluida pemboran yang konduktif, lapisan berpori dan permeabel yang diapit oleh lapisan tidak permeabel, dan perbedaan salinitas antara fluida pemboran dengan fluida formasi. Log SP biasa digunakan untuk identifikasi lapisan permeabel, menentukan nilai keserpihan dan nilai resisitivitas formasi air. Pada lapisan serpih, kurva SP berupa garis lurus yang disebut shale base line, sedangkan pada lapisan permeabel kurva akan menyimpang dan lurus kembali saat mencapai garis konstan dan disebut sand base line. Penyimpangan tergantung resistivitas relatif, fluida, porositas, ketebalan lapisan, diameter sumur dan diameter filtrasi lumpur.

3.4.3 Log Induksi

Log Induksi merupakan log yang berfungsi untuk mengukur tahanan jenis atau resistivitas batuan. Penerapan dari log ini untuk menentukan faktor kandungan fluida pada suatu batuan. Prinsip kerja dari log induksi adalah mengukur konduktivitas batuan. Nilai yang terekam oleh log induksi secara


(46)

24

umum langsung dikonversi dan diplot ke dalam kurva resistivitas. Jika konduktivitas batuan tinggi, berarti tahanan jenis batuan tersebut rendah, dan sebaliknya.

3.4.4 Log Lateral

Log lateral merupakan log yang fungsi utamanya untuk mengetahui resistivitas batuan. Log ini digunakan jika formasi sangat resistif melebihi 200 ohm.m dan lumpur pemboran (mud) bersifat konduktif karena log Induksi tidak bekerja secara optimal di atas nilai tersebut (Firdaus dan Prabantara, 2004). Nilai log yang menunjukkan tahanan jenis batuan yang tinggi (high resistivity) bisa menunjukkan adanya hidrokarbon (minyak atau gas) dalam reservoir dan nilai tahanan jenis batuan yang rendah (low resistivity) menunjukkan adanya air.

3.4.5 Log Sonic

Log sonic disebut juga dengan log kecepatan, merupakan log yang bekerja

berdasarkan cepat rambat gelombang suara. Gelombang suara dipancarkan ke dalam suatu formasi kemudian akan dipantulkan kembali dan diterima oleh

geophone. Waktu yang dibutuhkan gelombang suara untuk sampai ke geophone

disebut interval transit time. Besarnya selisih waktu tersebut tergantung pada jenis batuan dan besarnya porositas batuan. Log sonic sering dimanfaatkan untuk menentukan porositas batuan, menentukan koefisien refleksi (KR), dan bersama log lain untuk menentukan litologi. Pada batuan yang memiliki kerapatan besar maka kurva log kecepatan akan bernilai lebih besar, apabila batuan memiliki kerapatan kecil, maka kurva log kecepatan akan bernilai kecil.


(47)

25

3.4.6 Log Neutron Porositas

Log neutron porositas berfungsi untuk mengetahui hasil pengukuran kandungan hidrogen pada suatu formasi. Log neutron dinyatakan dalam fraksi (tanpa satuan) atau dalam persen. Alat log neutron terdiri dari sumber yang menembakkan partikel-partikel neutron dan dua buah detektor, detektor dekat dan detektor jauh. Banyaknya neutron yang ditangkap oleh detektor akan sebanding dengan jumlah atom hidrogen dalam formasi. Log neutron porositas dapat diguanakan untuk menentukan porositas primer suatu batuan. Bersama log lain seperti log densitas digunakan untuk menentukan litologi dan jenis kandungan fluida yang mengisi batuan. Perpotongan (crossover) antara log Densitas dan log neutron mengindikasi kandungan hidrokarbon dalam suatu formasi.

3.4.7 Log Densitas

Prinsip kerja dari log densitas ini berasal dari sebuah sumber bahan radioaktif yang memancarkan sinar gamma ke dalam suatu batuan, elektron– elektron batuan akan berinteraksi sinar gamma. Pada saat sinar gamma menumbuk elektron, elektron akan terpental dan sinar gamma tersebut akan menumbuk elektron lain dan seterusnya sampai energinya habis atau terbelokkan menuju detektor (sebagian). Sebagian sinar gamma yang menuju detektor akan diubah menjadi arus listrik dan diperkuat oleh amplifier dan dapat direkam secara kontinyu. Kuat arus listrik yang direkam sebanding dengan intensitas sinar gamma yang dikirim sumber dan sebanding dengan sinar gamma yang menuju detektor. Sedangkan intensitas sinar gamma yang kembali ke detektor sebanding dengan kerapatan elektron di dalam medium. Semakin rapat matriks batuannya


(48)

26

maka semakin besar densitasnya dan semakin sedikit sinar gamma yang menuju detektor, karena semakin sering menumbuk sehingga cepat habis energinya (Sismanto, 2006). Log densitas digunakan untuk mengukur massa jenis batuan. Dengan log lain seperti log neutron, log ini dapat digunakan untuk mengukur porositas, litologi dan jenis kandungan fluida. Log densitas dapat digunakan untuk membedakan kandungan minyak dan gas (Harsono, 1997).

3.5 Sifat Fisika Batuan

3.5.1 Densitas

Densitas merupakan sifat fisis yang secara signifikan dipengaruhi oleh porositas. Jika distribusi densitas batuan dibawah permukaan diketahui, maka secara potensial informasi perlapisan dapat diketahui. Besarnya densitas batuan porus yang disusun oleh mineral dan fluida yang seragam dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan, (Wyllie, 1956):

(3.3)

dengan, ρb

adalah densitas bulk batuan, adalah porositas batuan, adalah densitas matrik batuan, dan adalah densitas fluida. Dapat dipahami bahwa densitas turun lebih cepat pada reservoir yang terisi gas dibanding reservoir yang terisi minyak.

Besarnya densitas batuan suatu material dipengaruhi oleh: (1) Jenis dan jumlah mineral serta persentasenya


(49)

27

(3) Fluida pengisi rongga

Nilai densitas turun lebih cepat pada reservoir gas dibandingkan pada reservoir minyak. Karena nilai densitas sangat berpengaruh pada nilai kecepatan primer dan sekunder serta AI, maka nilai densitas tersebut akan berperan penting pada interpretasi data seismik untuk identifikasi jenis reservoir.

3.5.2 Kecepatan

Terdapat dua jenis kecepatan gelombang seismik yang berperan penting dalam interpretasi data seismik, yaitu kecepatan gelombang P (gelombang kompresi) dan gelombang S (gelombang shear). Kedua jenis gelombang ini memiliki karakter yang berbeda-beda, gelombang S tidak dapat merambat dalam medium fluida dengan arah pergerakan partikel tegak lurus terhadap arah penjalaran gelombang sedangkan gelombang P dapat merambat dalam medium fluida dengan arah pergerakan partikel searah dengan arah perambatan gelombangnya. Persamaan kecepatan kedua gelombang tersebut dalam parameter elastis dapat dituliskan dalam bentuk (Hilterman, 1997). Parameter penting lain dalam interpretasi seismik adalah ratio Poisson’s yang dapat digunakan untuk analisis litologi. Poisson’s ratio (σ) adalah parameter elastis yang dapat dinyatakan sebagai fungsi kecepatan gelombang P dan kecepatan gelombang S .

3.5.3 Porositas

Porositas suatu medium adalah perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap volume total seluruh batuan yang dinyatakan dalam persen. Suatu batuan dikatakan mempunyai porositas efektif apabila bagian rongga-rongga dalam


(50)

28

batuan saling berhubungan dan biasanya lebih kecil dari rongga pori-pori total. Ada dua jenis porositas yang dikenal dalam teknik reservoir, yaitu porositas absolut dan porositas efektif. Porositas absolut adalah perbandingan antara volume poripori total batuan terhadap volume total batuan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai persamaan berikut;

Porositas Absolut (φ) = (3.4)

Sedangkan porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling berhubungan dengan volume batuan total, yang secara matematis dituliskan sebagai berikut;

Porositas Efektif (φ) = (3.5)

Perbedaan dari kedua jenis porositas tersebut hanyalah untuk mempermudah dalam pengidentifikasi jenis porositas. Menurut Koesoemadinata (1978), penentuan kualitas baik tidaknya nilai porositas dari suatu reservoir adalah seperti yang terlihat pada Tabel 3.1.


(51)

29

Tabel 3.1 Skala penentuan baik tidaknya kualitas nilai porositas batuan suatu reservoir, (Koesoemadinata, 1978).

HargaPorositas (%) Skala

0 – 5 Diabaikan (negligible)

5 – 10 Buruk (poor)

10 – 15 Cukup (fair)

15 – 20 Baik (good)

20 – 25 Sangat baik (very good) >25 Istimewa (excellent)

Nilai porositas batuan biasanya diperoleh dari hasil perhitungan data log sumur, yaitu dari data log densitas, log neutron, dan log kecepatan. Secara umum porositas batuan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman batuan, karena semakin dalam batuan akan semakin kompak akibat efek tekanan diatasnya. Nilai porositas juga akan mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Semakin besar porositas batuan maka kecepatan gelombang seismik yang melewatinya akan semakin kecil, dan demikian pula sebaliknya.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi nilai porositas adalah: a. Butiran dan karakter geometris (susunan, bentuk, ukuran dan distribusi). b. Proses diagenesa dan kandungan semen.

c. Kedalaman dan tekanan.

Susunan porositas dan matrik dalam suatu batuan dapat ditunjukkan pada gambar berikut ini;


(52)

30

Gambar 3.6 Porositas dan matrik suatu batuan, (Koesoemadinata, 1978).

3.6 Impedansi Akustik (IA)

Impedansi Akustik (IA) dapat didefinisikan sebagai sifat fisis batuan yang nilainya dipengaruhi oleh jenis litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan dan temperatur. Berdasarkan pengertian tersebut maka IA dapat digunakan sebagai indikator jenis litologi, nilai porositas, jenis hidrokarbon dan pemetaan litologi dari suatu zona reservoir. Secara matematis Impedansi Akustik dapat dirumuskan sebagai berikut;

IA = .v (3.6) Dengan:

 = Densitas (gr/cm³)

v = Kecepatan gelombang seismik (m/s)

Pori-pori  Porositas  Tipe fluida Matrik

 Tipe  Ketajaman


(53)

31

Pemantulan gelombang seismik akan terjadi jika ada perubahan atau kontras IA antara lapisan yang berbatasan. Perbandingan antara energi yang dipantulkan dengan energi datang pada keadaan normal dapat ditulis sebagai berikut;

2

) (tan )

(pantul E g KR

E  (3.7)

) (

)

(IA2 IA1 IA1 IA2

KR   (3.8)

) (

)

( i 1Vi 1 iVi i 1Vi 1 iVi KR    

(3.9)

) (

)

(IAi 1 IAi IAi 1 IAi

KR

(3.10) dari persamaan (3.8) didapat untuk kasus lapisan tipis, maka persamaan diatas dapat ditulis kembali menjadi;

i

 

i

i

i IA KR KR

IA1  1 1

(3.11) Harga kontras IA dapat diperkirakan dari harga amplitudo refleksi, dimana semakin besar amplitudo refleksi maka semakin besar kontras IA. Impedansi Akustik seismik memberikan resolusi lateral yang bagus tapi dengan resolusi vertikal yang buruk. Sedangkan IA sumur memberikan resolusi vertikal yang sangat baik tetapi resolusi lateralnya buruk.


(54)

32

Pada Gambar 3.7 dapat dilihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai kecepatan gelombang seismik.

Gambar 3.7 Pengaruh beberapa faktor terhadap kecepatan gelombang seismik (Sukmono, 2002)

Karakterisasi berdasarkan AI memiliki keterbatasan dalam membedakan antara efek litologi dan fluida. Nilai AI rendah yang disebabkan oleh kehadiran fluida hidrokarbon sering overlapped dengan AI rendah dari efek litologi.

3.7 Teori Dasar Seismik Inversi

Pengertian secara lebih spesifik tentang inversi seismik dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pembuatan model bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2000). Definisi tersebut menjelaskan bahwa metode inversi merupakan kebalikan dari


(55)

33

pemodelan dengan metode ke depan (forward modeling) yang berhubungan dengan pembuatan seismogram sintetik berdasarkan model bumi membagi metode inversi seismik dalam dua kelompok, yaitu inversi pre-stack dan inversi

post-stack. Inversi post-stack terdiri dari inversi rekursif (Bandlimited), inversi

berbasis model (Model Based) dan inversi Sparse Spike. Inversi pre-stack terdiri atas inversi amplitudo (AVO = Amplitude Versus Offset) dan inversi waktu penjalaran (traveltime) atau tomografi, (Russell, 1996).

Metode seismik refleksi merupakan metode yang sering digunakan untuk mencari hidrokarbon. Kelebihan metode seismik dibanding metode yang lain adalah resolusi horisontalnya yang lebih baik. Refleksi seismik terjadi ketika ada perubahan impedansi akustik sebagai fungsi dari kecepatan dan densitas pada kedudukan sinar datang yang tegak lurus, yaitu ketika garis sinar mengenai bidang refleksi pada sudut yang tegak lurus, persamaan dasar dari koefesien refleksi adalah; i i i i i i i i i i i i Z Z Kr Z Z V V V V 1 1 1 1 1 1                 (3.12)

dimana, i adalah densitas lapisan ke-i, Vi adalah kecepatan lapisan ke-i, dan Zi adalah Impedansi Akustik ke-i. Dengan mengetahui harga reflektifitas suatu media, maka dapat diperkirakan sifat fisik dari batuan bawah permukaan. Trace seismik dibuat dengan mengkonvolusikan wavelet sumber dengan deret koefesien refleksi reflektor bumi. Konvolusi merupakan operasi matematis yang menggabungkan dua fungsi dalam domain waktu untuk mendapatkan fungsi ketiga. Model satu dimensi seismik trace paling sederhana merupakan hasil konvolusi antara reflektivitas bumi dengan suatu fungsi sumber seismik dengan


(56)

34

tambahan komponen bising dan secara matematis dirumuskan sebagai (Russel, 1996);

St = Wt * rt (3.13)

dengan, St adalah seismogram seismik, Wt adalah wavelet seismik, dan rt adalah reflektivitas lapisan bumi. Persamaan (2) dilakukan penyederhanaan dengan mengasumsi komponen bising nol. Seismogam sintetik dibuat berdasarkan

wavelet yang digunakan pada persamaan diatas. Seismogram sintetik adalah tidak

lain dari model respon total seismik terhadap model dari beberapa batas refleksi pada seksi pengendapan. Metode seismik refleksi dewasa ini masih menjadi salah satu metode yang paling umum digunakan untuk mengindentifikasi akumulasi minyak dan gas bumi.

3.7.1 Konsep Dasar Seismik Inversi

Ada beberapa pengertian mengenai seismik inversi. Diantaranya adalah oleh Menke yang mengatakan bahwa inversi merupakan integrasi teknik matematik dan statistik untuk memperoleh informasi yang berguna mengenai sifat fisik berdasarkan obsevasi terhadap sistem tersebut. Pendapat diatas masih bersifat umum, bukan secara langsung mendefinisikan seismik inversi. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa inversi merupakan proses yang secara langsung menentukan nilai impedansi dengan data trace seismik yang ada. Nilai impedansi berhubungan dengan koefisien refleksi lapisan bumi yaitu (Schultz, 1994);

i i i i IA IA IA IA KR      1


(57)

35

dengan, IAi sama dengan .Vi, dan i adalah lapisan ke-1, 2, 3, …….n. Inversi

seismik merupakan suatu teknik untuk membuat model geologi bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol. Pengembalian dari rekaman seismik merupakan suatu pemodelan ke depan

(forward modeling). Dalam kasus ini input data adalah AI atau deret koefisen

refleksi pada lapisan permukaan itu sendiri yang kemudian dimodelkan ke depan dalam rekaman seismik (Sukmono, 1999). Algoritma pemodelan ke depan merupakan suatu proses konvolusi antara wavelet seismik terhadap deret koefisien refleksi pada permukaan. Dengan kata lain, inversi seismik merupakan pemodelan ke belakang , dimana inputnya merupakan rekaman seismik yang dimodelkan inversi ke dalam penampang AI. Algoritma pemodelan inversi ini pada dasarnya, merupakan dekonvolusi antara rekaman seismik dan gelombang seismik yang kemudian menghasilkan penampang seismik.

Gambar 3.8 Konsep Dasar Inversi Seismik (Sukmono, 2000).

Secara umum metoda seismik inversi adalah suatu proses untuk mengubah data seismik yang berupa kumpulan nilai-nilai amplitudo ke dalam kumpulan nilai


(58)

36

impedansi. Proses utama yang dilakukan dalam metoda ini adalah dekonvolusi yang mengubah dari trace seismik menjadi reflektifitas. Walaupun setiap perangkat lunak memiliki langkah-langkah yang berbeda, terdapat kesamaan proses yang penting dalam seismik inversi seperti pengikatan data sumur dengan data seismik, estimasi wavelet, pemodelan geologi, dan proses inversinya sendiri. Metoda seismik inversi terbagi menjadi dua berdasarkan proses stack data seismiknya, yaitu inversi pre-stack dan inversi post-stack. Inversi pre-stack dapat digunakan untuk melihat pengaruh fluida yang dapat memberikan efek perubahan amplitudo terhadap offset. Sedangkan di bawah ini akan dibahas sedikit tentang beberapa inversi post-stack yaitu inversi rekursif, sparse spike, dan model based.

Gambar 3.9 Tipe-tipe teknik inversi seismik, (Sukmono, 1999).

3.8 Metode Seismik Inversi

3.8.1 Inversi bandlimited

Inversi rekursif atau disebut dengan inversi bandlimited adalah algoritma inversi yang mengabaikan efek wavelet seismik dan memperlakukan seolah-olah


(59)

37

trace seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah difilter oleh

wavelet fasa nol. Metoda ini paling awal digunakan untuk menginversi data

seismik dengan persamaan dasar, (Russel, 1996);

i i i i i i i i i i i i i Z Z r Z Z V V V V 1 1 1 1 1 1                 (3.15)

dengan, r adalah koefisien refleksi,  adalah densitas, V adalah kecepatan gelombang P, dan Z adalah Impedansi Akustik. Mulai dari lapisan pertama, impedansi lapisan berikutnya ditentukan secara rekursif dan tergantung nilai impedansi akustik lapisan di atasnya dengan perumusan sebagai berikut

          i i i i Z r 1 r 1 * Z

1 (3.16)

Keuntungan penggunaan Metoda Seismik Inversi Rekursif daintaranya sebagai berikut:

a. Metoda ini menggunakan data seismik sebagai input, sehingga berdasarkan

trace seismik dan menggunakan wavelet berfasa nol agar memberikan hasil

yang baik.

b. Metoda ini merupakan metoda yang sederhana dengan algoritma yang terbatas yang memberikan hasil berupa resolusi dengan bandwidth yang sama dengan data seismik.

Permasalahan yang terjadi pada inversi rekursif adalah sebagai berikut:

a. Kehilangan komponen frekuensi rendah (efek bandlimited). Seismik inversi rekursif didasarkan pada dekonvolusi klasik yang mengasumsikan reflektivitas random dan wavelet dengan fasa minimum atau nol, akibatnya hanya


(60)

38

dihasilkan wavelet berfrekuensi tinggi dan tidak mencakup deret koefisien refleksi secara lengkap.

b. Sensitif terhadap noise akibat tanpa memperhitungkan bentuk wavelet dasar, sehingga dapat menghasilkan lapisan baru yang semu.

3.8.2 Inversi Model Based

Inversi Model Based mengikuti model konvolusi. Pada inversi Model Based, reflektivitas didefinisikan sebagai sekuen yang memberikan kecocokan yang paling baik pada data seismik. Dengan kata lain, kita mencari reflektivitas yang dikonvolusikan dengan wavelet untuk memberikan pendekatan yang terbaik dengan trace seismik. Inversi Model Based dikembangkan untuk memecahkan masalah yang muncul pada metode rekursif diantaranya yaitu pengaruh akumulasi

noise, bad amplitude, dan bandlimited seismik data (Sukmono, 1999).

Keuntungan penggunaan metoda inversi berbasiskan model antara lain: a. Metoda ini menghindari inversi secara langsung dari data seismik itu sendiri. b. Hasil keluaran inversi merupakan bentuk model yang dapat sesuai dengan

data input.

c. Nilai kesalahan terdistribusi dalam solusi dari proses inversi. d. Efek multipel dan adanya atenuasi dapat ditampilkan dalam model.

Kekurangan menggunakan metoda inversi berbasis model adalah:

a. Sifat sensitif terhadap bentuk wavelet, dimana dua wavelet berbeda dapat mengahasilkan trace seismik yang sama.


(61)

39

b. Sifat ketidak-unikan untuk wavelet tertentu dimana semua hasil sesuai dengan trace seismik pada lokasi sumur yang sama.

3.8.3 Inversi SparseSpike

Metoda inversi sparse-spike mengasumsikan bahwa reflektivitas suatu model dianggap sebagai rangkaian spike yang jarang dan tinggi ditambahkan deret

spike kecil dan kemudian dilakukan estimasi wavelet berdasarkan asumsi model

tersebut. Inversi sparse-spike menggunakan parameter yang sama seperti inversi berbasis model dengan konstrain. Input parameter tambahan pada metoda ini adalah menentukan jumlah maksimum spike yang akan dideteksi pada tiap trace seismik dan treshold pendeteksian spike. Setiap penambahan spike baru yang lebih kecil dari spike sebelumnya akan memodelkan trace lebih akurat lagi.

Keuntungan penggunaan metoda Inversi Sparse-spike;

a. Data yang digunakan dalam perhitungan, sama seperti pada proses inversi rekursif.

b. Dapat menghasilkan inversi secara geologi.

c. Informasi frekuensi rendah termasuk dalam solusi secara metematik. Kekurangan metoda Inversi Sparse-Spike antara lain:

a. Hasil akhir inversi ini kurang detail.

b. Hanya komponen “blocky” saja yang terinversikan.

c. Secara statistik, subyek metoda inversi jenis ini digunakan untuk data yang mempunyai masalah noise.


(62)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari tanggal 17 November 2014 sampai dengan Januari 2015 yang bertempat di Operation Office PT Patra Nusa Data, BSD- Tangerang Selatan dengan judul penelitian Karakterisasi Reservoar Batupasir Menggunakan Seismik Inversi Acoustic Impedance Pada Lapangan “RDW” Cekungan Sumatera Selatan. Dan kemudian dilanjutkan di Laboratorium Teknik Geofisika Universitas Lampung.

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Tanggal 17 November 2014 sampai dengan Januari 2015

JENIS KEGIATAN

MINGGU KE

1 2 3 4 5 6 7 Studi Literatur

Pengumpulan Data Prosesing, Analisis

Data dan Diskusi

Pembuatan Laporan

Presentasi dan Evaluasi


(63)

41

4.2 Bahan Dan Alat

Bahan atau data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data seismik 2D

(Post Stack Time Migration) dan data sumur AN1, AN2, AN3. Sumur yang

dipakai memiliki informasi well marker dan checkshot serta kelengkapan data log

(gamma ray, P-wave, density, Neutron Porosity). Untuk alat yang digunakan

terdiri dari perangkat keras (komputer) dan perangkat lunak GeographixSoftware serta HRS (Humpson Russel Software 8).

4.3 Tahapan Penelitian

Langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi persiapan data, pembuatan peta struktur, pengikatan data sumur (well seismic tie), pengumpulan data, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data, kemudian dilakukan interpretasi dan analisa.

Dalam penelitian ini digunakan data seismik dan data log. Dimana pada data seismik yang digunakan yaitu data seismik dua dimensi (2D) Post Stack dan data log yang digunakan yaitu data log hasil pengukuran dilapangan dan juga data log hasil perhitungan.

Tahapan pada penelitian ini yaitu melakukan analisa zona target berdasarkan data sumur yang terdiri dari hasil log pengukuran dan log hasil perhitungan kemudian dilakukan proses crossplot yang bertujuan untuk memisahkan dan menganalisa zona reservoar dan non reservoar dengan melihat kesensitifan dari log-log yang digunakan.


(64)

42

Tahapan selanjutnya yaitu pembuatan seismogram sintetik dengan mengekstrak wavelet. Wavelet yang diekstrak yaitu dari data seismik 2D Post

Stack. Proses ekstraksi wavelet dilakukan dengan berbagai metode diantaranya

statistical, ricker wavelet, bandlimitied, dan use well. Namun dalam penelitian ini

wavelet yang digunakan adalah dengan metode statistical. Dimana pada metode

statistical ini ekstrak wavelet dilakukan disepanjang data trace seismiknya dan

proses ini memperhatikan parameter yang digunakan seperti wavelet length, taper

length, phase type. Hasil ekstraksi wavelet tersebut dilakukan untuk proses

pengikatan data sumur terhadap data seismik (well tie seismic).

Pengikatan data sumur terhadap data seismik (well seismic tie) adalah proses pengikatan data sumur yang berdomain kedalaman dengan data seismik berdomain waktu dengan dikontrol melihat nilai korelasi yang didapat. Tingkat korelasi mempunyai kisaran nilai antara 0 sampai dengan 1, dimana semakin mendekati nilai 1 maka korelasinya akan semakin baik tanpa ada selisih waktu

(time shift) maka kesamaan tersebut semakin baik atau semakin mirip dengan

seismik synthetic dan seismik riil.

Selanjutnya adalah tahap penelusuran atau picking horizon yang dilakukan pada penampang seismik 2D Post Stack dengan bertujuan untuk membatasi zona target yang akan dianalisis.

Setelah tahap picking horizon, langkah selanjutnya adalah membuat model inisial, dengan cara merekonstruksi model geologi berdasarkan tren log acoustic

impedance. Jadi, log acoustic impedance yang didapat dari data sumur


(65)

43

geologi. Model geologi akan dibandingkan dengan hasil inversi yang direkonstruksi dari data seismik rill. Penyimpangan atau tingkat kesalahan (error) inversi akan dinyatakan dengan selisih antara hasil inversi dengan model inisial.

Kemudian dilanjutkan dengan proses inversi yang dilakukan berdasarkan analisis kesalahan (error) hasil inversi acoustic impedance terhadap model geologi dan korelasi antara seismogram sintetik terhadap trace seismik riil. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan tingkat kesalahan yang diinginkan pada hasil akhir inversi terhadap beberapa teknik inversi. Pada proses inversi ini menggunakan Inversi Model Based.

Teknik inversi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik Model Based

Inversion, dimana analisis kesalahan Model Based Inversion memiliki error

acoustic impedance yang paling kecil dan korelasi yang paling baik dibandingkan

kedua teknik inversi lainnya. Analisis kualitatif untuk metode Model Based dilakukan dengan terus memperbarui parameter hingga mendapat error yang cukup kecil dan korelasi yang cukup baik.

Setelah inversi acoustic impedance, densitas, P-wave dan porositas dilakukan, langkah selanjutnya yaitu dengan melakukan pemetaan struktur pada tiap marker yang terdapat pada lapangan “RDW”. Hal ini dimaksudkan untuk melihat struktur patahan yang terdapat pada daerah penelitian. Sehingga dari hasil pemetaan tersebut dapat dilakukan interpretasi zona prospek berdasarkan karakteristik reservoir acoustic impedance, densitas, P-wave dan porositas pada lapangan “RDW”.


(66)

44

Berikut ini merupakan urutan kerja yang dilakukan dalam penelitian ini:

Gambar 4.2 Diagram Alir Penelitian Mulai

Pengumpulan Data

Data Seismik 2D

Post Stack

Data Log, Checkshot

Analisis Target Zone Ekstrak Wavelet

Seismogram Sintetik

Well Seismic Tie

Picking Horizon

Structure Map Model Inversi

Inversi AI

Analisis dan Interpretasi Selesai


(67)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa inversi AI yang bertujuan untuk mengetahui karakterisasi sifat fisis batuan reservoar maka didapat beberapa kesimpulan yaitu : 1. Dari hasil analisis crossplotdensityversus AI dan gamma rayversus AI pada

daerah penelitian ini terdapat sebaran reservoar batupasir.

2. Pada penelitian ini teknik inversi yang digunakan adalah inversi Model Based dan didapatkan korelasi error pada AN1 line A sebesar 0,934, AN2 0,956, pada AN1 line B sebesar 0,975, dan AN3 sebesar 0,991.

3. Hasil inversi yang didapatkan dapat dilihat zona porous pada line A pada warna kuning sampai ke merah dengan nilai impedansi akustik sekitar 6798- 8066 m/s *g(cc) dan pada line B sekitar 6182-7470 m/s*g(cc).

4. Peta struktur pada sumur AN1, AN2, AN3, serta AN4 berada pada formasi Gumay dengan kedalaman sekitar 731 – 934 m, formasi Baturaja dengan kedalaman sekitar 1132 – 1340 m, serta pada formasi Talangakar 1184 – 1389 m.


(68)

77

6.2 Saran

Adapun saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan tahapan analisis lanjutan menggunakan data seismik 3D untuk melihat sebaran reservoar batupasir dengan lebih jelas.

2. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut seperti attribut seismik untuk mendukung hasil interpretasi.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Agus. 2007. Ensiklopedi Seismik. http://ensiklopediseismik. blogspot.com/.

Ariadmana, Y. 2006. Karakterisasi Reservoar Batu Gamping Pada Formasi Baturaja, Lapangan Raudatu, Cekungan Sunda Menggunakan Metode

Inversi Seismik Berbasis Model. Skripsi S-1 Program Studi Geofisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hampson, D.P., & Russell, B.H. 2008. Geoview and eLog : Well Log

Interpretation Workshop, Course Notes, CGG Veritas.

Hilterman, F.J. 1997. Seismik Amplitude Interpretation, Distinguished Instructor Shourt Course, EAGE.

Koesoemadinata, R.P. 1978. Geologi Minyak dan Gas Bumi. Jilid I Edisi kedua. Bandung : ITB.

Munadi, S. dan Pasaribu. 1984. Aspek Fisis Seismologi Eksplorasi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Russell, B. H. 1996. Installation and Tutorials. USA : Hampson-Russell Software Service Ltd.

Sismanto. 2006. Dasar-Dasar Akuisisi dan Pemrosesan Data Seismik, Yogyakarta : Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada.

Sukmono, S. 1999. Interpretasi Seismik Refleksi, Teknik Geofisika. Bandung : ITB.

Sukmono, S. 2000. Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoir. Bandung : Departemen Teknik Geofisika, ITB.

Wyllie, M. 1956. Elastic wave velocities in heterogeneous and porous media, Geophysics 21, 41-70.


(70)

(1)

geologi. Model geologi akan dibandingkan dengan hasil inversi yang direkonstruksi dari data seismik rill. Penyimpangan atau tingkat kesalahan (error) inversi akan dinyatakan dengan selisih antara hasil inversi dengan model inisial.

Kemudian dilanjutkan dengan proses inversi yang dilakukan berdasarkan analisis kesalahan (error) hasil inversi acoustic impedance terhadap model geologi dan korelasi antara seismogram sintetik terhadap trace seismik riil. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan tingkat kesalahan yang diinginkan pada hasil akhir inversi terhadap beberapa teknik inversi. Pada proses inversi ini menggunakan Inversi Model Based.

Teknik inversi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik Model Based Inversion, dimana analisis kesalahan Model Based Inversion memiliki error acoustic impedance yang paling kecil dan korelasi yang paling baik dibandingkan kedua teknik inversi lainnya. Analisis kualitatif untuk metode Model Based dilakukan dengan terus memperbarui parameter hingga mendapat error yang cukup kecil dan korelasi yang cukup baik.

Setelah inversi acoustic impedance, densitas, P-wave dan porositas dilakukan, langkah selanjutnya yaitu dengan melakukan pemetaan struktur pada tiap marker yang terdapat pada lapangan “RDW”. Hal ini dimaksudkan untuk melihat struktur patahan yang terdapat pada daerah penelitian. Sehingga dari hasil pemetaan tersebut dapat dilakukan interpretasi zona prospek berdasarkan karakteristik reservoir acoustic impedance, densitas, P-wave dan porositas pada lapangan “RDW”.


(2)

44

Berikut ini merupakan urutan kerja yang dilakukan dalam penelitian ini:

Gambar 4.2 Diagram Alir Penelitian Mulai

Pengumpulan Data

Data Seismik 2D

Post Stack

Data Log, Checkshot

Analisis Target Zone Ekstrak Wavelet

Seismogram Sintetik

Well Seismic Tie

Picking Horizon

Structure Map Model Inversi

Inversi AI

Analisis dan Interpretasi

Selesai


(3)

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa inversi AI yang bertujuan untuk mengetahui karakterisasi sifat fisis batuan reservoar maka didapat beberapa kesimpulan yaitu : 1. Dari hasil analisis crossplot density versus AI dan gamma ray versus AI pada

daerah penelitian ini terdapat sebaran reservoar batupasir.

2. Pada penelitian ini teknik inversi yang digunakan adalah inversi Model Based dan didapatkan korelasi error pada AN1 line A sebesar 0,934, AN2 0,956, pada AN1 line B sebesar 0,975, dan AN3 sebesar 0,991.

3. Hasil inversi yang didapatkan dapat dilihat zona porous pada line A pada warna kuning sampai ke merah dengan nilai impedansi akustik sekitar 6798- 8066 m/s *g(cc) dan pada line B sekitar 6182-7470 m/s*g(cc).

4. Peta struktur pada sumur AN1, AN2, AN3, serta AN4 berada pada formasi Gumay dengan kedalaman sekitar 731 – 934 m, formasi Baturaja dengan kedalaman sekitar 1132 – 1340 m, serta pada formasi Talangakar 1184 – 1389 m.


(4)

77

6.2 Saran

Adapun saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan tahapan analisis lanjutan menggunakan data seismik 3D untuk melihat sebaran reservoar batupasir dengan lebih jelas.

2. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut seperti attribut seismik untuk mendukung hasil interpretasi.


(5)

Abdullah, Agus. 2007. Ensiklopedi Seismik. http://ensiklopediseismik. blogspot.com/.

Ariadmana, Y. 2006. Karakterisasi Reservoar Batu Gamping Pada Formasi Baturaja, Lapangan Raudatu, Cekungan Sunda Menggunakan Metode Inversi Seismik Berbasis Model. Skripsi S-1 Program Studi Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hampson, D.P., & Russell, B.H. 2008. Geoview and eLog : Well Log Interpretation Workshop, Course Notes, CGG Veritas.

Hilterman, F.J. 1997. Seismik Amplitude Interpretation, Distinguished Instructor Shourt Course, EAGE.

Koesoemadinata, R.P. 1978. Geologi Minyak dan Gas Bumi. Jilid I Edisi kedua. Bandung : ITB.

Munadi, S. dan Pasaribu. 1984. Aspek Fisis Seismologi Eksplorasi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Russell, B. H. 1996. Installation and Tutorials. USA : Hampson-Russell Software Service Ltd.

Sismanto. 2006. Dasar-Dasar Akuisisi dan Pemrosesan Data Seismik, Yogyakarta : Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada.

Sukmono, S. 1999. Interpretasi Seismik Refleksi, Teknik Geofisika. Bandung : ITB.

Sukmono, S. 2000. Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoir. Bandung : Departemen Teknik Geofisika, ITB.

Wyllie, M. 1956. Elastic wave velocities in heterogeneous and porous media, Geophysics 21, 41-70.


(6)

Dokumen yang terkait

ANALISIS SEISMIK MENGGUNAKAN ACOUSTIC IMPEDANCE (AI), GRADIENT IMPEDANCE (GI), DAN EXTENDED ELASTIC IMPEDANCE (EEI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PALEOCENE PADA LAPANGAN SASA, PAPUA

13 69 79

ANALISIS RESERVOAR PADA LAPANGAN “FRL” FORMASI TALANGAKAR, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN MENGGUNAKAN SEISMIK MULTIATRIBUT

3 31 80

KARAKTERISASI RESERVOAR KARBONAT DENGAN METODE INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) PADA LAPANGAN “TA” FORMASI NGRAYONG DAN BULU CEKUNGAN JAWA TIMUR

5 24 73

KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN "IK" FORMASI TALANGAKAR CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

8 30 103

PEMETAAN PERSEBARAN BATUPASIR DAN POROSITAS MENGGUNAKAN ANALISIS SEISMIK MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “SIMALUNGUN” CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

6 37 91

Analisis Sifat Fisis Reservoar Menggunakan Metode Seismik Inversi Acoustic Impedance (AI) dan Multiatribut (Studi Kasus Lapangan F3)

0 0 5

KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI AI (ACOUSTIC IMPEDANCE) DAN METODE SEISMIK MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “RM”, FORMASI TALANG AKAR CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Rachman Malik1,a), Bagus Sapto Mulyatno1), Ordas Dewanto1,b), Sulistiyono2) 1)Tekn

0 0 16

KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI AI (ACOUSTIC IMPEDANCE) DAN METODE SEISMIK MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “RM”, FORMASI TALANG AKAR CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

1 1 15

RESERVOAR BATUPASIR PADA LAPANGAN “KANAKA” FORMASI BEKASAP CEKUNGAN SUMATERA TENGAH APPLICATION OF SEISMIC ATTRIBUTES AND ACOUSTIC IMPEDANCE (AI) INVERSION TO PREDICT OF SANDSTONE RESERVOAR ON KANAKA FIELD, BEKASAP FORMATION CENTRAL SUMATERA BASIN

0 10 123

DAFTAR ISI - KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR BERDASARKAN DEKOMPOSISI SPEKTRAL, INVERSI SEISMIK MODEL BASED DAN MULTIATRIBUT NEURAL NETWORKS PADA LAPANGAN “EZ”, FORMASI UPPER TALANGAKAR (UTAF), CEKUNGAN SUMATERA SELATAN - Eprints UPN "Veteran" Yogyakarta

0 0 10