TINGKAT PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHATANI PADI PADA PETANI PESERTA PROGRAM PASCAPANEN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

(1)

ABSTRACT

RICE FARMING INCOME AND POST-HARVEST VALUE-ADDED OF FARMERS PARTICIPATING IN POST-HARVESTPROGRAM

IN EAST LAMPUNG REGENCY By

Anggun Psikiatri

This study aims to analyze level of income of farmerparticipants and non-participantsof ricepostharvest program, and post-harvest value-added of rice. The survey was conducted in Raman Fajar Villageas the program participantand Ratna Daya Villageas non-participant. From each sampled village, two farmer groups were selectedpurposively. The number of respondents were 25 farmers from each farmer group. Data were collectedthrough interviews using questionnaires and analyzed using tabulation and t-test. The results showed that 1) the average rice farming income of farmers participating in the program is smaller than that of nonparticipants, 2) there is asignificant difference in rice farm income between farmer participants and nonparticipantsin rainy season but there is no difference in dry season, 3) the use of rice Milling Unit (RMU) gives a positive value-added to farmers participating in the program in Raman Fajar Village Raman Utara Subdistrict of East Lampung Regency.


(2)

ABSTRAK

TINGKAT PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHATANI PADI PADA PETANI PESERTA PROGRAM PASCAPANEN

DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Oleh

Anggun Psikiatri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:tingkat pendapatan petani peserta program dan bukan peserta program pascapanen, nilai tambah pascapanen komoditas padi. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan sampling bertahap yang dilakukan di Desa Raman Fajar (peserta) dan di Desa Ratna Daya (bukan peserta) program pascapanen. Setiap desa sampel dipilih dua kelompok tani secara sengaja (purposive). Jumlah responden 25 orang petani dari masing-masing kelompok tani. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada petani dengan menggunakan daftar pertanyaan. Data dianalisis dengan tabulasi dan uji statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) rata-rata pendapatan usahatani padi pada petani peserta program lebih kecil dari pada petani yang bukan peserta program pascapanen, 2) terdapat perbedaan pendapatan usahatani padi antara petani peserta program dengan petani bukan peserta program pascapanen di musim hujan tetapi tidak ada perbedaan perbedaan di musim kemarau, dan 3) penggunaan Rice Milling Unit (RMU) memberikan nilai tambah positif pada petani peserta program pascapanen di Desa Raman Fajar Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur.


(3)

(4)

TINGKAT PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHATANI PADI PADA PETANI PESERTA PROGRAM PASCAPANEN

DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR ( Skripsi )

Oleh

ANGGUN PSIKIATRI

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Alur Mekanisme Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan……. 18 Gambar 2. Kerangka pemikiran tingkat pendapatan dan nilai tambah usahatani

padi pada petani peserta program pascapanen di Lampung Timur ... 34 Gambar 3. Pengering gabah (Dryer) ... 55 Gambar 4. Rice Milling Unit (RMU) ... 55 Gambar 5. Aliran proses produk penggilingan padi di Desa Raman Fajar


(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Pendapatan ... 8

B. Konsep Biaya ... 10

C. Analisis Nilai Tambah ... 12

D. Program Pascapanen ... 15

E. Konsep Pengeringan ... 19

F. Konsep Penggilingan ... 21

G. Konsep Padi ... 23

H. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 30

I. Kerangka Pemikiran ... 33


(7)

III. METODE PENELITIAN

A. Batasan Operasional Variabel ... 35

B. Lokasi, Waktu Dan Pengumpulan Data Penelitian... 37

C. Penentuan Sampel ... 37

D. Metode Analisis Data ... 39

IV. GAMBARAN UMUM A. Keadaan Wilayah Penelitian ... 44

1. Keadaan Umum Kecamatan Raman Utara... 44

2. Keadaan Umum Desa Penelitian ... 46

3.Potensi Demografi Daerah Penelitian ... 48

B. Gambaran Program Rice Milling Unit (RMU) ... 52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 57

1. Umur Responden ... 57

2. Pendidikan Petani Responden ... 58

3. Pengalaman Berusahatani ... 59

4. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 60

5. Luas Garapan Dan Status Kepemilikan ... 60

B. Program Pascapanen ... 61

C. Penggunaan Sarana Produksi ... 62

1. Penggunaan Benih ... 62

2. Penggunaan Pupuk ... 65

3. Penggunaan Obat-Obatan ... 66

4. Penggunaan Tenaga Kerja ... 66


(8)

D. Analisis Biaya ... 68

E. Analisis Pendapatan ... 72

F. Independent Test ... 77

G. Analisis Nilai Tambah ... 78

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman padi di

Provinsi Lampung ... 2

Tabel 2. Tingkat kehilangan hasil padi di Provinsi Lampung ... 3

Tabel 3. Rata-rata kadar air gabah (%) yang dijual petani tahun 2012 ... 3

Tabel 4. Harga gabah kering giling dan gabah kering panen tingkat petani Lampung Timur 2013 ... 4

Tabel 1. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami………...14

Tabel 6. Kualitas A dan B beras giling ... 22

Tabel 7. Pesyaratan mutu gabah ... 30

Tabel 8. Definisi operasional variabel ... 35

Tabel 9. Sebaran kepemilikan lahan petani padi di Desa Ratna Daya dan Raman Fajar Kecamatan Raman Utara ... 38

Tabel 10. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami. ... 42

Tabel 11. Luas wilayah desa di Kecamatan Raman Utara ... 45

Tabel 12. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per desa di Kecamatan Raman Utara 2012 ... 45

Tabel 13. Sebaran penggunaan lahan di Desa Raman Fajar. ... 47

Tabel 14 Sebaran penggunaan lahan di Desa Ratna Daya ... 48

Tabel 15. Sebaran penduduk Desa Raman Fajar menurut golongan umur ... 49


(10)

Tabel 17. Sebaran penduduk Desa Raman Fajar menurut mata pencaharian ... 50

Tabel 18. Sebaran penduduk Desa Ratna Daya menurut golongan umur ... 51

Tabel 19. Sebaran penduduk Desa Raman Fajar menurut tingkat pendidikan ... 52

Tabel 20. Sebaran petani responden padi berdasarkan umur di Kecamatan Raman Utara ... 57

Tabel 21. Tingkat pendidikan petani padi di Kecamatan Raman Utara ... 58

Tabel 22. Sebaran pengalaman usahatani petani padi di Kecamatan Raman Utara ... 59

Tabel 23. Rata-rata tanggungan rumah tangga di Kecamatan Raman Utara ... 60

Tabel 24. Rata-rata luas lahan usahatani padi di Kecamatan Raman Utara ... 61

Tabel 25. Rata-rata jumlah benih padi di Kecamatan Raman Utara ... 63

Tabel 26. Rata-rata harga benih padi di kecamatan Raman Utara ... 64

Tabel 27. Jumlah Petani yang menggunakan benih bersertifikat dan nonsertifikat di Kecamatan Raman Utara ... 64

Tabel 28. Rata-rata biaya variabel penggunaan pupuk dan obat-obatan dalam usahatani padi ... 69

Tabel 29. Rata-rata biaya usahatani gabah menjadi beras di Kecamatan Raman Utara ... 71

Tabel 30. Biaya, Penerimaan, dan pendapatan usahatani gabah menjadi beras di kecamatan Raman Utara ... 74

Tabel 31. Rata-rata nilai rendemen usahatani gabah menjadi beras di kecamatan Raman Utara ... 76

Tabel 32. Analisis nilai tambah pengolahan gabah menjadi beras di Desa Raman Fajar Raman Utara ... 81


(11)

(12)

(13)

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 22 Januari 1991 dari pasangan Bapak Juliman Rumbiono dan Ibu Sringatun, yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 01 Ratna Daya, Raman Utara Kabupaten Lampung Timur tahun 2003, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 03 Metro tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 01 Metro tahun 2009.

Penulis diterima di Perguruan Tinggi Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Program Studi Agribisnis pada tahun 2009 melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Tahun 2012 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar Lampung Tengah dan tahun 2013 mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bandar Dewa


(14)

SANWACANA

Assalamu`alaikum Wr.Wb

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, tak henti-hentinya lisan dan hati ini tergerak untuk selalu berucap syukur sebagai ungkapan kegembiraan penulis karena dapat menyelesaikan sebuah karya kecil ini bernama Skripsi. Segala puji dan

keagungan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam tak lupa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan teladan bagi kehidupan umatnya.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Tingkat

Pendapatan dan Nilai Tambah Usahatani Padi pada Petani Peserta Program Pascapanen Di Kabupaten Lampung Timur” bukanlah hasil jerih payah sendiri, melainkan melalui bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. Ir. Sudarma Widjaya, M. S selaku Pembimbing pertama dan Ir. Indah Nurmayasari M. Sc., selaku Pembimbing ke dua, yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan, dan semangat kepada penulis.


(15)

3. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Juliman Rumbiono dan Ibunda Sringatun, yang menjadi semangat, dan memberi motivasi serta do’a yang sangat luar biasa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi dan meraih gelar Sarjana Pertanian.

4. Dr. Ir. Tubagus Hasanuddin, M. S selaku Pembimbing Akademik, atas dukungannya selama penulis menjadi mahasiswa.

5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas arahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan.

6. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis dan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas semua ilmu yang telah diberikan dan seluruh karyawan Mba Iin, Mba Ayi, Mas Bukhari, Mas Sukardi, dan Mas Boim di Program Studi Agribisnis.

7. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas arahan, bantuan dan nasihat yang telah diberikan. 8. Sahabatku yang tersayang Rafiq Ulil Albab yang selalu menemani,

menghibur, memberikan nasihat dan semangat.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan AGB Genap 09: Reny, Ernas, Yanti, Mita, Maya, Desty, Abdul, mb Tri, Aris, Imas, Dede, Tika, Firuza, Willy, Mb Uke, Meta, Citra, Dea, Ockta, Vero, Mandala, Kemas, Agum dan segenap teman-teman Agribisnis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas kerjasama dan telah memberi semangat kepada penulis.


(16)

Novita, Vanessa.

11. Segenap anggota Pemerintah di Kecamatan Raman Utara, atas semua bantuan, izin, dan kerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Semoga ALLAH SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa berakhirnya masa studi adalah awal dari perjuangan yang sesungguhnya. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Segala perihal di dunia ini harus kita lalui dan kita selesaikan meski terasa berat serta amat sulit, namun yakinlah jika kau

bersungguh-sungguh maka akan ada penyelesaian dan akhir yang memberi hatimu kelegaan.

Bandar lampung, Januari 2015


(17)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah

Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar merupakan komoditas pertanian yang paling penting di Indonesia. Penduduk Indonesia membutuhkan tanaman pangan khususnya padi (Oryza sativa) untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Padi merupakan tanaman pangan dengan jumlah produksi terbesar yaitu 69.050.000 ton dibandingkan tanaman jagung (19.380.000 ton) dan kedelai (851,647 ton) (Badan Pusat Statistik,2012a).

Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia yang menempati urutan ketujuh dengan luas panen sebanyak 640.537 ha (BPS, 2013a). Luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Provinsi Lampung dari 2003 – 2013 yang dapat dilihat pada Tabel 1. Produksi padi terbesar di Lampung terdapat di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur. Kabupaten Lampung Timur menempati urutan kedua setelah Lampung Tengah. Produksi padi di Lampung Tengah sebesar 660.443 ton, sedangkan di Kabupataen

Lampung Timur sebesar 492.315 ton (Badan Pusat Statistik, 2012b). Kabupaten Lampung Timur mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi di Provinsi Lampung.


(18)

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman padi di Provinsi Lampung

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ku/ Ha)

2003 472.635 1.966.293 41,60

2004 495.519 2.091.996 42,22

2005 496.538 2.124.144 42,78

2006 494.102 2.129.914 43,11

2007 524.955 2.308.404 43,97

2008 506.547 2.341.075 46,22

2009 570.417 2.673.844 46,88

2010 590.608 2.807.676 47,54

2011 606.973 2.940.795 48,45

2012 641.876 3.101.455 48,32

2013 640.537 3.218.232 50,24

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013b).

Produksi padi di Kabupaten Lampung Timur cukup tinggi, namun masih banyak masalah yang dihadapi diantaranya kualitas padi yang masih rendah, kadar air yang tinggi sehingga meningkatkan kehilangan hasil saat perontokan maupun penggilingan gabah. Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan (2012a)

menyatakan bahwa tingkat susut hasil padi masih cukup tinggi sekitar 15% yang meliputi kehilangan saat pemanenan, perontokan, pengangkutan, penjemuran, penggilingan, dan penyimpanan. Kehilangan hasil terbesar terjadi pada proses perontokan, penjemuran, dan penggilingan, seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Variasi susut hasil tersebut dipengaruhi oleh musim saat panen, varietas, cara panen, sarana panen dan pasca panen yang digunakan oleh petani.


(19)

Tabel 2. Tingkat kehilangan hasil padi di Provinsi Lampung Tahun Jenis Kegiatan Panen (%) Perontokan (%) Pengangkutan (%) Penjemuran (%) penggilingan (%) penyimpanan (%)

2006 2,18 4,79 1,51 3,53 3,32 1,30

2007 2,14 4,69 1,48 3,46 3,16 1,28

2008 2,10 4,60 1,45 3,39 3,10 1,25

2009 2,08 4,54 1,45 3,39 3,10 1,25

2010 2,04 4,17 1,40 3,34 3,10 1,25

2011 2,04 4,15 1,35 3,27 3,04 1,25

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (2012a).

Gabah yang diperoleh petani selama ini kadar airnya masih terlalu tinggi dan belum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 14% gabah kering giling (GKG). Akibatnya terjadi kerusakan pada saat proses penggilingan sehingga rendemen hasil menjadi rendah karena kadar air gabah yang terlalu tinggi pada saat penggilingan akan meningkatkan jumlah beras patah dan jika kadar air gabah yang terlalu rendah akan mempengaruhi mutu beras yang

dihasilkan (Umar, 2011). Rata-rata kadar air gabah yang dijual petani tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata kadar air gabah (%) yang dijual petani tahun 2012

Bulan Kadar air % (Gabah Kering Giling)

Januari 17,15

Februari 18,45

Maret 20,28

April 21,32

Mei 20,07

Juni 19,61

Juli 16,82

Agustus 18,61

September 17,56

Oktober 15,66

November 14,95

Desember 15,84

Rata-rata 18,27


(20)

Berdasarkan Tabel 3 rata- rata nilai kadar air gabah yang dihasilkan petani mengalami fluktuasi di setiap bulannya, akibatnya harga gabahpun akan berubah seperti pada Tabel 4. Hal ini disebabkan proses pengeringan yang kurang

maksimal dengan menggunakan sarana pascapanen yang belum cukup memadai.

Tabel 4. Harga gabah kering giling dan gabah kering panen tingkat petani Lampung Timur 2013

Bulan Harga Gabah Kering Giling (Rp) Harga Gabah Kering Panen (Rp)

Januari 4.950 -

Februari 4.950 -

Maret 4.700 3.750

April 4.125 3.450

Mei 3.950 3.325

Juni 4.000 3.400

Juli 4.125 -

Agustus 4.075 3.425

September 4.200 3.467

Oktober 4.275 -

November 4.450 -

Desember 4.600 -

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (2013a).

Petani di Lampung Timur masih bisa mengurangi susut hasil dan meningkatkan kualitas padi kering giling melalui peningkatan kualitas serta daya saing yang terdiri dari penyediaan sarana dan prasarana alat panen dan pasca panen. Penggilingan padi merupakan proses pengolahan gabah yang telah dikeringkan untuk dijadikan beras. Tujuan penggilingan untuk menghasilkan beras bermutu baik dengan menggunakan teknik pengeringan dan penggilingan gabah yang baik serta benar. Selama ini petani mengolah gabah menjadi beras dengan

menggunakan penggilingan padi Rice Milling Uni (RMU) di tingkat pedagang. Penggilingan yang digunakan yaitu RMU Yanmar Haway tipe B rol karet dengan


(21)

kapasitas sebesar 700 kg/jam dan diperoleh rendemen sebesar 56%. Penggilingan padi yang digunakan oleh petani menghasilkan kualitas mutu beras yang belum baik. Kualitas dan rendemen dari hasil penggilingan padi sangat dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan.

Pemerintah melalui kebijakan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan 2010-2014 memberikan bantuan berupa alat pascapanen seperti perontok padi (thresher), alat pengering gabah (dryer), penggilingan gabah (Rice Milling Unit), motor roda tiga, dll. Program pascapanen ini bertujuan untuk memperbaiki pengolahan

pascapanen sehingga dapat meningkatkan rendemen giling padi sekaligus

mengurangi tingkat kehilangan hasil dan meningkatkan nilai tambah. Kecamatan Raman Utara merupakan salah satu daerah yang memperoleh bantuan paket program pascapanen yang terdiri dari pengering gabah (dryer) dan RMU. Mesin RMU dilengkapi dengan alat pembersih dan pemisah antara kotoran dan beras. Adanya bantuan sarana berupa dryer dan RMU saling melengkapi antara keduanya.

Penggilingan padi merupakan rantai akhir dari proses produksi beras. Spesifikasi bantuan penggilingan padi yaitu RMU Agrindo tipe A dengan kapasitas 1500 kg/jam, dimensi roll karet 6 x 8 ¾. Ketersediaan sarana berupa pengering gabah dan RMU dapat ditunjukkan pada Tabel 34 (Lampiran). Bantuan pengering gabah dan RMU dituntut untuk bisa memberikan kontribusi dalam penyediaan beras dari segi kualitas dan kuantitas. Secara teknologi hampir seluruh proses pascapanen sudah tersedia. Hal ini terbukti dengan adanya bantuan berupa pengering gabah dan RMU yang sudah berjalan selama dua tahun. Tindakan


(22)

pengurangan kadar air gabah dengan menggunakan lantai jemur dapat diperbaiki dengan memanfaatkan pengering gabah.

Tersedianya alat pascapanen diharapkan petani mampu mengadopsi teknologi yang ada. Dengan begitu akan meningkatkan rendemen beras dan kualitas gabah yang baik sehingga diperoleh harga jual yang tinggi. Melalui teknologi tersebut, diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi petani sehingga pendapatan mereka meningkat. Walaupun di Kecamatan Raman Utara ada program

pascapanen, masih banyak petani yang menjemur gabah di lantai jemur dan kadar air gabah tidak sesuai dengan standar. Oleh karena itu perlu diteliti pendapatan dan nilai tambah petani dalam program pascapanen.

B.Perumusan Masalah

Perumusan masalah sebagai berikut :

1. Berapa pendapatan petani peserta program dan petani bukan peserta program pascapanen di Kabupaten Lampung Timur?

2. Apakah ada perbedaan pendapatan antara petani peserta program dengan petani bukan peserta program pascapanen?

3. Berapa nilai tambah petani dari program pascapanen di Kabupaten Lampung Timur?

C.Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pendapatan petani peserta program dan petani bukan peserta program pascapanen di Kabupaten Lampung Timur.


(23)

2. Mengetahui perbedaan pendapatan antara petani peserta program dengan petani bukan peserta program pascapanen.

3. Mengetahui nilai tambah petani dari program pascapanen di Kabupaten Lampung Timur.

D.Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah :

1. Sebagai sumber informasi bagi pembuat kebijakan dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan program pascapanen.

2. Sebagai sumber informasi bagi petani terkait dengan teknologi pascapanen yang digunakan

3. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi kalangan akademisi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Analisis Pendapatan

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang

dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha. Ada beberapa pengertian yang perlu diperhatikan dalam menganalisis pendapatan antara lain (Sukartawi, 1995) : 1. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu kegiatan

usaha dikalikan dengan harga jual yang berlaku di pasar.

2. Pendapatan bersih adalah penerimaan kotor yang dikurangi dengan total biaya produksi atau penerimaan kotor di kurangi dengan biaya variabel dan biaya tetap.

3. Biaya produksi adalah semua pngeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi.

Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun yang mencakup : a) dijual, b) dikonsumsi rumah tangga petani, c) digunakan dalam usahatani, d) digunakan untuk

pembayaran, dan e) disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun (Soekartawi, 1984).


(25)

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Rahim dan Hastuti, 2007). Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

TR = Y . Py………..(1) Keterangan :

TR = total penerimaan

Y = produksi yang diperoleh dari suatu usahatani Py = harga produksi

Pendapatan merupakan selisih penerimaan dengan semua biaya produksi.

Pendapatan meliputi pendapatan kotor (penerimaan total) dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim dan Hastuti Dwi R. D, 2007).

Pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

π= TR –TC………(2) π= Y . Py – {(ƩXi . Pxi) – BTT}….………...(3) Keterangan :

Π = keuntungan / pendapatan (Rp) TR = total penerimaan (Rp)

TC = total biaya (Rp)

Y = jumlah produksi (satuan) Py = harga satuan produksi (Rp) X = faktor produksi (satuan)

Px = harga faktor produksi (Rp/satuan) N = banyaknya input yang dipakai BTT = biaya tetap total (Rp)

Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.


(26)

Pemisahan pengeluaran terkadang sulit dilakukan karena pembukuan yang tidak lengkap dan juga adanya biaya bersama dalam produksi. Cara yang dapat dilakukan adalah memisahkan pengeluaran total usahatani menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap (Soekartawi, 1984).

Secara ekonomi usaha dikatakan menguntungkan atau tidak menguntungkan dapat dianalisis dengan menggunakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total yang disebut dengan Revenue Cost Ratio (R/C).

R/C = (Py . Y) / (FC + VC)………..(4) Atau

R/C = PT / BT……….. (5) Keterangan :

Py = harga produksi Y = produksi FC = biaya tetap VC = biaya variabel PT = produksi total BT = biaya total

Ada tiga kriteria dalam perhitungan ini, yaitu :

1. Jika R/C<1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi belum menguntungkan.

2. Jika R/C>1, maka usahatani yang dilakukan secara ekonomi menguntungkan. 3. Jika R/C=1, maka usahatani berada pada titik impas (Break Event Point).

B.Konsep Biaya

Suratiyah (2006) menyatakan, biaya dan pendapatan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal, eksternal dan faktor manajemen. Faktor internal maupun


(27)

eksternal akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan pendapatan. Faktor internal meliputi umur petani, tingkat pendidikan dan pengetahuan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan dan modal. Faktor eksternal terdiri dari input yang terdiri atas ketersediaan dan harga. Faktor manajemen berkaitan dengan pengambilan keputusan dengan berbagai pertimbangan ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan pendapatan yang maksimal.

Fungsi biaya menggambarkan hubungan antara besarnya biaya dengan tingkat produksi. Biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dan besarnya tidak

dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang besarnya sangat dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan (Suratiyah, 2006).

Ciri-ciri dari biaya tetap dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) jumlahnya yang tetap dan sebanding dengan hasil produksi, 2) menurunnya biaya tetap per unit dibandingkan dengan kenaikan dari hasil produksi, 3) pembebanannya kepada suatu bagian seringkali bergantung pada pilihan dari manajemen atau cara penjatahan biaya, 4) pengawasan atas kejadiannya terutama bergantung kepada manajemen pelaksana dan bukan kepada pengawas kerja. Contoh dari biaya tetap yaitu biaya pembelian mesin, pendirian pabrik (Kartasapoetra dan Bambang, 1992).

Ciri-ciri biaya variabel adalah : 1) bervariabel secara keseluruhan dengan volume, 2) biaya per unit yang konstan walaupun terjadi perubahan volume dalam batas bidang yang relevan, 3) mudah dan dapat dibagikan pada bagian usaha, 4)


(28)

pengawasan dari kejadian dan penggunaannya berada di tangan kepala bagian. Contoh dari biaya variabel yaitu biaya persediaan, bahan bakar, tenaga listrik, alat perkakas, penerimaan barang, pengangkutan (Kartasapoetra dan Bambang, 1992).

C.Analisis Nilai Tambah

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan di antaranya : a) Meningkatkan nilai tambah, b) Meningkatkan kualitas hasil, c) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja, d) Meningkatkan keterampilan produsen, e) Meningkatkan pendapatan produsen (Soekartawi, 2010).

Pengolahan hasil yang baik yang dilakukan oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Bagi petani, kegiatan pengolahan hasil telah dilakukan khususnya bagi petani yang mempunyai fasilitas pengolahan hasil seperti lantai jemur, penggilingan dan penyimpanan. Bagi pengusaha yang berskala besar, kegiatan pengolahan hasil dijadikan kegiatan utama. Hal ini disebabkan dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian menjadi meningkat. Disisi yang lain, khususnya petani dengan skala keterbatasan yang dimiliki sering kali kurang memperhatikan pengolahan hasil pertanian (Soekartawi, 2010).

Nilai tambah merupakan sumbangan perusahaan kepada produksi seluruh negara yang berasal dari sumbangan faktor-faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal dan tanah. Nilai tambah berbeda dengan keuntungan. Nilai tambah adalah nilai produksi barang akhir dikurangi biaya bahan mentah sedangkan keuntungan adalah nilai produksi barang akhir atau disebut juga hasil penjualan barang akhir


(29)

dikurangi biaya produksi, baik bahan mentah maupun sewa, upah, bunga, dll (Zakaria, 2006).

Indikator untuk menilai keberhasilan pengembangan sistem agribisnis yaitu dengan menggunakan analisis nilai tambah. Kegunaan menganalisis nilai tambah adalah untuk mengetahui: (a) besarny nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang diberikan pada komoditas pertanian, (b) distribusi imbalan yang diterima pemilik dan tenaga kerja, (c) besarnya kesempatan kerja yang diciptakan dari kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi, dan (d) besarnya peluang serta potensi yang dapat diperoleh dari suatu sistem komoditas di suatu wilayah tertentu dari penerapan teknologi pada satu atau beberapa subsistem di dalam agribisnis (Zakaria, 2007).

Analisis nilai tambah Hayami mempunyai kelebihan, yaitu menggambarkan : a) produktivitas produksi, dimana rendemen, pangsa ekspor dan efisiensi tenaga kerja dapat diestimasi dan b) balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi dapat diestimasi (Hayami, 1987).

Faktor yang mempengaruhi nilai tambah pada sistem pengolahan adalah faktor teknis dan nonteknis. Faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor nonteknis (faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai input lainnya (Hayami, 1987). Cara perhitungan besarnya nilai tambah dapat dilakukan dengan menggunakan metode nilai tambah Hayami pada Tabel 5.


(30)

Tabel 1. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami.

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga 1 2 3 4 5 6 7 Output (Kg/Bulan) Bahan Baku (Kg/Bulan) Tenaga Kerja (HOK/Bulan) Faktor Konversi

Koefisien Tenaga Kerja Harga Output (Rp/Kg)

Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK)

A B C D = A/B E = C/B

F G Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg)

8 9 10 11 a b 12 a b 13 a b

Harga Bahan Baku (Rp/Kg) Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) Nilai Output

Nilai Tambah (NT) Rasio Nilai Tambah Imbalan Tenaga Kerja Bagian Tenaga Kerja Keuntungan

Tingkat Keuntungan

H I J = D x F K = J – I – H L% = (K/J) x 100%

M = E x G N% = (M/K) x 100%

O = K – M P% = (O/K) x 100% Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14 a b c Margin Keuntungan Tenaga Kerja Input Lain

Q = J – H R = O/Q x 100% S = M/Q x 100% T = I/Q x 100%

Sumber : Hayami (1987).

Keterangan :

A = Output/total produksi beras yang dihasilkan oleh RMU.

B = Input/bahan baku yang digunakan untuk memproduksi beras yaitu gabah. C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi beras dihitung dalam

bentuk HOK (Hari Orang Kerja) dalam satu periode analisis. F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis.

G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi yang dihitung berdasarkan per HOK (Hari Orang Kerja).

H = Harga input bahan baku utama yaitu gabah per kilogram (kg) pada saat periode analisis.


(31)

I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya penyusutan, dan biaya pengemasan.

Kriteria nilai tambah adalah :

1. Jika NT > 0, berarti Penggunaan Rice Milling Unit memberikan nilai tambah (positif).

2. Jika NT ≤ 0, berarti Penggunaan Rice Milling Unit tidak memberikan nilai tambah (negatif).

D.Program Pascapanen

Dalam rangka mengamankan produksi tanaman pangan maka Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan telah menyusun program dan kegiatan. Kegiatan penanganan pasca panen tanaman pangan merupakan salah satu rencana dan strategi dalam rangka mengamankan produksi tanaman pangan melalui penurunan susut hasil tanaman pangan dan mempertahankan mutu sesuai permintaan pasar (Anggoro, 2013).

Bantuan sarana pascapanen tanaman pangan yang dilaksanakan merupakan upaya Pemerintah dalam membantu gabungan kelompok tani (gapoktan). Bantuan tersebut merupakan bantuan sosial berupa barang atau sarana. Jenis dan jumlah bantuan sarana disesuaikan dengan kebutuhan gapoktan. Kabupaten/Kota mendapatkan alokasi bantuan sosial pascapanen maksimal satu paket tiap komoditas maka pengadaan sarana pascapanen dilaksanakan secara langsung. Jika dalam satu Kabupaten/Kota mendapat alokasi bantuan sosial pascapanen lebih dari satu paket dalam satu komoditas maka pengadaan sarana pascapanen


(32)

dilaksanakan secara pelelangan umum. Pengadaan sarana pascapanen di atas Rp 200 juta dilaksanakan secara pelelangan umum oleh Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota sampai titik bagi di lokasi gapoktan penerima bantuan (Anggoro, 2013).

Sasaran utama pembangunan tanaman pangan 2010-2014 yaitu terwujudnya: 1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan, 3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor serta 4) peningkatan kesejahteraan petani. Sasaran diatas disebut juga dengan empat sukses Kementerian Pertanian (Anggoro, 2013).

Pengamanan produksi merupakan salah satu kegiatan yang terkait dan mendukung penanganan pascapanen tanaman pangan. Peningkatan produksi diharapkan dapat memacu peningkatan pendapatan. Penanganan pascapanen yang tepat dan benar merupakan faktor yang mendukung peningkatan produksi. Sasaran penanganan pascapanen tanaman pangan adalah: 1) turunnya tingkat susut hasil (losses) tanaman pangan, 2) tercapainya perbaikan mutu hasil panen tanaman pangan sesuai permintaan pasar, 3) tercapainya perpanjangan masa simpan hasil tanaman pangan, 4) meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk tanaman pangan, 5) tersusunnya pengembangan sistem pengelolaan pascapanen tanaman pangan. 6) terbentuknya pengembangan dan pemantapan kelembagaan pascapanen (Anggoro, 2013).

Mekanisme pemberian bantuan dapat dilakukan sebagai berikut (Anggoro, 2013): 1. Dinas Pertanian Kabupaten/Kota melakukan identifikasi calon penerima dan calon lokasi (CPCL) bantuan sarana pascapanen tanaman pangan APBN 2012


(33)

berdasarkan proposal yang dibuat poktan/gapoktan dan menganalisa serta memverifikasi secara obyektif dengan memperhatikan kriteria yang dipersyaratkan.

2. Dinas Pertanian Kabupaten/Kota menetapkan calon penerima bantuan atas dasar hasil verifikasi dan membuat kesepakatan tertulis dengan pihak penerima bantuan dan dibuat dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota tentang penetapan calon penerima bantuan sarana pascapanen tanaman pangan.

3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pertanian Kabupaten mengajukan pencairan administrasi keuangan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Kabupaten/Kota. Pencairan administrasi tersebut dilengkapi dengan SK penetapan calon penerima bantuan, Rencana Usaha Kelompok (RUK), surat perjanjian bantuan sarana pascapanen tanaman pangan, dan fotocopy rekening bank poktan/gapoktan penerima bantuan agar KPPN dapat mentransfer dana. Bantuan tersebut langsung dikirim ke rekening poktan/gapoktan penerima bantuan.

4. Dana bantuan segera dicairkan oleh poktan/ gapoktan dan dibelikan sarana pascapanen tanaman pangan yang dibutuhkan poktan/gapoktan dengan

pengawalan teknis dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota bersama Dinas Pertanian Provinsi.

5. Khusus dalam pengadaan sarana pengering padi (gabah)/vertical dryer yang merupakan model/ percontohan.


(34)

Transfer dana

Alur Mekanisme Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan (Anggoro, 2013).

Keterangan:

: Alur kebijakan pemberian : Pengusulan bantuan

Dasar penetapan CPCL oleh daerah : Konsultasi dan persetujuan CPCL vertical dryer ke Provinsi

: Alur pencairan dana : Pengawalan CPCL

PEMERINTAH/KEMENTAN Dinas Pertanian/Provinsi Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Gapoktan PPK KPPN Daerah sentra produksi Proposal dari gapoktan Gapoktan masih aktif Gapoktan bersedia memenuhi kewajiban Gapoktan berpengalaman operasionalkan sarana pascapanen Gapoktan mengelola sarana pascapanen secara profesional


(35)

E.Konsep Pengeringan

Pengeringan gabah merupakan kegiatan pascapanen yang penting dalam mempertahankan mutu gabah agar tetap baik. Tujuan utama dari proses

pengeringan ialah menurunkan kadar air gabah. Kadar air gabah saat panen antara 22-25 % dikeringkan hingga 14 % agar tahan disimpan (Pitojo, 2000).

Pengeringan gabah harus berlangsung dalam waktu yang tidak terlalu lama. Gabah yang basah menyebabkan berkecambah dan lebih mudah terkena

kontaminasi oleh jamur yang akan merusak gabah tersebut. Jamur memerlukan kadar air tertentu untuk dapat tumbuh dan berkembang biak. Kadar air menurut penelitian sekitar 14 % memungkinkan jamur tumbuh baik. Pada kadar air 14 % atau kurang pertumbuhan itu terhambat (Sediaoetama, 1999).

Proses pengeringan gabah terdapat dua cara (Balai Besar Penelitian Tanaman Pangan, 2013) :

1. Pengeringan manual (penjemuran)

Penjemuran gabah merupakan proses pengeringan alami menggunakan tenaga matahari sebagai sumber energinya. Pengeringan dilakukan dengan cara meletakkan (menghamparkan) gabah di atas lantai jemur maupun di atas terpal dan dihamparkan dengan ketebalan yang ideal sekitar 3-5 cm pada interval waktu tertentu. Kelemahan pengeringan dengan cara penjemuran antara lain tergantung cuaca, sukar dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas, mudah

terkontaminasi dan memerlukan waktu yang lama. Namun demikian ada beberapa keuntungan pengeringan dengan cara penjemuran, yaitu biaya relatif murah, serta pelaksanaannya mudah.


(36)

2. Pengering buatan

Pengering buatan merupakan alternatif pengeringan padi bila penjemuran dengan matahari tidak dapat dilakukan. Pengering buatan pada dasarnya terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : a) kotak pengering, b) kompor pemanas dan c)

kipas/blower. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan pengering buatan adalah : a) proses pengeringan tidak tergantung pada cuaca, b) kapasitas pengeringan dapat ditentukan sesuai yang diperlukan, c) kondisi pengeringan dapat dikontrol dan d) kualitas hasil pengeringan lebih terjamin dan seragam.

Pengeringan buatan atau mekanis dibagi dalam tiga tipe, yaitu (1) Tipe bak datar (Flat Bed Dryer) yaitu biji-bijian yang akan dikeringkan ditempatkan pada bak pengering, (2) Tipe sirkulasi (Circulation Batch Dryer) yaitu biji-bijian yang akan dikeringkan akan melalui proses pengeringan dengan aliran massa atau biji-bijian yang diembuskan dengan udara panas secara sirkulasi, (3) Tipe rotasi dengan aliran campur (Mix Flow Rotating Dryer) yaitu biji-bijian yang dikeringkan akan diembus oleh udara panas dari posisi vertical, bercampur dengan arah berlawanan dari aliran massa (Hadiutomo, 2011).

Beberapa hal yang berpengaruh dalam penyimpanan gabah (Pitojo, 2000) : a. Kadar air

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air gabah sangat menentukan mutu gabah untuk disimpan. Semakin rendah kadar air di awal penyimpanan, gabah tahan disimpan lama. Gabah berkadar air 8–10% mampu disimpan lebih dari 6 bulan dengan sedikit mengalami penurunan daya tumbuh.


(37)

Gabah dengan kadar air lebih dari 14 % mempunyai daya tumbuh yang cepat merosot dan cenderung terjadi gabah kunyit. Jika gabah tersebut digiling akan menghasilkan beras bermutu rendah.

b. Kotoran

Gabah yang disimpan harus dalam keadaan kering. Gabah simpan yang terkontaminasi jamur akan menjadi rusak. Sisa kotoran yang terbawa dalam penyimpanan cenderung meningkatkan kelembapan gabah. Faktor tersebut akan mendorong gabah mudah berkecambah dan merusak kualitas gabah.

c. Hama

Tempat untuk menyimpan gabah harus terbebas dari hama. Hama yang sering menyerang gabah dalam penyimpanan yaitu tikus. Hama gudang mengakibatkan kerusakan dan berpengaruh buruk terhadap kesehatan gudang.

F. Konsep Penggilingan

Butiran padi memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, sehingga perlu dipisahkan dengan cara penggilingan. Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras yang meliputi pengupasan sekam, pemisahan gabah, penyosohan, pengemasan dan penyimpanan. Mutu dan rendemen beras dipengaruhi oleh perlakuan prapanen dan pasca panen. Beras giling yang baik memiliki persyaratan bebas hama penyakit, tidak berbau apek, tidak bercampur dedak, tidak bercampur bahan kimia yang berbahaya, serta butir yang rusak hanya sedikit. Kualitas beras dibedakan menjadi dua yaitu kualitas beras A dan B.


(38)

Kualitas beras A lebih baik dibandingkan kualitas beras B yang dapat dilihat pada Tabel 6 (Pitojo, 2000).

Tabel 2. Kualitas A dan B beras giling.

Karakter Kualitas A (%) Kualitas B (%)

Butir pecah maksimum 10,00 35,00

Butir menir maksimum 1,00 2,00

Butir mengapur/ hijau maksimum 1,00 3,00 Butir rusak/ kuning maksimum 0,05 3,00

Butir merah maksimum 0,00 3,00

Butir gabah per 100 g maksimum 0,00 2,00 Sumber : Pitojo, 2000.

Untuk melakukan penggilingan padi diperlukan rangkaian mesin. Mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian mesin yang terdiri dari mesin pemecah kulit gabah (husker) dan mesin penyosoh/pemoles beras (polisher). Kelengkapan rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir beras (Hadiutomo, 2011).

Penggilingan padi dibagi menjadi 3 kelas (Hadiutomo, 2011) : 1a. Penggilingan padi kecil (PPK),

Penggilingan padi dengan kapasitas produksi < 1 ton gabah per jam yang terdiri dari mesin pemecah kulit (husker) dan mesin pemisah gabah (polisher) yang terpisah.

1b. Rice Milling Unit (RMU),

Penggilingan padi dengan kapasitas < 1 ton gabah per jam yang terdiri dari mesin pemecah kulit (husker) dan mesin penyosoh (polisher) yang menyatu.


(39)

1. Penggilingan Padi Menengah (PPM),

Penggilingan padi dua phase atau lebih dengan kapasitas produksi 1-3 ton per jam yang terdiri dari mesin pembersih gabah (cleaner), mesin pemecah kulit (husker), mesin pemisah gabah (separator) dan mesin penyosoh (polisher) sebanyak dua unit.

2. Penggilingan Padi Besar (PPB),

Penggilingan padi tiga phase atau lebih dengan kapasitas produksi lebih besar dari 3 ton gabah per jam yang terdiri dari mesin pengering vertical (vertical dryer), mesin pembersih (cleaner), mesin pemecah kulit (husker), mesin pemisah gabah (separator), dan mesin penyosoh beras (polisher) sebanyak tiga unit atau lebih serta mesin pemisah menir (shifter).

G.Konsep padi

Padi (Oryza sativa ) merupakan tanaman yang membutuhkan air yang cukup dalam hidupnya. Tanaman ini tergolong semi-aquatis yang cocok ditanam di lokasi tergenang. Biasanya padi ditanam di sawah yang menyediakan kebutuhan air cukup untuk pertumbuhannya. Meskipun demikian padi juga dapat

diusahakan di lahan kering atau ladang. Namun, kebutuhan airnya pun harus terpenuhi (Utomo dan Nazaruddin,1996).

Terdapat beberapa sistem budidaya yang dikenal di Indonesia (Utomo,1990) : 1) Bertanam padi di sawah tadah hujan

Dalam mengusahakan padi di sawah, soal yang terpenting adalah bidang tanah yang ditanami harus dapat: a) Menanam air sehingga tanah itu dapat digenangi air,


(40)

b) Mudah memperoleh dan melepaskan air dan c) Bertanam Padi Gogo Rancah (lahan kering).

2) Padi yang di tanam pada lahan kering atau ladang atau biasa disebut padi gogo relatif lebih mudah dibandingkan dengan padi sawah tadah hujan. Dalam sistem penggarapan padi di lahan kering atau ladang ini biasa dikerjakan sebelum musim penghujan tiba. Sementara dalam proses pembibitan atau penanamannya, padi gogo rancah ini tidak memerlukan persemaian, sehingga benih dapat langsung ditanam di sawah sebelum atau pada permulaan musim hujan sehingga tidak ada resiko bibit menjadi terlalu tua.

3) Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah (TOT)

Bertanam padi sawah tanpa olah tanah ini tidak berarti bahwa tidak ada persiapan sama sekali. Sistem ini masih merupakan bagian pengolahan tanah konservasi yang melibatkan perbedaan mendasar dengan penanaman padi biasa. Pembajakan dan pencangkulan di dalam sistem TOT ini tidak ada dan dalam sistem TOT ini dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman padi (singgang) atau gulma yang tumbuh.

Proses budidaya padi sawah terdiri dari : 1. Pengolahan tanah

Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan pembajakan menggunakan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk


(41)

kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional) banyak kelemahan yang timbul penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air semakin terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh petani ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi (Soemarjon,dkk,1990).

2. Persiapan benih

Menentuan benih padi yang akan digunakan untuk bercocok tanam sangat penting. Benih padi yang digunakan akan mempengaruhi hasil panen. Benih berkualitas tinggi adalah benih yang baik, baik dalam mutu genetis, fisiologis maupun fisik. Kemurnian mutu benih dinilai melalui pertanaman yang dicerminkan di lapangan maupun kemurnian benih hasil pengujian di

laboratorium (Sutopo, 2002). Lebih lanjut AAK (1983) menjelaskan sifat-sifat benih yang baik yaitu : Benih yang kering yaitu benih yang dihasilkan pembiakan tanaman secara generatif, yang biasanya dari biji atau dari buah kering yang berkadar air sekitar 7-16%.

Sertifikasi benih adalah suatu cara pemberian sertifikasi atas cara perbanyakan, produksi dan penyaluran benih yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia. Tujuan sertifikasi benih adalah

memelihara kemurnian mutu benih dari varietas unggul serta menyediakan benih secara kontinu kepada petani. Kelas benih yang telah disertifikasi dibagi menjadi empat kelas, yaitu : 1) Benih penjenis adalah benih yang diproduksi di bawah


(42)

pengawasan pemulia tanaman yang bersangkutan atau instansi. 2) Benih dasar adalah keturunan pertama dari benih penjenis yang diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat hingga kemurnian varitas yang tinggi dapat dipelihara. 3) Benih pokok adalah keturunan dari benih penjenis atau benih dasar yang diproduksi dari pemeliharaan sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varitas memenuhi standar mutu yang ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih pokok. 4) Benih sebar adalah keturunan dari benih penjenis. Benih pokok yang diproduksi dan dipelihara sedemikian sehingga identitas dan tingkat kemurnian dapat dipelihara dan memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan dan telah disertifikasi (Sutopo, 2002).

Penyemaian benih untuk 1 ha padi sawah diperlukan 25-40 kg benih. Lahan persemaian disiapkan 50 hari sebelum persemaian. Luas persemaian kira-kira 1/20 dari areal sawah yang akan ditanami. Lahan persemaian dibuat bedengan sepanjang 500-600 cm, lebar 120 cm dan tinggi 20 cm. Sebelum penyemaian, taburi pupuk urea dan TSP-36 masing-masing 10 gram/meter persegi. Benih disemai dengan kerapatan 75 gram/meter persegi. Persemaian diairi dengan berangsur sampai setinggi 5 cm. Semprotkan pestisida pada hari ke 7 dan taburi pupuk urea 10 gram/meter persegi pada hari ke 10 (Aak, 1990).

3. Pemindahan bibit

Bibit yang siap dipindahtanamkan ke sawah berumur 25-40 hari, berdaun 5-7 helai, batang bawah besar dan kuat, pertumbuhan seragam, dan tidak terserang hama dan penyakit (Aak, 1990).


(43)

3. Teknik penanaman

Pada areal beririgasi lahan dapat ditanami padi 3 kali setahun, tetapi pada sawah tadah hujan harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija. Pergiliran tanaman ini juga dilakukan pada lahan beririgasi, biasanya setelah satu tahun menanam padi. Untuk meningkatkan produktifitas lahan, seringkali dilakukan tumpang sari dengan tanaman semusim lainnya, misalnya padi gogo dengan jagung atau padi gogo diantara ubi kayu dan kacang tanah. Pada penanaman padi sawah, tanaman tumpang sari ditanam di pematang sawah, biasanya berupa

kacang-kacangan. Bibit ditanam pada larikan dengan jarak tanam 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm, tergantung pada varietas padi, kesuburan tanah dan musim (Aak, 1990).

4. Pemeliharaan tanaman

Pengarangan dan penyulaman-penyulaman tanaman yang mati dilakukan paling lama 14 hari setelah tanam. Penyiangan dilakukan dengan mencabut rumput-rumput yang dikerjakan sekaligus dengan menggemburkan tanah. Penyiangan dilakukan dua kali yaitu pada saat berumur 3 dan 6 minggu dengan menggunakan landak (alat penyiang mekanis yang berfungsi dengan cara didorong) atau cangkul kecil (Aak, 1990).

5. Pengairan

Air berasal dari sumber air yang telah ditentukan dinas pengairan atau dinas pertanian dengan aliran air tidak deras, air harus bisa menggenangi sawah dengan merata, lubang pemasukan dan pembuangan air terletaknya bersebrangan agar air merata di seluruh lahan, air mengalir membawa lumpur dan kotoran yang


(44)

diendapkan pada petak sawah. Kotoran berfungsi sebagai pupuk, genangan air harus pada ketinggian yang telah ditentukan. Setelah tanam, sawah dikeringkan 2-3 hari kemudian diairi kembali sedikit demi sedikit. Sejak padi berumur 8 hari genangan air mencapai 5 cm pada waktu padi berumur 8-45 hari kedalaman air ditingkatkan menjadi 10 sampai dengan 20 cm. Pada waktu padi mulai berbulir, penggenangan sudah mencapai 20-25 cm, pada waktu padi menguning ketinggian air dikurangi sedikit demi sedikit (Aak, 1990).

6. Pemupukan padi sawah

Pupuk kandang 5 ton/ha diberikan ke dalam tanah dua minggu sebelum tanam pada waktu pembajakan tanah sawah. Pupuk anorganik yang dianjurkan urea =300 kg/ha, TSP 36 = 75-175 kg/ha dan KCl = 50 kg/ha. Pupuk urea diberikan 2 kali, yaitu pada 3-4 minggu dan 6-8 minggu setelah tanam. Urea disebarkan dan diinjak agar terbenam. Pupuk TSP diberikan satu hari sebelum tanam dengan cara disebarkan dan dibenamkan. Pupuk KCl diberikan 2 kali yaitu pada saat tanam dan saat menjelang keluar malai (Aak, 1990).

7. Hama, penyakit dan gulma

Hama putih (Nymphula depunctalis), padi trip (Trips oryzae), ulat tentara (Pseudaletia unipuncta, berwarna abu-abu; Spodoptera litura, berwarna coklat hitam; S. Exempta, bergaris kuning). Pengendalian yairu dengan cara mekanis dan insektisida sevin, diazenon, sumithion dan agrocide. Wereng penyerang batang padi, walang sangit (Leptocoriza acuta), kepik hijau (Nezara viridula), penggerek batang padi, hama tikus (Rattus argentiventer), burung. Bercak daun coklat, blast, penyakit garis coklat daun, busuk pelepah daun, penyakit fusarium


(45)

penyakit bakteri daun bergaris/leafstreak penyakit kerdil, penyakit tungro. Gulma yang tumbuh diantara tanaman padi adalah rumpu-rumputan seperti rumput teki dan gulma berdaun lebar. Pengendalian dengan cara mencabut/ menyiangi, jarak tanam yang tepat dan penyemprotan herbisida basagran 50 ML, difenex 7G, DMA 6 (Aak, 1990).

8. Pemanenan padi dan pascapanen

Padi perlu dipanen pada saat yang tepat untuk mencegah mendapat gabah berkualitas rendah yang masih banyak mengandung butir hijau dan butir kapur. Padi yang dipanen muda jika digiling akan menghasilkan banyak beras pecah. Secara umum padi dipanen saat berumur 80-110 hari. Ciri-ciri padi yang sudah siap dipanen yaitu (a) bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning, (b) tangkai menunduk karena sarat menanggung butir-butir padi atau gabah yang bertambah berat dan (c) butir padi bila ditekan terasa keras dan berisi (Utomo dan Nazaruddin, 1996).

Cara pemanenan yaitu keringkan sawah 7-10 hari sebelum panen, gunakan sabit tajam untuk memotong pangkal batang, simpan hasil panen di suatu wadah atau tempat yang dialasi. Dengan menanam dan penanaman dan pemeliharaan yang insentif, diharapkan produksi mencapai 7 ton/ha. Perontokan dilakukan dengan cara membersihkan gabah dengan diayak atau ditapi. Kadar kotoran tidak boleh lebih dari 3%, jemur gabah selama 3-4 hari selama 3 jam per hari sampai kadar airnya 14 %. Penyimpanan gabah dimasukan gabah kedalam karung bersih dan jauhkan dari beras karena dapat tertulari hama beras. Gabah siap dibawa


(46)

ketempat penggilingan beras (Aak, 1990). Standar mutu gabah dapat dilihat pada Tabel 7 yang meliputi persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif.

Tabel 3. Pesyaratan mutu gabah

Komponen (%) maksimum Kualitas

I II III

Kadar air 14,0 14,0 14,0

Gabah hampa 1,0 2,0 3,0

Butir rusak + Butir kuning 2,0 5,0 7,0

Butir mrngapur + Gabah muda 1,0 5,0 10,0

Butir merah 1,0 2,0 10,0

Benda asing 0,0 0,5 4,0

Gabah Varietas lain 2,0 5,0 1,0

(http://websisni.bsn.go.id) diakses 5 Januari 2013.

Persyaratan kualitatif terdiri dari a) bebas hama dan penyakit, b) bebas bau busuk, asam atau bau-bau lainnya, c) bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya, d) gabah tidak boleh panan (belum umur panen).

Karakter beras dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Karakter yang diturunkan secara genetik yaitu bentuk, warna, pengapuran, kandungan amilosa-amil opektin, konsistensi gel, suhu gelatinisasi dan aroma beras. Faktor

lingkungan yang mempengaruhi karakter antara lain varietas butir kuning rusak, butir hijau mengapur, butir retak, dan kadar air beras (Wibowo, 2009).

H.Tinjauan Penelitian Terdahulu

Kusumawati (2012) menyatakan bahwa penggunaan mesin pengering gabah buatan berpengaruh dan berperan penting dalam meningkatkan volume gabah kering panen khususnya pada musim hujan. Volume gabah kering panen yang


(47)

dihasilkan oleh usaha penggilingan padi dengan pengering buatan lebih besar daripada volume gabah kering panen tanpa pengering buatan. Keuntungan per ton gabah pada usaha penggilingan padi dengan pengering buatan lebih kecil daripada tanpa pengering buatan. Hal tersebut karena besarnya biaya produksi yang

dikeluarkan dan pada musim kemarau pengering buatan masih digunakan.

Lebih lanjut Raharjo (2012) menyatakan bahwa rendemen beras hasil

penggilingan RMU pada gabah yang berasal dari pengeringan box dryer adalah sebesar 63,5% sedangkan dengan cara penjemuran sebesar 61,6%. Angka susut penggilingan pada gabah yang dikeringkan dengan sinar matahari adalah sebesar 5,99% sedangkan pada gabah yang dikeringkan dengan box dryer adalah sebesar 4,92%.

Penelitian Hasbullah (2009) menyatakan bahwa varietas padi berpengaruh

terhadap susut penggilingan. Padi varietas Cibogo menghasilkan rendemen giling paling tinggi mencapai rata-rata 67.80 % dibadingkan Ciherang (62.61 %) dan Hibrida (60.78 %). Padi varietas Cibogo juga menghasilkan susut penggilingan paling rendah (1.41 %) dibandingkan Ciherang (3.43 %) dan Hibrida (3.03 %). Konfigurasi penggilingan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen dan susut penggilingan, namun berpengaruh terhadap mutu beras yang dihasilkan. Penyosohan sebanyak dua kali cenderung menurunkan kandungan beras kepala dan meningkatkan butir patah, namun mampu meningkatkan derajat sosoh.

Penelitian Laila (2012) biaya total rata-rata untuk petani yang menggunakan benih padi bersertifikat lebih besar dibandingkan petani yang tidak menggunakan benih


(48)

bersertifikat. Besarnya biaya total rata-rata berpengaruh terhadap pendapatan. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan oleh petani dalam satu kali musim tanam (biaya eksplisit dan biaya implisit). Pendapatan total rata-rata yang diperoleh petani bersertifikat lebih besar dari petani tidak bersertifikat.

Nugraha (2007) menyatakan bahwa petani yang melakukan penanganan pasca panen sendiri akan banyak memperoleh nilai tambah. Pengeringan gabah dengan bahan bakar sekam menghasilkan gabah dengan kualitas baik. Perlakuan

pengeringan dengan bahan bakar sekam juga akan meningkatkan rendemen beras dan mutu beras giling. Penerimaan petani yang menggunakan pengering gabah lebih besar dibandingkan petani yang menggunakan cara konvensional.

Penelitian Novia (2012) pada agroindustri SU, penepungan dilakukan dengan mengantarkan ubi kayu ke jasa penggilingan di sekitar lokasi agroindustri, sedangkan pada agroindustri SS penepungan dilakukan sendiri dengan

menggunakan mesin penepungan milik agroindustri. Ubi kayu yang telah digiling kemudian diberi air untuk dibentuk menjadi butiran. Agroindustri SU melakukan pembentukan butiran menggunakan ayakan bambu, sedangkan agroindustri SS menggunakan mesin granule. Ubi kayu yang telah diolah menjadi beras siger dalam satu kali produksi (tujuh hari) pada agroindustri SU di Kota Bandar Lampung memberikan nilai tambah lebih besar dibanding agroindustri SS di Kabupaten Lampung Selatan sedangkan pendapatan beras siger agroindustri SS lebih besar dibandingkan agroindustri SU.


(49)

I. Kerangka Pemikiran

Permasalahan yang terjadi di tingkat petani yaitu kualitas padi tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Faktor yang mempengaruhi yaitu kadar air yang tidak sesuai dengan standar sehingga membuat harga gabah kering mengalami penurunan dan tingginya kehilangan hasil saat proses penggilingan yang mengakibatkan kuantitas dan kualitas beras menurun.

Pemerintah melalui Dinas Pertanian memberikan bantuan kepada sejumlah Gapoktan melalui program pascapanen yang terdiri dari alat-alat pascapanen di antaranya yaitu pengering gabah dan RMU. Adanya bantuan tersebut membantu petani mengatasi kehilangan hasil pasca panen. Sarana produksi yang diberikan kepada petani diharapkan dapat memberikan pertambahan nilai sehingga menjadi nilai tambah bagi petani dan pendapatan petani juga mengalami kenaikan. Kerangka pemikiran analisis tingkat pendapatan dan nilai tambah petani peserta program pascapanen di Kabupaten Lampung Timur disajikan pada Gambar 1.

J. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut : 1. Pendapatan usahatani padi dan pascapanen pada petani peserta program lebih

tinggi dibandingkan petani bukan peserta program pascapanen. 2. Nilai tambah pada petani peserta program pascapanen bernilai positif.


(50)

Gambar 1. Kerangka pemikiran tingkat pendapatan dan nilai tambah usahatani padi pada petani peserta program pascapanen

di Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur Gabah Giling

Rendemen,output Pascapanen Gabah

Gabah Kering

Varietas, Kualitas, Harga

Nilai tambah Petani

Program pascapanen

Petani Nonprogram

pascapanen

Penerimaan Program pascapanen

Biaya Biaya


(51)

III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Metode survei merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan langsung terhadap gejala dalam suatu masyarakat baik populasi besar atau kecil. Sebelum melakukan penelitian perlu diketahui beberapa hal di antaranya yaitu : batasan operasional variabel penelitian, lokasi, waktu, dan pengumpulan data penelitian, penentuan sampel dan jumlah sampel penelitian, serta metode yang digunakan untuk menganalisis data. Hal-hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :

A.Batasan Operasional Variabel

Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang berhubungan dengan nilai tambah dan pendapatan petani padi ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 1. Definisi operasional variabel

No Variabel Definisi Operasional Satuan

1 Luas lahan Luas lahan adalah luas areal usahatani padi yang

digunakan untuk menanam padi

Ha

2 Benih Benih padi adalah biji padi yang akan digunakan

untuk usahatani padi yang terdiri dari benih bersertifikat maupun benih tidak bersertifikat.

Kg

3 Pupuk Pupuk adalah banyaknya unsur hara buatan yang

digunakan dalam berusahatani padi yang terdiri dari pupuk Urea, KCL, NPK, Za, SP36.


(52)

No Variabel Definisi Operasional Satuan

4 Pupuk kandang Pupuk kandang adalah banyaknya pupuk kandang

yang berupa kotoran ternak yang digunakan oleh petani dalam proses usahatani padi satu kali musim tanam.

Kg

5 Umur Umur petani responden sebagai pelaku usahatani

padi yang dihitung sejak tanggal lahir sampai dengan waktu penelitian yang dinyatakan dalam tahun.

Th

6 Pendidikan Lama menempuh pendidikan formal yang tertinggi

dari responden. th

7 Tenaga kerja Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang

digunakan dalam kegiatan usahatani hingga pasca panen padi yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga (Suratiyah, 2006).

HOK

8 Produksi padi Produksi padi adalah jumlah hasil panen yang

diterima oleh petani.

kg

9 Harga produksi Harga yang diperoleh petani atas penjualan per

unit hasil produksi (Suratiyah, 2006).

Rp/kg

10 Pascapanen Kegiatan yang dimulai dari proses panen sampai

dengan proses menghasilkan beras (Anggoro, 2013).

-

11 Beras Giling Beras yang telah mengalami proses penghilangan

sekam, lapisan aleuron (dedak) dan kotiledon. Beras giling disebut juga beras sosoh (Balai besar penelitian, 2014).

kg

12 Rendemen beras

giling

Perolehan banyaknya beras giling yang

dihasilkan dari proses penggilingan gabah (Balai besar penelitian tanaman padi, 2014).

kg

13 RMU Alat penggilingan padi, untuk mengolah padi

lebih lanjut menjadi beras.

unit

14 Biaya tetap Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dan

besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan (Suratiyah, 2006).

Rp

15 Biaya variabel Biaya yang digunakan untuk membeli atau

menyediakan bahan baku yang habis dalam satu kali produksi. Adapun yang dimasukkan dalam biaya variabel antara lain biaya sarana produksi dan tenaga kerja luar usahatani dengan satuan Rp (Suratiyah, 2006).

Rp

16 Biaya Total Penjumlahan antara biaya tetap dan biaya

variabel (Suratiyah, 2006).

Rp

17 Penerimaan Jumlah produksi dikalikan dengan harga produksi

(Suratiyah, 2006).

Rp

18 Pendapatan Selisih antara penerimaan total dengan biaya total

(Rahim dan Hastuti, 2007).

Rp

19 Nilai tambah Nilai produksi barang akhir dikurangi biaya

bahan mentah (Zakaria, 2006).


(53)

B.Lokasi, Waktu dan Pengumpulan Data Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2014. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani padi menggunakan

kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah disiapkan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat statistik, dan lembaga lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

C. Penentuan Sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap, sebagai berikut: 1. Penentuan kabupaten dan kecamatan

Kabupaten dan kecamatan ditentukan secara sengaja (purposive). Kabupaten yang dipilih sebagai daerah penelitian yaitu Kabupaten Lampung Timur yang merupakan sentra produksi padi terbesar di Lampung. Kecamatan yang dipilih yaitu Kecamatan Raman Utara dengan pertimbangan kecamatan tersebut menerima bantuan berupa program pascapanen. Bantuan ini sudah berjalan selama dua tahun.

2. Penentuan desa dan kelompok tani

Desa penelitian dan sampel kelompok tani ditentukan secara sengaja (purposive). Desa yang terpilih yaitu Desa Raman Fajar dan Desa Ratna Daya. Desa Raman Fajar dipilih dengan pertimbangan bahwa desa tersebut menerima bantuan berupa program pascapanen. Desa Ratna Daya dipilih sebagai pembanding desa yang


(54)

tidak mendapat bantuan dengan pertimbangan desa tersebut memiliki lantai jemur terbanyak berdasarkan informasi penyuluh.

Masing-masing Desa Raman Fajar dan Ratna Daya dipilih dua kelompok tani sebagai sampel. Sampel dari 24 kelompok tani di Desa Raman Fajar yang dipilih yaitu kelompok tani Margo Rahayu dan Harapan Makmur dengan pertimbangan kelompok tani yang aktif dalam kegiatan. Sampel dari 27 kelompok tani di Desa Ratna Daya yang dipilih adalah kelompok tani Sedio Mulyo dan Subur Makmur dengan pertimbangan kelompok tani yang memiliki lantai jemur terbanyak berdasarkan informasi penyuluh. Jumlah total responden yang diambil dari kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 2. Sebaran kepemilikan lahan petani padi di Desa Ratna Daya dan Raman Fajar Kecamatan Raman Utara

Luas Lahan (Ha) Nonprogram Pascapanen Program Pascapanen Total Sedio Mulyo Subur Makmur Margo Rahayu Harapan Makmur

0,25-0,49 4 5 7 5 21

0,50-0,74 10 13 10 14 47

> 0,75 11 7 8 6 32

Jumlah 25 25 25 25 100

3. Penentuan Responden

Kerangka sampel dilakukan dengan cara mengurutkan petani yang menjadi sampel berdasarkan luas lahan. Pengurutan sampel dimulai dari luas lahan terkecil yaitu 0,25 Ha. Langkah selanjutnya adalah menggolongkan luas lahan menjadi 3 golongan, seperti yang terdapat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah petani sebanyak 100 orang yang dijadikan sebagai sampel.


(55)

D.Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis pendapatan (Rahim dan

Hastuti, 2007), analisis nilai tambah (Hayami, 1987) dan uji beda pendapatan antara petani peserta program dan petani bukan peserta program pascapanen dengan independent t-test (Sugiono, 1999). Alat bantu pengolahan data yang digunakan adalah program Microsoft Excell. Hasil analisis kuantitatif yang dilakukan kemudian dideskripsikan.

a. Analisis Pendapatan

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Penerimaan total dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan oleh tingkat harga yang berlaku pada saat produk tersebut dijual (Rahim dan Hastuti, 2007).

Perumusan pendapatan sebagai berikut :

π = TR – TC = Y . Py – ( X . Px ) – BTT Keterangan :

π = pendapatan TR = total penerimaan TC = total biaya Y = produksi

Py = harga satuan produksi X = faktor produksi Px = harga faktor produksi BTT = biaya tetap total R/C = Total Penerimaan


(56)

Kriteria pengambilan keputusan :

1. Jika R/C ≤ 1, maka usahatani padi yang dilakukan secara ekonomi belum menguntungkan.

2. Jika R/C > 1, maka usahatani padi yang dilakukan secara ekonomi menguntungkan.

3. Jika R/C = 1, maka usahatani padi berada pada titik impas.

b. Independent sample t-test

Metode yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata pendapatan antara petani peserta program pascapanen dan petani padi nonprogram pascapanen dengan Independent sample t-test. Sampel dalam penelitian ini diambil dari dua kelompok yang berbeda (Sugiyono, 1999 ).

Uji Hipotesis : Ho : u1 = u2

H1 : u1 ≠ u2

Keterangan :

u1 = rata-rata pendapatan usahatani padi dan pascapanen pada petani peserta

program pascapanen

u2 = rata-rata pendapatan usahatani padi dan pascapanen pada petani bukan

peserta program pascapanen.

Ho : u1 = u2 berarti tidak ada perbedaan pendapatan petani peserta program dan


(57)

H1 : u1 ≠ u berarti ada perbedaan pendapatan petani peserta program dan petani

bukan peserta program pascapanen di Kabupaten Lampung Timur.

Prasyarat Independent sample t-test yaitu data berbentuk interval atau rasio, data sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal, variansi antara dua sampel yang dibandingkan tidak berbeda secara signifikan (homogen), data berasal dari dua sampel yang berbeda. Uji Independent sample t-test dapat dilakukan dengan alat bantu SPSS versi 16. Hasil uji Independent t-test dapat dilihat dengan asumsi varians kedua kelompok sama (equal variances assumed) dan asumsi varian kedua kelompok tidak sama (equal varians not assumed) yang dilihat dari uji kesamaan varian melalui uji levene. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai sig-2tailed<alpha maka H0 ditolak, dan jika nilai sig-2tailed>alpha maka H0

diterima dengan nilai alpha, sebesar 0,05. Apabila H0 ditolak , artinya ada

perbedaan pendapatan antara petani peserta program dan nonprogram pascapanen di Kabupaten Lampung Timur.

c. Analisis Nilai Tambah

Pengertian nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberikan pada komoditi yang bersangkutan. Input

fungsional tersebut berupa proses mengubah bentuk (form utility), memindahkan tempat (place utility), maupun menyimpan (time utility) (Hayami, 1987).

Proses pengolahan gabah menjadi beras mengakibatkan bertambah nilai komoditi tersebut. Penentuan besarnya nilai tambah gabah menjadi beras dengan


(58)

menggunakan pengering gabah dan RMU di Kecamatan Raman Utara dapat dilakukan dengan menggunakan metode nilai tambah Hayami pada Tabel 10.

Tabel 3. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami.

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga 1 2 3 4 5 6 7 Output (Kg/Bulan) Bahan Baku (Kg/Bulan) Tenaga Kerja (HOK/Bulan) Faktor Konversi

Koefisien Tenaga Kerja Harga Output (Rp/Kg)

Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK)

A B C D = A/B E = C/B

F G Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg)

8 9 10 11 a b 12 a b 13 a b

Harga Bahan Baku (Rp/Kg) Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) Nilai Output

Nilai Tambah (NT) Rasio Nilai Tambah Imbalan Tenaga Kerja Bagian Tenaga Kerja Keuntungan

Tingkat Keuntungan

H I J = D x F K = J – I – H L% = (K/J) x 100%

M = E x G N% = (M/K) x 100%

O = K – M P% = (O/K) x 100% Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14 a b c Margin Keuntungan Tenaga Kerja Input Lain

Q = J – H R = O/Q x 100% S = M/Q x 100% T = I/Q x 100%

Sumber : Hayami (1987).

Keterangan :

A = Output/total produksi beras yang dihasilkan oleh RMU.

B = Input/bahan baku yang digunakan untuk memproduksi beras yaitu gabah. C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi beras dihitung dalam

bentuk HOK (Hari Orang Kerja) dalam satu periode analisis. F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis.

G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi yang dihitung berdasarkan per HOK (Hari Orang Kerja).


(59)

H = Harga input bahan baku utama yaitu gabah per kilogram (kg) pada saat periode analisis.

I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya penyusutan, dan biaya pengemasan.

Kriteria nilai tambah adalah :

1. Jika NT > 0, berarti penggunaan Rice Milling Unit memberikan nilai tambah (positif).

2. Jika NT ≤ 0, berarti penggunaan Rice Milling Unit tidak memberikan nilai tambah (negatif).


(60)

IV. GAMBARAN UMUM

A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian

1. Keadaan Umum Kecamatan Raman Utara

Kecamatan Raman Utara merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung Timur dan berpenduduk 35.420 jiwa dengan luas wilayah 90,58 km2. Kecamatan Raman Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batanghari Nuban

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Purbolinggo dan Kecamatan Way Bungur.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah.

Ibukota Kecamatan Raman Utara berkedudukan di Desa Kota Raman. Wilayah Kecamatan Raman Utara meliputi 11 (sebelas) desa. Nama-nama desa dan luas wilayah desa di Kecamatan Raman Utara dapat dilihat pada Tabel 11.


(61)

Tabel 1. Luas wilayah desa di Kecamatan Raman Utara

Desa Luas (Ha)

1. Raman Aji 686,25

2. Rukti Sedio 862,00

3. Ratna Daya 725,00

4. Kota Raman 170,00

5. Rejo Binangun 943,00

6. Rantau Fajar 870,00

7. Raman Endra 665,00

8. Raman Fajar 1.003,75

9. Restu Rahayu 1.022,00

10. Rejo Katon 886,00

11. Rama Puja 1.225,00

Sumber: BPS Lampung Timur (2013).

Penduduk Kecamatan Raman Utara berjumlah 36.049 jiwa yang terdiri dari 18.406 jiwa laki-laki dan 17.643 jiwa perempuan yang mencakup 10.347 rumah tangga. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin per desa di Kecamatan Raman Utara Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 12. Jumlah penduduk di daerah penelitian yaitu Desa Ratna Daya adalah 3.569 jiwa dan Desa Raman Fajar adalah 3.149 jiwa.

Tabel 2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per desa di Kecamatan Raman Utara

Desa Jenis Kelamin Jumlah

(Orang)

Laki-laki Perempuan

1. Raman Aji

2. Rukti Sedio

3. Ratna Daya

4. Kota Raman

5. Rejo Binangun

6. Rantau Fajar

7. Raman Endra

8. Raman Fajar

9. Restu Rahayu

10. Rejo Katon

11. Rama Puja

3.085 1.479 1.790 1.108 1.938 1.596 1.431 1.504 688 1.679 2.108 2.985 1.402 1.779 1.053 1.937 1.553 1.286 1.427 716 1.518 1.987 6.070 2.881 3.569 2.161 3.875 3.149 2.717 2.931 1.404 3.197 4.095

Jumlah 18.406 17.643 36.049


(62)

2. Keadaan Umum Desa Penelitian

a. Keadaan Umum Desa Raman Fajar

Secara geografis, Desa Raman Fajar berbatasan dengan wilayah – wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Restu Rahayu b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ratna Daya c) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tegal Gondo d) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Raman Endra

Desa Raman Fajar memiliki luas wilayah 1.003,75 ha dan memiliki topografi datar dengan ketinggian 50 meter di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan berkisar antara 1,3 milimeter, sedangkan jumlah bulan hujan rata-rata per tahunnya adalah 6 bulan. Suhu udara rata-rata harian di Desa Raman Fajar Kecamatan Raman utara mencapai 25 - 34oC.

Tanah di Desa Raman Fajar sebagian besar berwarna merah dengan tekstur tanah berpasir. Penggunaan lahan di Desa Raman Fajar adalah untuk sawah,

tegal/ladang, pemukiman, pekarangan, perkebunan, dan lain-lain. Luas masing-masing penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 13.


(63)

Tabel 3. Sebaran penggunaan lahan di Desa Raman Fajar.

No Penggunaan lahan Luas lahan (Ha)

Persentase (%)

1 Sawah 352 37,33

2 Tegal / ladang 247 26,19

3 Pekarangan 116 12,30

4 Tanah perkebunan perorangan 116 12,30

5 Tanah Rawa 68 7,21

6 Perkantoran pemerintah, lapangan dan kas desa 44 4,67

Jumlah 943 100.00

Sumber: Profil Desa Raman Fajar (2014).

Tabel 13 menunjukkan penggunaan lahan terbesar terdapat di areal sawah dan ladang. Artinya sebagian besar penduduk Desa Raman Fajar bermata pencaharian sebagai petani yang didukung luas lahan areal sawah sebesar 352 ha, atau sekitar 37,33%.

b. Keadaan Umum Desa Ratna Daya

Secara geografis, Desa Ratna Daya berbatasan dengan wilayah – wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Raman Fajar b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rukti Sediyo c) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Purbolinggo d) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kota Raman

Desa Ratna Daya memiliki luas wilayah 725 ha. Desa Ratna Daya memiliki topografi yang datar dengan ketinggian 50 meter di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan berkisar antara 1,3 milimeter, sedangkan jumlah bulan hujan rata-rata


(64)

per tahunnya adalah 6 bulan. Suhu udara rata-rata harian di Desa Raman Fajar Kecamatan Raman Utara mencapai 25 - 34oC.

Tabel 4. Sebaran penggunaan lahan di Desa Ratna Daya

No Penggunaan lahan Luas lahan

(Ha)

Persentase (%)

1 Sawah 482 66,48

2 Tegal / ladang 106 14,62

3 Pemukiman 88 12,14

4 Rawa 24 3,3

5 Lapangan 2 0,27

6 Jalan desa 14,5 2

7 Bangunan kantor,sekolah,ibadah dan makam 8,8 1,21

Jumlah 725 100

Sumber: Profil Desa Ratna Daya (2014).

Sebagian besar penduduk Desa Ratna Daya bermata pencaharian sebagai petani. Luas lahan terbesar adalah areal sawah sebesar 482 ha, atau sekitar 66,48%. Artinya sebagian penduduk Desa Ratna Daya melakukan usahataninya di areal sawah.

3. Potensi Demografi Daerah Penelitian

a. Potensi Demografi Desa Raman Fajar

Desa Raman Fajar memiliki jumlah penduduk total pada tahun 2014 sebanyak 3.191 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 977 kepala keluarga. Penduduk Desa Raman Fajar terdiri atas 1.572 jiwa laki-laki dan 1.619 jiwa perempuan. Sebaran penduduk Desa Raman Fajar menurut umur dapat dilihat pada Tabel 15.


(65)

Tabel 5. Sebaran penduduk Desa Raman Fajar menurut golongan umur

No Golongan umur (th) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0 – 5 150 4,70

2 6 – 12 157 4,92

3 13 – 18 115 3,60

4 19 – 25 136 4,26

5 26 – 45 439 13,75

6 46 – 58 266 8,33

7 > 58 1.928 60,42

Jumlah 3.191 100,00

Sumber: Monografi Desa Raman Fajar, 2014

Tabel 15 menunjukkan mayoritas penduduk Raman Fajar termasuk dalam golongan umur > 58 yang berjumlah 1.928 orang atau sekitar 60,42% dari total penduduk Desa Raman Fajar. Usia produktif yaitu usia 19 – 58 tahun, maka Desa Raman Fajar memiliki 841 jiwa atau sekitar 26,35%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa petani di Desa Raman Fajar berada pada usia produktif secara ekonomi dan petani cukup potensial untuk melakukan kegiatan usahataninya.

Tingkat pendidikan juga merupakan komponen penting dalam menentukan potensi demografi suatu wilayah. Sebaran penduduk Desa Raman Fajar menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 6. Sebaran penduduk Desa Raman Fajar menurut tingkat pendidikan

No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tidak tamat SD 26 1,93

2 Tamat SD/sederajat 768 32,29

3 Tidak tamat SLTP 216 9,08

4 Tidak tamat SLTA 208 8,74

5 Tamat SMP/sederajat 645 27,12

6 Tamat SMA/sederajat 390 16,40

7 Tamat D1/sederajat 24 1,00

8 Tamat D2/sederajat 14 0,58

9 Tamat D3/sederajat 40 1,68

10 Tamat S1/sederajat 46 1,93

11 Tamat S2/sederajat 1 0,04


(66)

Tingkat pendidikan yang paling umum dan sebagian besar penduduk di Desa raman Fajar adalah tamat SD/sederajat yaitu sebanyak 768 orang atau sekitar 24,07%. Jumlah penduduk yang tamat SMP juga cukup banyak yaitu sekitar 20,21% artinya tingkat pendidikan sudah cukup baik di Desa Raman Fajar. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Desa Raman Fajar sebagian besar pernah mendapatkan pendidikan formal. Sebaran penduduk menurut mata pencaharian di Desa Raman Fajar dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 7. Sebaran penduduk Desa Raman Fajar menurut mata pencaharian No. Mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Petani 1.576 81,70

2. Buruh tani 134 6,95

4. Pegawai negeri 51 2,64

5. Pengrajin industri rumah tangga 8 0,41

6. Pedagang keliling 6 0,31

7. Peternak 16 0,83

8. Montir 4 0,21

9. Bidan Swasta 2 0,10

10. Perawat swasta 1 0,05

11 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 23 1,19

12 Pengusaha kecil/menengah 102 5,28 13 Jasa Pengobatan alternative 4 0,21

14 Pengusaha besar 2 0,10

Jumlah 1.929 100

Sumber : Monografi Desa Raman Fajar (2014).

Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa jumlah penduduk di Desa Raman Fajar berdasarkan mata pencaharian adalah sebesar 1929 jiwa dengan mayoritas mata pencaharian terbesar adalah sebagian petani 81,70% atau 1.576 jiwa. Penduduk yang bekerja sebagai buruh tani sebesar 6,95% atau 134 jiwa berarti penduduk Desa Raman Fajar memiliki potensi dalam mengembangkan usaha di bidang pertanian.


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata-rata pendapatan usahatani padi dan pascapanen pada petani yang mengikuti program pascapanen lebih kecil dari pada petani bukan peserta program pascapanen.

2. Terdapat perbedaan pendapatan usahatani padi dan pascapanen di musim hujan antara petani peserta program dengan petani bukan peserta program

pascapanen dan tidak adanya perbedaan pendapatan usahatani padi dan pascapanen di musim kemarau antara petani peserta program dengan petani bukan peserta program pascapanen.

3. Penggunaan Rice Milling Unit (RMU) memberikan nilai tambah positif pada petani peserta program di Desa Raman Fajar Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur.

B.Saran

1. Upaya peningkatan efektifitas Rice Milling Unit (RMU) perlu diikuti dengan peningkatan produksi dan pendapatan petani padi melalui intensifikasi yaitu


(2)

penggunaan benih unggul yang berkualitas serta penggunaan pupuk yang sesuai.

2. Petani peserta program sebenarnya masih bisa meningkatkan pendapatannya yaitu dengan cara bekerjasama antar gapoktan dan lembaga lain seperti pedagang maupun perusahaan swasta.

3. Pemilihan lokasi untuk program pascapanen sudah tepat, hanya saja petani perlu dibimbing sehingga produksi panen yang diperoleh lebih tinggi dengan begitu pendapatan dari hasil pengolahan gabah menjadi beras akan mengalami peningkatan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Aak. 1983. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Anggoro,Kasih,Udhoro. 2013. Pedoman Pelaksanaan Penanganan Pascapanen

Tanaman Pangan. Jakarta. Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Arikunto,S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan dan Praktik. Jakarta. Rineka Cipta.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, diakses 2 Januari 2014.

Balai Besar Penelitian Tanaman Pangan. Karakterisasi dan Standarisasi Mutu Gabah. diakses 2 Februari 2013.

Badan Pusat Statistik. 2012a. Produksi Tanaman Pangan di Indonesia. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2012b. Produksi Padi di Lampung. Lampung Dalam Angka.

Badan Pusat Statistik. 2012c. Rata-rata Kadar Air Gabah (%). Lampung Dalam Angka.

Badan Pusat Statistik. 2013a. Luas Panen Padi di Lampung. Lampung Dalam Angka.

Badan Pusat Statistik. 2013b. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi di Lampung 2003-2013. Lampung Dalam Angka.

Badan Pusat Statistik. 2013c. Monografi Kecamatan Raman Utara. Lampung Timur.

Badan Penanaman Modal. 2013. Badan Penanaman Modal. Jakarta diakses 8 Desember 2013.


(4)

Dinas Pertanian. Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian.2014.

Http://cybex.deptan.go.id/lokalita/penyemaian.benih.padi.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2012. Tingkat kehilangan hasil padi di Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2013. Harga Gabah Kering Giling dan Gabah Kering Panen Tingkat Petani Lampung Timur 2013. Bandar

Lampung.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2013. Ketersediaan Sarana Pengering Gabah dan Rice Milling Unit (RMU) Tanaman Pangan 2013. Bandar lampung.

Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan, 2013. Modul Pedoman Pelaksana Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan. Bandar Lampung. Jakarta Selatan.

Hapsari, H.,Endah, D. dan Tuti, K.2008. Peningkatan Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya. Jurnal Agricultura Vol. 19. No.3. Tahun 2008. http : //jurnal.unpad.ac.id/agriculture article/viewFile/1005/1047. Diakses Tanggal 5 Maret 2014. Hadiutomo,Kusno. 2011. Mekanisasi Pertanian. Bogor. IPB Press.

Hasbullah, Rokhani. 2009. Kajian Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan terhadap Rendemen dan Susut Giling beberapa Varietas Padi. IPB Bogor. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol.23. No.2.

Hayami, Y., Toshihiko, K., Yoshimori, M., dan M. Asjidin. 1987. Agriculture marketing and Processing In Upland Java: A Perspektif From Sunda Vilage. The CGPRT Center. Bogor.

http://repository.ipb.ac.id/123456789/26764. Diakses Tanggal 5 Maret 2014.

Kartasapoetra dan Bambang. 1992. Kalkulasi dan Pengendalian Biaya Produksi. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Kusumawati,Dian,Widy. 2012. Study perbandingan Kinerja Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) Dengan dan Tanpa Pengering Buatan Berbahan Bakar Sekam di Kabupaten Tabanan. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 1. No. 1. Diakses 6 Maret 2014.

Laila Nor. 2012. Analisis pendapatan usahatani padi (Oryza sativa) benih varietas ciherang yang bersertifikat dan tidak bersertifikat di Kecamatan Labuhan Amas Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jurnal. Fakultas Pertanian


(5)

Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin. Vol 4 No 1 Diakses 6 Maret 2014.

Lumintang,M,Fatmawati. 2013. Analisis Pendapatan Petani Padi di Desa Teep Kecamatan Langowan Solo. Jurnal EMBA. Jurusan Ekonomi

Pembangunan. Universitas Sam Ratulangi Manado Vol 1 No 3 Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Mutu gabah. http://websisni.bsn.go.id diakses 5 Januari 2014.

Novia Wike. 2012. Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Pengembangan Agroindustri. Skripsi. Bandar Lampung. Universitas Lampung. Nugraha.Sigit. 2007. Analisis Model Pengolahan Padi. Jurnal Enjiniring

Pertanian.. Bogor. Vol. V. No. 1.

Pitojo, Setijo. 2000. Budidaya Padi Sawah Tabela. Jakarta. PT Penebar Swadaya. Rahim dan Hastuti Dwi R D. 2007. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika

Pertanian. Yogyakarta. Penebar Swadaya.

Raharjo, Budi. 2012. KajianKehilangan Hasil Pada Pengeringan dan Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Sumatra Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. ISSN2252-6188 Vol. 1, No.1: 72-82, April 2012. Sediaoetama,Djaeni Ahmad. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta. Dian Rakyat.

Sukartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Soekartawi, Soeharjo, Dillon, Hardaker. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian

Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta. Universitas Indonesia. Soekartawi. 2010. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT Raja Grafindo

Persada.

Soemarjono, dkk.1990. Bertanam Padi Sawah, Penerbit Swadaya. Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. CV Alfabeta. Suratiyah, Ken. 2006. Ilmu Usahatani. Yogyakarta. Penebar Swadaya.

Setyawan, Wahyu Ganyong. 2014. Monografi Desa Raman Fajar. Raman Utara. Pemerintah Kabupaten Lampung Timur.


(6)

Umar,Sudirman. 2011. Pengaruh Sistim Penggilingan Padi Terhadap Kualitas Giling di Sentra Produksi Beras Lahan Pasang Surut. Jurnal teknologi pertanian. Universitas Mulawarman. Volume 7 No 1.

Utomo,Muhajir dan Nazaruddin. 1996. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Bandar Lampung. PT Penebar Swadaya.

Utomo, Muhajir. 1990. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Penerbit Swadaya.

Wibowo,Prihadi. 2009. Identifikasi Karakteristik dan Mutu Beras di Jawa Barat. Subang. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Zakaria,W.A. 2006. Ekonomi Makro. Bandar Lampung. Universitas Lampung. Zakaria, W.A. 2007. Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Finansial Agroindustri

Tahu dan Tempe di Kota Metro. Jurnal Sosio Ekonomika. Vol 13.No 1. Bandar Lampung.