ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, ANGKA HARAPAN HIDUP ANGKA MELEK HURUF DAN PENGELUARAN PEMERINTAH (SEKTOR KESEHATAN DAN PENDIDIKAN) TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, ANGKA HARAPAN

HIDUP ANGKA MELEK HURUF DAN PENGELUARAN PEMERINTAH

(SEKTOR KESEHATAN DAN PENDIDIKAN) TERHADAP TINGKAT

KEMISKINAN DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

ARDAN RIFA’I

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah Pertumbuhan Ekonomi,

Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf dan Pengeluaran Pemerintah di Sektor

Kesehatan dan Pendidikan mempunyai pengaruh dan kontribusi yang signifikan

terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung. Data yang digunakan adalah data

runtun waktu tahun 2003-2012, dengan menggunakan regresi berganda dengan

pendekatan metode

Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari kelima variabel bebas diatas

mempunyai tiga variabel yang mempunyai pengaruh yang signifikan negatif terhadap

tingkat kemiskinan yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Angka Melek Huruf, dan

Pengeluran Pemerintah di Sektor Pendidikan, dua variabel tidak berpengaruh

terhadap tingkat kemiskinan yaitu Angka Harapan Hidup dan Pengeluaran

Pemerintah di Sektor Kesehatan. Secara parsial variabel Pertumbuhan Ekonomi,

Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf dan Pengeluran Pemerintah di Sektor

Kesehatan dan Pendidikan berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi

Lampung. Berdasarkan perhitungan diperoleh koefisien regresi Pertumbuhan

Ekonomi sebesar - 0,048, Angka Melek Huruf sebesar - 0,027, dan Pengeluaran

Pemerintah di Sektor Pendidikan sebesar -1,075.

Kata kunci : Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan

Ordinary Least Square (OLS)


(2)

By

ARDAN RIFA’I

ABSTRACT

This study was conducted to determine whether economic growth, life expectancy,

literacy rate and public spending on health and education sector has an impact and

contribute significantly to the level of poverty in the province of Lampung. The data

used is the time series data of 2003-2012, using a multiple regression approach

Ordinary Least Square (OLS).

The results of this study showed that of the five independent variables above have

three variables that have a significant negative effect on the level of poverty is

economic growth,literacy rate, and government spending on education sectors,the two

variables does not affect the level of poverty that life expectancy and government

spending on health sector. In partial economic growth, life expectancy, literacy rate

and the government expenditures on health and education sector affect the level of

poverty in the province of Lampung. Based on the calculation, the regression

coefficient for Economic Growth of - 0,048, Literacy Rate of - 0,027 and

Government Education Sector of -1,075

Keywords:

Poverty, Economic Growth, Health, Education,

Ordinary Least Square (OLS)


(3)

TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

ARDAN RIFA’I

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

(5)

(6)

Skripsi ini kupersembahkan untuk Allah SWT sebagai rasa syukur atas ridho serta

karunia-Nya sehingga skripsi ini telah terselesaikan dengan baik. Serta

RasulullahNabi Muhammad SAW yang telah membawa umat dari zaman

kebodohan menuju zaman ilmu pengetahuan.

Alhamdulillaahirabbil’ alamiin.

Ayahku Mami Irsyadi(alm), Ibuku Sulistiani, Kakakku Niken Novelistian yang

sudah sangat membantuku baik dari dukungan moril dan spiritual, Adik-adikku

Adip Lutfi, Nurul Fabilla dan Nur Imani yang sangat aku sayangi, yang dengan

canda dan tawa mereka membuat warna tersendiri di dalam hidupku, terimakasih

untuk segala

do’a, semangat, dan

dukungan kalian kepada ku,

Dosen dan sahabat yang selalu memberikan arahan dan dukungan agar saya

menjadi lebih baik lagi.

Almamater tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung,


(7)

MOTO

Kamu tidak harus memikirkan semuanya, Kamu cukup tau masalahmu, cukup

tau dimana batasanmu, lalu mulailah menyelesaikannya

(

Ardan Rifa’i

)

Siapa yang kalah dengan senyum, dialah pemenangnya

(A.

Hubard)

“Kalau

memang benar-benar memikirkan keluargamu, kau tidak boleh hidup

dengan memalukan”


(8)

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin

, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,

karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup

Angka Melek Huruf Dan Pengeluaran Pemerintah (

Sektor Kesehatan Dan

Pendidikan

) Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Lampung

ini

sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Ekonomi.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak terbantu dan didukung oleh

beberapa pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan ketulusan hati

penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1.

Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2.

Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., selaku Ketua dan Ibu Asih Murwiati,

S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung yang membantu mengarahkan dan

memberikan saran;

3.

Bapak Dr. Johannis Damiri, S.E.,M.Sc., selaku Pembimbing I yang atas

kesediaannya untuk membantu meluangkan waktu memberikan bimbingan,

saran dalam proses penyelesaian skripsi;


(9)

mendoakan, yang dengan segala kemampuannya selalu mengupayakan

membantu penulis hingga menjadi seperti sekarang;

6.

Kakakku Niken Novelistian yang selalu memberikan dukungan dan

memotivasi penulis sampai sekarang;

7.

Adikku-adikku Adip Lutfi, Nurul Fabilla dan Nur Imani.

8.

Sahabat dan teman terdekatku Army Aftrastya, Danny Chandra, A Citra

Varika, Beni Purnama, Devy Septi Heryani, Dede Saputra, Dimas Pajar

Kasih, Chairman Sani, Agus Wantoro, Darusman Tohir, Muhammad Febri

Utama, Dwi Adi Putra terimakasih untuk semangat dan segala bantuan yang

telah diberikan;

9.

Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2010 Tetik, Ridwan Amin, Ajeng,

Dania, Monica, Hana, Susanti,Erika, Via, Lathifa, Nurmala, Desta, Shinta,

Wuri,Dicky, Sonia, Nova, Diah, Devi M, Damas, Dina, Devy, Enny, Desi,

Zulmi, dan seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu- persatu;

10. Empat sahabat terhebat, Fatkur Rokhman, A. Yoga Gumbira, Muhammad

Aminnudin dan Yusuf Apriyanto, terimakasih untuk segalanya;

11. Teman-teman dan Adik-adikku di PM PILAR Ekonomi, Gita, Mega, Suci,

Dwi,Dina, Fadli, Roy, Nanda dan seluruh anggota yang tidak dapat

disebutkan satu- persatu;

12. Kekasih tercinta Wiwin Wina Lestari yang selalu memberikan dukungan dan

memotivasi, serta cinta dan kasih kepada penulis sampai sekarang;


(10)

Visi, Nisa, Zirnie, Arief, Fina, Emil, Ara, Fida;

15. Staf FEB dan EP, Ibu Hudaiyah, Ibu Yati, Pakde Koperasi Gedung C, Mas

Kus, dan Pakde Samiran;

16. Berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini

yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Akhir kata, penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat untuk

semua. Aamiin.

Bandarlampung, 29 Januari 2015

Penulis,


(11)

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... . 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kerangka Pemikiran... 13

E. Hipotesis... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis ... 16

1. Kemiskinan ... 17

1.1.Teori Kemiskinan... 17

1.2.Indikator Kemiskinan... 19

1.3.Skema Terbentuknya Perangkap Kemiskinan ... 21

1.4.Ukuran Kemiskinan ... 23

1.5.Kriteria Kemiskinan ... 26

2. Pertumbuhan Ekonomi... 27

3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan .... 29

4. Angka Harapan Hidup ... 30

5. Hubungan Angka Harapan Hidup Terhadap Tingkat Kemiskinan... 32

6. Angka Melek Huruf ... 33

7. Hubungan Angka Melek Huruf Terhadap Tingkat Kemiskinan... 35

8. Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan dan Pendidikan... 37

9. Hubungan Pengeluaran Pemerintah Pada Sektor Kesehatan dan

Pendidikan Terhadap Tingkat Kemiskinan... 39

B. Tinjauan Empiris... 39

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data ... 43

1. Jenis Data ... 43

2. Sumber Data... 43

B. Metode Pengumpulan Data ... 44


(12)

1. Uji Normalitas... 46

2. Uji Heteroskedastisitas... 46

3. Uji Autokorelasi... 48

4. Uji Multikolineritas... 48

G. Uji Hipotesis ... 51

1. Uji T-Statistik... 51

2. Uji F-Stastistik ... 51

H. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 52

1. Geografis... 52

2. Administrasi Pemerintahan ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 54

1. Hasil Interpolasi Data ... 54

2. Hasil Estimasi Regresi ... 54

B. Uji Asumsi Klasik ... 56

1. Uji Normalitas... 56

2. Uji Heteroskedastisitas... 61

3. Uji Autokorelasi... 62

4. Uji Multikolineritas... 64

C. Hasil Regresi Setelah Uji Komponen Utama... 65

D. Uji Hipotesis ... 67

1. Uji t-Statistik... 67

2. Uji F-Stastistik ... 69

E. Pembahasan... 70

1. Pertumbuhan Ekonomi terhadap tingkat kemiskinan ... 70

2. Angka Harapan Hidup terhadap tingkat kemiskinan ... 70

3. Angka Melek huruf terhadap tingkat kemiskinan... 71

4. Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan terhadap

tingkat kemisikinan ... 71

5. Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan terhadap

tingkat kemisikinan ... 72

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 73

B. Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Tingkat Kemiskinan Menurut Provinsi September 2012 ... . 2

2. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Provinsi Lampung

Tahun 2003-2012... . 3

3. Data Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung

Tahun 2003-2012... . 7

4. Angka Harapan Hidup di Provinsi Lampung Tahun 2003-2012... . 8

5. Angka Melek Huruf di Provinsi Lampung Tahun 2003-2012 ... . 9

6. Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan dan Pendidikan di

Provinsi Lampung Tahun 2003-2012 ... 10

7. Pos Pengeluaran Pemerintah Untuk Investasi Sumber Daya

Manusia dan Investasi Fisik ... 37

8. Hasil Perhitungan Ordinary Least Square (OLS) ... 55

9. Uji normalitas untuk variabel POV ... 57

10. Uji normalitas untuk variabel PE... 57

11. Uji normalitas untuk variabel AHH... 58

12. Uji normalitas untuk variabel AMH... 58

13. Uji normalitas untuk variabel PPP... 58

14. Uji normalitas untuk variabel PPK... 58

15. Uji Heterokedastisitas... 61

16. Uji Autokorelasi ... 62

17. Uji Multikolinieritas ... 64

18. Komponen Utama Mengatasi Masalah Multikolonieritas... 64

19. Hasil Regresi setelah di uji Komponen Utama... 65

20. Uji t ... 68


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1.

Data Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin,

PDRB, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf

dan Pengeluaran Pemerintah di Sektor Kesehatan dan

Pendidikan ... .. L-1

2. Perhitungan Proc Expand (Interpolasi Variabel Kemiskinan)

SAS V 9.1 ... ..

L-2

3. Perhitungan Proc Expand (Interpolasi Variabel PDRB)

SAS V 9.1 ... ..

L-3

4. Perhitungan Proc Expand (Interpolasi Variabel AHH)

SAS V 9.1 ... ..

L-4

5. Perhitungan Proc Expand (Interpolasi Variabel AMH)

SAS V 9.1 ... ..

L-5

6. Perhitungan Proc Expand (Interpolasi Variabel Pengeluaran

Pemerintah Sektor Kesehatan) SAS V 9.1 ... ..

L-6

7. Perhitungan Proc Expand (Interpolasi Variabel Pengeluaran

Pemerintah Sektor Pendidikan) SAS V 9.1 ... ..

L-7 8.

Hasil Interpolasi Data Jumlah Penduduk Miskin, PDRB,

Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf dan Pengeluaran

Pemerintah di Sektor Kesehatan dan Pendidikan. ...

. L-8

9. Perhitungan Uji Regresi SAS V 9.1 ... .

L-9

10. Hasil Uji Regresi SAS V 9.1 ... .

L-10

11. Perhitungan Uji Normalitas ... .

L-11

12. Hasil Uji Normalitas Galat ... . L-12

13. Hasil Uji Normalitas Y ... .

L-13

14. Hasil Uji Normalitas X1 ... .

L-14

15. Hasil Uji Normalitas X2 ... .

L-15

16. Hasil Uji Normalitas X3 ... .

L-16

17. Hasil Uji Normalitas X4 ... .

L-17

18. Hasil Uji Normalitas X5 ... .

L-18

19. Perhitungan Uji Heterokedastisitas (Uji White) ... .

L-19

20. Hasil Uji Heterokedastisitas (Uji White) ... .

L-20

21. Perhitungan Uji Autokolerasi ... .

L-21

22. Hasil Uji Autokolerasi ... .

L-22

23. Perhitungan Uji Multikolinieritas... .

L-23

24. Hasil Uji Multikolinieritas... .

L-24

25. Perhitungan Uji Komponen Utama ... .

L-25

26. Hasil Uji Komponen Utama ... .

L-26


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok

orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

Masalah kemiskinan sendiri merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi

pusat perhatian pemerintah di semua negara di dunia. Salah satu aspek penting untuk

mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan

yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan dapat digunakan untuk mengevaluasi

kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan tingkat kemiskinan

antar waktu dan daerah, serta berguna untuk menentukan target tingkat kemiskinan

tiap tahunnya dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka (BPS, 2008:1).

Pembangunan ekonomi yang menyeluruh di semua provinsi di Indonesia, termasuk

Provinsi Lampung tidak membuat Provinsi Lampung luput dari masalah kemiskinan.

Tingkat kemiskinan Provinsi Lampung pada saat ini masih lebih tinggi dibandingkan

dengan kemiskinan tingkat nasional yaitu dengan presentase sebesar 16,81 persen.


(17)

Tabel 1. Tingkat Kemiskinan Menurut Provinsi September 2012

Provinsi Tingkat kemiskinan (%)

Aceh 18,58

Sumatera Utara 10,41

Sumatera Barat 8,00

Riau 8,05

Jambi 8,28

Sumatera Selatan 13,48

Bengkulu 17,51

Lampung 16,81

Kepulauan Bangka Belitung 5,37

Kepulauan Riau 6,83

DKI Jakarta 3,70

Jawa Barat 9,89

Jawa Tengah 14,98

DI Yogyakarta 15,88

Jawa Timur 13,08

Banten 5,71

Bali 3,95

Nusa Tenggara Barat 18,02

Nusa Tenggara Timur 20,41

Kalimantan Barat 7,96

Kalimantan Tengah 6,19

Kalimantan Selatan 5,01

Kalimantan Timur 6,38

Sulawesi Utara 7,64

Sulawesi Tengah 14,94

Sulawesi Selatan 9,82

Sulawesi Tenggara 13,06

Gorontalo 17,22

Sulawesi Barat 13,01

Maluku 20,76

Maluku Utara 8,06

Papua Barat 27,04

Papua 30,66

Indonesia 11,66

Sumber : BPS Pusat Tahun 2012

Melihat angka tersebut di atas, Provinsi Lampung menjadi provinsi termiskin ke

sembilan dari sebelumnya berada pada posisi tiga. Ini berarti Provinsi Lampung

mengalami penurunan pada tingkat kemiskinan meskipun hal ini tidak bisa di katakan

membanggakan karena Provinsi Lampung masih berada di sepuluh besar provinsi


(18)

termiskin di Indonesia. Berikut adalah tabel jumlah dan presentase penduduk miskin

di Provinsi Lampung.

Tabel 2. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Provinsi Lampung

Tahun 2003-2012

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Tingkat Kemiskinan (%)

2003 1.568.000 22,63

2004 1.561.700 22,22

2005 1.572.600 21,42

2006 1.638.000 22,77

2007 1.661.700 22,19

2008 1.597.849 20,98

2009 1.496.900 20,22

2010 1.479.900 18,94

2011 1.298.700 16,93

2012 1.253.834 16,81

Sumber : BPS Lampung Tahun 2003-2012

Data di atas menunjukan jumlah dan presentase penduduk miskin di Provinsi

Lampung mengalami

fluktuasi

pada periode 2003 sampai 2007, kemudian terus

mengalami penurunan dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dengan jumlah 1.253.834

ribu penduduk.

Bagi Provinisi Lampung tingkat kemiskinan merupakan salah satu dari isu strategis

yang harus mendapat prioritas untuk penanganan dalam tiap tahapan pelaksanannya,

ini terkait dengan target tujuan pembangunan

millennium

pada tahun 2015,

menyikapi hal itu Provinsi Lampung harus bekerja keras untuk dapat mencapai target

tersebut. Mengingat upaya penanggulangan kemiskinan bukan merupakan hal yang

mudah untuk dilaksanakan.

Kemiskinan sendiri memiliki beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur

kemiskinan yang dialami oleh seseorang atau kelompok. Indikator itu sendiri adalah


(19)

indikator kemiskinan yang digunakan oleh Bappenas (Eni Febriana, 2010 : 27 ).

Indikator kemiskinan yang dimaksud adalah :

1.

Keterbatasan pangan, merupakan ukuran yang melihat kecukupan pangan dan

mutu pangan yang dikonsumsi. Ukuran indikator ini adalah stok pangan yang

terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin, dan buruknya status gizi

bayi, anak balita dan ibu.

2.

Keterbatasan akses kesehatan, merupakan ukuran yang melihat keterbataan

akses kesehatan dan rendahnya mutu layanan kesehatan. Keterbatasan akses

kesehatan dilihat dari kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar,

rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya layanan reproduksi,

jauhnya jarak fasilitas layanan kesehatan, mahalnya biaya pengobatan dan

perawatan. Kelompok miskin umumnya cenderung memanfaatkan pelayanan

di puskesmas dibandingkan dengan rumah sakit.

3.

Keterbatasan akses pendidikan. Indikator ini diukur dari mutu pendidikan

yang tersedia, mahalnya biaya pendidikan, terbatasnya fasilitas pendidikan,

rendahnya kesempatan memperoleh pendidikan.

4.

Keterbatasan akses pada pekerjaan dan kurangnya pendapatan. Indikator ini

diukur dari terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya

perlindungan terhadap asset usaha, perbedaan upah, kecilnya upah pekerja,

lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja

perempuan.


(20)

5.

Keterbatasan akses terhadap air bersih. Indikator yang digunakan adalah

sulitnya mendapatkan air bersih, terbatasnya penguasaan sumber air, dan

rendahnya mutu sumber air.

6.

Keterbatasan akses terhadap tanah. Indikator yang digunakan adalah struktur

kepemilikan dan penguasaan tanah, ketidakpastian kepemilikan dan

penguasaan tanah. Akses terhadap tanah ini merupakan persoalan yang

mempengaruhi kehidupan rumah tangga petani.

7.

Keterbatasan akses terhadap sumber daya alam. Indikator yang digunakan

adalah buruknya kondisi lingkungan hidup, rendahnya sumber daya alam.

Indikator ini sangat terkait dengan penghasilan yang bersumber dari sumber

daya alam, seperti daerah perdesaan, daerah pesisir, dan daerah pertambangan.

8.

Tidak adanya jaminan rasa aman, indikator ini berkaitan dengan tidak

terjaminnya keamanan dalam menjalani kehidupan baik sosial maupun

ekonomi.

9.

Keterbatasan akses untuk partisipasi. Indikator ini diukur melalui rendahnya

keterlibatan dalam pengambilan kebijakan.

10.

Besarnya beban kependudukan, indikator ini berkaitan dengan besarnya

tanggungan keluarga, dan besarnya tekanan hidup.

Penelitian ini akan mengambil beberapa indikator kemiskinan yang disebutkan di atas

yang pertama adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada indikator

pendapatan, data pertumbuhan ekonomi diambil dari jumlah PDRB Provinsi

Lampung tiap tahun dimana PDRB berperan sebagai pengukur tingkat pendapatan


(21)

bruto yang berada dalam suatu provinsi. PDRB berpengaruh pada perekonomian

dengan cara meredistribusi pendapatan bruto dan kekayaan serta menambah tingkat

output. PDRB yang selalu meningkat maka akan meningkatkan pembangunan di

daerah dan kesejahteraan masyarakat. Bukan hanya itu, kegiatan ekonomi juga akan

meningkat dan pendapatan nasional mengalami kemajuan serta dapat mengurangi

pengangguran dan kemiskinan yang selalu menjadi masalah di tiap-tiap

wilyah/negara.

Bank Dunia dalam Laporan Monitoring Global tahun 2005 menjelaskan bahwa

pertumbuhan ekonomi memainkan peran sentral dalam upaya menurunkan

kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan global. Dapat dikatakan bahwa

penurunan penduduk miskin tidak mungkin dilakukan jika ekonomi tidak

berkembang. Pertumbuhan ekonomi adalah syarat utama dalam mengatasi persoalan

kemiskinan.

Penelitian yang dilakukan Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2007),

menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan

tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat

kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan

ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.

Berikut adalah data pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung pada tahun 2003

sampai tahun 2012.


(22)

Tabel 3. Data Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2003-2012

Tahun Pertumbuhan ekonomi (%)

2003 5,30

2004 5,07

2005 4,01

2006 4,30

2007 6,63

2008 5,35

2009 5,26

2010 5,85

2011 6,39

2012 6,48

Sumber : BPS Provinsi Lampung 2003-2012

Variabel selanjutnya adalah tingkat kesehatan, dimana dalam penelitian ini

menggunakan angka harapan hidup yang merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya dan

meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.

Masalah tingkat kesehatan ini harus mendapat prioritas khusus dari pemerintah

Provinsi Lampung karena kasus kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi masih

menjadi masalah. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung setiap

tahunnya terlihat kasus kematian ibu maupun bayi yang selalu meningkat. Pada kasus

kematian ibu di 2012 tercatat 175 kasus, hal itu meningkat cukup pesat dibanding

2011 dengan 152 kasus. Sementara di 2010 dan 2009 tercatat 142 kasus dan 144

kasus.

Berikut adalah data tentang rata-rata lamanya tingkat harapan hidup masyarakat di

Provinsi Lampung pada kurun waktu tahun 2003-2012.


(23)

Tabel 4. Angka Harapan Hidup di Provinsi Lampung Tahun 2003-2012

Tahun Angka Harapan Hidup (tahun)

2003 66,20

2004 67,60

2005 68,00

2006 68,50

2007 68,80

2008 69,00

2009 69,25

2010 69,50

2011 69,75

2012 70,05

Sumber : BPS Provinsi Lampung 2003-2012

Variabel ketiga diambil dari indikator tingkat pendidikan, dimana pendidikan adalah

hal yang sangat penting dalam pembangunan masa depan bangsa dan juga merupakan

salah satu cara untuk memecahkan masalah kemiskinan, jika pendidikan suatu negara

sudah tidak baik, maka kehancuran suatu negara tersebut tinggal menunggu waktu,

sebab pendidikan menyangkut pembangunan karakter masyarakat di suatu negara.

Karena itu penting bagi kita untuk memahami bahwa kebodohan merupakan faktor

yang mengakibatkan kemiskinan.

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlakmulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat,bangsa dan negara.


(24)

Sementara itu dalam UUD 1945 diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak

untuk mendapat pendidikan,pengajaran dan pemerintah mengusahakan untuk

menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya diatur

dalam undang-undang. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan

nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan terlahir manusia Indonesia yang

mampu bersaing di era globalisasi bercirikan

high competition

, dan angka melek

huruf merupakan salah satu alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam sektor

pendidikan.

Data angka melek huruf di Provinsi Lampung dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Angka Melek Huruf

di Provinsi Lampung Tahun 2003-2012

Tahun Angka Melek Huruf (%)

2003 91,60

2004 93,10

2005 93,50

2006 93,50

2007 93,47

2008 93,63

2009 94,37

2010 94,64

2011 95,02

2012 95,65

Sumber : BPS Lampung 2003-2012

Selain itu digunakannya variabel pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan dan

pendidikan dalam penelitian ini mengacu pada usaha pemerintah dalam merespon dua

indikator kemiskinan yaitu keterbatasan di sektor kesehatan dan keterbatasan di

sektor pendidikan.


(25)

Dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan

yang berhubungan dengan pengentasan kemiskinan melalui sekolah dan kesehatan

gratis bagi penduduk miskin. Tentunya untuk merealisasikan kebijakan tersebut

pemerintah telah mengalokasikan pendanaan dalam anggaran belanjanya yang

mengharuskan agar mengalokasikan 20% untuk sektor pendidikan dan 10% untuk

sektor kesehatan dari total APBN maupun APBD sesuai UU No. 20 tahun 2003 Pasal

49 tentang pendidikan dan UU no.36 tahun 2009 pasal 171 tentang kesehatan. Hal ini

dirasa perlu karena mengingat sampai saat ini masih banyak sekali penduduk di

Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga sulit untuk mendapatkan

akses pendidikan dan kesehatan yang baik.

Data tentang pengeluaran pemerintah daerah Provinsi Lampung pada sektor

pendidikan dan kesehatan dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 6. Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan dan Pendidikan di

Provinsi Lampung Tahun 2003-2012

Tahun Pengeluaran Pemerintah

Sektor Kesehatan (Rupiah)

Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan (Rupiah)

2003 34.106.000.000 28.869.000.000

2004 67.588.371.807 51.566.000.000

2005 38.904.696.140 33.004.000.000

2006 87.698.599.771 67.622.000.000

2007 152.457.212.232 106.000.000.000

2008 173.993.645.560 119.000.000.000

2009 268.196.397.636 180.000.000.000

2010 249.423.340.347 189.433.000.000

2011 273.932.433.644 202.000.000.000

2012 281.023.203.847 222.578.521.571


(26)

Berdasarkan data di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan dan

kebijakan pemerintah dalam melakukan pengalokasian dana untuk sektor kesehatan

dan pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung dalam bentuk

skripsi yang berjudul

Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup,Angka

Melek Huruf dan Pengeluaran Pemerintah (

sektor kesehatan dan pendidikan

)

Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Lampung

.

B. Rumusan Masalah

Selama beberapa tahun jumlah dan presentase penduduk miskin di Provinsi Lampung

mengalami

fluktuasi

, dimulai dari tahun 2003 sebesar 1.568.000 jiwa (22,63 %) dan

terus mengalami lonjakan sampai dengan jumlah tertinggi pada tahun 2007 dengan

tingkat kemiskinan sebesar 1.661.700 jiwa (22,19 %), tetapi kemudian jumlah

tersebut terus turun dimulai pada tahun 2008 dengan tingkat kemiskinan 1.597.849

(20,98 %) jiwa, hingga pada tahun 2012 tingkat kemiskinan hanya menjadi sebesar

1.253.834 (16,81 %) jiwa. Kemiskinan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

dapat di masukkan juga sebagai indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan.

Beberapa faktor tersebut antara lain adalah tingkat pendapatan, tingkat kesehatan dan

pendidikan.

Dalam penelitian ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di

Provinsi Lampung, antara lain pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung yang di

ambil dari data PDRB, komponen indeks pembangunan manusia berupa angka


(27)

harapan hidup dan angka melek huruf serta pengeluaran pemerintah di sektor

kesehatan dan pendidikan.

Dari permasalahan-permasalahan yang dikemukakan di atas muncul

pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1.

Apakah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap penurunan tingkat

kemiskinan di Provinsi Lampung?

2.

Apakah Angka Harapan Hidup berpengaruh terhadap penurunan tingkat

kemiskinan di Provinsi Lampung?

3.

Apakah Angka Melek Huruf berpengaruh terhadap penurunan tingkat

kemiskinan di Provinsi Lampung?

4.

Apakah Pengeluaran Pemerintah di Sektor Kesehatan dan Pendidikan

berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi,

harapan hidup, melek huruf dan pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan dan

pendidikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung.


(28)

1.

Sebagai tambahan informasi dan bahan kajian tentang gambaran/informasi

tentang kemiskinan di Provinsi Lampung.

2.

Dapat menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan

kemisikinan khususnya di Provinsi Lampung. Mengingat masih tingginya tingkat

kemiskinan di Provinsi Lampung.

D. Kerangka Pemikiran

Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang berada pada standar hidup yang

rendah, dimana pendapatan perkapitanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

dasar untuk hidup yaitu sandang, pangan dan papan.

Dari penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa PDRB, angka melek huruf dan

angka harapan hidup berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan (Samsubar Saleh 2002

: 95). Pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan merupakan

komponen yang diperlukan dalam menekan indikator kemiskinan berupa keterbatasan

sktor kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran pemerintah pada kedua sektor ini

dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas dan mutu layanan kesehatan dan

pendidikan. Melihat dari uraian tinjauan pustaka yaitu teori dan hasil analisis

penelitian terdahulu maka dalam penelitian yang mengambil kasus di Provinsi

Lampung dengan variabel-variabelnya tingkat kemiskinan yang dipengaruhi oleh

Pertumbuhan ekonomi, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf dan Pengeluaran

pemerintah di sektor kesehatan dan pendidikan.


(29)

Secara skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis

Menurut Kuznet (Tulus Tambunan, 2003:89) pertumbuhan dan kemiskinan

mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan

tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir

pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Menurut penelitian

Hermanto Siregar dan Dwi W (2008:34) PDRB sebagai indikator pertumbuhan

ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Salah satu strategi dalam

pembangunan ekonomi adalah peningkatan mutu modal manusia melalui kesehatan,

pendidikan dan rasa aman. Seperti yang telah dibuktikan oleh Samsubar Saleh (2002 :

101 ) harapan hidup dan melek huruf berpengaruh signifikan dan negatif terhadap

Pertumbuhan

ekonomi

Angka Harapan

Hidup

Angka Melek

Huruf

Tingkat kemiskinan

Sektor

Kesehatan

Sektor

Pendidikan


(30)

peningkatan tingkat kemiskinan. Pengeluaran pada sektor kesehatan dan pendidikan

dilakukan pemerintah agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna

menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung.

Melihat dari teori dan penelitian terdahulu, dapat ditulis hipotesa sebagai berikut:

1.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di

Provinsi Lampung.

2.

Angka Harapan hidup berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di

Provinsi Lampung.

3.

Angka Melek huruf berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi

Lampung.

4.

Pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan dan pendidikan berpengaruh negatif

terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung.

5.

Variabel-variabel independen (Pertumbuhan ekonomi, Angka Harapan Hidup,

Angka Melek Huruf dan Pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan dan

pendidikan) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penurunan

tingkat kemiskinan.


(31)

A. Tinjauan Teoritis

1. Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga dapat

ditinjau dari berbagai sudut pandang. Secara umum, kemiskinan adalah

ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar standar atas setiap

aspek kehidupan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok

orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar antara lain: (1)

terpenuhinya kebutuhan pangan; (2) kesehatan, pendidikan, pekerjaan,

perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan; (3) rasa

aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan; (4) hak untuk berpartisipasi

dalam kehidupan sosial-politik.

Kemiskinan menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN adalah

suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan

taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga,

mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya.


(32)

1.1. Teori Kemiskinan

Teori-teori kemiskinan pada umumnya bermuara pada dua paradigma

besar yang juga berpengaruh pada pemahaman mengenai kemiskinan dan

penanggulangan kemiskinan. Dua paradigma yang dimaksud adalah Neo-Liberal

dan Demokrasi-sosial. Dua paradigma ini memiliki perbedaan yang sangat jelas

terutama dalam melihat kemiskinan maupun dalam memberikan solusi

penyelesaian masalah kemiskinan. Paradigma yang dimaksud adalah sebagai

berikut :

1. Paradigma Neo-Liberal

Pada paradigma ini individu dan mekanisme pasar bebas menjadi fokus

utama dalam melihat kemiskinan (Eni Febriana, 2010: 25). Pendekatan ini

menempatkan kebebasan individu sebagai komponen penting dalam suatu

masyarakat. Oleh karena itu dalam melihat kemiskinan, pendekatan ini

memberikan penjelasan bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang

merupakan akibat dari pilihan-pilihan individu. Bagi pendekatan ini kekuatan

pasar merupakan kunci utama untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini

dikarenakan kekuatan pasar yang diperluas dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi

akan menghapuskan kemiskinan. Bagi pendekatan ini strategi penanggulangan

kemiskinan bersifat sementara dan peran negara sangat minimum. Peran negara

baru dilakukan bila institusi-institusi di masyarakat, seperti keluarga,

kelompok-kelompok swadaya, maupun lembaga-lembaga lainnya tidak mempu lagi


(33)

Paradima neo-liberal ini digerakan oleh Bank Dunia dan telah menjadi

pendekatan yang digunakan oleh hampir semua kajian mengenai kemiskinan.

Teori-teori modernisasi yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan

produksi merupakan dasar teori-teori dari paradigma ini. Salah satu indikatornya

adalah pendapatan nasional (GNP), yang sejak tahun 1950-an mulai dijadikan

indikator pembangunan. para ilmuwan sosial selalu merujuk pada

pendekatan ini saat mengkaji masalah kemiskinan suatu negara.

2. Paradigma Demokrasi-Sosial

Paradigma ini tidak melihat kemiskinan sebagai persoalan individu,

melainkan lebih melihatnya sebagai persoalan struktural (C

heyne, O’Brien dan

Belgrave dalam Eni Febriana, 2010 : 29). Ketidakadilan dan ketimpangan dalam

masyarakatlah yang mengakibatkan kemiskinan ada dalam masyarakat. Bagi

pendekatan ini tertutupnya akses-akses bagi kelompok tertentu menjadi penyebab

terjadinya kemiskinan. Pendekatan ini sangat mengkritik sistem pasar bebas,

namun tidak memandang sistem kapitalis sebagai sistem yang harus dihapuskan,

karena masih dipandang sebagai bentuk pengorganisasian ekonomi yang paling

efektif.

Pendekatan ini juga menekankan pada kesetaraan sebagai prasyarat penting dalam

memperoleh kemandirian dan kebebasan. Kemandirian dan kebebasan ini akan

tercapai jika setiap orang memiliki atau mampu menjangkau sumber-sumber bagi

potensi dirinya, seperti pendidikan, kesehatan yang baik dan pendapatan yang

cukup. Kebebasan disini bukan sekedar bebas dari pengaruh luar namun bebas

pula dalam menentukan pilihan-pilihan.


(34)

Disinilah peran negara diperlukan untuk bisa memberikan jaminan bagi setiap

individu untuk dapat berpartisipasi dalam transaksi-transaksi kemasyarakatan,

dimana mereka dimungkinkan untuk menentukan pilihan-pilihannya dan

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Peran negara dalam pendekatan ini cukup penting terutama dalam merumuskan

strategi untuk menanggulangi kemiskinan. Bagi pendekatan ini kemiskinan harus

ditangani secara institusional (melembaga), misalnya melalui program jaminan

sosial. Salah satu contohnya adalah pemberian tunjangan pendapatan atau dana

pensiun, akan dapat meningkatkan kebebasan, hal ini dikarenakan tersedianya

penghasilan dasar sehingga orang akan memiliki kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihannya, dan sebaliknya ketiadaan

penghasilan dasar tersebut dapat menyebabkan ketergantungan.

1.2. Indikator Kemiskinan

Kemiskinan sendiri memiliki beberapa indikator yang digunakan untuk

mengukur kemiskinan yang dialami oleh seseorang atau kelompok. Indikator itu

sendiri adalah indikator kemiskinan yang digunakan oleh Bappenas (Eni Febriana,

2010 : 27). Indikator kemiskinan yang dimaksud adalah :

1.

Keterbatasan pangan, merupakan ukuran yang melihat kecukupan pangan dan

mutu pangan yang dikonsumsi. Ukuran indikator ini adalah stok pangan yang

terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin, dan buruknya status gizi

bayi, anak balita, dan ibu.


(35)

2.

Keterbatasan akses kesehatan, merupakan ukuran yang melihat keterbataan

akses kesehatan dan rendahnya mutu layanan kesehatan. Keterbatasan akses

kesehatan dilihat dari kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar,

rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya layanan reproduksi,

jauhnya jarak fasilitas layanan kesehatan, mahalnya biaya pengobatan dan

perawatan. Kelompok miskin umumnya cenderung memanfaatkan pelayanan

di puskesmas dibandingkan dengan rumah sakit.

3.

Keterbatasan akses pendidikan. Indikator ini diukur dari mutu pendidikan

yang tersedia, mahalnya biaya pendidikan, terbatasnya fasilitas pendidikan,

rendahnya kesempatan memperoleh pendidikan.

4.

Keterbatasan akses pada pekerjaan dan kurangnya pendapatan. Indikator ini

diukur dari terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya

perlindungan terhadap asset usaha, perbedaan upah, kecilnya upah pekerja,

lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja

perempuan.

5.

Keterbatasan akses terhadap air bersih. Indikator yang digunakan adalah

sulitnya mendapatkan air bersih, terbatasnya penguasaan sumber air, dan

rendahnya mutu sumber air.

6.

Keterbatasan akses terhadap tanah. Indikator yang digunakan adalah struktur

kepemilikan dan penguasaan tanah, ketidakpastian kepemilikan dan

penguasaan tanah. Akses terhadap tanah ini merupakan persoalan yang

mempengaruhi kehidupan rumah tangga petani.

7.

Keterbatasan akses terhadap sumber daya alam. Indikator yang digunakan

adalah buruknya kondisi lingkungan hidup, rendahnya sumber daya alam.


(36)

Indikator ini sangat terkait dengan penghasilan yang bersumber dari sumber

daya alam, seperti daerah perdesaan, daerah pesisir, dan daerah

pertambangan.

8.

Tidak adanya jaminan rasa aman, indikator ini berkaitan dengan tidak

terjaminnya keamanan dalam menjalani kehidupan baik sosial maupun

ekonomi.

9.

Keterbatasan akses untuk partisipasi. Indikator ini diukur melalui rendahnya

keterlibatan dalam pengambilan kebijakan.

10. Besarnya beban kependudukan, indikator ini berkaitan dengan besarnya

tanggungan keluarga, dan besarnya tekanan hidup.

1.3. Skema Terbentuknya Perangkap Kemiskinan

Skema terbentuknya kemiskinan yang didasarkan pada konsep yang dikemukakan

oleh

Chambers

(dalam Sasumbar Saleh 2002:46) menerangkan bagaimana

kondisi yang disebut miskin di sebagian besar negara-negara berkembang dan

dunia ketiga adalah kondisi yang disebut memiskinkan. Kondisi yang sebagian

besar ditemukan bahwa kemiskinan selalu diukur/diketahui berdasarkan

rendahnya kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok

berupa pangan, kesehatan, perumahan atau pemukiman, dan pendidikan.

Rendahnya kemampuan pendapatan diartikan pula sebagai rendahnya daya beli

atau kemampuan untuk mengkonsumsi.

Kemampuan pendapatan yang relatif terbatas atau rendah menyebabkan

daya beli seseorang atau sekelompok orang terutama untuk memenuhi kebutuhan

pokok menjadi rendah . Konsumsi ini terutama ditujukan


(37)

untuk memenuhi kebutuhan akan gizi dan kesehatan standar. Akibatnya,

kemampuan untuk mencapai standar kesejahteraan menjadi rendah seperti:

1.

Ketersediaan pangan tidak sesuai atau tidak mencukupi standar gizi yang

disyaratkan sehingga beresiko mengalami mal gizi atau kondisi gizi

rendah yang selanjutnya sangat rentan terhadap resiko penyaki menular.

2.

Kesehatan relatif kurang terjamin sehingga rentan terhadap serangan

penyakit dan kemampuan untuk menutupi penyakit juga relatif terbatas

sehingga sangat rentan terhadap resiko kematian

3.

Perumahan atau pemukiman yang kurang/tidak layak huni sebagai akibat

keterbatasan pendapatan untuk memiliki/mendapatkan lahan untuk tempat

tinggal atau mendapatkan tempat tinggal yang layak. Kondisi ini akan

berdampak mengganggu kesehatan.

4. Taraf pendidikan yang rendah. Kondisi ini disebabkan karena keterbatasan

pendapatan untuk mendapatkan pendidikan yang diinginkan atau sesuai dengan

standar pendidikan.

Kondisi-kondisi akibat keterbatasan atau rendahnya pendapatan di atas

menyebabkan terbentuknya status kesehatan masyarakat yang dikatakan rendah

(morbiditas) atau berada dalam kondisi gizi rendah. Kondisi seperti ini sangat

rentan terhadap serangan penyakit dan kekurangan gizi yang selanjutnya disertai

tingginya tingkat kematian (mortalitas).

Angka mortalitas yang tinggi dan keadaan kesehatan masyarakat yang

rendah akan berdampak pada partisipasi sosial yang rendah, kecerdasan yang

rendah, dan ketrampilan yang relatif rendah.


(38)

1.4. Ukuran Kemiskinan

Menurut William A (dalam Rahmawati Futurrohmin 2011 :14) kemiskinan adalah

konsep yang relatif, bagaimana cara kita mengukurnya secara obyektif dan

bagaimana cara kita memastikan bahwa ukuran kita dapat diterapkan dengan

tingkat relevasi yang sama dari waktu ke waktu.

Untuk mengukur kemiskinan ada tiga indikator yang diperkenalkan dalam Foster

dkk (dalam Tambunan 2003: 96) yang sering digunakan di dalam banyak studi

empiris. Pertama

, the incidence of poverty

: persentase dari populasi yang hidup

di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis

kemiskinan. Kedua,

the depth of poverty

yang menggambarkan dalamnya

kemiskinan di suatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK),

atau dikenal dengan sebutan

poverty gap index

. Ketiga

, the severity of poverty

yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Secara umum ada dua

macam ukuran kemiskinan yang biasa digunakan yaitu kemiskinan absolut dan

kemiskinan relatif.

1. Kemiskinan Absolut

Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan

dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau

kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara

layak. Bila pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum, maka orang

dapat dikatakan miskin, dengan demikian kemiskinan diukur dengan

memperbandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang

dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya. Tingkat pendapatan minimum

merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin atau sering


(39)

disebut sebagai garis batas kemiskinan. (Todaro,1997 dalam Lincolin Arsyad

2004:238).

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk

mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan,

perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk

uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah

garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan

digolongkan sebagai penduduk miskin.

2. Kemiskinan Relatif

Miller dalam Lincolin Arsyad (2004:239) berpendapat bahwa walaupun

pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh

lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat disekitarnya, maka orang

tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan

lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya daripada lingkungan orang yang

bersangkutan. Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh

kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan

masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.

Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu

tertentu dan perhatian terfokus pada

golongan penduduk “termiskin”,

misalnya 20

persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan

menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif

miskin.


(40)

Maka ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi

pendapatan/pengeluaran penduduk. Ukuran kemiskinan juga bisa dihitung melalui

pendekatan pendapatan. Pendekatan pendapatan untuk mengukur kemiskinan ini

mengasumsikan bahwa seseorang dan rumah tangga dikatakan miskin jika

pendapatan atau konsumsi minimumnya berada di bawah garis kemiskinan.

Ukuran-ukuran kemiskinan ini dihitung melalui (Coudouel, et.al, 2001 dalam

Akhmad Daerobi 2007 8:9) adalah:

1.

Head Count Index ,

menghitung presentase orang yang ada di bawah garis

kemiskinan dalam kelompok masyarakat tertentu.

2. Indeks Keparahan Kemiskinan

(Poverty Severity Index)

yang memberikan

gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.

Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di

antara penduduk miskin.

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (

Poverty Gap Index

)

,

mengukur besarnya

distribusi pendapatan orang miskin terhadap garis kemiskinan. Pembilang

pada pendekatan ini menunjukkan jurang kemiskinan (poverty gap), yaitu

penjumlahan (sebanyak individu) dari kekurangan pendapatan orang miskin

dari garis kemiskinan. Sedangkan penyebut adalah jumlah individu di dalam

perekonomian (n) dikalikan dengan nilai garis kemiskinan, dengan ukuran ini,

tingkat keparahan kemiskinan mulai terakomodasi. Ukuran kemiskinan akan

turun lebih cepat bila orang-orang yang dientaskan adalah rumah tangga yang

paling miskin dibandingkan bila pengentasan kemiskinan terjadi pada rumah

tangga miskin yang paling tidak miskin.


(41)

1.5. Kriteria Kemiskinan

Ada berbagai macam kriteria yang digunakan untuk mengukur kemiskinan, salah

satunya kreteria miskin menurut Sayogyo. Komponen yang digunakan sebagai

dasar untuk ukuran garis kemiskinan Sayogyo adalah pendapatan keluarga yang

disertakan dengan nilai harga beras yang berlaku pada saat itu dan rata anggota

tiap rumah (lima orang) Berdasarkan kriteria tersebut, Sayogyo (1978 : 34)

membedakan masyarakat ke dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Sangat Miskin

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya dibawah

setara 250 kg beras ekuivalen setiap orang dalam setahun penduduk yang tinggal

diperkotaan.

2. Miskin

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang berpendapatan setara

dengan 240 kg beras sampai 320 kg beras selama setahun untuk penduduk yang

tinggal didesa, dan 360 kg beras sampai 480 kg beras pertahun untuk tinggal

diperkotaan.

3. Cukup

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang pendapatannya setara

dengan lebih dari 480 kg beras setiap orang dalam setahun untuk penduduk yang

tinggal dipedesaan, dan di atas 720 kg beras setiap orang pertahun untuk yang

tinggal diperkotaan.


(42)

Sedangkan kreteria penduduk miskin Badan Pusat Statistik (BPS), rumah tangga

dikatakan miskin (BPS, 2008:17), apabila:

1. Luas lantai hunian kurang dari 8 m² per anggota rumah tangga.

2. Jenis lantai hunian sebagian besar tanah atau lainnya.

3.

Fasilitas air bersih tidak ada.

4. Fasilitas jamban atau WC tidak ada.

5. Kepemilikan aset tidak tersedia.

6. Konsumsi lauk-auk dalam seminggu tidak bervariasi.

7. Kemampuan membeli pakaian minimal 1 stel dalam setahun tidak ada.

8. Pendapatan (total pendapatan per bulan) kurang dari atau sama dengan

Rp

350.000,-2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur

prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan ekonomi sebenarnya, pertumbuhan

ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik. Beberapa perkembangan ekonomi fisik

yang terjadi di suatu negara adalah pertambahan produksi barang dan jasa, dan

perkembangan infrastruktur. Semua hal tersebut biasanya diukur dari perkembangan

pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara dalam periode tertentu.

Menurut Todaro dan Smith dikutip oleh Merna Kumalasari (2006: 85) ada tiga faktor

utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu :


(43)

1. Akumulasi modal

termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah

(lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (

human resources

).

Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di

tabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar

output di masa-masa mendatang. Investasi juga harus disertai dengan investasi

infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas

komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam

pembinaan sumber daya manusia dapat meningkatkan kualitas modal manusia,

sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap

angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus bertambahnya

jumlah manusia. Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan kerja

perlu lebih diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumber daya

manusia yang terampil.

2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja

. Pertumbuhan penduduk dan

hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja (

labor force

)

secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang

pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin

produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan

potensi pasar domestiknya.

3. Kemajuan Teknologi.

Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi

cara-cara baru dan cara-cara-cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan

pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi, yakni :


(44)

a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang

dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

b. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (

labor saving

) atau hemat

modal (

capital saving

), yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan

jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama

c. Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika penggunaan

teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada

secara lebih produktif.

Dalam mengukur pertumbuhan ekonomi kita dapat menggunakan jumlah PDRB tiap

tahun sebagai indikatornya. Pengertian PDRB sendiri menurut Badan Pusat Statistik

(2004:8) yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha

dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang

dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Dimana PDRB merupakan data

yang tepat untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah.

3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau

suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan

kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari

penambahan pendapatan (

cateris paribus

), yang selanjutnya akan menciptakan suatu

kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan (Tambunan,


(45)

2003:40-41). Pendekatan pembangunan tradisional lebih dimaknai sebagai pembangunan yang

lebih memfokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Selanjutnya pembangunan ekonomi tidak

semata-mata diukur berdasarkan pertumbuhan PDRB secara keseluruhan, tetapi harus

memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar ke lapisan

masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasil-hasilnya. Sehingga menurunnya

PDRB suatu daerah berdampak pada kualitas dan pada konsumsi rumah tangga. Dan

apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin

terpaksa merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah

barang yang berkurang.

Menurut penelitian Hermanto Siregar dan Dwi W (2008:34) dari hasil penelitian

tersebut menunjukan hasil yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan penurunan

jumlah penduduk miskin, artinya bahwa PDRB sebagai indikator pertumbuhan

ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.

4. Angka Harapan Hidup

Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar

bagi produktifitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah. Tenaga kerja yang

sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat, lebih produktif dan

mendapatkan penghasilan yang tinggi. Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara

yang sedang berkembang, dimana proporsi terbesar dari angkatan kerja masih bekerja

secara manual. Indonesia sebagai contoh tenaga kerja laki-laki yang menderita


(46)

laki-laki yang tidak menderita anemia. Selanjutnya anak yang sehat akan mempunyai

kemampuan belajar yang lebih baik dan akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih

terdidik. Dalam keluarga yang sehat, pendidikan cenderung tidak akan terputus jika

dibandingkan dengan keluarga yang tidak sehat.

Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan

masukan penting untuk menurunkan kemiskinan, meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan ekonomi jangka panjang.

Angka Harapan Hidup (AHH), dijadikan indikator dalam mengukur tingkat kesehatan

suatu individu di suatu daerah. Angka Harapan Hidup saat lahir adalah rata-rata tahun

hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu (BPS,

2008:10). Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan

meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.

Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program

pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan,

kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Peningkatan

kesejahteraan ekonomi sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah

penting. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat,

sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tingkat

pendapatan tahunan. Negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap

individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis


(47)

mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia

harapan hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan pendapatannya

di bidang pendidikan dan menabung, dengan demikian tabungan nasional dan

investasi akan meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi yang nantinya akan menurunkan kemiskinan.

5. Hubungan Angka Harapan Hidup Terhadap Tingkat Kemiskinan

Kesehatan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan. Berbagai

indikator kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah jika

dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, memperlihatkan bahwa

angka kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi. Beberapa alasan meningkatnya

beban penyakit pada penduduk miskin adalah: pertama, penduduk miskin lebih rentan

terhadap penyakit karena terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi serta

kecukupan gizi. Kedua, penduduk miskin cenderung enggan mencari pengobatan

walaupun sangat membutuhkan karena terdapatnya kesenjangan yang besar dengan

petugas kesehatan, terbatasnya sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar dan

terbatasnya pengetahuan untuk menghadapi serangan penyakit.

Konsekuensi ekonomi jika terjadi serangan penyakit pada anggota keluarga

merupakan bencana jika biaya penyembuhannya mengharuskan menjual asset yang

mereka miliki atau berhutang. Hal ini akan menyebabkan keluarga jatuh dalam

kemiskinan dan jika bisa keluar dari hal ini akan mengganggu tingkat kesejahteraan

seluruh anggota keluarga bahkan generasi berikutnya.


(48)

Serangan penyakit yang tidak fatal dalam kehidupan awal akan mempunyai pengaruh

yang merugikan selama siklus hidup berikutnya. Pendidikan secara luas dikenal

sebagai kunci dari pembangunan, tetapi belum dihargai betapa pentingnya kesehatan

dalam pencapai hasil pendidikan. Kesehatan yang buruk secara lagsung menurunkan

potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit

dapat memelaratkan keluarga melalui menurunnya pendapatan, menurunnya angka

harapan hidup dan menurunnya kesejahteraan psikoligis.

Inilah yang menjadikan kesehatan memiliki korelasi penting terhadap kemiskinan.

Hal ini sependapat dengan penelitian Bimo Rizki dan Samsubar Saleh (2007: 98)

konsep pembangunan manusia juga merupakan konsep ekonomi, karena salah satu

strategi dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan mutu modal manusia

melalui kesehatan, pendidikan dan rasa aman.

6. Angka Melek Huruf

Angka Melek huruf merupakan salah satu indikator pendidikan. Kesejahteraan

masyarakat akan berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan

yang berkualitas sehingga angka melek huruf akan semakin meningkat. Sebaliknya

negara-negara yang kemiskinannya masih tinggi akan selaras dengan sumber daya

manusia yang tingkat pendidikannya masih rendah. Semakin tinggi pendidikan

seseorang maka akan semakin meningkat produktifitas orang tersebut sehingga akan

meningkatkan pendapatan baik individu maupun nasional. Peningkatan pendapatan


(49)

individu akan meningkatkan kemampuan konsumsi, sehingga mengentaskan mereka

dari kemiskinan.

Banyak orang miskin yang mengalami kebodohan bahkan secara sistematis. Karena

itu, menjadi penting bagi kita untuk memahami bahwa kemiskinan bisa

mengakibatkan kebodohan dan kebodohan jelas identik dengan kemiskinan. Untuk

memutus rantai sebab akibat diatas, ada satu unsur kunci yaitu pendidikan. Karena

pendidikan merupakan sarana untuk menghapus kebodohan sekaligus kemiskinan.

Namun ironisnya, pendidikan di Indonesia selalu terbentur oleh tiga realitas.

Pertama, kepedulian pemerintah yang bisa dikatakan rendah terhadap pendidikan

yang harus kalah dari urusan yang lebih strategis yaitu politik. Bahkan pendidikan

dijadikan jargon politik untuk menuju kekuasaan agar bisa menarik simpati di mata

rakyat.

Kedua, penjajahan terselubung. Pada era globalisasi dan kapitalisme ini, ada sebuah

penjajahan terselubung yang dilakukan oleh negara-negara maju dari segi kapital dan

politik yang telah mengadopsi dari berbagai dimensi kehidupan di negara-negara

berkembang. Umumnya, penjajahan ini tentu tidak terlepas dari unsur ekonomi.

Dengan hutang negara yang semakin meningkat, beban atau organisasi donor pun

mengintervensi secara langsung maupun tidak terhadap kebijakan ekonomi suatu

bangsa. Akibatnya terjadilah privatisas disegala bidang. Bahkan pendidikan pun tidak

luput dari usaha privatisasi ini, dari sini pendidikan semakin mahal yang tentu tidak

bisa dijangkau oleh rakyat. Akhirnya rakyat tidak bisa lagi mengenyam pendidikan


(50)

tinggi dan itu berakibat menurunnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Sehingga tidak heran jika tenaga kerja di Indonesia bayak yang berada disektor

informal akibat kualitas sumberdaya manusia yang rendah, dan disalah satunya

karena biaya pendidikan yang mahal.

Ketiga adalah kondisi masyarakat sendiri yang memang tidak bisa mengadaptasikan

diri dengan lingkungan yang ada. Tentu hal ini tidak terlepas dari kondisi bangsa

yang tengah dilanda krisis multidimensi sehingga harapan rakyat akan kehidupannya

menjadi rendah. Hal ini akan berdampak pada kekurangannya respek terhadap

terhadap dunia pendidikan, karena lebih mementingkan urusan perut dari pada

sekolah. Akibatnya kebodohan akan menghantui, dan kemisknan pun akan

mengiringi. Sehingga kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial, dimana dari

kemiskinan akan melahirkan generasi yang tidak terdidik akibat kurangnya

pendidikan dan kemudian menjadi bodoh serta kemiskinanpun kembali menjerat.

7. Hubungan Angka Melek Huruf Terhadap Tingkat Kemiskinan

Pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar, karena pendidikan

merupakan kunci dalam membentuk kemampuan suatu negara dalam menyerap

teknologi yang modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercapai

pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Namun tidak bisa ditampik

bahwa bagi sebagian besar bangsa Indonesia pendidikan masih merupakan barang

mewah. Diatas pendidikan bangsa Indonesia ini masih pusing memikirkan kesulitan

hidup, terutama ekonomi. Selain karena faktor ekonomi yang belum aman, sekolah

juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.


(51)

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan juga masih rendah, hal ini

dikarenakan pandangan tentang pendidikan itu sendiri. Pandangan seseorang

dipengaruhi oleh lingkup pengalaman dan lingkup kebudayaanya. Contoh sederhana

misalnya berapa banyak pengaruh pendidikan terhadap tingkat keberhasilan orang

menjadi kaya. Tampaknya kesan masyarakat terhadap kesuksesan dan kekayaan tidak

berkorelasi dengan pendidikan terutama bagi masyarakat pedesaan, mereka

berpandangan bahwa untuk menjadi kaya tidak perlu berpendidikan tinggi melainkan

bekerja keras dan keuletan dalam berdagang. Hal ini merupakan salah satu penyebab

masih rendahnya Angka Melek Huruf di Indonesia. Melek huruf merupakan salah

satu indikator pendidikan.

Kesejahteraan masyarakat akan berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat

terhadap pendidikan yang berkualitas sehingga angka melek huruf akan semakin

meningkat. Sebaliknya negara-negara yang kemiskinannya masih tinggi akan selaras

dengan sumber daya manusia yang tingkat pendidikannya masih rendah.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin meningkat produktifitas

orang tersebut sehingga akan meningkatkan pendapatan baik individu maupun

nasional. Peningkatan pendapatan individu akan meningkatkan kemampuan

konsumsi, sehingga mengentaskan mereka dari kemiskinan. Sebagaimana telah

dibuktikan dalam penelitian Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008 : 23-40)

investasi pendidikan berpengaruh positif terhadap penurunan kemiskinan. Dan

penelitian yang dilakukan oleh Rasidin K Sitepu dan Bonar M Sinaga (2005 :

117-125) investasi pendidikan bermanfaat besar bagi pengurangan kemiskinan.


(52)

8. Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan dan Pendidikan

Pemerintah sebagai regulator sekaligus dinamisator dalam suatu perekonomian

merupakan salah satu pihak yang memiliki peran sentral dalam upaya untuk

menanggulangi permasalahan kemiskinan. Di Indonesia, pelaksanaan

penanggulangan permasalahan kemiskinan dikoordinasikan oleh Kementrian

Koordinator Bidang Kesejahteraan yang bekerja sama dengan Departemen

Kesehatan dan Departemen Sosial.

Program penanggulangan masalah kemiskinan ini dibiayai melalui Anggaran

Pembangunan dan Belanja Nasional (APBN) melalui pos pengeluaran untuk Program

Pembangunan. Prinsip yang digunakan untuk program ini bahwa penanggulangan

kemiskinan dilakukan melalui upaya untuk meningkatkan pembangunan di bidang

sumber daya manusia dan pemenuhan sarana maupun pra sarana fisik. Kedua bentuk

pelaksanaan dalam APBN ini disebut juga investasi pemerintah untuk sumber daya

manusia dan investasi pemerintah di bidang fisik.


(53)

Tabel 7. Pos Pengeluaran Pemerintah Untuk Investasi Sumber Daya Manusia

dan Investasi Fisik

Investasi Sumber Daya Manusia

Investasi Fisik

1. Pendidikan, Kebudayaan Nasional,

Pemuda, dan Olah Raga

2. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Anak, dan Remaja 3. Agama

4. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

1. Industri

2. Pertanian dan Kehutanan 3. Sumber Daya Air dan Irigasi 4. Tenaga Kerja

5. Perdagangan, Pengembangan Usaha Daerah, Keuangan Daerah, dan Koperasi

6. Transportasi, Meteorologi, dan Geofisika

7. Pertambangan dan Energi

8. Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi 9. Pembangunan Daerah dan

Transmigrasi

10. Lingkungan Hidup dan Tata Ruang 11. Kependudukan dan Keluarga

Berencana

12. Perumahan dan Pemukiman 13. Hukum

14. Aparatur Pemerintah dan Pengawasan 15. Politik, Penerangan, Komunikasi,dan Media Massa

16. Keamanan dan Ketertiban Umum 17. Subsidi Pembangunan Kepada Daerah Bawahan

Sumber : BPS Provinsi Lampung

Investasi pemerintah di bidang sumber daya manusia ditujukan untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia yang direalisasikan di bidang pendidikan, agama,

kebudayaan, kesejahteraan, pembinaan wanita dan anak-anak, pengembangan

kualitas tenaga kerja, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

pendidikan agama. Keseluruh aspek di bidang sumber daya manusia di atas

merupakan salah satu syarat dasar dalam program penanggulangan masalah

kemiskinan.


(54)

Investasi pemerintah di bidang fisik atau disebut juga investasi fisik pemerintah

adalah pengeluaran pemerintah yang secara umum ditujukan untuk kesejahteraan

masyarakat yang direalisasikan ke dalam pembangunan fisik. Pada APBN, pos

pengeluaran untuk investasi fisik pemerintah ini adalah keseluruhan pos pengeluaran

pembangunan kecuali untuk bidang investasi sumber daya manusia.

9

.

Hubungan Pengeluaran Pemerintah Pada Sektor Kesehatan dan Pendidikan

Terhadap Tingkat Kemiskinan

Pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan merupakan komponen

yang diperlukan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pengeluaran pada

kedua sektor ini dilakukan pemerintah dalam merespon dua indikator kemiskinan

yaitu keterbatasan di sektor kesehatan dan keterbatasan di sektor pendidikan, yang

mana hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber

daya manusia yang berkualitas nantinya akan mampu bersaing dan membawa

pembangunan ekonomi kearah yang lebih maju, sehingga pada akhirnya

pembangunan ekonomi yang maju tersebut akan dapat mengurangi tingkat

kemiskinan.

B. Tinjauan Empiris

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rasidin K. Sitepu dan Bonar M. Sinaga (2005)

dengan judul “Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi dan Kemiskinan Di Indonesia: Pendekatan Model Computebel General

Equilibrium” Penelitian bertujuan untuk menganalisis dampak investasi sumber


(55)

daya manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia.

Metode untuk menjawab tujuan penelitian ini disebut sebagai metode

ad-hoc

,

yaitu solusi dari suatu pendekatan merupakan

input

bagi pendekatan lainnya,

tetapi secara keseluruhan pendekatan ini lebih menggunakan

computable general

equilibrium model

(CGE) yang diadopsi dari model INDOF (Oktaviani, 2000).

Penulisan notasi dalam model ini mengikuti sistem model ORANI-F (Horridge

et

al.,

1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000), yang dituliskan dalam istilah perubahan

persentase. Model CGE dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa seluruh

industri beroperasi pada pasar dengan kondisi

competitive

baik di pasar

input

maupun di pasar

output

. Hal ini mengimplikasikan bahwa tidak ada pelaku

ekonomi yang dapat mengatur pasar sehingga seluruh sektor dalam ekonomi

diasumsikan menjadi penerimaan harga (

price-taker

). Pada tingkat

output

,

harga-harga yang dibayar oleh konsumen sama dengan

marginal cost

dari memproduksi

barang. Hal yang sama,

input

dibayar sesuai dengan nilai produk marginalnya.

Persamaan permintaan dan penawaran diturunkan dari prosedur optimasi. Karena

model yang digunakan merupakan model

recursive dynamic

, dampak kebijakan

dari tahun ke tahun dapat tertangkap dari model. Dalam kajian ini simulasi

kebijakan dianalisis dalam lima tahun ke depan.

2. Samsubar Sa

leh (2002) dengan judul penelitian ”Faktor

-faktor Penentu

Kemiskinan

Regional Di Indonesia” Berdasarkan hasil

-hasil empirik dalam

penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kemiskinan per propinsi di Indonesia adalah indeks pembangunan manusia


(56)

(terdiri dari pendapatan perkapita, angka harapan hidup, rata-rata bersekolah),

investasi fisik pemerintah daerah, tingkat kesenjangan pendapatan, tingkat

partisipasi ekonomi dan politik perempuan, populasi penduduk tanpa akses

terhadp fasilitas kesehatan, populasi penduduk tanpa akses terhadap air bersih,

dan krisis ekonomi. Beberapa implikasi kebijakan yang dapat dilakukan adalah

berikut ini. Pertama, peningkatan kualitas pengembangan manusia melalui

peningkatan pendapatan, fasilitas pendidikan dan kesehatan. Kedua, di saat

bersamaan dilakukan kebijakan yang dapat mendukung pemerataan pendapatan.

Ketiga, investasi fisik dilakukan secara merata dengan prioritas pada

kawasan-kawasan padat keluarga miskin. Keempat, pemerataan kesempatan bagi

perempuan untuk berpartisipasi dalam sektor-sektor informal ekonomi dan

politik, sektor di mana sebagian besar keluarga miskin berasal.

3.

Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008) dengan judul “Dampak

Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Pendudu

k Miskin”. Tujuan

tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis dampak pertumbuhan

ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin di Indonesia. Metode analisis

deskriptif dan ekonomertika menggunakan data panel yaitu data

time series

dari

tahun 1995-2005 dan

cross section

dari 26 provinsi (sebelum

pemekaran-pemekaran dan setelah disitegrasi Timor Timur. Hasil penelitian menunjukkan

kurangnya kualitas pertumbuhan ekonomi dicerminkan oleh angka kemiskinan di

atas 20 persen dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Jumlah penduduk

miskin akibat krisis ekonomi belum berhasil dikurangi bahkan cenderung


(57)

meningkat. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap penurunan

jumlah penduduk miskin walaupun dengan magnitude yang relatif kecil, seperti

inflasi, populasi penduduk, share sektor pertanian, dan sektor industri. Namun

variabel yang signifikan dan relatif besar pengaruhnya terhadap penurunan jumlah

penduduk miskin adalah sektor pendidikan.


(1)

53

2. Administrasi Pemerintahan

Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 Maret 1964 adala merupakan keresidenan Lampung, yang berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 3 Tahun 1964, yang kemudian menjadi undang-undang Nomor 14 Tahun 1964 keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi Lampung dengan ibukota

Tanjungkarang-Telukbetung. Selanjutnya kotamadya Tanjungkarang-Telukbetung tersebut

berdasarkan peraturan daerah nomor 24 tahun 1983 telah diganti namanya menjadi kotamadya Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 Juni 1983.

Secara administratif Provinsi Lampung dibagi menjadi 15 Kabupaten/Kota yaitu, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Pesisir Barat, Kota Bandar Lampung, Kota Metro.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil analisis penghitungan dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut, yaitu:

1. Melihat besarnya pengaruh Pertumbuhan Ekonomi yang diukur dari tingkat PDRB dan Angka Melek Huruf terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung, maka pemerintah Provinsi Lampung harus lebih lagi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan sumber daya manusia agar dapat mengelola sumber daya alam dengan lebih baik lagi dan menggalakan serta memancing masyarakat untuk berwirausaha. Disamping itu peningkatan juga perlu dilakukan di sektor pendidikan. Karena pertumbuhan ekonomi yang terus meingkat dan tingkat pendidikan yang baik adalah salah satu kunci untuk mengatasi masalah kemiskinan.

2. Angka Harapan Hidup tidak berpengaruh signifikan terhadap terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung pada kurun waktu 2003-2012. Hal ini

menunjukkan bahwa banyak tahun yang dapat ditempuh seseorang dalam hidup tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan pada tingkat makro apabila tidak disertai dengan pendidikan yang layak dan produktifitas kerja yang tinggi.


(3)

74

3. Kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan dana untuk sektor kesehatan relasiasi anggaran pemerintah belanja negara dan daerah belum memberikan dampak yang signifikan terhadap penurunan tingkat di Provinsi Lampung.

4. Pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemsikinan di Provinsi Lampung, dimana pengeluaran dana di sektor pendidikan, berpengaruh signifikan terhadap penurunan tingkat

kemiskinan di Provinsi Lampung pada kurun waktu 2003-2012.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas, disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Melihat pengaruh Pertumbuhan Ekonomi yang diukur dari tingkat PDRB terhadap penurunan tingkat kemiskinan, maka pemerintah Provinsi Lampung harus lebih lagi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan sumber daya manusia agar dapat mengelola sumber daya alam dengan lebih baik lagi dan menggalakan masyarakat untuk berwirausaha guna untuk meningkatan pendapatan masyarakat itu sendiri.

2. Pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan berpengaruh positif terhadap penurunan tingkat kemsikinan di Provinsi Lampung. Maka hal ini harus terus dilakukan agar pendidikan di Provinsi Lampung terus mengalami kemajuan yang mana akan berpengaruh terhadap meningkatknya kesejahteraan masyarakat guna untuk mengentaskan masyarakat dari jerat kemsikinan.


(4)

75

3. Masih belum berpengaruhnya pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan secara signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan, bukan menjadi alasan

pemerintah untuk menghentikan alokasi dana disektor tersebut. Hendaknya pemerintah tetap menjaga agar hal ini terus berjalan dan lebih menambah jumlah alokasi dana untuk sektor kesehatan pada tahun-tahun penyusunan anggaran belanja selanjutnya. Tentunya di sertai pengawasan yang lebih, agar dana tidak digunakan dengan cara yang salah dan dapat sampai ke tangan msyarakat yang membutuhkan.

4. Setiap daerah mempunyai karakteristik dan masalah kemiskinan yang berbeda dengan daerah lainnya. Oleh sebab itu strategi penanggulangan kemiskinan daerah perlu disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kemampuan pada masing-masing daerah.

5. Pemerintah telah merencanakan program penanggulangan kemiskinan yang mencakup berbagai bidang. Oleh karena itu, diperlukan monitoring dan evaluasi oleh semua pelaku (stakeholders) penanggulangan kemiskinan, untuk

mengetahui sejauh mana dampak program/kegiatan yang mencakup manfaat maupun sasaran program itu sendiri telah berjalan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2003.Lampung Dalam Angka 2003. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2004.Lampung Dalam Angka 2004. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2005.Lampung Dalam Angka 2005. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2006.Lampung Dalam Angka 2006. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2007.Lampung Dalam Angka 2007. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2008.Lampung Dalam Angka 2008. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2009.Lampung Dalam Angka 2009. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2010.Lampung Dalam Angka2010. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2011.Lampung Dalam Angka2011. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2012.Lampung Dalam Angka 2012. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2013.Lampung Dalam Angka 2013. BPS. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2011.Indikator Pembangunan Manusia Provinsi Lampung Tahun 2011. BPS.Jakarta-Indonesia.

Arsyad, Lincolin. 2004.Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Nagara.

Daerobi, Akhmad. 2007.Dampak Pengembangan Sector Pertanian TerhadapPengentasan

Kemiskinan Di Jawa Tengah.Surakarta : Jurnal Universitas Sebelas Maret.

Damiri, Johannis dan Khoirunnisa. 2012.Modul SAS : Basics, Management Science / Operation Research dan Econometricts and Time Series. Febriana, Eni.2010.Strategi Untuk Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga


(6)

Futurrohmin, Rahmawati. 2011.Pengaruh PDRB,Angka Harapan Hidup dan Melek Huruf Terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah).

Greene, William H. 2008.Econometric Analysis Sixth Edition. Upper Saddle River, New Jersey : Pearseon Prentice Hall.

Gujarati, Damodar. 2003.Basic Econometrics.Edisi Keempat. McGrow-Hill-New York.

Sayogyo 1978, Tjondonegoro, Soejono & Harjono dalam Marcus J Patinama. 2009.Pengentasan Kemiskinan dengan Kearifan Lokal(Studi Kasus di Pulau Buru-Maluku dan Surade-Jawa Barat.Makara Social Humanoria Vol 13.No.1.

Saleh, Sasumbar. 2002.Faktor-Faktor Penentu Tingkat Kemiskinan Regional. Jurnal Ekonomi kajian Ekonomi Negara Berkembang JEP Vol 7, Hal 87-102.

Siregar, Hermanto dan Dwi Wahyuniarti. 2008.Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Laporan Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Sitepu, Rasidin K dan Bonar M. Sinaga. 2005.Dampak Investasi Sumber Daya ManusiaTerhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia : Pendekatan Model Computable General Equilibrium. Laporan Penelitian Sekolah PaskaSarjana Institut Pertanian Bogor. Tambunan, Tulus T.H. 2003.Perekonomian Indonesia:Beberapa Masalah

Penting.Jakarta:Galia Indonesia.

Todaro, Michael dan Smith. 2006.Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Penterjemah: Drs. Haris Munandar, MA; Puji A.L, SE

_________________. 2012.Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Bandarlampung.

Wongdesmiwati. 2009.Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Ekonometrika.

World Bank Institute. 2002.Dasar-dasar Analisis Kemiskinan. Edisi Terjemahan BPS. Badan Pusat Statistik, Semarang


Dokumen yang terkait

pengaruh PDRB, harapan hidup dan melek huruf terhadap tingkat kemiskinan (studi kasus 35 Kabupaten/kota di Jawa Tengah)

6 44 142

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DAN SEKTOR KESEHATAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROPINSI LAMPUNG

3 46 85

ANALISIS PENGARUH TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA, PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 1995-2012

1 9 83

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP ANGKA MELEK HURUF PEREMPUAN DAN ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Angka Melek Huruf Perempuan Dan Angka Partisipasi Sekolah Perempuan Tingkat SMP/MTs Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa

0 1 16

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP ANGKA MELEK HURUF PEREMPUAN DAN ANGKA PUTUS SEKOLAH PEREMPUAN Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Angka Melek Huruf Perempuan Dan Angka Putus Sekolah Perempuan Tingkat SMP/MTs Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Te

0 1 16

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP ANGKA MELEK HURUF PEREMPUAN DAN ANGKA PUTUS SEKOLAH PEREMPUAN Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Angka Melek Huruf Perempuan Dan Angka Putus Sekolah Perempuan Tingkat SMP/MTs Di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Te

0 2 16

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dan Kesehatan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Kemiskinan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Sumatera Utara

0 0 15

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dan Kesehatan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Kemiskinan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Sumatera Utara

0 0 2

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dan Kesehatan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Kemiskinan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Sumatera Utara

0 0 13

ANALISIS PENGARUH ANGKA HARAPAN HIDUP, ANGKA MELEK HURUF, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DAN PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PERKAPITA TERHADAP KEMISKINAN PADA KABUPATEN KOTA DI PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2010-2013 | Anggadini | Katalogis 6373 21090

0 0 10