INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENAMPANG SEISMIK 2D DAN MENGHITUNG GROSS ROCK VOLUME RESERVOAR PADA LAPANGAN HYS
INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENAMPANG SEISMIK 2D DAN MENGHITUNG
GROSS ROCK VOLUME RESERVOAR PADA LAPANGAN HYS
(Skripsi)
Oleh :
HENDRA YUSEPTYAWAN 0915051019
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(2)
INTERPRETATION OF SUBSURFACE STRUCTURE USING 2D SEISMIC AND CALCULATE THE GROSS ROCK VOLUME OF
RESERVOIR ON THE HYS FIELD
Hendra Yuseptyawan
ABSTRAK
The seismic reflection method is one of method that can be describe in clear and good of the geological conditions, so it is usually used in hydrocarbon exploration. Where this method is used in the initial geological mapping and interpreting contour shape of the structure below surface on HYS field where is located in southern Sumatra, which is one field in Musi Platform. In this study, using a 2-D seismic hardcopy, the well data, one data chekshot and three marker horizon. that are a marker of Palembang Formation, Telisa Formation and Baturaja Formation. In Baturaja Formation have became the target of the determination of reservoir plane due to the formation of a build-up carbonate were formed during the early Miocene and clastic rocks which consists of lithic minerals from weathering basement and some parts interfingering with clastic carbonate whose distribution is controlled by the surface of the basement. Where in the depth structure map has found two large anticline and small anticline structure which includes the major faults that leads from the southwest to the northeast, the lenght is up faulth and the small is down faulth. From the results perhitunga Gross Rock Volume of two anticline in Baturaja Formation. The first anticline volume amounted of 35,908,804.34 cubic meters or 35.9 cubic kilometers, while on the second anticline volume amount of 4,257,082.017 cubic meters or 4,257 or cubic kilometers. The two anticline could be a potential hydrocarbon reservoir field.
(3)
PENAMPANG SEISMIK 2D DAN MENGHITUNG
GROSS ROCK VOLUME RESERVOAR PADA LAPANGAN HYS
Hendra Yuseptyawan
ABSTRAK
Metode seismik refleksi merupakan salah satu metode yang dapat menggambarkan kondisi geologi secara baik dan jelas, sehingga biasanya digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Dimana metode ini digunakan dalam pemetaan kontur geologi awal dan penginterpretasian bentuk struktur di bawah permukaan pada lapangan HYS yang terletak di sumatera selatan yang merupakan salah satu lapangan di Musi Platform. Pada penelitian ini menggunakan penampang seismik 2-D hardcopy, satu data sumur, satu data chekshot dan tiga marker
horizon yaitu marker dari Formasi Palembang, Formasi Telisa dan Formasi Baturaja. Formasi Baturaja menjadi formasi target penentuan bidang reservoar dikarenakan pada formasi ini merupakan formasi build-up karbonat yang terbentuk selama akhir Miocene
awal serta batuan klastik yang terdiri dari mineral lithic dari pelapukan basement dan beberapa bagian terinterfingering dengan karbonat klastik yang distribusinya dikontrol oleh permukaan basement. Dimana di dalam penginterpretasian peta struktur kedalaman ditemukan dua buah antiklin besar dan antiklin kecil yang juga terdapat struktur patahan-patahan utama yang mengarah dari barat daya ke timur laut, yang patahan-patahan panjang merupakan patahan naik dan yang kecil merupakan patahan turun. Dari hasil perhitungan
Gross Rock Volume dari dua antiklin di Formasi Baturaja diketahui bahwa gross rock volumenya sebesar 35908804,34 meter kubik atau 35,9 kilometer kubik, sedangakan pada volume area bidang antiklin kedua yaitu dimana merupakan antiklin yang lebih kecil menghasilkan volume sebesar 4257082,017 meter kubik atau sebesar 4,257 kilometer kubik. Yang kedua antiklin tersebut bisa menjadi potensi bidang reservoar hidrokarbon. Kata Kunci : seismik refleksi, peta struktur, gross rock volume.
(4)
INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN PENAMPANG SEISMIK 2D DAN MENGHITUNG GROSS ROCK
VOLUME RESERVOAR PADA LAPANGAN HYS
(Skripsi)
Oleh :
HENDRA YUSEPTYAWAN Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(5)
(6)
(7)
(8)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Penampang Seismik 2d Dan Menghitung Gross Rock Volume Reservoar Pada Lapangan Hys” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk sang Teladan dan Pemimpin umat, junjungan umat, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman Jahiliyah kepada zaman yang berilmu pengetahuan seperti saat ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Harapannya semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 16 Desember 2015
` Penulis,
(9)
xi
Alhamdulillahhirabbil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, petunjuk dan segala kemudahan yang tiada terbatas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta dukungan, semangat, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih tiada terbatas kepada:
1. Kedua Orang Tua ku tercinta, Ibunda saya Yuli Siti Purwo Andhari dan Ayah saya Safrudin, yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh cinta dan kasih sayang. Terimakasih atas segala motivasi, ketulusan dan kesabaran yang terhembus dalam do’a agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan harapan agar dapat menjadi orang yang berakhlak, berintelektual, serta sukses di kemudian hari.
2. Bapak Erwin indra Kusuma, bapak Dedy Zhunaedy, dan para para mentor di PT. Medco E&P yang telah memberi banyak ilmu dan meluangkan waktu dalam mengajarkan banyak hal sehingga bisa membuat skripsi ini dan semua pihak di PT. Medco E&P yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin sebagai Rektor Universitas Lampung.
4. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.S., M.Sc., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
5. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si, M.T. . sebagai Pembimbing dan juga selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang telah memberikan waktu,
(10)
xii
6. saran, pengarahan dan motivasi serta memberikan masukan-masukan bantuan yang begitu besar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Bapak DR. Ordas Dewanto, S.Si., M.Si, selaku Penguji yang telah memberikan masukan-masukan yang membangun.
8. Seluruh Dosen Teknik Geofisika Universitas Lampung, terimakasih atas semua ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan serta Seluruh Staff TU Jurusan Teknik Geofisika dan Staff Dekanat Fakultas Teknik, Universitas Lampung
9. Sahabat saya Mizpha ksatrio Silaen dan dan Teman-teman seangkatan dan seperjuangan Teknik Geofisika 2009: Diantoro deka saputra, Satria Subkhi Arifin, Frengki Pasaribu. Noval Fezi yang telah membantu dalam proses penyelesain skripsi dan teman 2009 lainnya yang telah bersama-sama dalam kuliah selama ini.
10. Sahabat sepermainan penulis sejak SMA yang telah banyak membantu yaitu Vidy Galantso Nobel dan penyemangant lainnya, Suwanda, Tyas, Herlina, Vita, Andri, Apriza, Aprizal yang telah memberi semngat dari canda tawa mereka.
11. Terimakasih kepada sahabat terpenting, teman terbaik, musuh terdalam dan seseorang yang selalu dihati dan fikiran penulis yaitu noona Linda Asrina yang selalu menyemangati dan memaksa semua tindakan serta mendukung dalam semua doa dan perbuatannya sehingga terselesaikannya skripsi ini.
12. Kakak tingkat 2007, 2008 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini serta adik-adik tingkat 2010, 2011 sampai 2015 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
13. Almamater Tercinta yang mengajarkan arti sebuah perjuangan.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segalanya.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga
(11)
xiii Aamiin.
Bandar Lampung, 16 Desember 2015 Penulis,
(12)
ix
PERSEMBAHAN
Atas segala Rahmat dan karunia Allah SWT, ku persembahkan karya
ilmiah ini untuk:
Kedua orangtua ku, Ayahandaku Safrudin dan Ibundaku Yuli Siti
Purwo Andhari atas segala doa, pengorbanan, motivasi, kasih sayang,
dan cintanya yang tidak akan terbalaskan oleh apapun dan
kapanpun.
Dan untuk Seseorang yang selalu mengisi awal perjuangan ini dengan
dukungan, doa dan cintanya
(13)
viii
MOTO
“
Janganlah abaikan kerikil kecil ambilah dan hancurkanlah,
pandangalah dengan tajam gunung yang besar dan lewatilah, buatlah
sayap-sayap dengan mimpi dan wujudkanlah dengan menggengam
bintang”
“
Yakin, berdoa, berfikir berusaha sekeras mungkin, coba dan terus
mencoba dan selalu melangkah kedepan dan jadikan masa lalu
menjadi pelajaran berharga
”
Jangan hanya bermimpi dan malas atau menunda-nunda sesuatu
seseungguhnya hal seperti itu akan menyianyiakan hidupmu, tetapi
wujudkan mimpimu dengan darah hingga keringatmu akan menjadi
butir-butir berlian yang berharga dan jejakmu akan berada di
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Cekungan Sumatera Selatan ... 4
Gambar 2. Kerangka Tektonik Paleogene Cekungan Sumatra Selatan ` ... 6
Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan ... 15
Gambar 4. Peta lokasi titik penelitian ... 18
Gambar 5. Konsep Gelombang Seismik ... 30
Gambar 6. Pemantulan Gelombang ... 31
Gambar 7. Noise dan data ... 33
Gambar 8. Polaritas dan fasa ... 34
Gambar 9. Contoh penentuan polaritas dan fasa ... 35
Gambar 10. Seismogram sintetik yang diperoleh dari konvolusi RC dan wavelet ... 36
Gambar 11. Survey Checkshot ... 37
Gambar 12. Konfigurasi seismik yang berkembang akibat proses pengendapan, erosi, dan paleotopografi ... 50
Gambar 13. Perhitungan Bulk Volume/ Gross Rock Volume ... 56
Gambar 14. Peta dasar lintasan daerah penilitian lapangan HYS ... 59
Gambar 15. Penampang Seismik 2D PSTM ... 59
Gambar 16. Data log di sumur Soka 1 ... 60
(15)
Gambar 19. Lintasan 1259-86 yang telah dipicking ... 66
Gambar 20. Peta struktur waktu Formasi Baturaja ... 67
Gambar 21. Data checkshot ... 68
Gambar 22. Persamaan data checkshot menggunakan polinomial orde 2 ... 68
Gambar 23. Peta struktur kedalaman formasi baturaja ... 69
Gambar 24. Daerah target perhitungan GRV ... 70
Gambar 25. Diagram Alir ... 72
Gambar 26. Peta Struktur Waktu Formasi Palembang Dalam Bentuk 2D ... 74
Gambar 27. Peta Struktur Waktu Formasi Telisa Dalam Bentuk 2D ... 74
Gambar 28. Peta Struktur Waktu Formasi Baturaja Dalam Bentuk 2D ... 78
Gambar 29. Peta Struktur Kedalaman Formasi Palembang Dalam Bentuk 2D 76 Gambar 30. Peta Struktur Kedalaman Formasi Telisa Dalam Bentuk 2D ... 76
Gambar 31. Peta Struktur Kedalaman Formasi Baturaja Dalam Bentuk 2D ... 77
Gambar 32. Peta Struktur Kedalaman Formasi Baturaja Dalam Bentuk 3D ... 78
Gambar 33. Gambaran Antiklin Pada Penampang Seismik 1259-86 ... 79
(16)
vii
RIWAYAT HIDUP
Hendra Yuseptyawan, lahir di Surabaya pada tanggal 07 September 1993, merupakan anak tunggal pasangan Bapak Safrudin dengan Yuli Siti Purwo Andhari.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Tanjung Agung Bandar Lampung pada tahun 2003, mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006, sedangkan pendidikan sekolah menengah atas diselesaikan di Perintis 2 Bandar Lampung, pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung Fakultas Teknik Jurusan Teknik Geofisika melalui jalur SNMPTN Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi HIMATG sebagai pengurus aktif pada tahun 2010-2011, penulis juga pernah tercatat sebagai pengurus HMGI regional Lampung pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT. ANTAM di daerah Pongkor ,Bogor pada bulan Januri 2013. Penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan Tugas Akhir di PT. Medco E&P lantai 33 Energy Tower Jakarta Pusat, lalu melanjutkan di Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Lampung Hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya pada bulan desember tahun 2015.
(17)
xv
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
PERSETUJUAN ... iv
PENGESAHAN ... v
PERNYATAAN ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
MOTTO ... viii
PERSEMBAHAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
SANWACANA ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Maksud dan Tujuan ... 3
C. Batasan Masalah... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan ... 4
B. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan ... 5
(18)
xv
1. Upper Jurassic – Lower Cretaceous ... 7
2. Late Cretaceous – Oligocene ... 7
3. Oligocene – Pliocene Basin Fill ... 7
4. Pliocene -Pleistocene Orogeny ... 8
D. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan ... 9
1. Kelompok Pra Tersier ... 9
2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat ... 10
3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda ... 10
4. Formasi Talang Akar ... 11
5. Formasi Baturaja ... 12
6. Formasi Telisa (Gumai) ... 12
7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat) ... 13
8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim) ... 14
9. Formasi Upper Palembang (Kasai) ... 14
E. Potensi Hidrokarbon ... 15
1. Batuan Induk ... 15
2. Batuan Reservoar ... 16
3. Batuan Tudung ... 17
4. Perangkap dan Migrasi ... 17
6. Lokasi penelitian ... 18
BAB III. TEORI DASAR A. Petroleum System ... 20
1. Batuan Sumber ... 20
2. Migrasi ... 21
3. Batuan Reservoar ... 22
4. Lapisan penutup ... 22
5. Perangkap ... 22
5.1. Perangkap Struktur ... 23
5.2. Perangkap Lipatan ... 23
5.3. Perangkap Patahan ... 24
B. Analisis dan Interprestasi Penampamg Seismik ... 27
C. Konsep Dasar Seismik Refleksi ... 29
D. Trace Seismik ... 31
E. Noise dan Data ... 32
F. Polaritas ... 34
G. Pengikatan Data Seismik dan Sumur (well-Seismic Tie) ... 35
1. Seismogram Sintetik ... 35
2. Check-Shot Survey ... 37
3. Vertical Seismic Profile (VSP) ... 38
H. Time Depth Conversion ... 38
I. Well Logging ... 39
(19)
xvi
J. Perangkat - Perangkat Well Logging ... 39
1. Log Gamma Ray ... 39
2. Log SP (Spontaneous Potential Log) ... 40
3. Log Resistivity (LR) ... 41
4. Laterelog ... 42
5. Log Induksi ... 42
6. Log Porositas ... 43
7. Log Sonik ... 43
8. Log Densitas ... 44
9. Log Neutron ... 44
H. Interpretasi Seismik ... 45
G. Pemetaan Bawah Permukaan ... 51
1. Peta Kontur Struktur ... 51
2. Peta Stratigrafi ... 52
3. Peta Isopach ... 52
4. Peta Fasies ... 53
J. Perhitungan Volume Cadangan ... 53
1. STOOIP (Stock Tank Original Oil In Place) ... 54
2. OOIP (Original Oil In Place) ... 54
3. Bulk Volume/ Gross Rock Volume ... 54
BAB V. METEDOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57
B. Bahan dan Alat ... 57
C. Penyiapan Data dan Studi Literatur ... 58
1. Data ... 58
2. Analisis Data ... 60
3. Well Seismic Tie ... 61
4. Intepretasi ( Pembuatan Horison dan Penarikan Patahan) ... 63
5. Pembuatan Peta Struktur Waktu Dan Kedalaman ... 67
6. Perhitungan Gross Rock Volume ... 70
BAB VI. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Analisa Peta Struktur Waktu ... 73
B. Analisis Peta Struktur Kedalaman ... 75
C. Analisa Reservoar ... 78
(20)
xvii BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(21)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas di dunia. Minyak dan gas tersebut sebagian besar terbentuk di batuan sedimen. Dimana biasanya batuan sedimen terakumulasi di delta-delta atau lingkungan yang telah berubah secara struktur akibat proses tektonik dan pergeseran bumi, sehingga membentuk sebuah tempat pengendapan yang biasanya disebut cekungan, dan proses terbentuknya selama jutaan tahun, sehingga untuk mendapatkan minyak dan gas bumi maka dicari cekungan-cekungan atau delta-delta besar yang berpotensi menghasilkan minyak dan gas bumi.
Cekungan-cekungan besar di Indonesia salah satunya adalah cekungan Sumatera Selatan, di cekungan ini banyak sekali blok – blok yang dibagi- bagi karena merupakan tempat terakumulasinya minyak dan gas, contohnya di lapangan HYS yang merupakan milik PT. Medco E&P yang berada di blok Sumatera ekstension, yang mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas sejak beberapa puluh tahun yang lalu, karena lapangan tersebut merupakan salah satu lapangan yang berletak di Musi platform yang merupakan merupakan daerah cekungan penghasil minyak dan gas, maka dari itu
(22)
2
dilakukan banyak usaha dan metode untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi dan produksi untuk mendapatkan minyak dan gas alam tersebut.
Salah satu metode untuk eksplorasi minyak dan gas bumi adalah metode seismik refleksi yang dapat menggambarkan kondisi geologi bawah permukaan secara baik. Interpretasi data seismik, kegiatan yang dimulai dengan penelusuran horison, pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang hasilnya disajikan atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk mengetahui struktur atau model geologi bawah permukaan yang selanjutnya dapat diproses lebih lanjut untuk perkiraan ada tidaknya minyak dan gas serta penghitungan cadangan di daerah tersebut
Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, banyak dikembangkan teknik dan software yang secara otomatis mempermudah dalam proses interpretasi kondisi geologi bawah permukaan, tetapi dalam penelitian ini dikhususkan menggunakan teknik interpretasi secara manual untuk mendalami konsep dasar pemetaan kondisi geologi bawah permukaan, yang nantinya diharapkan dapat menginterpretasikan struktur geologi di bawah permukaan dan pemetaan secara dasar pada lapangan HYS yang terletak di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan.
Pada penelitian ini digunakan penampang seismik 2-D hardcopy satu data sumur dan tiga marker horizon yang diharapkan interpretasinya mampu menggambarkan kondisi geologi di bawah permukaan, dengan memetakan struktur geologi, lingkungan pengendapan dan penghitungan gross rock volume pada daerah yang diperkirakan reservoar minyak dan gas di lapangan HYS.
(23)
B. Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian pada lapangan SYH ini adalah:
1. Mengetahui struktur bawah permukaan pada lapangan HYS bedasarkan dari tiga horizon yang telah ditentukan.
2. Membuat peta time structure, depth structure, isochorn dan isopach dari hasil interpretasi tiga marker horizon yang telah ditentukan.
3. Melakukan penentuan daerah yang kemungkinan merupakan prospek jebakan hidrokarbon dan menghitung Gross Rock Volume pada daerah tersebut.
C. Batasan Masalah
Adapun penelitian ini hanya terbatas dalam membuat peta struktur waktu, peta kedalaman, dan penentuan serta perhitungan gross rock volume zona potensial. Dengan menggunakan dua belas lintasan seismik dan satu data sumur yang telah dikaitkan dengan data seismik, serta tiga marker horizon yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya, dan satu data checkshot yang digunakan untuk mengonversi seismik yang berdomain waktu ke domain kedalaman.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan
Gambar 1. Peta Cekungan Sumatera Selatan (Pertamina)
Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan busur belakang (Back Arc Basin) yang terbentuk akibat interaksi antara Lempeng Hindia-Australia
U
Skala 1:10000000
(25)
dengan Lempeng Mikro Sunda. Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan yaitu:
Sub Cekungan Jambi
Sub Cekungan Palembang Utara
Sub Cekungan Palembang Selatan
Sub Cekungan Palembang Tengah
(Pulonggono, 1984). Cekungan ini terdiri dari sedimen Tersier yang terletak tidak selaras (unconformity) di atas permukaan metamorfik dan batuan beku Pra-Tersier.(Pertamina)
B. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan
Cekungan Sumatera Selatan terletak memanjang berarah NW-SE di bagian Selatan Pulau Sumatera. Luas cekungan ini sekitar 85.670 Km2 dan terdiri atas
dua subcekungan, yaitu Sub Cekungan Jambi dan Sub Cekungan Palembang. Sub Cekungan Jambi berarah NE-SW sedangkan Sub Cekungan Palembang berarah NNW-SSE, dan diantara keduanya dipisahkan oleh sesar normal NE-SW. Cekungan Sumatera Selatan ini berbentuk tidak simetris. Di bagian Barat dibatasi oleh Pegunungan Barisan, di sebelah Utara dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas sedangkan di bagian Timur dibatasi oleh pulau-pulau Bangka-Bliton dan di sebelah Selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung. (Pulonggono, 1984)
(26)
6
Gambar 2. Kerangka Tektonik Paleogene Cekungan Sumatra Selatan (Pulonggono,1984)
Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan yang luas. Perbedaan relief pada batuan dasar disebabkan oleh pematahan batuan dasar dalam bongkah-bongkah sehingga menghasilkan bentukan peninggian dan depresi batuan dasar. Relief yang tidak rata serta reaktifasi dari sesar bongkah tersebut mengontrol sedimentasi dan perlipatan lapisan Tersier yang ada pada cekungan ini. (Pulonggono, 1984)
C. Struktur Geologi Cekungan Sumatra Selatan
Cekungan Sumatra Selatan terbentuk sejak akhir Pra Tersier sampai awal Pra Tersier. Orogenesa pada akhir Kapur-Eosen membagi Cekungan Sumatra Selatan menjadi 4 sub cekungan, yaitu Sub Cekungan Palembang Tengah dan Sub-Cekungan Palembang Selatan. Menurut Pulonggono (1984)
U
SKALA 1:1000000
(27)
pola Struktur di Cekungan Sumatra Selatan merupakan hasil dari 4 periode Tektonik Utama yaitu:
1. Upper Jurassic – Lower Cretaceous
Rezim tektonik yang terjadi adalah rezim tektonik kompresi, dimana intrusi, magmatisme, dan proses metamorfosa pembentuk batuan dasar masih berlangsung. Tegasan utama pada periode ini berarah N 0300 W (WNW-ESE)
yang mengakibatkan terbentuknya Sesar Lematang yang berarah N0600 E.
2. Late Cretaceous – Oligocene
Fase yang berkembang pada periode ini adalah rezim tektonik regangan / tarikan dimana tegasan utamanya berarah N-S. Struktur geologi yang terbentuk adalah sesar-sesar normal dan pematahan bongkah batuan dasar yang menghasilkan bentukan Horst (tinggian), Graben (depresi) dan Half Graben. Periode ini merupakan awal terbentuknya Cekungan Sumatra Selatan dan mulainya pengendapan sedimen Formasi Lahat dan Talang Akar.
3. Oligocene – Pliocene Basin Fill
Fase tektonik yang terjadi pada daerah ini adalah fase tenang, tidak ada pergerakan pada dasar cekungan dan sedimen yang terendapkan lebih dulu (Formasi Lahat). Pengisian cekungan selama fase tenang berlangsung selama awal Oligosen-Pliosen. Sedimen yang mengisi cekungan selama fase tenang adalah Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai (Telisa),
(28)
8
Formasi Lower Palembang (Air Benakat), Middle Palembang Muara Enim) dan Upper Palembang (Kasai).
4. Pliocene -Pleistocene Orogeny
Fase Tektonik yang terjadi pada periode ini adalah fase kompresi, sesar-sesar bongkah dasar cekungan mengalami reaktifasi yang mengakibatkan pengangkatan dan pembentukan antiklinorium utama di Cekungan sumatra Selatan. Antiklinorium tersebut antara lain Antiklinorium Muara Enim,
Antiklinorium Pendopo-Benakat, dan Antiklinorium Palembang (De Coster 1974).
Antiklinorium Palembang Utara, merupakan antiklinorium yang besar terdiri dari beberapa antiklin. Batuan tertua yang tersingkap adalah Formasi Talang Akar dan batuan dasar Pra-Tersier. Sisi selatan cenderung menjadi lebih curam daripada sisi utara atau timur laut (Pulonggono, 1984).
Antiklinorium Pendopo-Limau, terdiri dari dua antiklin paralel, yang merupakan daerah lapangan minyak terbesar di Sumatra Selatan. Pada sisi baratdaya antiklin kemiringan lebih curam dan dibatasi oleh sesar, dan ada bagian yang tertutup oleh batas half-graben. Formasi tertua yang tersingkap di puncak adalah Formasi Gumai.
Antiklinorium Gumai, terdiri dari enam atau lebih antiklin kecil yang saling berhubungan, kebanyakan jurusnya berarah Timur-Barat, sangat tidak simetri dengan keemiringan curam, sisi sebelah utara secara lokal mengalami pembalikan (overturned). Formasi tertua yang ada di permukaan adalah Formasi Lower Palembang atau Air Benakat. Antiklin tersebut sebagai hasil
(29)
longsoran gravitasi dari antiklin Pegunungan Gumai. Pulonggono (1984) menggambarkan antiklinorium Gumai sebagai lapangan minyak kecil yang saling berhubungan, dihasilkan dari Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim.
Antiklinorium Muara enim, merupakan antiklin yang besar dengan ekspresi permukaan kuat dan dengan singkapan batuan dasar Pra-Tersier. Di dekat daerah Lahat menunjam ke arah timur, sisi utara banyak lapisan batubara dengan kemiringan curam dan juga lebih banyak yang tersesarkan daripada di sisi selatan. Kebalikannya di bagian barat pegunungan Gumai dapat diamati kemiringan lebih curam di sisi selatan dan sisi utara dengan kemiringan relatif landai.(Pulonggono, 1984)
D. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan
Stratigrafi daerah cekungan Sumatra Selatan secara umum dapat dikenal satu megacycle (daur besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan diikuti regresi. Formasi yang terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa (Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Kelompok Palembang diendapkan selama fase regresi (Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai), sedangkan Formasi Lemat dan older Lemat diendapkan sebelum fase transgresi utama. Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan menurut De Coster 1974 adalah sebagai berikut: 1. Kelompok Pra Tersier
Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan Sumatra Selatan. Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf
(30)
10
Paleozoikum Mesozoikum, dan batuan karbonat yang termetamorfosa. Hasil dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa beberapa batuan berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal. Batuan metamorf
Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan sedimen mengalami perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan beku selama episode Orogenesa Mesozoikum Tengah (Mid-Mesozoikum).
2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat
Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah batuan yang berumur akhir Mesozoik. Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari siklus sedimentasi yang berasal dari Continental, akibat aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan disertai aktivitas tektonik pada akhir Kapur-Awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan
3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda
Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen batuan, breksi, “Granit Wash”, terdapat lapisan tipis batubara, dan
tuf. Semuanya diendapkan pada lingkungan kontinen. Sedangkan Anggota Benakat dari Formasi Lemat terbentuk pada bagian tengah cekungan dan tersusun atas serpih berwarna coklat abu-abu yang berlapis dengan serpih tuffaan (tuffaceous shales), batulanau, batupsir, terdapat lapisan tipis batubara dan batugamping (stringer). Glauconit diendapkan pada lingkungan
(31)
fresh-brackish. Formasi Lemat secara normal dibatasi oleh bidang ketidakselarasan (unconformity) pada bagian atas dan bawah formasi. Kontak antara Formasi Lemat dengan Formasi Talang Akar yang diinterpretasikan sebagai paraconformable. Formasi Lemat berumur Paleosen-Oligosen, dan Anggota Benakat berumur Eosen Akhir-Oligosen, yang ditentukan dari spora dan pollen, juga dengan dating K-Ar. Ketebalan formasi ini bervariasi, lebih dari 2500 kaki (+- 760 M). Pada Cekungan Sumatra Selatan dan lebih dari 3500 kaki (1070 M) pada zona depresi sesar di bagian tengah cekungan (didapat dari data seismik).(Pulonggono, 1984)
4. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini terletak di atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau Anggota Basal Batugamping Telisa. Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal dari delta plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa, dengan sisipan batu lempung karbonan, batubara dan di beberapa tempat konglomerat. Kontak antara Formasi Talang Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras pada bagian tengah dan pada bagian pinggir dari cekungan kemungkinan paraconformable, sedangkan kontak antara Formasi Talang Akar dengan Telisa dan anggota basal batugamping Telisa
adalah conformable. Kontak antara Talang Akar dan Telisa sulit dipick dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari dua formasi ini secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi 1500-2000 feet (sekitar 460-610m). Umur dari Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen Atas-Miosen
(32)
12
Bawah dan kemungkinan meliputi N 3 (P22), N7 dan bagian N5 berdasarkan zona Foraminifera Plantonik yang ada pada sumur yang dibor pada formasi ini berhubungan dengan delta plain dan daerah shelf.(Pulonggono, 1984)
5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian
Intermediate-Shelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform dan tinggian. Kontak pada bagian bawah dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra Tersier. Komposisi dari Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank (Bank Limestone) atau platform dan
reefal. Ketebalan bagian bawah dari formasi ini bervariasi, namun rata-ratta 200-250 feet (sekitar 60-75 m). Singkapan dari Formasi Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar 520 m). Formasi ini sangat fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini berumur Miosen. Fauna yang ada pada Formasi Baturaja umurnya N6-N7.(Pulonggono, 1984)
6. Formasi Telisa (Gumai)
Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier, formasi ini terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum marine transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada di formasi ini terdiri dari napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak mengandung
foram plankton. Sisipan batugamping dijumpai pada bagian bawah.
Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi Talang Akar dan sebagian berada di atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi tergantung
(33)
pada posisi dari cekungan, namun variasi ketebalan untuk Formasi Gumai ini berkisar dari 6000 – 9000 feet (1800-2700 m). Penentuan umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari dating dengan menggunakan foraminifera planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi terhadap contoh batuan dari beberapa sumur menunjukkan bahwa fosil foraminifera planktonik yang dijumpai dapat digolongkan ke dalam zona Globigerinoides sicanus, Globogerinotella insueta, dan bagian bawah zona Orbulina Satiralis Globorotalia peripheroranda, umurnya disimpulkan Miosen Awal-Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan Laut Terbuka (Neritik). (Pulonggono, 1984)
7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)
Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir yang mengandung unsur karbonatan. Pada bagian bawah dari Formasi Lower Palembang kontak dengan Formasi Telisa. Ketebalan dari formasi ini bervariasi dari 3300 – 5000 kaki (sekitar 1000 – 1500 m ). Fauna-fauna yang dijumpai pada Formasi Lower Palembang ini antara lain Orbulina Universa d’Orbigny, Orbulina Suturalis Bronimann, Globigerinoides Subquadratus Bronimann, Globigerina Venezuelana Hedberg, Globorotalia Peripronda Blow & Banner,
Globorotalia Venezuelana Hedberg, Globorotalia Peripronda Blow & Banner, Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor, yang menunjukkan umur
(34)
14
Miosen Tengah N12-N13. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal.
8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)
Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir, batulempung, dan lapisan batubara. Batas bawah dari Formasi Middle Palembang di bagian selatan cekungan berupa lapisan batubara yang biasanya digunakan sebagai
marker. Jumlah serta ketebalan lapisan-lapisan batubara menurun dari selatan ke utara pada cekungan ini. Ketebalan formasi berkisar antara 1500 – 2500 kaki (sekitar 450-750 m). De Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur Miosen Akhir sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan stratigrafinya. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada bagian dasar), delta plain dan lingkungan non marine.
9. Formasi Upper Palembang (Kasai)
Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra Selatan. Formasi ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-Pleistosen dan dihasilkan dari proses erosi Pegunungan Barisan dan Tigapuluh. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan pengendapannya darat.
(35)
Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan (De Coaster, 1974)
E. Potensi Hidrokarbon
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan yang produktif. Hal ini desebabkan terdapat beberapa formasi yang dapat bertindak sebagai batuan induk yang baik, batuan reservoar yang memadai dan batuan penutup. Jalur migrasinya diperkirakan oleh adanya sesar-sesar yang terjadi pada cekungan ini.
1. Batuan Induk
Batuan Induk yang potensial berasal dari batulempung hitam Formasi Lahat, lignit (batubara), batulempung Formasi Talang Akar dan batulempung Formasi Gumai. Formasi Lahat mengalami perubahan fasies yang cepat ke
(36)
16
arah lateral sehingga dapat bertindak sebagai batuan induk yang baik dengan kandungan material organiknya 1.2 - 5%.
Formasi Lahat diendapkan di bagian graben dan di bagian tengah Sub Cekungan Palembang. Landaian suhu berkisar 4.8 – 5.5o C/100 m, sehingga kedalaman pembentukan minyak yang komersil terdapat pada kedalaman 2000 – 3000 m.
Formasi yang paling banyak menghasilkan minyak yang diketahui hingga saat ini adalah Formasi Talang Akar, dengan kandungan material organik yang berkisar 0.5 – 1.5%. Diperkirakan di bagian tengah Cekungan Formasi Talang Akar telah mencapai tingkatan lewat matang. Minyak di Cekungan Sumatera Selatan berasal dari batuan induk yang mengandung kerogen wax. Formasi Gumai mempunyai kandungan material organik yang berkisar 1 – 1.38% di Sub Cekungan Jambi, sedangkan di Sub Cekungan Palembang tidak ada data yang menunjukkan bahwa formasi ini dapat bertindak sebagai batuan induk.
Kandungan Material organik pada Formasi Air Benakat berkisar antara 0.5 – 50%, karena pada Formasi ini banyak mengandung lapisan lignit. Tetapi kandungan rata-ratanya adalah 1.1%. Temperatur jendela minyak (oil window) adalah 115 oC pada kedalaman 1700 m, sedangkan jendela gas (gas window) adalah 320 oC pada kedalaman 2500m.
2. Batuan Reservoar
Lapisan batupasir yang terdapat dalam Formasi Lahat, Talang Akar, Gumai, Air Benakat, dan Muara Enim dapat merupakan batuan reservoar, selain itu
(37)
batugamping Formasi Baturaja juga dapat berlaku sebagai batuan reservoar. Pada Sub Cekungan Jambi, produksi terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Air Benakat. Batupasir alasnya mempunyai porositas 27%, batupasir delta porositasnya 20% dan batupasir laut dangkal mempunyai porositas 10% batupasir konglomeratan dari Formasi Talang Akar merupakan reservoar kedua yang berproduksi minyak dengan porositas 30% dan permeabilitas 12 – 180 md. Batugamping Formasi Baturaja berproduksi minyak hanya di bagian Tenggara Sub Cekungan Jambi dengan porositas 19%.
Pada Sub Cekungan Palembang produksi minyak terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Talang Akar dan Formasi Baturaja. Porositas lapisan batupasir berkisar 15 – 28%. Reservoar dari Formasi Air Benakat dan Muara Enim merupakan penghasil minyak kedua setelah kedua formasi tersebut di atas. Batugamping Formasi Baturaja menghasilkan kondensat dan gas di tepi sebelah Barat dan Timur dari Sub Cekungan Palembang. (Pulonggono, 1984)
3. Batuan Tudung
Batuan tudung pada umumnya merupakan lapisan batulempung yang tebal dari Formasi Gumai, Air Benakat dan Muara Enim. Disamping itu terjadinya perubahan fasies ke arah lateral dai Formasi Talang Akar dan Baturaja.
4. Perangkap dan Migrasi
Pada umumnya perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan merupakan perangkap struktur anticlinal dari suatu anticlinorium yang
(38)
18
terbentuk pada Pleo-Pleistosen. Selain itu terdapat drape batuan sedimen terhadap batuan dasar di suatu tinggian. Struktur sesar baik normal maupun geser dapat bertindak sebagai perangkap untuk minyak. Perangkap stratigrafi terjadi pada batugamping terumbu, bentuk membaji, bentuk kipas, dan lensa dari batupasir karena perubahan fasies. Migrasi umumnya terjadi ke arah up
– dip serta melalui sesar-sesar yang ada.(Pulonggono, 1984)
F. Lokasi penelitian
Daerah lokasi yang menjadi titik penelitian terletak di lapangan HYS kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan yang merupaka sub sektor PT. Medco E&P yang berada di Blok South Sumatera Extension.
(39)
Lapangan HYS terletak di Musi platform, Dimana merupakan salah satu tinggian purba yang terbentuk selama rifting/ extension. Lemat dan Lower Talang Akar di Musi platform. Talang Akar tipis diikuti oleh karbonat Baturaja yang mulai terendapkan di Musi dan platform lainnya selama waktu Akhir Miosen Awal. Sebagai bagian dari transgresi utama sepanjang Cekungan Sumatera Selatan lalu diikuti oleh sedimen laut Telisa dan formasi muda lainnya. (PT. Medco E&P) Formasi tertua di lapangan HYS didasarkan oleh deskripsi dari litologi log baturaja. Itu terdiri atas batuan klastik di bagian bawah dan karbonat dibagian atas. Batuan klastik terdiri dari mineral lithic dari pelapukan basement dan dalam beberapa bagian. Terinterfingering dengan karbonat klastik. Distribusi dari batuan klastik dikontrol oleh permukaan basement.
Karbonat di baturaja tumbuh di atas permukaan dari bidang topografi lebih tua. Formasi baturaja terbentuk selama Akhir Miosen Awal. Ketebalan formasi baturaja di lapangan HYS sekitar 240’TVT. Didasarkan oleh konfigurasi dari fitur regional. Tipe karbonat HYS diintepretasikan sebagai rimmed shelf dengan tipe tekstur embry-clovan sekarang.
Formasi Telisa terendapkan di atas Formasi Baturaja dan terendapkan selama waktu maksimum transgresi laut. Formasi didominasi oleh
shale/gamping dan saling menyatu dengan limestone/batukapur . Formasi Telisa
(40)
BAB III TEORI DASAR
A. PetroleumSystem
Merupakan sebuah sistem yang menjadi panduan utama dalam eksplorasi hidrokarbon. Sistem ini digunakan untuk mengetahui keadaan geologi dimana minyak dan gas bumi terakumulasi. (Koesoemadinata,1980)
1. Batuan Sumber
Batuan sumber adalah batuan yang merupakan tempat minyak dan gas bumi terbentuk. Pada umumnya batuan sumber ini berupa lapisan serpih (shale) yang tebal dan mengandung material organik. Secara statistik disimpulkan bahwa prosentasi kandungan hidrokarbon tertinggi terdapat pada serpih, yaitu 65%, batugamping 21%, napal 12% dan batubara 2%.
Kadar material organik dalam batuan sedimen secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor (Koesoemadinata,1980) antara lain lingkungan pengendapan dimana kehidupan organisme berkembang secara baik, sehingga material organik terkumpul, pengendapan sedimen yang berlangsung secara cepat, sehingga material organik tersebut tidak hilang
(41)
oleh pembusukan dan atau teroksidasi. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah lingkungan pengendapan yang berada pada lingkungan reduksi, dimana sirkulasi air yang cepat menyebabkan tidak terdapatnya oksigen. Dengan demikian material organik akan terawetkan.
Proses selanjutnya yang terjadi dalam batuan sumber ini adalah pematangan. Dari beberapa hipotesa (Koesoemadinata, 1980) diketahui bahwa pematangan hidrokarbon dipandang dari perbandingan hidrogen dan karbon yang akan meningkat sejalan dengan umur dan kedalaman batuan sumber itu sendiri.
2. Migrasi
Migrasi adalah perpindahan hidrokarbon dari batuan sumber melewati rekahan dan pori-pori batuan waduk menuju tempat yang lebih tinggi. Beberapa jenis sumber penggerak perpindahan hidrokarbon ini diantaranya adalah kompaksi, tegangan permukaan, gaya pelampungan, tekanan hidrostatik, tekanan gas dan gradien hidrodinamik (Koesoemadinata,1980).
Mekanisme pergerakan hidrokarbon sendiri dibedakan pada dua hal, yaitu perpindahan dengan pertolongan air dan tanpa pertolongan air. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa migrasi hidrokarbon dipengaruhi oleh kemiringan lapisan secara regional. Waktu pembentukan minyak umumnya disebabkan oleh proses penimbunan dan ‘heat flow’ yang berasosiasi dengan tektonik Miosen Akhir.
(42)
22
3. Batuan Reservoar
Batuan reservoar merupakan batuan berpori atau retak-retak, yang dapat menyimpan dan melewatkan fluida. Di alam batuan reservoar umumnya berupa batupasir atau batuan karbonat. Faktor-faktor yang menyangkut kemampuan batuan reservoar ini adalah tingkat porositas dan permeabilitas, yang sangat dipengaruhi oleh tekstur batuan sedimen yang secara langsung dipengaruhi sejarah sedimentasi dan lingkungan pengendapannya.
4. Lapisan penutup
Lapisan penutup merupakan lapisan pelindung yang bersifat tak permeabel yang dapat berupa lapisan lempung, shale yang tak retak, batugamping pejal atau lapisan tebal dari batuan garam. Lapisan ini bersifat melindungi minyak dan gas bumi yang telah terperangkap agar tidak keluar dari sarang perangkapnya.
5. Perangkap
Secara geologi perangkap yang merupakan tempat terjebaknya minyak dan gasbumi dapat dikelompokan dalam tiga jenis perangkap, yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi dan perangkap kombinasi dari keduanya.
Perangkap struktur banyak dipengaruhi oleh kejadian deformasi perlapisan dengan terbentuknya struktur lipatan dan patahan yang merupakan respon dari kejadian tektonik. Perangkap stratigrafi
(43)
dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara vertikal dan lateral, perubahan fasies batuan dan ketidakselarasan. Adapun perangkap kombinasi merupakan perangkap paling kompleks yang terdiri dari gabungan antara perangkap struktur dan stratigrafi.
5.1. Perangkap Struktur
Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan sampai sekarang masih merupakan perangkap yang paling penting.
5.2. Perangkap Lipatan
Perangkap yang disebutkan perlipatan ini merupakan perangkap utama, perangkap yang paling penting dan merupakan perangkap yang pertama kali dikenal dalam pengusahaan minyak dan gas bumi. Unsur yang mempengaruhi pembentukan perangkap ini, yaitu lapisan penyekat dan penutup yang berada di atasnya dan terbentuk sedemikian rupa, sehingga minyak tak bisa pindah kemana-mana. Minyak tidak bisa pindah ke atas karena terhalang oleh lapisan penyekat. Juga ke pinggir terhalang oleh lapisan penyekat yang melengkung ke daerah pinggir, sedangkan ke bawah terhalang oleh adanya batas air minyak atau bidang ekipotensial. Namun harus diperhatikan pula bahwa perangkap ini harus ditinjau dari segi 3 dimensi, jadi bukan saja ke barat dan timur, tetapi ke arah Utara-Selatan juga harus terhalang oleh lapisan penyekat.
(44)
24
Persoalan yang dihadapi dalan mengevaluasi suatu perangkap lipatan terutama yaitu mengenai ada tidaknya tutupan (Closure). Jadi tidak dipersoalkan apakah lipatan ini ketat atau landai, yang penting adanya tutupan. Tutupan ini ditentukan oleh adanya titik limpah (Spill-point). Titik limpah adalah suatu titik pada perangkap dimana kalau minyak bertambah, minyak mulai melimpah kebagian lain yang lebih tinggi dari kedudukannya dalam perangkap ini.
Suatu lipatan dapat saja terbentuk tanpa terjadinya suatu tutupan, sehingga tidak dapat disebut suatu perangkap. Selain itu juga ada tidaknya tutupan sangat tergantung pada faktor struktur dan posisinya ke dalam. Misalnya, pada permukaan dapat saja kita mendapatkan suatu tutupan tetapi makin ke dalam tutupan itu menghilang. Menurut Levorsen (1958) menghilangnya tutupan ini disebabkan faktor bentuk lipatan serta pengaruhnya ke dalam.
5.3. Perangkap Patahan
Patahan dapat juga bertindak sebagai unsur penyekat minyak dalam penyaluran penggerakan minyak selanjutnya. Kadang-kadang dipersoalkan pula apakah patahan itu bersifat penyekat atau penyalur. Dalam hal ini Smith (1966) berpendapat bahwa persoalan patahan sebagai penyekat sebenarnya tergantung dari tekanan kapiler. Pengkajian teoritis memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah air tergantung pada tekanan kapiler dari medium dalam jalur patahan tersebut. Besar kecilnya tekanan yang disebabkan
(45)
karena pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya tekanan kapiler menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai suatu penyalur atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka minyak masih bisa tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil, maka patahan tersebut akan bertindak sebagai suatu penyekat.
Patahan yang berdiri sendiri tidaklah dapat membentuk suatu perangkap. Ada beberapa unsur lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap yang betul-betul hanya disebabkan karena patahan, antara lain :
1. Adanya kemiringan wilayah
2. Harus ada paling sedikit 2 patahan yang berpotongan 3. Adanya suatu pelengkungan lapisan atau suatu perlipatan
4. Pelengkungan daripada patahannya sendiri dan kemiringan wilayah Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang murni. Patahan biasanya hanya merupakan suatu pelengkungan daripada suatu perangkap struktur. Yang lebih banyak terjadi ialah asosiasi dengan lipatan, misalnya di satu arah terdapat suatu pelengkungan atau hidung suatu antiklin, dan di arah lainnya terdapat patahan yang menyekat perangkap dari arah lain. Dalam hal ini patahan pada perangkap dapat dibagi atas beberapa macam, yaitu : a. Patahan Normal
Patahan normal biasa sekali terjadi sebagai suatu unsur perangkap. Biasanya minyak lebih sering terdapat di dalam hanging wall dari
(46)
26
pada di dalam foot-wall, terutama dalam kombinasi dengan adanya lipatan.
b. Patahan Naik
Patahan naik juga dapat bertindak sebagai suatu unsur perangkap dan biasanya selalu berasosiasi dengan lipatan yang ketat ataupun asimetris. Patahan naik itu dapat dibagi lagi dalam dua asosiasi, yaitu patahan naik dengan lipatan asimetris dan patahan naik yang membentuk suatu sesar sungkup atau suatu nappe.
c. Patahan Tumbuh
Patahan tumbuh adalah suatu patahan normal yang terjadi secara bersamaan dengan akumulasi sedimen. Di bagian foot -wall, sedimen tetap tipis sedangkan di bagian hanging wall selain terjadi penurunan, sedimentasinya berlangsung terus, sehingga dengan demikian terjadi suatu lapisan yang sangat tebal. Sering kali patahan tumbuh ini menyebabkan adanya suatu roll-over. Dalam patahan tumbuh roll-over ini sangat penting karena asosiasinya dengan terdapatnya minyak bumi.
d. PatahanTransversal
Patahan transversal/horizontal yang disebut pula wrench-faults atau
strike-slip fault dapat juga bertindak sebagai perangkap. Harding (1974) menekankan pentingnya unsur patahan transversal sebagai pelengkap perangkap struktur. Pada umumnya perangkap patahan transversal merupakan pemancungan oleh penggeseran patahan
(47)
terhadap kulminasi setengah lipatan dan pelengkungan struktur pada bagian penunjaman yang terbuka.
B. Analisis dan Interprestasi Penampamg Seismik
Metoda seismik merupakan metoda penyelidikan bawah permukaan dengan memanfaatkan sifat rambatan gelombang seismik buatan. Prinsipnya berdasarkan pada sifat dari perambatan gelombang pada material bumi. Penyelidikan tersebut sangat penting dalam kegiatan eksplorasi baik untuk penelitian regional, evaluasi prospek maupun pada delineasi prospek dan pengembangan lapangan karena dapat mengetahui informasi bawah permukaan secara detail.
Tahapan utama yang dilakukan untuk memperoleh data bawah permukaan dengan menggunakan metoda seismik diantaranya, yaitu tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data dan tahap analisis dan interpretasi penampang seismik. Dengan melaksanakan tahapan tersebut, maka akan diperoleh gambaran bawah permukaan yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan daerah prospek hidrokarbon.
Interpretasi penampang seismik merupakan tahap akhir dalam penyelidikan seismik dengan tujuan untuk menerjemahkan fenomena fisika yang terdapat dalam penampang seismik menjadi fenomena geologi. Sebelum melakukan interpretasi sebaiknya seorang interpreter mengetahui kondisi geologi daerah penelitian baik stratigrafi maupun struktur, sehingga akan mempermudah pekerjaannya maupun untuk pencarian suatu prospek.
(48)
28
Dalam interpretasi struktur bertujuan untuk mengetahui berbagai deformasi yang telah terjadi diantaranya, yaitu patahan (fault), lipatan (fold), ketidakselarasan (unconformities), dan diapir (diapirs). Dalam kondisi tertentu bidang patahan bukan merupakan struktur yang sederhana melainkan sebuah wilayah yang hancur dengan lebar dapat mencapai ratusan meter tergantung pada besar dan tipe patahan itu sendiri. Pada profil seismik patahan diindenfikasikan sebagai reflektor yang terlihat bergeser secara vertikal. Lipatan yang dapat dideteksi dan dipetakan dengan metode seismik hanya lipatan dengan skala besar, yaitu antiklinal, sinklinal dan monoklinal. Deformasi karena lipatan ini terjadi dalam waktu yang bervariasi selama proses sedimentasi sebuah cekungan.
Pada suatu saat proses sedimentasi di cekungan akan terhenti menjadi periode non deposisi, baru kemudian terjadi lagi proses sedimentasi. Permukaan yang menandai perbedaan dalam deposisi ini disebut ketidakselarasan. Dalam profil seismik, ketidakselarasan dapat dikenali dengan mudah, yaitu ketika lapisan di bawah ketidakselarasan membentuk sudut dengan lapisan diatasnya.
Material sedimen garam dan liat yang memiliki sifat dalam kondisi tertentu seperti bentuk batuannya akan berubah oleh aliran klastik dan migrasi dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Diapir terbentuk ketika proses ini mengarah ke intrusi migrasi sedimen klastik ke atas melalui suatu lapisan ke tingkat keseimbangan batuan yang tinggi.
(49)
Indikasi struktur sesar pada penempang seismik terlihat dari perubahan-perubahan kontinuitas pola refleksi yang dicirikan dengan beberapa konfigurasi refleksi. Indikasi-indikasi tersebut, antara lain :
1. Perubahan penebalan atau penipisan lapisan di antara horison. 2. Perubahan mendadak kemiringan horison.
3. Difraksi, memancarkan energi seismik yang berasal dari diskontinuitas reflektor.
4. Gejala reflektor dari bidang patahan
5. Diskontinuitas horison atau berpindahnya dislokasi kemenerusan korelasi horison secara tiba-tiba.
Adanya deformasi dapat dikenali melalui adanya kenampakan strata yang bergeser maupun kenampakan seismik yang tidak beraturan. Disamping itu dicari pula hubungan antara deformasi-deformasi yang telah terjadi, sehingga bisa diketahui bagaimana urutan-urutan tektonik pada daerah tersebut.
C. Konsep Dasar Seismik Refleksi
Dalam seismik refleksi, dasar metodenya adalah perambatan gelombang bunyi dari sumber getar ke dalam bumi atau formasi batuan, kemudian gelombang tersebut dipantulkan ke permukaan oleh bidang pantul yang merupakan bidang batas suatu lapisan yang mempunyai kontras akustik impedansi. Di permukaan bumi gelombang itu ditangkap oleh serangkaian instrumen penerima (geophone/hydrophone) yang disusun membentuk garis lurus terhadap sumber ledakan atau profil lintasan.
(50)
30
Gambar 5. Konsep Gelombang Seismik (Badley, 1985)
Nilai-nilai impedansi akustik yang dimaksud adalah kecepatan dan massa jenis batuan penyusun perlapisan bumi. Hubungan antara keduanya dapat dinyatakan sebagai koefisien refleksi (R) dan koefisien transmisi (T).
� = � � � �� =�� .� − � .�
.� + � .�
Dengan
RC = Koefisien refleksi
� = Massa jenis (��/� )
V = Kecepatan rambat perlapisan (�/�� )
�� = Impedansi akustik T = Koefisien Tranmisi
(51)
Waktu perambatan gelombang dari sumber ledakan, kemudian dipantulkan kembali oleh bidang reflektor tersebut merupakan waktu dua arah atau lebih dikenal dengan istilah two way time (TWT) dan besarnya waktu ini tergantung pada kedalaman reflektor, semakin dalam semakin besar waktu yang diperlukan Tc>Ta>Tb (gambar 6).
Gambar 6. Pemantulan Gelombang(Anonim.2015)
Sebagian energi yang dipantulkan tersebut akan diterima oleh serangkaian detektor, kemudian akan direkam dalam satu magnetic tape. Parameter yang direkam adalah waktu penjalaran gelombang seismik dari sumber menuju detektor
D. Trace Seismik
Trace seismik adalah data seismik yang terekam oleh satu perekam geopon.
Trace seismik mencerminkan respon dari medan gelombang elastik terhadap kontras impedansi akustik (refleksivitas) pada batas lapisan batuan
(52)
32
sedimen yang satu dengan yang lain. Secara matematis, Trace seismik merupakan konvolusi antara wavelet sumber gelombang dengan refleksivitas bumi ditambah dengan noise (Russel, 1991), seperti yang ditampilkan seperti gambar di bawah ini :
S(t) = W(t) * R(t) + n(t)
Dimana :
S(t) = Trace seismik
W(t) = wavelet seismik
R(t) = refleksivitas lapisan bumi
n(t) = noise
D. Noise dan Data
Noise adalah gelombang yang tidak dikehendaki dalam sebuah rekaman seismik, sedangkan data adalah gelombang yang dikehendaki. Dalam seismik refleksi, gelombang refleksi yang dikehendaki, sedangkan yang lainya diupayakan untuk diminimalisir.
(53)
Gambar 7. Noise dan data (Telford,1976)
Gambar di atas menunjukkan sebuah rekaman dengan data gelombang refleksi dan noise (gelombang permukaan/ground roll) dan gelombang langsung (direct wave). Noise terbagi menjadi dua kelompok, yaitu noise
koheren (coherent noise) dan noise acak/ambient (random/ambient noise). Contoh noise koheren, yaitu: ground roll (dicirikan dengan amplitudo yang kuat dan frekuensi rendah), guided waves atau gelombang langsung (frekuensi cukup tinggi dan datang lebih awal), noise kabel, tegangan listrik ( power line noise adalah frekuensi tunggal, mudah direduksi dengan notch filter ), multiple
( refleksi sekunder akibat gelombang yang terperangkap ). Sedangkan noise
acak diantaranya adalah gelombang laut, angin, kendaraan yang lewat saat rekaman, dll.
(54)
34
F. Polaritas
Saat ini terdapat dua jenis konvesi polaritas, yaitu Standar SEG (Society of Exporation Geophysicist) dan Standar Eropa. Keduanya berkebalikan Gambar di bawah ini menunjukkan polaritas normal dan polaritas 'reverse' untuk sebuah wavelet fasa nol (zero phase) dan fasa minimum (minimum phase) pada kasus Koefisien Refleksi atau Reflection Coefficient (KR atau RC) meningkat (RC positif) yang terjadi pada contoh batas air laut dengan dasar laut/lempung. Contoh penentuan polaritas pada data seismik real, seabed
ditunjukkan dengan trough (merah), hal ini berarti polaritas seismik yang digunakan adalah normal SEG.
(55)
Gambar 9. Contoh penentuan polaritas dan fasa
G. Pengikatan Data Seismik dan Sumur (well-Seismic Tie)
Sukmono (2000) menerangkan bahwa untuk meletakkan horizon seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik dapat dikoreksikan dengan data geologi lainnya yang umumnya di plot pada skala kedalaman, maka perlu dilakukan well – seismic tie. Terdapat banyak teknik pengikatan ini, tapi yang umum dipakai adalah dengan memanfaatkan seismogram sintetik dari hasil suvei kecepatan (well velocity survey).
1. Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik adalah rekaman seismik buatan yang dibuat dari data log kecepatan dan densitas. Data kecepatan dan densitas membentuk fungsi koefisien refleksi (RC) yang selanjutnya dikonvolusikan dengan wavelet (gambar 3.6). Seismogram sintetik dibuat
(56)
36
untuk mengorelasikan antara informasi sumur (litologi, umur, kedalaman, dan sifat-sifat fisis lainnya) terhadap trace seismik guna memperoleh informasi yang lebih lengkap dan komprehensif. Dengan demikian pembuatan seismogram sintetik untuk meletakan horison seismik (skala waktu) pada posisi kedalaman sebenarnya dan agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya yang umumnya diplot dalam skala kedalaman (well-seismic tie) .Unsur seismogram sintetik yaitu: a. Density log
Log ini menggambarkan berat jenis relatif dari setiap formasi dengan merekam radiasi yang berasal dari setiap formasi
b. Velocity log
Tipe log ini hampir sama dengan log density hanya saja yang direkam adalah acoustic velocity dari masing-masing formasi.
c. Source wavelet
Menghitung source wavelet dengan korelasi melintang seismik trace secara otomatis.
(57)
2. Check-Shot Survey
Survei ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara waktu dan kedalaman yang diperlukan dalam proses pengikatan data sumur terhadap data seismik. Prinsip kerja survei ini dapat dilihat pada (gambar 3.7). Survei ini memiliki kesamaan dengan akuisisi data seismik pada umumnya namun posisi geopon diletakkan sepanjang sumur bor, atau dikenal dengan survey Vertical Seismic Profilling (VSP). Sehingga data yang didapatkan berupa one way time yang dicatat pada kedalaman yang ditentukan, sehingga didapatkan hubungan antara waktu jalar gelombang seismik pada lubang bor tersebut.
(58)
38
3. Vertical Seismic Profile (VSP)
VSP hampir identik dengan check shot survey, hanya disini dipakai station geophone yang lebih banyak dan interval pengamatan tidak lebih dari 30 m. kalau pada checkshot yang didapatkan hanya first break, maka pada VSP di dapatkan rekaman penuh selama beberapa detik. Jadi sebenarnya VSP sama dengan penampang seismik biasa kecuali bahwa pada VSP, geopon diletakkan pada lubang bor dan merekam gelombang ke bawah dan ke atas. Gelombang ke bawah berasal dari first break atau multipelnya dan pada rekamannya akan menunjukkan waktu tempuh yang meningkat terhadap kedalaman, sedangkan gelombang ke atas kebalikannya.
H. Time Depth Conversion
Konversi data seismik ataupun peta struktur dari domain waktu menjadi domain kedalaman merupakan hal yang sangat penting di dalam dunia eksplorasi migas. Pengambilan keputusan untuk program pengeboran di dalam domain waktu merupakan hal yang sangat membahayakan. Seringkali interpretasi di dalam domain waktu akan menghasilkan penafsiran yang menyesatkan terutama pada zona di bawah kecepatan tinggi seperti sub-salt
ataupun sub carbonate. Perbedaan karakter struktur pada dua domain tersebut akan sangat mempengaruhi program pengeboran dan keputusan bisnis yang akan diambil.
(59)
I. Well Logging
Well logging merupakan metode penelitian yang mempelajari karakter fisik batuan suatu formasi dari pengamatan dan perhitungan parameter fisik batuan dari pemboran. Parameter fisik tersebut berupa sifat porositas, resistivitas, temperatur, densitas, permeabilitas dan kemampuan cepat rambat yang direkam oleh gelombang elektron dalam bentuk kurva (Harsono, 1993). Pada prinsipnya alat dimasukkan kedalam sumur dan dicatat sifat fisik pada kedalaman tertentu. Pencatatan dilakukan dengan kedalamannya, kemudian diplot kedalam suatu log yang mempunyai skala tertentu dan direkam dalam bentuk digital.
1. Porositas
Porositas adalah volume rongga dalam batuan berbanding dengan volume total batuan. Porositas efektif adalah rongga dalam batuan yang berhubungan satu dengan yang lainnya ( Koesoemadinata, 1980). Faktor besar kecilnya porositas dipengaruhi besar butir, pemilahan, bentuk kebundaran, penyusunan butir dan kompaksi dan sementasi.
2. Permeabilitas
Permeabilitas adalah sifat batuan untuk meluluskan cairan melalui pori - pori yang berhubungan tanpa merusak partikel.
J. Perangkat - Perangkat Well Logging 1. Log Gamma Ray
Prinsip dari Log Gamma Ray adalah suatu rekaman dari tingkat radioaktivitas alami yang terjadi karena unsur Uranium, Thorium dan
(60)
40
potassium pada batuan. Pemancaran yang terus- menerus terdiri dari semburan pendek dari tenaga tinggi sinar gamma, yang mampu menembus batuan yang dapat dideteksi oleh detektor. Fungsi dari log gamma ray untuk membedakan lapisan permeabel dan tidak permeabel. Pada batupasir dan batu karbonatan mempunyai konsentrasi radioaktif rendah dan gamma ray rendah ; dan sebaliknya pada batulempung serpih, mempunyai gamma ray tinggi. Secara khusus log gamma ray berguna untuk mendefinisi lapisan permeabel di saat SP tidak berfungsi, karena formasi yang resistif atau bila kurva SP kehilangan karakternya (Rmf = Rw) atau juga ketika SP tidak dapat direkam karena lumpur yang digunakan tidak konduktif.
Secara umum fungsi dari Log GR antara lain : 1. Evaluasi kandungan serpih Vsh
2. Menentukan lapisan Permeabel 3. Evaluasi bijih mineral radioaktif
4. Evaluasi lapisan mineral yang bukan radioaktif 5. Korelasi log pada sumur berselubung
6. Korelasi antarsumur
2. Log SP (Spontaneous Potential Log)
Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di permukaan dengan elektroda yang terdapat di lubang bor yang bergerak naik-turun. Supaya SP dapat berfungsi maka lubang harus diisi oleh lumpur konduktif. SP digunakan untuk :
(61)
2.Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi antar sumur berdasarkan lapisan itu.
3. Menentukan nilai resistivitas air formasi (Rw) 4. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.
Pada lapisan serpih, kurva SP umumnya berupa garis lurus yang disebut garis daasar serpih, sedangkan pada formasi permeabel kurva SP menyimpang dari garis dasar serpih dan mencapai garis konstan pada lapisan permeabel yang cukup tebal yaitu garis pasir. Penyimpangan SP dapat ke kiri atau ke kanan tergantung pada kadar garam air formasi dan filtrasi lumpur.
3. Log Resistivity (LR)
Log Resistivity digunakan untuk mendeterminasi zona hidrokarbon dan zona air, mengindikasikan zona permeabel dengan mendeterminasi porositas resistivitas.
Karena batuan dan matrik tidak konduktif, maka kemampuan batuan untuk menghantarkan arus listrik tergantung pada fluida dan pori
Alat-alat yang digunakan untuk mencari nilai resistivitas (Rt) terdiri dari dua kelompok, yaitu Laterelog dan Log Induksi. Yang umum dikenal sebagai log Rt adalah LLd (Deep Laterelog Resistivity), LLs (Shallow Laterelog Resisitivity), ILd ( Deep Induction Resisitivity), ILm (Medium Induction Resistivity), dan SFL.
(62)
42
4. Laterelog
Prinsip kerja dari laterelog ini adalah memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam bentuk lembaran tipis. Ini dicapai dengan menggunakan arus pengawal (bucking current), yang fungsinya untuk mengawal arus utama (measured current) masuk ke dalam formasi sedalam-dalamnya. Dengan mengukur tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama yang besarnya tetap, resistivitas dapat dihitung dengan Hukum Ohm.
5. Log Induksi
Prinsip kerja dari Induksi, yaitu dengan memanfaatkan arus bolak-balik yang dikenai pada kumparan, sehingga menghasilkan medan magnet, dan sebaliknya medan magnet akan menghasilkan arus listrik pada kumparan.
Secara umum, kegunaan dari Log Induksi ini antara lain :
• Mengukur konduktivitas pada formasi,
• Mengukur resistivitas formasi dengan lubang pemboran yang menggunakan lumpur pemboran jenis “oil base mud” atau “fresh water base
mud”. Penggunaan lumpur pemboran berfungsi untuk memperkecil
pengaruh formasi pada zona batulempung/shale yang besar. Penggunaan Log Induksi menguntungkan apabila :
a. Cairan lubang bor adalah insulator misal udara, gas, air tawar, atau oil base mud.
(63)
c. Diameter lubang tidak terlalu besar.
6. Log Porositas
Log porositas digunakan untuk mengetahui karakteristik/sifat dari litologi yang memiliki pori, dengan memanfaatkan sifat - sifat fisika batuan yang didapat dari sejumlah interaksi fisika di dalam lubang bor. Hasil interaksi dideteksi dan dikirim ke permukaan barulah porositas dijabarkan. Ada tiga jenis pengukuran porositas yang umum digunakan di lapangan saat ini adalah : Sonik, Densitas, dan Neutron. Nama-nama ini berhubungan dengan besaran fisika yang dipakai dimana pengukuran itu dibuat, sehingga istilah-istilah “Porositas Sonik”, “Porositas Densitas”, dan
“Porositas Neutron”. Penting untuk diketahui bahwa porositas-porositas ini bisa tidak sama antara satu dengan yang lain atau tidak bisa mewakili
“porositas benar”.
7. Log Sonik
Log sonik pada prinsipnya mengukur waktu rambatan gelombang suara melalui formasi pada jarak tertentu, sehingga memerlukan pemancar dan penerima yang dipisahkan dalam jarak tertentu. Waktu yang dibutuhkan tersebut biasanya disebut “Interval Transit Time” (∆t). ∆t
berbanding terbalik dengan kecepatan gelombang suara dan tergantung pada jenis litologi, porositas dan kandungan porinya.
(64)
44
8. Log Densitas
Alat porositas kedua adalah yang akan ditinjau adalah Alat Lito-Densitas
atau Litho-Density Tool (LDT). Pada LDT, menggunakan prinsip fisika nuklir dengan memanfaatkan tembakan sinar gamma, sehingga LDT dirancang untuk memberikan tanggapan terhadap gejala fotolistrik dan hamburan Compton dengan cara memilih sumber radioaktif yang memproduksi sinar gamma dengan tingkat tenaga antara 75 Kev dan 2 Mev, misalnya unsur Cesium-137 yang mempunyai puncak tenaga sinar gamma pada 662 keV.
9. Log Neutron
Alat ini disebut Alat Neutron terkompensasi (Compensated Neutron Tool) atau disingkat CNT. Alat ini biasanya dikombinasikan dengan LDT dan Gamma- Ray, karena ketiga alat tersebut adalah alat nuklir dengan kecepatan logging yang sama dan kombinasi Neutron-densitas akan memberikan evaluasi litologi pintas dan indikator gas yang ampuh. Fungsi dari log Neutron adalah untuk menggambarkan formasi sarang (porous) dan untuk menentukan porositasnya. Log ini memberikan data yang berguna untuk menghitung jumlah hidrogen yang ada dalam formasi. Mekanisme kerja dari log ini adalah dengan pemancaran Neutron yang berenergi tinggi dari sumber radioaktif yang dipasang pada alat. Jika tumbukan akan kehilangan energi tergantung pada inti material formasi. Energi Neutron yang hilang tergantung pada jenis energi yang ditumbuk. Zona gas sering diidentifikasi dengan menggabung log neutron dan log densitas.
(65)
Penggabungan log neutron dan log porositas selain sangat baik untuk penentuan harga porositas, mengidentifikasi litologi dan untuk mengevaluasi kandungan serpih. Ketika rongga batuan diisi gas pembacaan log Neutron akan lebih rendah dibanding bila rongga diisi oleh minyak atau air. Hal ini terjadi karena kandungan hidrogen pada gas jauh lebih rendah dibandingkan kandungan hidrogen pada minyak maupun air. Interpretasi data yang diperlukan untuk resistivitas dangkal dan dalam adalah diameter lubang bor dari caliper, resistivitas lumpur, dan resistivitas lapisan batuan pada temperatur formasi. Alat-alat yang khusus dirancang untuk mencari terdiri dari dua kelompok, yaitu lateral log dan induksi. Dikenal lebih umum sebagai log Rt adalah LLd, LLs, ILd , dan SFL. Semua log resistivitas umumnya mencakup kurva Gamma Ray (GR). Yang digunakan untuk menentukan reservoar potensial dan ketebalannya.
K. Interpretasi Seismik
Interpretasi struktur pada seismik dapat meliputi interpretasi sesar, lipatan, diapir dan intrusi. Sesar dapat diinterpretasikan dari adanya ketidakmenerusan pada pola refleksi (offset pada horison), penyebaran kemiringan yang tidak sesuai dengan atau tidak berhubungan dengan stratigrafi, adanya pola difraksi pada zona patán, adanya perbedaan karakter refleksi pada kedua zona dekat sesar. Lipatan dapat diinterpretasikan dari adanya pelengkungan horison seismik yang membentuk suatu antiklin maupun sinklin. Diapir (kubah garam) dapat diinterpretasikan dari adanya dragging effect pada refleksi horison di kanan atau di kiri tubuh diapir, adanya penebalan
(66)
46
dan penipisan batuan diatas tubuh diapir dan pergeseran sumbu lipatan akibat
dragging effect. Sedangkan intrusi dapat diinterpretasikan dari dragging effect
tidak jelas dan batuan sedimen disekitar intrusi ikut mengalami meeting. Pola-pola perlapisan total yang berkembang sebagai suatu hasil proses-proses pengendapan, erosi dan paleogeografi dapat diinterpretasikan dengan menggunakan pola-pola refleksi seismik. Kontinuitas refleksi berhubungan erat dengan kontinuitas perlapisan. Konfigurasi perlapisan utama yang sudah dikenal adalah sebagai berikut :
1. Parallel dan Subparallel
Refleksi-refleksi seismik pada konfigurasi ini adalah seragam (parallel) sampai relative parallel (subparallel) dalam amplitude, kontinuitas, cycle breath dan Time separation-nya. Tingkatan variasi lateralnya menunjukkan tingkatan perubahan dalam kecepatan pengendapan lokal dan kandungan litologinya.
2. Divergent
Merupakan refleksi-refleksi seismik yang membentuk suatu paket yang membaji (wedge shape) yang mana banyak dari penebalan lateral dihasilkan oleh penebalan siklus-siklus refleksi individu di dalam paket itu, dibandingkan dengan onlap, toplap, atau erotional truncation.
(67)
3. Prograding Clinoform
Paket refleksi yang sederhana sampai kompleks yang diinterpretasi berupa hasil pengendapan lapisan yang berarti dalam suatu cara tumbuh keluar atau menunjukkan progradasi secara lateral. Setiap refleksi yang berurutan secara lateral di dalam paket itu disebut dengan suatu clinoform. Adanya perbedaan pada pola prograding clinoform terutama akibat variasi-variasi pada kecepatan pengendapan dan batimetri. Beberapa tipe pola clinoform yang diketahui adalah:
3.1. Sigmoidal adalah suatu prograding clinoform yang terbentuk oleh refleksi- refleksi sigmoidal (berbentuk huruf S) yang dan interpretasikan sebagai perlapisan dengan segmen-segmen tipis yang bagian atas dan bawahnya landai (bersudut kecil), serta segmen-segmen bagian tengahnya yang lebih tebal dan bersudut lebih besar. Segmen-segmen topset-nya mempunyai kemiringan yang hampir datar dan concordant terhadap permukaan atas fasies itu. Segmen-segmen foreset -nya membentuk lensa yang superposed dalam suatu cara aggradational
atau progradational. Hal ini menunjukkan bahwa akomodasi bertambah selama pengendapan lapisan yang prograding.
3.2.Oblique, adalah suatu prograding clinoform yang biasnya terdiri dari refleksi-refleksi dengan kemiringan relatif curam yang menunjukkan terminasi ke atas dengan gambaran toplap pada atau dekat dengan suatu
(68)
48
refleksi atas yang hampir datar, dan bentukan terminasi ke bawah dengan gambaran downlap terhadap refleksi di bawahnya.
3.3.Tangesial Oblique, adalah suatu pola oblique clinoform dimana kemiringan berkurang secara berangsur-angsur pada bagian bawah segmen-segmen foreset yang membentuk refleksi-refleksi yang cekung ke arah atas. Refleksi-refleksi seismik yang menunjukkan terminasi yang menyentuh refleksi di bawahnya dengan gambaran downlap, ketika perlapisan darimana mereka berasal menunjukkan menipis ke bawah.
3.4. Paralel Oblique, adalah pola oblique clinoform dengan refleksi-refleksi
foresat sejajar dengan kemiringan relatif curam yang menunjukkan terminasi ke bawah dengan gambaran downlap bersudut besar terhadap suatu refleksi di bawahnya. Gambaran ini menunjukkan suatu lingkungan pengendapan dekat suplai sedimen yang besar, penurunan basin lambat atau tidak ada, dan permukaan laut yang tidak berubah menandakan pengisian basin yang cepat bersamaan dengan by passing pengendapan atau menoreh/menyapu permukaan pengendapan bagian atas.
3.5.Complex Sigmoid Oblique, adalah prograding clinoform yang terdiri dari kombinasi variasi selang-seling gambaran refleksi sigmoidal progrdation danoblique progradation di dalam suatu satuan fasies seismik tunggal. Segmen-segmen topset dicirikan oleh selang-seling segmen-segmen
(69)
toplap. Selang-seling ini menunjukkan suatu sejarah di dalam suatu lingkungan pengendapan yang tumbuh ke atas dan by passing pengendapan dalam topset.
3.5. Shingled, adalah pola prograding clinoform yang terdiri dari refleksi-refleksi prograding yang tipis, biasanya menggambarkan batas atas dan bawah yang sejajar, dan refleksi-refleksi oblique sejajar bersudut kecil atau landai yang menggambarkan terminasi toplap dan downlap yang semu.
3.6. Hummocky, adalah pola prograding clinoform yang terdiri dari segmen-segmen refleksi subparallel, tidak teratur, dan tidak kontinu yang membentuk suatu pola tidak beraturan yang ditandai oleh terminasi atau belahan-belahan refleksi yang tidak sistematis. Pola-pola ini biasanya diinterpretasikan mewakili perlapisan yang membentuk pola clinoform yang kecil dan interfingering yang tumbuh ke dalam air dangkal pada suatu
prodelta atau innerdelta. Hummocky clinoform biasanya terlihat dalam arah strike pengendapan.
(70)
50
4. Chaotic
Gambar 12. Konfigurasi seismik yang berkembang akibat proses pengendapan, erosi, dan paleotopografi (Levy, 1991)
Merupakan refleksi-refleksi discordant, tidak kontinu yang menunjukkan satu susunan permukaan-permukaan refleksi yang tidak beraturan. Dapat diperoleh dari lapisan yang diendapkan dalam suatu lingkungan yang bervariasi dengan energi yang relatif tinggi atau sebagai perlapisan yang pada awalnya kontinu, tetapi kemudian mengalami deformasi, sehingga kontinuitasnya terputus-putus.
(1)
metode piramida apabila perbandingan luas < 0,5. Adapun rumus yang digunakan untuk kedua metode tersebut adalah sebagai berikut :
Rumus trapesium :
Rumus piramida :
Keterangan:
VB = elemen volume bulk antara dua buah garis kontur yang saling berdekatan (acre ft)
An = luas daerah yang dibatasi oleh kontur ke n (acre) An+1 = luas daerah yang dibatasi oleh kontur ke n +1 (acre) H = interval kontur isopach (ft)
Perhitungan ini merupakan perhitungan awal dari jumlah cadangan hidrokarbon. Untuk perhitungan cadangan yang dapat diambil (recoverable reserve) maka harus diperhatikan adanya recovery factor (RF). Persamaan yang digunakan dalam perhitungan volume cadangan yang dapat diproduksi sebagai berikut adalah sebagai berikut :
Keterangan:
(2)
56
N = volume cadangan awal (OIP) (STB) RF = recovery factor (%)
(3)
A. Kesimpulan
Dari hasil dan analisis yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan bahwa : 1. Pada peta kedalaman Formasi Baturaja terdapat gambaran dua buah antiklin
yang konturnya berwarna oranye ke merah-merahan.
2. Antiklin pada Baturaja merupakan antiklin batuan karbonat yang terbentuk selama akhir Miocene awal serta batuan klastik yang terdiri dari mineral lithic dari pelapukan basement dan beberapa bagian terinterfingering dengan karbonat klastik yang distribusinya dikontrol oleh permukaan basement.
3. Pada peta struktur kedalaman Baturaja dapat dilihat adanya patahan utama yang mengarah ke barat daya ke timur laut yang patahan panjang merupakan patahan naik dan yang kecil merupakan patahan turun
4. Dari hasil perhitungan volume area bidang antiklin satu diketahui bahwa gross rock volume nya sebesar 35908804,34 meter kubik atau 35,9 kilometer kubik, sedangakan pada volume area bidang antiklin 2 yaitu dimana merupakan antiklin yang lebih kecil menghasilkan volume sebesar 4257082,017 meter kubik atau sebesar 4,257 kilometer kubik.
(4)
84
B. Saran
1. Bila dalam perhitungan lebih detail tentang cadangan hidrokarbon di perlukakan tambahan data petrofiska sehingga menghasilkan cadangan yang pasti.
2. Untuk mengetahui keakuratan intepretasi lebih baik lagi bila dibandingakan dengan intepretasi menggunakan software contohnya Petrel dan HRS
(5)
Arif, A. Fachrudin, 1995. Petunjuk Penulisan Laporan Pemetaan Geologi
Pendahuluan, Usulan Penelitian, dan Skripsi. Jurusan Geologi. Jatinangor.
De Coster, G. L., 1974, The Geology of the Central and South Sumatra Basin, Proceedings 3rdAnnual Convention IPA, Juni 1974, Jakarta.
Edward L. Etris, Nick J. Crabtree and Scott Pickford, J.D, 2001, True Depth Conversion,
CSEG recorder, November 2001.
Harsono, A., 1993, Pengantar Evaluasi Log, Schlumberger Data Services, Mulia Center L. 17, Kuningan, Jakarta, p.19-21.
http:/Ensiklopedi Seismik Online Search results for noise dan data seismic, 13 Agustus 2014
http:/Ensiklopedi Seismik Online Search results for polaritas normal-reverse, 14 Agustus 2014
Koesoemadinata, 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi. penerbit ITB. Bandung.
Levorsen, A.I., 1958, Geology of Petroleum, p. 319, p. 357-69:San Francisco: Freeman and Co.
Prajuto, 1988. Pendahuluan Interpretasi Data Seismik. Atlantic Richfield Indonesia Inc., Jakarta.
Pulunggono, A. & Cameron, N.R., 1984, Sumatera Microplates, Their haracteristics and their Role in The Evolution of Central Sumatera Basin : Proceed. 13th Ann. Conv. IPA, May 1984, p.121 - 143.
Schlumberger, 2008. Petrel Seismic to Simulation Software. Norway : Schlumberger Stavanger research.
(6)
Sukmono, S. 2000. Interpretasi Seismik Refleksi. Diktat Kuliah Teknik Geofisika ITB. Bandung.
Tearpock, Daniel J. and Bischke, Richard E., 1991. Applied Subsurface Geological
Mapping, P T R Prentice-Hall, Inc., A Simon & Schuster Company.