EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOMPAT TINGGI GAYA STRADDLE DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU PADA SISWA KELAS X-7 SMA NEGERI 5 KOTA METRO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOMPAT TINGGI GAYA STRADDLE DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU

PADA SISWA KELAS X-7 SMA NEGERI 5 KOTA METRO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

WIWID WAHYU NINGSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOMPAT TINGGI GAYA STRADDLE DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU

PADA SISWA KELAS X-7 SMA NEGERI 5 KOTA METRO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

Wiwid Wahyu Ningsih

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro tahun pelajaran 2012/2013 dengan menggunakan alat bantu sehingga bahan ajar atau materi yang disampaikan oleh guru akan lebih mudah diterima dan diserap oleh siswa.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) atau disebut juga CAR (Classroom Action Research), sampel yang digunakan adalah siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro yang berjumlah 36 siswa. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan dan efektivitas dari hasil belajar siswa menggunakan alat bantu dideskripsikan melalui tiga siklus. Siklus pertama menggunakan alat bantu karet tali dengan panjang 4 meter menghasilkan nilai rerata sebesar 59,69 dengan tingkat efektivitas 17,64 %. Siklus kedua menggunakan alat bantu berupa kardus air mineral menghasilkan nilai rerata sebesar 68,83 dengan tingkat efektivitas 35,76 %. Siklus ketiga menggunakan alat bantu berupa video pembelajaran lompat tinggi gaya straddle menghasilkan nilai rerata 77,61 dengan tingkat efektivitas 53,02%.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan alat bantu dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro. Dari tiga alat bantu yang mendominasi peningkatan efektivitas pembelajaran lompat tinggi gaya straddle adalah alat bantu video.


(3)

(4)

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

H. Batasan Istilah ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Jasmani ... 12

B. Belajar Motorik ... 14

C. Belajar ... 16

D. Gerak ... 18

E. Keterampilan ... 19

F. Atletik ... 21

G. Lompat Tinggi Gaya Staddle ... 23

H. Model Pembelajaran ... 27

I. Alat Belajar ... 28

J. Alat Bantu ... 30

K. Kerangka Berpikir ... 32

L. Hipotesis ... 33

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 35

B. Data Penelitian ... 38


(6)

2. Siklus II ... 41

3. Siklus III ... 42

F. Instrumen Penelitian ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 46

B. Pembahasan ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional diterangkan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan intelektual, dan kekuatan mental yang kuat.”

Pendidikan merupakan usaha peningkatan sumber daya manusia yang sangat diperlukan kemajuannya, karena negara kita merupakan negara berkembang yang tingkat pendidikannya masih rendah di bandingkan dengan negara-negara lain yang sudah maju. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, karena baik tidaknya hasil mutu pendidikan di suatu bangsa akan tercermin kepada kemajuan bangsa. Kemajuan suatu bangsa tidak dilihat dari sumber daya alam yang dimilikinya, melainkan sumber daya manusia yang

berkompeten dalam segala bidang termasuk di dalamnya bidang pendidikan.

Melalui lembaga pendidikan berbagai proses dilakukan untuk mempengaruhi peserta didik sehingga terjadi perubahan secara bertahap dan menyeluruh ke arah peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, agar dapat


(8)

berfungsi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Tujuan tersebut dapat diwujudkan dengan menempuh usaha melalui berbagai jalur pendidikan formal maupun informal.

Sekolah merupakan salah satu pendidikan formal yang berfungsi untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi anak yang beriman, cerdas, disiplin, terampil, betanggung jawab, bertaqwa, serta sehat jasmani dan rohani. Oleh karena itu, sekolah dijadikan sebagai salah satu lembaga pendidikan formal yang dalam penyelenggaraan pendidikannya dilakukan secara terorganisir, sistematis, dan berkesinambungan dengan maksud agar tujuan pendidikan nasional itu sendiri dapat tercapai sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan pada kurikulum berkarakter kebangsaan.

Bidang pendidikan yang turut serta memajukaan bangsa salah satunya bidang pendidikan jasmani, kesehatan dan olahraga yang dapat menciptakan sumber daya atlet-atlet yang berprestasi dalam setiap cabang olahraga yang diajarkan pada mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolah. Sehingga pendidikan jasmani merupakan mata pelajaran yang harus ada didalam kurikulum sekolah.

Menurut pakar pendidikan jasmani Amerika Serikat, pendidikan jasmani adalah satu tahap atau aspek dari proses pendidikan keseluruhan yang

berkenaan dengan perkembangan dan penggunaan kemampuan gerak individu yang dilakukan atas dasar kemauan sendiri serta bermanfaat dan dengan reaksi atau respon yang terkait langsung dengan mental, emosi dan sosial.


(9)

Tujuan yang ingin dicapai dari proses pendidikan keseluruhan melalui

aktivitas jasmani, mencakup domain psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan demikian, dapat digambarkan bahwa pendidikan jasmani adalah proses

interaksi sistematik antara anak didik dan lingkungannya yang dikelola melalui pengembangan jasmani secara efektif dan efisien menuju pembentukan manusia seutuhnya sesuai dengan tahapan usia anak.

Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum di sekolah, pelajaran ini berorientasi pada pelaksanaan misi pendidikan melalui aktivitas jasmani dan pembiasaan perilaku hidup sehat. Tujuan yang ingin dicapai dalam mata pelajaran ini adalah “membantu peserta didik untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan melalui

pengenalan dan penanaman sikap positif serta kemampuan gerak dasar dan berbagai aktivitas jasmani”. Berbagai aktivitas jasmani yang dilakukan di sekolah dilakukan dalam pendidikan jasmani serta potensi manusia yang mampu dikembangkan baik secara fisik maupun mental termasuk dalam suatu keterampilan atletik.

Atletik adalah cabang olahraga yang paling kompleks serta merupakan aktivitas jasmani yang kompetitif/dapat diadu, meliputi beberapa nomor yang terpisah berdasarkan kemampuan gerak dasar manusia seperti berjalan, berlari, melempar, dan melompat. Atletik juga merupakan olahraga yang banyak pilihan meliputi banyak perlombaan yang berlainan satu sama lain, baik mengenai cara pelaksanaannya, maupun sifat-sifat jasmani para pelakunya. Selain itu gerakan yang terdapat dalam cabang olahraga atletik merupakan


(10)

gerak dasar bagi cabang olahraga lainnya, karena hampir dari semua cabang olahraga memerlukan kekuatan, kecepatan, kelentukan, dan daya tahan. Oleh karena itu tidaklah berlebihan sejarah mengemukakan bahwa atletik adalah induk dari semua cabang olahraga. Cabang olahraga atletik mengandung nilai-nilai edukatif yang memegang peranan penting dalam mengembngkan kondisi fisik serta dapat mengembangkan sikap percaya diri, disiplin, kerja sama, sportif, dan berani. Untuk menunjang tujuan pembelajaran, sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang berkarakter, pembelajaran atletik adalah salah satu cabang olahraga yang wajib diajarkan dari SD sampai SMA.

Pada cabang atletik khususnya nomor lompat tinggi gaya straddle termasuk nomor yang sulit dilakukan karena didalamnya mengandung unsur-unsur gerak yang kompleks yang dimulai dari tahap awalan, tolakan, melayang, dan pendaratan. Tahap gerak tersebut harus dilakukan dalam suatu gerakan yang harmonis dari seluruh anggota tubuh, sehingga dapat menghasilkan lompatan yang benar.

Dalam proses pembelajaran atletik khususnya lompat tinggi gaya straddle memerlukan strategi pembelajaran yang baik dan tepat sasaran. Strategi maupun metode pembelajaran ditingkatkan untuk memahami siswa dalam materi pembelajaran. Suatu proses pembelajaran membutuhkan alat

pendukung yang optimal karena suatu proses pembelajaran tanpa didukung oleh media-media atau sarana dan prasarana lain tidaklah akan mungkin pembelajaran tersebut tercapai secara optimal khususnya pada lompat tinggi


(11)

gaya straddle, dimana harus menggunakan media yang memadai mulai dari tempat awalan hingga tempat pendaratan.

Hal inilah yang terjadi di SMAN 5 Kota Metro, dimana media pendukung proses pembelajaran kurang memadai sehingga hasil proses pembelajaran kurang memuaskan, bahkan pembelajaran tidak mencapai ketuntasan. Sistem dan model pembelajaran menggunakan media alat bantu kurang optimal menyebabkan siswa sulit memahami konsep-konsep pelajaran yang wajib dipahami, hal inilah yang menjadi salah satu penyebab banyak siswa yang tidak bisa melakukan lompat tinggi gaya straddle dengan benar.

Dari 29 siswa atau yang belum mampu malakukan lompat tinggi gaya straddle dengan benar peneliti melihat kendala yang dialami siswa pada tahap awalan ada 13 siswa yang belum mampu melakukan gerak dasar dengan benar peneliti melihat siswa terkendala pada saat melakukan lari ancang-ancang kemudian bersiap untuk melakukan tolakan, pada tahap tolakan ada 23 siswa yang belum mampu melakukan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle dengan benar peneliti melihat siswa terkendala pada saat menolak dengan kaki yang kuat mendorong ke depan pada tumit yang memajukan pinggang dan badan condong ke belakang, sedangkan pada saat melayang ada 21 siswa yang belum mampu melakukan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle peneliti melihat terkendalanya siswa yaitu pada saat naik ke mistar kemudian

melewatinya dengan pinggang memutar dan kaki penolak di buka ke belakang dan atas sehingga masih banyak siswa yang melakukan kesalahan. Hal ini


(12)

diduga karena alat yang digunakan terbatas untuk 36 siswa, maka siswa sulit melakukan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle dengan benar.

Bertitik tolak pada uraian di atas,maka peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang “Efektivitas Pembelajaran Gerak Dasar Lompat Tinggi Gaya Straddle dengan Menggunakan Alat Bantu Pada Siswa Kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya kemampuan siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013 melakukan keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada tahap awalan.

2. Kurangnya kemampuan siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013 melakukan keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada tahap tolakan.

3. Kurangnya kemampuan siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013 melakukan keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada tahap melayang.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas di luar konsep dan tidak terjadi salah persepsi, maka penelitian ini dibatasi hanya pada “Efektivitas Pembelajaran Gerak


(13)

Dasar Lompat Tinggi Gaya Straddle dengan Menggunakan Alat Bantu Pada Siswa Kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah, maka penelitian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah dengan menggunakan alat bantu berupa karet tali dapat

meningkatkan pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada tahap awalan pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Apakah dengan menggunakan alat bantu berupa kardus yang disusun ke atas dapat meningkatkan pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada tahap tolakan pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013?

3. Apakah dengan menggunakan alat bantu berupa video tentang lompat tinggi gaya straddle dapat meningkatkan pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada tahap melayang pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun 2012/2013?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota


(14)

lompat tinggi gaya straddle pada tahap awalan dengan menggunakan alat bantu berupa karet tali sepanjang 4 meter.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013 melakukan keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada tahap tolakan dengan menggunakan alat bantu berupa kardus yang disusun ke atas.

3. Untuk meningkatkan dan memperbaiki pembelajaran dengan

menggunakan alat bantu berupa video tentang lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran

2012/2013 pada tahap melayang.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Siswa

Dapat meningkatkan keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle dan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada cabang atletik kelas X.

2. Mahasiswa Penjaskes

Sebagai salah satu referensi untuk meningkatkan keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle.

3. Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi gambaran dalam upaya pengkajian dalam pengembangan ilmu pembelajaran atletik nomor lompat “lompat tinggi gaya straddle”, khususnya untuk mata kuliah atletik.


(15)

4. Guru Penjaskes

Sebagai pedoman guru untuk bahan acuan pembelajaran selanjutnya dan memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha menciptakan

pembelajaran yang bermakna dan berkualitas, menentukan model atau pendekatan dengan alat bantu yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga anak dapat mengoptimalkan segenap kemampuannya dan tercapailah keberhasilan pembelajaran dan prestasi belajar atletik khususnya nomor lompat tinggi gaya straddle di sekolah.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Obyek Penelitian : Memberikan upaya peningkatan keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle.

Subyek Penelitian : Siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013.

Tempat Penelitian : Lapangan Olahraga SMA Negeri 5 Kota Metro.

H. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah tersebut. Adapun istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Efektivitas

Pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut


(16)

sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :

“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

Menurut Handoko (1997:7), efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan.

2. Pembelajaran

Pengertian pembelajaran menurut Sanjaya (2007:123), adalah proses kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada pengertian sumber belajar. Proses pembelajaran merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Alat Bantu

Menurut Tayar Yusuf (1985:50), alat bantu adalah alat yang digunakan pengajar dalam menyampaikan materi, dengan adanya alat bantu maka bahan ajar atau materi lebih mudah dimengerti oleh peserta didik. Dalam proses belajar mengajar alat bantu digunakan dengan tujuan membantu guru dalam proses pembelajaran, dan efektif dalam penggunaannya. 4. Lompat Tinggi Gaya Straddle

Lompat tinggi merupakan salah satu nomor dalam cabang olahraga atletik. Tujuan lompat tinggi adalah melompat setinggi-tingginya dengan cara melewati palang sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Wiyono, 2011:18)


(17)

Dalam lompat tinggi ada 3 gaya, yaitu gaya flop (memutar), gaya gunting, dan gaya straddle (kangkang).

Gaya straddle merupakan gaya yang tidak mudah untuk dilakukan. Lompat tinggi gaya straddle terdiri dari awalan, tolakan, sikap badan di atas mistar, dan pendaratan.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani menurut Mahendra (2008:15) adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan.

Pendidikan jasmani mempunyai kedudukan yang sama dengan mata pelajaran yang lainnya, dan dikategorikan sebagai mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua siswa.

Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neomuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional, dalam rangka sistem pendidikan nasional. (Depdiknas, 2004:1) Pendidikan jasmani merupakan pembelajaran yang didesain untuk

meningkatkan kebugaran jasamani, pengetahuan, perilaku hidup yang aktif dan sikap sportif melalui kegiatan jasmani yang dilaksanakan secara

terencana, bertahap, dan berkelanjutan agar dapat meningkatkan sikap positif bagi diri sendiri sebagai pelaku dan menghargai manfaat aktivitas jasmani bagi peningkatan kualitas hidup sehat seseorang sehingga akan terbentuk jiwa sportif dan gaya hidup yang aktif. (Depdiknas, 2004:2)

Lutan (1992:6) menjelaskan bahwa : “Istilah pendidikan jasmani (physical education) merupakan suatu kegiatan yang bersifat mendidik dengan


(19)

memanfaatkan kegiatan jasmani, termasuk olahraga. Dengan kata lain, pendidikan jasmani adalah pendidikan”. Dari penjelasan tersebut, maka pendidikan jasmani dapat diartikan sebagai perilaku mendidik tubuh atau badan dengan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu.

Bucher (1985) yang dikutip Johan dan Supandi (1990:30) menyatakan bahwa: “Pendidikan jasmani merupakan bagian yang integral dari keseluruhan proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan aspek-aspek fisik, mental, emosional, dan sosial melalui aktivitas jasmani yang telah dipilih untuk mencapai hasilnya”.

Sedangkan Supandi (1991:2) memandang, “Pendidikan jasmani sebagai suatu proses interaksi sistematik yang berlangsung antara anak didik dan

lingkungannya yang dikelola melalui pengembangan jasmani secara efektif dan efisien menuju pembentukan manusia seutuhnya”.

Lebih lanjut Hidayat (1995:2) menjelaskan bahwa : “Pendidikan jasmani sebagai perbuatan pedagogis yang memberikan anak didik melepaskan keinginan bergeraknya sebagai pernyataan vitalis”. Berdasarkan pandangan holistik yang dikemukakan oleh Jawatan (1960) yang dikutip Suherman (2000:3) bahwa : “Pendidikan jasmani diartikan sebagai pendidikan yang mengaktualisasikan potensi-potensi aktivitas manusia berupa sikap, tindakan, dan karya yang diberi bentuk, isi, dan arah menuju kebulatan pribadi sesuai dengan cita-cita kemanusiaan”.

Berdasarkan penjelasan dan pandangan para pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang kondusif dimana siswa dibantu untuk mewujudkan dirinya


(20)

sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dalam mencapai taraf kedewasaan tertentu.

Tujuan pendidikan jasmani adalah membantu siswa untuk perbaikan derajat kesehatan dan kesegaran jasmani melalui pengertian, pengembangan sikap positif, dan keterampilan gerak dasar serta berbagai aktivitas jasmani, agar dapat : (1) Memacu pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan berat badan secara harmoni. (2) Mengembangkan kesehatan dan kesegaran jasmani, keterampilan gerak dan cabang olahraga. (3) Mengerti akan pentingnya kesehatan, kesegaran jasmani dan olahraga terhadap

perkembangan jasmani dan mental. (4) Mengerti peraturan dan dapat mewasiti pertandingan cabang-cabang olahraga. (5) Mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan pencegahan penyakit dalam kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam kehidupan sehari-hari. (6) Menumbuhkan sikap positif dan mampu mengisi waktu luang. (Syarifuddin, Mahadi, 1993:4)

B. Belajar Motorik

Belajar motorik menghasilkan perubahan yang relatif permanen. Seorang yang ingin memiliki keterampilan yang baik harus terlebih dahulu mengembangkan unsur gerak, kemudian hal ini dapat dilakukan melalui proses belajar dan berlatih. Rusli Lutan (2000:19) mengatakan bahwa “belajar adalah sebuah perilaku yang relatif permanen sebagai akibat latihan atau pengalaman masa yang lampau”. Berkaitan dengan belajar keterampilan motorik, menurut Lutan (1988:102), belajar motorik adalah seperangkat proses yang berkaitan dengan


(21)

latihan atau pengalaman yang mengantarkan ke arah perubahan permanen dalam prilaku terampil.

Tahap-tahap dalam keterampilan motorik yaitu sebagai berikut : 1. Tahap Kognitif

Tahap ini merupakan tahap awal dalam belajar motorik. Dalam tahap ini peserta didik harus memahami hakikat kegiatan yang akan dilakukan, kemudian harus memperoleh gambaran yang jelas baik secara verbal maupun visual.

2. Tahap Fiksasi

Pada tahap ini pengembangan keterampilan dilakukan peserta didik

melalui latihan praktik secara teratur agar perubahan prilaku gerak menjadi permanen, selama latihan peserta didik membutuhkan semangat dan

umpan balik untuk mengetahui apa yang dilakukan itu benar atau salah. 3. Tahap Otomatis

Pada tahap otomatis, kontrol terhadap gerak semakin tepat dan penampilan semakin konsisten serta cermat. Menurut Girimijoyo dalam Priyono

mengatakan bahwa secara psikologi hal ini dapat diartikan bahwa pada diri peserta didik telah terjadi suatu kondisi refleks bersyarat yaitu terjadi pengerahan tenaga mendekati pola gerak refleks yang sangat efisien dan hanya akan melibatkan unsur unit yang benar diperlukan untuk gerakan yang diinginkan.


(22)

Belajar merupakan suatu usaha untuk menambah dan mengumpulkan berbagai pengalaman tentang ilmu pengetahuan. Menurut Bandura (Indana, 2002) dalam Dini Rosdiani (2012:1), belajar yang dialami manusia sebagian besar diperoleh dari suatu permodelan, meniru perilaku dan pengalaman vicarious (keberhasilan dan kegagalan) orang lain.

Ciri-ciri dari suatu kegiatan yang disebut dengan “belajar” menurut Noehi Nasution (1994:2) adalah sebagai berikut :

1. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan individu yang belajar, baik aktual maupun potensial.

2. Perubahan itu pada dasarnya berubah didapatkan kemampuan baru, yang berlaku yang relatif lama.

3. Perubahan itu terjadi karena usaha

Belajar adalah sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara individu dengan lingkungan. Tingkah laku ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Sedangkan A Tabrani Rusyan (1989:7), mengatakan bahwa :

“Belajar dalam arti luas adalah suatu proses perubahan individu yang

dinyatakan dalam bentuk penguasaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi”.

Menurut Robert M. Gagne dalam buku The Conditioning of Learning, belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi”.

Witherington yang dikutip Yusuf (2001:4) menjelaskan bahwa : “Belajar merupakan suatu perubahan kelakuan dalam kepribadian sebagaimana


(23)

dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan-penguasaan pola respon atau tingkah laku baru yang membentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,

kemampuan atau pemahaman”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi, perubahan itu berupa penguasaan, sikap dan cara berfikir yang bersifat menetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman belajar yang diperoleh melalui perilaku, model dan pengalaman orang lain baik aktual maupun potensial.

Menurut Oemar Hamalik (2003:57), pengertian pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Pembelajaran pada kehendaknya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Banyak faktor yang mempengaruhi interaksi, baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.

D. Gerak

Menurut Drowatzky dalam Lutan (1988), belajar gerak secara khusus dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan atau modifikasi tingkah laku individu akibat dari latihan dan kondisi lingkungan.


(24)

Sedangkan menurut Schmid dalam Lutan (1988:102), belajar motorik adalah seperangkat proses yang berkaitan dengan latihan atau pengalaman yang mengantarkan ke arah perubahan permanen dalam perilaku terampil. Schnabel (1983) dalam Lutan (2000:102) menjelaskan, karakteristik yang dominan dari belajar ialah kreativitas ketimbang sikap hanya sekedar menerima di pihak siswa atau atlet yang belajar.Penjelasan tersebut menegaskan pentingnya psiko-fisik sebagai suatu kesatuan untuk merealisasi peningkatan

keterampilan.

Proses belajar gerak berlangsung dalam suatu rangkaian kejadian dari waktu ke waktu dan dalam prosesnya melibatkan sistem saraf pusat, otak dan ingatan. Dengan demikian tugas utama peserta didik dalam proses belajar gerak adalah menerima dan menginterprestasikan informasi tentang gerakan-gerakan yang akan dipelajari kemudian mengolah dan menginformasikan informasi tersebut sedemikian rupa sehingga memungkinkan realisasi gerakan secara optimal dalam bentuk keterampilan.

Gerak adalah kegiatan atau proses perubahan tempat atau posisi ditinjau dari titik pandang tertentu, sekali hal ini sudah dilakukan maka gerak itu, tanpa memikirkan gerak itu transkusi atau rotasi maka dengan itu dapat ditentukan jarak dan arah dari titik pangkalnya (Soedarminto, 1993:197). Jadi pengertian gerak perpindahan tempat ke tempat lain sesuai dengan tujuan tertentu.

Gerak dasar lompat tinggi gaya straddle adalah keterampilan gerak yang dilakukan dalam lompat tinggi gaya straddle, baik yang berkaitan dengan aktivitas dasar itu mencakup gerakan lokomotor dan keterampilan manipulatif.


(25)

E. Keterampilan

Keterampilan itu dapat juga dipahami sebagai indikator dari tingkat kemahiran atau penguasaan suatu hal yang memerlukan gerak tubuh. Menurut Rahyubi (2012:211), keterampilan merupakan gambaran kemampuan motorik

seseorang yang ditujukan melalui penguasaan suatu gerakan.

Lutan (1988:95) mengatakan bahwa keterampilan gerak dasar adalah gerak yang mengikuti pola atau gerak tertentu yang memerlukan koordinasi dan kontrol sebagian atau seluruh tubuh yang bisa dilakukan melalui proses belajar. Semakin kompleks keterampilan gerak yang harus dilakukan, makin kompleks juga koordinasi dan kontrol tubuh yang harus dilakukan, dan ini berarti makin sulit juga untuk dilakukan.

Lutan (1988:305) mengatakan bahwa belajar keterampilan gerak berlangsung melalui beberapa tahap yakni: (1) tahap kognitif, (2) tahap asosiatif, (3) tahap otomatis.

1. Tahap Kognitif

Pada tahap ini seseorang yang baru mulai mempelajari keterampilan motorik membutuhkan informasi bagaimana cara melaksanakan tugas gerak yang bersangkutan. Karena itu, pelaksanaan tugas gerak itu diawali dengan penerimaan informasi dan pembentukan pengertian, termasuk bagaimana penerapan informasi dan pengetahuan yang diperoleh.Pada


(26)

tahap ini gerakan seseorang masih nampak kaku, kurang terkoordinasi, kurang efisien, bahkan hasilnya tidak konsisten.

2. Tahap Asosiatif

Permulaan dari tahap ini ditandai oleh semakin efektif cara-cara siswa melaksanakan tugas gerak, dan dia mulai mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan yang dilakukan.Akan nampak penampilan yang terkoordinasi dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, dan lambat laun semakin konsisten.

3. Tahap Otomatis

Pada tahap ini, keterampilan motorik yang dilakukannya dikerjakan secara otomatis.Pelaksanaan tugas gerak yang bersangkutan tak seberapa

terganggu oleh kegiatan lainnya.

Untuk melakukan suatu keterampilan gerak, dalam prosesnya ada tiga tahap yang dilalui, yaitu : (1) masukan, (2) pengambilan keputusan, dan (3) pengeluaran.

Kemampuan gerak dasar disebut juga motor ability. Menurut Nurhasanah (1986), motor ability adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerak dasar secara umum. Atau dalam pengertian yang lebih spesifik yang

dikemukakan oleh Lutan (1988:96) motor ablity adalah kemampuan atau kapasitas dari seseorang berkaitan dengan pelaksanaan dan peragaan suatu keterampilan yang relatif melekat setelah masa kanak-kanak. Kemampuan gerak dasar itulah yang kemudian berperan sebagai landasan bagi


(27)

perkembangan keterampilan.Terampil adalah tingkat kemahiran seseorang melaksanakan tugas gerak yang terkoordinasi, terorganisasi dan terpadu.

Sedangkan keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle ada empat tahap, yaitu : (1) awalan, (2) tolakan, (3) melayang, dan (4) pendaratan,

keempat gerak dasar ini harus dilakukan secara benar sehingga mengahasilkan lompatan yang benar.

F. Atletik

Menurut Carr Garry A (2000:3), atletik merupakan salah satu materi pendidikan jasmani yang ada di sekolah. Atletik merupakan suatu

keterampilan yang mampu mengembangkan potensi manusia baik secara fisik maupun mental dan dapat diberikan kepada peserta didik baik secara formal, informal, maupun non formal. Jika dikaji secara cermat kita akan mengakui dengan benar bahwa atletik sebagai “mother of sport”atau ibu (induk) dari segala cabang olahraga yang mendasari segala kegiatan yang ada pada sebagian besar cabang olahraga apapun. Aktivitas atletik seperti berjalan, berlari, melempar, dan melompat tidak pernah lepas dari kehidupan kita sehari-hari apalagi bila dikaitkan dengan kebutuhan serta keterkaitan dengan aktivitas fisik pada cabang olahraga lain. Artinya bahwa pembelajaran atletik tidak boleh diabaikan dalam pelajaran pendidikan jasmani di sekolah.

Kata atletik berasal dari bahasa Yunani, yaitu athlon yang artinya berlomba atau bertanding. Istilah atletik di Indonesia diartikan sebagai cabang olahraga


(28)

yang memperlombakan meliputi nomor perlombaan jalan cepat 3 km, 5 km, 10 km, 20 km, 30 km, 50 km, lari 100 m, 200 m, 400 m, 800 m, 1500 m, 3000 m, 5000 m, 10000 m, marathon, lari gawang (100 m untuk putri, 110 m untuk putra), 4x100 m estafet, dan 4x400 m estafet, lempar lembing, lempar cakram, tolak peluru, lontar martil, lompat jauh, lompat jangkit, lompat tinggi galah, lompat tinggi. (Depdikbud, 2000:9)

Atletik merupakan olahraga yang banyak memiliki events yang berlainan satu sama lain, baik mengenai metode pelaksanaannya, maupun sifat-sifat

jasmaniah para pelakunya. Dikarenakan oleh suatu tradisi, dan

perkembangannya yang universal menjangkau dunia luas, serta prestisenya, dan juga karena luasnya lingkup ketangkasan/skill dan mutu yang dituntut atletik, maka atletik merupakan olahraga dasar yang paling baik.Sebagai tambahan, olahraga atletik merupakan salah satu unsur penting demi gerakan Olimpiade Modern.Ini dilakukan di semua negara (di dunia) karena disadari adanya nilai-nilai edukatif tinggi yang terkandung di dalamnya, serta

peranannya yang sangat menentukan dalam upaya pengembangan kondisi jasmani. Dan sering kali menyediakan landasan dasar bagi usaha peningkatan prestasi optimal bagi cabang olahraga lain, dan tidak pula jarang digunakan sebagai suatu barometer perkembangan suatu negara. Selain membantu memelihara keadaan kesegaran jasmani dan mempertajam prestasi pribadi, atletik juga memberikan lahan riset tentang gerak tubuh manusia, yang memiliki keuntungan sebagai sarana yang tepat dalam proses pengukuran (waktu dan jarak).


(29)

Atletik sudah masuk ke dalam kurikulum pendidikan jasmani, sehingga atletik dikenal dan menyebar di kalangan pelajar yang di tunjang pula oleh

penyelenggaraan pertandingan atletik antar pelajar. Upaya pengembangan atletik untuk menjadi bagian dalam pengalaman belajar siswa, juga ditunjang oleh penyediaan tenaga guru olahraga atau penjas yang berkualifikasi guru profesional yang telah dididik di lembaga pendidikan tenaga guru.

G. Lompat Tinggi Gaya Straddle

Lompat tinggi merupakan salah satu nomor dalam cabang olahraga atletik. Tujuan lompat tinggi adalah melompat setinggi-tingginya dengan cara melewati palang sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Wiyono, 2011:18) Dalam lompat tinggi ada 3 gaya, yaitu gaya flop (memutar), gaya gunting, dan gaya straddle (kangkang).

Gaya straddle merupakan gaya yang tidak mudah untuk dilakukan. Dalam buku IAAF terjemahan PASI (1993:66), cara melakukan lompat tinggi gaya straddle yaitu :

1. Awalan : lari dilakukan 7-9 x langkah progresif dengan kecepatan yang terkontrol dengan sudut pendekat 35° - 40°. Kemudian persiapan pada beberapa langkah akhir, titik pusat gravitasi diturunkan dan langkah kaki diperpanjang. Gerakan tungkai menjadi lebih positif dan dinamis. Ada pembengkokan lanjutan dari tungkai dan penurunan pinggang pada saat langkah terakhir yang dipersiapkan untuk membuat langkah panjang akhir dan ayunan kaki bebas yang kuat.


(30)

Gambar 1. Teknik awalan lompat tinggi diadopsi dari IAAF (2000)

2. Tolakan : kaki penolak mendarat tumit lebih dulu, jauh di depan titik pusat gravitasi pelompat, dengan kedua lengan ditarik ke belakang ke suatu posisi di belakang garis tubuh, jadi menghasilkan badan condong jauh ke belakang. Kaki yang bebas diluruskan pada saat ini melewati kaki yang laindan diayun kuat ke atas, umumnya ke suatu titik dimana kaki berada jauh tinggi di atas kepala pelompat sebelum kaki penolak lepas kontak dengan tanah. Kedua lengan bergabung menjadi satu dalam gerakan mengangkat, karena ini diayun ke atas dan ke depan dan dicheck tepat di atas tinggi bahu. Sementara itu, kaki penolak juga mendorong berat badan pelompat ke atas meluruskan dengan cepat sendi-sendi mata kaki dan sendi lutut. Secara ideal, semua gerakan ini harus diselesaikan pada titik pusat gravitasi pelompat mencapai suatu posisi vertikal di atas kaki penolak.


(31)

Gambar 2. Kaki saat menolak.

3. Melayang : pada saat pinggang pelompat mendekati tingginya bilah, kaki bebas dan lengan pada sisi itu dipindahkan menyilang bilah (lompat kemudian ke bawah pada saat badan pelompat memutar memanjang bilah). Kaki penolak diangkat menjauh dari mistar dan boleh diluruskan guna menghindari kaki penolak.

Gambar 3. Sikap saat melayang melewati mistar.

4. Pendarataan : pada matras pendaratan yang modern, metode mendaratnya adalah tidak penting. Tetapi, pada suatu lompatan yang dilakukan dengan baik, pelompat biasanya mendarat pada sisi badan dan segera bergulir atas punggung.


(32)

Gambar 4. Sikap badan saat pendaratan.

Di bawah ini adalah gambar keseluruhan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle diadopsi dari buku IAAF terjemahan PASI (1993:70) :

Gambar 5. Lompat Tinggi Gaya Straddle.

H. Model Pembelajaran

Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Model pembelajaran merupakan sebuah rencana yang dimanfaatkan untuk merancang. Isi yang terkandung di dalam


(33)

model pembelajaran adalah berupa strategi pengajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional. Contoh strategi pengajaran yang bisa guru terapkan pada saat proses belajar mengajar adalah manajemen kelas, pengelompokan siswa, dan penggunaan alat bantu pengajaran.

Ellias M. Award (1979) dalam Dini Rosdiani (20012:3) mengemukakan bahwa: “A model is a representation of real of a planned sistem”. Yang berarti model sebagai suatu representasi dari suatu kenyataan sistem yang direncanakan.

Menurut Soekamto dan Winataputra (1996/1997), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi dan metode tertentu, yaitu: (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, (2) tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat terlaksana secara berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tersebut tercapai.

Pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik materi pembelajaran dan siswa merupakan peranan guru yang tidak dapat terlepas untuk pencapaian hasil belajar yang maksimal.


(34)

I. Alat Belajar

Perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut guru agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah dan sekurang-kurangnya guru dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi dapat membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Pamungkas (2000:9) dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian dari alat adalah yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu. Alat merupakan bagian dari fasilitas pendidikan yang digunakan untuk proses kegiatan pembelajaran. Dengan alat pembelajaran, guru dapat memberikan contoh secara langsung tentang materi tersebut, terutama materi pendidikan jasmani agar mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa.

Rink (1993:17) yang dikutip Dini Rosdiani (2012:48) memaparkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar pendidikan

jasmani, yaitu: (1) motivasi belajar siswa, (2) kemampuan siswa, (3)

kemampuan guru, dan (4) fasilitas pembelajaran. Keempat faktor ini sangat dominan dalam menentukan keberhasilan dalam proses maupun upaya mencapai tujuan pembelajaran.

Terkait dengan fasilitas pembelajaran, menurut Soepartono (2000) dalam Herman Tarigan (2010:06) sarana olahraga adalah terjemahan dari facilities yaitu sesuatu yang dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam pelaksanaan kegiatan olahraga atau pendidikan jasmani. Sarana olahraga dibedakan


(35)

dan 2.) perlengkapan (device) yaitu sesuatu yang melengkapi kebutuhan prasarana, serta sesuatu yang dapat dimainkan atau dimanipulasi dengan tangan atau kaki. Kedua sarana ini dapat membantu guru dalam

mengoptimalkan program pembelajaran agar mencapai sasaran, yaitu

terbentuknya kualitas gerak anak serta kemampuan-kemampuan lainnya. Jadi dukungan fasilitas ini mutlak disiapkan oleh sekolah dan guru sebelum proses belajar mengajar dilakukan. Karena ekstensinya sangat dirasakan oleh peserta didik dalam mengikuti berbagai aktivitas yang diprogramkan oleh guru saat proses belajar mengajarpendidikan jasmani berlangsung.

Hamalik dalam Arsyad (2005:15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu efektivitas proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran saat itu.

Sudjana dan Rivai dalam Arsyad (2005:24-25) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu :

1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.


(36)

3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga.

4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab aktivitasnya mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

J. Alat Bantu

Arsyad (2005:7) mengemukakan bahwa media pendidikan memiliki

pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas. Alat bantu adalah alat yang digunakan pendidik dalam menyampaikan pendidikan, alat bantu (peraga) sangat penting karena alat tersebut berguna agar bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru lebih mudah diterima atau dipahami peserta didik.

Dalam proses belajar mengajar alat peraga dipergunakan dengan tujuan membantu guru agar proses belajar siswa lebih berhasil dalam pembelajaran yang efektif dan efisien. Menurut Hamzah (1988), penekanan media

pendidikan terdapat pada visual dan audio. Alat bantu visual terdiri dari alat peraga dua dimensi hanya menggunakan dua ukuran panjang dan lebar (seperti: gambar, bagan, dan grafik) sedangkan alat peraga tiga dimensi menggunakan tiga ukuran yaitu panjang, lebar, dan tinggi (seperti: benda asli, model, alat tiruan sederhana, dan barang contoh).

Alat yang digunakan dalam pembelajaran lompat tinggi gaya straddle adalah matras dan tiang mistar, kemudian menggunakan alat bantu.


(37)

1. Alat bantu yang pertama berupa karet tali yang dibentangkan di tiang tegak. Karet tali ini berfungsi sebagai palang atau mistar yang dilewati.

Gambar 6. Karet tali dengan panjang 4 meter.

2. Alat bantu yang kedua yaitu kardus air mineral yang disusun keatas.

Gambar 7. Kardus air mineral yang disusun ke atas.

3. Alat bantu yang ketiga yaitu sebuah video yang berisikan seorang atlet pelompat tinggi melakukan teknik dan gerakan lompat tinggi gaya straddle dengan penjelasan saat melakukan tahapan-tahapn gerakan lompat tinggi gaya straddle. Perlengkapan tambahan yang diperlukan saat pemutaran video teknik gerakan lompat tinggi gaya straddle yaitu satu buah LCD dan speaker kecil agar teknik-teknik gerakan lompat tinggi gaya straddle dapat terlihat dengan baik dan benar. Dengan menggunakan


(38)

alat bantu ini memudahkan guru untuk mengevaluasi teknik gerakan lompat tinggi gaya straddle.

Penggunaan alat bantu diatas, diharapakan dapat memotivasi anak melakukan tugas gerak yang diberikan. Sehingga pembelajaran pendidikan jasmani yang diharapkan tercapai. Lutan (2002:10) mengatakan bahwa pembelajaran penjasorkes dikatakan berhasil apabila :

1. Jumlah waktu aktif berlatih (JWAB) atau waktu melaksanakan tugas gerak yang dicurahkan siswa semakin banyak.

2. Waktu untuk menunggu giliran relatif sedikit, sehingga siswa aktif. 3. Proses pembelajaran melibatkan partisipasi semua kelas.

4. Guru penjasorkes terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

K. Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, besar kemungkinan apabila siswa menguasai gerak dasar lompat tinggi gaya straddle, maka pembelajaran pendidikan jasmani pada materi atletik akan menjadi lebih baik. Di dalam kurikulum khususnya pada pelajaran pendidikan jasmani, permainan atletik adalah suatu materi yang harus disampaikan atau diajarkan kepada siswa, namun kenyataannya meskipun materi atletik telah disampaikan oleh guru pendidikan jasmani, masih banyak yang kurang menguasai gerak dasar lompat tinggi gaya straddle.

Sejalan dengan beberapa hal tersebut, maka penelitian ini menganalisa tentang efektivitas pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle dengan


(39)

menggunakan alat bantu. Gerak dasar lompat tinggi gaya straddle yang diajarkan secara efektif, diharapkan akan lebih dapat dikuasai oleh siswa sehingga pada akhirnya hasil belajar siswa pada pelajaran pendidikan jasmani khususnya pada materi atletik akan lebih baik. Menggunakan model

pembelajaran dengan alat bantu dapat mengurangi rasa jenuh dan bosan pada saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga pada akhirnya akan

membantu tercapainya suatu penguasaan kemampuan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle.

L. Hipotesis

Pengertian hipotesis tindakan hendaklah dipahami sebagai suatu dugaan yang akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan.

H1. “Dengan menggunakan alat bantu berupa karet tali dapat meningkatkan pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas

X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013”.

H2. ”Dengan menggunakan alat bantu berupa kardus air mineral yang disusun ke atas dapat meningkatkan pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun

Pelajaran 2012/2013”.

H3. ”Dengan menggunakan alat bantu berupa video pembelajaran lompat tinggi gaya straddle dapat meningkatkan pembelajaran gerak dasar


(40)

lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 KotaMetro Tahun Pelajaran 2012/2013”.


(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam memecahkan masalah sangat diperlukan suatu cara atau metode, karena metode merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan dari suatu penelitian terhadap subjek yang akan diteliti.

Metodologi penelitian adalah cara yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan, direncanakan oleh para peneliti untuk memecahkan

permasalahan yang hidup dan berguna bagi masyarakat, maupun bagi peneliti sendiri. (Sukardi, 2003:93)

Dalam hal ini peneliti akan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) atau yang disebut juga dengan istilah CAR (Classroom Action

Research) yang akan dilaksanakan pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro.

Arikunto (2012:58) menyatakan bahwa : “penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. Dari namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Dikarenakan ada tiga kata yang


(42)

membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian dapat diterangkan, yaitu :

a. Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh dataatau informasi yang bermanfaat dalam

meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

b. Tindakan, menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.

c. Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaraan, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.

Penelitian tindakan bertujuan untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Praktis dan langsung relevan untuk situasi aktual dalam dunia kerja. b. Menyediakan kerangka kerja yang teratur untuk memecahkan masalah

dan perkembangan-perkembangan baru yang lebih baik. c. Dilakukan dengan putaran-putaran yang berspiral.


(43)

a. Guru sebagai peneliti

b. Penelitian tindakan kolaboratif c. Simultan-terintegrasi

d. Administrasi sosial experimental

Sehubungan dengan bentuk-bentuk penelitian tindakan yang dikemukakan di atas, peneliti bermaksud menggunakan bentuk penelitian tindakan

kolaboratif. Penelitian tindakan kelas kolaboratif merupakan bentuk penelitian tindakan yang penelitinya sendiri bekerja sama dengan guru dan kepala sekolah. Hubungan antara guru dengan peneliti bersifat kemitraan, sehingga mereka memikirkan masalah-masalah penelitian secara bersama pula. Pelaksanaan penelitian ini melibatkan pengajar dan peserta didik. Kerjasama ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada pada proses pembelajaran di sekolah.

Penelitian tindakan kelas dilakukan melalui putaran atau spiral dengan beberapa siklus yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan hasil, dan refleksi yaitu melalui siklus-siklus berikut ini :

Gambar 8. Spiral Penelitian Tindakan Kelas diadopsi dari Muhajir (1997) dalam Herman Tarigan (2011:103)


(44)

Keterangan gambar :

a. Perencanaan (Planning)

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. b. Tindakan

Tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas. c. Observasi

Observasi adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat suatu tindakan.

d. Refleksi

Adalah merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan.

e. Perbaikan rencana

Adalah memperbaiki suatu tindakan yang sudah dilaksanakan apabila tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan atau tindakan sesuai rencana.

B. Data Penelitian

Data penelitian menurut sifatnya terbagi menjadi dua macam, yaitu : 1) Data kualitatif, adalah data yang berbentuk kategori atau atribut. 2) Data kuantitatif, adalah data yang berbentuk bilangan (angka).

Data penelitian menurut cara memperolehnya terbagi menjadi dua macam, yaitu :


(45)

1) Data primer, adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri atau organisasi dan diperoleh langsung dari sumbernya.

2) Data sekunder, adalah data yang diperoleh sudah jadi, contoh jumlah siswa pada suatu daerah, sekolah, dan lain-lain.

Data dalam penelitian ini merupakan data primer dengan teknik analisis deskriptif sederhana berupa data kuantitatif.

C. Subyek Penelitian

Menurut Arikunto (1998:108), populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 5 Kota Metro Kelas X-7 yang berjumlah 36 siswa.

Menurut Arikunto (1998:109), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun subyek yang digunakan untuk penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 5 Kota Metro Kelas X-7.

D. Tempat dan Waktu

a. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di lapangan SMA Negeri 5 Kota Metro b. Pelaksanaan Penelitian

Lama waktu yang dilakukan dalam penelitian lima minggu dan terdapat tiga siklus, dan dalam satu siklusnya lima kali pertemuan.


(46)

E. Proses Pembelajaran Gerak Dasar Lompat Tinggi Gaya Straddle

a. Siklus Pertama 1) Rencana

a.) Menyiapkan skenario pembelajaran (RPP) yang berisi tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan

pendahuluan, inti, dan penutup.

b.) Menyiapkan alat bantu berupa karet tali dengan panjang 4 meter untuk proses pembelajaran dan instrumen yang dibutuhkan untuk mengobservasi tindakan.

c.) Menyiapkan siswa berbaris untuk memulai pembelajaran. 2) Tindakan

a.) Siswa dibariskan untuk memulai pembelajaran sesuai dengan urutan.

b.) Siswa melakukan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle menggunakan karet tali dengan panjang 4 meter sesuai dengan gerakan teknik melompat yang benar dalam gerak dasar dan langkah dalam tindakan siklus pertama.

c.) Setiap siswa melakukan gerakan secara bergantian dan berulang-ulang.

3) Observasi

a.) Setelah tindakan dilakukan, diamati kemudian dikoreksi dan diberikan waktu pengulangan.

b.) Setelah itu dinilai atau dievaluasi dengan menggunakan instrumen pada lampiran.


(47)

4) Refleksi

a.) Dari data hasil observasi disimpulkan dan didiskusikan b.) Didiskusikan rencana tindakan pada siklus kedua.

b. Siklus Kedua 1) Rencana

a.) Menyiapkan skenario pembelajaran yang berisi tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.

b.) Menyiapkan alat bantu berupa tiga buah kardus yang disusun ke atas untuk proses pembelajaran dan instrumen yang dibutuhkan untuk mengobservasi tindakan.

c.) Menyiapkan siswa berbaris untuk memulai pembelajaran. 2) Tindakan

a.) Siswa dibariskan untuk memulai pembelajaran sesuai dengan urutan.

b.) Siswa melakukan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle menggunakan tiga buah kardus yang disusun ke atas sesuai dengan gerakan teknik melompat yang benar dalam gerak dasar dan langkah dalam tindakan siklus kedua.

c.) Setiap siswa melakukan gerakan secara bergantian dan berulang-ulang.

3) Observasi

a.) Setelah tindakan dilakukan, diamati kemudian dikoreksi dan diberikan waktu pengulangan.


(48)

b.) Setelah itu dinilai atau dievaluasi dengan menggunakan instrumen pada lampiran.

4) Refleksi

a.) Dari data hasil observasi disimpulkan dan didiskusikan b.) Didiskusikan rencana tindakan pada siklus ketiga.

c. Siklus Ketiga 1) Rencana

a.) Menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran penjaskes cabang atletik nomor lompat tinggi gaya straddle.

b.) Menyiapkan alat bantu berupa video pembelajaran lompat tinggi gaya straddle untuk proses pembelajaran di kelas.

c.) Memberikan penjelasan gerakan teknik lompat tinggi gaya straddle yang benar.

2) Tindakan

a.) Siswa disiapkan untuk duduk dengan tenang di dalam kelas untuk memulai pembelajaran sesuai dengan urutan.

b.) Siswa melihat dan mendengarkan dengan seksama video gerak dasar lompat tinggi gaya straddle dan memahami gerakan teknik melompat yang benar.

c.) Siswa dibariskan sesuai dengan urutan di lapangan d.) Setiap siswa melakukan gerakan lompat tinggi gaya

straddlesecara bergantian dan berulang-ulang.

e.) Siswa melakukan teknik lompat tinggi gaya straddle dengan benar.


(49)

3) Observasi

a.) Setelah tindakan dilakukan, diamati kemudian dikoreksi dan diberikan waktu pengulangan.

b.) Setelah itu dinilai dengan menggunakan instrumen pada lampiran, maka dapat diketahui presentase keberhasilan sehingga dapat disimpulkan.

4) Refleksi

a.) Kesimpulan dari hasil pembelajaran penjaskes atletik nomor lompat tinggi gaya straddle didiskusikan berapa persen peningkatan yang dicapai oleh siswa.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) di setiap siklusnya, menurut Freir dan

Cuning Ham dalam Muhajir (1997:58) dijelaskan bahwa alat untuk mengukur instrumen dalam penelitian tindakan kelas (PTK) dikatakan valid bila

tindakan itu memegang aplikatif dan dapat berfungsi untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Alat ini berupa indikator-indikator berupa penilaian keterampilan gerak dasar lompat tinggi gaya straddle, bentuk indikatornya adalah: (1) awalan, (2) tolakan, (3) melayang, (4) pendaratan (IAAF,1993) dan di setiap indikator diberi bobot nilai 1-5.


(50)

G. Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan melalui tindakan di setiap siklusnya, selanjutnya data dianalisis melalui tabulasi, presentasi dan normatif. Teknik penilaian dalam proses pembelajaran menggunakan penilaian kuantitatif untuk melihat kualitas hasil tindakan di setiap siklus menggunakan rumus sebagai berikut :

% 100 x n

f P

Keterangan :

P : Presentase keberhasilan

f : Jumlah gerakan yang dilakukan dengan benar n : Jumlah siswa yang mengikuti tes

(Subagio, 1991:107 dalam Surisman,1997)

Skala Penilaian :

1. 85 – 100 = Baik Sekali

2. 70 – 84 = Baik

3. 55 – 69 = Sedang

4. 40 – 54 = Kurang

5. <40 = Kurang Sekali (Stuargg).


(51)

Penghitungan Efektivitas, menggunakan rumus sebagai berikut :

(Goodwin dan Coates dalam Surisman, 1997)

Keterangan :

E : Efektivitas tindakan yang dilakukan : Rerata nilai akhir

: Rerata tes awal

Bila hasil perhitungan meningkat 50% ke atas maka tindakan yang dilakukan dinyatakan efektif.


(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan dari hasil penelitian pada setiap siklus, maka dapat disimpulkan hasil penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut : 1. Dengan penggunaan alat bantu berupa karet tali dapat meningkatkan

pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Dengan penggunaan alat bantu berupa kardus air mineral dapat

meningkatkan pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013. 3. Dengan penggunaan alat bantu berupa video pembelajaran dapat

meningkatkan pembelajaran lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013.

B.Saran

Setelah penelitian ini dilaksanakan, banyak sekali yang ingin disampaikan penulis baik itu bagi penulis itu sendiri maupun pembaca yang akan melakukan proses pembelajaran yang sejenis antara lain :

1. Bagi siswa agar bersifat lebih aktif, sehingga ide-ide guru dalam menciptakan suasana pembelajaran keluar dengan sendirinya, seperti


(53)

menggunakan alat bantu dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar.

2. Untuk Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Kota Metro agar lebih melengkapi sarana dan prasarana olahraga yang kurang memadai agar tercapainya proses pembelajaran dengan maksimal.

3. Untuk para guru pendidikan jasmani, alat bantu pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai acuan ke depan dalam melakukan proses pembelajaran lompat tinggi gaya straddle.

4. Untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan supaya lebih sering mengadakan penataran dan pelatihan di bidang olahraga khusus untuk guru-guru

penjaskes yang ada di setiap sekolah.

5. Bagi pembaca, penelitian ini kiranya dapat dikembangkan lebih lanjut dalam proses pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar gerak dasar lompat tinggi gaya straddle.

6. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian ini karena masih banyak variabel yang harus diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

A, Carr Gerry. 2000. Atletik untuk Sekolah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Arikunto, Suharsimi., Suhardjono, Supardi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Ballesteros, Jose Manuel. 1993. Pedoman Dasar Melatih Atletik. Jakarta :

Terjemahan oleh PB. PASI.

Depdikbud. 2000. Pengertian Atletik. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.

Hamalik, Oemar. 2003. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru. Hamzah. 1988. Media Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru.

Handoko. 1997. Efektivitas dalam Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru. Hidayat, Iman. 1986. Pembelajaran Efektif. Bandung : FPOK IKIP Bandung. ___________. 1995. Pendidikan Jasmani. Bandung : FPOK IKIP Bandung. IAAF. 2000. Lari, Lempar, Lompat Level-1.

Johan dan Supandi. 1990. Pendidikan Jasmani. IKIP Yogyakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Lutan, Rusli. 1988. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Tinggi.

__________. 1992. Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta : Depdikbud. __________. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes. Jakarta : Depdikbud. __________. 2002. Pengantar Pendidikan Jasmani. Jakarta : Depdikbud.


(55)

IKIP Yogyakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Nasution, Noehi. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud. Nurhasanah. 1986. Tes dan Pengukuran. Jakarta :Kurunika.

Pamungkas. 2000. Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). Surabaya : Giri Surya.

Rahyubi. 2012. Gerak dan Keterampilan. Jakarta : PT. Gramedia.

Rosdiani, Dini. 2012. Model Pembelajaran Langsung dalam Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Bandung : Alfabeta.

Rusyan, A Tabrani. 1989. Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Sanjaya. 2007. Proses Pembelajaran. Bandung : Rosdakarya.

Sitepu, Akor. 2008. Falsafah Pendidikan Jasmani. Bandar Lampung : Unila. Soedarminto. 1993. Gerak dalam Pendidikan Jasmani. Bandung : Rosdakarya. Soekamto dan Winataputra. 1996/1997. Model Pembelajaran. Surabaya : Giri

Surya.

Suherman. 2000. Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta : Universitas Terbuka.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian. Bandung : Rosdakarya.

Supandi. 1991. Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani. IKIP Yogyakarta : Direktorat Jenderal Tinggi.

Surisman. 1997. Dasar-dasar Statistika. Bandar Lampung : Universitas Lampung. Suyanto. 1997. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya : Giri Surya.

Syarifuddin, Mahadi. Tujuan Pendidikan. Surabaya : Giri Surya.

Tarigan, Herman. 2010. Sarana dan Prasarana Pendidikan Jasmani Olahraga. Bandar Lampung : FKIP Unila.

______________. 2011. Jurnal Pendidikan Progresif. Bandar Lampung : FKIP Unila.


(56)

Wiyono. 2011. Buku Ajar Atletik dan Metodik Penjaskes. Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Yusuf, Tayar. 1985. Alat Bantu Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru. __________. 2001. Belajar dan Bermain. Bandung : Sinar Baru.


(1)

45

Penghitungan Efektivitas, menggunakan rumus sebagai berikut :

(Goodwin dan Coates dalam Surisman, 1997)

Keterangan :

E : Efektivitas tindakan yang dilakukan : Rerata nilai akhir

: Rerata tes awal

Bila hasil perhitungan meningkat 50% ke atas maka tindakan yang dilakukan dinyatakan efektif.


(2)

58

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan dari hasil penelitian pada setiap siklus, maka dapat disimpulkan hasil penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut : 1. Dengan penggunaan alat bantu berupa karet tali dapat meningkatkan

pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Dengan penggunaan alat bantu berupa kardus air mineral dapat

meningkatkan pembelajaran gerak dasar lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013. 3. Dengan penggunaan alat bantu berupa video pembelajaran dapat

meningkatkan pembelajaran lompat tinggi gaya straddle pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 5 Kota Metro Tahun Pelajaran 2012/2013.

B.Saran

Setelah penelitian ini dilaksanakan, banyak sekali yang ingin disampaikan penulis baik itu bagi penulis itu sendiri maupun pembaca yang akan melakukan proses pembelajaran yang sejenis antara lain :

1. Bagi siswa agar bersifat lebih aktif, sehingga ide-ide guru dalam menciptakan suasana pembelajaran keluar dengan sendirinya, seperti


(3)

59

menggunakan alat bantu dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar.

2. Untuk Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Kota Metro agar lebih melengkapi sarana dan prasarana olahraga yang kurang memadai agar tercapainya proses pembelajaran dengan maksimal.

3. Untuk para guru pendidikan jasmani, alat bantu pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai acuan ke depan dalam melakukan proses pembelajaran lompat tinggi gaya straddle.

4. Untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan supaya lebih sering mengadakan penataran dan pelatihan di bidang olahraga khusus untuk guru-guru

penjaskes yang ada di setiap sekolah.

5. Bagi pembaca, penelitian ini kiranya dapat dikembangkan lebih lanjut dalam proses pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar gerak dasar lompat tinggi gaya straddle.

6. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian ini karena masih banyak variabel yang harus diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A, Carr Gerry. 2000. Atletik untuk Sekolah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Arikunto, Suharsimi., Suhardjono, Supardi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Ballesteros, Jose Manuel. 1993. Pedoman Dasar Melatih Atletik. Jakarta :

Terjemahan oleh PB. PASI.

Depdikbud. 2000. Pengertian Atletik. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.

Hamalik, Oemar. 2003. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru. Hamzah. 1988. Media Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru.

Handoko. 1997. Efektivitas dalam Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru. Hidayat, Iman. 1986. Pembelajaran Efektif. Bandung : FPOK IKIP Bandung. ___________. 1995. Pendidikan Jasmani. Bandung : FPOK IKIP Bandung. IAAF. 2000. Lari, Lempar, Lompat Level-1.

Johan dan Supandi. 1990. Pendidikan Jasmani. IKIP Yogyakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Lutan, Rusli. 1988. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Tinggi.

__________. 1992. Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta : Depdikbud. __________. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes. Jakarta : Depdikbud. __________. 2002. Pengantar Pendidikan Jasmani. Jakarta : Depdikbud.


(5)

Mahendra. 2008. Falsafah Pendidikan Jasmani. Bandung : CV. Alfabeta.

Muhajir, Noeng. 1996. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). IKIP Yogyakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Nasution, Noehi. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud. Nurhasanah. 1986. Tes dan Pengukuran. Jakarta :Kurunika.

Pamungkas. 2000. Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD). Surabaya : Giri Surya.

Rahyubi. 2012. Gerak dan Keterampilan. Jakarta : PT. Gramedia.

Rosdiani, Dini. 2012. Model Pembelajaran Langsung dalam Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Bandung : Alfabeta.

Rusyan, A Tabrani. 1989. Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Sanjaya. 2007. Proses Pembelajaran. Bandung : Rosdakarya.

Sitepu, Akor. 2008. Falsafah Pendidikan Jasmani. Bandar Lampung : Unila. Soedarminto. 1993. Gerak dalam Pendidikan Jasmani. Bandung : Rosdakarya. Soekamto dan Winataputra. 1996/1997. Model Pembelajaran. Surabaya : Giri

Surya.

Suherman. 2000. Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta : Universitas Terbuka.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian. Bandung : Rosdakarya.

Supandi. 1991. Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani. IKIP Yogyakarta : Direktorat Jenderal Tinggi.

Surisman. 1997. Dasar-dasar Statistika. Bandar Lampung : Universitas Lampung. Suyanto. 1997. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya : Giri Surya.

Syarifuddin, Mahadi. Tujuan Pendidikan. Surabaya : Giri Surya.

Tarigan, Herman. 2010. Sarana dan Prasarana Pendidikan Jasmani Olahraga. Bandar Lampung : FKIP Unila.

______________. 2011. Jurnal Pendidikan Progresif. Bandar Lampung : FKIP Unila.


(6)

Winkel, W.S. 1984. Psikologi Pendidikan Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : PT. Gramedia.

Wiyono. 2011. Buku Ajar Atletik dan Metodik Penjaskes. Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Yusuf, Tayar. 1985. Alat Bantu Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru. __________. 2001. Belajar dan Bermain. Bandung : Sinar Baru.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN GERAK DASAR KAYANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SUKARAME TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 11 47

UPAYA MENINGKATKAN PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOMPAT TINGGI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU YANG DI MODIFIKASI PADA SISWA KELAS IV SDN 2 NEGARA SAKA NEGERI KATON PESAWARAN TAHUN 2012

0 11 36

PENINGKATAN GERAK DASAR LOMPAT TINGGI GAYA GUNTING DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI ALAT PADA SISWA KELAS VI-B SDN 3 KARANG ANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 39 114

PENINGKATAN KETERAMPILAN GERAK DASAR SIKAP LILIN DENGAN ALAT BANTU DAN MODEL PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS 5 SD NEGERI 3 WONODADI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 3 45

PENINGKATAN KETERAMPILAN GERAK DASAR RENANG GAYA BEBAS DENGAN METODE BAGIAN DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS 5 SD NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 4 62

PENINGKATAN KETERAMPILAN GERAK DASAR KAYANG DENGAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN DAN MODEL PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS 5 SD NEGERI 3 TEGALSARI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 10 58

EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN GERAK DASAR MELUNCUR MELALUI ALAT BANTU PADA SISWA KELAS XI IPA I SMA BUDAYA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 37

PENINGKATAN GERAK DASAR LOMPAT JAUHGAYA JONGKOK MELALUI ALAT BANTU PADA SISWA KELAS V DI SD N 2 YOGYAKARTA KECAMATAN GADINGREJO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 4 40

EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN GERAK DASAR RENANG GAYA BEBAS DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU PADA SISWA KELAS X.2 SMA BUDAYA BANDAR LAMPUNG 2013/2014

2 12 51

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOMPAT TINGGI GAYA STRADDLE DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU PADA SISWA KELAS X-7 SMA NEGERI 5 KOTA METRO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 56