Studi Penyediaan Nanokristal dari Tandan Kosong Sawit (TKS)

(1)

iii

STUDI PENYEDIAAN NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG SAWIT (TKS)

SKRIPSI

FENNY AULIA 080802020

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

KOSONG SAWIT (TKS)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

FENNY AULIA 080802020

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

v

Judul : Studi Penyediaan Nanokristal dari Tandan Kosong Sawit (TKS)

Kategori : SKRIPSI

Nama : Fenny Aulia

Nomor Induk Mahasiswa : 080802020 Program Studi : Sarjana (S1)

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, November 2012

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Saharman Gea, Ph.D Dr. Marpongahtun, M.Sc

NIP.196811101999031001 NIP.1961111519880320002

Menyetujui

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001


(4)

STUDI PENYEDIAAN NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG SAWIT (TKS)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2012

FENNY AULIA 080802020


(5)

vii

PENGHARGAAN

Bismillahirrohmaanirrohim..

Alhamdulillah, segala Puji dan Syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam hal ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada kedua orangtua tercinta, Alm. Budi Harto dan Ibunda Rabiatul Hadawiyah yang dengan doa, semangat dan dukungannya yang sangat besar serta selalu mendampingi penulis demi terselesaikannya skripsi ini. Dan juga terima kasih kepada abang dan adik saya tercinta, M. Zovi, S.Kom dan M. Rizky Zulkarnain yang telah memberikan semangat serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih kepada Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Saharman Gea, Ph.D selaku Dosen pembimbing II, yang telah dengan sabar membantu, mengarahkan dan membimbing Penulis dalam mengerjakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Kimia S-1, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc dan Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst selaku dosen wali Penulis dan seluruh staf Dosen pengajar Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

Terima kasih kepada yang spesial Erwandi Sembiring, sahabat-sahabat penulis Indah Amalia, Rudnin Habibah, Rinna Ayu Gustira, Emi Amalia, Rizqi Aisyah Amaturahim, Rizki Amalia Nasution, Siti Aminah Nasution, Elisa Putri, Soraya Masitha Lubis serta seluruh rekan-rekan stambuk 2008 atas bantuan dan motivasi yang diberikan dan atas kebersamaannya selama ini. Dan terima kepada seluruh stambuk yang tak bisa disebutkan satu persatu yang banyak membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. Dan juga terima kasih kepada kak Ayu, seluruh staff asisten kimia fisika dan polimer yang banyak membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. Dan juga terima kasih kepada semua pihak yang tak bisa disebutkan satu -persatu disini yang telah banyak membantu, mendoakan dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak demi terciptanya kesempurnaan dari skripsi ini, dan semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kita dan memberikan kebahagian bagi kita semua. Amin.


(6)

ABSTRAK

Isolasi dan karakterisasi nanokristal selulosa dari alfaselulosa yang berasal dari Tandan Kosong Sawit (TKS) telah dilakukan. Tandan Kosong Sawit (TKS) didelignifikasi dengan HNO33,5% dan NaNO2, diendapkan denganNaOH 17,5%, dan proses pemutihan dengan H2O2 10%. Nano kristal selulosa diperoleh melalui proses hidrolisis menggunakan H2SO4 45%. Struktur permukaan nanokristal selulosa dianalisa dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan hasilnya menunjukkan nano kristal selulosa yang dihasilkan berukuran 79 nm. Analisa degradasi termal dengan menggunakan Thermogravimetry Analysis (TGA) menunjukkan bahwa nanokristal selulosa mulai terdekomposisi pada suhu 160o C. Hal ini menunjukkan proses isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa telah terjadi.


(7)

ix

STUDY THE PROVIDING OF NANOCRYSTAL CELLULOSE FROM EMPTY FRUIT BUNCHES PALM

ABSTRACT

Isolation and characterization cellulose nanocrystal of alpha cellulose from Palm Empty Fruit Bunch (EFB) have been performed. Oil Palm Empty Fruit Bunch (EFB) was delignificated with 3,5% HNO3 and NaNO2, precipitated with17.5% NaOH, bleaching process with 10% H2O2. Nanocrystal obtained through the hydrolysis of alpha cellulose using 45% H2SO4. Nanocrystal surface structures cellulose analyzed by Scanning Electron Microscopy (SEM) and the results show that the resulting cellulose Nanocrystal size 79 nm. Analysis of thermal degradation using Thermal Gravimetric Analysis (TGA) showed that cellulose Nanocrystal starting temperature of 160oC decomposes. It shows the process of cellulose Nanocrystal isolation of alpha cellulose has occurred.


(8)

PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN iv

PENGHARGAAN v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR SINGKATAN xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 4

1.7. Metodologi Penelitian 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tandan Kosong Sawit (TKS) 5

2.2. Selulosa 6

2.2.1. Pengertian Selulosa 6

2.2.2.Sumber Selulosa 7

2.2.3. Jenis-jenis Selulosa 10

2.2.4.Sifat Kimia Selulosa 13

2.3. Nanokristal Selulosa 16

2.4. Ultrasonifikasi 17

2.5. Membran Dialisis 18

2.6. Scanning Electron Microscopy (SEM) 19

2.7. Thermogravimety Analysis (TGA) 20

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1.Alat-Alat Penelitian 22

3.2.Bahan-BahanPenelitian 22

3.3.Prosedur Penelitian 23

3.3.1. Pembuatan Larutan HNO3 3,5% 23

3.3.2. Pembuatan Larutan NaOH 2% 23

3.3.3. Pembuatan Larutan Na2SO3 2% 23

3.3.4.Pembuatan Larutan NaOCl 1,75% 23

3.3.5. Pembuatan Larutan H2O2 23

3.3.6. Pembuatan Larutan H2SO4 45% 24

3.3.2. Preparasi Serbuk Tandan Kosong Sawit (TKS) 24


(9)

xi

3.3.4. Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa 24 3.3.5. Analisa Permukaan dengan SEM ( Scanning Elecron Microscopy ) 25 3.3.6. AnalisaTermal dengan TGA ( Termogravimetric

Differentia l Therma l Ana lysis ) 25

3.4. Skema Pengambilan Data 26

3.4.1. Bagan Preparasi Serbuk Tandan Kosong Sawit (TKS) 26 3.4.2. Bagan Isolasi -selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS) 27 3.4.3. Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa 28 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 29

4.1.1. Isolasi-selulosa 29

4.1.2.Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa 30

4.2. Pembahasan 32 4.2.1. Analisa Permukaan dengan SEM (Scanning Electron Microscopy ) 32 4.2.2. Analisa Termal Nanokristal Selulosa dengan TGA

( Termogravimetric Differential Thermal Analysis ) 34 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 35

5.2. Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

i x


(10)

Halarman Tabel 1.1. Komposisi Kimia Tandan Kosong Sawit (TKS) 1


(11)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Selulosa 7

Gambar 2.2 SelulosaSelSatuan 12

Gambar 2.3 Model Struktur Kristal Selulosa 1 (a) dan 1β (B) rantai

satu-triklinikdan Kristal monoklinikrantai 2 12

Gambar 2.4 Struktuk Kimia Hemiselulosa 15

Gambar 2.5 Struktur Kimia Lignin 15

Gambar 4.1 α-Selulosa 30

Gambar 4.2 Reaksi hidrolisis asam 31

Gambar 4.2.1 Struktur permukaan Nanokristal Selulosa 33

Gambar 4.2.2 Grafik Degradasi Termal Nanokristal Selulosa 35

Lampiran 1 Tandan Kosong Sawit (TKS) 41

Lampiran 2 Nanokristal Selulosa 42

Lampiran 3 TGA Nanokristal Selulosa 43


(12)

DAFTAR SINGKATAN

TKS = Tandan Kosong Sawit

CPO = Crude Palm Oil

SEM = Scanning Electron Microscopy

SII = Standar Industri Indonesia

Rpm = radian per meter

TGA = Thermogravimetric Analysis

TEM = Transmission Electron Microscopy

DTA = Differensia l Therma l Ana lysis DSC = Differensia l Sca nning Ca lorimetri


(13)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tandan Kosong Sawit (TKS) 41

Lampiran 2. Nanokristal Selulosa 42

Lampiran 3. Termogram dari Nanokristal Selulosa 43

Lampiran 4. Membran Dialisis 44


(14)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brasil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika.Pada kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini.Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa Negara. Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit (Fauzi,2003).

Limbah yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan, diantaranya sebagai pupuk organik dan sebagai arang aktif.Salah satu limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong sawit (TKS).Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit.Limbah padat mempunyai cirri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin, seperti dipaparkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Komposisi kimiawi Tandan Kosong Sawit

Komposisi Kadar (%)

Selulosa 40

Hemiselulosa 24

Lignin 21

Abu 15

TKS dapat digunakan sebagai pupuk organik yang memiliki unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi


(15)

xvii

jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil, dan bahan pengepak industri) (Fauzi,2003).

Menumpuknya limbah organik memerlukan penanganan agar tidak menimbuklkan pencemaran lingkungan seperti bau yang tidak sedap, yang menjadi sarang lalat, jalan pintas yang biasa digunakan adalah dengan membakarnya.Pembakaran limbah organik tersebut tidak memberikan manfaat malah memberikan polusi udara.Pengembalian bahan organik ke dalam tanah adalah hal yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif (Herawan,1999).

Selulosa merupakan biopolimer yang berlimpah di alam, yang bersifat sapat diperbaharui, mudah terurai, dan juga non toksik.Juga merupakan polimer karbohidrat yang tersusun atas β-D Glukopiranosa dan terdiri dari tiga gugus hidroksi per anhidro glukosa menjadikan selulosa memiliki derajat fungsionalitas yang tinggi.Sebagai materi yang dapat diperbaharui, selulosa dan turunannya dapat dipelajari dengan baik.Bahan dasar selulosa telah digunakan lebih dari 150 tahun dalam berbagai macam aplikasi, seperti makanan, produksi kertas, biomaterial, dan dalam bidang kesehatan (Coffey et al, 1995).

Nanokristal sebagai bahan yang berperan dalam pembuatan obat – obatan yang selama ini diimpor di Indonesia sehingga harga obat relatif meningkat. Dengan adanya penelitian isolasi nano selulosa ini, dapat diketahui hasil selulosa yang didapat dari Tandan Kosong Sawit (TKS) dengan proses ligninfikasi, pemurnian alfa selulosa, serta hidrolisis dengan asam untuk mengendapkan nano selulosa. Setelah itu di karakterisasi dengan menggunakan Scanning Electronic Microscopy (SEM).Isolasi nano selulosa dari tandan kosong sawit di lakukan dengan pengendapan melalui hidrolisis asam dengan menggunakan asam sulfat pada suhu 45o C selama 30 menit (Bledzki, 1990).

1.2Perumusan Masalah

1. Bagaimana mengisolasi selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS) 2. Bagaimana mengisolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa

3. Bagaimana karakterisasi nanokristal selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS), meliputi sifat morfologi dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), dan analisis termal dengan menggunakan Thermogravimetry Analysis (TGA)


(16)

1.3Pembatasan Masalah

Penelitian ini mengambil batasan – batasan sebagai berikut :

1. α-Selulosa yang digunakan diisolasi dari Tandan Kosong Sawit yang berasal dari limbah PTPN IV Kebun ADOLINA

2. Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa dilakukan melalui hidrolisis asam 3. Karakterisasi nanokristal selulosa yang diperoleh menggunakan Scanning Electron

Microscopy (SEM) dan Thermogravimetry Analysis (TGA)

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses isolasi α-Selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS) 2. Untuk mengetahui proses isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosadan juga

karakterisasinya

1.5Manfaat Penelitian

1. Pemanfaatan limbah Tandan Kosong Sawit (TKS) sebagai bahan baku pembuatan selulosa diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah di dalam industri

2. Memberikan informasi tentang isolasi nanocrystal selulosa dari α-Selulosa yang diperoleh dari Tandan Kosong Sawit (TKS) sebagai salah satu bahan yang di gunakan dalam produksi obat – obatan

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU Medan, Kimia di Politeknik Negeri Lhoksumawe, dan Beacukai Jakarta.

1.7Metodologi Penelitian

Penelitian ini berupa eksperimen laboratorium.Ada beberapa tahap penelitian.Tahap pertama adalah penyiapan tandan kosong sawit yang kemudian diisolasi untuk mendapatkan α- Selulosa.


(17)

xix

Tahap kedua adalah isolasi nanokristal selulosa melalui hidrolisis asam dan dengan menggunakan sentrifugasi untuk menghilangkan amorf, sehingga diperoleh bentuk kristalnya.

Tahap ketiga adalah karakterisasi nanocrystal selulosa dengan menggunakan Sca nning Electron Microscopy (SEM) dan Thermogravimetry Analysis (TGA).

Variabel yang digunakan adalah : - Variabel tetap

Suhu (oC) Waktu (menit) - Variabel terikat

Analisa permukaan dengan SEM Analisa degradasi termal dengan TGA


(18)

ABSTRAK

Isolasi dan karakterisasi nanokristal selulosa dari alfaselulosa yang berasal dari Tandan Kosong Sawit (TKS) telah dilakukan. Tandan Kosong Sawit (TKS) didelignifikasi dengan HNO33,5% dan NaNO2, diendapkan denganNaOH 17,5%, dan proses pemutihan dengan H2O2 10%. Nano kristal selulosa diperoleh melalui proses hidrolisis menggunakan H2SO4 45%. Struktur permukaan nanokristal selulosa dianalisa dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan hasilnya menunjukkan nano kristal selulosa yang dihasilkan berukuran 79 nm. Analisa degradasi termal dengan menggunakan Thermogravimetry Analysis (TGA) menunjukkan bahwa nanokristal selulosa mulai terdekomposisi pada suhu 160o C. Hal ini menunjukkan proses isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa telah terjadi.


(19)

ix

STUDY THE PROVIDING OF NANOCRYSTAL CELLULOSE FROM EMPTY FRUIT BUNCHES PALM

ABSTRACT

Isolation and characterization cellulose nanocrystal of alpha cellulose from Palm Empty Fruit Bunch (EFB) have been performed. Oil Palm Empty Fruit Bunch (EFB) was delignificated with 3,5% HNO3 and NaNO2, precipitated with17.5% NaOH, bleaching process with 10% H2O2. Nanocrystal obtained through the hydrolysis of alpha cellulose using 45% H2SO4. Nanocrystal surface structures cellulose analyzed by Scanning Electron Microscopy (SEM) and the results show that the resulting cellulose Nanocrystal size 79 nm. Analysis of thermal degradation using Thermal Gravimetric Analysis (TGA) showed that cellulose Nanocrystal starting temperature of 160oC decomposes. It shows the process of cellulose Nanocrystal isolation of alpha cellulose has occurred.


(20)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brasil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika.Pada kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini.Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa Negara. Indonesia merupakan produsen utama minyak sawit (Fauzi,2003).

Limbah yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan, diantaranya sebagai pupuk organik dan sebagai arang aktif.Salah satu limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong sawit (TKS).Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit.Limbah padat mempunyai cirri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin, seperti dipaparkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Komposisi kimiawi Tandan Kosong Sawit

Komposisi Kadar (%)

Selulosa 40

Hemiselulosa 24

Lignin 21

Abu 15

TKS dapat digunakan sebagai pupuk organik yang memiliki unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi


(21)

xvii

jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil, dan bahan pengepak industri) (Fauzi,2003).

Menumpuknya limbah organik memerlukan penanganan agar tidak menimbuklkan pencemaran lingkungan seperti bau yang tidak sedap, yang menjadi sarang lalat, jalan pintas yang biasa digunakan adalah dengan membakarnya.Pembakaran limbah organik tersebut tidak memberikan manfaat malah memberikan polusi udara.Pengembalian bahan organik ke dalam tanah adalah hal yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif (Herawan,1999).

Selulosa merupakan biopolimer yang berlimpah di alam, yang bersifat sapat diperbaharui, mudah terurai, dan juga non toksik.Juga merupakan polimer karbohidrat yang tersusun atas β-D Glukopiranosa dan terdiri dari tiga gugus hidroksi per anhidro glukosa menjadikan selulosa memiliki derajat fungsionalitas yang tinggi.Sebagai materi yang dapat diperbaharui, selulosa dan turunannya dapat dipelajari dengan baik.Bahan dasar selulosa telah digunakan lebih dari 150 tahun dalam berbagai macam aplikasi, seperti makanan, produksi kertas, biomaterial, dan dalam bidang kesehatan (Coffey et al, 1995).

Nanokristal sebagai bahan yang berperan dalam pembuatan obat – obatan yang selama ini diimpor di Indonesia sehingga harga obat relatif meningkat. Dengan adanya penelitian isolasi nano selulosa ini, dapat diketahui hasil selulosa yang didapat dari Tandan Kosong Sawit (TKS) dengan proses ligninfikasi, pemurnian alfa selulosa, serta hidrolisis dengan asam untuk mengendapkan nano selulosa. Setelah itu di karakterisasi dengan menggunakan Scanning Electronic Microscopy (SEM).Isolasi nano selulosa dari tandan kosong sawit di lakukan dengan pengendapan melalui hidrolisis asam dengan menggunakan asam sulfat pada suhu 45o C selama 30 menit (Bledzki, 1990).

1.2Perumusan Masalah

1. Bagaimana mengisolasi selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS) 2. Bagaimana mengisolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa

3. Bagaimana karakterisasi nanokristal selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS), meliputi sifat morfologi dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), dan analisis termal dengan menggunakan Thermogravimetry Analysis (TGA)


(22)

1.3Pembatasan Masalah

Penelitian ini mengambil batasan – batasan sebagai berikut :

1. α-Selulosa yang digunakan diisolasi dari Tandan Kosong Sawit yang berasal dari limbah PTPN IV Kebun ADOLINA

2. Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa dilakukan melalui hidrolisis asam 3. Karakterisasi nanokristal selulosa yang diperoleh menggunakan Scanning Electron

Microscopy (SEM) dan Thermogravimetry Analysis (TGA)

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses isolasi α-Selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS) 2. Untuk mengetahui proses isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosadan juga

karakterisasinya

1.5Manfaat Penelitian

1. Pemanfaatan limbah Tandan Kosong Sawit (TKS) sebagai bahan baku pembuatan selulosa diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah di dalam industri

2. Memberikan informasi tentang isolasi nanocrystal selulosa dari α-Selulosa yang diperoleh dari Tandan Kosong Sawit (TKS) sebagai salah satu bahan yang di gunakan dalam produksi obat – obatan

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU Medan, Kimia di Politeknik Negeri Lhoksumawe, dan Beacukai Jakarta.

1.7Metodologi Penelitian

Penelitian ini berupa eksperimen laboratorium.Ada beberapa tahap penelitian.Tahap pertama adalah penyiapan tandan kosong sawit yang kemudian diisolasi untuk mendapatkan α- Selulosa.


(23)

xix

Tahap kedua adalah isolasi nanokristal selulosa melalui hidrolisis asam dan dengan menggunakan sentrifugasi untuk menghilangkan amorf, sehingga diperoleh bentuk kristalnya.

Tahap ketiga adalah karakterisasi nanocrystal selulosa dengan menggunakan Sca nning Electron Microscopy (SEM) dan Thermogravimetry Analysis (TGA).

Variabel yang digunakan adalah : - Variabel tetap

Suhu (oC) Waktu (menit) - Variabel terikat

Analisa permukaan dengan SEM Analisa degradasi termal dengan TGA


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tandan Kosong Sawit (TKS)

Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas.Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah Tandan Kosong Sawit (TKS).Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin (Fauzi,2003).

Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosilikon. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organic yang lebih besar pula. Selain limbah padat dan cair, industry pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah bahan gas. Limbah bahan gas ini antara lain gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit.Berbagai penelitian telah dilakukan menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan.Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organic yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23 % dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Bagi perkebunan kelapa sawit, dapat menghemat penggunaan pupuk sintetis sampai dengan 50 %. Ada beberapa alternatifpemanfaatan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai pupuk kompos. Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Pada prinsipnya pengomposan untuk menurunkan nisbah


(25)

xxi

C/N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C/N tanah. Nisbah C/N yang mendekati nisbah C/N tanah akan mudah diserap oleh tanaman (Herawan, 1999).

Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak.Tempurung buah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif dimanfaatkan oleh berbagai industry, antara lain industry minyak, karet, gula, dan farmasi. Selama ini tempurung kelapa sawit digunakan hanya sebagai bahan bakar pembangkit tenaga uap dan bahan pengeras jalan (Darnoko, 1995).

Batang dan tandan sawit digunakanuntuk pembuatan pulp kertas. Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar.Salah satu alternative itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat. Di Indonesia sudah mulai banyak industri kertas memanfaatkan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif bahan baku. Proses pembuatan pulp kertas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu proses dengan NaOH dan proses dengan sulfat. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan dengan sulfat memenuhi Standar Industri Indonesia (SII).Jumlah yang dihasilkan oleh industri perkebunan kelapa sawit Indonesia tahun 1993 mencapai 1,47 juta ton berat kering atau setara dengan 3,68 juta ton berat basah. Pada tahun 2000, jumlah yang dihasilkan meningkat menjadi sekitar 2,85 juta ton berat kering atau setara dengan 7,1 juta ton berat basah. Jika tidak dikelola dengan baik maka jumlah yang berlimpah ini akan menjadi sumber pencemaran lingkungan (Nuryanto,2000).

2.2 Selulosa

2.2.1. Pengertian Selulosa

Selulosa adalah polisakarida yang paling melimpah, senyawa ini menyusun sekitar setengah dari tanaman keras dan sekitar sepertiga dari tanaman setahun. Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur berupa polimer linear dengan unit ulangan B-D- glukopiranosa, karena keteraturan strukturnya selulosa adalah polimer yang nisbi, murah dengan sifat fisik dan kimia yang istimewa(Suminar,1990).

Berdasarkan struktur kimia, selulosa merupakan polimer alam yang paling sederhana dalam artian bahwa terdiri dari unit ulangan tunggal D- glukosa yang terikat


(26)

ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Kimia Selulosa (Atalla, 1989).

2.2.2 Sumber Selulosa

Serat dicirikan oleh modulus dan kekuatannya yang tinggi, elongasi (daya rentang) yang baik, stabilitas panas yang baik (sebagai contoh, cukup untuk menahan panas setrika), spinabilitas panas yang baik (kemampuan untuk di ubah menjadi filamen – filamen) dan sejumlah sifat – sifat lain yang bergantung pada apakah dia dipakai dalam tekstil, kawat, tali, dan kabel. Sifat – sifat serat juga termasuk daya celup, resistensi bahan kimia, resistensi terhadap serangga dan jamur, resistensi kekusutan.Ada dua serat alam yang utama yaitu kapas dan wol, yang awal merupakan selulosa polisakarida, dan yang belakangan merupakan suatu protein.Sutera, serat protein lainnya, diproduksi kuantitas yang sangat sedikit.Serat – serat sintesis diklasifikasikan sebagai selulosa dan nonselulosa (Stevens, 2000).

Teknologi serat ; serat dapat di peroleh dari alam maupun di sintesis. Beberapa polimer digunakan sebagai serat , seperti nilon dan selulosa asetat, dinyatakan hamper sama. Sebagai suatu plastik.Dalam analisis akhir, penggolongan dan substansi dinyatakan sebagai serat (Bilmeyer, 1984).

Selulosa alkali, biasanya dipreparasi dari bubur kayu yang di pisahkan dari ligninnya melalui reaksi dengan larutan alkali dan dibiarkan menjadi matang, yang bersamaan dengan itu berat molekulnya berkurang.Peranan alkali yang sesungguhnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi di yakini bahwa ion – ion natrium gen.Pengurangan berat molekul mungkin timbul terutama dari degradasi oksidatif.Etilselulosa yang paling banyak di gunakan, terutama dalam aplikasi – aplikasi plastic yang mirip dengan aplikasi selulosa asetat.Metilselulosa dapat larut dalam air dan dipakai sebagai bahan pengental makanan dan sebagai bahan dalam beberapa perekat, tinta, dan formulasi – formulasi – cat


(27)

xxiii

lateks).Hidroksilpropilselulosa yang di apit antara dua film yang tidak larut dalam air akhir – akhir ini telah di pakai dalam pembuatan botol – botol yang dapat terdegradasi (degradable). Ketika film luar terkelupas, hidroksipropilselulosa segera larut, yang dengan demikian mengurangi masalah sampah padat yang biasanya dikaitkan dengan botol – botol yang tidak dapat di daur ulang (Stevens, 2000).

Selulosa merupakan struktur dasar sel – sel tanaman.Oleh karena itu merupakan bahan yang sangat penting yang dibuat oleh organism makhluk hidup. Pernyataan yang sama ini berlaku pada terdapatnya selulosa secara kuantitatif. Di dalam kayu, selulosa tidak hanya disertai dengan poliosa dan lignin tetapi juga terikat erat dengannya, dan pemisahannya yang memerlukan perlakuan kimia yang intensif.Selulosa yang diisolasi tetapi tidak murni, untuk tujuan – tujuan analitik cukup untuk menentukan alfa selulosa (Fengel, 1995).

Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak berlimpah di bumi, membentuk struktur pendukung tumbuhan.Sekitar 25% dari berat pohon dan lebih 90% kapas merupakan selulosa. Secara struktural terkait dengan sellubiosa dengan cara yang sama bahwa pati berhubungan dengan maltose. Bagian monosakarida dari selulosa – molekul glukosa yang dihubungkan oleh 14 hubungan ke unit selubiosa, seperti dalam unit selulosa (Solomons, 1987).

Polimer karbohidrat juga merupakan bahan struktural utama pada tumbuhan.Komponen utama dari kayu adalah selulosa. Berat total selulosa lebih dari satu – setengah bahan organic yang ada dalam makhluk hidup di bumi. Selulosa merupakan polimer D – glukosa dengan unit monosakarida individu bergabung dengan ikatan glikosidik (Widom, 1981).

Molekul selulosa adalah linier, tetapi tidak seperti amilosa (juga linier) tidak larut dalam air. Karena kebanyakan hewan tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk membelah hubungan beta – 1,4, mereka tidak dapat menggunakan selulosa untuk makanan. Pengecualian termasuk ternak dan rayap, pencernaan bakteri yang mampu mencerna selulosa.Rayap dapat menyerap gula yang di produksi sebagai hasil pencernaan awal.Selulosa dan turunannya memiliki kegunaannya komersial.Rayon adalah serat yang terbuat dari selulosa.Disebut selulosa terpal plastic transparan.Ketika digabung dengan asam nitrat dan asam sulfat, suatu polimer dengan berbagai jumlah gugus hidoksil nitrasi. Selulosa nitrat dengan 12,5% - 13,4% nitrogen dikenal sebagai kapas dan sangat eksplosif (Van der Hart, 1984).


(28)

di gunakan dalam plastic, dan film fotografi karena polimer ini lebih stabil. Ester asetat dari selulosa , dibuat dari reaksi selulosa dengan asam asetat merupakan polimer yang digunakan sebagai pengganti seluloid. Selulosa asetat digunakan dalam kain, kain pelapis, dan filter rokok. Hal ini memungkinkan untuk membuat turunan pati yang sesuai, tetapi polimer ini tidak berguna secara komersial. Campuran yang mengandung rantai molekul yang terbuka baik bentuk anomerik alfa dan beta yang mengkonversi dari satu ke lain bentuk dengan proses yang dikenal sebagai mutarotasi. Rumus proyeksi Haworth sangat berguna untuk mewakili stereokimia lengkap dari monosakarida siklik.Kelompok yang mengarah ke formula proyeksi Fisher dalam formula Haworth.Pengurangan gula telah meninggalkan kelompok aldehid atau keton dan dapat teroksidasi oleh Tollens atau pereaksi Benedict.Seluruh monosakarida merupakan gula pereduksi.Para hemiasetal atau hemiketal hidroksil bereaksi dengan molekul alkohol untuk membentuk senyawa yang disebut glikosida asetal.

Hubungan glikosidik merupakan bentuk – bentuk yang khas yang bergabung dengan alkohol monosakarida untuk membentuk disakarida dan polisakarida.Hubungan ini ditandai dengan stereokimia ari hemiasetal kelompok –CH dan jumlah atom C terkait. Maltosa disakarida D – glukosa + beta (D - glukosa + D – glukosa), selubiosa (D – galaktosa + D-glukosa), dan laktosa. Sukrosa (D-fruktosa), atau susunan gula adalah gula non-pereduksi beta-D-glukosa + alfa, beta hubungan yang mengikat kedua atom C, pati merupakan campuran dari dua polisakarida yang terbentuk dari salah satu komponen amilase, molekul polimer linier yang mengandung 1,4 D-glukosa, dan yang lainnya merupakan amilopektin.

Glikogen, merupakan suatu molekul pati yang sangat bercabang, juga tersusun dari monomer glukosa, dan juga merupakan bentuk pati yang di simpan dalam hewan.Selulosa merupakan polimer dari glukosa.Selulosa tidak dapat di belah oleh enzim yang disekresikan oleh saluran pencernaan hewan, dan karenanya selulosa tidak dapat dijadikan sumber makanan.Selulosa (dalam bentuk rayon dan plastic) dan turunannya (seperti nitrat selulosa dan selulosa asetat) dipakai dalam banyak kebutuhan rumah tangga dan industri (Solomons, 1987).

Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bahan kayu.Selnya hidup di dalam


(29)

xxv

pada daun, pembuluh xylem dan floem akan terletak berdampingan dan jaringannya tersusun pada tulang daun. Meskipun susunan jala yang tampak pada daun. Kedua jaringan ini akan disatukan dalam berkas – berkas (bundles) yang direkatkan oleh pectin dan selulosa.Selulosa pada hewan tingkat rendah terdapat di dalam organism primitif, seperti rumput laut, flagelata, dan bakteri, misalnya pada bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan sumber selulosa yang diproduksi sebagai hasil proses fermentasi dalam substrat air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Kelebihan selulosa yang dihasilkan dari nata de coco adalah tidak bercampur dengan lignin dan hemiselulosa (Saxena, 1995).

2.2.3 Jenis – Jenis Selulosa Struktur Kristal Selulosa

Selulosa I adalah suatu agregat dari rantai glukan yang disusun secara spesifik ke dalam bagian kristallin. Meskipun pada kenyataannya, bahwa semua selulosa, dihasilkan dari tumbuhan, bakteri, atau organisme lainnya, mempunyai beberapa kandungan yang sama, terdapat beberapa rumus kimia yang sebenarnya antara selulosa dari sumber yang berbeda, terutama terminologi dari sifat fisikanya, seperti rantai glukannya, Kristal yang di peroleh dari selulosa. Bagian Kristal , yang sifat fisikanya, seperti kekuatanya, kelarutannya dalam berbagai berbagai pelarut (Saxena, 1995).

Struktur Kristal selulosa merupakan satu dari banyak pembelajaran masalah struktur dalam kimia polimer.Selulosa terdiri dari bagian yang tidak beraturan dan bagian kristallin (Thygesen, 2005).

Dapat dilakukan pengujian dari kristallin mikrofibril dari selulosa I, II, III, dan IV (Marchessault and Sarko, 1967, Walton and Slackwell, 1967). Fraksi kristallin ditunjukkan sebagai suatu hasil indeks kristal. Berbagai metode kristalinitas, digunakan melalui metode difraksi sinar x (Segal et al., 1959), NMR (Van der Hurtand, 1984), and Fourier Transform Infra Red (FTIR)- spectroscopy (Nelson and O’Connor, 1964).

Selulosa I merupakan bentuk asli dari selulosa.bentuk selulosa disusun dari perbandingan yang spesifik antara dua, yaitu kristal dan amorf, ditunjukkan sebagai selulosa alfa dan selulosa beta (Van der Hart, 1984).

Bentuk kristal selulosa I mempunyai perbedaan ikatan hydrogen intermolekul, meskipun susunan konfigurasi atomnya mirip. Penggunaan difraksi electron dan kombinasi sinar x, dan difraksi neutron dinyatakan bahwa selulosa alfa mempunyai unit triklinik, dan


(30)

mempunyai unit monoklinik dan terdapat dalam selulosa yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi seperti jenis kapas (Horri, 1987 and Bielecki, 2005). Terdapat beberapa perbedaan yang dapat mempengaruhi sifat fisika selulosa. Selulosa beta lebih stabil dari pada selulosa alfa, tetapi kenyataannya selulosa alfa lebih mudah dikonversikan ke selulosa beta ketika dilarutkan dalam hidrolisis asam (Atalla, 1989), atau dimasukkan ke dalam uap air (Horri, 1987).

Selulosa II, yang mana di temukan di alam, dihasilkan dengan merkerisasi dari bentuk selulosa atau regenerasi selulosa I yang dilarutkan dalam pelarut dan di tunjukkan dengan re – presipitasi oleh pencairan dalam air.Merkerisasi pelarut kristallin yang besar dari selulosa dalam konsentrasi NaOH dan dilakukan penurunan serta rekristalisasi.Regenerasi pelarut disiapkan dalam larutan dari selulosa dalam pelarut yang tepat atau penyediaan dari tingkat penurunan yang ditunjukkan dengan adanya koagulasi. Sel satuan selulosa ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan model struktur kristal selulosa α dan β ditunjukkan pada Gambar 2.3 (a) dan 2.3 (b).


(31)

xxvii

Gambar 2.3 . Model struktur kristal selulosa Iα (a) dan Iβ (b) rantai satu-triklinik dan kristal monoklinik rantai dua

Berdasarkan Derajat Polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi tiga jenis :

1. α-Selulosa : selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600 – 1500

2. β-Selulosa : selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15 – 90 dan juga dapat mengendap bila di netralkan

3. Selulosa gamma : sama seperti selulosa beta, tetapi DP nya kurang dari 15

Selulosa alfa merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa alfa digunakan sebagai penentu tingkat kemurnian selulosa. Struktur α dan β selulosa dapat dilihat pada gambar 2.4(a) dan 2.4(b).

Gambar 2.4 (a) Struktur α-Selulosa, (b) Struktur β-Selulosa (Sugiyama et al., 1991).

(a)

(b)


(32)

Hidrolisa selulosa dapat diperhatikan bahwa molekul selulosa hampir sama dengan molekul glukosa kemudian sejak diketahui tiap unit glukosa memiliki tiga gugus hidroksil bebas terlihat juga adanya dua grup alkohol sekunder dan satu grup alcohol primer yang mana posisinya pada 2,3, dan 6 pada unit glukosa diikat bersama ikatan oksigen 1,4 glukosidik, molekul selulosa sangat panjang.Unit anhidrida berantai lurus diikat dengan pasangan selebiosa.Molekul selulosa grup alkohol dengan tipe reaksi alkohol seperti bentuk alkohol, bentuk ester, oksidasi, dan sebagainya (Casey, 1960).

Ditinjau dari strukturnya selulosa memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Karena banyaknya kandungan gugus hidoksil yang dapat membentuk ikatan hydrogen dengan air (anteraksi yang tinggi dengan pelarut – terlarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian, selulosa bukan hanya tidak larut dalam air tetapi juga pelarut yang lain. Jika ikatan hydrogen pada selulosa berkurang, maka gaya antar aksi pun berkurang oleh gugus hidroksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya oleh pengesteran.

Sifat – sifat selulosa dengan pereaksi kimia : 1. Selulosa dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis

2. Selulosa dengan asam konsentrasi yang tinggi dapat terhidolisis menjadi selubiosa dan D-glukosa

3. Selulosa asetat, berperan dalam film fotografi, bahan perekat, dan serat sintetik. Sifat – sifat selulosa asetat :

a. Tidak stabil b. Mudah terbakar

c. Bila bereaksi dengan oksigen, film selulosa asetat menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi, serta melepaskan asam asetat

4. Dengan asam sulfat, untuk pembuatan aluminium sulfat yang dapat bereaksi dengan sejumlah kecil sabun pada pulp kertas untuk menghasilkan aluminium karboksilat yang membantu mengentalkan serat pulp menjadi permukaan kertas yang keras (Cowd, 1991).

Pembelajaran pengerjaan ekstraksi selulosa dari serat tumbuhan dapat dilakukan dengan mudah , dengan dua cara yang penting. Proses ini di sertai dengan reaksi kimia seperti hidrolisis asam, klorinasi, ekstraksi alkali, dan pemutihan. Kemudian hasil akhirnya dikarakterisasi dengan menggunakan Scanning Electronic Microscopy (SEM).


(33)

xxix

Selulosa adalah komponen utama dari beberapa serat alam. Seperti kapas, batang, rami, dan lain – lain. Polimer alam ini di jumpai 1 – 3 dari beberapa jenis tumbuhan dan juga dapat di peroleh atau dihasilkan dari proses fotosintesis. Biosintesis dari polimer alam di kerjakan kurang lebih sekitar 1.000 ton per tahunnya di dunia (Goodger, 1976).

Hemiselulosa merupakan komponen penting dari sakarida, seperti xylose, mannose, dan glukosa , dan yang lainnya. Bentuknya merupakan struktur yang serampangan.Lignin adalah polimer yang tidak berbentu dan di susun dari unit – unit penil – propane. Terdiri dari unit aromatik , seperti guaiacil, syringil, dan penil propana. Terdapat beberapa penomoran penting selulosa dalam beberapa industri yang berbeda. Di dalam pembahasan ini, isolasi selulosa dari serat alam akan menjadi pembahasan yang umumnya melibatkan serat dengan alkali ke dalam pemisahan lignin dan ekstraksi hemiselulosa. Dalam reaksi adisi, proses ekstraksi ditunjukkan dengan jenis prosedur yang berbeda. Setiap metodenya dari proses yang berbeda memiliki keuntungan masing – masing yang kemudian di relasikan ke jumlah atau kualitas dari selulosa (komposisi dari bagian akhirnya). Dalam hal ini, selulosa di ekstraksi dari serat tumbuhan.Komposisi nya berupa selulosa, hemiselulosa, lignin, dan pectin. Karena adanya kandungan selulosa yang tinggi, ekstraksi dari selulosa ini dapat dilakukan dengan kuantitas yang tinggi sampai ke dalam nano selulosanya (Bledzki, 1990).

Prosedur ekstraksi juga dilakukan untuk pemurnian selulosa . Keuntungan dan ketidakuntungan didapatkan dari proses analisis ini. Pada akhirnya, nano selulosa dapat di hasilkan dari hidrolisis dengan menggunakan asam dan setelah itu dapat di karakterisasi.Komponen utama di dalam serat tumbuhan adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin.Selulosa merupakan bagian alami dari serat dalam bentuk mikro.Disertai dengan dua komponen utama lainnya yaitu hemiselulosa dan lignin(Vignon, 2004). Struktur kimia dari hemiselulosa dan lignin dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6 (Persson, 2004).


(34)

Gambar 2.6 Struktur Kimia Lignin

Tahap isolasi α-Selulosa dapat dilakukan melalui beberapa metode diantaranya metode kraft (proses sulfat). Merupakan proses pemasakan dengan proses metode basa. Larutan yang digunakan adalah natrium hidroksida, natrium sulfit, dan natrium karbonat. Hasil pulp yang digunakan relatif baik daya tariknya (Austin, 1988).

2.3 Nanokristal Selulosa

Nanokristal selulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam banyak aplikasi berbeda, seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-lain.Modifikasi nanokristal selulosa, berbagai fungsi nanomaterial dikaitkan dengan fisika, kimia, biologi. Nanopartikel distabilkan dalam suspensi aqua melalui proses hidrolisis dengan asam. Suspensi nanokristal selulosa dapat dibentul menjadi suatu fase kristallin liquid.Modifikasi kimia sederhana dalam permukaan nanokristal selulosa dapat mengalami dispersabilitas dalam pelarut yang berbeda. Nanokristal selulosa diperoleh dari proses hidrolisis menggunakan asam dari alfa selulosa, diklasifikasikan dalam pembahasan baru nanomaterial. Proses isolasi nanokristal selulosa memiliki banyak peninjauan, seperti dimensi skala nano, tinggi kekuatan spesifik dan modulus, dan tinggi daerah permukaan (Habibi, et al, 2010).

Nanokristal selulosa dapat dihasilkan dari sumber yang bervariasi, seperti kayu, kapas, serat, ataupun bakteri.Mikrokristal selulosa, rami, dan lain-lain.Dimensi geometri (panjang, L dan diameter, d) (Miller, 2003).

Mikro selulosa di temukan di dalam dinding sel tumbuhan dengan ukuran dia meter 2 – 20 mikro meter dan 100 – 40000 nano meter panjangnya bergantung pada masing – masing sumber selulosa yang dihasilkan (Benziman, 1980).


(35)

xxxi

nano Kristal, sedangkan ukuran nanokristal antara 0,1-100 nm. Kondisi hidrolisis asam dikendalikan dengan pemisahan beberapa bagian Kristal dengan modulus keelastisan 150 GPa, dimana lebih tinggi dari S- glass (85 GPa) dan serat Aramid (65 GPa) (Samir, 2004).

Suspensi koloid dari selulosa dapat diperoleh dengan mengontrol degradasi asam sulfat dari serat selulosa.Tansmisi elektroskopi elektron menggambarkan suspensi kering yang ditunjukkan dalam bentuk agregat dari partikel yang berbentuk jarum, yang di analisis dengan difraksi elektron. Degradasi serat selulosa dengan bantuan asam yang didapatkan dari pulp kayu berkualitas tinggi, dilanjutkan dengan proses sonifikasi. Nanokristal selulosa memiliki berbagai macam kegunaan, misalnya dalam industri farmasi berperan sebagai pengikat tablet, pada aplikasi makanan sebagai tektstur dan pengganti lemak serta sebagai aditif paper dan komposit setelah kondisi hidrolisis asam dioptimumkan (Marchessault et al, 1983).

Nanokristal selulosa memiliki potensi yang penting dari kelas nanomaterial yang dapat diperbaharui dan dapat memiliki berbagai manfaat di dalam bidang tertentu.Aplikasi utama nanokristal selulosa adalah sebagai penguat matriks polimer pada bahan nanokomposit.Oleh karena itu, maka sejumlah nanokomposit dikembangkan dengan memadukan nanokristal selulosa kedalam berbagai rentang matriks polimerik.Sifat-sifat dari nanokomposit selulosa ini bergantung pada tipe dan karakterisasi nanokristal selulosa serta matriks polimer (yang keduanya alami dan merupakan polimer sintesis).Fungsionalitas dari nanokristal selulosa adalah memperbaiki dispersabilitasnya dalam pelarut organik dan juga dapat dikembangkan aplikasi potensialnya dalam berbagai sektor (Favier et al, 1995).

2.4 Ultrasonifikasi

Banyak inovasi teknologi yang telah dilakukan di dunia pangan, salah satunya pada proses ekstraksi. Inovasi teknologi dibutuhkan dalam proses ekstraksi yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang tinggi dalam waktu relatif singkat. Untuk tujuan tersebut, metode yang dapat dijadikan pilihan adalah metode ultrasonik.Dalam bidang pangan metode ultrasonik belum begitu populer, tetapi telah banyak dikembangkan di bidang biologi dan kedokteran. Cara kerja metode ultrasonik dalam mengekstraksi adalah dengan menggunakan gelombang ultrasonik yang terbentuk dari pembangkit ultrasound secara lokal dari kavitasi mikro pada sekeliling bahan yang akan diekstraksi sehingga terjadi pemanasan pada bahan tersebut, sehingga melepaskan senyawa ekstrak. Terdapat efek


(36)

senyawa yang ada didalamnya dan pemanasan lokal pada cairan dan meningkatkan difusi ekstrak. Energi kinetik dilewatkan ke seluruh bagian cairan, diikuti dengan munculnya gelembung kavitasi pada dinding atau permukaan sehingga meningkatkan transfer massa antara permukaan padat-cair (Keil, 2007).

Beberapa keunggulan pada penggunaan teknologi ultrasonik dalam aplikasinya untuk berbagai macam pati dan polisakarida adalah : 1) proses ultrasonik tidak membutuhkan penambahan kimia dan bahan tambahan lain, 2) prosesnya cepat dan mudah, yang berarti prosesnya tidak memerlukan biaya yang tingg, 3) prosesnya tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan pada struktur kimia, partikel, dan senyawa -senyawa bahan yang digunakan. Hal-hal yang mempengaruhi kemampuan ultrasonik untuk menimbulkan efek kavitasi yang diaplikasikan pada produk pangan antara lain, karakteristik ultrasonik seperti frekuensi, intensitas, amplitudo, daya karakteristik produk (seperti viskositas, tegangan permukaan) dan kondisi sekitar seperti suhu dan tekanan (Williams, 1983).

2.5 Membran Dialisis

Gambar 2.7 Membran Dialisis

Membran dialisis adalah jenis membran semi-permeabel yang terbuat dari selulosa diregenerasi atau plastik. Membran dialisis dapat dilihat pada Gambar 2.6 Dapat digunakan untuk difusi dengan zat terlarut atau osmosis jika digunakan dengan air. Peristiwa osmosis adalah ketika air melewati lapisan semi-permeabel untuk mencapai kesetimbangan.Difusi, di sisi lain, memungkinkan pergerakan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Ini hanya akan memungkinkan molekul untuk melewati


(37)

xxxiii

membran. Membran dialisis digunakan dalam keadaan untuk memastikan aliran air disaring dari molekul, mencegah aliran molekul zat terlarut lebih besar.Molekul lecil dapat dilewatkan melalui larutan yang dipompa kedalam air.Larutan yang mengandung beberapa jenis molekul, biasanya glukosa dan pati, ditempatkan kedalam kantong dialisis semi-permeabel, seperti membran selulosa dengan pori-pori, ditutup dengan simpul.Kantong dialisis disegel dan ditempatkan dalam wadah larutan atau aquadest. Molekul cukup kecil untuk melewati membran (air, garam, monosakarida, dan molekul kecil lainnya) cenderung bergerak kedalam atau keluar dari kantong dialisis ke arah konsentrasi yang rendah, sehingga terjadilah difusi. Molekul yang lebih besar (seperti protein, atau polisakarida) yang memiliki dimensi jauh lebih besar dari pada diameter pori dipertahankan dalam kantong dialisis (Sarah M. Andrew, 2000).

2.4 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Prinsip yang mendasari SEM adalah elektron. Dalam SEM, digunakan sinyal elektron BSEs (Backscettered Electrons) dan Ses (Secondary Electrons). Perbedaaan spesimen dan topografi permukaan dipengaruhi terus-menerus, pengangkutan, dan tempat keluarnya sinyal elektron. Gambar dibentuk sebagai hasil SEM dan variasi-variasi intensitas sinyal elektron dikumpulkan berupa elektron beam dengan daerah scan (Stokes, 2008).

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan.Struktur permukaan suatu benda dapat dipelajari dengan mikroskop electron pancaran karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaannya secara langsung.Pada dasarnya, SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan electron untuk dipantulkan atau berkas sinar electron sekunder.SEM menggunakan prinsip scanning dengan prinsip utamanya adalah berkas electron diarahkan pada titik – titik permukaan specimen. Gerakan electron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan specimen. Jika seberkas sinar electron ditembakkan pada permukaan specimen maka sebagian electron itu akan di pantulkan kembali dan sebagian lagi akan di teruskan. Jika permukaan specimen tidak rata, banyak lekukan, lipatan atau lubang – lubang maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan jika ditangkap detector akan diteruskan ke system layer dan akan diperoleh gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi (Nur, 1997).


(38)

paling baik 1 nm. Ditinjau dari aspek teknologi, satu perbedaan utama antara SEM dan TEM adalah ketebalan spesimen yang digunakan.Ketebalan spesimen harus berukuran kecil antara 10-100 nm.Dimana spesimen SEM dapat menggunakan ketebalan dalam satuan cm, yang dianalisa dengan SEM dan dikomparasikan dengan TEM, dalam hal ini, ultimasi resolusin kapabilitas TEM tidak merupakan suatu syarat kebutuhan (Stokes, 2008).

2.5 Thermogravimetry Analysis (TGA)

Metode ini digolongkan kedalam metode fisika, dimana sampel secara terus-menerus dinyatakan sebagai fungsi temperatur, sampel disubjeksikan ke suatu pengendalian perubahan suhu, penentuan titik lebur dari sampel yang berbentuk solid atau padatan. Bahan yang dikarakterisasi biasanya berupa senyawa organik atau suatu bahan yang murni. Menggunakan proses pemanasan, kemudian sampel akan mengalami proses dekomposisi dan secara fisika analisisnya ditinjau dari titik lebur yang diperoleh dari sampel atau bahan yang telah mengalami proses pemanasan. Temperatur merupakan kondisi suatu bahan kepenyaluran panas atau pemanasan yang berasal dari bahan lain. Pengaruh dari proses pemanasan terjadi banyak perubahan dari sampel, perubahan berat didasari dari termogravimetri dan ditentukan perubahan energinya dengan metode Differensial Thermal Analysis (DTA) dan Differensial Scanning Calorimetri (DSC). Teknik ini penting dalam analisis termal (Dodd, 1987).

Pembelajaran lain yang mendekati ke fase transisi diperoleh dari alat yang disebut thermobalance, dimana hasil dibaca dari penurunan berat sampel yang terdekomposisi selama proses pemanasan (Ewing, 1960).

Thermogravimetry ditentukan dari berat bahan yang hilang melalui DSA dan DSC yang akan ditunjukkan sebagai suatu reaksi endotermik atau eksotermik ketika dekomposisi terjadi. Analisis termal memiliki beberapa bagian penting dalam prosesnya : (a) Data termal dipengaruhi oleh panas yang spesifik, konduktivitas termal, panas

peleburan, dan kebanyakan dari titik lebur dari logam murni seperti Au, Pb, Sn, dan lain-lain sering digunakan sebagai standar umtuk kalibrasi data dalam bentuk DSA/DSC


(39)

xxxv

(c) Perubahan struktur transisi solid-solid dimana terjadi perubahan struktur yang berupa reaksi endotermik/eksotermik

(d) Stabilitas termal untuk material atau bahan polimer

(e) Dekomposisi termal, termogravimetri digunakan untuk pembelajaran stoikiometri dari dekomposisi termal dari sampel

(f)Analisis kualitatif (identifikasi)

(g) Pengendalian kualitas yang berkaitan dengan kemurnian. Metode analisis termal disini digunakan untuk mengidentifikasi kemurnian dari sampel atau bahan (Dodd, 1987).


(40)

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

Nama Alat Merk

Alat-alat Gelas

Neraca Analitis OHaus

Kertas Saring Biasa

Termometer Fisher

Hot Plate Oven

Indikator Universal Desikator

Sentrifugator Himachi

Seperangkat alat TGA Shimadzu

Seperangkat alat SEM JSM-35 C Sumandju

3.2 Bahan

Tandan Kosong Sawit ((TKS) Aquadest

HNO3 3,5% p a merck

NaNO2 p a merck

NaOH 2% p a merck

NaSO3 2% p a merck

NaOCl 1,75% p a merck

NaOH 17,5% p a merck

H2O2 10% p a merck

Aquabidest

H2SO4 45% p a merck


(41)

xxxvii

3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Pembuatan Reagen

3.3.1.1 Pembuatan Larutan HNO3 3%

Disediakan HNO3 65% sebanyak 53,8 ml, dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml, diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda, dihomogenkan larutan HNO3 3,5% yang terbentuk.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan NaOH 2%

Ditimbang 20 gram NaOH p a ,dimasukkan ke dalam labu takar 1 Liter dan di encerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

3.3.1.3 Pembuatan Larutan NaSO3 2%

Ditimbang 20 gram NaSO3 p a ,dimasukkan ke dalam labu takar 1 Liter dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan NaOCl 1,75%

Disediakan NaOCl 12 % sebanyak 73 ml, dimasukkan kedalam labu takar 500 ml, diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda, dihomogenkan larutan NaOCl 1,75 % yang terbentuk.

3.3.1.5 Pembuatan Larutan H2O2 10%

Disediakan H2O2 30% sebanyak 167 ml, dimasukkan kedalam labu takar 500 ml, diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda, dihomogenkan larutan H2O2 10% yang terbentuk.

3.3.1.6 Pembuatan Larutan H2SO4 45%

Disediakan H2SO4(p) 98% sebanyak 230 ml, dimasukkan kedalam labu takar 500 ml, diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda, dihomogenkan larutan H2SO4(p) yang terbentuk.


(42)

Tandan Kosong Sawit dicuci dengan air.Selanjutnya direndam di dalam air selama 2 jam.Dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2 hari. Digunting – gunting hingga membentuk serat halus.

3.3.3 Ekstraksi α-Selulosa dari Tandan Kosong Sawit

Serat TKS sebanyak 75 g dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90o C selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrate netral.Selanjutnya di digesti dengan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50o C selama 1 jam.Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai pH filtrate netral. Setelah itu dilakukan pemurnian Alfa Selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5% pada suhu 80o C selama 0,5 jam. Kemudian disaring, dicuci hingga filtrat netral.Dilanjutkan pemutihan dengan H2O2 10% pada suhu 60o C dalam oven selama 1 jam.Kemudian disimpan dalam desikator.

3.3.4 Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa

α-Selulosa sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 25 ml H2SO4 45% pada suhu 45o C selama 45 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan dengan 25 mL aquabidest, lalu dibiarkan selama satu malam hingga terbentuk suspensi.Suspensi yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 20 menit hingga pH netral. Kem-9udian diultrasonifikasi selama 10 menit, setelah itu dimasukkan ke dalam membran dialisis dan rendam dalam 100 ml aquabidest, diamkan selama 4 hari sambil di stirer. Kemudian aquabidest diuapkan pada suhu 70o C untuk mendapatkan nanokristal selulosa. 3.3.5 Uji Morfologi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)

Proses pengamatan mikroskopik menggunakan SEM diawali dengan merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam specimen older. Kemudian setelah sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel di lapisi dengan emas dan palladium dalam mesin dionspater yang bertekanan 1492 x 10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran electron bertenaga 10 kVolt


(43)

xxxix

deteksi dan detector scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Chatode Ray Tube). Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

Uji degradasi termalmenggunakan Themogravimetry Analysis (TGA)

TGA menggunakan instrumen Shimadzu TA 50 yang mengandung gas nitrogen. Sampel ditimbang dengan massa 12,272 mg dan dipanaskan pada suhu kamar sampai 612oC dengan laju pemanasan 10oC/menit. Analisis dilakukan dengan menaikkan suhu sampel secara bertahap dan menentukan beratterhadap temperatur.Suhu dalam metode pengujian mencapai 650° C atau lebih.Perubahan berat akibat proses pemanasan dapat ditentukan langsung dari termogram yang terhasil.Setelah data diperoleh, dapat ditentukan puncak dekomposisinya.

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Preparasi Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS)

Dicuci dengan air bersih

Direndam dengan air selama 2 jam

Dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1 hari Digunting-gunting hingga membentuk serat halus Dihaluskan

Tandan Kosong Sawit (TKS)


(44)

Dimasukkan ke dalam beaker glass

Ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2

Dicelupkan dalam penangas air pada suhu 90o selama 2 jam

Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral

Didigesti dengan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2 % dan natrium sulfit pada suhu 50o selama 1 jam

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diputihkan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Ditambahkan 500ml NaOH 17,5% dan dipanaskan pada suhu 80oC

Disaring dan dicuci hingga filtrat netral

Diputihkan dengan H2O2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit

Disaring dan dicuci benar-benar dengan aquadest

Dikeringkan pada suhu 60oC dalam oven selama 1 jam Disimpan dalam desikator

75 g serat tandan kosong kelapa sawit (TKS)

Residu Filtrat

Residu

Selulosa

- Selulosa

- Selulosa basah

- Selulosa

Filtrat

Filtrat

Filtrat


(45)

xli

3.4.3 Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa

←dihidrolisis dengan 25 ml H2SO4 45% ←distirer pada suhu 45° C selama 45 menit ←didinginkan

←ditambahkan 25 ml aquabidest ←dibiarkan satu malam

←dipisahkan suspensi yang terbentuk

←dimasukkan ke dalam kuvet

←disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 20 menit hingga pH netral

←diultrasonifikasi selama 10 menit

←dimasukkan ke dalam membrane dialisis yang telah direndam dalam 100 ml aquabidest

←distrirer selama 4-8 hari

←diuapkan aqubidest pada suhu 70° C 1 gram α-Selulosa

Suspensi Larutan


(46)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Isolasi-Selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS)

α-Selulosa yang dihasilkan berasal dari tandan kosong sawit. Tandan kosong sawit yang diperoleh mula-mula dicuci dengan air bersih, kemudian dikeringkan hingga bebas air. Seteleh itu digunting menjadi potongan-potongan kecil agar mempermudah proses pembuatannya. Pertama dilakukan proses delignifikasi untuk menghilangkan lignin yang terkandung didalam tandan kosong sawit dengan menggunakan asam nitrat 3,5% dan natrium nitrit. Kedua dilakukan proses pulping atau pembuatan bubur kertas menggunakan campuran natrium hidroksida 2% dan natrium sulfit 2% dengan perbandingan 2:1. Pulp yang diperoleh kemudian dinetralkan untuk selanjutnya dilakukan pemutihan dengan natrium 1,75%. Agar alfa selulosa yang dihasilkan benar-benar murni, maka dilakukan penambahan dengan natrium hidroksida 17,5%. Hasil dari penambahan ini, pulp kembali berwarna kuning kecoklatan. Proses terakhir dilakukan pemutihan menggunakan hidrogen perokida 10%. α-Selulosa yang dihasilkan dari proses ini memiliki bentuk berupa pulp berwarna putih yang kemudian dapat dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC. Alfa selulosa yang dihasilkan dari penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1


(47)

xliii

4.1.2. Pembuatan Nanokristal selulosa dari α-Selulosa

Nanokristal selulosa yang diisolasi dari α-Selulosa berupa kristal bening berbentuk jarum. Pembuatan nanokristal selulosa terdiri atas beberapa tahapan, yaitu hidolisis, penetralan dengan proses sentrifugasi, dan proses isolasi nanokristal selulosa menggunakan dialisis membran. Proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan H2SO4 45%. Diperlukan konsentrasi 45% agar diperoleh nanokristal selulosa yang baik, jika menggunakan yang pekat akan terhidrolisis menjadi glukosa. Sentrifugasi dalam proses ini diperlukan agar nanokristal yang dihasilkan menjadi netral setelah dihidrolisis dengan asam. Proses penetralan menggunakan aquabidest agar dihasilkan nanokristal yang lebih murni.

Reaksi hidrolisis menggunakan H2SO4 ini merupakan reaksi heterogen kompleks, yang melibatkan faktor fisik dan hidrolitik atau tidak hanya dikendalikan kondisi reaksi (konsentrasi asam dan suhu) tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan fisik dari selulosa. Hidrolisis asam melalui tiga langkah reaksi, reaksi dimulai dengan proton dari asam yang berinteraksi cepat dengan oksigen glikosidik menghubungkan dua unit gula, membentuk asam konjugasinya. Pembelahan ikatan C-O dan pemecahan asam konjugat ke ion karbonium siklik selanjutnya terjadi konformasi. Pembentukan karbonium antara ion terjadi lebih cepat diakhir dari pada ditengah rantai polisakarida. Oleh karena itu, hasil dari monosakarida setelah dihidrolisis memiliki parsial yang lebih tinggi. Mekanisme pemecahan ikatan 1,4 β-glikosidik dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(48)

disertai perendaman didalam aquabidest dan menggunakan stirer yang bertujuan agar nanokristal lebih cepat keluar dari membran. Proses ini berlangsung selama 4-8 hari. Setelah itu, dilakukan penguapan agar diperoleh nanokristal yang diinginkan.Kemudian dilakukan analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui ukuran permukaan nanocrystal dan analisis termal menggunakan TGA untuk mengetahui suhu dekomposisi nanocrystal selulosa yang diperoleh dari hasil penelitian.

Pada penelitian Nanokristal sebelumnya, hidrolisis dengan H2SO4 akan mengalami perubahan struktur fisik (bentuk serat) pada sekitar 65% H2SO4. Perubahan struktur dan pola reaksi ini akibat adanya pengaruh asam dan temperatur menunjukkan bahwa faktor utama penyebab perubahan struktur selulosa adalah pemecahan ikatan hidrogen. Dalam hidrolisis dengan asam encer, reaksi hidrolisis berlangsung menghasilkan hidro selulosa dengan derajat polimerisasi yang rendah, tetapi kristalinitas yang lebih tinggi. Hidrolisis selulosa sangat dipengaruhi oleh derajat kristalinitas dan pembengkakan selulosa. Reaktifitasnya juga dipengaruhi oleh disintegrasi atau prosedur dekristalisasinya. Pada saat pre-treatment dilakukan menggunakan H2SO4 60%, proses hidrolisis menjadi sangat lamban. Tetapi pada saat penambahan diatas 65%, sebagian besar selulosa dibubarkan. Ketika hal itu terjadi, dilakukan pengenceran dengan air, sehingga bagian dari selulosa yang terlarut tersebut dapat diendapkan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa proses hidrolisis asam sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik dari selulosa (Qianxang et al, 2003).


(49)

xlv

4.2. Pembahasan

Gambar 4.2.1 (a) Agregat Nanokristal Selulosa (150x) (b) Nanokristal tunggal Selulosa (50000x)


(50)

Electron Microscopy (SEM) dilakukan untuk melihat struktur permukaan nanokristal selulosa. Dari hasil SEM yang diperoleh, pada gambar 4.2.1 (a) pada perbesaran 150x terlihat bahwa ada sekumpulan kristal yang teraglomerasi. Pada gambar 4.2.1 (b) pada perbesaran 50000x terlihat bahwa Kristal tunggal dalam ukuran nano, yaitu antara 79-84 nm.

Gambar 4.2.1 (a) dan 4.2.1 (b) menunjukkan bahwa Nanokristal Selulosa telah berhasil diisolasi dari Tandan Kosong Sawit (TKS).

4.2.2 Analisa Degradasi Termal Nanokristal selulosa

Analisis termogravimetri dapat digunakan untuk mengkarakterisasi bahan yang ditunjukkan dengan perubahan berat yang diakibatkan proses pemanasan dan untuk mendeteksi perubahan fasa karena proses dekomposisi.

Analisis termogravimetri (TGA) dilakukan dengan menggunakan Shimadzu. Laju pemanasan 10oC/menit pada rentang suhu 50-650oC.Spesimen diuji di bawah atmosfer nitrogen.Berat awal sampel adalah sekitar 12,272 mg.

Gambar 4.2.2 menunjukkan perubahan berat yang menunjukkan bahwa nanokristal selulosa mulai terdekomposisi pada suhu 160oC. Penghilangan berat merupakan fungsi temperatur.Terdapat dua puncak yang diperoleh dari kurva termogravimetri yang dihasilkan dari penelitian. Puncak yang pertama berkisar pada suhu 150-200oC dan puncak yang kedua berkisar antara suhu 300-350oC.


(51)

xlvii

Gambar 4.2.2 Termogram TGA Nanokristal Selulosa

Termogravimetri menggunakan atmosfer nitrogen untuk mencegah terjadinya degradasi dini. Residu dari Nanokristal Selulosa adalah 28%.Hal ini menunjukkan bahwa Nanokristal Selulosa tidak dapat melebur secara permanen.


(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil isolasi α-Selulosa yang di peroleh dari tandan kosong sawit melalui proses

delignifikasi, pengendapan, dan pemutihan adalah berupa pulp berwarna putih.

2. Isolasi Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa melalui proses hidrolisis berupa kristal jarum bening. Analisa struktur permukaan Nanokristal Selulosa menggunakan Scanning Electron Microscopy menunjukkan bahwa nanokristal yang diperoleh berukuran 79 nm. Analisa degradasi termal menggunakan Thermogravimetry Analysis (TGA) menunjukkan bahwa Nanokristal Selulosa terdegradasi pada suhu 160oC dan memiliki residu 28%.

5.2 Saran

1. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan agar analisa morfologi nanokristal dilakukan dengan Transmission Electron Microscopy (TEM). 2. Dilihat dari berbagai aplikasi nanokristal selulosa, perlu dilakukan beberapa cara

pengolahan Nanokristal Selulosa yang akan disesuaikan dengan aplikasi baik dibidang kesehatan maupun dibidang industri.


(53)

xlix

DAFTAR PUSTAKA

Atalla, R. H., 1989. In: C. Schuerch (Eds). Cellulose and Wood,Chemistry and Technology, Proceedings of the Cellulose Conferences Wiley Interscience. New York: John Willey and Sons, Inc.

Banerjee, R., H. Chen and J. Wu., 1996. Milk Protein-based Edible Film Mechanical Strength Changes Due to Ultra sound Process.J. Food Sci.61(4)

Benziman, M., Haigler, C. H., Brown, R. M. J., White, A. R., and Cooper, K. M., 1980. USA: National of Science.

Bilmeyer, F. W., 1984. Textbook of Polymer Science. Third Edition. New York: John Willey & Sons, Inc.

Bledzki, A-K, Gassan J., 1990. Composites Reinforced with Cellulose Based Fibres. Prog Polym Sci.

Casey, P., 1960. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. Volume I. Second Edition. New York: Intercsience Publisher.

Cowd, M. A., 1991. Kimia Polimer. Bandung: ITB.

Darnoko.1995. Pembuatan Pulp dari Tandan Kosong Sawit dengan Penambahan Surfa kta n, Jurna l Penelitia n Kela pa Sa wit.Volume 3. Medan.

Dodd, J. W., 1987. Thermal Methods. New York: John Willey and Sons, Inc.

Ewing, G. W., 1960. Instrumental Method Of Chemical Analysis. Second Edition. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Fauzi, I. Y., 2003. Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Favier, V. H., Chanzy and J. Y., Cavaille.Polymer Nanocomposite Reinforced by Cellulose Whisker. Macromolecules.

Fengel, D., 1995. Kimia Ultra Struktur Reaksi Rea ksi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: UGM Press.

Goodger, E. M., 1976. Hydrocarbon Fuels, Production, Properties, and Performance of Liquid a nd Ga ses. London: MacMillan.

Habibi, Y., L. A., Lucia and O.J. Rojas. 2010. Cellulose Nanocrystal: Chemistry.Self-Assembly a nd Applica tion. Chemistry Revisi.

Herawan. 1999. Proses Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Skala Semi Produksi.Volume 7. Medan: PPKS.


(54)

Tra nsforma tion of Na tive Cellulose Crysta l Induced by Sa tura ted Stemat Higt Tempera ture. Macromolecules.

Keil, F. J., 2007. Modeling of Process Esterification.Ultrasonic Vs. Microwave Extraction Intensification of Active Principles from Medicinal Plants.

Machessault, R. H. Sundararajan, P. R., 1983. In The Polysaccharides.New York: Academic Press.

Miller, A. F. and A .M. Donald.Imaging of Anisotropic Cellulose Suspension Using Environmenta l Scanning Electron Microscopy. Biomacromolecules.

Nelson, M. L. and O’Connor, R. T., 1964. Rela tion of Certa in Infra r ed Ba nds to-9 Cellulose Crysta llinity a nd Crysta l La ttice Type Pa rt I, Spectra of La ttice Types I, II, III a nd Amorphous Cellulose Pa rt II, A New Infra red Ra tio for Estima tion of Crysta llinity in Cellulose I a nd II Journal of Applied Polymer and Science.

Persson, P., 2004. Strategis for Celluloce Fiber Modification. Stockholm: Royal Institute of Technology School of Biotechnology.

Qianxiang, Y. Y. Lee, Par O. Petterson and Robbert W., 2003. Heterogeneous Aspect of

Acid Hydrolysis of α-Cellulose. Auburn: University Auburn.

Sarah M. Andrew. 2000. Dialysis and Concentration of Protein Solution. New york: John Willey and Sons, Inc.

Saxena, I. M. and Brown, R. M .Jr., 1995. Identification of a Second Cellulose Synthase Gene (a csAll) in Acetoba cter xylinum.Journal of Bacteorology.

Segal, L., Creewy, I .J., Martin, A. E. and Conrad, C. M., 1959. An Empirical Method Of Estima ting Degree of Crysta llinity of Na tive Cellulose Using the X-Ra y Diffra ctometer Textile Resea rch Journa l.

Seminar, S., 1990. Kimia Kayu, Dir jen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Ha ya t. Bogor: IPB.

Solomons, S., 1987. Introduction to General, Organic, and Biologycal Chemistry. New York: McGraw Hill.

Steven, M., 2000. Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Jakarta: Pradya Paramitha.

Stokes, D. J., 2008. Principles and Practice of Variable Pressure/Envir onmental. New York: John Willey and Sons, Inc.

Sugiyama, J. Vuong R and Ghanzy, H., 1991. Electron Diffraction Study on the two Crystta linne Pha ses Occuring in Celluloce from Cell Wa ll Ma cromolekul.


(55)

li

Vander Hart, D. C., 1984. Study of Macromolecules in Native Cellulose Using Solid-State NMR. Macromolecules.

Vignon, M. R, Heux L, Malainine ME, Mahrouz M., 2004.Arabian Cellulose Composite in Opuntia Ficus - Indica Pr ickly Pea r Spines Ca rbohyd Res.

Widom, J. M., 1981. Chemistry.San Fransisco: W. H. Freeman and Company.

William, A. R., 1983. Ultrasound: Biological Effects and Potential Hazards. Academic Press.


(56)

(57)

(58)

(59)

(1)

Tra nsforma tion of Na tive Cellulose Crysta l Induced by Sa tura ted Stemat Higt Tempera ture. Macromolecules.

Keil, F. J., 2007. Modeling of Process Esterification.Ultrasonic Vs. Microwave Extraction Intensification of Active Principles from Medicinal Plants.

Machessault, R. H. Sundararajan, P. R., 1983. In The Polysaccharides.New York: Academic Press.

Miller, A. F. and A .M. Donald.Imaging of Anisotropic Cellulose Suspension Using Environmenta l Scanning Electron Microscopy. Biomacromolecules.

Nelson, M. L. and O’Connor, R. T., 1964. Rela tion of Certa in Infra r ed Ba nds to-9 Cellulose Crysta llinity a nd Crysta l La ttice Type Pa rt I, Spectra of La ttice Types I, II, III a nd Amorphous Cellulose Pa rt II, A New Infra red Ra tio for Estima tion of Crysta llinity in Cellulose I a nd II Journal of Applied Polymer and Science.

Persson, P., 2004. Strategis for Celluloce Fiber Modification. Stockholm: Royal Institute of Technology School of Biotechnology.

Qianxiang, Y. Y. Lee, Par O. Petterson and Robbert W., 2003. Heterogeneous Aspect of Acid Hydrolysis of α-Cellulose. Auburn: University Auburn.

Sarah M. Andrew. 2000. Dialysis and Concentration of Protein Solution. New york: John Willey and Sons, Inc.

Saxena, I. M. and Brown, R. M .Jr., 1995. Identification of a Second Cellulose Synthase Gene (a csAll) in Acetoba cter xylinum.Journal of Bacteorology.

Segal, L., Creewy, I .J., Martin, A. E. and Conrad, C. M., 1959. An Empirical Method Of Estima ting Degree of Crysta llinity of Na tive Cellulose Using the X-Ra y Diffra ctometer Textile Resea rch Journa l.

Seminar, S., 1990. Kimia Kayu, Dir jen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Ha ya t. Bogor: IPB.

Solomons, S., 1987. Introduction to General, Organic, and Biologycal Chemistry. New York: McGraw Hill.


(2)

William, A. R., 1983. Ultrasound: Biological Effects and Potential Hazards. Academic Press.


(3)

(4)

(5)

(6)