Faktor-Faktor Penghambat Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas Netra

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT KESEMPATAN KERJA

BAGI PENYANDANG DISABILITAS NETRA

(Studi di PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) Jl. Pancasila Sakti Gang Vanili No. 67 Rt. 17 Kelurahan Sumberrejo, Kecamatan Kemiling, Kota

Bandar Lampung)

( Skripsi)

Oleh:

Dian Retno Palupi

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRACT

FACTOR-FACTOR INHIBITORS OPPORTUNITIES EMPLOYMENT FOR BLIND DISABLITY

(Study in PERTUNI (The Assotiation Of Blind Indonesia) Jl. Pancasila Sakti Gang Vanili No. 67 Rt. 17 Kelurahan Sumberrejo, Sub-district Kemiling, Bandar

Lampung City)

by: Dian Retno Palupi

A supposition and negative perception disabilitas against people with netra still viscous adorn way of thinking indonesian society.People with blind disabilitystill considered as a group that has no ability to her a line of work.People with blind disabilityis they who have been affected, hindrance or abnormality of a function of vision in such a way so as to can grow or carries on the function of his life optimally requires a special service.Although this group has been granted a great variety of the form of rehabilitating, rehabilitation vokasional, and good education they ' re still could not be a source of human resources independent and productive.It takes a special preparation to help the blind to be more ready to work on in the future.A blind person working in the company must be sought, which is still very challenging.The challenge was there upon two sides, namely the challenge first on the blind itself and the second is a better disciplinari convincing people that, employer a blind person can also play a role in the process of gaining advantage company them.The factors that block people with blind disabilityto find work befitting a person Even though they have limited but they had the capability to massaging so that they can still get money by massaging.The lack of readiness of work also not block because some of them never applied for a job beforehand so that the lack of readiness work doesn ' t affect them to seek jobs because they could do the work of another namely as a masseuse.

Keywords: the internal factor and external factors, employment, people with blind disability.


(6)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT KESEMPATAN KERJA BAGI PENYANDANG DISABILITAS NETRA

(Studi di PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) Jl. Pancasila Sakti Gang Vanili No. 67 Rt. 17 Kelurahan Sumberrejo, Kecamatan Kemiling, Kota

Bandar Lampung)

Oleh:

Dian Retno Palupi

Anggapan maupun persepsi negatif terhadap penyandang disabilitas netra masih kental menghiasi cara berfikir masyarakat indonesia. Penyandang disabilitas netra masih dianggap sebagai kelompok yang tidak memiliki kemampuan untuk menekuni suatu bidang pekerjaan. Penyandang disabilitas netra adalah mereka yang mengalami gangguan, hambatan atau kelainan pada fungsi penglihatan sedemikian rupa, sehingga untuk bisa berkembang atau menjalankan fungsi hidupnya secara optimal memerlukan layanan khusus. Meskipun kelompok ini telah diberikan berbagai macam bentuk rehabilitasi, baik rehabilitasi pendidikan maupun vokasional, tetap saja mereka tidak dapat menjadi sumber daya manusia yang mandiri dan produktif.

Diperlukan persiapan khusus untuk membantu para tunanetra agar lebih siap untuk bekerja pada nantinya. Tunanetra bekerja di perusahaan memang menjadi ikhtiar yang masih sangat menantang. Tantangan tersebut ada pada dua sisi yaitu tantangan pertama pada tunanetra itu sendiri dan yang kedua adalah meyakinkan masyarakat pemberi kerja bahwa, tunanetra juga dapat berperan dalam proses mendapatkan keuntungan diperusahaan mereka. Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat penyandang disabilitas netra untuk mendapatkan pekerjaan selayaknya orang meskipun mereka mempunyai keterbatasan tetapi mereka mempunyai kemampuan untuk memijat sehingga mereka masih bisa mendapatkan uang dengan memijat. Minimnya kesiapan kerja juga tidak menjadi penghambat dikarenakan sebagian dari mereka tidak pernah


(7)

melamar pekerjaan sebelumnya sehingga minimnya kesiapan kerja tidak mempengaruhi mereka untuk mencari pekerjaan karena mereka bisa melakukan pekerjaan yang lain yaitu sebagai tukang pijat.

Kata kunci: faktor internal dan faktor eksternal,kesempatan kerja, penyandang disabilitas netra


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Adapun penyusunan skripsi ini penulis menyusun dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi tugas akhir dan melengkapi salah satu syarat kelulusan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dengan judul “ Faktor-Faktor Penghambat Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas Netra.”

Dewasa ini anggapan maupun persepsi negatif terhadap penyandang disabilitas netra masih kental menghiasi cara berfikir masyarakat indonesia. Penyandang disabilitas netra masih dianggap sebagai kelompok yang tidak memiliki kemampuan untuk menekuni suatu bidang pekerjaan. Meskipun kelompok ini telah diberikan berbagai macam bentuk rehabilitasi, baik rehabilitasi pendidikan maupun vokasional, tetap saja mereka tidak dapat menjadi sumber daya manusia yang mandiri dan produktif.

Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal. Adapun yang menjadi faktor penghambat kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas netra adalah faktor internal yang meliputi keterbatasan kemampuan dan minimnya kesiapan kerja, dan faktor eksternal yang meliputi minimnya aksesibilitas dari orang tua, minimnya aksesibilitas dari masyarakat, minimnya aksesibilitas dari pemerintah dan lapangan pekerjaan yang sempit.

Penulis menyadari, bahwa penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini, tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, maka di sini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Tiada kata indah yang pantas terucapkan dan tiada sesuatu yang pantas penulis berikan untuk membalas budi baik kecuali hanya do’a semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan berlipat ganda. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari


(9)

sepenuhnya akan keterbatasan waktu, pengetahuan, dan biaya sehinga tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak tidaklah mungkin berhasil dengan baik.

Mengingat keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi in masih jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-piihak yang membutuhkannya.

Bandar Lampung, 17 Juni 2014


(10)

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Taman Cari, Purbolinggo Lampung Timur pada tanggal 19 Januari 1992, putri Pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Sukirjo dengan Ibu Rusmiati. Pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Dharma Wanita tamat tahun 1997, melanjutkan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Taman Cari tamat pada tahun 2004, melanjutkan ke SMP Negeri 1 Purbolinggo dan tamat pada tahun 2007 serta menyelesaikan pendidikan sekolah di SMA Negeri 1 Purbolinggo pada tahun 2010.

Tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Jurusan Sosiologi. Penulis masuk menjadi mahasiswa Universitas Lampung melalui jalur PKAB. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di Organisasi HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Sosiologi sebagai anggota, dan pada tahun 2011 penulis aktif di Organisasi KOPMA UNILA (Koperasi Mahasiswa Universitas Lampung) sebagai anggota. Pada tahun 2012 penulis melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Pekon Badak Tanggamus, Lampung Selatan.

Sampai saat ini penulis masih terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, Bandar Lampung.


(12)

Moto

“wa man jaahada fa-innamaa yujaahidu linafsihi.”

“Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah untuk dirinya sendiri.” (QS Al-Ankabut [29]: 6)

“Always be yourself and never be anyone else even if they look better than you.”

Selalu jadi diri sendiri dan jangan pernah menjadi orang lain meskipun mereka tampak lebih baik dari Anda.

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, Dan Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.


(13)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahan kepada :

1. Ibunda tercinta Rusmiati dan ayahanda tercinta Sukirjo yang telah mencurahkan kasih sayangnya dan selalu membimbing penulis dalam setiap langkah. Doa tulus kepada ananda seperti air dan tak pernah berhenti yang terus mengalir, pengorbanan, motivasi, kesabaran, ketabahan dan tetes air matamu yang terlalu mustahil untuk dinilai, walaupun jauh, engkaulah sebaik – baik panutan meski tidak selalu sempurna. Serta adikku tersayang Dhea Rosalinda kebersamaan, dukungan, doa, kasih sayang, dan perhatianmu kepadaku, maafkan jika kakakmu ini belum bisa menjadi contoh yang baik, semoga engkau selalu jadi yang terbaik.

2. Suami Deni Ardi Pradana yang selalu mendampingi penulis baik dalam suka maupun duka, serta selalu memberikan curahan perhatian, cinta serta kasih sayangnya kepada penulis, engkaulah laki-laki yanng Allah pilihkan untukku. Kepada jagoan kecilku yang menjadi motivasi dan penyemangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kepada ibu mertua, kakak ipar, kakek, nenek yang selalu memebri dukungan, serta kasih sayangnya kepada penulis semoga kita semua selalu mendapatkan bimbingan dan ridha dari Allah SWT. Amin

3. Untuk sahabatku dan teman-temanku yang telah banyak membantu, serta selalu memberikan dukungannya serta motivasinya bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini penulis ucapkan terima kasih.


(14)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan kekuatan dan izin-Nya kepada penulis baik fisik maupun mental sehingga penulis dapat merampungkan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada program Strata Satu (S1) dan untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dengan tidak mengurangi rasa terima kasih atas bantuan semua pihak, maka secara khusus penulis ingin menyebutkannya,

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

2.Drs.Susetyo,M.Si. Selaku Ketua Jurusan Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;

3. Dra. Anita Damayanti, M.H. Selaku Pembimbing Utama dan Sekretaris Jurusan Program Studi Sosiologi, terima kasih atas saran dan ilmunya yang selama ini diberikan kepada penulis;

4. Drs. Suwarno, M.H. Selaku Dosen Pembahas dan Selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa mengarahkan dan memotivasi penulis dalam proses belajar kearah yang lebih baik;


(15)

5. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Sosiologi yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya selama penulis menimba ilmu pengetahuan di FISIP Universitas Lampung serta para pegawai dan karyawan yang senantiasa ikhlas dalam melayani administrasi dan segala sesuatu keperluan akademik yang dibutuhkan penulis;

6. Pimpinan perpustakaan beserta karyawan, baik perpustakaan FISIP maupun perpustakaan Universitas Lampung, yang telah memberikan pinjaman buku-buku literatur yang dibutuhkan oleh penulis;

7. Kedua orangtuaku serta adikku tercinta yang selalu memberikan motivasi dan do’a-do’a sucinya, sungguh begitu besar jasa-jasa kalian kepadaku dalam hidup ini. Hanya do’a dan bhaktiku yang bisa kupersembahkan pada kalian serta adikku tersayang yang selalu mendo’akan penulis dalam mencapai cita-cita.

8. Suami ku tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayangnya dan cintanya yang tulus, selalu memberikan do’a dan semangat, selalu meluangkan waktunya dan dan tidak pernah lelah ataupun mengeluh untuk mengantarkan ku kekampus. Serta ibu mertua yang selalu memberikan do’anya untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dan untuk anakku yang menjadi penyemangat bagi penulia dan selalu memberikan ocehan-ocehan kecilnya dan tingkah polah lincahnya yang mengobati rasa lelah.

9.Sahabat-sahabat ku tersayang Rara si embem yang imoet yang selalu menemani tidur saat ngekost dulu yang selalu mendengarkan curhatan ku walaupun itu-itu ja curhatnya, hehehe.. dy juga yang selalu memberikan do’a serta motivasinya dan berbagi ilmu serta informasi yang dibutuhkan penulis, hesti si mami yang selalu seperti ibu bagiku karena kata-katanya yang lembut dan memotivasi serta memberikan ilmunya bagi penulis, chelly cengah yang dulu selalu membuatku menangis karena kata-kata kasarnya tapi semua itu adalah untuk kemajuan dihidupku agar aku kuat dalammenghadapi hidup ini dan tidak mudah cengeng dan menyerah pada keadaaan. Gita si adek paling bontot karena dy paling


(16)

ini.

Delsi si mbak bro yang selalu ceria dan tersenyum walaupun yang selalu tegar dalam menghadapi setiap masalah. Yang selalu bersikap dewasa dan memberikan motivasi bagi penulis. Lesy si nyonya yang gak pernah galau yang selalu ceria dan tersenyum, Desy si endut kayak baby ku yang selalu ceria makasih buat tuliasan yang nyelip didraft, makasih buat do’anya.

10. Teman-teman seperjuangan dalam menimba ilmu Herlin, Mbk Hanif, Aulia, Mbk Ayu, Yeksi, Komang, Jani, Ria, Sakina, Putri, Emi, Mona, Desty, Arini, Putri Ria, Astri, Sekar, Khoirunissa, Nora, dan teman-teman seluruh angkatan 2010 Sosiologi Universitas Lampung yang senantiasa membantu dan menyumbangkan ide-idenya serta memberi motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Teman-teman dan kakak-kakak KOPMA Rima, Novi, Mbk Nisa, Mbk Intan, Kak Bayu, Kak Ian, Kak Ronald, Kak Manto (Alm) yang begitu cepat meninggalkan kita semua, Elis, Ian, Anggi, dan teman-teman serta kakak-kakak yang lain yang selalu memberikan do’a, informasi, serta dukungan dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman KKN Badak Rere, Desmon, Nurul, Inoey, Andar, Rahmat, Bang Binsar,

Iguh, Jirry. Yang sudah seperti keluarga sendiri yang dipertemuka saat Kuliah Kerja Nyata di Pekon Badak. Yang awalnya kita tak mengenal satu sama lain tapi disinilah kita depertemukan dan akhirnya menjadi sahabat serta keluarga. Menjalani 40 hari masa KKN tanpa sinyal namun tetap ceria karena selalu bersama-sama mencari sinyal di pinggir pantai setiap sore hari hal yang tak terlupakan seumur hidup.

13. Teman-teman kosan mercy tersayang Mbk Eli, Novi, Rara, Sarah, Mbk Eni, Mbk Lia, Mbk Vera, Mbk Inggit, Rina, Ririn, Nurul, Eka, Rini, Haroh, Wiwid. Mbak Eli si mbak


(17)

imoet yang selalu galau tapi juga selalu ceria makasih udah selalu dengerin curhatanku, udah menjadi kakak teman dan juga sahabat bagi penulis. Mbak Mega, Mbk Yeni, teman mbk eli yang selalu memberikan do’a dan motivasi bagi penulis walaupun kita beda fakultas dan beda umur karena mbk eli tapi akhirnya kita bisa menjadi teman dan sudah seperti sendiri kakak bagi penulis.

14. Almamaterku Tercinta Universitas Lampung yang telah mendidik dan mendewasakanku dalam berfikir dan bertindak.

15. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat kemampuan pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Akhirnya kepada Allah swt penulis senantiasa memohon rahmat, hidayah dan inayah-Nya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan Allah meridhai amal baik atas jasa semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis,


(18)

ix DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... A Latar Belakang ... 1

B Rumusan Permasalahan ... 16

C Tujuan Penelitian ... 16

D Kegunaan Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... A Pengertian Kesempatan Kerja ... 18

B Pengertian Penyandang Disabilitas Netra ... 19

1 Pengertian Penyandang Disabilitas ... 19

2 Pengertian Penyandang Disabilitas Netra ... 22

3 Klasifikasi Tunanetra ... 24


(19)

x

1 Fisik ... ... 26

2 Perilaku ... ... 26

3 Psikis... ... 26

D Faktor-Faktor Penghambat Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas Netra ... 29

1 Faktor Internal ... 29

a Keterbatasan Kemampuan ... 29

b Minimnya Kesiapan Kerja ... 31

2 Faktor Eksternal ... 32

a Minimnya Aksesibiltas Dari Orang Tua ... 32

b.Minimnya Aksesibilitas Dari Masyarakat ... 32

c. Minimnya Aksesibilitas Dari Pemerintah ... 33

d. Lapangan Pekerjaan Yang Sempit ... 33

E Faktor Streotif Negatif ... 35

F Kerangka Fikir ... ... 36

G Hipotesis ... ... ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... A Tipe Penelitian... 45

B Lokasi Penelitian ... 46

C Variabel Penelitian ... 46

1 Variabel Bebas (X1) dan (X2) ... 46

2 Variabel Terikat (Y) ... 47

D Definisi Konseptual ... 47

E Definisi Operasional dan Indikator Variabel ... 50

F Populasi dan Sampel ... 51

G Teknik Pengumpulan Data ... 52

1 Kuesioner ... 52

2 Wawancara ... 52

3 Studi Pustaka ... 53

H Teknik Pengumpulan Data ... 53


(20)

xi

4 Tahap Interpretasi... 54

I Skala Pengukuran ... 54

J Teknik Analisis Data ... 55

a. Validitas dan Reabilitas ... 55

1 Uji Validitas ... 55

2 Uji Reabilitas ... 56

b. Regresi Linier Sederhana ... 58

L Pengujian Hipotesis ... 59

BAB IV GAMBARAN LOKASI DAN PENELITIAN ... A Kelurahan Sumberrejo... 60

1 Letak Geografis ... 60

2 Luas Wilayah ... 60

3 Orbritasi ... ... 61

4 Jumlah Penduduk ... 62

5 Usia ... ... 63

6 Pendidikan ... 64

7 Mata Pencaharian ... 66

8 Agama... .... ... 67

9 Etnis... .. ... 68

B PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) Daerah Lampung, Di Kelurahan Sumber rejo... . 69

C. Struktur Organisasi Pertuni ... 73

D. Visi Dan Misi Pertuni ... 74

a. Visi Pertuni ... .. 74

b. Misi Pertuni ... .. 74

c.Fungsi Pertuni ... 75

Bab V HASIL DAN PEMBAHASAN……… ... A Karakteristik Responden……. ... 76


(21)

xii

B Analisis Deskriptif ... 82

C Analisis Data... .. .. ... 114

1 Uji Validitas, dan Reabilitas ... 115

2 Uji Regresi Sederhana ... 127

D Pembahasan... ... 138

Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN ……… ... A Kesimpulan……. ... 149

B Saran... ... 152

DAFTAR PUSTAKA ………. ... 153


(22)

ix

Halaman

Tabel 1 Luas wilayah menurut penggunaan ... 62 Tabel 2 Jumlah penduduk dan kepala kekuarga (KK) ... 64 Tabel 3 Usia penduduk kelurahan sumber rejo ... 65 Tabel 4 Tingkat pendidikan warga kelurahan Sumber rejo ... 66 Tabel 5 Mata pencaharian penduduk kelurahan Sumber rejo ... 68 Tabel 6 Agama yang dianut penduduk kelurahan sumber rejo ... 69 Tabel 7 Etnis kelurahan Sumber rejo ... 70

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 72 Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan umur ... 73 Tabel 10 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir... 75 Tabel 11 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ... 76 Tabel 12 Memiliki Kemampuan ... 78 Tabel 13 Sudah bisa mengembangkan kemampuan ... 80 Tabel 14 Keterbatasan kemampuan mempengaruhi untuk mencari pekerjaan..82 Tabel 15 Pernah Melamar Pekerjaan ... 83 Tabel 16 Minimnya kesiapan kerja mempengaruhi mencari pekerjaan ... 84 Tabel 17 Mampu bersosialisasi didalam lingkungan ... 85 Tabel 18 Analisis data berdasarkan katergori jawaban responden mengenai

faktor internal terhadap penyandang disabilitas netra ... 87

Tabel 19 Keluarga sudah memberikan aksesibilitas yang dibutuhkan ... 88 Tabel 20 Aksesibilitas membantu dalam kehidupan sehari-hari ... 90


(23)

x

Tabel 21 Sudah cukupkah aksesibilitas yang diberikan oleh orang tua .... 91 Tabel 22 Aksesibilitas yang diberikan orang tua membantu dalam mencari

pekerjaan ... 92 Tabel 23 Masyarakat sudah memberikan aksesibilitas ... 93 Tabel 24 Sudah cukup aksesibilitas yang diberikan oleh masyarakat ... 94

Tabel 25 Aksesibilitas yang diberikan masyarakat membantu dalam

mencari pekerjaan ... 95 Tabel 26 Pemerintah sudah memberikan aksesibilitas yang dibutuhkan .. 96 Tabel 27 Sudah cukupkah aksesibilitas yang diberikan pemerintah ... 97 Tabel 28 Minimnya aksesibilitas yang diberikan oleh pemerintah

mempengaruhi dalam mencari pekerjaan ... 98 Tabel 29 Lapangan pekerjaan yang sempit mempengaruhi dalam mencari

pekerjaan ... 99 Tabel 30 Melakukan pekerjaan lain sambil menunggu lowongan pekerjaan

yang diinginkan ... 100 Tabel 31 Analisis data berdasarkan katergori jawaban responden mengenai

faktor eksternal terhadap penyandang disabilitas netra ... 102

Tabel 32 Tunanetra sebelum dan sejak lahir ... 104 Tabel 33 Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil ... 105 Tabel 34 Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja ... 106 Tabel 35 Tunanetra pada usia dewasa ... 107 Tabel 36 Tunanetra dalam usia lanjut ... 108 Tabel 37 Analisis data berdasarkan katergori jawaban responden mengenai penyebab kebutaan terhadap penyandang disabilitas netra ….. 110


(24)

xi

Tabel 40 Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada X2 (Faktor Eksternal) .... 115 Tabel 41 Uji Reliabilitas pada faktor Eksternal (X2) ... 117 Tabel 42 Uji Validitas Dan Reliabilitas Pada Y (Penyebab Ketunanetraan) ... 119 Tabel 43 Uji Reliabilitas Pada Penyebab Ketunanetraan (Y) ... 121 Tabel 44 Uji Regresi Sederhana Variabel X1 – Y (Faktor Internal ) Dan Y

(Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas) Netra) ... 123 Tabel 45 Uji Regresi Sederhana Variabel X2 - Y(Faktor External) Dan Y


(25)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya selalu dilandasi oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi seluruh rakyat. Rakyat menjadi legitimasi paling ampuh bagi konsepsi pembangunan. Untuk itulah berbagai macam strategi pembangunan dirancang dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam proses pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah senantiasa memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pembangunan nasional merupakan sebuah proses perubahan kondisi masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Oleh karenanya proses pembangunan nasional menuntut peran setiap warga negara sehingga pada segenap warga negara akan merasakan hasil pembangunan tersebut.

Penciptaan tujuan tersebut sebenarnya dimaksud dan diwujudkan melalui berbagai proses pembangunan di segala bidang yang saling terkait dan saling menunjang satu sama lain sebagai bagian dari pembangunan nasional. Salah satu diantaranya adalah “Pembangunan Kesejahteraan Sosial”. Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang


(26)

terencana dan terarah yang meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial,(Edi Suharto, 1997: 97).

Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup seluruh masyarakat dan Bangsa Indonesia termasuk warga masyarakat yang menyandang masalah kesejahteraan sosial. Salah satu masalah kesejahteraan sosial sebagai sasaran dari pembangunan kesejahteraan sosial yaitu orang-orang yang berstatus penyandang disabilitas.

Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.

Penanganan disabilitas di Indonesia hingga saat ini khususnya dari pemerintah masih terbatas. Padahal sebagai warga negara Indonesia, kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang disabilitas adalah sama


(27)

3

dengan warga negara lainnya. Hal ini sesuai dengan UUD1945, dalam Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi:

“Tiap-tiap warga negara berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Peningkatan peran para penyandang disabilitas dalam pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian dan didayagunakan sebagaimana mestinya. Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kedudukan, hak, kewajiban, dan peran para disabilitas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Disabilitas. Yang tercantum dalam Bab III Pasal 5 yang berbunyi “Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”.

Dan Pasal 6 yang berbunyi “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: 1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; 2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;

3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;

4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;

5. Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan 6. Hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang


(28)

disabilitas anak dalam Lingkungan keluarga dan masyarakat (http:www.hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf).

Dari Pasal diatas dapat dilihat sebenarnya penyandang disabilitas sudah mempunyai hak, kewajiban, dan kedudukan yang sama dengan masyarakat yang sempurna secara fisik. Namun upaya perlindungan saja belumlah memadai dengan pertimbangan bahwa jumlah penyandang disabilitas terus meningkat dari waktu kewaktu, dan hal ini memerlukan sarana dan upaya lain terutama dengan penyediaan sarana untuk memperoleh kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosialnya.

Berdasarkan data di Pusdatin Kementerian Sosial RI pada tahun 2009 jumlah penyandang disabilitas sebanyak 1.541.942 jiwa, besarnya jumlah penyandang disabilitas ni menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Kementerian Sosial RI c.q Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial terus berupaya agar para penyandang disabilitas atau ODK (Orang Dalam Kecacatan) dapat diterima bekerja baik diinstansi pemerintah maupun swasta yang lebih mengedepankan kredibilitas dan kemampuan dalam menjalankan pekerjaan tanpa memandang faktor fisik (http:www.mitranetra.or.id/arsipindex.asp?kat=Pendidikan&id=6110301).


(29)

5

Secara normatif, sebenarnya sudah ada beberapa instrumen hukum yang dilahirkan untuk melindungi hak penyandang disabilitas untuk bekerja. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakarjaan yang „mengharamkan‟ diskriminasi kepada para penyandang disabilitas. Bahkan UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang disabilitas makin menegaskan hak itu. Pasal 14 UU No 4/1997 mewajibkan perusahaan negara dan swasta untuk menjamin kesempatan bekerja kepada para penyandang disabilitas. Bahkan dalam Penjelasan Pasal itu makin ditegaskan bahwa perusahaan yang mempekerjakan 100 orang wajib mempekerjakan satu orang penyandang disabilitas. Pasal 28 UU 4/1997 itu bahkan mengatur sanksi pidana berupa kurungan maksimal enam bulan dan atau denda paling besar Rp.200 juta bagi pelanggar Pasal 14.

(http://www.bphn.go.id/data/documents/lit-2011-2.pdf).

Sebagai upaya perlindungan hukum hak-hak warga negara penyandang disabilitas maka diperlukan sebuah penataan regulasi yang mampu melindungi warga penyandang disabilitas. Pada kenyataannya sebagian besar kelompok penyandang disabilitas di negeri ini tidak mendapatkan kesempatan kerja meskipun pemerintah sudah mengatur undang-undang bagi para penyandang disabilitas tersebut. Mereka tidak memiliki ruang yang cukup untuk mengekspresikan potensi diri yang dimilikinya.

Hal ini dikarenakan berbagai anggapan di masyarakat yang masih erat melekat terhadap kelompok penyandang disabilitas. Sehingga pada


(30)

akhirnya dalam banyak aturan, syarat, dan kualifikasi bisa tidaknya seseorang masuk bekerja di suatu tempat, pertama-tama ditentukan oleh normal tidaknya fisik seseorang, bukan pada kemampuan non fisik orang tersebut. Kondisi ini membuat penyandang disabilitas banyak yang hidup dalam garis kemiskinan.

Dewasa ini anggapan maupun persepsi negatif terhadap penyandang disabilitas netra masih kental menghiasi cara berfikir masyarakat indonesia. Penyandang disabilitas netra masih dianggap sebagai kelompok yang tidak memiliki kemampuan untuk menekuni suatu bidang pekerjaan. Meskipun kelompok ini telah diberikan berbagai macam bentuk rehabilitasi, baik rehabilitasi pendidikan maupun vokasional, tetap saja mereka tidak dapat menjadi sumber daya manusia yang mandiri dan produktif.

Persepsi negatif ini ternyata berpengaruh terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan. Ini dapat kita lihat dari berbagai macam kebijakan yang dibuat. Misalnya saja dalam pembangunan fisik seperti sarana prasana gedung dan bangunan terkadang tidak dapat diakses oleh penyandang disabilitas. Begitu juga dengan penyandang disabilitas netra, masalah ketunanetraan terkadang dilihat dari dimensi orang-orang yang bukan tuna netra, bahkan sistem sosial pun dirancang tanpa memperhitungkan kepentingan penyandang disabilitas netra. Karena sistem sosial tidak dirancang dengan mempertimbangkan kepentingan penyandang disabilitas


(31)

7

netra, akibatnya mereka tidak dapat memasuki kehidupan. Dalam artian ketika mereka berbaur dengan kelompok masyarakat terkadang tidak mampu menyesuaikan kehidupan dan lebih nyaman apabila berada dalam kelompoknya sendiri.

Dibidang pendidikan misalnya, mereka disisihkan disekolah-sekolah luar biasa dan panti-panti rehabilitasi yang hanya memberikan keterampilan yang bersifat konvensional, misalnya membuat sapu, keset, memijat. Menurut para perancang kebijakan hanya itu saja yang bisa dilakukan penyandang disabilitas netra. Kondisi ini semakin mempersempit ruang gerak penyandang disabilitas netra, sebab pendidikan yang mereka peroleh akan berimplikasi pada kemampuan serta kesiapan mereka memasuki bursa kerja.

Optimalisasi sumber daya yang dimiliki penyandang disabilitas netra akan membawa pengaruh yang positif terhadap perekonomian secara nasional. Maksudnya adalah ketika penyandang disabilitas netra memilki pekerjaan yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya atau dapat mandiri, sehingga tidak lagi tergantung pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah, maka hal ini senada dengan garis pokok teori kesempatan kerja meningkat maka pendapat riil agregat akan bertambah.

Dipandang dari segi individu kesempatan kerja merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang tidak ada bedanya dengan sandang,


(32)

pangan dan papan. Makna suatu pekerjaan bukan lagi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dasar tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Selain itu dari beberapa permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas netra kesempatan kerja dimana masalah ini yang senantiasa menyertai penyandang disabilitas netra.

Beberapa hak yang dimiliki penyandang disabilitas dalam UU nomor 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang disabilitas berhak memperoleh: (1) Pendidikan pada semua satuan, jenis, dan jenjang pendidikan;

(2) Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya;

(3) Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;

(4) Aksesibilitas dalam rangka kemandirianya;

(5) Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial;

(6) Hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang disabilitas anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.Meskipun demikian pada


(33)

9

tahapan implementasinya berbagai macam aturan tersebut belum berjalan dengan maksimal. Bahkan dibeberapa daerah realisasinya belum ada.

(http://www.bphn.go.id/data/documents/lit-2011-2.pdf).

Selain implementasi aturan yang tidak maksimal secara umum masih banyak orang yang tidak tahu bahwa penyandang disabilitas netra memiliki potensi yang luar biasa. Apabila seorang penyandang disabilitas netra diberi kesempatan untuk menekuni satu bidang pekerjaan tertentu, ia akan sangat bersungguh-sungguh dan menjadi tenaga kerja yang tidak kalah bahkan lebih produktif dibandingkan dengan orang yang memiliki kesempurnaan secara fisik. Bukti kongkrit yang dapat dilihat dalam kompetisi „Mama Mia‟ yang ditayangkan stasiuan TV Indosiar pada tahun 2007, yang mana ada salah satu pesertanya yang cacat netra yaitu Fiersha. Dia adalah satu-satunya penyandang disabilitas netra yang terbukti dapat bersaing menjadi juara ketiga mengalahkan peserta lain yang memiiki fisik yang sempurna. Ini bisa dijadikan bukti bahwa penyandang disabilitas netra mempunyai bakat yang tidak kalah dengan orang yang sempurna secara fisik.

Selain Fiersha „Mama Mia‟ penyandang disabilitas netra yang mengikiti ajang berbakat seperti Fiersha, dia adalah Heni Candra Hidayah dia adalah salah satu peserta pencarian bakat „Indonesia‟s Got Talent tahun 2010‟ dibidang tarik suara. Prestasi yang ia raih adalah masuk top 12 dalam


(34)

pencarian bakat tersebut. Prestasi lain yang diraihnya selain masuk dalam top 12 „Indonesia‟s Got Talent‟ adalah juara ketiga Lomba Baca Al-qur‟an Braile tingkat Nasional di Cirebon. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai macam profesi yang terbukti dapat dilakukan penyandang disabilitas netra yang secara umum dapat dinikmati masyarakat antara lain sebagai penyanyi, pemain musik, operator komputer serta masih banyak yang lain. Berbagai macam fakta tersebut secara tidak langsung dapat menepis anggapan bahwa potensi yang dimiliki penyandang disabilitas netra dalam bidang pekerjaan hanya sebatas menjadi pengemis dan tukang pijat.

Namun selama ini penyandang disabilitas netra belum diberdayakan oleh pemerintah sekalipun sudah ada Undang-Undang yang mengatur tentang kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Seharusnya para penyandang disabilitas netra bisa diberdayakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah yaitu UU nomor 4 tahun 1997 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyandang disabilitas netra juga mempunyai hak, kedudukan, kewajiban dan peran yang sama yang merupakan bagian dari masyarakat. Yang mana penyandang disabilitas netra tidak hanya sekedar bekerja sebagai tukang pijat saja tetapi juga mempunyai kesempatan untuk bekerja disektor formal seperti diperusahaan-perusahaan. Tetapi sampai saat ini hanya beberapa perusahaan yang memperkerjakan penyandang disabilitas netra diperusahaannya.


(35)

11

Diantaranya adalah Standard Chartered Bank yaitu salah satu bank yang kini telah memperkerjakan penyandang disabilitas netra diperusahaannya. Fien Andraini adalah penyandang disabilitas netra yang menjadi karyawan di bank internasional tersebut sebagai Help Desk CRES team sejak tahun 2008. Sebelumnya Fien Andraini bekerja sebagai operator sekaligus customer service diperusahaan training & travel. Fien mampu menggunakan kemampuan yang dimilikinya sehingga dia bisa diterima disebuah bank internasional yang mana orang yang sempurna secara fisik belum tentu bisa diterima dibank tersebut.

Hal ini membuktikan bahwa penyandang disabilitas netra tidak hanya bisa bekerja sebagai tukang pijat ataupun pengemis saja tetapi penyandang disabilitias ini juga bisa bekerja disebuah perusahaan. Walaupun sudah ada perusahaan yang bisa menerima karyawan yang mempunyai kekurangan seperti penyandang cacat netra namun masih kebanyakan perusahaan belum bisa menerima karyawan yang mempunyai kekurangan secara fisik seperti penyandang cacat netra. Kebanyakan perusahaan masih takut untuk memperkerjakan penyandang disabilitas karena mereka takut jika paenyandang disabilias ini tidak mampu untuk bekerja secara maksimal seperti karyawan yang sempurna secara fisik.

Hal ini membuktikan bahwa belum banyak perusahaan yang dapat menerima penyandang disabilitas netra sebagai karyawan di perusahaannya karena mereka menganggap penyandang disabilitas netra tidak mampu bekerja seperti karyawan lain yang sempurna secara fisik.


(36)

Padahal sebenarnya penyandang disabilitas netra juga mempunyai kemampuan yang lebih dibandingkan dengan yang sempurna secara fisik, seperti sebagai operator komputer. Dalam gegap gempitanya kehidupan dunia bisnis seringkali para penyandang disabilitas netra tidak mendapatkan perhatian yang cukup bahkan cenderung terlupakan.

Meskipun pemerintah telah mengeluarkan undang-undang tentang penyandang disabilitas yang mengatur kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pekerjaan, namun pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Dengan kondisi demikian artinya para penyandang tersebut terpaksa harus menggantungkan hidupnya dari bantuan keluarga atau pun institusi tertentu, yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi produktivitas kerja secara nasional.

Tunanetra bekerja di perusahaan memang menjadi ikhtiar yang masih sangat menantang. Tantangan tersebut ada pada dua sisi yaitu tantangan pertama pada tunanetra itu sendiri dan yang kedua adalah meyakinkan masyarakat pemberi kerja bahwa, tunanetra juga dapat berperan dalam proses mendapatkan keuntungan diperusahaan mereka. Diperlukan persiapan khusus untuk membantu para tunanetra agar lebih siap untuk bekerja pada nantinya. Persiapan tersebut harus dimulai dari awal yang mana mereka dapat bersekolah disekolah-sekolah umum bukan sekolah khusus untuk penyandang disabilitas hingga mereka menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang inklusif.


(37)

13

Kemudian mereka juga harus melengkapi dirinya dengan berbagai keterampilan seperti hard skill yaitu keterampilan menggunakan komputer, dan soft skill yaitu bagaimana mereka mempersiapkan diri untuk wawancara saat melamar pekerjaan, serta dapat membangun relasi sosial dan mengembangkan diri saat mereka sudah bekerja nanti.

Sebenarnya penyandang disabilitas netra sudah diberikan hard skill dan soft skill sebagai bekal mereka dalam mencari pekerjaan pada nantinya, namun pada kenyataannya perusahaan-perusahaan masih saja belum banyak yang bisa memperkerjakan mereka di perusahaannya karena mereka takut jika penyandang disabilitas netra tidak mampu untuk bekerja secara maksimal seperti karyawannya yang lain yang sempurna secara fisik. Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat penyandang disabilitas netra untuk mendapatkan pekerjaan selayaknya orang sempurna secara fisik.

Faktor-faktor tersebut adalah yang pertama faktor internal yang mana faktor ini berasal dari dalam diri individu itu sendiri seperti kemampuan apa yang ia miliki dan seberapa besar kesiapan kerja yang dimiliki oleh penyandang disabilitas netra itu sendiri. Apabila seorang penyandang disabilitas netra tidak memiliki hard skill dan soft skill yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan maka mereka akan sulit untuk mendapatkan kesempatan untuk bekerja seperti orang-orang yang sempurna secara fisik. Yang kedua faktor eksternal yang mana faktor ini adalah faktor yang berasal dari luar seperti keluarga, masyarakat dan pemerintah.


(38)

Hal inilah yang menjadi menarik untuk diteliti sebenarnya faktor apa yang membuat kebanyakan perusahaan belum bisa menerima karyawan yang mempunyai kekurangan secara fisik, khususnya penyandang disabilitas netra yang mempunyai kekurang pada penglihatannya. Apakah itu faktor internal ataupun faktor eksternal yang sebenarnya menjadi penyebab penyandang disabilitas netra sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak tidak hanya menjadi tukang pijat saja. Walaupun sebenarnya penyandang disabilitas netra ini mempunyai kemampuan seperti mereka yang sempurna secara fisik. Namun masih saja kebanyakan perusaan belum bisa menerima penyandang disabilitas netra sebagai karyawannya.

Berdasarkan penelitian terdahulu berkaitan dengan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas netra dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Ade Lia Wulannita yang berjudul “Identifikasi Peluang dan Kesempatan Kerja Penyandang disabilitas Netra” tahun 2005 yang dilakukan di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Indra Kesuma diperoleh sebuah kesimpulan bahwa para penyandang disabilitas netra yang ada dipanti ini rata-rata berprofesi sebagai tukang pijat. Inilah yang menjadi menarik untuk diteliti apakah benar kemampuan kerja penyandang disabilitas netra hanya sebagai tukang pijat. Tidak bisakah penyandang disabilitas netra bekerja di perusahaan-perusahaan formal maupun swasta seperti mereka yang mempunyai fisik sempurna. Mengingat Kota Bandar


(39)

15

Lampung merupakan pusat perekonomian dan industri di Provinsi Lampung.

Kota Bandar Lampung merupakan pusat segala aktifitas yang ada di Lampung namun pada kenyataannya belum ada aksesibilitas yang memang diberikan untuk kesejahteraan penyandang disabilitas netra seperti sarana pembangunan fisik misalnya jalan, jembatan, gedung-gedung yang dibangun masih terbatas bagi penyandang disabilitas netra. Yang ada adalah pembangunan non fisik yang presentasenya masih terbatas pada pusat-pusat rehabilitasi seperti panti sosial khusus penyandang disabilitas netra. Selanjutnya sarana pendidikan yang berfungsi mencetak generasi unggul dan mampu bersaing masih sangat sedikit hal ini bisa telihat hanya ada satu pusat pendidikan untuk penyandang disabilitas netra di Provinsi Lampung. Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan mengingat diera saat ini pendidikan menjadi hal yang sangat penting. Karena melalui pendidikanlah kita bisa mengembangkan kemapuan yang dimilki.

Di Lampung kondisi penyandang disabilitas netra terkait kesempatan kerja juga belum menunjukan kemajuan yang berarti. Berdasarkan keterangan yang didapat dari PERTUNI (Persatuan Tuna Netra Indonesia) Jl. Pancasila Sakti Gang Vanili No. 67 Rt. 17 Kelurahan Sumberrejo, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung masih sangat sedikit penyandang disabilitas netra yang bekerja pada sektor formal rata-rata profesi yang digeluti yakni sebagai juru pijat dan bekerja pada usaha


(40)

mandiri. Pemilihan Kota Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian dikarena Kota Bandar Lampung merupakan pusat penyelenggaraan pemerintahan serta ketersediaan lapangan pekerja di Kota Bandar Lampung sangat beragam dibandingkan kabupaten atau kota lain di Wilayah Provinsi Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana faktor internal dan faktor eksternal menjadi penghambat kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas netra?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor internal atau faktor eksternal yang menjadi penghambat kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas netra untuk mendapatkan pekerjaan.

D. Kegunaan Penelitian 1. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan sosial yang bertema sama serta dapat secara teoritis, penelitian tentang


(41)

17

faktor-faktor penghambat kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas netra memberikan manfaat dan kontribusi teoritis, metodologis, dan empiris bagi kepentingan akademis di sosiologi khususnya bidang kesejahteraan sosial.

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan bagi berbagai seperti pihak pemerintah ataupun pihak instansi terkait dalam upaya meningkatkan potensi serta kapasitas kemampuan penyandang disabilitas netra agar sesuai dengan tuntutan dunia kerja sehingga aksesbilitas dalam memperoleh pekerjaan lebih terbuka sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dan juga agar pemerintah bisa memberikan sarana dan prasarana aksesibilitas yang dibutuhkan penyandang disabilitas netra untuk menunjang dan mengembang kemampuan yang ada sehingga penyandang disabilitas netra bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan tidak hanya menjadi tukang pijat saja seperti yang terjadi saat ini.

Selain itu juga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meminimalisir stereotip yang negatif terhadap penyandang disabilitas netra khususnya. Agar nantinya para penyandang disabilitas netra bisa terus mengembangkan kemampuannya dengan leluasa tanpa harus memikirkan pandangan yang negatif dari masyarakat terhadap mereka.


(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesempatan Kerja

Semakin meningkatnya pembangunan, semakin besar pula kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini berarti semakin besar pula permintaan akan tenaga kerja. Sebaliknya semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula kebutuhan akan kesempatan kerja. Tersedianya lapangan/kesempatan kerja baru untuk mengatasi peningkatan penawaran tenaga kerja merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi daerah. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi khususnya investasi langsung (direct investment) pada sektor-sektor yang bersifat padat karya, seperti konstruksi, infrastruktur maupun industri pengolahan. Sementara pada sektor jasa, misalnya melalui perdagangan maupun pariwisata.

Kesempatan kerja secara umum diartikan sebagai suatu keadaan yang mencerminkan jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut serta aktif dalam kegiatan perekonomian. Kesempatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekera atau disebut pekerja.

Menurut Esmara (1986:134), kesempatan kerja dapat diartikan sebagai jumlah penduduk yang bekerja atau orang yang sudah memperoleh


(43)

19

pekerjaan, semakin banyak orang yang bekerja semakin luas kesempatan kerja. Sedangkan Sagir (1994:52), memberi pengertian kesempatan kerja sebagai lapangan usaha atau kesempatan kerja yang sudah tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi, dengan demikian kesempatan kerja mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan kesempatan kerja juga dapat diartikan sebagai partisipasi dalam pembangunan.

Sukirno (2000:68), memberikan pengertian kesempatan kerja sebagai suatu keadaan dimana semua pekerja yang ingin bekerja pada suatu tingkat upah tertentu akan dengan mudah mendapat pekerjaan.

Berdasarkan definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kesempatan kerja adalah penduduk yang berusia produktif yang sedang memiliki pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan.

B. Pengertian Penyandang Penyandang disabilitas netra

1. Pengertian Penyandang Disabilitas

Saat ini istilah penyandang cacat tidak lagi digunakan karena dianggap mendiskriminasikan para penyandang cacat. Istilah “Cacat” berkonotasi sesuatu yang negatif. Kata “penyandang” memberikan predikat kepada seseorang dengan tanda atau label negatif yaitu cacat pada keseluruhan pribadinya.Namun kenyataan bisa saja seseorang penyandang disabilitas hanya mempunyai kekurangan fisik tertentu, bukan disabilitas secara


(44)

keseluruhan. Untuk itu istilah “cacat” dirubah menjadi “disabilitas” yang lebih berarti ketidakmampuan secara penuh.

Namun sejak tanggal 29 Maret 2010 istilah cacat kini digantikan dengan istilah disabilitas, Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi.Disabilitas menurut asal kata terdiri atas kata dis dan ability. Dis digunakan untuk menyebut suatu kondisi yang berkebalikan dari sesuatu pada kata dibelakangnya. Sedangkan ability memiliki arti kemampuan. Sehingga jika pengertian dis dan abilitas itu digabungkan maka akan menjadi kebalikan (dis) dari kondisi mampu (ability) atau dalam kata lain berarti ketidakmampuan. Jadi lebih sederhananya disabilitas adalah keadaan seseorang dimana orang

tersebut memiliki ketidakmampuan melakukan suatu hal yang bisa dilakukan orang pada umumnya. .

Istilah “Disabilitas” mungkin kurang akrab di sebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”, istilah ini banyak yang mengetahui atau sering digunakan di tengah masyarakat. Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa Inggris disability yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Disabilitas” belum tercantum. Penyandang Disabilitas dapat diartikan individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental/intelektual. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.


(45)

21

Untuk saat ini diakui memang masyarakat seolah masih menganggap disabilitas adalah orang-orang kelas dua, banyak contoh yang menerapkan pemahaman seperti itu, seperti misalnya didalam masyarakat orang-orang disabilitas sangat jarang atau bahkan tidak pernah diberikan kepercayaan untuk memegang posisi atau jabatan strategis tertentu, baik dari tingkat desa apalagi ditingkat negara. Termasuk di dunia kerja sampai saat ini hampir tidak ada perusahaan atau lembaga pada umumnya yang mau menerima tenaga kerja dari golongan atau penyandang disabilitas.

Sampai saat ini, penyandang disabilitas menjadi kaum yang tidak begitu diakui layaknya orang yang normal. Pada hasil kovensi PBB “Convention on the Rights of Persons with Disabilities” pada 13 Desember 2006 mendefinisikan penyandang disabilitas sebagai orang-orang dengan kelainan fisik, mental, intelektual atau indera kerusakan secara jangka panjang yang dapat menghalangi dan menghambat berbagai interaksi dan partisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat atas dasar yang sama dengan lainnya.

Organisasi Kesehatan Sedunia/WHO memberikan definisi kedisabilitasan dalam 3 kategori, yaitu: impairment, disability dan handicap. Impairment disebutkan sebagai kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis, atau anatomis. Sedangkan disability adalah ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakuka aktifitas dengan cara yang dianggap normal bagi manusia.


(46)

Adapun handicap, merupakan keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat adanya impairment, dan disability, yang mencegahnya dari pemenuhan peranan yang normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1980 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Penderita disabilitas menyatakan bahwa penderita disabilitas adalah seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik atau mental yang oleh karenanya merupakan suatu rintangan atau hambatan baginya untuk melaksanakan kegiatan secara layak, terdiri dari disabilitas tubuh, disabilitas netra, disabilitas mental, disabilitas rungu wicara dan disabilitas bekas penyandang penyakit kronis.

(http://www.scribd.com/doc/86751736/Buta-Menurut-Kategori-WHO-2).

2. Pengertian Penyandang Disabilitas Netra

Secara etimologi kata tunanetra berasal dari tuna yang berarti rusak,netra berarti mata atau penglihatan. Jadi secara umum Tunanetra berarti rusak penglihatan. Tunanetra berarti buta,tetapi buta belum tentu sama sekali gelap atau sama sekali tidak dapat melihat. Ada anak buta yang sama sekali tidak ada penglihatan,anak semacam ini biasanya disebut buta total. Disamping buta total, masih ada juga anak yang mempunyai sisa penglihatan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membaca dan menulis huruf biasa, (Slamet Riadi, 1984:22).


(47)

23

Menurut Pertuni Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meski pun dibantu dengan kacamata (kurang awas). Pertuni (persatuan tunanetra Indonesia) yang berkedudukan di Jakarta.

Menurut Robert M.G. (1978 : 249) adalah sebagai berikut : “A person with no percepecition of visual stimuli is totally blind” yang artinya bahwa seseorang yang tidak memiliki kecakapan melihat terhadap rangsangan penglihatan disebut dengan buta total.

Menurut pedoman pelaksanaan program outreach pada panti sosial penyandang cacat netra bahwa penyandang disabilitas adalah mereka yang mengalami gangguan, hambatan atau kelainan pada fungsi penglihatan sedemikian rupa, sehingga untuk bisa berkembang atau menjalankan fungsi hidupnya secara optimal memerlukan layanan khusus.

Menurut Slamet Riadi adalah “Seseorang dikatakan buta jika ia tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk pendidikan “(Slamet Riadi , 1984, hal. 23).

Tunanetra menurut Sujadi S. (1986:23): Berdasarkan pandangan paedagogis, mereka ini kurang atau sama sekali tidak dapat menggunakan penglihatannya dalam melaksanakan tugas yang diberikan dalam pendidikan.


(48)

Menurut White Confrence pengertian tunanetra adalah sebagai berikut:

1. Seseorang dikatakan buta baik total maupun sebagian (low vision) dari ke dua matanya sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk membaca sekalipun dibantu dengan kacamata.

2. Seseorang dikatakan buta untuk pendidikan bila mempunyai ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada bagian mata yang terbaik setelah mendapat perbaikan yang diperlukan atau mempunyai ketajaman penglihatan lebih dari 20/200 tetapi mempunyai keterbatasan dalam lantang pandangnya sehingga luas daerah penglihatannya membentuk sudut tidak lebih dari 20 derajat.

Berdasarkan definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tuna netra adalah orang yang mempunyai keterbatasan kemampuan secara fisik yang mana mereka tidak bisa menggunakan penglihatannya secara sempurna sehingga mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

3. Klasifikasi Tunanetra

a. Menurut Lowenfeld, (1955:219), klasifikasi tunanetra yang didasarkan pada waktu terjadinya ketunanetraan, yaitu:

1. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.


(49)

25

2. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.

3. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.

4. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. 5. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti

latihan-latihan penyesuaian diri.

b. Klasifikasi tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan, yaitu:

1. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.

2. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.


(50)

3. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

C. Karakteristik Penyandang disabilitas Netra:

1. Fisik

Keadan fisik anak Tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantaranya mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik antara lain: mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan sebagainya.

2. Perilaku

1) Beberapa gejala tingkah laku pada anak yang mengalami gangguan penglihatan dini antara lain; berkedip lebih banyak dari biasanya, menyipitkan mata, tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh.

2) Adanya keluhan-keluhan antara lain; mata gatal, panas, pusing, kabur atau penglihatan ganda.

3. Psikis

1) Mental/Intelektual tidak berbeda jauh dengan anak normal. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah.


(51)

27

2) Sosial Kadang kala ada keluarga yang belum siap menerima anggota keluarga yang tuna netra sehingga menimbulkan ketegangan/gelisah di antara keluarga. Seorang tunanetra biasanya mengalami hambatan kepribadian seperti curiga terhadap orang lain, perasaan mudah tersinggung dan ketergantungan yang berlebihan.

World Health Organization (WHO) mengkategorikan kebutaan dalam 5 klasifikasi diantaranya:

kategori 1: rabun atau penglihatan kurang dari 3/60: kategori 2: rabun tajam pemglihatan kurang dari 6/60:

kategori 3: tajam penglihatan kurang dari 1/60 lapang pandang kurang dari 5 derajat;

Kategori 4: Buta tajam pengihatan kurang dari 1/60 lapangan pandangan kurang dari 5 derajat

Kategori 5: Buta atau tidak ada presepsi sinar. 3/60 maksutnya adalah jika mata normal dapat melihat suatu objek dengan jelas dari jarak 60 meter, maka orang yang penglihatannya rabun hanya dapat melihat dari jarak 3 meter agar objek tersebut dapat terlihat jelas.

(http://www.scribd.com/doc/86751736/Buta-Menurut-Kategori-WHO-2).


(52)

Pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan yang sangat beragam begitu pula penyandang disabilitas netra. Adam dan Soifer Dalam Browne (1982:49) mengemukakan bahwa adanya berbagai kebutuhan penyandang disabilitas dan keluarganya. Dalam hal ini kesempatan kerja merupakan suatu kebutuhan yang dimiliki penyandang disabilitas secara umum dan penyandang disabilitas netra khususnya.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyandang disabilitas merupakan seseorang maupun sekelompok orang yang memiliki kelemahan atau kekurangan baik secara fisik, mental dan emosional dari orang normal yang dibawa sejak lahir maupun gangguan kesehatan dan karena kecelakaan. Secara khusus, bahwa orang yang kehilangan penglihatan sedemikian rupa, sehingga seseorang itu sukar atau tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan dengan metode yang biasanya di pergunakan di sekolah biasa. Sebenarnya anak buta dalam pendidikan tidak saja mempergunakan metode khusus, melainkan juga alat-alat bantu khusus, yang digunakan untuk membaca dan menulis diantaranya adalah huruf braille, riglet dan pen.

Dalam penelitian ini penyandang disabilitas netra yang dimaksud adalah seseorang atau sekelompok orang yang mengalami ganguan penglihatan dalam artian yang tidak dapat mempergunakan atau tidak berfungsinya indera penglihatan yang dimilikinya baik sejak lahir maupun karena sebab tertentu.


(53)

29

D. Faktor-Faktor Penghambat Kesempatan Kerja Penyandang disabilitas Netra

Salah satu masalah sosial yang patut kita berikan perhatian penuh adalah masalah kesejahteraan penyandang disabilitas. Sampai saat ini, penyandang disabilitas menjadi kaum yang tidak begitu diakui layaknya orang normal. Selama ini masyarakat dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas sangat begitu jelas, lebih-lebih dalam hal pekerjaan. Penyandang disabilitas sering dianggap tidak bisa melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan standart orang normal, maka tidak heran jika banyak perusahaan yang masih sanksi dengan kemampuan dan hasil kerja para penyandang disabilitas.

Dalam mendapatkan suatu pekerjaan penyandang disabilitas terutama tuna netra mengalami hambatan, adapun hambatan yang di alami oleh oleh tuna netra dalam bekerja menurut Suharianto (2010:7 ), yaitu:

1. Faktor Internal

a. Keterbatasan Kemampuan

Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Menurut Mohammad Zain dalam Milman Yusdi (2010:10) mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Sedangkan Anggiat M. Sinaga dan Sri Hadiati (2001:34) mendefinisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif dan sangat berhasil.


(54)

Sementara itu, Robbin (2007:57) kemampuan berarti kepastian sesorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang, untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Keterbatasan kemampuan adalah keadaan dimana kita merasakan ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu seperti kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang, untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Kemampuan diartikan sebagai kapasitas individu ntuk mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu. Kemampuan keseluruhan seseorang pada hakekatnya terdiri dari faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kapasitas untuk melakukan kegiatan-kegiatan mental. Sedangkan keampuan fisik diartikan


(55)

31

sebagai kemampuan menjalankan tugas yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.

b. Minimnya Kesiapan Kerja

Pengertian kesiapan kerja adalah suatu keadan yang menunjukkan seseorang sudah siap sedia menggunakan tenaga atau kemampuannya dalam mengerjakan sesuatu baik sebagai karyawan maupun sebagai pencipta lapangan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja: 1. Memiliki pengetahuan yang luas

2. Keterampilan yang memadai

3. Mampu berkkomunikasi secara lisan maupun tulisan dengan baik 4. Memiliki motivasi yang kuat

5. Mau bekerja keras

6. Mampu bekerja secara cermat (Sunardi, 1992)

Secara singkat Sagir (1984:126) mengemukakan pengertian kesiapan kerja sebagai berikut:

1. Siap untuk dipakai atau dimanfaatkan dalam proses industry sebagai tenaga kerja yang professional dan mamapu bekerja secara produktif, sehingga mampu memperoleh balas jasa yang wajar untuk dapat hidup layak.


(56)

2. Faktor Eksternal

Selain faktor internal, faktor eksternal juga dapat menjadi penghambat kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas netra yaitu:

a. Minimnya Aksesibilitas Dari Orang Tua

Aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai orang, terhadap suatu objek, pelayanan atau lingkungan khususnya aksesibilitas dari orang tua bagi penyandang disabilitas netra. Minimnya aksesibilitas yang diberikan orang tua kebebasan untuk bersosialisasi dengan orang-orang sekitarnya membuat penyandang disabilitas netra kurang bergaul dengan lingkungannya sehingga mereka susah untuk mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan meskipun mereka sebenarnya mempunyai kemampuan yang mungkin sama dengan orang yang sempurna secara fisik.

b. Minimnya Aksesibilitas Dari Masyarakat

Sebagian besar penyandang disabilitas belum diperlakukan dan difasilitasi dipenuhi kebutuhannya khususnya oleh lingkungan masyarakat. Aksesibilitas dari masyarakat adalah akses atau kemudahan yang diberikan oleh masyarakat bagi penyandang disabilitas netra. Aksesibilitas tersebut adalah ketika penyandang disabilitas netra berhasil meyakinkan masyarakat disekitarnya baik dalam proses sosialisasi dan pergaulan sehari-hari serta menunjukkan kemampuannya terhadap jenis pekerjaan yang dimiliki kemudian masyarakat sudak cukup baik menerimanya.


(57)

33

Masyarakat tidak lagi memberikan stereotif negatif terhadap penyandang disabilitas netra.

c. Minimnya Aksesibilitas yang diberikan oleh Pemerintah

Aksesibilitas yang diberikan oleh pemerintah adalah kemudahan akses bagi penyandang disabilitas netra seperti aksesibilitas fasilitas publik, pendidikan, pelatihan-pelatihan yang berkualitas untuk menunjang kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, perlakuan dan persepsi yang keliru, kebijakan yang belum implementasinya belum mendukung meskipun sebenarnya sudah ada aturanya dalam Undang-Undang tentang penyandang disabilitas. Sehingga mengakibatkan para penyandang disabilitas netra rata-rata berpendidikan rendah, tidak mampu bersaing, tidak dapat mengakses kegiatan ekonomi produktif di masyarakat, dan akhirnya sebagian besar mereka hidup dalam kemiskinan/ketidakmampuan ekonomi.

d. Lapangan Pekerjaan Yang Sempit

Lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan dari usaha/perusahaan/instansi dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya membuat banyaknya penduduk usia produktif untuk bekerja namun tidak semua penduduk yang berusia produktif mendapatkan pekerjaan, justru malah sebagian banyak yang menganggur dikarenakan lapangan pekerjaan yang sempit. Hal ini juga lah yang menyebabkan salah satu faktor eksternal yang menghambat


(58)

penyandang disabilitas netra tidak memperoleh pekerjaan meskipun sebenarnya mereka mempunyai keterampilan dan kemampuan kerja yang tidak kalah dengan yang sempurna secara fisik.

Oleh kerena itu untuk dapat bersaing dengan para pekerja tidak cacat maka para penyandang disabilitas tertentu harus segala hal untuk dapat menampilkan potensi yang dimilkinya. Keterbatasan kemampuan seseorang dapat dilihat dari beberapa dimensi diantaranya dimensi ketidak lengkapan fisik, ketrampilan dan kemandiran karena terbatasnya akses serta dimensi penggalian potensi diri yang dimilki. Dilihat dari ketiga dimensi tersebut pada dasarnya dimensi ketrampilan, kemandirian serta potensi diri penyandang disabilitas tidak kalah bersaing dengan kelompok masyarakat yang lain. Dalam konteks ini apabila dicermati sudah ada beberapa penyandang acat yang mampu menyetarakan kemampuan kerjanya dengan kelompok masyarakat yang lain. Hanya saja ketersediaan sarana dan prasarana serta aksesibilitas yang diberikan juga mempengaruhi.

Namun permasalahan utama yang dihadapi penyandang disabilitas netra terlihat dari dimensi ketidaklengkapan fisik, yang terkadang membuat kemampuan mereka menjadi terbatas. Ketidaklengkapan fisik terkadang dijadikan alasan untuk menolak tenaga kerja penyandang disabilitas. Akibatnya penyandang disabilitas netra tidak memiliki kesempatan untuk mennjukan kemampuan kerja yang dimilikinya, padahal sebenarnya kelompok ini memiliki kemampuan yang sesuai dengan kualifikasi


(59)

35

pekerjaan yang tersedia. Jika dicermati hamper setia persyaratan penerimaan karyawan maupun tenaga kerja yang lain dimensi kelengkapan fisik ini menjadi petimbangan utama.

E. Faktor Stereotip Negatif

Stereotip adalah menyamaratkan citra kita tetang kelompok orang yang lain., terutama tentang karakteristik psikologis mereka atau cirri kepribadiannya. Stereotip merupakan bagian integral dan penting dari sebuah paket lengkap dari proses psikologis yang merupakan rasa percaya diri dan konsep diri. Sangat erat terkait dengan emosi, nilai, dan inti diri, dan dengan demikian sulit untuk mengubahnya

(http://arihdyacaesar.wordpress.com/2012/01/13/etnosentrisme-stereotip-dan-prasangka/).

Stereotip biasanya bersifat negative dan dinyatakan sebagai sifat-sifat kepribadian tertentu. Dalam kamus sosial stereotip diartikan sebagai citra yang dimilki sekelompok orang tentang sekelompok orang lainnya. Stereotip ini pada akhirnya akan menumbuhkan sikap yang negatif terhadap kelompok penyandang disabilitas. Johanes papu dalam artikelnya yang berjudul penyandang disabilitas dan pekerjaan menyatakan bahwa sikap merupak salah satu faktor yang menyeababkan penyandang disabilitas sering kali gagal dalam memperoleh kesempatan kerja. Dalam, kenyataan, sekarang ini masih banyak orang yang menganggap atau memberi stigma bahwa para penyandang disabilitas tidak memiliki


(60)

kualifikasi yang cukup untuk memegang suatu jabatan, lebih banyak merepotkan dan menambah pengeluaran perusahaan (karena harus menyediakan akomodasi atau fasilitas khusus) jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak cacat. Mereka kalah bersaing dengan rekan yang tidak cacat meskipun secara akademis penyandang disabilitas ternyata lebih unggul dari rekan tersebut.

F. Kerangka Pikir

Jumlah penduduk yang sangat besar apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang penting dan sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan disegala bidang. Tenaga kerja pada umumnya, penyandang disabilitas pada khususnya sebagai bagian dari jumlah penduduk juga merupaka aset nasional yang dapat didaya gunakan untuk keberhasilan pembangunan. Tantangan untuk menginegrasikan sumber daya manusia penyandang disabilitas dalam kegiatan ekonomi belum berhasil dicapai. Meskupin sudah ada peraturan perundangan dibidang ketenaga kerjaan namun implementasinya belum dioptimalkan.

Penyandang disabilitas memiliki perbedaan dan kemampuan yang khas, dan mereka berhak untuk memilih apa yang ingin dilakukan sesuai dengan kemampuan bukan berdasarkan kecacatan. Mereka, seharusnya juga memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan akses pendidikan, pelatihan kejuruan, penempatana kerja dan peluang untuk


(61)

37

mengambangkan usaha yang sama sebagaimana yang didapatkan warga lain yang tidak memiliki kekurangan.

Penyandang disabilitas netra adalah mereka yang mengalami gangguan, hambatan atau kelainan pada fungsi penglihatan sedemikian rupa, sehingga untuk bisa berkembang atau menjalankan fungsi hidupnya secara optimal memerlukan layanan khusus.

Dalam gegap gempitanya kehidupan dunia bisnis seringkali para penyandang disabilitas tidak mendapatkan perhatian yang cukup bahkan cenderung terlupakan. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Penyandang disabilitas yang mengatur kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pekerjaan, namun pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Dengan kondisi demikian artinya para penyandang tersebut terpaksa harus menggantungkan hidupnya dari bantuan keluarga atau pun institusi tertentu, yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi produktivitas kerja secara nasional.

Pemerintah juga telah mengatur tentang kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas sebenarnya sudah cukup memadai. Hal ini terbukti dengan adanya UU RI No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang disabilitas, yang dalam beberapa pasal juga mengatur tentang kesamaan dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 13 &14) lengkap dengan sanksi pidana dan administratif (Pasal 28 & 29). Menyikapi hal tersebut, tak dapat dipungkiri memang ada beberapa perusahaan atau lembaga yang


(62)

memberikan tanggapan positif dengan segera melaksanakan aturan tersebut, namun sebagian lagi nampaknya tetap seakan tidak peduli. Apalagi di tengah-tengah meningkatnya jumlah pengangguran akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sekarang ini, maka semakin sempit pula ruang bagi para pekerja penyandang disabilitas netra untuk mendapatkan pekerjaan.

Namun yang terjadi malah sebaliknya meskipun penyandang disabilitas memilki kemampuan dan potensi yang luar biasa dalam bidang tertentu tetap saja beragai anggapan negatif masih melekat erat di masyarakat sehingga ruang gerak untuk memasuki pekerjaan-pekerjaan disektor formal maupun informal masih relative kecil. Saat ini jenis pekerjaan yang banyak digeluti penyandang disabilitas masih terbatas pada sektor-sektor informal yakni sebagai tukang pijat.

Di Lampung sendiri masih sangat sedikit penyandang disabilitas netra yang masuk kesektor formal seperti perusahaan besar. Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat penyandang disabilitas netra untuk mendapatkan pekerjaan selayaknya orang sempurna secara fisik. Faktor-faktor tersebut adalah yang pertama Faktor-faktor internal yang mana Faktor-faktor ini berasal dari dalam diri individu itu sendiri seperti kemampuan apa yang ia miliki dan seberapa besar kesiapan kerja yang dimiliki oleh penyandang disabilitas netra itu sendiri.


(63)

39

Apabila seorang penyandang disabilitas netra tidak memiliki hard skill dan soft skill yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan maka mereka akan sulit untuk mendapatkan kesempatan untuk bekerja seperti orang-orang yang sempurna secara fisik. Yang kedua faktor eksternal yang mana faktor ini adalah faktor yang berasal dari luar seperti keluarga, masyarakat dan pemerintah. Saat ini baik keluarga, masyarakat, maupun pemerintah masih sangat kurang untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas netra. Kondisi inilah yang menjadi menarik untuk diteliti apakah faktor internal ataupun faktor eksternalS yang sebenarnya menjadi penghambat kesekpatan kerja bagi penyadang disabilitas netra.

Sedangkan dengan adanya peraturan dan fakta-fakta yang menunjukan bahwa penyandang disabilitas memiliki kemampuan dan potensi yang beragam tapi untuk masuk ke sektor formal presentasenya sangat sedikit jadi faktor-faktor apa yang menjadi penghambat kesempatan kerja penyandang disabilitas netra di sector formal maupun informal.

Untuk mengkaji permasalahan ini dari paradigma definisi sosial dengan menggunakan teori fenomenologis yang hadir untuk memahami makna subyaktif manusia yang di atributkan atau dikenakan pada tindakan-tindakan dan sebab-sebab obyektif serta konsekuensidari tindakan-tindakannya. . Menurut Edmund Hursell seorang tokoh fenomenologi, fenomenologi yaitu selalu berupaya ingin mendekati realitas tidak melalui


(64)

argumen-argumen, konsep-konsep atau teori umum. Dalam fenomenologi, ilmu pengetahuan muncul karena apa yang sudah diketahui secara spontas dan langsung disusun dan diatur secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu yang bersifat baku. Teori ini menekankan pada 4 unsur penting yakni:

1. Perhatian terhadap aktor.

2. Memusatkan perhatian kepada kenyataan yang penting atau pokok dan kepada sikap yang wajar atau alamiah.

3. Memusatkan perhatian kepada masalah mikro.

4. Pemperhatikan pertumbuhan, peubahan dan proses tindakan.

Dengan keempat unsur tersebut pengkajian terhadap faktor penghambat kesempatan kerja penyandang disabilitas netra benar-benar dapat dikaji secara benar-benar, sistematis dan mengetahui bagaimana pengaruh faktor penghambat kesempatan kerja terhadap penyandang disabilitas netra.

Misalnya seorang penyandang disabilitas netra ingin bekerja disebuah perusahaan atau disektor formal, tetapi mengapa banyak penyandang disabilitas netra yang gagal memperoleh pekerjaan meski sudah diatur sedemikian rupa dalam perangkat perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia usaha/kerja sikaplah yang mendasari berbagai perilaku kerja. Dalam kenyataan, sekarang ini masih banyak orang yang menganggap atau memberi stigma bahwa para penyandang disabilitas tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk memegang suatu jabatan, lebih banyak merepotkan dan menambah


(65)

41

pengeluaran perusahaan (karena harus menyediakan akomodasi atau fasilitas khusus) jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak cacat.

Hal-hal inilah yang seringkali membuat para pelamar yang kebetulan penyandang disabilitas gagal diterima bekerja bahkan sebelum mereka sempat menunjukkan kualifikasinya (contoh: lamaran tidak ditanggapi, tidak dipanggil untuk test atau wawancara padahal sudah memenuhi ketentuan persyaratan jabatan). Mereka kalah bersaing dengan rekan yang tidak cacat meskipun secara akademis sang penyandang disabilitas ternyata lebih unggul dari rekan tersebut. Melalui hasil penelitian ini, maka akan dibuktikan bahwa apakah faktor yang menghambat kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas netra.


(1)

151

aksesibitas dari masyarakat juga penting karena masyarakatlah yang

memberikan respon negatif maupun respon positif terhadap mereka seperti

halnya saat masyarakat mau mengakui kemampuan yang mereka miliki

sehingga masyarakat percaya bahwa mereka juga bisa bekerja seperti

halnya mereka yang sempurna secara fisik.

5. Selanjutnya aksesibilitas dari pemerintah, pemerintah adalah yang

paling berpengaruh karena jika pemerintah sudah memberikan sarana dan

prasara yang memudahkan mereka untuk menuju tempat-tempat umum

maka akan mempermudah mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Yang

terakhir adalah lapangan pekerjaan yang sempit, karena semakin

banyaknya para pencari kerja dengan lapangan pekerjaan yang tidak

bertambah maka menyebabkan lapangan pekerjaan itu semakin sempit

sehingga mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka


(2)

152

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang di uraikan di atas, peneliti memberikan

saran yaitu :

1.Para penyandang disabilitas netra seharusnya mengembangkan

kemampuan yang telah mereka miliki tidak hanya berpatokan dengan

kemampuan memijat saja. Sehingga pada nantinya mereka memiliki

kehidupan yang lebih baik dengan pekerjaan yang lebih baik pula.

2. Kesiapan kerja juga harus diperhatikan karena dalam melamar pekerjaan

kesiapan kerja adalah kunci utama sehingga mereka harus

mempersiapkan diri dalam melamar pekerjaan.

3. Orang tua sebaiknya memberika aksesibilitas yang dibutuhkan oleh

anaknya baik aksesibilitas berupa barang ataupun berupa dukungan

mental agar anak tidak minder dan mau bersosialisasi dengan orang

lain. Selain itu orang tua juga harus sadar akan pentingnya pendidikan

bagi anaknya untuk masa depannya.

4. Masyarakat juga harus sadar bahwasanya penyandang disabilitas netra

juga butuh dukungan dari masyarakat seperti tidak mendiskriminasi

atau memandang sebelah mata penyandang disabilitas netra.

5. Pemerintah juga bagian penting bagi penyandang disabilitas netra,

pemerintah seharusnya lebih memperhatikan lagi apa yang dibutuhkan

oleh penyandang disabilitas netra. Seperti sarana dan prasana yang

memungkinkan untuk dituju oleh penyandang disabilitas netra. Dan


(3)

153

tidak hanya memberikan kesempatan bagi yang sempurna secara fisik


(4)

Daftar Pustaka

Buku:

Esmara, H (1986), Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja Dan Perkembangan Ekonomi. UI Press. Jakarta.

Kriyantono, Rachmat. 2008. Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group.

Sagir Soeharsono. 1984. Membangun manusia karya: masalah ketenagakerjaan dan pengembangan sumber daya manusia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Sagir, Soeharsono. (1985). Kesempatan Kerja. Ketahanan Nasional Dan Pembangunan Manusia Seutuhnya, Alumni Bandung.

Saptari, Ratna dan Brigitte M. Holzner (1997), Perempuan, kerja, dan perubahan sosial: sebuah pengantar studi perempuan, Volume 1. Pustaka Utama Grafiti.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES, Jakarta.

Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: LSP-STKS.

Sukirno, Sadono. (1981). Pengantar Teori Ekonomi Modern (Edisi 2). Jakarta. PT. Raja Gravindo Persada.


(5)

Sumber Lain:

Yudhi Dzulfadli. 2 April 2005.Pusat Studi Kecacatan.

http://www.ruang.org/studi-kecacatan/arsip/setia-ap/engubah-satuan.doc diakses pada tanggal 3 November 2013.

Depsos RI, http://www. Depsos RI, 1996, 17.html diakses pada tanggal 3 November 2013.

bphn.go.id hal 74-76. 2011. http://Ambulangsih, 2007; Priyadi 2006; Annisa 2005 diakses pada tanggal 3 November 2013.

http://www.bphn.go.id/data/documents/lit-2011-2.pdf. diakses pada tanggal 3 November 2013.

Ettypapayunganunhas. 2010. Bab 1 Jurnal Pemberdayaan Penyandang Cacat Melalui Program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat.

http://www.damandiri.or.id/file/ettypapayunganunhasbab1.pdf diakses pada tanggal 3 November 2013.

Reza A.A Wattimena. 7 Maret 2011. Makna Kerja dalam Hidup Manusia. http://rumahfilsafat.com/2011/03/07/makna-kerja-dalam-hidup-manusia/ diakses pada tanggal 3 November 2013.

Daisy. Yayasan Mitra Netra.

http:www.mitranetra.or.id/arsipindex.asp?kat=Pendidikan&id=6110301. Diaksesa pada tanggal 3 November 2013.

Evakasim. 18 Januari 2005. Tinjauan Terhadap Kebijakan Integrasi Sosial Penyandang Cacat Ke Dalam Mainstream Masyarakat. http://www.evakasim blogspot.com/2005). Diakses pada tanggal 4 November 2013.

Bisosal.2012. 4 UNSUR TEORI FENOMENOLOGI (Phenomenological Sociology)


(6)

http://www.bisosial.com/2012/06/teori-fenomenologi-phenomenological.html diakses pada tanggal 4 november 2013.

sitiafnirohmani. 2012. Filsafat Fenomenologi

http://id.wikipedia.org/wiki/Fenomenologi diakses pada tanggal 5 november 2013.

Arihdya Caesar's Blog.2012. Etnosentrisme, Stereotip, dan Prasangka. http://arihdyacaesar.wordpress.com/2012/01/13/etnosentrisme-stereotip-dan-prasangka/ diakses pada tanggal 5 november 2013.

suhariyanto. 7 Januari 2010. Analisis Peluang dan Penghambat Kesempatan Kerja Bagi Penyandang Cacat.

http://Suhariyanto.blogspot.com/2010/01/analisis-peluang-dan-penghambat.html?m=1 diakses pada tanggal 6 november 2013.

bamperxii. 2008. Pengertian Tunanetra.

http://bamperxii.blogspot.com/2008/11/pengertian-tunanetra.htmls. diakses pada tanggal 6 november 2013.

http://id.m.wikipedia.orgwiki/aksesibilitas. diakses pada tanggal 6 november 2013.

Johanes Papu. 2012. Penyandang Cacat dan Pekerjaan.

http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=155 diakses pada tanggal 24 November 2013.

Ruchyta Ranti . 2012. Buta Menurut Kategori WHO 2.

http://www.scribd.com/doc/86751736/Buta-Menurut-Kategori-WHO-2 diakses pada tanggal 24 November 2013.

http:www.hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_1997.pdf. diakses pada tanggal 07 Februari 2014.