55
Sejak saat itu si bayi telah melakukan hubungan dengan orang lain, terutama dengan ibunya dan dengan anggota keluarga lainnya. Meskipun masih sepihak,
artinya dari orang-orang lebih tua terhadap dirinya hubungan sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial dan bantuan dari anggota keluarga lain, terutama
dari ibunya si bayi, si bayi tidak akan berdaya dan tidak mampu berkembang menjadi manusia dewasa. Selanjutnya dalam pertumbuhan dan perkembangan
jasmani, rohani sesuai dengan penambahan umur serta pengalaman terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya makin berkembang dan meluas. Hal tersebut
membutuhkan atau terbina melalui pengetahuan sosial, hanya tentu saja berkenaan dengan namanya, sangat tergantung pada pernah sekolah atau tidak. Sebutan
sebagai pengetahuan sosial atau resminya Ilmu Pengetahuan Sosial IPS baru diketahui secara formal ketika kita bersekolah. Dengan demikian maka Ilmu
Pengetahuan Sosial IPS dianggap sebagai ilmu yang mempelajari tentang manusia serta untuk mempolakan sejauh mana manusia itu berhubungan dengan
orang lain dalam suatu kelompok.
2.6 Penelitian yang Relevan
Penelitian Abdullah 2009 tentang analisis hermeneutik teks pidato Bung Karno dalam perspektif psikologi persuasi menjelaskan bahwa ada sinkronisasi
antara pilihan kata dan kalimat yang digunakan Soekarno untuk melakukan bujukan atau ajakan kepada rakyat dalam rangka mengusir penjajah, atau kita
sebut proses persuasif. Faktor yang mempengaruhi emosi pembaca, massa ketika mendengarkan atau membaca pidatonya Bung Karno disebabkan oleh
berbagai hal sesuai sudut pandang hermeneutika dialektis dan hermeneutika historis.
56
Penelitian Firmansyah 2011 yang berjudul: “Konstruksi realitas teks pidato indonesia menggugat tentang imperialisme dan kapitalisme oleh Sukarno
Tahun 1930 ditinjau dari analisis wacana kritis” menjelaskan bahwa dimensi teks menunjukan bahwa Bung Karno seorang orator ulung serta pemakai bahasa
yang baik. Setiap pemilihan kata, bahasa maupun kalimat yang dipakai Bung Karno memiliki arti makna yang dalam, tegas dan detil dalam menjelaskan
sesuatu. Dimensi kognisi sosial Bung Karno menunjukan Bung Karno sebagai kaum intelektual, kaum pergerakan, seorang jawa,seorang yang sangat mencintai
ranah air dan rakyatnya, dan seorang yang baik dalam beragama. Dimensi konteks sosial, bahwa wacana yang berkembang dalam masyarakat pada waktu itu
merupakan hasil propaganda yang dilakukan pemerintah Belanda dan agitasi yang selama ini dilakukan Bung Karno. Meskipun beraneka ragam wacana yang
berkembang pada masyarakat, masyarakat pribumi tetap mendukung Bung Karno sebagai pemimpin mereka. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa
faham Imperialisme dan Kapitalisme, faham penyebab terjadinya penjajahan yang ada di muka bumi, bahwa sejarah perjalanan dunia memang mengatakan
demikian. Teks Indonesia Mengggugat suatu bentuk konsistensi Bung Karno melawan kedua faham itu.
2.7 Kerangka Pikir
Salah satu bentuk kemasan bahasa yang dapat dijadikan media untuk menyampaikan pesan adalah pidato. Dalam konteks sejarah bangsa Indonesia
kemampuan pidato Bung Karno telah mampu membuka mata publik tentang kepiawaian Bung Karno dalam beretorika, di dalam pidatonya disamping intonasi,
57
performance, kewibawannya, pilihan kata, gaya bahasa dan kharisma yang terpancar dari sang Proklamator, dia menuangkan ide-idenya baik di dalam lisan
atau tulisan memakai prinsip-prinsip persuasi. Massa tidak hanya tercengang dan taat dengan apa yang dikatakan, akan tetapi selain pilihan katanya yang mampu
menyentuh hati masyarakat Indonesia, dia juga sangat pandai membujuk orang lain ke cara berpikirnya Rahmat, 2004: 11
Untuk itu penulis tertarik mengkaji kembali pidato atau retorika Bung Karno yang telah mampu menggerakkan jiwa rakyat untuk mengusir penjajah dari Indonesia,
sekaligus bagaimana dengan pidato atau kemampuan retorikanya mampu meyakinkan dan mempengaruhi dunia Internasional yang kemudian dengan
kemahiran pidato atau retorikanya mampu menghantarkan dirinya membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia serta mampu menghantarkan dirinya duduk
menjadi orang Indonesia nomor satu.
Dalam berkomunikasi tentunya setiap manusia memiliki tujuan. Teknik dan cara orang dalam berkomunikasi pun beragam dalam menyampaikan suatu
tujuan, dimana dalam setiap kegiatan komunikasi manusia pasti menyisipkan tujuan-tujuan tertentu pada setiap proses komunikasi, baik itu disadari maupun
tidak. Bahkan baik dalam komunikasi verbal maupun nonverbal tujuan komunikasi pun dapat disisipkan pula di dalamnya, turut menjadi tempat
penyisipan tujuan
komunikasi yang
menjelaskan atau
menggambarkan terjadinya sebuah peristiwa Heryanto dalam Sobur, 1999:115
Materi pidato yang tersusun dan bertujuan untuk memaparkan ide dan pemikiran pembuatnya terbentuk dari motivasi atau kepentingan subjektif
58
tertentu, baik yang rasional maupun irasional. Terlepas dari apapun motivasi atau kepentingannya, kalimat yang dituturkannya tidaklah dapat dimanipulasi
semau-maunya oleh yang bersangkutan. Kalimat itu hanya dibentuk, hanya akan bermakna, selama ia tunduk pada sejumlah aturan gramatika yang berada
di luar kemauan, atau kendali pembuat pidato.
Bila mengkaji tentang materi melalui konstruksi makna yang dispesifikasi pada nilai sosial dan nilai kejuangan dengan objek pidato Bung Karno akan
tampak disana mengenai seluk beluk dan gambaran faktual tentang kondisi dan situasi pada saat itu yang dapat dikonstruksi dari materi pidato Bung Karno .
Bahwasanya bahasa atau susunan kata yang disampaikan dalam pidato tersebut difungsikan untuk mempresentasikan realitas dan digunakan untuk berbagai
kepentingan terkait dengan realitas tersebut Eriyanto, 2009:21
Dalam dimensi
keterampilan berbahasa
kontruksi pidato
Bung Karno
merupakan gambaran bagaimana struktur teks dan strategi yang dipakai dapat menegaskan tema tertentu, untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa
yang merupakan dan bentuk kemampuan Bung Karno dalam menulis dan berbicara dari sumber pemikirannya dengan maksud dan tujuan tertentu,
menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok, menjelaskan gagasan atau peristiwa tertentu. Kemampuan tersebut tidak terlepas dari kemampuan
kognitif pada level kognisi sosial dimana pembuat teks memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang ditulisnya.
Melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial maka praktik ini bisa menampilkan ideologi, dapat memproduksi dan