Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan)

(1)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

EVALUASI TERHADAP KINERJA KEMITRAAN

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III

DENGAN USAHA KECIL

(Kasus: Kota Medan)

SKRIPSI

BILLY AGRIVA SINULINGGA 040309006

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

ABSTRAK

Billy Agriva Sinulingga (040309006), dengan judul

Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara). Penelitian

ini dilaksanakan pada tahun 2009 dan dibimbing oleh

Bapak Ir. Yusak Maryunianta, MSi dan Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, Msi.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui pola kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.

2. Mengevaluasi kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.

3. Mengetahui peran kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.

4. Mengetahui masalah apa saja yang terdapat pada kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.

Daerah penelitian ditentukan secara Purposive (sengaja) yaitu di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dan metode penarikan sampel yang digunakan adalah Stratified Random Sampling yaitu berdasarkan jumlah penjualan Usaha Kecil pertahun, jumlah sampel yang diambil sebanyak 57 Usaha Kecil. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah dana kemitraan yang bersumber dari penyisihan laba PTPN III disalurkan sebagai pinjaman berupa modal kerja untuk membiayai hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan.

2. Kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil termasuk memiliki kinerja yang tinggi.

3. PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil memiliki peran masing-masing dalam kemitraan ini.

4. Terdapat beberapa masalah dalam kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil.


(3)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

RIWAYAT HIDUP

Billy Agriva Sinulingga, dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 19 Mei 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara

dari Bapak Bahagia Sinulingga, SE dan Ibu Anita Chairani Br. Sembiring. Jenjang Pendidikan:

1. Tahun 1992 masuk SD Inpres No. 112145 Rantau Parapat dan tamat pada tahun 1998.

2. Tahun 1998 masuk SLTP Negeri 1 Tebing Tinggi dan tamat pada tahun 2001. 3. Tahun 2001 masuk SMU Negeri 1 Medan dan tamat pada tahun 2004.

4. Tahun 2004 diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

5. Bulan Juni - Juli Tahun 2008 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Nagori Purba Dolok Kecamatan Silima Kuta Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara.

6. Tahun 2009 melakukan penelitian skripsi di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) USU.


(4)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan

Nusantara III dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan, Provinsi Sumatera

Utara)”.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang melimpahkan kasih dan anugerahNya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Yusak Maryunianta, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingannya pada saat penyusunan usulan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen Sosial

Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Sekretaris Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Sosial Ekonomi

Pertanian khususnya dan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada umumnya.


(5)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

6. Kepala Bagian, Kepala Urusan dan seluruh staf dan karyawan yang ada di Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) PT. Perkebunan Nusantara III Medan, yang telah memberikan informasi serta dukungan selama penulis mengerjakan skripsi ini.

7. Seluruh pengelola usaha kecil di Kota Medan yang menjadi sampel pada penelitian ini, yang telah memberikan informasi serta dukungan selama penulis mengerjakan skripsi ini.

8. Ayahanda Bahagia Sinulingga, SE dan Ibunda Anita Chairani Br. Sembiring, adik-adik tercinta Beby Andrea dan Frisky Agashi, Nek Bulang Drs. B. Sembiring dan Nek Karo N. Br. Karo, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa

kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

9. Sahabat-sahabat yang telah membantu penulis selama pengerjaan skripsi ini (Ky, Lilid dan Eci), teman setia di kede kopi (Fajar Ireng dan Jelput), teman satu Dosen Pembimbing (Erdina dan Roma) serta teman-teman Mahasiswa SEP 04’ dan juga kepada Lias Karina Br. Ginting yang selalu memberikan semangat dan mendukung penulis dalam doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(6)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan kualitas skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih untuk pembaca, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2009


(7)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

DAFTAR ISI

Hal ABSTRAK ... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Hipotesis Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Kemitraan ... 8

Kinerja ... 12

Evaluasi ... 14

Landasan Teori ... 24

Kerangka Pemikiran ... 27

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel ... 30

Metode Penarikan Sampel ... 31

Metode Pengumpulan Data ... 32

Metode Analisis Data ... 32


(8)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK ANGGOTA SAMPEL

Sejarah Perusahaan ... 37 Keadaan Fisik dan Geografis ... 38

Struktur Organisasi Bagian Kemitraan

dan Bina Lingkungan (KBL) ... 39 Karakteristik Anggota Sampel ... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil

di Daerah Penelitian ... 41 Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil

di Daerah Penelitian ... 42 Peran Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil

di Daerah Penelitian ... 47

Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil dalam Kemitraan dan Upaya-upaya yang Dilakukan

Untuk mengatasi Masala-masalah Tersebut ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 52 Saran . ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Penyebaran Mitra Binaan di Kota Medan ... 30

2. Jumlah Sampel Penelitian Kemitraan PT.Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil Dilihat dari Jumlah Penjualan Per Tahun ... 32

3. Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil ... 33

4. Skor Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil ... 34

5. Karakteristik Sampel Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil ... 40

6. Penilaian Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil di Daerah Penelitian ... 43

7. Penilaian Kinerja Kemitraan Tahun 2008 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN ... 44

8. Dana Kemitraan dan Mitra Binaan PTPN III Selama 3 Tahun Terakhir ... 46


(10)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Siklus Sistem Evaluasi Pengembangan ... 16 2. Model Evaluasi ... 23 3. Skema Kerangka Pemikiran ... 29 4. Struktur Organisasi Bagian Kemitraan


(11)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Karakteristik Sampel Kemitraan PTPN III

dengan Usaha Kecil ... 56

2 a. Daftar Pertanyaan Mengenai Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil ... 58

b. Jawaban Responden atas Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil (Context) ... 61

c. Jawaban Responden atas Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil (Input) ... 63

d. Jawaban Responden atas Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil (Process) ... 65

e. Jawaban Responden atas Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil (Product) ... 67

3 a. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Tahun 2006 ... 69

b. Tingkat Efektivitas Pengembalian Dana Tahun 2006 ... 70

c. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Tahun 2007 ... 72

d. Tingkat Efektivitas Pengembalian Dana Tahun 2007 ... 73

e. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Tahun 2008 ... 75


(12)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan Indonesia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi yang ditunjukkan oleh kemajuan fisik yang sangat menakjubkan. Beberapa indikator penting yang mencerminkan keberhasilan pembangunan tersebut antara lain berkurangnya jumlah penduduk miskin secara drastis dan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Sebagai ilustrasi makin membaiknya taraf hidup rakyat adalah meningkatnya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup serta tingkat pendidikan yang semakin baik (Hafsah, 2000).

Dalam pembangunan ekonomi, pola kemitraan merupakan perwujudan cita-cita untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong yang dibentuk antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar dan kemampuan teknologinya bersama petani golongan lemah serta miskin yang tidak berpengalaman. Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas dan usaha atas kepentingan bersama. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dianggap sebagai usaha yang menguntungkan, terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan nasional jangka panjang (Darmono, 2004).

Program kemitraan ini sudah banyak diterapkan oleh perusahaan, salah satunya adalah PT Pos Indonesia. Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara, PT Pos Indonesia berkewajiban menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk melaksanakan program kemitraan. PT Pos Indonesia melaksanakan program


(13)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

kemitraan dengan usaha kecil yang tidak memiliki keterkaitan usaha seperti perdagangan, jasa, dan industri (Saputro, 2008).

Bentuk program kemitraan yang dilaksanakan PT Pos Indonesia Provinsi Lampung adalah pinjaman modal umum dengan Pola Inti Plasma. Pengelolaan dana pinjaman modal dalam program kemitraan berasal dari penyisahan laba 2% BUMN tersebut dan dana yang berputar dari pengembalian program kemitraan tahun sebelumnya. Dalam program kemitraan ini, PT Pos Indonesia selaku inti (BUMN Pembina) membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra binaan yang menjadi plasmanya melalui pembiayaan berupa pinjaman modal (Saputro, 2008).

Begitu juga dengan PT. Perkebunan Nusantara VII yang melaksanakan program kemitraan dengan usaha kecil dari berbagai sektor sebagai mitra binaan. Penelitian ini ditujukan untuk mengukur Efektivitas Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara VII terhadap masing-masing sektor perdagangan, jasa dan industri Tahun 2008 (Fitriana, 2008).

Kesimpulan dari kemitraan ini bahwa Program Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara VII efektif tinggi sebesar 79.35% terhadap mitra binaan sektor perdagangan, efektif tinggi 81.72% terhadap mitra binaan sektor jasa dan efektif tinggi sebesar 84.69% terhadap mitra binaan sektor industri (Fitriana, 2008).

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemitraan dapat membawa dampak positif bagi perkembangan ekonomi di Indonesia, khususnya perkembangan ekonomi pada usaha kecil dan menengah.

Strategi pembangunan di negara sedang berkembang masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi atau growth oriented strategy. Strategi tersebut


(14)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

berpusat pada investasi modal luar negeri yang cukup besar di beberapa sektor seperti industri dan pertambangan, sedangkan pemerintah mengarahkan modalnya pada sektor pedesaan (Dieter Evers dan Sumardi, 1982).

Dalam memacu pembangunan saat ini pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada swasta untuk berperan serta di berbagai sektor pembangunan. Peran swasta sangat diharapkan terutama untuk pembangunan di bidang-bidang yang menjadi pemicu untuk menghasilkan devisa, menyerap tenaga kerja, mempercepat pembangunan wilayah dan meningkatkan pendapatan masyarakat (Hafsah, 2000).

Di samping swasta pelaku ekonomi lainnya yang diharapkan berperan serta dalam pembangunan adalah Badan Usaha Milik Negara dan usaha kecil/koperasi. Ketiga pelaku ekonomi ini memang diisyaratkan sebagai Tri Tunggal pelaku pembangunan seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Khusus swasta, dari skala ekonominya dikenal skala ekonomi besar, menengah dan kecil. Sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar. Mayoritas pelaku ekonomi Indonesia adalah pengusaha dengan omset penjualan tahunan jauh di bawah Rp 1 milyar per tahun yang dikenal dengan istilah pengusaha kecil atau small enterprises termasuk juga usaha kecil sekali seperti kaki lima, bakul, warung-warung dan kegiatan usaha rumah tangga yang disebut micro enterprises (Hafsah, 2000).

Persaingan bisnis saat ini dirasakan semakin berat, ditambah lagi dengan kehadiran pemain-pemain global yang sangat terasa dampaknya pada usaha kecil


(15)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

di Indonesia. Usaha kecil di sektor perdagangan eceran misalnya semakin terpuruk dengan hadirnya para raksasa ritel internasional. Pengusaha kecil perdagangan eceran perlu bekerja keras bersama-sama dengan pengusaha kecil lainnya dan menjadikannya mitra yang bisa dipercaya, bukannya sebagai pesaing. Ilustrasi di atas hanyalah salah satu contoh kasus dimana kemitraan dianggap perlu sebagai solusi untuk memenangkan persaingan bisnis di salah satu sektor usaha kecil. Ada banyak kasus serupa di sektor usaha kecil lainnya yang bisa diatasi dengan program kemitraan (Harijanto, 2008).

Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah kesenjangan ini adalah melalui kemitraan usaha antara yang besar dan yang kecil, antara yang kuat dan yang lemah. Melalui kemitraan diharapkan dapat secara cepat bersimbiose mutualistik sehingga kekurangan dan keterbatasan pengusaha kecil dapat teratasi. Di samping itu sekaligus diharapkan dapat mempercepat kemampuan golongan ekonomi lemah, memecahkan masalah pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat (Hafsah, 2000).

Kemitraan yang ingin diwujudkan dengan misi utamanya adalah membantu memecahkan masalah ketimpangan dalam kesempatan berusaha, ketimpangan pendapatan, ketimpangan antar wilayah, ketimpangan kota dengan desa. Kemitraan yang dibangun atas landasan saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan fungsi dan tanggung jawab yang sesuai dengan kemampuan dan proporsi yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut (Hafsah, 2000).

Salah satu lembaga yang melaksanakan program kemitraan di Sumatera Utara adalah Bidang Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) PT.


(16)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Perkebunan Nusantara III. Sebagaimana yang diamanatkan Pemerintah selaku pemegang saham melalui Kementrian BUMN, selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. Perkebunan Nusantara III yang bergerak pada core business tanaman perkebunan di wilayah Provinsi Sumatera Utara, juga bertugas sebagai pelaksana program kemitraan dengan usaha kecil.

Dengan adanya program kemitraan yang dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara III, usaha kecil yang ada di sekitar wilayah PT. Perkebunan Nusantara III yang ikut ambil bagian dalam program tersebut diharapkan dapat berkembang menuju ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti bagimana kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu: Bagaimana pola kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian? Bagaimana kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian? Apa peran kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian? Masalah apa saja yang terdapat pada kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian?


(17)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Tujuan Penelitan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian, untuk mengevaluasi kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian, untuk mengetahui peran kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian dan untuk mengetahui masalah apa saja yang terdapat pada kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah dana kemitraan yang bersumber dari penyisihan laba PTPN III disalurkan sebagai pinjaman berupa modal kerja untuk membiayai hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan. Kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah baik. Ada beberapa peran kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil. Ada beberapa masalah yang dihadapi antara PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil dalam bermitra.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan untuk pengembangan


(18)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(19)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

TINJAUAN PUSTAKA

Kemitraan

Dalam UU tentang Usaha Kecil Nomor 9 Tahun 1995, konsep kemitraan dirumuskan dalam pasal 26 sebagai berikut:

1. Usaha menengah dan usaha besar melaksanakan hubungan kemitraan dengan usaha kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha.

2. Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.

3. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan

pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.

4. Dalam melaksanakan hubungan ke dua belah pihak mempunyai

kedudukan hukum yang setara (Anoraga dan Sudantoko, 2002).

Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Proses ini harus benar-benar dicermati sejak awal sehingga permasalahan yang timbul dapat diketahui baik besarnya permasalahan maupun langkah-langkah yang perlu diambil. Disamping itu perubahan peluang dan pangsa pasar yang timbul dapat segera diantisipasi sehingga target yang ingin dicapai tidak mengalami perubahan. Rangkaian urutan


(20)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

proses pengembangan kemitraan merupakan suatu urutan tangga yang ditapaki secara beraturan dan bertahap untuk mendapatkan hasil yang optimal (Hafsah, 2000).

Komitment perusahaan terhadap masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dari kegiatan perusahaan. Membangun masyarakat yang sehat dan kinerja yang tinggi merupakan tujuan setiap perusahaan, sehingga perusahaan akan terus berupaya mencapai pengakuan, termasuk dalam kepedulian masyarakat. Indonesia adalah salah satu negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, termasuk sumber daya alam yang berdampingan bahkan milik langsung dari masyarakatnya. Dengan demikian, banyak perusahaan beroperasi pada lahan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan hajat hidup orang banyak. Dalam keadaan seperti ini, perusahaan akan dengan mudah memberikan kemampuan tanggung-jawab sosialnya kepada masyarakat, namun dilain sisi, perusahaan juga bisa saja mengalami dilema dalam melakukan kegiatan sosial ini akibat banyaknya permintaan dan motivasi tertentu dari masyarakat itu sendiri (Informasi Training, 2009).

Untuk mencapai keberlangsungan, lahirlah konsep yang dikenal sebagai

Corporate Social Responsibility (CSR). Dimana CSR merupakan suatu konsep

terintegrasi yang menggabungkan aspek bisnis dan sosial dengan selaras agar perusahaan dapat membantu tercapainya kesejahteraan stakeholders, serta dapat mencapai profit yang maksimum yang dapat meningkatkan harga saham (Tresnawati, 2008).

Coorporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban


(21)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Terbatas (UUPT). Dengan adanya UU ini, maka perusahaan, industri atau korporasi-korporasi wajib untuk melaksanakannya atau dengan kata lain, sebuah korporasi juga dituntut untuk memperhatikan aspek sosial, dan lingkungan selain daripada aspek keuangannya. Namun demikian, CSR belum seluruhnya dilakukan oleh setiap korporasi, oleh karena CSR dianggap tidak mampu memberikan dampak keuntungan keuangan dalam jangka pendek dan mungkin juga karena ketidak-tahuan dalam mengelolah CSR dengan baik. Coorporate Social

Responsibility (CSR) adalah merupakan tanggung jawab sosial perusahaan

dimana terdapat keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan (Informasi Training, 2009).

Perkembangan dalam dunia bisnis secara global telah diikuti oleh peningkatan kesadaran publik akan tanggungjawab perusahaan, terutama dalam 40 tahun terakhir. Indikator keberhasilan perusahaan dalam memenangkan persaingan di dalam dunia bisnis adalah profit dan pertumbuhan. Kini perusahaan tidak hanya bertujuan mencapai profit dan pertumbuhan, tetapi juga keberlangsungan dimana untuk mencapainya, perusahaan dituntut untuk menunjukkan rasa tanggungjawab dan kepedulian terhadap isu-isu sosial baik di

dalam perusahaan maupun yang berkembang di dalam masyarakat

(Tresnawati, 2008).

Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara III memiliki fungsi utama melaksanakan fungsi manajemen dalam pemanfaatan dana kemitraan dan bina lingkungan, sehingga terwujud misi perusahaan sebagai perwujudan Coorporate Social Responsibility di lingkungan Wilayah Usaha Perusahaan.


(22)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Adapun yang menjadi tugas Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan adalah:

1. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan

dan Bina Lingkungan untuk diusulkan ke Meneg BUMN.

2. Menyusun Strategic Planning (SP) dan Rencana Jangka Panjang (RJP) di Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan.

3. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Biaya

Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan.

4. Menjalin dan membina hubungan baik dengan stake holder dan

instansi terkait.

5. Melaksanakan Evaluasi Kinerja Bidang Kemitraan dan Bina

Lingkungan.

6. Melaksanakan Sistem Manajemen PT. Perkebunan Nusantara III

(SM-PN3).

7. Melaksanakan Sistem Penilaian Karya (SPK).

8. Menyampaikan Laporan Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang meliputi laporan berkala, baik triwulan, semester, dan tahunan kepada Menteri terkait maupun Koordinator BUMN Pembina.


(23)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Manfaat kemitraan bagi PTPN III:

1. Mengangkat pamor dan kredibilitas perusahaan (PTPN III).

2. Salah satu upaya dalam membentuk hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar (masyarakat tidak lagi meminta sumbangan atau menjarah hasil produksi dan properti milik PTPN III).

3. Adanya kepuasan secara sosial karena dapat membantu

masyarakat.

Manfaat kemitraan bagi Usaha Kecil: 1. Meningkatkan volume produksi. 2. Meningkatkan pendapatan. 3. Mengembangkan Usaha Kecil. 4. Membuka lapangan pekerjaan. 5. Menjadi mandiri.

Kinerja

Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu lembaga atau perusahaan dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.


(24)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Peranan manajemen indikator kinerja antara lain:

1. Sebagai alat untuk memastikan pemahaman para pelaksana terhadap ukuran yang digunakan untuk mencapai kinerja.

2. Sebagai sarana untuk memonitor sejauhmana upaya yang telah dilakukan mendekati pencapaian kinerja yang telah direncanakan. Oleh karena itu, jika terdapat tanda-tanda deviasi dari kinerja yang direncanakan, maka dapat dilakukan upaya penyesuaian/ penyempurnaan terhadap langkah pelaksanaan kegiatan.

3. Sebagai sarana untuk mengevaluasi pencapaian kinerja dengan

membandingkannya dengan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian dapat dilakukan upaya perbaikan-perbaikan.

4. Sebagai alat untuk memberikan penghargaan ataupun hukuman yang

objektif bagi para pelaksananya.

5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.

6. Menjadi alat untuk memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat.

7. Menjadi alat untuk membantu memahami proses kegiatan instansi

pemerintah.

8. Menjadi alat untuk memastikan pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif (Litbang Kabupaten, 2009).


(25)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perancanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (Mahsun, 2006).

Menurut inspektorat kinerja kelembagaan terdapat tiga jenis penilaian kinerja kelembagaan yaitu: Penilaian kinerja tentang pelaksanaan manajemen tugas pokok dan fungsi unit kerja atau kelembagaan yang dalam hal ini diimplementasikan untuk melihat kinerja struktur. Penilaian kinerja terhadap pelaksanaan program atau kegiatan oleh unit kerja atau kelembagaan, meliputi penilaian terhadap hasil kajian isu strategis dan penilaian terhadap hasil kajian prakarsa strategis dalam hal ini untuk melihat pelaksanaan program kelembagaan. Penilaian kinerja terhadap pelaksanaan fungsi kelembagaan untuk melihat peran kelembagaan secara nyata (BAPPENAS, 2007).

Evaluasi

Menurut Suharsimi Arikunto evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan (Lababa, 2008).


(26)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Menurut Worthen dan Sanders evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu. Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula (Lababa, 2008).

Evaluasi terhadap rencana pengembangan usaha penting dilakukan agar dapat dideteksi secara dini persoalan yang timbul dalam pengelolaan usaha. Hal ini penting dilakukan agar rencana yang tidak bisa dilaksanakan dapat segera diperbaiki dan sekaligus memperkirakan masalah apa yang mungkin akan muncul untuk diambil tindakan pencegahan. Sebuah usaha yang dirintis dari bentuk usaha yang kecil jika di masa datang dapat dikembangkan menjadi besar, biasanya akan memiliki tingkat penyesuaian yang sangat tinggi terhadap berbagai perubahan

yang terjadi yang berpengaruh terhadap dunia usaha (Anoraga dan Sudantoko, 2002).

Sebagai suatu sub sistem, proses evaluasi dalam pelaksanaan program merupakan suatu siklus yang berkesinambungan yang dapat memberikan masukan sebagai alternatif pengambilan kebijakan pada penyusunan perencanaan tahun berikutnya. Secara mikro, evaluasi dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan program, apakah proses pembangunan telah berjalan sesuai dengan rencana (visi dan misi), apakah desain tersebut didasarkan pada masalah-masalah yang ada di lapangan secara nyata, dan apakah pemecahan masalah tersebut dapat dijadikan


(27)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan program pembangunan.

Dalam pembuatan sebuah program perlu diperhatikan dan dievaluasi setiap tahapan program tersebut, mulai dari perencanaan program yang bertujuan untuk mengetahui apakah program tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan, tahap pelaksanaan program dan penerapan strategi yang digunakan untuk pengembangan program tersebut serta mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai hingga pada tahap pembuatan rencana program selanjutnya.

Siklus proses evaluasi dapat diterapkan dalam kerangka sistem seperti berikut:

Gambar 1. Siklus Sistem Evaluasi Pengembangan Membuat Rencana

Baru

Desain Strategi Program

Identifikasi Tujuan

Pelaksanaan Program


(28)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Menurut Stephen Isaac dan Willian B. Michael seperti yang dikutip oleh Lababa (2008), model-model evaluasi dapat dikelompokan menjadi enam yaitu:

1. Goal Oriented Evaluation

Dalam model ini, seorang evaluator secara terus menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian yang terus-menerus ini menilai kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta program serta efektifitas temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program. Salah satu model yang bisa mewakili model ini adalah discrepancy model yang dikembangkan oleh Provus. Model ini melihat lebih jauh tentang adanya kesenjangan (Discrepancy) yang ada dalam setiap komponen yakni apa yang seharusnya dan apa yang secara riil telah dicapai.

2. Decision Oriented Evaluation

Dalam model ini, evaluasi harus dapat memberikan landasan berupa informasi-informasi yang akurat dan obyektif bagi pengambil kebijakan untuk memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan program. Evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh stufflebeam merupakan salah satu contoh model evaluasi ini. Model CIPP merupakan salah satu model yang paling sering dipakai oleh evaluator. Model ini terdiri dari 4 komponen evaluasi sesuai dengan nama model itu sendiri yang merupakan singkatan dari Context, Input, Process dan Product.

3. Transactional Evaluation

Dalam model ini, evaluasi berusaha melukiskan proses sebuah program dan pandangan tentang nilai dari orang-orang yang terlibat dalam program tersebut.


(29)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

4. Evaluation Research

Sebagaimana disebutkan diatas, penelitian evaluasi memfokuskan kegiatannya pada penjelasan dampak-dampak pendidikan serta mencari solusi-solusi terkait dengan strategi instruksional.

5. Goal Free Evaluation

Model yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini yakni Goal Free

Evaluation Model justru tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan program

sebagaimana model Goal Oriented Evaluation. Yang harus diperhatikan justru adalah bagaimana proses pelaksanaan program, dengan jalan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang terjadi selama pelaksanaannya, baik hal-hal yang positif maupun hal-hal yang negatif.

6. Adversary Evaluation

Model ini didasarkan pada prosedur yang digunakan oleh lembaga hukum. Dalam prakteknya, model adversary terdiri atas empat tahapan yaitu:

1. Mengungkapkan rentangan isu yang luas dengan cara melakukan survey berbagai kelompok yang terlibat dalam satu program untuk menentukan kepercayaan itu sebagai isu yang relevan.

2. Mengurangi jumlah isu yang dapat diukur.

3. Membentuk dua tim evaluasi yang berlawanan dan memberikan kepada mereka kesempatan untuk berargumen.

4. Melakukan sebuah dengar pendapat yang formal. Tim evaluasi ini

kemudian mengemukakan argument-argumen dan bukti sebelum mengambil keputusan.


(30)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Salah satu contoh Model Evaluasi Decision Oriented Evaluation adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang dikembangkan oleh Stufflebeam. Model ini melihat kepada empat dimensi yaitu dimensi Konteks, dimensi Input, dimensi Proses, dan dimensi Produk. Keunikan model ini adalah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan (decission) yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif pada setiap

tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses, dan produk (Isaac and Michael, 1981).

Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu. Stufflebeam menyatakan evaluasi konteks sebagai fokus institusi yang mengidentifikasi peluang dan menilai kebutuhan. Suatu kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan (discrepancy view) kondisi nyata (reality) dengan kondisi yang diharapkan (ideality). Dengan kata lain evaluasi konteks berhubungan dengan analisis masalah kekuatan dan kelemahan dari obyek tertentu yang akan atau sedang berjalan. Evaluasi konteks memberikan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan suatu program yang akan on going. Selain itu, konteks juga bermaksud bagaimana rasionalnya suatu program. Analisis ini akan membantu dalam merencanakan keputusan, menetapkan kebutuhan dan merumuskan tujuan program secara lebih terarah dan demokratis. Evaluasi konteks juga mendiagnostik suatu kebutuhan yang selayaknya tersedia sehingga tidak menimbulkan kerugian jangka panjang (Isaac and Michael, 1981).


(31)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Evaluasi input meliputi analisis personal yang behubungan dengan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif strategi yang harus dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan. Evaluasi masukan bermanfaat untuk membimbing pemilihan strategi program dalam menspesifikasikan rancangan prosedural. Informasi dan data yang terkumpul dapat digunakan untuk menentukan sumber dan strategi dalam keterbatasan yang ada. Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana rencana penggunaan sumber-sumber yang ada sebagai upaya memperoleh rencana program yang efektif dan efisien (Isaac and Michael, 1981).

Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktik implementasi kegiatan. Termasuk mengidentifikasi permasalahan prosedur baik tatalaksana kejadian dan aktivitas. Setiap aktivitas dimonitior perubahan-perubahan yang terjadi secara jujur dan cermat. Pencatatan aktivitas harian demikian penting karena berguna bagi pengambil keputusan untuk menentukan tindak lanjut penyempurnaan. Disamping itu catatan akan berguna untuk menentukan kekuatan dan kelemahan atau program ketika dikaitkan dengan keluaran yang ditemukan. Tujuan utama evaluasi proses seperti yang dikemukakan oleh Worthen and Sanders, yaitu:

1. Mengetahui kelemahan selama pelaksanaan termasuk hal-hal yang baik untuk dipertahankan.


(32)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

3. Memelihara catatan-catatan lapangan mengenai hal-hal penting saat implementasi dilaksanakan (Isaac and Michael, 1981).

Evaluasi produk merupakan kumpulan deskripsi dan ”judgement outcomes” dalam hubungannya dengan konteks, input, dan proses, kemudian diinterpretasikan harga dan jasa yang diberikan. Evaluasi produk adalah evaluasi mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil dan keputusan-keputusan untuk perbaikan dan aktualisasi. Aktivitas evaluasi produk adalah mengukur dan menafsirkan hasil yang telah dicapai. Pengukuran dikembangkan dan diadministrasikan secara cermat dan teliti. Keakuratan analisis akan menjadi bahan penarikan kesimpulan dan pengajuan saran sesuai standar kelayakan. Secara garis besar, kegiatan evaluasi produk meliputi kegiatan penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria pengukuran yang telah dicapai, membandingkannya antara kenyataan lapangan

dengan rumusan tujuan, dan menyusun penafsiran secara rasional (Isaac and Michael, 1981).

Analisis produk ini diperlukan pembanding antara tujuan, yang ditetapkan dalam rancangan dengan hasil program yang dicapai. Hasil yang dinilai berupa skor tes, prosentase, data observasi, diagram data, sosiometri dll, yang dapat ditelusuri kaitannya dengan tujuan-tujuan yang lebih rinci. Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif tentang mengapa hasilnya seperti itu (Isaac and Michael, 1981).

Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian implementasi pada setiap tahapan evaluasi program diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu rendah, moderat dan tinggi. Model CIPP merupakan model yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Model ini membagi evaluasi dalam empat macam, yaitu:


(33)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

1. Evaluasi konteks melayani keputusan perencanaan, yaitu

membantu merencanakan pilihan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai dan merumuskan tujuan program. 2. Evaluasi masukan (input) untuk keputusan strukturisasi yaitu

menolong mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

3. Evaluasi proses melayani keputusan implementasi, yaitu membantu keputusan sampai sejauh mana program telah dilaksanakan.

4. Evaluasi produk untuk melayani daur ulang keputusan. (Isaac and Michael, 1981).


(34)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Efisiensi Produktivitas

Gambar 2. Model Evaluasi

Untuk mengukur keberhasilan program yang tercermin dari pencapaian tujuan, terlebih dahulu dirumuskan indikator kinerja yang benar-benar terukur. Penilaian produktivitas dapat dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan kegiatan (proses) dengan hasil yang dicapai (output). Apakah output yang dihasilkan oleh program tersebut mencapai tujuan seperti yang dijabarkan dalam tolak ukur, jika benar, maka program tersebut dapat dikatakan memiliki efektifitas yang tinggi.

Landasan Teori

Indikator


(35)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Jumlah perusahaan yang menjadi wajib retribusi di Kotamadya Medan pada tahun 2008 adalah sebesar18.018 perusahaan. Jenis usaha yang memperoleh izin usaha perdagangan dari Disperindag Kota Medan didominasi perusahaan pemasok ataupun pengadaan barang sebanyak 3.077 perusahaan. Sementara perusahaan pengecer termasuk Usaha Kecil Menengah (UKM) sebanyak 2.079 perusahaan. Dari jumlah tersebut 1.762 unit di antaranya berbentuk CV, 1.183 unit berbentuk PT, dan 76 unit berbentuk koperasi, serta sisanya terdiri dari firma, dan perorangan.

Dalam perekonomian Indonesia, sektor usaha kecil memegang peranan yang sangat penting terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh usaha kecil. Usaha kecil ini selain memiliki arti strategis bagi pembangunan, juga sebagai upaya untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai (Anoraga dan Sudantoko, 2002).

Berbagai usaha kecil yang terdapat di Indonesia dapat digolongkan menurut bentuk-bentuk, jenis serta kegiatan yang dilakukannya. Penggolongan menurut bentuk berdasarkan pada pola kepemimpinan dan pertanggungjawabannya. Penggolongan menurut jenis berdasarkan pada jenis produk atau jasa yang dihasilkan serta aktivitas yang dilakukannya (Subanar, 1990).

Filosofi hakiki dari kemitraan adalah kebersamaan dan pemerataan. Melalui kemitraan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil dapat meningkatkan produktifitas, meningkatkan pangsa pasar, meningkatkan keuntungan, sama-sama menanggung risiko, menjamin pasokan bahan baku, menjamin distribusi pemasaran (Hafsah, 2000).


(36)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Penerapan dasar-dasar etika bisnis dalam kemitraan yang diwujudkan dalam tindakan nyata identik dengan membangun suatu fondasi sebuah rumah atau bangunan. Jhon L. Marioti mengemukakan 6 dasar etika berbisnis, dimana 4 yang pertama merupakan hubungan interaksi manusia dan selebihnya merupakan perspektif bisnis (Hafsah, 2000).

Dasar-dasar etika bisnis tersebut adalah: 1. Karakter, Integritas dan Kejujuran. 2. Kepercayaan.

3. Komunikasi yang Terbuka. 4. Adil.

5. Keinginan Pribadi dari Pihak yang Bermitra.

6. Keseimbangan antara Insentif dan Risiko (Hafsah, 2000).

Manfaat dari Kemitraan yaitu: 1. Produktivitas.

2. Efisiensi.

3. Jaminan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas. 4. Risiko.

5. Sosial.

6. Ketahanan Ekonomi Nasional (Hafsah, 2000).

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dalam


(37)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

prinsip saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan (Hafsah, 2000).

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mahsun, 2006).

Tolok ukur hasil kemitraan dapat diketahui dengan adanya evaluasi, evaluasi kinerja dapat diartikan sebagai pengukuran atau penilaian hasil yang didapat dari kemitraan, padahal antara keduanya punya arti yang berbeda meskipun saling berhubungan. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dan satu ukuran (kuantitatif), sedangkan menilai berarti mengambil satu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif). Adapun pengertian evaluasi meliputi keduanya. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan (Fuddin, 2008).

Secara umum alasan dilaksanakannya program evaluasi yaitu: 1. Pemenuhan ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. 2. Mengukur efektivitas dan efesiensi program.

3. Mengukur pengaruh, efek sampingan program. 4. Akuntabilitas pelaksanaan program.

5. Akreditasi program.


(38)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

7. Alat komunikasi dengan stakeholder program. 8. Keputusan mengenai program:

 Diteruskan

 Dilaksanakan di tempat lain

 Dirubah

 Dihentikan (Fuddin, 2008).

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk mempertanyakan efektifitas dan efeisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sekaligus untuk mengukur se-obyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun yang tidak mendukung suatu rencana.(Aji dan Sirait, 1990).

Kerangka Pemikiran

Dalam melaksanakan fungsi manajemen dalam pemanfaatan dana kemitraan dan untuk mewujudkan misi perusahaan sebagai perwujudan Corporate

Sosial Responsibility di lingkungan wilayah usaha perusahaan maka dibentuklah

Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan kegiatan ekonomi kerakyatan sehingga tercapai kinerja maksimal mitra binaan.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Usaha Kecil, maka PT. Perkebunan Nusantara III selaku Badan


(39)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Usaha Milik Negara (BUMN) berpedoman kepada keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara dapat melaksanakan kerjasama (kemitraan) dengan usaha kecil di sekitar Wilayah Usaha Perusahaan. PTPN III selaku BUMN Pembina atau Mitra Pembina menyisihkan 1% sampai dengan 3% dari laba perusahaan setelah pajak untuk disalurkan dalam dana kemitraan terhadap Usaha Kecil atau Mitra Binaan yang diharapkan dapat memandirikan usaha kecil di sekitar wilayah usaha perusahaan.

Dengan adanya kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil, sehingga dapat dirasakan manfaatnya bagi PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil itu sendiri. Dimana hal ini dapat dilihat dari meningkatnya volume produksi yang dihasilkan oleh mitra binaan, terserapnya tenaga kerja khususnya di bidang mitra binaan, kemampuan untuk mengembangkan usaha kecil dan terwujudnya hubungan yang lebih harmonis dengan masyarakat sekitar wilayah PTPN III dengan usaha kecil.

Berdasarkan penilaian terhadap kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil, maka dapat dilihat bagaimana peran kemitraan tersebut di dalam manfaatnya bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut.


(40)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

TINGGI / BAIK RENDAH / TIDAK BAIK

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil

Keterangan: Menyatakan hubungan

Menyatakan mitra

Menyatakan dievaluasi dengan

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Sampel


(41)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Daerah penelitian ditentukan secara Purposive (sengaja) yaitu di Kota Medan. Alasan memilih daerah ini karena di daerah ini terdapat PT. Perkebunan Nusantara III yang melaksanakan kemitraan dengan usaha kecil.

Tabel 1. Penyebaran Mitra Binaan (Usaha Kecil) di Kota Medan Tahun 2008

No Kecamatan Populasi

1 Medan Tuntungan 7

2 Medan Johor 8

3 Medan Amplas 3

4 Medan Denai 3

5 Medan Area 8

6 Medan Kota 9

7 Medan Maimun 5

8 Medan Polonia 9

9 Medan Baru 10

10 Medan Selayang 14

11 Medan Sunggal 11

12 Medan Helvetia 8

13 Medan Petisah 12

14 Medan Barat 3

15 Medan Timur 5

16 Medan Perjuangan 4

17 Medan Tembung 4

18 Medan Deli 2

19 Medan Labuhan 2

20 Medan Marelan 3

21 Medan Belawan 2

Jumlah 132

Sumber: Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN III 2008


(42)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Sampel (objek) dalam penelitian ini ditentukan secara stratified random

sampling yaitu populasi dibagi dalam kelompok yang homogen lebih dahulu atau

dalam strata. Anggota sampel ditarik dari setiap strata (Nazir, 1998).

Adapun populasi usaha kecil di daerah penelitian adalah sebanyak 132. Penetapan jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla, 1993). Besar Sampel 2 tot

1

Ne

N

n

+

=

Keterangan:

n : Sampel

N : Populasi

E : Margin Error (10%)

) 01 , 0 ( 132 1 132 tot + = n 57 tot= n

Maka jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 57 Usaha Kecil.

Alokasi Proporsional 2

1

1

Ne

N

n

+

=

) 01 , 0 ( 110 1 110 1 + = n 52 1= n 4 2= n 1 3= n

Tabel 2. Jumlah Sampel Penelitian Kemitraan PT.Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil Dilihat dari Jumlah Penjualan per Tahun pada


(43)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Tahun 2008

No Range Penjualan/Tahun Populasi Sampel

1 41.941.124 - 319.447.555 110 52

2 319.447.556 - 596.953.986 21 4

3 596.953.987 - 874.460.417 1 1

TOTAL 132 57

Sumber: Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN III 2008

Dari range 41.941.124 - 319.447.555 terdapat jumlah populasi 110 usaha kecil dan diambil sampel sebanyak 52 usaha kecil, Dari range 319.447.556 - 596.953.986 terdapat jumlah populasi 21 usaha kecil dan diambil sampel sebanyak 4 usaha kecil, Dari range 596.953.987 - 874.460.417 terdapat jumlah populasi 1 usaha kecil dan diambil sampel sebanyak 1 usaha kecil.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara mewawancarai langsung sampel (anggota) Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan di PT. Perkebunan Nusantara III Medan dan juga usaha kecil berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait, literatur, buku maupun media lain yang sesuai dengan penelitian.

Metode Analisis Data

Hipotesis 1, dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan bagaimana pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil.


(44)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Hipotesis 2, dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan Model

Evaluasi CIPP (Contexts, Input, Process, Product) dan memberikan pertanyaan

kepada PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil mengenai kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil, kemudian jawaban dari sampel tersebut diskoringkan berdasarkan pemberian skor atas kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil, skor penilaiannya ditentukan sebagai berikut:

 Pertanyaan dijawab A Skor 3

 Pertanyaan dijawab B Skor 2

 Pertanyaan dijawab C Skor 1

Tabel 3. Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil

No Model CIPP Indikator Kinerja

1. Context 1. Perencanaan peningkatan dana kemitraan PTPN III. 2. Meningkatkan pangsa pasar bagi usaha kecil. 3. Perencanaan peningkatan penjualan bagi usaha

kecil.

4. Perencanaan peningkatan jumlah mitra binaan.

2. Input 1. Adanya kepercayaan dari pihak yang bermitra.

2. Adanya komunikasi yang terbuka dari pihak yang bermitra.

3. Jaminan hukum dalam bermitra.

4. Jaminan kontinuitas (keberlanjutan) dalam bermitra.

3. Process 1. Frekuensi laporan pelaksanaan program kemitraan PTPN III kepada Menteri terkait maupun Koordinator BUMN Pembina.

2. Kemampuan usaha kecil dalam menumbuh

kembangkan usahanya.

3. Frekuensi PTPN III dalam memonitor, mengevaluasi dan memberikan pembinaan terhadap usaha kecil. 4. Klaim terhadap keterlambatan pengembalian dana


(45)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

4. Product 1. Persentase peningkatan dana kemitraan PTPN III.

2. Kemampuan usaha kecil dalam pengembalian

pinjaman secara tepat waktu.

3. Persentase peningkatan jumlah mitra binaan.

4. Kepuasan PTPN III dan usaha kecil dalam

melaksanakan kemitraan.

5. Tingkat kemandirian usaha kecil dengan adanya kemitraan.

6. Peningkatan jumlah karyawan/anggota pada usaha kecil dengan adanya kemitraan.

Untuk mengetahui hasil penjumlahan seluruh skor dari masing-masing kinerja kemitraan PTPN III dengan usaha kecil, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Skor Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil

No Model CIPP Jumlah

Parameter Skor Nilai Jumlah Penilaian

1. Context 4 1 - 3 4 - 12

2. Input 4 1 - 3 4 - 12

3. Process 4 1 - 3 4 - 12

4. Product 6 1 - 3 6 - 18

Total 18 18 - 54

Hasil penilaian menghasilkan skor, dari skor tersebut akan ditentukan bagaimana kinerja kemitraan PTPN III dengan usaha kecil.

Keterangan:

Skor 43-54 : Kinerja baik

Skor 31-42 : Kinerja kurang baik Skor 18-30 : Kinerja tidak baik

Hipotesis 3, dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan peran kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil.

Hipotesis 4, dianalisis secara deskriptif dengan menjelaskan masalah dalam kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil.


(46)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan atas pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

Definisi

1. Kemitraan adalah kerjasama yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil.

2. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program/kebijakan yang dilihat dari Model Evaluasi CIPP yang telah ditentukan.

3. Evaluasi adalah kegiatan pengelompokan permasalahan yang timbul dari hasil pengamatan pada PTPN III dan kondisi usaha mitra binaan. 4. Mitra binaan adalah usaha kecil yang melaksanakan kemitraan dengan

PT. Perkebunan Nusantara III selaku mitra pembina.

5. Rescheduling adalah penjadwalan kembali dana kemitraan, dimana

usaha kecil diberi kelonggaran waktu dalam pengembalian dana kemitraan.

6. Reconditioning adalah penyesuaian bersyarat dana kemitraan, dimana

usaha kecil yang tidak mampu melewati tahap rescheduling, dihapuskan beban bunga pinjamannya.


(47)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Batasan Operasional

1. Lokasi penelitian adalah PT. Perkebunan Nusantara III Medan. 2. Penelitian dilakukan pada tahun 2009.

3. Sampel dalam penelitian ini adalah usaha kecil yang bermitra dengan PTPN III.


(48)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

DAN KARAKTERISTIK ANGGOTA SAMPEL

Sejarah Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) awalnya adalah perusahaan perkebunan milik bangsa asing yang dinasionalisasikan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1957 menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).

Setelah mengalami beberapa kali perubahan, maka pada tahun 1968 diorganisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), pada tahun 1974 ditetapkan pengalihan bentuk menjadi PT. Perkebunan (PTP). Pada tahun 1994 diadakan penggabungan manajemen PT. Perkebunan III, IV, dan V yang dikelola oleh Direksi PT. Perkebunan III.

Berdasarkan PP Nomor 8 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, diadakan peleburan antara PT. Perkebunan III, IV, dan V menjadi PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III).

PT. Perkebunan Nusantara III didirikan dengan Akte Notaris Harun Kamil, SH, Nomor: 36 pada tanggal 11 Maret 1996 serta telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor: C2-8331.HT.01.TH.96 pada tanggal 8 Agustus 1996 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor: 81, pada tanggal 8 Oktober 1996, tambahan Nomor: 8674/1996.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah badan tertinggi dalam organisasi perusahaan. Dewan Komisaris (Dekom) berfungsi sebagai badan pengawas yang bertugas untuk kepentingan para pemegang saham. Pengelola usaha sepenuhnya dikendalikan oleh Direksi.


(49)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Komposisi dan Personalia beserta Direksi ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Republik Indonesia, sedangkan struktur organisasi perusahaan yang berlaku terhitung mulai tanggal 6 Mei 1996, ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III No. III. BD/KPTS/R.01/1996.

Sehubungan dengan keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-236/MBU/2003 tanggal 17 juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, maka dibentuk unit tersendiri yang khusus melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL) dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi perusahaan secara keseluruhan.

Keadaan Fisik dan Geografis

Berdasarkan data yang ada pada peta lokasi PTPN III (sumber: PTPN III), maka PT. Perkebunan Nusantara III Medan secara keseluruhan memiliki luas area sebesar 9311m2 yang terbagi dalam dua wilayah yaitu, Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan sebesar 7854m2 serta Kantor Bagian

Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) Perkebunan Nusantara III Medan sebesar

2

m

1457 .

Batasan wilayah Kantor PT. Perkebunan Nusantara III meliputi:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Gatot Subroto.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Sei Sikambing.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Sei Batanghari.


(50)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

KEPALA BAGIAN

Kepala Urusan Perencanaan/Pembinaa

Staf Urusan Perencanaan

Staf Urusan Pembinaan Kepala Urusan

Administrasi Keuangan/Umum

Staf Urusan

Administrasi Keuangan/Umum

Struktur Organisasi Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL)

Struktur Organisasi Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) terdiri dari Kepala Bagian sebagai pimpinan, yang membawahi Kepala Urusan Administrasi Keuangan/Umum dan Kepala Urusan Perencanaan/Pembinaan; dimana Kepala Urusan Administrasi Keuangan/Umum membawahi Staf Urusan Administrasi Keuangan/Umum dan Kepala Urusan Perencanaan/Pembinaan membawahi Staf Urusan Perencanaan serta Staf Urusan Pembinaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Struktur Organisasi


(51)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Karakteristik Anggota Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anggota mitra binaan yang mengikuti program kemitraan yang ada di Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) PTPN III Medan.

Karakteristik sampel dalam penelitian ini terdiri dari lama berdirinya usaha kecil, jumlah tenaga kerja, aset, status kepemilikan lahan usaha, serta lama menjadi mitra binaan. Adapun karakteristik sampel dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Sampel Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil Tahun 2008

No Karakteristik Satuan Mitra Binaan

Range Rata-rata

1. Lama berdirinya usaha Kecil Tahun 3 - 22 7.75

2. Jumlah tenaga kerja Jiwa 1 - 15 3.49

3. Aset Juta (Rp) 15 - 150 57.66

4. Lama menjadi mitra binaan Tahun 3 3.00

Sumber: Pengolahan Data Primer, Lampiran 1

Melalui Tabel 5 dapat dilihat bahwa lama berdirinya usaha kecil rata-rata adalah 7.75 tahun dengan range 3 - 22 tahun. Rata-rata jumlah tenaga kerja adalah 3.49 orang dengan range 1 - 15 orang. Rata-rata aset usaha kecil adalah 57.66 juta dengan range 15 - 150 juta. Lama menjadi mitra binaan rata-rata sebesar 2 tahun dengan range 3 tahun.


(52)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan pada usaha kecil selaku mitra binaan dan juga PTPN III selaku mitra pembina yang melaksanakan program kemitraan. Yang diteliti adalah pola kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil serta kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di Kota

Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Agustus 2009.

Kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil di Daerah Penelitian

Menurut Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Melalui kemitraan antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil dapat meningkatkan keuntungan, produktivitas, meningkatkan pangsa pasar, menanggung resiko bersama, menjamin pasokan bahan baku serta menjamin distribusi pemasaran.

PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) sebagaimana yang telah diamanatkan Pemerintah selaku pemegang saham melalui Kementrian BUMN, selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada core business tanaman perkebunan di wilayah Provinsi Sumatera Utara, juga bertugas sebagai pelaksana program kemitraan dengan usaha kecil.

Dalam kemitraan ini PTPN III selaku mitra pembina menyalurkan dana kemitraan kepada usaha kecil selaku mitra binaan dalam jangka waktu atau


(53)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

periode ynag telah ditentukan. Kemitraan ini mengikat secara non-formal, artinya tidak ada perjanjian yang mengikat secara tertulis tetapi kemitraan tetap berjalan karena adanya kepercayaan dari pihak yang bermitra. Kepercayaan tersebut dapat dilihat dari PTPN III yang memberikan kelonggaran waktu jika usaha kecil tidak dapat mengembalikan dana kemitraan sesuai dengan waktunya.

Pola kemitraan yang berlangsung antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah dana kemitraan yang bersumber dari penyisihan laba PTPN III disalurkan sebagai pinjaman berupa modal kerja untuk membiayai hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan.

Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil di Daerah Penelitian

Menurut Prawiro Suntoro (1999), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang/sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Mengukur kinerja berarti mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan suatu kegiatan yang telah dilakukan.

Model Evaluasi Decision Oriented Evaluation adalah salah satu model yang banyak digunakan para ahli, salah satu contoh adalah Model CIPP (Context,

Input, Process dan Product). Model ini melihat kepada empat dimensi yaitu

dimensi Konteks, dimensi Input, dimensi Proses, dan dimensi Produk. Keunikan model ini adalah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan (decission) yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang


(54)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

komprehensif pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses, dan produk.

Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja kemitraan dalam penelitian ini adalah (lihat pada Tabel 3). Adapun gambaran penilaian kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil ditinjau dari indikator yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penilaian Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil di Daerah Penelitian Tahun 2008

No Model CIPP Jumlah

Parameter

Skor

Harapan Hasil Skor

1. Context 4 12 9.94

2. Input 4 12 10.00

3. Process 4 12 10.57

4. Product 6 18 13.05

Total 18 54 43.56

Sumber: Pengolahan Data Lampiran 2

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil skor penilaian terhadap kinerja kemitraan antara PTPN III dengan usaha kecil di daerah penelitian adalah 43.56 dengan skor harapan adalah 54. Dimana dalam 4 tahapan evaluasi, kinerja kemitraan yang tertinggi terdapat pada tahap Process.

Melalui Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa kinerja kemitraan antara PTPN III dengan usaha kecil di daerah penelitian adalah tergolong dalam kategori baik.


(55)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-100/ MBU/ 2002 tanggal 04 Juni 2002 maka pencapaian kinerja bagi program kemitraan dihitung berdasarkan:

1. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Program Kemitraan. 2. Tingkat Efektivitas Pengembalian Dana Program Kemitraan.

Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan dalam melaksanakan Program Kemitraan memperoleh nilai sebagai berikut:

Tabel 7. Penilaian Kinerja Kemitraan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Selama 3 Tahun Terakhir di Kota Medan

No Indikator Skor

Harapan

Hasil Skor

2006 2007 2008

1. Efektivitas Penyaluran Dana 3 3 3 3

2. Efektivitas Pengembalian Dana 3 2 2 2

Total 6 5 5 5

Sumber: Pengolahan Data Lampiran 3

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa hasil skor penilaian terhadap kinerja kemitraan antara PTPN III dengan usaha kecil di daerah penelitian selama 3 tahun terakhir adalah 5 dengan skor harapan adalah 6, sehingga dapat disimpilkan bahwa kinerja kemitraan selama 3 tahun terakhir adalah stabil.

Melalui Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa kinerja kemitraan antara PTPN III dengan usaha kecil di daerah penelitian adalah tergolong dalam kategori baik.

Menurut Hafsah (2000), sebelum dua pihak memulai untuk bekerja sama dalam kemitraan, maka pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah ini tidak selalu diwujudkan dalam nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar. Tetapi juga faktor non-ekonomi seperti peningkatan kemampuan


(56)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

manajemen, penguasaan teknologi dan kepuasan tertentu. Batasan dari pencapaian keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut untuk memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi sinergi antar pelaku yang bermitra, sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar.

Begitu juga dengan PT. Perkebunan Nusantara III dalam bermitra menginginkan peningkatan pamor dan kredibilitas perusahaan, membentuk hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar (masyarakat tidak lagi meminta sumbangan atau menjarah hasil produksi dan properti milik PTPN III) dan adanya kepuasan secara sosial karena dapat membantu masyarakat. Sedangkan bagi usaha kecil dapat meningkatkan volume produksi, meningkatkan pendapatan, mengembangkan usaha kecil, membuka lapangan pekerjaan dan menjadi mandiri.

Kemitraan yang direncanakan oleh dua pihak atau lebih harus dimulai atas dasar sikap saling mempercayai. Konsistensi dalam menerapkan sikap ini dari waktu ke waktu akan memudahkan dalam menindaklanjuti segala kesepakatan yang telah disusun bersama. Kemitraan yang dijalankan oleh PTPN III dengan usaha kecil dibangun atas dasar kepercayaan. PTPN III percaya bahwa usaha kecil dapat mengembalikan dana kemitraan sesuai dengan waktunya sehingga dapat meninggkatkan pamor dan kredibilitas perusahaan. Sementara usaha kecil percaya dengan bermitra dengan PTPN III maka mereka dapat menjadi lebih mandiri.


(57)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatan dalam proses kemitraan ini, baik dilihat dari dana kemitraan yang bergulir maupun usaha kecil yang menjadi mitra binaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Dana Kemitraan dan Mitra Binaan PTPN III Selama 3 Tahun Terakhir di Kota Medan

No Indikator Tahun

2006 2007 2008

1. Dana Kemitraan Rp.

1.641.821.253 Rp.

2.149.434.870

Rp.

4.291.482.419

2. Mitra Binaan 62 73 132

Sumber: Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN III

Pada Tabel 8 diketahui bahwa dana kemitraan yang bergulir pada tahun 2006 sebesar Rp. 1.641.821.253; tahun 2007 sebesar Rp. 2.149.434.870; tahun 2008 sebesar Rp. 4.291.482.419; itu berarti terjadi peningkatan dana kemitraan pada tahun 2007 sebesar Rp. 507.613.617; dan di tahun 2008 terjadi peningkatan sebesar Rp. 2.142.047.549.

Usaha kecil yang menjadi mitra binaan pada tahun 2006 sebanyak 62 unit; tahun 2007 sebanyak 73 unit; tahun 2008 sebanyak 132 unit; itu berarti terjadi peningkatan mitra binaan pada tahun 2007 sebanyak 11 unit; dan di tahun 2008 terjadi peningkatan sebanyak 59 unit. Dalam 3 tahun terakhir terjadi peningkatan setiap tahunnya baik dilihat dari jumlah dana kemitraan maupun jumlah mitra binaan.

Maka secara keseluruhan, kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian adalah termasuk dalam kategori tinggi.


(58)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Peran Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil di Daerah Penelitian

Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN):

1. Penghasil barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.

2. Pelopor dan perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta.

3. Pelaksana pelayanan publik.

4. Penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar. 5. Membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. 6. Salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan.

PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) selaku Badan Usaha Milik Negara memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Peran PTPN III dalam Kemitraan:

1. Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang membantu permodalan usaha kecil.

PTPN III melalui program kemitraan, memiliki peran penting dalam pegembangan usaha kecil yang ada di daerah penelitian. Penyisihan laba setelah dikurang pajak sebesar 2 % yang ditujukan sebagai dana kemitraan, disalurkan kepada usaha kecil di sekitar wilayah kerja PTPN III untuk kemudian dipergunakan sebagai


(59)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

modal usaha dalam hal meningkatkan dan mengembangkan usahanya sehingga usaha kecil dapat menjadi mandiri.

2. Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang membina pengembangan usaha kecil.

PTPN III melalui program kemitraan, selaku mitra pembina memberikan kontribusi cukup besar dalam pengembangan usaha kecil selaku mitra binaan. 1 kali dalam setiap bulan selama periode kemitraan berlangsung, PTPN III selalu memonitor, mengevaluasi dan memberikan pembinaan terhadap usaha kecil dengan tujuan agar usaha kecil dapat menumbuh kembangkan usahanya serta meningkatkan pangsa pasar.

3. Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang mendorong kegiatan dan

pertumbuhan ekonomi kerakyatan.

4. Sebagai pelaksana Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan.

Peran Usaha Kecil dalam Kemitraan:

1. Dengan berkembangnya usaha kecil, maka dapat meningkatkan pamor dan kredibilitas PTPN III.

2. Dengan berkembangnya usaha kecil, maka dapat membuka lapangan


(60)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil dalam Kemitraan dan Upaya-upaya yang Dilakukan Untuk mengatasi Masala-masalah Tersebut

Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil dalam Kemitraan

PTPN III

 Masih ada itikad yang kurang baik dari para mitra binaan untuk membayar cicilan, sehingga terjadi tunggakan.

 Masih belum membudayanya di kalangan mitra binaan untuk membayar angsuran melalui Transfer Bank.

 Masih ada mitra binaan yang bersikap tertutup, sehingga pembinaan sulit dilakukan secara optimal.

Usaha Kecil

 Harga barang di pasar yang tidak stabil menjadi salah satu hambatan usaha kecil dalam mengembangkan usahanya.

Usaha kecil sulit memasarkan produknya.

PTPN III dan Usaha Kecil

 Belum meratanya pelaksanaan program kemitraan. Hal ini dapat dilihat dari PTPN III yang belum memberikan informasi secara menyeluruh mengenai program kemitraan dan masih banyak usaha kecil yang kurang mengerti akan program kemitraan ini.


(1)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Lampiran 3c. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Tahun 2007

1. Jumlah Dana yang Tersedia

- Saldo Awal Rp. 475.599.728

- Pengembalian Pinjaman Rp. 3.721.525.893

- Setoran Bagian Laba Tahun Buku 2006 Rp. 2.904.901.000 - Pendapatan Bunga dari Pinjaman Program Kemitraan Rp. 385.610.379

- Pendapatan Jasa Giro Rp. 26.578.844

- Penerimaan Piutang Pegawai Rp. 500.000

- Pendapatan Lain-lain Rp.

Jumlah Rp. 7.517.115.936

2. Jumlah Dana yang Disalurkan

2.400.092

- Bantuan Pinjaman Rp. 6.341.569.900

- Hibah Rp.

Jumlah Rp. 6.792.011.254

Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana =

450.441.354

%

x100

Tersedia

yang

Dana

Jumlah

Disalurkan

yang

Dana

Jumlah

=

100

%

936

7.517.115.

254

6.792.011.

x

= 90.35 %

Daftar Penilaian Tingkat Penyerapan Dana Pembinaan Usaha Kecil

Penyerapan (%) > 90 85 s/d 90 80 s/d 85 < 80

Skor 3 2 1 0


(2)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Lampiran 3d. Tingkat Efektivitas Pengembalian Dana Tahun 2007

1. Posisi Tunggkan Kepada UKM Tahun 2007

- Piutang/Tagihan Lancar Rp. 7.258.374.327

- Piutang/Tagihan Kurang Lancar Rp. 2.473.297.422

- Piutang/Tagihan Ragu-ragu Rp. 641.491.785

- Piutang/Tagihan Macet Rp.

Jumlah Rp. 19.551.272.311

2. Rata-rata Tertimbang Kolektibilitas Pinjaman UKM

9.178.108.777

- Piutang/Tagihan Lancar Rp. 7.258.374.327 x 100% = Rp. 7.258.374.327 - Piutang/Tagihan Kurang Lancar Rp. 2.473.297.422 x 75% = Rp. 1.854.973.067 - Piutang/Tagihan Ragu-ragu Rp. 641.491.785 x 25% = Rp. 160.372.946 - Piutang/Tagihan Macet Rp. 9.178.108.777 x 0% =

Jumlah Rp. 19.551.272.311 Rp. 9.273.720.340

Tingkat Kolektibilitas Pengembalian Pinjaman

=

Rp. -

%

x 100

disalurkan

yang

pinjaman

Jumlah

pinjaman

itas

kolektibil

g

tertimban

rata

-Rata

=

100

%

.311

19.551.272

340

9.273.720.

x

= 47.43 %

Daftar Penilaian Tingkat Pengembalian Dana Pembinaan Usaha Kecil dan

Koperasi

Pengembalian (%) > 70 40 s/d 70 10 s/d 40 < 10

Skor 3 2 1 0


(3)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Kinerja Program Kemitraan Tahun 2007

-

Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana

= 3 Poin

-

Tingkat Kolektibilitas Pengembalian Pinjaman

=

Jumlah

= 5 Poin


(4)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Lampiran 3e. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Tahun 2008

1. Jumlah Dana yang Tersedia

- Saldo Awal Rp. 149.625.043

- Pengembalian Pinjaman Rp. 4.870.464.408

- Setoran Bagian Laba Tahun Buku 2007 Rp. 7.019.478.000 - Pendapatan Bunga dari Pinjaman Program Kemitraan Rp. 501.327.967

- Pendapatan Jasa Giro Rp. 41.483.334

- Penerimaan Piutang Pegawai Rp. 3.686.018

- Pendapatan Lain-lain Rp.

Jumlah Rp. 12.590.564.770

2. Jumlah Dana yang Disalurkan

4.500.000

- Bantuan Pinjaman Rp. 10.875.000.000

- Hibah Rp.

Jumlah Rp. 11.866.728.461

Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana =

991.728.461

%

x100

Tersedia

yang

Dana

Jumlah

Disalurkan

yang

Dana

Jumlah

=

100

%

.770

12.590.564

.461

11.866.728

x

= 94,25 %

Daftar Penilaian Tingkat Penyerapan Dana Pembinaan Usaha Kecil

Penyerapan (%) > 90 85 s/d 90 80 s/d 85 < 80

Skor 3 2 1 0


(5)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Lampiran 3f. Tingkat Efektivitas Pengembalian Dana Tahun 2008

1. Posisi Tunggkan Kepada UKM Tahun 2008

- Piutang/Tagihan Lancar Rp. 12.428.648.035

- Piutang/Tagihan Kurang Lancar Rp. 2.239.221.432

- Piutang/Tagihan Ragu-ragu Rp. 800.535.927

- Piutang/Tagihan Macet Rp.

Jumlah Rp. 26.169.630.760

2. Rata-rata Tertimbang Kolektibilitas Pinjaman UKM

10.701.225.366

- Piutang/Tagihan Lancar Rp. 12.428.648.035 x 100% = Rp.12.428.648.035

- Piutang/Tagihan Kurang Lancar Rp. 2.239.221.432 x 75% = Rp. 1.679.416.074

- Piutang/Tagihan Ragu-ragu Rp. 800.535.927 x 25% = Rp. 200.133.982

- Piutang/Tagihan Macet Rp. 10.701.225.366 x 0% =

Jumlah Rp. 26.169.630.760 Rp.14.308.198.091

Tingkat Kolektibilitas Pengembalian Pinjaman

=

Rp. -

%

x 100

disalurkan

yang

pinjaman

Jumlah

pinjaman

itas

kolektibil

g

tertimban

rata

-Rata

=

100

%

.760

26.169.630

.091

14.308.198

x

= 54,67 %

Daftar Penilaian Tingkat Pengembalian Dana Pembinaan Usaha Kecil dan

Koperasi

Pengembalian (%) > 70 40 s/d 70 10 s/d 40 < 10

Skor 3 2 1 0


(6)

Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.

Kinerja Program Kemitraan Tahun 2008

-

Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana

= 3 Poin

-

Tingkat Kolektibilitas Pengembalian Pinjaman

=

Jumlah

= 5 Poin

Keterangan:

Skor 5 - 6

: Kinerja baik.

Skor 3 - 4

: Kinerja kurang baik.

Skor 0 - 2

: Kinerja tidak baik.


Dokumen yang terkait

Analisis Sistem Pemberian Kredit Terhadap Pengembangan Usaha Kecil Di Medan Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (pkbl) PT. Perkebunan Nusantara III (persero)

0 40 89

Analisis Faktor-Faktor Penghambat Pengembalian Dana Bantuan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Melalui Program Kemitraan Kepada Usaha Kecil Di Kota Medan.

0 65 67

Evaluasi Kinerja Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.

5 119 112

Kemitraan Usaha Kecil Menengah Dengan Badan Usaha Milik Negara Di Kota Medan (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dan PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan)

0 56 199

Analisis Faktor-Faktor Penghambat Pengembalian Dana Bantuan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Melalui Program Kemitraan Kepada Usaha Kecil Di Kota Medan

0 0 11

Analisis Faktor-Faktor Penghambat Pengembalian Dana Bantuan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Melalui Program Kemitraan Kepada Usaha Kecil Di Kota Medan

0 0 1

Analisis Faktor-Faktor Penghambat Pengembalian Dana Bantuan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Melalui Program Kemitraan Kepada Usaha Kecil Di Kota Medan

0 0 5

Analisis Faktor-Faktor Penghambat Pengembalian Dana Bantuan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Melalui Program Kemitraan Kepada Usaha Kecil Di Kota Medan

0 0 12

Analisis Faktor-Faktor Penghambat Pengembalian Dana Bantuan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Melalui Program Kemitraan Kepada Usaha Kecil Di Kota Medan

0 0 2

Analisis Sistem Pemberian Kredit Terhadap Pengembangan Usaha Kecil Di Medan Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (pkbl) PT. Perkebunan Nusantara III (persero)

0 0 10