Prospek Pengembangan Agribisnis Metode Analisis dan Pengolahan Data

keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan dengan ukuran tertentu dan bagaimana ketersediaan kayu serta permasalahan yang dihadapi dari penjualan hasil kayu olahan sengon tersebut. Hasil pengolahan yang didapat dianalisis menggunakan nilai tambah dengan metode Hayami 1987, nilai tambah diartikan sebagai pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya perlakuan yang diberikan pada komoditi yang bersangkutan. Dalam hal ini analisis nilai tambah sengon hanya dinalisis sampai rasio nilai tambah saja, dikarenakan pada subsistem pengolahan hasil hanya ingin melihat bagaimana dan seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari satu batang sengon hingga menjadi berbagai jenis kayu olahan. Adapun prosedur perhitungan nilai tambah kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami No. Variabel Output, Input dan Harga 1 Output batang a 2 Bahan Baku batang 0,25 x 9 m b 3 Tenaga Kerja HOK c 4 Faktor Konversi d = ab 5 Koefisien Tenaga Kerja e = cb 6 Harga Output Rpbatang f 7 Upah Rata-Rata Tenaga Kerja RpHKP g Nilai Tambah 8 Harga Bahan Baku Rpbatang h 9 Input Lain a. Biaya angkut bahan baku m b. Bahan bakar mesin pemotong n Biaya Input Lain Rp I = m + n 10 Nilai Output j = d x f 11 a. Nilai Tambah Rpbatang k = j-h-i b. Rasio Nilai Tambah l = kj Sumber : Hayami, Y. 1987 Keterangan : A = Outputtotal produksi kayu yang dihasilkan batang B = Inputbahan baku yang digunakan hasil olahan kayu batang sengon ukuran 0,25 x 9 m C = Tenaga kerja yang digunakan dalam mengolah kayu dihitung dalam satuan HOK Hari Orang Kerja F = Harga output yang berlaku Rpbatang G = Upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam satu kali pengolahan kayu H = Harga input bahan baku kayu dari petani Rpbatang I = Biaya input lainnya yang terdiri dari biaya angkut bahan baku dan bahan bakar mesin pemotong Kriteria nilai tambah adalah : 1. Jika NT 0, berarti pengolahan kayu sengon memberikan nilai tambah hasilnya positif. 2. Jika NT 0, berarti pengolahan kayu sengon tidak memberikan nilai tambah hasilnya negatif.. d. Subsistem pemasaran Dalam hal ini untuk melihat bagaimana sistem pemasaran sengon dilakukan dan bagaimana saluran pemasaran sengon dijalankan. Aspek pasar dan pemasaran mencakup peluang pasar, perkembangan pasar, penentuan pesaing pasar, sistem informasi pasar, hingga masalah yang dihadapi dalam melakukan pemasaran dan kesulitan- kesulitan pemasaran yang dihadapi. e. Subsistem lembaga penunjang Subsistem ini digunakan untuk melihat kegiatan yang menyediakan jasa bagi kegiatan agribisnis, seperti lembaga keuangan didaerah penelitian kredit usaha tani , sarana dan prasarana pendukung transportasi, jalan, listrik, adanya penyuluhan agribisnis kehutanan peran organisasi kelompok tani didaerah penelitian sebagai penunjang keberhasilan usahatani sengon serta kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan usahatani rakyat. Gambar 3. Kerangka operasional kelayakan finansial dan prospek pengembangan agribisnis sengon rakyat di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung Penelitian Tempat : Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung Responden : Petani Sengon Rakyat Waktu : Bulan September – Oktober 2014 Pengumpulan Data Metode : Sensus Data : Primer dan Sekunder Pengolahan dan Analisis Data Metode : Tabulasi dan Komputasi Analisis Data : Kuantitatif dan Deskriptif Kualitatif Analisis Kelayakan Finansial Prospek Pengembangan Agribisnis 1. Analisis Finansial NPV, IRR, BC rasio, dan Payback periode 2. Analisis sensitivitas 1. Subsistem pengadaan SAPRODI

2. Subsistem usahatani

3. Subsistem pengolahan hasil 4. Subsistem pemasaran 5. Subsistem lembaga penunjang Layak Tidak Layak Kelayakan Finansial dan Prospek Pengembangan Agribisnis Sengon Rakyat Di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A.

Gambaran Umum Kota Bandarlampung

1. Letak Geografis

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km² yang terbagi ke dalam 20 kecamatan dan 126 kelurahan dengan populasi penduduk 1.446.160 jiwa dan kepadatan penduduk sekitar 8.546 jiwakm. Secara geografis Kota Bandarlampung terletak antara 50º20’- 50º30’ LS dan 105º28’- 105º37’ BT. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan di ujung selatan Pulau Sumatera, dengan batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Cermin dan Ketibung Lampung Selatan serta Teluk Lampung. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Topografi Kota Bandar Lampung sangat beragam, mulai dari dataran pantai sampai kawasan perbukitan hingga bergunung, dengan ketinggian permukaan antara 0 sampai 500 m daerah dengan topografi perbukitan hinggga bergunung membentang dari arah Barat ke Timur dengan puncak tertinggi pada Gunung Betung sebelah Barat dan Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok disebelah Timur. Topografi tiap-tiap wilayah di Kota Bandarlampung antara lain wilayah pantai terdapat disekitar Teluk Betung dan Panjang dan pulau di bagian Selatan, wilayah landaidataran terdapat disekitar Kedaton dan Sukarame di bagian Utara, wilayah perbukitan terdapat di sekitar Telukbetung bagian Utara, wilayah dataran tinggi dan sedikit bergunung terdapat disekitar Tanjung Karang bagian Barat yaitu wilayah Gunung Betung, Sukadana Ham, dan Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok di bagian Timur.

2. Keadaan Demografi

Kota merupakan wadah bagi penduduk dalam melakukan segala kegiatannya. Penduduk Kota Bandarlampung memiliki tingkat mobilitas yang cukup tinggi khususnya pada daerah pusat kota. Jumlah penduduk Kota Bandarlampung tahun 2012 sebanyak 1.446.160 jiwa. Dengan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 tahun 2012 tentang Penataan dan Pembentukan Kecamatan dan Kelurahan, dilakukan penataan 28 kelurahan baru dan 7 kecamatan baru, penataan kelurahan dari 98 kelurahan menjadi 126 kelurahan dan penataan kecamatan dari 13 kecamatan menjadi 20 kecamatan diantaranya Kedaton, Sukarame, Tanjung Karang Barat, Panjang, Tanjung Karang Timur, Tanjung Karang Pusat, Telukbetung Selatan, Telukbetung Barat, Telukbetung Utara, Rajabasa, Tanjung Senang, Sukabumi, Kemiling, Labuhan Ratu, Way Halim, Langkapura, Enggal, Kedamaian, Telukbetung Timur, Bumi Waras.

3. Kondisi Perekonomian

Kota Bandar Lampung mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan antara lain di sektor perkebunan dengan komoditi utama yang dihasilkan berupa cengkeh, kakao, kopi robusta, kelapa dalam, kelapa hibrida. Kontributor utama perekonomian daerah ini adalah sektor industri pengolahan. Terdapat berbagai industri yang bahan bakunya berasal dari lahan tanaman dan perkebunan. Industri tersebut sebagian besar merupakan industri rumah tangga yang mengolah kopi, pisang menjadi keripik pisang, dan lada. Hasil industri ini kemudian menjadi komoditi perdagangan dan ekspor. Perdagangan menjadi tumpuan mata pencaharian penduduk setelah pertanian. Keberadaan infrastruktur berupa jalan darat yang memadai akan lebih memudahkan para pedagang utuk berinteraksi sehingga memperlancar baik arus barang maupun jasa. Sebagai kota yang bergerak menuju kota metropolitan, Bandar Lampung menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Lampung. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan.