memelihara telur dan dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, membuat serambi sarang, dan
liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan
Nandika dkk, 2003.
Gambar 2. Kasta Pekerja Sumber : www.rudyct.com
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80 populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja Tarumingkeng,
2001. Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan
biasanya tidak memiliki mata, memiliki mandibel yang relatif kecil Borror and De Long, 1971.
3. Kasta Reproduktif
Kasta reproduktif terdiri dari individu-individu seksual yaitu; betina ratu yang tugasnya bertelur dan jantan raja yang tugasnya membuahi betina. Ratu
dari Termitidae dapat mencapai ukuran panjang 5 – 9 cm atau lebih. Peningkatan ukiuran tubuh ini terjadi karena pertumbuhan ovary, usus dan penambahan lemak
tubuh. Kepala dan thorak tidak membesar. Pembesaran ini menyebabkan ratu tidak mampu bergerak aktif dan tampak malas Nandika dkk, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Kasta Reproduktif Sumber : www.rudyct.com
Kasta reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu betina yang abdomennya biasanya sangat membesar yang tugasnya bertelur dan jantan raja
yang tugasnya membuahi betina. Raja sebenarnya tak sepenting ratu jika dibandingkan dengan lamanya ia bertugas karena dengan sekali kawin, betina
dapat menghasikan ribuan telur; lagipula sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi
berulang-ulang. Jika mereka mati bukan berarti koloni rayap akan berhenti bertumbuh. Koloni akan membentuk ratu atau raja baru dari individu lain
biasanya dari kasta pekerja Tarumingkeng, 2001.
Perilaku Rayap
Semua rayap makan kayu dan bahan berselulosa, tetapi perilaku makan feeding behavior jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir semua jenis kayu
potensial untuk dimakan rayap. Bagi rayap subteran bersarang dalam tanah tetapi dapat mencari makan sampai jauh di atas tanah, keadaan lembab mutlak
diperlukan Tarumingkeng, 2001. Makanan utama rayap adalah selulosa yang diperoleh dari kayu dan
jaringan tanaman lainnya kerusakan serius dapat dditemukan pada bangunan kayu, pot pagar, tiang telepon, kertas, papan serat dan tanaman lainnya. rayap
Universitas Sumatera Utara
kadang-kadang melukai tanaman hidup, mereka dapat memperoleh makanan dari selulosa karena pada saluran pencernaan mereka protozoa flagellated tertentu dan
mikroorganisme lain yang memiliki enzim yang mampu mengubah selulosa menjadi gula dan pati Davidson and Lyon, 1987.
Sifat thropalaxis merupakan ciri khas diantara individu dalam koloni rayap. Individu yang sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat,
mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellate bagi individu
yang baru saja berganti kulit eksidis, karena pada saat eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbion yang diperlukan untuk mencerna selulosa ikut
keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalaksis Tarumingkeng, 2001. Penelitian yang dilakukan oleh Rustamsjah 2001 bahwa didalam tubuh rayap
terjadi interaksi antara rayap protozoa dan bakteri.
Sistem Sarang
Rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong-lorong dalam kayu atau tanah. Sarang berfungsi tidak saja sebagai tempat rayap kawin ratu dan raja
tetapi juga sebagai tempat memperbanyak anggota koloni yang dihasilkan pasangan rayap. Sarang dibuat untuk melindungi mereka terhadap lingkungan luar
yang lebih ekstrim. Kehidupan didalam system sarang inilah yang menyebabkan serangga ini berhasil hidup di daerah tropika atau daerah yang beriklim temperate
Karena didalam sarang terdapat suatu system pengendalian iklim mikro sehingga kondisi optimum bagi kehidupan rayap dapat dipertahankan Nandika dkk, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Sarang Rayap Sumber : www.ipamtsnbagor.wordpress.com
Rayap membangun sarangnya di tunggul-tunggul pohon kayu di bawah permukaan tanah dalam bentuk terowongan yang rumit dan berliku-liku. Seekor
ratu dan pejantannya memegang pucuk pimpinan sebuah koloni dengan puluhan atau bahkan ratusan ribu tentara rayap. Kelompok tentara inilah yang mencari
makan dan menjadi hama pada tanaman karet Setiawan dan Andoko, 2005. Di dalam sarang rayap ada pasokan udara yang kontinu sehingga suhu dan
kelembaban di dalamnya relatif tetap. Dinding yang tebal dan keras melindungi bagian dalam dari panas diluar sarang sirkulasi udara diatur dengan membuat
terowongan khusus pada sisi dinding sebelah dalam. Sementara itu, pori-pori yang terdapat pada dinding berfungsi untuk menyaring udara Yahya, 2003.
Rayap sebagai Hama Tanaman Karet
Serangan rayap pada berbagai spesies tanaman seringkali menyebabkan terjadinya penurunan hasil bahkan menyebabkan kematian pada tanaman inang
sehingga menimbukan kerugian ekonomis yang sangat besar. Tingkat kerusakan akibat seranngan rayap dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah tingkat
preferensi rayap terhadap jenis tanaman, tingkat kesehatan tanaman dan kondisi tempat tumbuh Nandika dkk, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Rayap sering menimbulkan kerusakan pada tanaman karet dengan cara menggerek batang dari ujung stum hingga akar sehingga mata okulasi tidak dapat
tumbuh lagi. Rayap juga memeakan akar sehingga pertumbuhan tanaman merana dan akhirnya mati. Rayap membangun sarangnya di tunggul-tunggul pohon kayu
dibawah permukaan tanah. Jika tidak dikendalikan, maka serangannya akan semakin meluas dan menggerogoti tanaman
karet sekitarnya
Setiawan dan Andoko, 2005.
Gambar 5. Serangan Rayap pada Tanaman Karet Sumber : Foto Langsung
Rayap Coptotermes curvignatus menyerang beberapa perkebunan karet di Sumatera. Serangan rayap ini hampr dijumpai pada semua jenis tanah dan
serangannya menghebat setelah penutupan tajuk. Adanya serangan hama ini baru diketahui ketika bagian kulit pohon yang terserang ditutupi oleh tanah. Namun
demikian pada saat itu, kerusakan yang terjadi telah cukup parah sehingga sulit untuk ditanggulangi. Pohon yang terserang C. curvignathus tidak menunjukkan
gejala awal yang jelas kecuali pda saat pohon akan mati yang ditunjukkan oleh perubahan warna daun. Pada umumnya, bagian pangkal batang pohon yang
Universitas Sumatera Utara
teserang rayap mengalami kerusakan yang cukup parah dan dapat dengan mudah patah oleh tiupan angin Nandika dkk, 2003.
Pengendalian Rayap
Pengendalian rayap hingga saat ini masih mengandalkan penggunaan insektisida kimia termisida, yang dapat diaplikasikan dalam beberapa cara yaitu
melalui penyemprotan, atau pencampuran termisida dalam bentuk serbuk atau granula dengan tanah. Teknik penyuntikan pada bagian pohon atau sistem
perakaran tanaman yang terserang atau dengan cara penyiraman disekitar tanaman Nandika dkk, 2003.
Pengendalian rayap dengan menggunakan formulasi umpan racun rayap. Termitisida dalam bentuk umpan racun bersifat lebih ramah lingkungan, karena
target umumnya bersifat spesifik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa umpan racun dapat mengeliminasi anggota koloni rayap tanah.
Cara Pengendalian dengan metode ini diperkirakan akan menjadi metode andalan pengendalian rayap masa depan. Dalam hal metode pengumpanan,
insektisida yang digunakan dikemas dalam bentuk yang disenangi rayap sehingga menarik untuk dimakan Iswanto, 2005.
Pengendalian rayap pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut umumnya dilakukan secara konvensional, yaitu dengan lebih mengutamakan
insektisida, bahkan sering dilakukan aplikasi terjadwal tanpa didahului dengan monitoring populasi rayap. Cara ini tidak efisien karena seluruh areal tanaman
diaplikasi dengan insektisida. Disamping memboroskan uang, juga akan menimbulkan dampak buruk berupa pencemaran lingkungan Purba dkk, 2002.
Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksikan racun slow action ke
Universitas Sumatera Utara
dalam kayu umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk
mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah. Pemakaian teknik pengumpanan apabila dibandingkan dengan teknik
pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan antara lain: tidak mencemari tanah, sasaran bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sampel
French, 1994.
Kitosan
Chitin merupakan bahan utama dari eksoskeleton invertebrate, crustacean, insekta dan juga dinding sel dari fungi dan yeast dimana komponen ini berfungsii
sebagai komponen pelindung. Chitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam , memilki viscositas cukup tinggi ketika dilarutkan, sebagian besar reaksi
karakteristik chitosan merupakan reaksi karakteristik chitin.Secara umum chitin
n
N O
H C
5 13
8
mempunyai bentuk fisis berupa Kristal berwarna putih hingga kuning muda, tidak berasa tidak berbau dan memiliki berat molekul yang besar
dengan nama kimia Poly N-acetyl-D-glucosaamine atau beta1-42-acetamido-2- deoxy-D-glucose Suhardi, 1992 dalam Taufan dan Zulfahmi, 2008.
Sebagian besar limbah udang yang dihasilkan oleh usaha pengolahan udang berasal dari kepala, kulit dan ekor. Kandungan kitin dari kulit udang lebih
sedikit dibandingkan dengan kulit atau cangkang kepiting. Kandungan kitin pada limbah kepiting mencapai 50-60 sementara udang 42-57. Namun karena
bahan baku yang mudah diperoleh adalah udang, maka proses kitin dan kitosan biasanya lebih memanfaatkan limbah udang Widodo dkk, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Limbah udang berupa kulit, kepala dan ekor yang mengandung protein dan zat kitin dapat diolah menjadi kitosan yang memiliki banyak kegunaan. Kitosan
adalah kitin termodifikasi yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan merupakan salah satu re sin alami yang bersifat non toksis, lebih ramah
lingkungan dan mudah terdegradasi secara alami Hargono, 2007 dalam Nendes, 2011.
Kulit udang mengandung protein 25-40, kitin 15-20 dan kalsium karbonat 45-50. Kitosan merupakan bio polimer yang diperoleh dari
deasetilasi kitin. Proses Utama dalam pembuatan kitosan meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses deproteinasi dan demineralisasi,
yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan
dalam larutan basa Rege dan Lawrence, 1999 dalam Kurniasih dan Dwi, 2011. Kitosan bersifat nontoksik sehingga tidak langsung membunuh rayap
slow action. Namun kitosan akan mengganggu kinerja protozoa dalam system pencernaan rayap yang menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh sumber
makanan yang dihasilkan protozoa. Akibatnya secara perlahan kitosan akan membunuh rayap Prasetiyo dan yusuf, 2005.
Kitosan mampu mengendalikan rayap dengan semakin meningkatnya mortalitas kematian rayap yang mengonsumsi kayu yang telah diaplikasi dengan
kitosan dibandingkan dengan kayu yang tidak diaplikasi kitosan. Kitosan dapat diaplikasikan dengan cara peleburan, penyemprotan dan perendaman atau
pengumpanan pada kayu sebagai makanan rayap dengan berbagai tingkat konsentrasi Prasetiyo, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Kitosan dapat diaplikasikan dengan cara peleburan, penyemprotan dan perendaman atau pengumpanan pada kayu sebagai makanan rayap dengan
berbagai tingkat konsentrasi. Teknik pengumpanan bila dibandingkan dengan teknik pengumpanan lain lebih memiliki keunggulan yang bersifat tepat sasaran.
Pengumpanan dilakukan dengan menginduksi racun slow action ke dalam kayu dengan sifat troafalaksinya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan
ke dalam koloninya Kadarsah, 2005. Kitosan berfungsi sebagai pengawet karena mempunyai gugus amino yang
bermuatan positif yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Ini berbeda dengan polisakarida lain yang bermuatan netral. Karena sifat kimia
tersebut, kitosan dapat berfungsi sebagai anti mikrobial, pelapis coating, pengikat protein dan lemak. Pelapis dari polisakarida merupakan penghalang
barrier yang baik, sebab pelapis jenis ini bisa membentuk matrik yang kuat dan kompak yang bersifat permiabel terhadap CO2 dan O2. Sebagai pelapis kitosan
mampu melindungi dan melapisi bahan makanan sehingga dapat mempertahankan rasa asli dan menjadi penghalang masuknya mikroba
Suseno, 2006 ; Hardjito, 2006 dalam Sedjati, 2006. Kitosan, sebagaimana bahan anti mikrobial lainnya berkaitan dengan
banyak faktor dan keadaan yang mempengaruhi kerja penghambatan atau pembasmian mikroorganisma. Kerja bahan anti mikrobial dipengaruhi oleh :
konsentrasi zat anti microbial, jumlah mikro organism, suhu, spesies mikro organism dan adanya bahan organik lain. Sedangkan cara kerja bahan anti
mikrobial adalah sebagai berikut : merusak dinding sel, merusak permeabilitas sel. menghambat sintesis protein dan asam nukleat, merubah molekul protein dan
asam nukleat,dan menghambat kerja enzim Sedjati, 2006.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Karet Sungai Putih, dengan ketinggian ± 80 meter dari permukaan laut. Penelitian
dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain rayap, sarang rayap, serbuk kayu tanaman karet, kulit udang, akuades, HCl 1 N, NaOH 3,5 dan 50.
Alat yang digunakan antara lain blender, panci, timbangan, petridish, hot plate, stirer magnetic, erlenmeyer 5000 ml, batang statif, oven, autoclave, gelas
ukur 100 ml, batang pengaduk, hand sprayer, pinset, ayakan 40-60 mesh, plastik dan kain muslin.
Metode Penelitian
Pengujian dilakukan dengan metode Rancangan Acak Kelompok RAK dengan cara pengumpanan, yaitu :
Faktor Kitosan yang diberikan pada umpan serbuk kayu karet K0
= Kontrol K1
= 2 6 g kitosan K2
= 4 12 g kitosan K3
= 6 18 g kitosan K4
= 8 24 g kitosan K5
= 10 30 g kitosan
Jumlah ulangan diperoleh dengan rumus :
Universitas Sumatera Utara
t-1r ≥ 15
6-1r ≥ 15
5r ≥ 15
r ≥ 3
Jumlah perlakuan = 6
Jumlah ulangan = 3
Jumlah unit = 18
Berat umpan = 50 gr per sarang
Jumlah Rayap = 100 ekor per sarang
Model Linier Rancangan Acak Kelompok :
ij i
j ij
Y
ε τ
β µ
+ +
+ =
Dimana :
ij
Y
: Respon pada perlakuan ke-I, ulangan ke-j τ
: Rataan umum
j
β : Pengaruh blok ke-j
i
τ : Pengaruh perlakuan ke-i
ij
ε : Error atau galat pada perlakuan ke-I, ulangan ke-j
Selanjutnya data dianalisis dengan ANOVA Analisis Variansi pada setiap parameter yang diukur dan diuji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan
menggunakan uji Duncan pada taraf 5.
Pelaksanaan Percobaan
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan Kitosan
Kitosan dibuat berdasarkan metode yang digunakan oleh Prasetiyo dan Yusuf 2005 yaitu :
a. Demineralisasi
Kulit udang dicuci dengan air mengalir sampai air cuciannya menjadi bening, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Selanjutnya kulit udang
tadi dicuci menggunakan air panas sebanyak 2 kali sambil diaduk, kemudian direbus selama 10 menit. Setelah direbus, kulit udang ditiriskan dan dikeringkan.
Kulit udang yang sudah kering digiling sampai menjadi serbuk berukuran 40-60 mesh. Setelah itu, serbuk kulit udang dicampur dengan asam klorida HCl 1 N
dengan perbandingan 10 : 1. Larutan tersebut diaduk secara merata selama 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 90
C selama 1 jam. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai pH netral. Selanjutnya, residu padatan ini dikeringkan dalam
oven pada suhu 80 C selama 24 jam.
b. Deproteinasi
Kulit udang yang telah dimineralisasi residu padatan yang sudah kering dicampur dengan larutan NaOH 3,5 dengan perbandingan pelarut dan kulit
udang sebesar 6 : 1. Larutan tadi diaduk secara merata selam 1 jam, lalu dipanaskan pada suhu 90
C selama 1 jam. Setelah itu, larutan disaring dan didinginkan hingga diperoleh residu padatan, residu padatan ini dicuci dengan air
sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80 C selama 24 jam.
c. Deasetilisasi Khitin Menjadi Kitosan
Kitosan dibuat dengan menambahkan NaOH 50 dengan perbandingan 20 : 1 pelarut berbanding khitin. Larutan tersebut diaduk selama 1 jam, lalu
dipanaskan selama 90 menit pada suhu 120-140 C. larutan tadi disaring hingga
Universitas Sumatera Utara
diperoleh residu berupa padatan. Residu padatan tadi dicuci dengan air sampai pH netral, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 70
C selama 24 jam.
Uji di Lapangan
1. Persiapan Lokasi Percobaan
Ditentukan lokasi percobaan di kebun percobaan Proteksi Tanaman Balai Penelitian Tanaman Karet Sungai Putih, dibuat bak plastik berukuran 40 cm x 40
cm x 20 cm dan diisi dengan tanah dan sarang rayap. Kemudian dimasukkan 100 ekor rayap setiap sarang.
2. Aplikasi Kitosan
Aplikasi dengan menggunakan umpan serbuk kayu tanaman karet halus yang direndam selama 24 jam dalam larutan kitosan sesuai dengan konsentrasi
dan dikering anginkan, kemudian diletakkan di permukaan tanah di sekitar sarang rayap sebagai pakan.
Peubah Amatan
1. Mortalitas
Parameter yang diamati yaitu persentase mortalitas rayap, dilakukan dengan mengamati jumlah rayap yang mati di lapangan setiap hari selama 6 hari
pengamatan. Pakan serbuk kayu akan ditambah jika sudah habis. 2.
Gejala Infeksi Dengan mengamati gejala yang timbul pada tubuh rayap yang sudah mati.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
1. Persentase mortalitas rayap Coptotermes curvignathus Holmgren