HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
1. Persentase mortalitas rayap Coptotermes curvignathus Holmgren
Hasil uji konsentrasi kitosan untuk mortalitas rayap dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi Kitosan terhadap Mortalitas Rayap Perlakuan
Mortalitas 1 hsa
2 hsa 3 hsa
4 hsa 5 hsa
6 hsa K0
0,00 d 2,67 e
6,00 d 9,67 c
13,67 c 18,67 c
K1 9,33 b
19,00 bc 40,33 bc
63,00 b 72,33 b
80,67 ab K2
15,33 a 22,67 b
49,67 b 78,67 ab 87,67 ab
97,67 a K3
18,00 a 35,33 a
80,33 a 94,33 a
100,00 a 100,00 a
K4 6,00 c
14,67 d 28,00 c
56,67 b 70,33 b
88,33 ab K5
8,00 bc 17,67 cd
35,00 c 62,33 b
67,33 b 70,67 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 menurut Uji Jarak Duncan.
K0: kontrol, K1: Konsentrasi kitosan 2, K2: Konsentrasi kitosan 4 K3: Konsentrasi kitosan 6, K4: Konsentrasi kitosan 8, K5 : Konsentrasi kitosan
10.
Data Pengamatan persentase mortalitas rayap Coptotermes curvignathus dapat dilihat pada lampiran 1 – lampiran 6. Dari hasil analisis sidik ragam dapat
dilihat bahwa pada perlakuan pemberian umpan serbuk kayu yang telah direndam dengan larutan kitosan dengan konsentrasi berbeda sudah memberikan pengaruh
pada pengamatan 1 hsa dan berbeda nyata dengan kontrol. ini menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari pemberian kitosan terhadap mortalitas rayap.
Hal ini sesuai dengan Prasetiyo 2006 yang menyatakan bahwa kitosan mampu mengendalikan rayap dengan semakin meningkatnya mortalitas kematian rayap
yang mengonsumsi kayu yang telah diaplikasi dengan kitosan dibandingkan dengan kayu yang tidak diaplikasi kitosan.
Pada 2 hsa sampai 5 hsa perlakuan K3 yaitu konsentrasi kitosan 6 menunjukkan mortalitas tertinggi yaitu 100.
Universitas Sumatera Utara
Dapat dilihat pada tabel 1. bahwa persentase mortalitas Coptotermes
curvinagthus Holmgren tertinggi pada 6 hsa yaitu sebesar 100,00 pada
perlakuan K3 dan berturut-turut terendah pada perlakuan K2, K4, K1, K5 K0. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan K3 lebih efektif tapi tidak berbeda nyata
dengan K2, K4 dan K1, karena perendaman serbuk kayu pada campuran kitosan dan air pada konsentrasi tersebut tidak terlalu mengubah warna dari umpan,
sehingga umpan tetap dimakan oleh rayap. Berbeda dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada perlakuan K5 10, ini sebabkan sifat kitosan yang tidak larut dalam
air sehingga rayap dapat mendeteksi kitosan pada umpan. Hal ini sesuai dengan Taufan dan Zulfahmi 2008 yang menyatakan bahwa kitosan tidak larut dalam air
namun larut dalam asam , memilki viscositas cukup tinggi ketika dilarutkan, sebagian besar reaksi karakteristik chitosan merupakan reaksi karakteristik chitin.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada konsentrasi kitosan 10 K5 , pad 1 hsa sampai 4 hsa persentasi mortalitas rayap tergolong rendah
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan rayap masih dapat mendeteksi kitosan, karena kitosan tidak bisa merata menempel atau menembus
serbuk kayu karena kekentalan larutan yang tinggi sehingga kemampuan penetrasi kitosan rendah. Namun, persentasi mortalitas meningkat pada 5 sampai 6 hsa
karena pada akhirnya rayap tetap membutuhkan makanan, sehingga rayap tetap memakan umpan tersebut.
Sesuai dengan hasil analisis sidik ragam, pada tabel 1. bahwa konsentrasi kitosan 2 K1, 4 K2, 6 K3 dan 8 K4 pada 6 hsa tidak berbeda
nyata hal ini menunjukan pemberian kitosan yang diumpankan bersifat toksik terhadap rayap. Mekanisme kerja kitosan dalam menghambat pertumbuhan
mikroba adalah dengan adanya interaksi antara muatan positif pada molekul
Universitas Sumatera Utara
kitosan dengan muatan negatif pada membran sel mikroba menyebabkan lepasnya unsur-unsur protein dan unsur-unsur lain penyusun intraseluler mikroba. Hal ini
sesuai dengan Sedjati 2006 yang menyatakan bahwa kitosan mempunyai gugus amino yang bermuatan positif yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa
lain. Ini berbeda dengan polisakarida lain yang bermuatan netral. Karena sifat kimia tersebut, kitosan dapat berfungsi sebagai anti mikrobial, pelapis coating,
pengikat protein dan lemak. Pelapis dari polisakarida merupakan penghalang barrier yang baik, sebab pelapis jenis ini bisa membentuk matrik yang kuat dan
kompak yang bersifat permiabel terhadap CO2 dan O2. Sebagai pelapis kitosan mampu menjadi penghalang masuknya protozoa.
Mortalitas rayap terendah terdapat pada perlakuan K0 kontrol yaitu sebesar 18,67 pada 6 hsa. Hal ini menunjukan bahwa adanya pengaruh
lingkungan yang menyebabkan kematian rayap akibat dipindahkan dari lokasi sarang awal ke blok penelititian. Hal ini sesuai dengan Yahya 2003 yang
menyatakan bahwa di dalam sarang rayap ada pasokan udara yang kontinu sehingga suhu dan kelembaban di dalamnya relatif tetap. Dinding yang tebal dan
keras melindungi bagian dalam dari panas diluar sarang sirkulasi udara diatur dengan membuat terowongan khusus pada sisi dinding sebelah dalam.
Laju mortalitas rayap mengalami peningkatan pada setiap hari pengamatan, dapat dilihat pada grafik 1. Hal ini dikarenakan sifat kitosan yang
lambat dalam membunuh rayap, sehingga diperlukan waktu sampai dengan 5 hari untuk mendapatkan mortalitas rayap 100. Hal ini sesuai dengan Prasetiyo dan
Yusuf 2005 yang menyatakan bahwa kitosan tidak langsung membunuh rayap slow action. Namun kitosan akan mengganggu kinerja protozoa dalam sistem
pencernaan rayap yang menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh sumber
Universitas Sumatera Utara
makanan yang dihasilkan protozoa. Akibatnya secara perlahan kitosan akan membunuh rayap.
Grafik 1. Laju mortalitas rayap
Pada pengamatan yang dilakukan dilapangan, rayap pekerja cenderung lebih cepat mati bila dibandingkan dengan rayap prajurit. Hal ini dapat disebabkan
oleh perilaku rayap, dimana kasta pekerjalah yang bertugas memberi makan dalam suatu koloni Nandika dkk,2003 dengan sifatnya yang thropalaxis
sehingga umpan yang mengandung kitosan pertama dimakan oleh rayap pekerja dan kemudian disebarkan ke kasta prajurit di dalam koloninya. Hal ini sesuai
dengan Tarumingkeng 2001 yang menyatakan bahwa sifat thropalaxis merupakan ciri khas diantara individu dalam koloni rayap. Individu yang sering
mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan
tubuhnya satu dengan yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Gejala Infeksi