Siti Jubaedah, 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1
PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
SMAN 1 Padalarang adalah salah satu SMA negeri di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang telah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan kontekstual, termasuk pada mata pelajaran sejarah. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada awal bulan Januari 2015 yang dilakukan oleh
peneliti diketahui bahwa guru sejarah di kelas X IIS telah menerapkan pembelajaran kontekstual. Fakta ini membuat peneliti ingin mengetahui lebih
lanjut bagaimana pemahaman, perencanaan, pelaksanaan, dan kendala dalam menerapkan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Disaat sebagian
guru masih
nyaman dengan
menggunakan metode
konvensionaltradisional, mengapa guru di SMAN 1 Padalarang justru lebih tertarik mengembangkan pembelajaran kontekstual?
Permasalahannya, pembelajaran sejarah saat ini menghadapi banyak persoalan. Persoalan itu mencakup lemahnya penggunaan teori, miskinnya
imajinasi, acuan buku teks dan kurikulum yang state oriented berorientasi pada kurikulum yang dibuat oleh pemerintah, serta kecenderungan untuk tidak
memperhatikan fenomena globalisasi Subakti, 2010: 2. Suatu realita yang terjadi akhir-akhir ini selain paradigma pembelajaran sejarah yang dianggap sebagian
siswa membosankan, dikarenakan banyak hal, salah satunya adalah kekurangan guru dalam kemahiran menyampaikan materi yang selalu bersifat konvensional.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Wineburg 2006: 342 bahwa: “banyak faktor yang dapat menjelaskan tentang pelajaran sejarah yang dianggap
membosankan. Beberapa faktor memusatkan perhatian pada guru yang merasa harus mengajarkan kurikulum yang telah ditetapkan dengan mengorbankan isi
yang paling penting bagi murid”. Pernyataan Wineburg diatas, diperjelas dengan penjelasan dari Subakti
2010: 3 dalam jurnal SPPS, Vol. 24 No.1, bahwa:
Siti Jubaedah, 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1
PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
2
Dalam proses pembelajaran sejarah, masih banyak guru menggunakan pardigma konvensional, yaiu paradigma „guru
menjelaskan – murid mendengarkan‟. Metode pembelajaran sejarah
semacam ini telah menjadikan pelajaran sejarah membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan emosional karena siswa merasa
tidak terlibat aktif di dalam proses pembelajarannya. Sementara paradigma „siswa aktif mengkonstruksi makna - guru membantu‟
merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar sejarah yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigma ini dianggap sulit
diterapkan dan membingungkan guru serta siswa. Di samping itu, metode pembelajaran yang kaku, akan berakibat buruk untuk jangka
waktu yang panjang dan berpotensi memunculkan generasi yang
mengalami “amnesia lupa atau melupakan sejarah” bangsa sendiri. Pernyataan diatas, dilengkapi oleh Aman 2012:227 dalam Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan yang menjelaskan bahwa: Selama ini, pembelajaran sejarah di sekolah kurang begitu diminati
oleh peserta didik. Pelajaran sejarah dianggap sebagai pelajaran yang mem-bosankan karena seolah-
olah cenderung “hafalan”. Bahkan kebanyakan siswa menganggap bahwa pelajaran sejarah tidak
membawa manfaat karena kajiannya adalah masa lampau. Tidak memiliki sumbangan yang berarti bagi dinamika dan pembangunan
bangsa. Oleh karena itu, pelajaran sejarah hanya dianggap sebagai pelajaran pelengkap, apalagi mata pelajaran ini tidak di ujikan secara
nasional.
Anggapan pembelajaran sejarah yang membosankan ini tidak lepas dari kecakapan guru dalam menyampaikan materi. Seperti yang diterangkan oleh
Faridah 2012:2 bahwa: Guru merupakan kunci dan sekaligus ujung tombak pencapaian
misi pembaharuan pendidikan, mereka berada di titik sentral untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kegiatan belajar
mengajar yang untuk mencapai tujuan dan misi pendidikan nasional yang dimaksud. Oleh karena itu, secara tidak langsung guru dituntut
untuk lebih profesional, inovatif, perspektif, dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
Masalah lainnya adalah kemudahan siswa dalam mendapatkan informasi yang ditawarkan oleh beragam teknologi modern juga menjadi salah satu faktor
Siti Jubaedah, 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1
PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
3
yang membuat siswa lebih memilih mencari informasi melalui teknologi dibandingkan dengan membaca buku. Salah satu dampak dari krisis ini bagi dunia
pendidikan adalah dipertanyakannya kontribusi praktisi pendidikan guru, sekolah, pemerintah yang diwakili oleh dinas pendidikan untuk melakukan
recovery krisis tersebut termasuk peran pembelajaran sejarah dalam memperkenalkan pembelajaran sejarah yang imajinatif dan menyenangkan.
Kemudian untutan akan kebutuhan orientasi yang baru dalam bidang pendidikan sudah sangat nyata dalam berbagai bidang studi, baik itu dalam bidang
studi ilmu pengetahuan alam, begitu pula pada ilmu-ilmu sosial. Peserta didik, guru, praktisi pendidikan, orang tua siswa, dan masyarakat, harus dapat merespon
setiap perubahan yang terjadi dengan mencoba mengubah paradigma lama mereka tentang pendidikan. Guna mengatasi dan menjawab perubahan-perubahan yang
terjadi sekarang ini, maka alternatif pembelajaran yang ditawarkan adalah dengan digunakannya paradigma pembelajaran kontekstual yang berakar dari paham
konstruktivisme. “Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang
menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktekkan dalam
proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat.
Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan
kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu
berdasarkan pengalamannya masingmasing. Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Pola pembinaan ilmu
pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah
bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing
dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri. Peserta didik sebenarnya telah
mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.Untuk membantu
peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka.
Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap untuk
Siti Jubaedah, 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1
PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
4
dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat
dibina Subakti, 2010: 6-7 ”
Pentingnya perubahan paradigma dalam bidang pendidikan sekarang ini adalah pada peserta didik sebagai individu yang memiliki potensi untuk belajar
dan berkembang secara mandiri. Maka, tugas dan peran pendidik bergeser dari pemberi informasi menjadi pendorong siswa belajar agar siswa dapat mengolah
sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktifitas akademik baik didalam maupun diluar sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dirancang sebuah
pembelajaran yang dapat membisakan siswa untuk dapat merekonstruksi pengetahuannya, dan hal tersebut dapat diupayakan dengan mengembangkan
materi pembelajaran yang ada didalam buku teks dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Hal tersebut senada dengan yang
disampaikan oleh Faridah seperti berikut ini: Sumber daya manusia yang semakin maju, maka dunia pendidikan
sangat menuntut untuk menciptakan lingkungan belajar yang alamiah sesuai dengan pola pikir siswa. Belajar akan lebih bermakna jika anak
“mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mengetahuinya saja. Oleh karena itu, melalui pembelajaran
kontekstual diharapkan target penguasaan materi akan lebih berhasil dan siswa dapat semaksimal mungkin untuk mengembangkan
kompetensinya. Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang
berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak
memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang Faridah, 2012: 3.
Maka, berdasarkan pemahaman akan pengertian, nilai, fungsi dan tujuan sejarah serta kondisi pendidikan sejarah di lapangan yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka diperlukan pengkajian dan latihan penguasaan materi-materi pembelajaran kontekstual bagi para guru sejarah. Materi pembelajaran yang
dikembangkan idealnya adalah yang bisa meningkatkan minat belajar dan
Siti Jubaedah, 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1
PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
5
menumbuhkan kesadaran sejarah peserta didik dan sekaligus merasakan manfaat belajar sejarah. Oleh karena itu materi pembelajaran yang dikembangkan
diarahkan untuk menumbuhkan motivasi, minat, kreatifitas melalui partisipasi aktif yang pada akhirnya mendorong tumbuhnya kemampuan yang bersifat
inovatif dari para peserta didik. Maka, untuk menjawab permasalahan tersebut diperlukan adanya kerjasama dalam hal ini mengembangkan materi di dalam buku
teks ke dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan. Karena,
pembelajaran dengan buku teks pelajaran merupakan dua hal yang saling melengkapi Suryaman, 2006.
Subakti 2010:3 dalam tulisannya mengatakan bahwa “Agar pembelajaran sejarah berhasil baik, m
etode yang dipergunakan harus bisa mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya sebagai fakta-fakta hapalan
tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi. Ingatan historis semata tidak akan bertahan lama. Supaya ingatan
historis semata tidak akan bertahan lama, perlu disertai “ingatan emosional”. Ingatan jenis ini adalah ingatan yang terbentuk dengan melibatkan emosi hingga
bisa menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh dan memaknai berbagai peristiwa sejarah. Proses pembelajaran kemudian tak hanya
berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang
tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses pembelajaran yang penuh dengan makna. Agar “ingatan emosional” muncul dan
bertahan lama, maka paradigma pembelajaran sejarah harus diubah. Perubahan pembelajaran dari tradisional ke kontekstual menjadi sangat
penting dalam upaya untuk mengubah paradigma pembelajaran Subakti, 2010:22 karena:
1 Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong
Siti Jubaedah, 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1
PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
6
siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya. Demikian juga dalam pelajaran sejarah, siswa diharapkan mampu untuk mengungkapkan ide,
pemikiran, argumentasi yang logis, ilmiah. 2
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan
kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. Terlebih pada
era globalisasi sekarang ini, banyak fenomena yang menantang siswa untuk lebih mampu menganalisis dan menghubungkan dengan berbagai fakta
sejarah. 3
Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif,
imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan- gagasan pada saat yang tepat.
4 Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa
untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5 Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6 Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif
yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
Dari hasil observasi awal pula diketahui bahwa SMAN 1 Padalarang adalah salah satu sekolah yang mengembangkan pembelajaran kontekstual
Siti Jubaedah, 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1
PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
7
khususnya pada mata pelajaran sejarah. Sebelumnya, penelti telah melakukan observasi ke lima sekolah yang ada di wilayah Padalarang seperti SMAN 2
Padalarang, SMK 4 Padalarang, SMK Krida Utama, SMK Darma Pertiwi dan SMK KP Padalarang. Namun, hasilnya menunkukan bahwa hanya SMAN 1
Padalarang yang sudah cukup baik mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
Pada kaitannya dengan pembelaran kontekstual, SMAN 1 Padalarang mencoba mengembangkan pembelajaran berbasis pengalaman siswa kontekstual
dalam upaya mewujudkan suasana dan rasa menyenangkan siswa selama belajar sejarah yang dampaknya dapat merangsang siswa membangun pengetahuan dalam
benaknya sendiri. Dari hasil observasi awal, diperoleh beberapa temuan bahwa dengan mengembangkan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan rasa
tertarik siswa terhadap pembelajaran. Proses pembelajaran menjadi hidup, peserta didik menjadi lebih senang karena penyampaian materi yang dianggap baru,
karena disamping belajar, mereka juga dapat membandingkan fenomena sejarah yang ada dibuku dengan pengalaman hidup orang lain, lingkungan maupun yang
dijalani oleh siswa itu sendiri sehari-hari. Latak sekolah yang berdekatan dengan situs sejarah Gua Pawon dan sentra
pembuatan cobek sangat membantu guru dalam mengembangkan strategi pembelajaran. Siswa dapat diajak melakukan wisata sejarah ke daerah-daerah
yang telah disebutkan. Selain itu, sentra pembuatan cobek di wilayah Gunung Bentang pun dapat menjadi tempat siswa melakukan tugas peneltian dalam
kaitannya dengan materi prasejarah khususnya jaman batu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Komalasari 2010:27 bahwa pengembangan materi
pembelajaran merupan salah satu komponen penting dalam pembelajaran. Pembelajaran kontekstual menghendaki matri pembelajaran tidak semata-mata
dikembangkan dari buku teks, tetapi materi dikembangkan dari konteks lingkungan kehidupan siswa sehari-hari, baik lingkungan fisik, kehidupan sosial,
budaya, ekonomi, maupun psikologis, dan keterpaduan antara materi pembelajaran.
Siti Jubaedah, 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN SEJARAH KONTEKSTUALBERBASIS BUKU TEKS DI SMAN 1
PADALARANGKABUPATEN BANDUNG BARAT
Universitas Pendidikan Indonesia |
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
8
Hal ini menunjukan bahwa didalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan
praktis dalam konteks dunia nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan,
penguatan, dan
keterhubungan. Pembelajaran
kontekstual menghendaki kerja dalam subuah tim, baik di kelas, laboratotium, maupun tempat
kerja. Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil
yang dinginkan Komalasari, 2010:6. Prinsip dasar dalam pendekatan kontekstual adalah belajar berbasis
masalah, belajar berbasis konteks, belajar berbasis perbedaan, belajar berbasis individu, belajar berbasis kelompok, dan belajar berbasis penilaian otentik
Komalasari, 2010:13. Pembelajaran kontekstual bisa dimulai dengan satu masalah nyata yang disimulasikan. Kemudian, masalah nyata ini dapat
dipecahkan oleh siswa. Dalam tahap inilah siswa melalui keterampilan berpikir kritis dan melalui suatu pendekatan sistemik untuk menemukan peta masalah.
Masalah nyata itu haruslah bermakna bagi siswa, yang dapat diperoleh dari lingkungan keluarga, pengalaman di sekolah, dan masyarakat.
Pentingnya pembelajaran kontekstual serta pengembangannya dalam pembelajaran di kelas X SMA Negeri 1 Padalarang menjadi dasar ketertarikan
penulis untuk mengambil rumusan masalah mengenai penerapan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.
B. Rumusan Masalah