Pengaruh pemberian pupuk cair lamtoro (Leucaena leucocephala) terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai (Glycine max) var. Grobogan.

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR LAMTORO (Leucaena leucocephala) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS

TANAMAN KEDELAI (Glycine max) var. Grobogan

Ricca Monica Universitas Sanata Dharma

2015

Kacang kedelai pada umumnya merupakan bahan pangan pokok Indonesia yang digunakan untuk membuat tempe dan tahu, namun masih dilakukan impor kacang kedelai di Indonesia karena ketidaksesuaian antara produksi dan konsumsi yang ada di dalam negeri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai adalah dengan perlakuan pupuk organik cair dari daun lamtoro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pupuk organik cair daun lamtoro terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai serta mengetahui konsentrasi yang memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai.

Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap satu faktor, yaitu konsentrasi pupuk cair daun lamtoro terdiri dari 6 tingkat perlakuan, yaitu : K (tanpa perlakuan pupuk), A (10 %), B (20%), C (30%), D (40%), dan E (50%) dengan 10 ulangan. Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, dan bobot kering biji. Data yang diperoleh dianalisa dengan ANOVA taraf signifikasi 0.05 dilanjutkan uji Duncan taraf signifikasi 0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan dengan pupuk organik cair daun lamtoro memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah daun dan bobot biji kering per tanaman, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman dan jumlah polong. Pupuk dengan konsentrasi 10% yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah daun sedangkan kontrol memberikan bobot kering biji paling baik.

Kata kunci : Glycine max (L.) var. Grobogan, pupuk cair daun lamtoro, pertumbuhan, produktivitas


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER MADE FROM LAMTORO (Leucaena leucocephala) ON THE GROWTH AND

PRODUCTIVITY OF SOYBEAN (Glycine max) var. Grobogan

Ricca Monica

Sanata Dharma University

2015

Soybeans are mainly used in the popular Indonesian food staples tempeh and tofu, but soybean domestic consumption and soybean domestic production are not equal so Indonesia is still being one of soybean importer country. One of the way to improve productivity of soy is with treatment of liquid organic fertilizer from lamtoro leaves. This research aim to know the influence of liquid organic fertilizer made from lamtoro on growth and productivity of soybean then concentration which is the most effective to soy growth and productivity.

Research conducted with Complete Random Device with one factor pattern. Concentration of liquid organic fertilizer from lamtoro leaves consisted by 6 level of fertilizer that is: K (without treatment of manure), A (10 %), B (20%), C (30%), D (40%), dan E (50%) with 10 replications. Parameter perceived by that are enhancement of plant height, enchancement of number of leaves, number of pods per sample and dry weight of seed per sample. Data be analysed with ANOVA level of signification 0.05, continued by test of Duncan level of signification 0.05.

Research result indicate that liquid organic fertilizer of lamtoro leaves in different concentration were significantly effect of number of leaves and dry weight of seed per sample, but give result differ not reality to plant height and number of pods per sample. Application of fertilizer at 10% give the best result to increase number of leaves and samples without treatment of manure give the best result dry weight of seed per sample.

Key words : Glycine max (L.) var. Grobogan, liquid fertilizer of lamtoro leaves, growth, productivity


(3)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR LAMTORO (Leucaena leucocephala) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS

TANAMAN KEDELAI (Glycine max) var. Grobogan

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh : Ricca Monica NIM : 111434033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR LAMTORO (Leucaena leucocephala) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS

TANAMAN KEDELAI (Glycine max) var. Grobogan

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh : Ricca Monica NIM : 111434033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

One finds limits by pushing them

(Herbert Simon

)

Kupersembahkan buat: Keluarga tercinta, ungkapan rasa hormat dan baktiku Teman-teman virion 2011, Pendidikan Biologi dan Almamaterku


(8)

(9)

(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Lamtoro

(Leucaena leucocephala) Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kedelai (Glycine max) Var. Grobogan” diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai dan menuntun penulis dalam penelitian baik perencanaan, proses, hingga akhir penulisan skripsi ini sehingga dapat berjalan dengan baik.

2. Universitas Sanata Dharma sebagai lembaga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam berkarya dan menyelesaikan program studi di Pendidikan Biologi.

3. Bapak Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc selaku Kepala Program Studi Pendidikan Biologi dan dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing, memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi penulis serta saran, kritik, maupun dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Luisa Diana Handoyo, M. Si. selaku Wakil Kepala Program Studi Pendidikan Biologi dan dosen yang selalu mendukung dan memberikan semangat sehingga penulis terdorong untuk menjadi lebih baik serta berani untuk bertindak/ melangkah.

5. Romo Dr. P. Wiryono Priyotamtama, SJ. selaku Dosen Pembimbing Akademik dalam memantau/ membimbing penulis serta memberikan izin untuk melakukan penelitian di kebun penelitian dan bersedia dalam memberikan saran/solusi atas permasalahan yang dihadapi penulis.


(11)

viii

6. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd., selaku ketua Laboratorium dalam memberikan izin peminjaman laboratorium, alat/bahan yang dibutuhkan dalam penelitian serta bersedia memberikan masukan dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sebagai aplikasi pembelajaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

7. Ibu Lucia Wiwid Widjayanti, M.Si., Ibu Catarina Retno Setyati, M.Biotech., Ibu Ika Yuli Listyarini, M.Pd., Ibu Yoanni Maria Lauda F., M.Si., Ibu Puspita Ratna Susilawati, M.Sc., Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si dan Bapak Drs. Sutardi Sumartodwiatmodjo, M.Pd. yang selalu terbuka dalam memberikan ilmu, sharing pengalaman, saran dan masukan positif bagi penulis.

8. Romo Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ.M.S.T. yang bersedia membantu dalam pemahaman mengenai jenis rancangan penelitian, pengambilan sampel dan perhitungan statistik.

9. Pak Agus selaku laboran laboratorium yang selalu membantu dalam proses peminjaman alat/bahan di laboratorium serta memberikan kepercayaan kepada penulis dalam penggunaan alat/bahan tersebut.

10.Bapak Narto, Bapak Sunarto, dan Bapak Sigit yang bersedia membantu dalam persiapan penelitian sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar. 11.Bapak Slamet, Mas Ari, dan Mas Joko yang selalu sabar membimbing dan

membantu baik tenaga maupun pikiran selama penelitian di kebun anggur serta terbuka dalam sharing pengalaman hidup yang memotivasi penulis. 12.Yoakim L. Taboy dan Novelania Trimonika yang selalu membantu,

menghibur, mendukung penulis dalam segala hal baik secara fisik, mental maupun pikiran serta tidak menjauh dalam segala situasi dan kondisi yang dialami penulis.

13.Reginaldis Ayu dan Veni yang bersedia mengajari mengolah data dengan program SPSS dan memberikan pemahaman lebih dalam tentang statistik. 14.Ibu, abang, dan adik serta keluarga besar yang selalu mendukung secara

moril, spiritual, dan materi sehingga praktikan selalu bersemangat dan tekun dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini.


(12)

ix

15.Teman-teman di Program Studi Pendidikan Biologi, khususnya angkatan 2011 yang telah menemani penulis dengan sharing pengalaman, suka dan duka dalam penyusunan skripsi ini Thomas, Ancis, Wayan, Reni, Eka, Helena, Chyntia, Chika, Fani, Galuh, Ailin, Fenty D., Brigita, Mega, Nining, Fenty A., Claudia, Ervin, Vian, Nina, Natri, Ria, Lia A., Lia W., Heni, Suster Marcelyin, Mas Wisnu, Mas Leon, Mas Edo, Pili dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

16.Ibu Anania, Bapak Tri, Siwi, Yuli, Albert Adhe, Harley, Andrea Pratama, Vensy, Dionisia, Marlina, Sadriah dan Mbak Dian, dalam dukungan semangat yang luar biasa dalam membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

17.Sahabat-sahabat yang tidak terlupakan Ria, Devi, Feriyatis, Indriyani, Sally, Henra, Black yang selalu memberikan dorongan semangat dan dukungan kepada penulis.

18.Staff Sekretariat JPMIPA, Tata Usaha, dan BAA yang membantu dalam melancarkan administrasi sehingga mendukung penyelesaian skripsi ini. 19.Semua pihak yang turut membantu dalam pelaksanaan ini.

Selain itu, praktikan juga menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang sempurna sehingga skripsi ini masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, praktikan mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sehingga skripsi ini semakin sempurna.

Apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan selama pelaksanaan penelitian serta dalam penulisan skripsi ini, praktikan mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak terkait dan para pembaca. Terima kasih.

Yogyakarta, 21 Juli 2015


(13)

x ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR LAMTORO (Leucaena leucocephala) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS

TANAMAN KEDELAI (Glycine max) var. Grobogan

Ricca Monica Universitas Sanata Dharma

2015

Kacang kedelai pada umumnya merupakan bahan pangan pokok Indonesia yang digunakan untuk membuat tempe dan tahu, namun masih dilakukan impor kacang kedelai di Indonesia karena ketidaksesuaian antara produksi dan konsumsi yang ada di dalam negeri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai adalah dengan perlakuan pupuk organik cair dari daun lamtoro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pupuk organik cair daun lamtoro terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai serta mengetahui konsentrasi yang memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai.

Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap satu faktor, yaitu konsentrasi pupuk cair daun lamtoro terdiri dari 6 tingkat perlakuan, yaitu : K (tanpa perlakuan pupuk), A (10 %), B (20%), C (30%), D (40%), dan E (50%) dengan 10 ulangan. Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, dan bobot kering biji. Data yang diperoleh dianalisa dengan ANOVA taraf signifikasi 0.05 dilanjutkan uji Duncan taraf signifikasi 0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan dengan pupuk organik cair daun lamtoro memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan jumlah daun dan bobot biji kering per tanaman, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman dan jumlah polong. Pupuk dengan konsentrasi 10% yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah daun sedangkan kontrol memberikan bobot kering biji paling baik.

Kata kunci : Glycine max (L.) var. Grobogan, pupuk cair daun lamtoro, pertumbuhan, produktivitas


(14)

xi ABSTRACT

THE INFLUENCE OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER MADE FROM LAMTORO (Leucaena leucocephala) ON THE GROWTH AND

PRODUCTIVITY OF SOYBEAN (Glycine max) var. Grobogan

Ricca Monica

Sanata Dharma University

2015

Soybeans are mainly used in the popular Indonesian food staples tempeh and tofu, but soybean domestic consumption and soybean domestic production are not equal so Indonesia is still being one of soybean importer country. One of the way to improve productivity of soy is with treatment of liquid organic fertilizer from lamtoro leaves. This research aim to know the influence of liquid organic fertilizer made from lamtoro on growth and productivity of soybean then concentration which is the most effective to soy growth and productivity.

Research conducted with Complete Random Device with one factor pattern. Concentration of liquid organic fertilizer from lamtoro leaves consisted by 6 level of fertilizer that is: K (without treatment of manure), A (10 %), B (20%), C (30%), D (40%), dan E (50%) with 10 replications. Parameter perceived by that are enhancement of plant height, enchancement of number of leaves, number of pods per sample and dry weight of seed per sample. Data be analysed with ANOVA level of signification 0.05, continued by test of Duncan level of signification 0.05.

Research result indicate that liquid organic fertilizer of lamtoro leaves in different concentration were significantly effect of number of leaves and dry weight of seed per sample, but give result differ not reality to plant height and number of pods per sample. Application of fertilizer at 10% give the best result to increase number of leaves and samples without treatment of manure give the best result dry weight of seed per sample.

Key words : Glycine max (L.) var. Grobogan, liquid fertilizer of lamtoro leaves, growth, productivity


(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5

A. Prinsip/ Teori yang Terkait ... 5

1. Kacang Kedelai ... 5


(16)

xiii

3. Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) ... 22

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 25

C. Kerangka Berpikir ... 26

D. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel Penelitian ... 28

C. Batasan Penelitian ... 29

D. Tempat Penelitian... 30

E. Alat dan Bahan ... 31

F. Cara Kerja ... 32

G. Tabulasi Data ... 37

H. Metode Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Hasil ... 43

B. Pembahasan ... 51

C. Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB V APLIKASI HASIL PENELITIAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BIOLOGI ... 59

A. Kompetensi Inti ... 59

B. Kompetensi Dasar ... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan gizi dan jumlah yang dikandung kedelai ... 12

Tabel 2.2 Komposisi proksimat biji kedelai berdasarkan bagian-bagiannya. ... 13

Tabel 3.1 Perlakuan pupuk cair daun lamtoro ... 28

Tabel 3.2 Tabulasi data tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai ... 37

Tabel 3.3 Tabulasi data untuk jumlah polong tanaman kedelai ... 37

Tabel 3.4 Tabulasi data untuk bobot kering biji tanaman kedelai ... 38

Tabel 4.1 Rata-rata pertambahan tinggi tanaman tiap perlakuan (cm) ... 44

Tabel 4.2 Rata-rata pertambahan jumlah daun pada tiap perlakuan (helai) ... 46

Tabel 4.3 Hasil uji Duncan terhadap jumlah daun ... 47

Tabel 4.4. Hasil uji Duncan terhadap jumlah polong ... 49


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kacang kedelai ... 5

Gambar 2.2 Akar dan bintil akar pada kedelai ... 6

Gambar 2.3 Pertumbuhan batang determinit (kiri) dan interminit (kanan) ... 7

Gambar 2.4 Daun tanaman kedelai ... 8

Gambar 2.5 Bunga kedelai warna ungu (kiri) dan putih (kanan) ... 9

Gambar 2.6 Polong pada tanaman kedelai ... 10

Gambar 2.7 Biji kedelai ... 10

Gambar 2.8 Leucaena leucocephala ... 23

Gambar 4.1 Grafik pertumbuhan tinggi kedelai tiap minggu (cm ) ... 43

Gambar 4.2 Grafik pertumbuhan jumlah daun kedelai tiap minggu (helai) ... 45

Gambar 4.3 Grafik rata-rata jumlah polong tiap perlakuan (polong)……... 48


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus ... 66

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 72

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa ... 79

Lampiran 4. Instrumen dan Pedoman Penilaian ... 82

Lampiran 5. Data Tinggi Masing-Masing Perlakuan Tiap Minggu (cm) ... 93

Lampiran 6. Data Tinggi dan Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai (cm) ... 96

Lampiran 7. Data Perbandingan Tinggi di Areal Tertutup Plastik dan Areal Terbuka Pada Perlakuan Kontrol (cm) ... 98

Lampiran 8. Data Jumlah Daun Masing-Masing Perlakuan Tiap Minggu (Helai) 99 Lampiran 9. Data Jumlah Daun dan Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Kedelai (helai)……….. 102

Lampiran 10. Data Jumlah Polong per Tanaman Kedelai (polong) ... 104

Lampiran 11. Data Bobot Kering Biji per Tanaman Kedelai (gram) ... 105

Lampiran 12. Uji Normalitas Distribusi Data Tinggi, Jumlah Daun, Jumlah Polong, dan Bobot Kering Biji Tanaman Kedelai ... 106

Lampiran 13. Uji Homogenitas Data Tinggi, Jumlah Daun, Jumlah Polong, dan Bobot Kering Biji Tanaman Kedelai ... 108

Lampiran 14. Hasil Anova terhadap Tinggi Tanaman Kedelai... 110

Lampiran 15. Hasil Anova terhadap Jumlah Daun Tanaman Kedelai ... 111

Lampiran 16. Hasil Anova terhadap Jumlah Polong Tanaman Kedelai ... 113

Lampiran 17. Hasil Anova terhadap Bobot Kering Biji Tanaman Kedelai ... 115

Lampiran 18. Suhu dan Curah Hujan Bulan Maret Hingga Bulan Juni ... 117

Lampiran 19. Data Pengukuran pH dan Kelembapan Tanah ... 121


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

Kacang kedelai (Glycine max) merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang banyak digunakan dalam pengolahan makanan. Banyak makanan yang diproduksi dari bahan kedelai, seperti tahu dan tempe yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya di Indonesia dengan kandungan protein yang tinggi.

Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan harga kacang kedelai yang disebabkan karena produksi kacang kedelai di Indonesia mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi karena keterbatasan lahan sehingga banyak pemasokan kacang kedelai dari luar. Berdasarkan data da ri Badan Pusat Statistik dalam jangka waktu 10 tahun dari tahun 2000 hingga 2010 menunjukkan bahwa konsumsi kedelai pada tahun 2010 meningkat, yaitu sebesar 2.647 ton dan produksi kedelai menurun hingga 907 ton (Hidayat, 2012). Ketidaksesuaian antara konsumsi dengan produksi inilah yang menyebabkan impor kacang kedelai juga semakin meningkat.

Amerika Serikat merupakan negara pamasok kacang kedelai terbesar bagi Indonesia. Kebutuhan nasional sekitar 2,5 juta ton per tahun, impor dari Amerika sebanyak 60 persen dari kebutuhan tersebut. Harga kacang kedelai di berbagai daerah sekitar Rp 12.000 per kilogram, naik dibanding sebelum terjadi fluktuasi nilai tukar rupiah yaitu sekitar Rp 8.000 per kilogram (Pikiran Rakyat Online,


(21)

Senin, 09/09/2013). Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O. Blake mengatakan 90 persen kacang kedelai yang digunakan untuk bahan baku tempe dan tahu diimpor dari Amerika. Beliau mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan pemasok pasar kedelai terbesar, bahkan pada tahun 2013 nilai ekspor agrikultur Amerika ke Indonesia mencapai US$ 4,8 miliar (Tempo, Rabu, 30 April 2014). Hal ini menyebabkan harga kacang kedelai di dalam negeri meningkat. Harga kedelai yang meningkat ini menyebabkan pengrajian tahu dan tempe tidak mampu lagi membeli kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe.

Petani kacang kedelai lokal juga mengalami kesulitan dalam memproduksi kacang kedelai karena keterbatasan lahan dan kalah saing dengan kedelai impor. Lahan yang terbatas ini diusahakan dapat dioptimalisasi produktivitas dari kacang kedelai lokal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kacang kedelai adalah mengolah tanah dengan penambahan pupuk. Pada umumnya pupuk yang ditambahkan adalah pupuk kimia sintesis seperti NPK atau urea. Penggunaan pupuk kimia memang lebih praktis namun berdampak negatif terhadap lingkungan.

Pupuk yang dapat dimanfaatkan adalah pupuk organik dari daun lamtaro yang akan dibuat menjadi pupuk organik cair dalam aplikasinya. Menurut Budelman dalam Palimbungan (2006) kandungan unsur hara pada daun lamtoro (Leucaena leucocephala) terdiri atas 3.84% N; 0.2% P; 2.06% K; 1.31% Ca; 0.33% Mg. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah daun lamtoro sebagai pupuk organik cair dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas


(22)

tanaman sawi dan meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman sawit. Oleh karena itu, dilakukan pengujian tentang pengaruh pupuk cair dari daun lamtaro terhadap pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh perbedaan konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro terhadap pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai ?

2. Pupuk konsentrasi berapakah yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai?

C. Batasan Masalah

Fokus peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pupuk cair dari daun lamtoro terdiri dari 5 konsentrasi, yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% dengan volume pemupukan 100 ml untuk setiap tanaman kacang kedelai var. Grobogan.

2. Daun lamtoro yang digunakan untuk pembuatan pupuk cair adalah daun muda dan daun tua.

3. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi batang, jumlah daun, dan jumlah polong, sedangkan produktivitas yang diukur adalah bobot kering biji tanaman kedelai var. Grobogan.


(23)

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro terhadap pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai.

2. Mengetahui konsentrasi yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

 Memperoleh jawaban dari permasalahan yang ada melalui data-data yang diperoleh selama penelitian untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai.

2. Bagi Pertanian

 Sebagai informasi bagi petani dalam membuat pupuk organik cair dari daun lamtoro.

 Sebagai informasi bagi petani untuk mengetahui potensi serta pengaruh pupuk cair dari daun lamtoro terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai.

3. Bagi Dunia Pendidikan

 Sebagai aplikasi dalam penggunaan pupuk cair daun lamtoro sebagai proses pembelajaran kepedulian lingkungan.


(24)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Prinsip/ Teori yang Terkait

1. Kacang Kedelai

a. Sejarah singkat

Tanaman kedelai diduga berasal dari dataran Cina. Tanaman kedelai tumbuh di daerah pegunungan Cina bagian tengah dan barat, serta dataran rendah sekitarnya (Rukmana dan Yuniarsih, 2012). Kedelai di Indonesia mulai dibudidayakan pada abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan rumput hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria dan Jepang (Asia Timur) serta negara-negara lain di Amerika dan Afrika (AKK, 2012)

b. Taksonomi dan Morfologi

Menurut Pracaya dan Kahono (2010) taksonomi kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Familia : Papilionaceae

Genus : Glycine Sumber: Puslitbangtan


(25)

Secara morfologis, bagian-bagian tanaman kedelai dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1) Akar

Akar tanaman kedelai berupa akar tunggang yang membentuk cabang-cabang akar. Pada akar kedelai terdapat bintil-bintil yang berupa gelembung kecil yang didalamnya terdapat bakteri Rhizobium japonicum. Bintil akar tersebut biasanya mulai terbentuk sekitar dua puluh hari setelah tanam. Pembentukan bintil akar dirangsang oleh rendahnya kandungan nitrogen di dalam tanah, kondisi pH tanah berkisar 5,5 – 6,5 dan kondisi tanah yang cukup lembab serta mengandung unsur-unsur hara. Kondisi tanah yang kaya akan nitrogen dan kekurangan fosfor mengurangi pembentukan dan pertumbuhan bintil akar. Pada lahan yang belum pernah ditanami kedelai diperlukan inokulasi Rhizobium. Inokulan rhizobium untuk benih kedelai seperti Legin yang telah beredar di pasaran (Pitojo, 2003).

Sumber: www. pustaka. unpad. ac. id


(26)

2) Batang

Pada tanaman kedelai dikenal dua tipe pertumbuhan batang, yaitu determinit dan indeterminit. Menurut AAK (2012) kedelai dengan pertumbuhan batang determinit memiliki ujung batang yang berakhir dengan rangkaian bunga, cabang-cabang batangnya tumbuh tanpa melilit, tetapi lurus tegak ke atas. Pertumbuhan batang interminit memiliki ujung batang tidak berakhir dengan rangkaian bunga dan cabang-cabang batangnya tumbuh melilit. Jumlah buku pada batang akan bertambah sesuai pertambahan umur tanaman, tetapi kondisi normal jumlah buku berkisar antara 15-20 buku dengan jarak buku berkisar antar 2-9 cm. Batang tanaman kedelai ada yang bercabang dan ada yang tidak bercabang tergantung dari varietas kedelai, tetapi pada umumnya cabang pada tanaman kedelai berjumlah antara 1-5 cabang (Adisarwanto, 2008).

Sumber: AAK


(27)

3) Daun

Pada node pertama tanaman kedelai yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua node di atasnya terbentuk 3 helai anak daun. Daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak daun. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang (Pitojo, 2003).

Sumber: www.pustaka.unpad.ac.id

Gambar 2.4 Daun tanaman kedelai

4) Bunga

Bunga pada tanaman kedelai umumnya muncul/tumbuh pada ketiak daun, yakni setelah buku kedua, tetapi terkadang bunga dapat pula terbentuk pada cabang tanaman yang mempunyai daun. Bunga kedelai termasuk sempurna karena setiap bunga memiliki alat reproduksi jantan dan betina. Penyerbukan bunga terjadi pada saat bunga masih tertutup sehingga kemungkinan penyerbukan silang


(28)

sangat kecil, yaitu hanya 0,1 %. Warna bunga kedelai ada yang ungu dan putih (Adisarwanto, 2008).

Sumber: www.ilmubiologi.com

Gambar 2.5 Bunga kedelai warna ungu (kiri) dan putih (kanan)

5) Polong

Polong kedelai pertama kali muncul sekitar 10-14 hari masa pertumbuhan, yakni setelah bunga pertama muncul. Warna polong yang baru tumbuh berwarna hijau dan selanjutnya akan berubah menjadi kuning/ coklat pada saat dipanen. Pembentukan dan pembesaran polong akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan jumlah bunga yang terbentuk. Jumlah polong yang terbentuk beragam, yakni antara 2-10 polong pada setiap kelompok bunga di ketiak daunnya. Sementara jumlah polong yang dapat dipanen berkisar antara 20-200 polong per tanaman. Warna polong masak dan ukuran biji antara posisi polong paling bawah dengan paling atas akan sama selama periode pemasakan polong optimal , yaitu antara 50-75 hari. Periode waktu tersebut dianggap optimal untuk proses pengisian biji dalam polong yang terletak di sekitar pucuk tanaman (Adisarwanto, 2008).


(29)

Sumber: dinpertantph.jatengprov.go.id

Gambar 2.6 Polong pada tanaman kedelai

6) Biji

Biji terdapat di dalam polong. Setiap polong berisi 1-4 biji. Pada saat masih muda, biji berukuran kecil, berwarna putih kehijauan, dan lunak. Pada perkembangan selanjutnya, biji semakin berisi, mencapai berat maksimal, dan keras. Biji kedelai berkeping dua dan terbungkus oleh kulit tipis. Pada umumnya biji berbentuk lonjong, namun ada juga yang berbentuk bundar atau bulat agak pipih dan kulit biji berwarna kuning, hitam, hijau, atau coklat. Biji kedelai biasanya diukur atas dasar bobot setiap 100 biji kering. Bobot 100 biji kedelai ukuran kecil berkisar antara 6-10 gram, sedangkan yang berukuran sedang antara 11-12 gram dan yang berukuran besar lebih dari 13 gram (Pitojo, 2003).

Sumber: www.susu-kedelai.com


(30)

c. Syarat tumbuh

Menurut Pracaya dan Kahono (2010), kedelai cocok ditanam di tempat dengan ketinggian antara 0-900 meter di atas permukaan laut. Pada musim kemarau kedelai dapat hidup subur asal cukup air. Kedelai cocok hidup pada temperature 250C-300C dengan temperature optimum 280C. Penyinaran matahari 12 jam/ hari atau minimal 10 jam/ hari, dan curah hujan paling optimum antara 100-200 mm/ bulan (Rukmana, 2012). Menurut Adisarwanto (2008) curah hujan yang tinggi juga bisa menyebabkan polong busuk akibat kelembapan udara yang sangat rendah dan membuat kualitas biji yang dihasilkan menurun. Kelembapan udara yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 75-90 %. Kelembapan udara berpengaruh langsung terhadap proses pemasakan biji kedelai karena semakin tinggi kelembapan, proses pemasakan polong akan semakin cepat sehingga proses pembentukan biji menjadi kurang optimal.

Kedelai dapat hidup di segala macam tanah asal cukup bahan organik dan kalsium. Tanah yang mengandung bakteri pengikat nitrogen (Rhizobium japonicum) sangat menyuburkan kedelai. Jika tanah tidak mengandung bakteri tersebut sebaiknya diberi bibit bakteri atau diinokulasi (Pracaya dan Kahono, 2010).

d. Kedelai Varietas Grobogan

Kedelai varietas Grobogan merupakan salah satu varietas yang berumur pendek dan berdaya hasil tinggi. Kedelai varietas lokal Grobogan telah sejak lama menjadi pilihan petani Jawa Tengah, khususnya petani Kabupaten Grobogan. Selain itu, varietas lokal ini mempunyai keunggulan polongnya besar dan tingkat


(31)

kematangan polong dan daun bersamaan, jadi pada saat dipanen daun kedelai sudah rontok (Bank Pengetahuan Tanaman Pangan Indonesia, 2010).

Menurut Ir. Suhartina, menjelaskan deskripsi benih kedelai varietas grobogan, meliputi: tipe pertumbuhan determinit, warna hipokotil ungu, warna epikotil ungu, warna daun hijau, warna bulu batang coklat, warna bunga ungu, berbiji besar, warna kulit biji kuning muda, warna polong tua coklat, warna hilum biji coklat, bentuk daun lanceolate (oval,bulat kecil ujung lancip), percabangan 1-2 cabang, umur berbunga 30-32 hari, umur masak ±76 hari, tinggi tanaman 50-60 cm, bobot biji ±18 gram/100 biji, rata-rata hasil 2,77 ton/ha, potensi hasil 3,40 ton/ha, kandungan protein 43,9%, kandungan lemak 18,4%, sifat lain polong masak tidak mudah pecah, saat panen 95%-100% daun luruh (Balitkabi, 2012).

e. Manfaat Kedelai

Menurut Amanda (2008) kedelai yang masih merupakan tanaman palawijaya ini memiliki manfaat yang sangat kompleks, untuk tubuh (kesehatan), untuk industri. Kedelai adalah bahan dasar dari pembuatan tahu, dan tempe kedelai pun diolah menjadi susu bubuk, kandungan yang tersedia pun hampir mencakupi kebutuhan kandungan gizi yang diberikan oleh susu sapi. Kandungan gizi dari 100 gram kedelai dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Kandungan gizi dan jumlah yang dikandung kedelai

Kandungan Gizi Jumlah

Kalori 300 kal Protein 35 gram Lemak 18 gram Karbohidrat 35 gram

Air 8 gram

Kalsium 227 mgr Fosfor 585 mgr


(32)

Kandungan Gizi Jumlah

Besi 8 gram Vitamin B1 1 mgr

Menurut Liu dalam Kanetro dan Hastuti (2006) biji kedelai terdiri atas 8% kulit biji, 90% keping biji dan sisanya sebesar 2 % adalah hipokotil. Keping bij/ kotiledon mengandung protein dan lemak dengan prosentase yang tertinggi, sebaliknya kandungan komponen yang terendah ada dalam kulit biji.

Tabel 2.2 Komposisi proksimat biji kedelai berdasarkan bagian-bagiannya. Persen

dari biji

Komposisi Kimia (% berat kering) Protein Lemak Karbohidrat Abu

Kulit biji 8 9 1 86 4,3 Hipokotil 2 41 11 43 4,4 Keping biji 90 43 23 29 5,0 Total 100 40 20 35 5,0

f. Hama dan Penyakit yang Menyerang Kedelai

Menurut Pracaya dan Kahono (2010) hama yang menyerang kedelai, yaitu: 1) Lalat kacang (Agromiza phaseoli C.)

Lalat kacang merupakan salah satu hama yang sering menyerang tanaman kedelai yang masih muda, yaitu sejak benih kedelai mulai berkecambah sampai berumur 3-4 minggu. Hama ini dapat diberantas dengan menyemprotkan insektisida organik. Penyemprotan bisa dilakukan setelah kedelai tumbuh, yaitu dua, tiga, atau empat hari sekali. Jika serangan sudah hebat, penyemprotan bisa dilakukan sampai enam kali.

2) Wereng kedelai (Phaedonia inclusa S.)

Ulat dan kumbang wereng kedelai menyerang tanaman sejak berumur tiga minggu sampai masa pembentukan polong buah. Hama ini dapat diberantas


(33)

dengan menyemprotkan racun Sevin 1-2 g per liter air, Fosferno 0,5 -1 cc per liter air, Felidol 0,5-1 cc per liter air, dan Surecide 2-4 cc per liter air. Penyemprotannya dilakukan segera setelah tampak gejala yang pertama dan diulangi seminggu kemudian.

3) Hama penggerek polongan buah

Hama ini menggerek polongan buah dan masuk ke dalamnya. Akibatnya, semua biji akan rusak. Obat pemberantasannya sama dengan yang disebutkan di depan kecuali Sevin. Penyemprotan dilakukan setelah polongan buah mulai terbentuk.

Selain itu, hama lain yang menyerang tanaman kedelai menurut Rukmana dan Yuniarsih (2012), yaitu:

1) Ulat grayak (Spodoptera litura F.)

Ulat ini merusak seluruh bagian tanaman kedelai, terutama daun dan polong. Daun yang terserang berlubang-lubang tidak menentu ukurannya, bahkan pada tingkat serangan berat dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul. Pengendalian non-kimiawi dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan sefamili dan pengumpulan kelompok telur dan nimfa untuk dimusnahkan. Pengendalian kimiawi antara lain dengan disemprot dengan insektisida. Jenis insektisida yang digunakan antara lain adalah Ambush 2 EC, Cascade 50 EC dan jenis lain yang dianjurkan.

2) Penggulung daun

Ulat berwarna hijau-terang dan hidup dalam daun muda. Bagian daun digulung dan dimakan sampai tulang-tulang daunnya, sehingga daun menjadi


(34)

rusak. Pengendalian non-kimiawi antara lain dengan pergiliran tanaman yang bukan sefamili dan pengumpulan ulat untuk dimusnahkan. Pengendalian kimiawi dilakukan dengan penyemprotan insektisida, antara lain Matador 25 EC, Meothrin 50 EC, dan Sevin 85 S pada konsentrasi yang dianjurkan.

3) Kepik coklat

Tubuh kepik coklat mirip dengan walang sangit, tetapi terdapat warna kuning memanjang pada bagian sisi samping kiri dan kanan tubuhnya. Daur kepik coklat berlangsung selama 29 hari. Kepik coklat merusak dengan cara menusuk dan mengisap cairan biji, sehingga polong gugur atau hampa, mengering, biji berbintik-bintik, dan akhirnya menjadi busuk berwarna hitam. Pengendalian non-kimiawi antara lain dengan menerapkan pergiliran tanaman bukan sefamili, pengumpulan kepik untuk dimusnahkan dan menjaga kebersihan kebun dari rumput-rumpu liar (gulma). Pengendalian kimiawi dengan cara menyemprotkan insektisida Ofunack 40 EC, Mipcin 50 WP, dan lain-lain pada konsentrasi yang dianjurkan.

4) Ulat polong/ buah

Ulat berwarna merah-tua sampai hitam pada stadium kecil, tetapi berubah menjadi warna hijau, kuning-kecoklatan sampai merah tua pada stadium dewasa. Ulat melubangi polong kedelai sehingga rusak dan kadang-kadang membusuk. Pengendalian non-kimiawi antara lain dengan pergiliran tanaman yang bukan sefamili, mengumpulkan ulat untuk dimusnahkan. Pengendalian kimiawi dilakukan dengan penyemprotan insektisida Dursban 20 EC atau Dipel WP pada konsentrasi yang dianjurkan.


(35)

Menurut Adisarwanto (2008) ada dua penyakit utama yang sering kali dijumpai pada tanaman kedelai, yaitu karat daun dan virus. Penurunan hasil oleh serangan karat daun berkisar antara 30-60 % yang diikuti dengan penurunan kualitas biji. Penyakit ini menyerang daun. Pada daun pertama berupa bercak-bercak kemudian berkembang ke daun-daun di atasnya dengan bertambahnya umur tanaman. Bercak terutama terdapat pada permukaan bawah daun. Warna bercak coklat kemerahan seperti warna karat (Rahmawati, 2012). Upaya untuk pengendaliannya adalah menggunakan fungisida dan penanaman varietas yang toleran. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan rotasi tanam, pembakaran tanaman inang, memberantas serangga vektor, penggunaan benih sehat, dan pembuangan tanaman sakit (Adisarwanto, 2008).

Virus mosaik merupakan penyakit yang menyerang daun dan tunas. Tulang daun pada daun yang masih muda menjadi kurang jernih. Selanjutnya daun berkerut dan mempunyai gambaran mosaik dengan waena hijau gelap di sepanjang tulang daun. Tepi daun sering mengalami klorosis. Tanaman yang terinfeksi ukuran bijinya akan mengecil dan jumlah biji berkurang sehingga hasil biji menurun. Gejala yang terjadi adalah perkembangan dan pertumbuhan lambat, tanaman menjadi kerdil. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi sumber penularan virus, menekan populasi serangga vektor, dan menanam varietas toleran (Rahmawati, 2012).


(36)

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai adalah sebagai berikut:

1) Faktor internal a) Gen

Proses imbibisi dalam perkecambahan melibatkan aktivitas enzim hidrolitik. Aktivitas enzim ini dikendalikan oleh gen-gen yang bertanggung jawab untuk hal tersebut. Kemampuan metabolisme pada tumbuhan dipengaruhi oleh enzim-enzim metabolik yang mengatur laju metabolisme. Aktivitas metabolik ini juga dikendalikan oleh gen-gen yang dimiliki tumbuhan tersebut (Aryulina, Muslim, Manaf, dan Winarni, 2009).

b) Hormon

Menurut Aryulina, Muslim, Manaf, dan Winarni (2009), pertumbuhan dan perkembangan akan melibatkan berbagai macam hormon. Hormon-hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah sebagai berikut:

 auksin, berperan memacu proses pemanjangan sel;

 giberelin, berperan dalam merangsang perkembangan dan perkecambahan embrio;

 etilen, berperan dalam proses pematangan buah dan kerontokan daun;


(37)

 asam absisat, berperan dalam proses penuaan dan gugurnya daun;

 kalin, berperan dalam proses organogenesis;

 traumalin, berperan dalam proses regenerasi sel apabila tumbuhan mengalami kerusakan jaringan.

2) Faktor eksternal a) Tanah

Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir (Sastra, 2015). Pada kondisi lahan yang kurang subur atau asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak sampai tergenang air, sebab genangan air tersebut akan membuat akar dan cabang tanaman menjadi busuk. Toleransi pH yang baik, yaitu antara 5,8-7 (AAK, 2012).

b) Suhu

Kedelai cocok hidup pada temperature 250C- 300C dengan temperatur optimum 280C (Pracaya dan Kahono, 2010). Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (<150C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat, bisa mencapai 2 minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban tanah tinggi. Sementara pada suhu tinggi (>300C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Di samping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. (Sastra, 2015).


(38)

c) Penyinaran

Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama

penyinaran karena kedelai termasuk tanaman “hari pendek”. Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam perhari (Sastra, 2015). Penyinaran matahari untuk tanaman kedelai adalah 12 jam/ hari atau minimal 10 jam/ hari (Rukmana, 2012).

d) Curah hujan

Curah hujan paling optimum antara 100-200 mm/ bulan (Rukmana, 2012). Menurut Adisarwanto (2008) curah hujan yang tinggi juga bisa menyebabkan polong busuk akibat kelembapan udara yang sangat rendah dan membuat kualitas biji yang dihasilkan menurun. Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. (Sastra, 2015). e) Pemupukan

Pemupukan merupakan faktor yang akan menentukan perolehan hara yang didapat tanaman dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila pasokan unsur nitrogen dan nutrisi lain terpenuhi maka pertumbuhan akan berlangsung dengan baik. Apabila penggunaan pupuk nitrogen terlalu banyak, akan menekan jumlah dan ukuran bintil akar sehingga akan mengurangi keefektifan pengikatan nitrogen dari atmosfer (Sastra, 2015).


(39)

2. Pupuk Organik Cair dari Pupuk Hijau

a. Pengertian Pupuk Cair dari Pupuk Hijau

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pupuk kandang, sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Salah satu sumber bahan organik dapat berupa pupuk hijau (Nugroho, 2012).

Menurut Pracaya dan P.C. Kahono (2010) pupuk hijau, yaitu pupuk alami yang berasal dari sisa tumbuhan terutama polong-polongan/kacang-kacangan, daun, batang, dan akar. Pupuk alami adalah pupuk yang terbentuk melalui proses alamiah. Terbentuk secara alami dalam hal ini berarti proses pembusukan dilakukan oleh mikroorganisme atau makhluk hidup pengurai (detrivor). Mikroorganisme menguraikan bangkai, sampah, atau kotoran hewan menjadi tanah yang mengandung unsur-unsur hara yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Jenis tanaman yang dijadikan sumber pupuk hijau diutamakan dari jenis legume, karena tanaman ini mengandung hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya (Nugroho, 2012).

Pemupukan sampai saat ini masih merupakan penambahan input yang terpenting dalam meningkatkan produktivitas tanaman (Adisarwanto, 2008). Supardi dalam Priangga (2013) menyatakan pupuk organik cair memberikan beberapa keuntungan, misalnya pupuk ini dapat digunakan dengan cara menyiramkannya ke akar ataupun di semprotkan ke tanaman dan menghemat


(40)

tenaga. Sehingga proses penyiraman dapat menjaga kelembaban tanah. Menurut Musnaman dalam Priangga (2013) pupuk organik cair dalam pemupukan jelas lebih merata, tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi pupuk di satu tempat, hal ini disebabkan pupuk organik cair 100 persen larut. Sehingga secara cepat mengatasi defesiensi hara dan tidak bermasalah dalam pencucian hara juga mampu menyediakan hara secara cepat.

b. Kandungan Hara dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kedelai

Menurut Sutedjo (2010), nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif, menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, dan meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman. Selain itu, juga meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah untuk pelapukan bahan organik. Hardjowigeno dalam Meirina (2014) menyatakan unsur N yang terdapat dalam pupuk merupakan penyusun bahan organik dalam biji seperti asam amino, protein, koenzim, klorofil dan sejumlah bahan lain dalam biji, sehingga pemberian pupuk yang mengandung N pada tanaman akan meningkatkan berat kering biji. Selain mengandung nitrogen, unsur hara lain yang terdapat pada tanaman legume adalah unsur hara fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).

Unsur fosfor (P) berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman, merangsang pembelahan sel dan memperbesar jaringan sel. Unsur


(41)

P juga berguna untuk merangsang pembungaan dan pembuahan dan merangsang pembentukan biji (Anonim, 2007). Menurut Suprapto dalam Meirina (2014) menegaskan bahwa tanaman kedelai akan menggunakan P secara maksimal saat tanaman dalam masa pembentukan polong sampai kira-kira 10 hari sebelum biji berkembang penuh.

Menurut Sutedjo (2010) kalium (K) berperan dalam meningkatkan kualitas biji/ buah, mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, mengaktifkan berbagai enzim, metabolisme nitrogen dan sintesa protein, menetralisasi asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologis. Saat pembesaran polong dan pengisisan biji kedelai membutuhkan banyak unsur K (Meirina, 2014).

Kalsium (Ca) berperan penting alam pertumbuhan ujung dan bulu-bulu akar, pembuatan protein. Magnesium berperan penting dalam pembentukan klorofil dan membantu pertumbuhan biji (Sutedjo, 2010). Selain itu, fungsi kalsium berguna bagi komponen dinding sel sehingga mencegah terjadinya layu pada tanaman. Magnesium berfungsi sebagai penyusun klorofil (Nugroho, 2012).

3. Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) ini berasal dari Amerika Latin, sudah sejak lama diimpor ke Indonesia Tanaman Leucaena termasuk tanaman leguminoseae dan tergolong subfamily Mimosaceae, merupakan tanaman multiguna karena seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan baik untuk kepentingan manusia atau pun hewan. Tanaman Leguminoseae adalah tanaman polong-polongan dengan sistem perakaran yang mampu bersimbiosis dengan


(42)

bakteri Rhizobium dan membentuk bintil akar yang mempunyai kemampuan mengikat nitrogen dari udara (Purwanto, 2007).

a. Taksonomi dan Morfologi

Menurut Plantamor (2012) klasifikasi dari tanaman lamtoro adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales

Familia : Fabaceae

Genus : Leucaena Sumber: www.virtual herbarium.org

Species : Leucaena leucocephala

Tanaman ini merupakan perdu pohon yang pertumbuhannya mampu mencapai tinggi 5-15 m. Tanaman tumbuh tegak dengan sudut pangkal antara batang dengan cabang 450, apabila sudah dipangkas cabangnya akan menyerupai bentuk garpu. Daunnya kecil, tulang daun menyirip ganda dua (bipeainantus) dengan jumlah pasangan 4-8 pasang, tiap sirip tangkai daun mempunyai 11- 22 helai anak daun (Purwanto, 2007).

Penyebaran Tanaman

Tanaman Leucaena dapat hidup pada ketinggian tempat 0-1.000 m dpl., kurang toleran terhadap kandungan Al tanah yang tinggi, pH tanah berkisar antara 5-8, sangat menyukai tanah yang mengandung kapur dan tanah basa-basa yang tinggi (Purwanto, 2007).


(43)

b. Manfaat Tanaman

Menurut Purwanto (2007) pertumbuhan tanaman Leucaena ini cepat dan kemampuan produksi hijauannya tinggi. Beberapa keunggulan tanaman Leucaena sebagai tanaman penghijauan antara lain:

1) Meningkatkan kesuburan tanah, karena kemampuannya sebagai pengikat nitrogen dan banyak menghasilkan daun sebagai sumber bahan organik. 2) Penanamannya mudah, dapat ditanam langsung dengan biji.

3) Pertumbuhan tegak lurus ke atas.

4) Mampu beradaptasi dengan kondisi iklim setempat.

5) Mempunyai sistem perakaran dalam dan menyebar secara horizontal sehingga cocok bagi tanaman pelindung dan penguat teras, tanaman pagar ladang dan pagar pekarangan.

Sebagai tanaman rehabilitasi lahan legum memiliki beberapa faktor pendukung antara lain: (1) cepat tumbuh, hingga banyak menghasilkan bahan organik dan pupuk hijau; (2) banyak mengandung nitrogen (N), hingga mampu menghasilkan hijauan makanan ternak dan menghasilkan makanan yang dapat diolah (Purwanto, 2007). Menurut Budelman dalam Palimbungan (2006) kandungan unsur hara pada daun lamtoro terdiri atas 3.84% N; 0.2% P; 2.06% K; 1.31% Ca; 0.33% Mg.

Sebagai pupuk cair, daun lamtoro salah satu tanaman legume mengandung unsure hara yang relatif tinggi, terutama nitrogen dibandingkan tanaman lainnya dan juga relatif lebih mudah terkomposisi sehingga penyediaan haranya lebih cepat (Nugroho, 2012). Menurut Palimbungan (2006) daun lamtoro dihancurkan


(44)

terlebih dahulu agar kandungan hara di dalamnya tidak berkurang dalam pembuatan pupuk cair.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Menurut Parlimbungan (2006) bahwa pupuk organik berupa daun lamtoro akan meningkatkan kesuburan tanah dan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam memperoleh berbagai macam unsur hara. Hasil penelitian menurut Parlimbungan (2006) dengan judul “Pengaruh Ekstrak Daun Lamtoro Sebagai Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi” bahwa perlakuan pupuk organik cair lamtoro terhadap tanaman sawi memberikan hasil terbaik 250cc/1 pada pertumbuhan tinggi tanaman dan berat segar tanaman. Adanya respon terhadap pada tanaman sawi adalah akibat dari perbedaan level dosis yang diberikan. Pada dosis 250cc/1 air menunjukkan dosis yang paling sesuai sehingga pertumbuhan tanaman terpacu secara optimal. Aplikasi dosis kurang dari pada dosis 200cc/1 kurang/tidak memberikan pengaruh nyata.

Penelitian Simanjuntak (2012) dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala L.) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica Rapa L.)” menguji pupuk cair lamtoro dengan berbagai konsentrasi, yaitu konsentrasi 50 ml/tanaman, 100 ml/tanaman, 150 ml/tanaman, 200 ml/tanaman dan 250 ml/tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kosentrasi 250 ml/tanaman juga memberikan pengaruh yang paling baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi pakcoy.


(45)

Selain itu, pupuk organik cair daun lamtoro memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pertambahan tinggi, lingkar batang, dan total luas daun bibit kelapa sawit. Pemberian pupuk organik cair daun lamtoro yang terdiri dari 5 taraf, yaitu 0, 100, 200 , 300, 400, 500 cc/l air untuk diujikan pada beberapa varietas bibit kelapa sawit. Menurut hasil penelitian Afrianto (2014) dengan judul

“Pengaruh Pupuk Organik Cair Daun Lamtoro Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Di Main Nursery (Elaeis Guineensis Jacq)”, pupuk organik cair daun lamtoro pada pengamatan tinggi tanaman, lingkar batang bibit, total luas daun dan pertambahan bobot bibit kelapa sawit yang paling respon dengan pemberian 500 cc/l air menunjukkan pengaruh sangat nyata.

C. Kerangka Berpikir

Penggunaan daun lamtoro sebagai pupuk organik karena memiliki kandungan nitrogen yang tinggi, yaitu 3,84 %. Tambahan sumber nitrogen pada tanah dengan dosis yang tepat dapat menyuburkan tanaman karena nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak untuk pertumbuhannya serta merangsang pembentukan akar. Namun, tanaman kedelai merupakan tanaman yang bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. membentuk bintil akar. Bakteri Rhizobium sp. mampu melakukan fiksasi nitrogen bebas di udara dan mengubahnya menjadi nitrat sehingga dapat digunakan oleh tanaman untuk proses pertumbuhannya. Bila penggunaan pupuk nitrogen terlalu banyak akan mengurangi keefektivan pengikatan nitrogen dari atmosfer. Oleh karena itu, dilakukan pengujian pemberian pupuk organik tambahan berupa


(46)

pupuk cair dari daun lamtoro dengan berbagai konsentrasi terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kacang kedelai.

D. Hipotesis

1. Pupuk cair dari daun lamtoro dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai.

2. Pupuk dengan konsentrasi 30% paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai.


(47)

28 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen yaitu mengujikan beberapa konsentrasi pupuk cair daun lamtoro pada satu varietas tanaman kacang kedelai dan diamati pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai yang dihasilkan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Konsentrasi pupuk cair daun lamtaro

Terdiri dari 5 perlakuan pupuk cair dengan konsentrasi berbeda dan kontrol dengan masing-masing 10 ulangan sehingga jumlah seluruh tanaman adalah sebanyak 60 tanaman. Perlakuan dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1 Perlakuan pupuk cair daun lamtoro

Kode Perlakuan

A 10 %

B 20%

C 30%

D 40%

E 50%

K tanpa perlakuan

2. Variabel terikat : Pertumbuhan dan produktivitas kacang kedelai

3. Variabel kontrol: Varietas tanaman, umur tanaman, media tanam, waktu dan volume penyiraman dan pemberian pupuk.


(48)

C. Batasan Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah kacang kedelai (Glycine max L.) varietas Grobogan.

2. Objek Penelitian

Pupuk cair daun lamtoro 10% Pupuk cair daun lamtoro 20% Pupuk cair daun lamtoro 30% Pupuk cair daun lamtoro 40% Pupuk cair daun lamtoro 50% 3. Parameter

a) Pertumbuhan

1) Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu. Pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman dilakukan seminggu sekali hingga tanaman berumur 10 minggu. Data pertambahan tinggi yang diukur adalah selisih tinggi tanaman pada minggu ke-3 (pengukuran pertama) hingga minggu ke-6, yaitu pada fase vegetatif. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh.

2) Jumlah daun (helai)

Penghitungan jumlah daun mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu. Pengamatan pertumbuhan jumlah daun dilakukan


(49)

seminggu sekali hingga tanaman berumur 10 minggu. Data pertambahan jumlah daun yang didapatkan adalah selisih tinggi tanaman pada minggu 3 (pengukuran pertama) hingga minggu ke-6, yaitu pada fase vegetatif. Penghitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang telah membuka sempurna. Jika terserang hama, daun yang hanya berlubang kecil tetap dihitung 1 daun, namun jika hanya tersisa ¼ dari daun, maka tidak dihitung. 3) Jumlah polong per tanaman (polong)

Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong setiap tanaman sampel, dengan menghitung jumlah polong yang berisi. Pengamatan ini dilakukan pada saat panen, yaitu pada minggu ke-10.

b) Produktivitas

Produksi dihitung dengan menimbang bobot biji kering kacang kedelai yang dihasilkan tiap tanaman pada masing-masing perlakuan. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran biji di bawah sinar matahari selama 4 hari, kemudian biji per tanaman plot ditimbang. Perhitungan produksi ini dilakukan pada minggu ke-10 setelah dipanen.

D. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 – Juni 2015 di Kebun Penelitian Pendidikan Biologi, Universitas Sanata Dharma, Paingan, Maguwoharjo.


(50)

E. Alat dan Bahan

1. Alat: a) Ember b) Pisau c) Cetok

d) Polibag ukuran 35 x 35 cm e) Gayung

f) Timbangan g) Drigen h) Gelas ukur i) Saringan j) Indikator pH k) Meteran 2. Bahan:

a) Tanah

b) Pupuk bokashi

c) Benih kedelai var. Grobogan

d) Legin (sumber inokulum Rhizobium) e) Daun Lamtaro

f) EM-4 g) Tetes tebu h) Air cucian beras i) Pestisida


(51)

j) Fungisida

F. Cara Kerja

1. Pembuatan pupuk cair dari daun lamtaro.

Pembuatan pupuk cair ini dilakukan dengan cara fermentasi dengan bioaktivator EM-4 untuk mempercepat pengomposan. Bahan yang digunakan adalah daun lamtoro, air, air bekas cuci beras, tetes tebu, dan EM-4 dengan perbandingan 10 : 20 : 4 : 1 : 1. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam ember dan ditutup rapat. Fermentasi dilakukan selama 1 bulan. Setelah itu, pupuk siap dipakai dengan cara menyaring. Sebelum diaplikasikan, pupuk cair tersebut diukur pHnya (Lampiran 20). 2. Persiapan media tanam

Media yang digunakan untuk menanam kedelai adalah dengan menggunakan polibag yang berukuran 35 x 35 cm. Media tanam yang digunakan adalah tanah padas dan pupuk bokashi dengan perbandingan 2:1 diisi sebanyak

¾

dari tinggi polibag. Adanya beberapa tambahan bahan bertujuan untuk memperoleh struktur tanah yang gembur, drainase dan aerasi tanah yang cukup baik sehingga akar-akar kedelai dapat tumbuh dengan sempurna.

3. Penanaman

Benih dipilih dengan ukuran yang seragam, utuh, padat dan tidak cacat. Sebelum itu, benih kacang kedelai tersebut direndam terlebih dahulu dengan air selama 24 jam agar dapat tumbuh serempak. Sebelum dilakukan penanaman, benih tersebut dibasahi dengan air gula (4 sendok


(52)

makan/ L), kemudian diberi Legin dengan perbandingan 30 gram untuk 8 kg benih sebagai sumber inokulum Rhizobium dan diaduk rata. Pencampuran dilakukan di tempat yang teduh. Benih yang sudah diberi inokulum langsung ditanam dengan cara membuat lubang tanam sedalam 3 cm.

4. Penyulaman

Jika ada bibit yang gagal untuk tumbuh atau pertumbuhan abnormal kira-kira umur 5-6 hari, maka dilakukan penyulaman dengan menggantikan tanaman cadangan yang masih hidup.

5. Perlakuan

a) Pembuatan konsentrasi larutan

Pupuk yang diberikan adalah pupuk cair daun lamtoro yang sudah difermentasi. Pemberian pupuk cair terdiri dari 5 konsentrasi, yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Pembuatan konsentrasi dilakukan dengan cara berikut:

 Konsentrasi 10% : 100 ml pupuk cair + 900 ml air

 Konsentrasi 20% : 200 ml pupuk cair + 800 ml air

 Konsentrasi 30% : 300 ml pupuk cair + 700 ml air

 Konsentrasi 40% : 400 ml pupuk cair + 600 ml air


(53)

b) Pemberian pupuk

Pemberian pupuk dilakukan 2 minggu sekali pada sore hari di media tanam dengan volume penyiraman 100 ml. Pemberian pupuk dimulai saat tanaman kedelai berumur 2 minggu hingga tanaman siap dipanen. 6. Pemeliharaan

a) Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan. Penyiraman dilakukan dua hari sekali, yaitu pada sore hari dengan menggunakan gayung dengan volume yang sama, yaitu 500 ml.

b) Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan sabit untuk gulma yang tumbuh di luar polibag. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang tumbuh bersama dengan tanaman kedelai.

c) Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan pestisida dan pengendalian penyakit dengan cara menyemprotkan fungisida. Pestisida organik dengan dosis yang sesuai dengan interval 2 minggu sekali sebagai tindakan preventif.

7. Panen

Panen dilakukan sekali, yaitu pada minggu ke-10 dengan cara memetik polong yang dihasilkan pada setiap tanaman. Panen kacang kedelai ditandai bahwa sebagian besar daun sudah menguning, polong telah


(54)

mengering dan berwarna coklat, dan kulit polong mudah dikupas. Polong dijemur di bawah sinar matahari selama 4 hari dan biji diambil dari polongnya. Biji ditimbang berat keringnya.

8. Pengambilan data

Data pertumbuhan tinggi dan jumlah daun diukur dari minggu ke-3 hingga minggu ke-10. Pengamatan jumlah polong dan produktivitas dilakukan sekali pada saat panen, yaitu menghitung jumlah polong yang berisi dan menimbang bobot biji kering setiap tanaman.

a) Pertumbuhan

 Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu. Pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman dilakukan seminggu sekali hingga tanaman berumur 10 minggu. Data pertambahan tinggi yang diukur adalah selisih tinggi tanaman pada minggu ke-3 (pengukuran pertama) hingga minggu ke-6, yaitu pada fase vegetatif. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh.

 Jumlah daun (helai)

Penghitungan jumlah daun mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu. Pengamatan pertumbuhan jumlah daun dilakukan seminggu sekali hingga tanaman berumur 10 minggu. Data pertambahan jumlah daun yang didapatkan adalah selisih tinggi tanaman pada minggu 3 (pengukuran pertama) hingga minggu


(55)

ke-6, yaitu pada fase vegetatif. Penghitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang telah membuka sempurna. Jika terserang hama, daun yang hanya berlubang kecil tetap dihitung 1 daun, namun jika hanya tersisa ¼ dari daun, maka tidak dihitung.

 Jumlah polong per tanaman (polong)

Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong setiap tanaman sampel, dengan menghitung jumlah polong yang berisi. Pengamatan ini dilakukan pada saat panen, yaitu pada minggu ke-10.

b) Produktivitas

Produksi dihitung dengan menimbang bobot biji kering kacang kedelai yang dihasilkan tiap tanaman pada masing-masing perlakuan. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran biji di bawah sinar matahari selama 4 hari, kemudian biji per tanaman setiap perlakuan ditimbang. Perhitungan produksi ini dilakukan pada minggu ke-10.


(56)

G. Tabulasi Data

Setiap data yang diperoleh, dimasukkan ke dalam tabel untuk mempermudah pengolahan data. Tabulasi data tinggi, jumlah daun, jumlah polong dan bobot kering biji dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.2 Tabulasi data tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai

Keterangan:

∆x = selisih data akhir pengamatan dengan data awal pengamatan

Tabel 3.3 Tabulasi data untuk jumlah polong tanaman kedelai Tanaman Jumlah Polong (Polong)

1 2 3 dst.

… …

10

Peng amat an

Tanaman Tot.

Rata-Rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

…… …… …… …… ∆x


(57)

Tabel 3.4 Tabulasi data untuk bobot kering biji tanaman kedelai Tanaman Bobot kering (gram)

1 2 3 dst.

… …

10

H. Metode Analisis Data

Penelitian ini terdiri dari 5 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol dengan 10 pengulangan, yakni; A= 10%; B = 20%; C = 30%; D = 40%; E = 50%; dan K = kontrol ( tanpa perlakuan). Data yang sudah diperoleh dianalisis dengan menggunakan one way Anova pada tingkat signifikan 5 % dan untuk mengetahui ada tidaknya beda nyata antara rata-rata perlakuan dilakukan uji Duncan pada tingkat signifikan 5 %. Sebelum itu, perlu dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji homogenitas dengan uji Levene pada data yang diperoleh. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak, sedangkan uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Analisis data dilakukan dengan program SPSS versi 17.0.


(58)

1. Langkah-langkah pengujian

Masing-masing data baik pertambahan tinggi, jumlah, daun, jumlah polong, dan bobot kering biji yang didapatkan dilakukan perhitungan uji normalitas, uji homogenitas dan uji one way Anova secara independen. Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:

a) Membuat tabulasi data untuk semua perlakuan dengan parameter yang sama.

Kel.

Replikasi

A B C D E K 1

2

…… …… ……

10

b) Menganalisis data dengan program SPSS versi 17.0, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

 Menginput data yang akan dianalisis

1) membuka program SPSS versi 17.0, kemudian muncul kotak dialog lalu klik type in data.

2) klik variable view pada bagian kiri bawah dan isikan name dengan 2 variabel, yaitu data yang akan dianalisis (pertambahan tinggi/ pertambahan jumlah daun/ jumlah polong/ bobot kering biji) dan perlakuan.


(59)

3) pada variabel perlakuan, klik pada kolom values kemudian isikan value

dengan angka dan label dengan perlakuan untuk mempermudah pemisahan data pada setiap perlakuan (Contoh: 1 = A; 2 = B; dst). 4) kemudian klik pada data view yang terletak pada bagian kiri bawah

samping variable view, isikan data yang akan dianalisis (pertambahan tinggi/ pertambahan jumlah daun/ jumlah polong/ bobot kering biji) pada kolom pertama secara berurutan dan kolom kedua dengan angka yang sudah diberi label sesuai dengan data.

 Menguji normalitas dengan Uji Kolmogorov-Smirnov

1) untuk menguji normalitas data dengan cara klik pada toolbar analyze,

nonparametric test, sample K-S muncul kotak one sample Kolmogorov-Smirnov Test, kemudian masukkan variabel data yang akan dihitung ke

Test Variabel List lalu klik ok.

2) pada halaman output akan keluar tampilan hasil uji normalitas pada masing-masing perlakuan kemudian lihat pada nilai signifikansi pada tabel. Jika nilai signifikansi lebih besar dari pada taraf signifikan 0.05 maka data tersebut berdistribusi normal, sedangkan jika nilai signifikasi lebih kecil dari taraf signifikan 0.05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

3) hasil pengamatan setiap paramater, yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, dan bobot kering biji, didapatkan hasil bahwa data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran 12.


(60)

 Menguji Homogenitas dan one way Anova

1) setelah dilakukan pengujian normalitas dan data tersebut normal, dilanjutkan uji homogenitas dan one way Anova.

2) kemudian klik analyze, compare means, one way Anova dan masukkan variabel data ke kotak Dependent List dan variabel perlakuan ke dalam kotak Factor.

3) lalu klik options dan klik pada homogeneity of variance test, klik

continue dan OK.

4) pada halaman output akan ditampilkan tabel homogenitas (Test of Homogeneity of Variances) dan tabel one way anova.

- Uji homogenitas (Test of Homogeneity of Variances)

Jika Sig > 0.05 maka data tersebut homogen yang berarti bahwa varian dari beberapa kelompok perlakuan tersebut sama dan sebaliknya. Uji homogenitas pada hasil pengamatan masing-masing parameter menunjukkan bahwa variansi data adalah homogen. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 13.

- Uji one way Anova

Jika Sig < 0.05 maka signifikan yang berarti ada perbedaan yang nyata dari beberapa kelompok perlakuan tersebut, sedangkan jika Sig > 0.05 maka tidak signifikan yang berarti tidak ada perbedaan yang nyata dari beberapa kelompok perlakuan tersebut.

5) data homogen maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan cara klik


(61)

mengetahui ada tidaknya beda nyata antara rata-rata perlakuan lalu klik

Continue dan OK.

6) pada halaman output akan ditampilkan tabel Post Hoc Test dengan uji Duncan.

- Uji Post Hoc-Duncan

Jika means pada masing-masing perlakuan berada di satu kolom yang sama maka tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan tersebut. Jika terdapat perbedaan rata-rata yang nyata/ signifikan maka dapat dilihat dari rata-rata perlakuan yang berada di kolom yang berbeda.


(62)

43 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai Varietas Grobogan

Pengukuran tinggi tanaman kedelai dimulai dari tanaman berumur 2 minggu hingga tanaman berumur 10 minggu. Hasil pengamatan tinggi tanaman kedelai pada masing-masing perlakuan setiap minggu dapat dilihat pada grafik di bawah ini. 0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A(10%) B(20%) C(30%) D(40%) E(50%) K(0%) Tinggi Tanaman Kedelai Tiap Minggu

Gambar 4.1 Grafik pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tiap minggu (cm )

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa awal pertumbuhan tinggi tanaman kedelai mengalami pertumbuhan yang pesat kemudian mulai melambat hingga akhir pengamatan. Pertumbuhan tinggi tanaman pada minggu ke-3 hingga minggu ke-5 cukup pesat dan mulai melambat pada minggu ke-6 hingga minggu ke-10. Setiap perlakuan menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang relatif sama. T in g g i T an ama n ( cm)


(63)

Pertambahan tinggi tanaman kedelai yang didapatkan merupakan selisih dari awal pengamatan dan akhir pengamatan selama 4 minggu. Rata-rata pertambahan tinggi tiap tanaman pada setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Rata-rata pertambahan tinggi tanaman tiap perlakuan (cm) Perlaku

an

Ulangan

Rerata R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

A (10%) 59.4 56 56.7 56 58.8 55 48.5 50 58 49.8 54.8 B (20%) 58 66.5 49.7 52.8 48 55.7 60.7 52.5 53 44.3 54.1 C (30%) 59.5 56.2 61.8 54.5 55 41.4 36.3 51 53.8 55 52.4 D (40%) 51.9 44.6 59.6 67.6 56.8 57.5 43.3 59.4 64.7 42.5 54.8 E (50%) 58 58.6 41.3 60.2 42 67.5 75.7 50.8 43.8 62 55.9 K (0%) 46.5 49 65 59.5 46 58.7 58.5 48.5 54 62.5 54.8

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata pertambahan tinggi tanaman kedelai yang diberi perlakuan E (50%) merupakan yang tertinggi, yaitu 55.9 cm, diikuti dengan perlakuan A (10%), D (40%), K (kontrol) dengan rata-rata pertambahan tinggi yang sama yaitu 54.8 cm. Rata-rata-rata pertambahan tinggi tanaman yang diberi perlakuan B (20%) yaitu 54.1 cm. Rata-rata pertambahan tinggi terendah yaitu pada tanaman kedelai yang diberi perlakuan C (30%) dengan tinggi 52.4 cm.

Berdasarkan uji Anova dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0.953 lebih besar dari taraf signifikansi 0.05 sehingga pertambahan tinggi tanaman kedelai setiap perlakuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Setiap perlakuan meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman kedelai var. Grobogan, namun rata-rata pertambahan tinggi antar perlakuan tidak berbeda secara nyata. Hasil uji Anova dapat dilihat pada lampiran 14.


(64)

2. Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Kedelai Varietas Grobogan

Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang telah membuka dengan sempurna hingga minggu ke-10. Hasil pengamatan jumlah daun tanaman kedelai pada masing-masing perlakuan tiap minggu dapat dilihat dalam grafik di bawah ini.

Gambar 4.2 Grafik pertumbuhan jumlah daun tanaman kedelai tiap minggu (helai)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa kecepatan pertumbuhan jumlah daun mengalami fluktuasi. Pada minggu ke-3 hingga minggu ke-5 terjadi pertumbuhan jumlah daun yang cukup pesat. Pertumbuhan jumlah daun pada minggu ke-6 hingga minggu ke-8 tidak begitu pesat, dan mengalami penurunan jumlah daun pada minggu ke-9 hingga minggu ke 10. Perlakuan A (10%) mengalami pertumbuhan jumlah daun yang lebih pesat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pertumbuhan jumlah daun pada perlakuan A dan K dari

Ju

m

lah

Dau

n

(

Helai

)


(65)

minggu ke-6 hingga minggu ke-8 masih stabil namun perlakuan B (20%), C(30%), D (40%) dan E mengalami penurunan jumlah daun pada minggu ke-7.

Pertambahan jumlah daun yang didapatkan merupakan selisih dari awal pengamatan dan akhir pengamatan selama 4 minggu. Rata-rata pertambahan jumlah daun tiap tanaman pada setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Rata-rata pertambahan jumlah daun pada tanaman kedelai tiap perlakuan (helai)

Perlaku an

Ulangan

Rerata

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10

A (10%) 33 39 16 54 40 36 31 28 34 24 33.5

B (20%) 31 25 18 19 25 27 24 19 16 15 21.9

C (30%) 14 21 34 28 26 28 28 38 24 27 26.8

D (40%) 16 12 15 36 21 16 23 21 42 19 22.1

E (50%) 24 27 22 34 25 24 44 28 27 39 29.4

K (0%) 34 25 37 34 43 19 18 25 16 25 27.6

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata pertambahan jumlah daun paling banyak dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan A (10%), yaitu 33.5 helai diikuti dengan tanaman yang diberi perlakuan E (50%), yaitu 29.4 helai. Rata-rata pertambahan jumlah daun pada tanaman yang diberi perlakuan K (kontrol) dan C (30%) adalah 27.6 helai dan 26.8 helai, sedangkan tanaman dengan rata-rata pertambahan jumlah daun yang paling sedikit adalah tanaman yang diberi perlakuan B (20%), yaitu 21.9 helai diikuti dengan perlakuan D (40%), yaitu 22.1 helai.

Berdasarkan uji Anova dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0.020 lebih kecil dari taraf signifikansi 0.05 sehingga pertambahan jumlah daun tanaman kedelai


(66)

memiliki perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil uji Anova dapat dilihat pada lampiran 15.

Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan A (10%) memiliki pertambahan jumlah daun yang berbeda secara signifikan terhadap perlakuan B (20%) dan perlakuan D (40%), namun perlakuan A (10%) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan E (50%) dan K (kontrol) dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Hasil uji Duncan terhadap jumlah daun Perlakuan Rata-Rata

A 33.5b B 21.9a C 26.8ab D 22.1a E 29.4ab K 27.6ab

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji Duncan α 0.05

3. Jumlah Polong Berisi per Tanaman yang Dihasilkan

Perhitungan jumlah polong per tanaman yang dihasilkan dilakukan pada saat panen, yaitu pada saat tanaman berumur 2,5 bulan. Rata-rata jumlah polong pada masing-masing perlakuan ditampilkan dalam grafik di bawah ini.


(67)

21.9 17.3 17.4 15 20.4 21.2 0 5 10 15 20 25

Perlakuan Konsentrasi Pupuk

A(10%) B (20%) C (30%) D (40%) E (50%) K (0%)

Rata- Rata Jumlah Polong Setiap Perlakuan (polong)

Gambar 4.3 Grafik rata-rata jumlah polong tiap perlakuan (polong)

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan A (10%) memiliki rata-rata jumlah polong paling banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu 21.9 polong. Namun hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan rata-rata jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan K (kontrol), yaitu sebanyak 21.2 polong, diikuti oleh tanaman yang diberi perlakuan E (50%), yaitu dengan rata-rata 20.4 polong. Tanaman yang menghasilkan polong paling sedikit adalah tanaman yang diberi perlakuan D(40%), yaitu dengan rata-rata polong 15 polong. Tanaman yang diberi perlakuan B (20%) dan C (30%) menghasilkan rata-rata jumlah polong yang tidak berbeda jauh, yaitu 17.3 polong dan 17.4 polong.

Berdasarkan uji Anova dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0.018 lebih kecil dari taraf signifikansi 0.05 sehingga ada perbedaan yang signifikan dari pemberian beberapa konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro terhadap jumlah polong yang dihasilkan. Perlakuan yang memberikan perbedaan secara signifikan terhadap

Juml

ah

polong

(polong


(68)

jumlah polong yang dihasilkan dapat dilihat dari hasil uji Duncan. Hasil uji Anova dapat dilihat pada lampiran 16.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan A(10%), E (50%), dan K (kontrol) berbeda secara signifikan terhadap tanaman yang diberi perlakuan D (40%). Namun, rata-rata jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan A(10%), E (50%), dan K (kontrol) tidak berbeda secara signifikan dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4. Hasil uji Duncan terhadap jumlah polong Perlakuan Rata-Rata

A 21.9b B 17.3ab C 17.4ab

D 15a

E 20.4b K 21.2b

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji Duncan α 0.05

4. Bobot Biji Kering per Tanaman yang Dihasilkan

Bobot kering biji diperoleh dengan cara menimbang biji kedelai yang telah dijemur 3 hari di bawah sinar matahari. Hasil rata-rata bobot kering biji kedelai setiap perlakuan ditampilkan dalam grafik di bawah ini.


(69)

Gambar 4.4 Grafik rata-rata bobot kering biji tiap perlakuan (gram)

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa rata-rata bobot biji kering yang dihasilkan oleh tanaman yang tanpa diberi perlakuan (K), yaitu 7.96 gram. Tanaman yang diberi perlakuan A (10%) dan E (50%) memiliki rata-rata bobot kering biji hampir sama, yaitu 6.66 gram dan 6.65 gram. Tanaman yang diberi perlakuan C (30%) dan D (40%) juga memiliki rata-rata bobot kering biji yang tidak berbeda jauh, yaitu 5.45 gram dan 5.56 gram. Tanaman yang diberi perlakuan B memiliki rata-rata bobot biji kering paling sedikit, yaitu 4.67 gram.

Berdasarkan uji Anova dapat dilihat bahwa nilai signifikansi 0.023 lebih kecil dari taraf signifikansi 0.05 sehingga ada perbedaan yang signifikan dari pemberian beberapa konsentrasi pupuk cair dari daun lamtoro terhadap rata-rata bobot kering biji yang dihasilkan. Hasil uji Anova dapat dilihat pada lampiran 17.

Berdasarkan uji Duncan menunjukkan bahwa rata-rata bobot biji kering yang dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan K (kontrol) memiliki rata-rata yang berbeda secara signifikan terhadap tanaman yang diberi perlakuan B(20%),

Bo b o t ke ri n g b iji (g ram

) 6.66

4.67 5.45 5.56 6.65 7.96 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Perlakuan Konsentrasi Pupuk

A(10%) B (20%) C (30%) D (40%) E (50%) K (0%) Rata- Rata Bobot Kering Biji (gram)


(70)

C(30%), dan D(40%) Namun, bobot kering biji yang dihasilkan oleh tanaman yang diberi perlakuan A(10%) dan E(50%) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap bobot kering biji pada tanaman yang diberi perlakuan K(kontrol). Tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan ada tidaknya perbedaan yang nyata antar perlakuan.

Tabel 4.5 Hasil uji Duncan terhadap bobot kering biji Perlakuan Rata-Rata

A 6.66ab B 4.67a C 5.45a D 5.56a E 6.65ab K 7.96b

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji Duncan α 0.05 B. Pembahasan

1. Pola pertumbuhan Tanaman Kedelai Tiap Minggu

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pola pertumbuhan tinggi tanaman dari minggu ke-3 hingga minggu ke-6 merupakan fase pertumbuhan vegetatif, dapat diketahui dari pertumbuhan tinggi dan jumlah daun yang meningkat pesat. Pada minggu ke-7 hingga minggu ke-10 pertumbuhan tinggi sudah stabil dan terjadi penurunan jumlah daun. Hal tersebut dapat terjadi karena tanaman dari minggu ke-7 hingga minggu ke-10 merupakan masa pertumbuhan generatif, dimana masa terbentuknya polong dan pengisian polong.

Pertumbuhan tinggi tanaman mengalami peningkatan yang pesat dari minggu ke-3 hingga minggu ke-6. Hal tersebut dapat terjadi karena tanaman mengalami


(71)

etiolasi sehingga tinggi tanaman kedelai yang dihasilkan menjadi tidak normal. Peningkatan tinggi yang cukup pesat ini disebabkan karena adanya penutupan dengan plastik menyebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk menjadi berkurang. Hal ini didasarkan atas pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai dengan tanaman kontrol yang ditumbuhkan di area terbuka. Pada minggu ke-3 rata-rata tinggi tanaman yang ditanam di areal terbuka adalah 8.11 cm meningkat hingga tanaman berukuran 8.6 cm pada minggu ke-5, sedangkan rata-rata tinggi tanaman yang ditanam di areal tertutup meningkat dari 28.18 cm hingga mencapai 73.9 cm. Data perbandingan tinggi tanaman dapat dilihat pada lampiran 7.

Selain itu, penanaman dilakukan pada awal musim penghujan sehingga cuaca yang sering mendung dan hujan di siang hari menyebabkan tanaman mendapatkan cahaya kurang dari 10 jam sehari. Intensitas cahaya yang kurang mengaktifkan hormon auksin di mana terjadi pemanjangan sel yang membuat tanaman menjadi lebih tinggi, sedangkan tanaman yang ditanam di areal yang terbuka mendapatkan cahaya yang cukup sehingga hormon auksin menjadi tidak aktif.

Pertumbuhan jumlah daun juga meningkat pada minggu ke-3 hingga minggu ke-6 untuk setiap perlakuan. Meningkatnya jumlah daun disebabkan karena adanya batang yang tumbuh sehingga jumlah daun juga semakin bertambah. Pada minggu ke-7 hingga minggu ke-10, tanaman sudah berbunga dan membentuk polong sehingga pertumbahan jumlah daun tidak meningkat pesat bahkan mengalami penurunan di minggu ke-8. Hal tersebut dapat terjadi karena unsur hara yang didapatkan untuk pertumbuhan generatif seperti pembentukan bunga,


(1)

Inkubasi secara anaerob Hasil fermentasi selama 1 bulan

Pupuk diencerkan saat diaplikasikan Hasil pupuk cair setelah disaring


(2)

Tanaman kedelai var. Grobogan di Areal dengan Naungan

Areal dengan atap plastik dan Tanaman kedelai umur 1 minggu paranet


(3)

Pembentukan polong minggu ke-5 Polong berisi


(4)

Pertumbuhan Tanaman di Areal Terbuka

Areal Terbuka Tanaman sehat umur 2 minggu

Hama yang ditemukan


(5)

(6)

Akar Tanaman

Perlakuan A Perlakuan E