Karakterisasi Enzim Kitinase dari Bacillus sp. BK17, Isolat Potensial Pengendali Hayati Jamur Patogen Tanaman

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin dan Kitinase

Kitin adalah homopolimer yang tersusun dari GlcNAc yang saling berhubungan
melalui ikatan linier -1,4 dan merupakan biopolimer terbesar kedua di alam setelah
selulosa (Gohel et al. 2006) (Gambar 1). Kitin berbentuk padat, amorf, tidak bewarna,
bersifat tidak larut dalam air, asam encer, alkohol, maupun pelarut organik biasa, tetapi
dapat larut dalam fluoroalkohol dan asam mineral pekat seperti HCl (Richards 1951;
Nuniek et al. 2009). Tiga ikatan hidrogen yang terikat membentuk kristal pada kitin
telah dikaraterisasi terdiri atas α-kitin dengan rantai antiparalel, -kitin dengan rantai
paralel, dan -kitin dengan tiga rantai unit sel, 2 rantai paralel dan rantai antiparalel
(Blackwell 1988)

Gambar 1. Struktur kitin yang terdiri atas monomernya GLcNAc (Gooday 1990)

Berdasarkan pola penyusun rantai polimernya, fibril kitin dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu α-kitin, -kitin, dan -kitin. Pada α-kitin, rantai-rantai polimer yang
berdekatan tersusun secara antiparalel. Bentuk ini banyak ditemukan pada jamur dan


Universitas Sumatera Utara

arthropoda . Jenis

-kitin mempunyai rantai polimer yang tersusun paralel dan

ditemukan sebagai penyusun rangka dalam cumi-cumi. Pada -kitin, fibrilnya masingmasing tersusun dari tiga rantai, dua rantainya tersusun paralel dan rantai ketiga
antiparalel (Widhyastuti 2010). Kitin mempunyai dua alternatif lintasan degradasi.
Lintasan perombakan kitin yang belum diketahui disebut kitinoklastik, sedangkan jika
lintasan tersebut melibatkan hidrolisis ikatan -(1,4) glikosida, maka prosesnya disebut
kitinolitik (Gooday 1990).

Enzim kitinase (EC.3.2.1.14) adalah enzim yang mampu menghidrolisis kitin
menjadi monomer GLcNAc. Semua enzim yang dapat mendegradasi kitin disebut
sebagai kitinase total atau kitinase non spesifik yang terdiri dari:
1. Eksokitinase atau kitobiosidase, mengkatalisis pembebasan unit dimmer kitobiosa
( -1,4-N-asetil-glukosamin).
2. Endokitinase (EC.3.2.1.14) enzim yang mendegradasi kitin secara acak dari dalam
menghasilkan oligomer-oligomer pendek N-asetil-glukosamin.

3. N-asetilglukosaminidase

(EC.3.2.1.30)

bekerja

karena

ada

pemutusan

diasetilkitobiosa menghasilkan GLcNAc (Tronsmo & Harman 1993).

Endokitinase memotong rantai kitin dari dalam menghasilkan oligomer kitin
yaitu diasetilkibiosa sebagai hasil utama, lalu didegradasi oleh N-asetiglukosaminidase
menjadi monomer GlcNac yang kemudian mengalami deasetilasi menjadi glukosamin.
Bentuk monosakarida dan disakarida ini akan diserap ke dalam sel mikroorganisme dan
berfungsi sebagai sumber karbon dan nitrogen. Lintasan alternatif degradasi kitin
adalah dengan melibatkan deasetilase kitin menjadi kitosan. Enzim kitosanase

menghidirolisis ikatan glikosida
(kitobiosa) yang dihidrolisis oleh

-(1,4) pada kitosan menghasilkan diasetilkibiosa
-N-asetilglukosaminidase menjadi glukosamin

(Gooday 1990).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Mikroorganisme Penghasil Enzim Kitinase

Beberapa bakteri menghasilkan enzim kitinase, seperti Vibrio alginolyticus TK-22 yang
berasal dari perairan laut Ariakekai, Jepang (Murao et al. 1992). Aeromonas sp. (Ueda
et al. 1995), Vibrio alginolyticus H-8 yang berasal dari pantai Prefektur

Shizuoka (Ohishi et al. 1996), Piromyces (Sakurada 1996), Enterobacter agglomerans
(Chernin et al. 1997), Aeromonas sp., Bacillus cereus, B. licheniformis (Pleban et al.
1997), Bacillus sp. BG-11 (Bushan & Hoondal 1999), Bacillus sp. LJ-25 (Lee et al.
2000), Vibrio sp. dan Enterobacter sp. G-1 (Park et al. 2000), Streptomyces sp. M-20

(Kim et al. 2003); dan Clostridium sp., Bacillus liquefaciens, Flavobacterium
indolthecium, Klebsiella sp., Micrococcus colpogenes, Pseudomonas sp., Serratia
marcencens, Vibrio parahaemaluticus, V. alginolyticus, Bacillus dan Pyrococcus (Gao
et al. 2003), Enterobacter sp. NRG4 (Dahiya et al. 2005) telah berhasil diisolasi dan

dimurnikan, kelompok jamur yang menghasilkan kitinase seperti: Myxomycetes,
Zygomycetes, Deuteromycetes, Ascomycetes dan Basidiomycetes (Gooday 1990) dan

kelompok

Actinomycetes

seperti:

Streptomyces,

Nocardia ,

Microsomonas,


Actinoplanes dan Streptosporangium (Nugroho 2006).

2.3 Manfaat Enzim Kitinase

Kitinase memiliki peranan yang luas dalam berbagai bidang. Dalam bidang industri
mikroorganisme

penghasil

enzim

kitinase

mempunyai

potensi

besar

untuk


mendegradasi limbah yang mengandung kitin, sehingga dapat dirubah menjadi produk
yang berguna seperti protein sel tunggal (Muharni 2009). Dalam bidang pertanian
potensi pemanfaatan isolat kitinolitik lokal telah digunakan sebagai pengendalian
hayati tanaman (Suryanto & Munir 2006). Dalam bidang kesehatan ekstrak kasar
kitinase yang diproduksi oleh Myrothecium verrucaria dapat mematikan larva nyamuk

Universitas Sumatera Utara

Aedes aegypty dalam waktu 48 jam jika enzim yang digunakan sebanyak 170 mg

protein/liter (Gooday 1990).

Bakteri memanfaatkan kitinase untuk asimilasi kitin sebagai sumber karbon dan
nitrogen. Pada tumbuhan, kitinase digunakan sebagai pertahanan melawan serangan
organisme patogen yang mengandung kitin (Fujii & Miyashita 1993; Wu et al. 2001).
Jamur dan serangga menggunakan enzim ini untuk morfogenesis dinding sel dan
pembangun eksoskeleton (Shaikh & Desphande 1993).

2.4 Presipitasi Menggunakan Amonium Sulfat


Presipitasi merupakan suatu metode menggunakan penambahan reagen atau mengubah
kondisi lingkungan yang menyebabkan protein meninggalkan larutan dan membentuk
partikel tidak larut dalam bentuk endapan. Enzim yang berada pada cairan kultur belum
100% terdiri atas protein enzim yang diinginkan, sehingga perlu pemurnian untuk
memisahkannya dari senyawa-senyawa lain. Tahap awal dalam pemurnian enzim
adalah pemekatan medium kultivasi. Pemekatan dapat dilakukan dengan cara
presipitasi protein dengan amonium sulfat (Scopes 1994).

Pada prinsipnya, penambahan amonium sulfat sampai jenuh bertujuan untuk
mengendapkan protein yang terdapat dalam larutan ekstrak kasar enzim. Karena enzim
adalah protein, setelah presipitasi, konsentrasi kitin dalam campuran meningkat.
Dengan konsentrasi yang lebih besar, aktivitas enzim terhadap substrat yang sama juga
akan meningkat. Keuntungan menggunakan garam amonium sulfat dalam presipitasi
karena mempunyai kelarutan tinggi, pH moderat, relatif lebih murah, non toksik, dan
tidak merusak enzim (Wang et al. 1997). Kelemahannya adalah tidak dapat
mengendapkan seluruh protein dan bila mengandung logam akan merusak enzim
(Scopes 1994).

Universitas Sumatera Utara


2.5 Karakteristik Aktivitas Enzim Kitinase

Penelitian tentang karakteristik enzim kitinase telah banyak dilakukan. Beberapa
diantaranya seperti: Aktivitas kitinase Bacillus sp. BG-11 optimum pada pH 8,5 dan
suhu 50 ºC (Bushan 2000). Aktivitas enzim kitinase isolat ICBB232 sebesar 2,085
U/ml serta optimum pada pH 6 dan suhu 50 ºC (Pujiyanto 2001). Aktivitas enzim
kitinase Trichoderma viride TNJ63 optimum pada pH 5,5 dan suhu 30 ºC (Nugroho et
al. 2003). Aktivitas spesifik enzim kitinase Aeromonas schubertii sebesar 0,85 Unit

pada pH 4,8 (Guo et al. 2004). Aktivitas spesifik enzim kitinase Bacillus sp. 13.26
sebesar 268 Unit serta optimum pada pH 7 dan suhu 60 ºC (Purwani et al. 2004).
Aktivitas enzim kitinase Streptomyces sp. IK optimum pada pH 7 dan suhu 37 ºC
(Nugroho 2006).

Aktivitas spesifik enzim kitinase V. fluvialis dengan waktu inkubasi 120 menit
sebesar 0,0141 Unit (P