Kombinasi iradiasi dan penyimpanan pada suhu beku terhadap kandungan bakteri ikan bawal laut (Formio niger), kembung (Rastrelliger kanagurta), dan kuwe (Caranx ignobilis) asal pasar ikan Muara Angke Jakarta
ABSTRAK
CHRISTINE MARSAULINA. Kombinasi Iradiasi dan Penyimpanan Suhu Beku terhadap
Kandungan Bakteri pada Ikan Bawal Laut (Formio niger), Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)
dan Ikan Kuwe (Caranx ignobilis) Asal Pasar Ikan Muara Angke Jakarta. Dibimbing oleh ANJA
MERYANDINI dan HARSOJO.
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis ikan, yaitu ikan Bawal laut, Kembung,
dan Kuwe. Iradiasi dilakukan dengan menggunakan alat Iradiator Panorama Serba Guna
(IRPASENA) dengan sumber 60Co pada dosis 0, 3 dan 5 kGy dengan laju dosis 1,1 kGy/jam.
Penyimpanan dilakukan selama 0, 1, 2, 3 dan 4 minggu pada suhu -17 oC. Kadar protein diukur
dengan menggunakan metode “Nitrogen Mikro Kjeldhal”. Parameter yang diamati adalah kadar
protein, kadar air, serta analisis mikrobiologi dengan menggunakan Angka Lempeng Total (ALT)
meliputi total koloni bakteri, bakteri koli, Staphylococcus, dan Salmonella. Hasil penelitian
menunjukkan kadar protein dari ketiga sampel ikan berkisar antara 73,2685 - 79,3167 %. Kadar air
dari ketiga sampel ikan berkisar antara 76,11 – 79,57 %. Dosis 5 kGy sudah mampu mengurangi
jumlah bakteri yang memenuhi persyaratan SNI dan terlihat perbedaan nyata dengan yang tidak
diiradiasi. Kombinasi perlakuan antara penyimpanan pada suhu beku dan iradiasi dapat
menurunkan jumlah bakteri. Jumlah cemaran awal bakteri aerob, Staphylococcus, koliform dan
Escherichia coli telah melebihi ambang batas SNI yang diijinkan. Salmonella tidak ditemukan
pada semua sampel yang diuji.
Kata kunci : Iradiasi, suhu beku, ikan, Salmonella.
ABSTRACT
CHRISTINE MARSAULINA. Combination of Irradiation and Frozen Temperature Storage on the
Content of Bacteria in Marine Pomfret fish (Formio niger), Mackerel (Rastrelliger kanagurta),
and Pompano (Caranx ignobilis) from Muara Angke Fish Market, Jakarta. Supervised by ANJA
MERYANDINI and HARSOJO.
Fish is one food that is widely consumed by the public. The sample used in this research
consists of three species of fish, namely Marine Pomfret fish, Mackerel fish and Pompano fish.
Irradiation is done by using Iradiator Panorama Serba Guna (IRPASENA) with 60Co sources at
doses of 0, 3 and 5 kGy with dose rate 1,1 kGy/hour. Storage carried out for 0,1,2,3 and 4 weeks at
a temperature of -17oC. Protein content was measured by using the "Nitrogen Micro Kjeldhal".
The parameter measured were protein content, water content, as well as microbiological analysis
using Total Plate Count (TPC) covering a total colonies of bacteria, Coliform, Staphylococcus and
Salmonella. The results showed the protein levels of these three fish samples ranged from 73,2685
to 79,3167%. Water content of the three fish samples ranged between 76,11 – 79,57 %. Dose of 5
kGy was able to reduce the number of bacteria that meets the requirements of SNI and looks
significantly different from non irradiated. Combination treatment of frozen temperature storage
and irradiation can reduce the number of bacteria. The number of initial contamination of aerobic
bacteria, Staphylococcus, Coliform and Escherichia coli has exceeded the allowable threshold of
SNI. Salmonella was not found in all samples tested.
Key words: Irradiation, freezing temperatures, fish, Salmonella
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan makanan
yang banyak dikonsumsi masyarakat. Selain
harganya yang relatif terjangkau, ikan juga
mengandung protein yang tinggi. Bermacammacam jenis ikan dapat ditemui seperti ikan
air laut, ikan air tawar maupun ikan air payau.
Ikan adalah bahan pangan yang
mengandung protein tinggi, yang sangat
dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah
dicerna, juga mengandung asam amino
dengan pola yang hampir sama dengan asam
amino yang terdapat dalam tubuh manusia
(Suhartini dan Hidayat 2005). Dibandingkan
dengan bahan makanan lainnya, ikan
mengandung asam amino esensial yang
lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh
manusia, oleh karena itu mutu protein ikan
sebanding dengan mutu protein daging
(Astawan 2003). Kandungan lemaknya 1-20%
dapat diserap dan digunakan langsung oleh
jaringan tubuh. Sebagian besar lemaknya
merupakan asam lemak tak jenuh. Asam
lemak ini diperlukan untuk pertumbuhan dan
dapat menurunkan kolesterol darah. Vitamin
yang terkandung dalam ikan beraneka ragam,
mulai dari vitamin A, D, thiamin, riboflavin,
niacin, B6, B12, dan biotin. Minyak ikan kaya
akan vitamin A dan D yang larut dalam
minyak dan populer digunakan untuk anakanak (Akmal 1996).
Kerusakan pada ikan dapat disebabkan
oleh faktor internal (isi perut) dan eksternal
(lingkungan). Faktor internal tersebut dapat
diakibatkan karena bakteri seperti Salmonella,
Escherichia coli, Staphylococcus dan lainnya.
Faktor eksternal penyebab kerusakan terkait
pada perlakuan ikan segar baik dalam segi
penangkapan, pengangkutan, penyimpanan,
pengawetan bahkan saat pengolahan (Akmal
1996).
Upaya untuk memperpanjang daya tahan
simpan
ikan
segar
adalah
melalui
penyimpanan dalam lemari pendingin atau
pembeku, yang mampu menghambat aktivitas
mikroba atau enzim. Setiap penurunan suhu
8oC
menyebabkan
kecepatan
reaksi
metabolisme berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Oleh karena itu, ikan yang akan
disimpan pada suhu rendah harus dibersihkan
terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme awal yang ada pada bahan
tersebut (Astawan 2003).
Untuk mengeliminasi bakteri yang terdapat
dalam makanan dapat dilakukan dengan
menggunakan iradiasi gamma (Rashid &
Ishigaki 1992). Iradiasi pangan adalah metode
penyinaran terhadap pangan, baik dengan
menggunakan
zat
radioaktif
maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya
pembusukan
dan
kerusakan
serta
membebaskan pangan dari bakteri patogen.
Teknik ini dapat digunakan untuk pengawetan
bahan pangan, efektif untuk memperpanjang
masa simpan dan menjadikan bahan pangan
tidak mengalami perubahan baik tekstur,
aroma, rasa, warna serta nilai gizi (Muchtadi
2010).
Beberapa keunggulan teknik iradiasi ialah
tidak meninggalkan residu kimia dan tidak
menyebabkan makanan menjadi radioaktif.
Pengawetan dengan teknologi iradiasi
merupakan suatu proses fisika yang tidak
menaikkan
suhu
sehingga
tidak
mempengaruhi
kesegaran
dan
tidak
memerlukan bahan pengemas yang tahan
panas. Selain itu, teknik ini dapat dilakukan
pada makanan yang sudah dikemas (kemasan
akhir) dan dapat dilakukan dengan berbagai
jenis pengemas karena sinar gamma
mempunyai daya tembus yang kuat (Winarno
1991).
Penelitian ini menggunakan tiga sampel
ikan laut segar yang umum dikonsumsi yang
diiradiasi dengan dosis 0, 3 dan 5 kGy dan
disimpan dengan suhu beku selama 4 minggu.
Ketiga sampel tersebut terdiri atas ikan Bawal,
ikan Kembung dan ikan Kuwe.
Tujuan
Mengetahui kandungan bakteri pada ikan
yang mendapat perlakuan kombinasi antara
iradiasi dan waktu penyimpanan pada suhu
beku.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Januari–Agustus 2010. Pengambilan sampel
dilakukan di pasar ikan yang berlokasi di
Muara Angke, Jakarta Utara. Iradiasi
dilakukan di Gedung Instalasi Fasilitas
Iradiasi (IFI) dengan alat Iradiator Panorama
Serba Guna (IRPASENA). Analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Bahan Pangan,
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi,
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIRBATAN), Jl. Lebak Bulus Raya No. 49
Jakarta Selatan.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan makanan
yang banyak dikonsumsi masyarakat. Selain
harganya yang relatif terjangkau, ikan juga
mengandung protein yang tinggi. Bermacammacam jenis ikan dapat ditemui seperti ikan
air laut, ikan air tawar maupun ikan air payau.
Ikan adalah bahan pangan yang
mengandung protein tinggi, yang sangat
dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah
dicerna, juga mengandung asam amino
dengan pola yang hampir sama dengan asam
amino yang terdapat dalam tubuh manusia
(Suhartini dan Hidayat 2005). Dibandingkan
dengan bahan makanan lainnya, ikan
mengandung asam amino esensial yang
lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh
manusia, oleh karena itu mutu protein ikan
sebanding dengan mutu protein daging
(Astawan 2003). Kandungan lemaknya 1-20%
dapat diserap dan digunakan langsung oleh
jaringan tubuh. Sebagian besar lemaknya
merupakan asam lemak tak jenuh. Asam
lemak ini diperlukan untuk pertumbuhan dan
dapat menurunkan kolesterol darah. Vitamin
yang terkandung dalam ikan beraneka ragam,
mulai dari vitamin A, D, thiamin, riboflavin,
niacin, B6, B12, dan biotin. Minyak ikan kaya
akan vitamin A dan D yang larut dalam
minyak dan populer digunakan untuk anakanak (Akmal 1996).
Kerusakan pada ikan dapat disebabkan
oleh faktor internal (isi perut) dan eksternal
(lingkungan). Faktor internal tersebut dapat
diakibatkan karena bakteri seperti Salmonella,
Escherichia coli, Staphylococcus dan lainnya.
Faktor eksternal penyebab kerusakan terkait
pada perlakuan ikan segar baik dalam segi
penangkapan, pengangkutan, penyimpanan,
pengawetan bahkan saat pengolahan (Akmal
1996).
Upaya untuk memperpanjang daya tahan
simpan
ikan
segar
adalah
melalui
penyimpanan dalam lemari pendingin atau
pembeku, yang mampu menghambat aktivitas
mikroba atau enzim. Setiap penurunan suhu
8oC
menyebabkan
kecepatan
reaksi
metabolisme berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Oleh karena itu, ikan yang akan
disimpan pada suhu rendah harus dibersihkan
terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme awal yang ada pada bahan
tersebut (Astawan 2003).
Untuk mengeliminasi bakteri yang terdapat
dalam makanan dapat dilakukan dengan
menggunakan iradiasi gamma (Rashid &
Ishigaki 1992). Iradiasi pangan adalah metode
penyinaran terhadap pangan, baik dengan
menggunakan
zat
radioaktif
maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya
pembusukan
dan
kerusakan
serta
membebaskan pangan dari bakteri patogen.
Teknik ini dapat digunakan untuk pengawetan
bahan pangan, efektif untuk memperpanjang
masa simpan dan menjadikan bahan pangan
tidak mengalami perubahan baik tekstur,
aroma, rasa, warna serta nilai gizi (Muchtadi
2010).
Beberapa keunggulan teknik iradiasi ialah
tidak meninggalkan residu kimia dan tidak
menyebabkan makanan menjadi radioaktif.
Pengawetan dengan teknologi iradiasi
merupakan suatu proses fisika yang tidak
menaikkan
suhu
sehingga
tidak
mempengaruhi
kesegaran
dan
tidak
memerlukan bahan pengemas yang tahan
panas. Selain itu, teknik ini dapat dilakukan
pada makanan yang sudah dikemas (kemasan
akhir) dan dapat dilakukan dengan berbagai
jenis pengemas karena sinar gamma
mempunyai daya tembus yang kuat (Winarno
1991).
Penelitian ini menggunakan tiga sampel
ikan laut segar yang umum dikonsumsi yang
diiradiasi dengan dosis 0, 3 dan 5 kGy dan
disimpan dengan suhu beku selama 4 minggu.
Ketiga sampel tersebut terdiri atas ikan Bawal,
ikan Kembung dan ikan Kuwe.
Tujuan
Mengetahui kandungan bakteri pada ikan
yang mendapat perlakuan kombinasi antara
iradiasi dan waktu penyimpanan pada suhu
beku.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Januari–Agustus 2010. Pengambilan sampel
dilakukan di pasar ikan yang berlokasi di
Muara Angke, Jakarta Utara. Iradiasi
dilakukan di Gedung Instalasi Fasilitas
Iradiasi (IFI) dengan alat Iradiator Panorama
Serba Guna (IRPASENA). Analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Bahan Pangan,
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi,
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIRBATAN), Jl. Lebak Bulus Raya No. 49
Jakarta Selatan.
2
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah tiga sampel
ikan laut segar, larutan pepton, media Agaragar Nutrien, media selektif Mac Conkey,
media Brilliance E. coli/Coliform selective,
media Baird-Parker Agar, media SalmonellaShigella Agar, Tetrathionate Broth, media
Lysine Iron Agar, media Triple Sugar Iron
Agar, media Semi Solid (Casiton 5 gr/L, Beef
extract 5 gr/L, NaCl 5 gr/L, agar 4 gr/L,
akuades 1 L), akuades, alkohol 70%, es batu,
larutan iodin, asam sulfat pekat (H2SO4),
selen, asam klorida (HCl 0,01 N), asam
Boraks (H3BO3 2%) dan natrium hidroksida
(NaOH 30%).
Alat-alat yang digunakan antara lain
adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer
1000 ml dan 400 ml, gelas piala 1000 ml,
gelas ukur 10 ml dan 100 ml, pipet volumetrik
1 ml, spreader, vortek, otoklaf, pembilas
pipet, oven, blender, timbangan, bunsen,
korek api, pinset, pisau, gunting, keranjang
cawan petri, kantong plastik, aluminum foil,
kapas, lemari es, kotak es serta Iradiator
Panorama Serba Guna (IRPASENA) sebagai
alat iradiasi.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel. Sampel ikan segar
yang terdiri atas ikan Bawal laut, ikan
Kembung dan ikan Kuwe (Lampiran 4) dibeli
dari Pasar Ikan Muara Angke yang terletak di
Jakarta Utara. Sampel ikan berasal dari pasar
ikan yang kondisinya kotor. Ikan yang dijual
di letakkan dalam boks berisi es dan
konsumen dapat memilih-milih ikan yang
akan dibeli. Keadaan laut disekitar Pasar
Muara Angke telah tercemar dengan
dibuktikannya warna air laut yang berwarna
hitam dan berbau.
Sterilisasi Alat. Peralatan gelas seperti
cawan petri, pipet volumetrik 1 ml, tabung
reaksi, erlenmeyer 400 ml, gelas piala 1000
ml, gelas ukur 10 ml dan 100 ml, dan
spreader disterilisasi di dalam oven pada suhu
180° C selama 2 jam. Sterilisasi blender
menggunakan
alkohol
70%
untuk
mensterilkan sebanyak 2 kali.
Pengujian Kadar Protein dan Kadar
Air (Yanti 2009). Kandungan protein pada
ketiga
sampel
ikan
diukur
dengan
menggunakan metode “Nitrogen Mikro
Kjeldhal”
Sampel ditimbang sebanyak ± 0,51 gram
dan dimasukkan ke dalam labu “Kjeldahl”,
kemudian ditambahkan 25 ml asam sulfat
pekat (H2SO4) dan 2 gram campuran selen
(2,5 gram serbuk SeO2, 100 gram K2SO4 dan
20 gram CuSO4.5H2O), lalu dipanaskan untuk
menghilangkan
uap
SO2.
Pemanasan
dilakukan mula-mula dengan api kecil lalu api
besar, hingga terbentuk larutan berwarna
jernih kehijauan. Larutan yang telah bebas
dari SO2, dimasukkan ke dalam labu ukur
(100 ml) dan diencerkan sampai 100 ml,
kemudian diambil 5 ml, dimasukkan ke dalam
labu destilasi dan ditambahkan 5 ml natrium
hidroksida (NaOH 30%), lalu disuling.
Destilasi dilakukan sampai uap destilasi tidak
bereaksi basa. Hasil destilasi ditampung
dalam 10 ml larutan asam Boraks (H3BO3
2%), kemudian dititrasi dengan asam klorida
(HCl 0,01N), menggunakan merah metal
sebagai indikator.
Penentuan
kadar
air
dilakukan
menggunakan metode Gravimetri. Sampel
ikan ditimbang lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105°C selama 3 jam. Setelah itu
didinginkan dalam deksikator dan ditimbang
hingga diperoleh berat stabil.
Perhitungan Kadar Protein:
Total Nitrogen = (V1 – V2) x N x Fp x 14 x 100%
W
Kandungan Protein = Persen Total Nitrogen x Fk
Keterangan :
w
: Bobot sampel
V1
: Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan untuk penitran sampel
V2
: Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan untuk penitran blanko
N
: Normalitas HCl
Fp
: Faktor pengencer
Fk
: Faktor Konversi (6,25)
3
Kadar Air
=
a-b x 100%
a
Keterangan:
a = bobot sampel sebelum dikeringkan (gram)
b = bobot sampel setelah dikeringkan (gram)
Penentuan Bakteri Salmonella pada Ikan
Segar (Bridson 1998). Penentuan bakteri
Salmonella dilakukan dengan cara : sampel
ditimbang sebanyak 25 g kemudian
dimasukkan ke dalam Tetrathionate Broth
Base (TBB) yang dicampur larutan iod
dengan perbandingan 9:1 selama 24 jam pada
suhu 37°C. Tetrathionate Broth digunakan
sebagai media selektif pengaya Salmonella.
Selanjutnya digores dengan metode kuadran
dalam media Salmonella-Shigella Agar (SSA)
yang disimpan pada suhu 37°C selama 24
jam.
Identifikasi Salmonella secara biokimia
dilakukan dengan koloni yang diduga
Salmonella dipindahkan ke media perbenihan
Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara
menusukkan dan menggores ose pada agar
miring serta ditusuk vertikal ke dalam media
Semi Solid. Media ini digunakan untuk
pengujian Salmonella ada atau tidaknya
pergerakan (motility). Triple Sugar Iron Agar
(TSIA)
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi keberadaan gas, H2S serta
perubahan warna. Perubahan media pada
TSIA bagian tegak dan miring menunjukkan
kemampuan bakteri yang diduga Salmonella
tersebut dapat memfermentasikan glukosa,
laktosa atau sukrosa. Media Semi Solid
digunakan untuk mengidentifikasi adanya
pergerakan (motility) yang dibuktikan dengan
terbentuknya lapisan putih dipermukaan
media.
Apabila dari kedua media memperlihatkan
hasil yang positif maka dilakukan pengujian
lebih lanjut dengan menggunakan media
Lysine Iron Agar (LIA), Simon Citrate Agar
serta Urea Agar. Pengujian dengan ketiga
media ini dilakukan untuk menghasilkan
koloni Salmonella. Lysine Iron Agar (LIA)
digunakan untuk melihat kemampuan
Salmonella dalam mendekarboksilasi lisin
yang ditunjukkan dengan warna media
berubah dari merah muda menjadi ungu di
bagian yang atas dari agar miring serta
disepanjang
tusukan
berwarna
hitam
menunjukkan adanya H2S. Bagian bawah
pada agar miring, hasil positif dinyatakan
dengan perubahan warna dari merah muda
menjadi hitam violet. Urea Agar digunakan
untuk menduga bakteri Salmonella dengan uji
negatif yang ditunjukkan dengan tidak ada
perubahan warna pada media. Simon Citrate
Agar digunakan untuk melihat kemampuan
bakteri menggunakan sitrat sebagai sumber
karbon (Lampiran 1).
Perlakuan
kombinasi
Iradiasi
dan
Penyimpanan terhadap Sampel Ikan Segar.
Sampel ikan segar dicincang dengan
menggunakan pisau yang telah disterilkan
dengan menggunakan alkohol 70% lalu
ditimbang masing-masing sebanyak 20 g.
Selanjutnya, sampel yang telah dicincang
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
ditutup rapat. Sampel yang telah dimasukkan
ke dalam kantong plastik diletakkan kedalam
kotak es untuk diiradiasi dengan dosis 0, 3,
dan 5 kGy serta disimpan selama 0, 1, 2, 3 dan
4 minggu. Iradiasi sampel menggunakan sinar
gamma yang dipancarkan oleh radionuklida
60
Co dengan laju dosis 1,1 kGy/jam. Sampel
hasil iradiasi disimpan dalam freezer dengan
suhu –17°C selama empat minggu.
Penentuan Jumlah Total Bakteri Aerob
(Fardiaz 1989). Penentuan jumlah total bakteri
aerob dilakukan dengan cara sampel yang
telah diiradiasi sebanyak 20 g dimasukkan
dalam 180 mL larutan pepton 0,1 % dalam
erlenmeyer 500 mL kemudian dimasukkan ke
dalam blender secara aseptik lalu di-blender.
Setelah campuran sampel dan larutan pepton
menjadi homogen lalu dituang ke dalam
erlenmeyer 500 mL secara aseptik dan
selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat
(Lampiran 2). Sebanyak 0,1 mL larutan
suspensi dengan pengenceran 103 ditanam
pada cawan petri yang berisi media agar-agar
Nutrien dan disimpan pada suhu 37°C selama
24 jam.
Penentuan Jumlah Bakteri Koliform dan
Escherichia coli (Fardiaz 1989). Penentuan
jumlah bakteri koliform dilakukan seperti
penentuan jumlah bakteri aerob, namun media
yang digunakan adalah media selektif
MacConkey Agar. Bakteri koliform yang
tumbuh ditandai dengan adanya koloni
berwarna ungu di atas media. Penentuan
jumlah bakteri Escherichia coli menggunakan
media Briliance E.coli/Coliform Selective
Medium yang ditandai dengan adanya koloni
berwarna ungu diatas media.
4
Tabel 1 Hasil penentuan kadar protein dan air
dalam ikan yang disimpan pada
minggu ke-0 dengan dosis 0 kGy
Sampel
Kadar
Kadar Air
Ikan
Protein (%)
(%)
Bawal laut
73,2685
76,11
Kembung
75,3834
76,57
Kuwe
79,3167
79,57
Penentuan Jumlah Bakteri Staphylococcus
spp. (Fardiaz 1989). Penentuan jumlah
Staphylococcus spp. menggunakan media
Baird-Parker Agar yang di campur Egg Yolk
Tellurite Emulsion. Sebanyak 0,1 mL larutan
suspensi ditanam pada cawan petri yang berisi
media Baird-Parker Agar dan disimpan pada
suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah bakteri
yang tumbuh dihitung dengan menggunakan
teknik ALT (Angka Lempeng Total).
Angka Lempeng Total (ALT) dapat
disebut Total Plate Count (TPC) yaitu jumlah
mikroba aerob mesofilik per gram atau per
milliliter yang ditentukan dengan metode
standar. Penghitungan koloni bakteri dengan
teknik ALT menggunakan standar jumlah
koloni bakteri antara 30-300 koloni (SNI
2009).
Bakteri Salmonella pada sampel ikan
Hasil uji pada media TSIA menunjukkan
perubahan warna media menjadi kuning,
merah biru dan merah kuning. Terbentuknya
H2S yang menunjukkan perubahan warna
hitam terjadi pada sampel ikan Gembung,
namun warna media TSIA tidak berubah
menjadi kuning melainkan menjadi merah
biru. Begitu pula dengan pembentukan
gelembung gas yang menunjukkan hasil
positif pada sampel ikan Kuwe, namun warna
media TSIA tidak berwarna kuning. Uji media
semi solid menunjukkan hasil positif pada
ikan Kuwe yang dibuktikan dengan
terbentuknya lapisan putih dipermukaan
media. Hasil uji penentuan Salmonella dengan
menggunakan media TSIA dan Semi Solid
menunjukkan ketiga sampel ikan negatif
Salmonella (tabel 2).
HASIL
Kadar Protein dan Kadar Air
Kadar Protein tertinggi dijumpai pada ikan
Kuwe sebesar 79,3167% dan terendah
dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar
73,2685%. Kadar air tertinggi dijumpai pada
ikan Kuwe sebesar 79,57% dan terendah
dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar 76,11
% (Tabel 1)
Tabel 2 Hasil identifikasi bakteri Salmonella pada ikan bawal laut, ikan kembung dan ikan kuwe
Sampel
Ikan
Bawal
Laut
Ikan
Gembung
Ikan
kuwe
Warna
koloni
Hitam
Merah
Muda
Putih
Merah
muda
Hitam
Hitam
Putih
Putih
TSIA
Semi
Solid
Urea
Agar
Simon
Citrat
Agar
LIA
M/K
M/H
K/K
H2S
+
Gas
+
Motilitas
+ (S)
-
-
++
++
V/V
-
K/K
M/K
+
+
-
-
-
++
-
-
M/H
M/H
M/K
M/H
+
+
+
+
+
+
+ (S)
+ (S)
+
+
-
-
V/V
Tidak diuji
Keterangan :
+ : Terdapat gas dan motilitas
- :Tidak terdapat gas dan pergerakan (Motilitas)
S
: Spread (Menyebar)
M, K, H, V
: Agar berwarna merah, kuning, hitam, ungu
- Pada Simon Citrat Agar :
+ : Biru
++ : Biru pekat hampir kehitaman
Untuk memperkuat hasil uji pada media
TSIA dan media Semi solid maka dilakukan
pegujian lebih lanjut dengan menggunakan
Urea Agar, Simon Citrat Agar dan LIA.
Ketiga sampel ikan menunjukkan hasil negatif
untuk Simon Citrat Agar dan LIA. Tiga
sampel tersebut tidak menunjukkan perubahan
warna menjadi biru tua pada Simon Citrat dan
tidak menunjukkan perubahan warna ungu
pada media LIA. Namun pada media urea,
4
Tabel 1 Hasil penentuan kadar protein dan air
dalam ikan yang disimpan pada
minggu ke-0 dengan dosis 0 kGy
Sampel
Kadar
Kadar Air
Ikan
Protein (%)
(%)
Bawal laut
73,2685
76,11
Kembung
75,3834
76,57
Kuwe
79,3167
79,57
Penentuan Jumlah Bakteri Staphylococcus
spp. (Fardiaz 1989). Penentuan jumlah
Staphylococcus spp. menggunakan media
Baird-Parker Agar yang di campur Egg Yolk
Tellurite Emulsion. Sebanyak 0,1 mL larutan
suspensi ditanam pada cawan petri yang berisi
media Baird-Parker Agar dan disimpan pada
suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah bakteri
yang tumbuh dihitung dengan menggunakan
teknik ALT (Angka Lempeng Total).
Angka Lempeng Total (ALT) dapat
disebut Total Plate Count (TPC) yaitu jumlah
mikroba aerob mesofilik per gram atau per
milliliter yang ditentukan dengan metode
standar. Penghitungan koloni bakteri dengan
teknik ALT menggunakan standar jumlah
koloni bakteri antara 30-300 koloni (SNI
2009).
Bakteri Salmonella pada sampel ikan
Hasil uji pada media TSIA menunjukkan
perubahan warna media menjadi kuning,
merah biru dan merah kuning. Terbentuknya
H2S yang menunjukkan perubahan warna
hitam terjadi pada sampel ikan Gembung,
namun warna media TSIA tidak berubah
menjadi kuning melainkan menjadi merah
biru. Begitu pula dengan pembentukan
gelembung gas yang menunjukkan hasil
positif pada sampel ikan Kuwe, namun warna
media TSIA tidak berwarna kuning. Uji media
semi solid menunjukkan hasil positif pada
ikan Kuwe yang dibuktikan dengan
terbentuknya lapisan putih dipermukaan
media. Hasil uji penentuan Salmonella dengan
menggunakan media TSIA dan Semi Solid
menunjukkan ketiga sampel ikan negatif
Salmonella (tabel 2).
HASIL
Kadar Protein dan Kadar Air
Kadar Protein tertinggi dijumpai pada ikan
Kuwe sebesar 79,3167% dan terendah
dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar
73,2685%. Kadar air tertinggi dijumpai pada
ikan Kuwe sebesar 79,57% dan terendah
dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar 76,11
% (Tabel 1)
Tabel 2 Hasil identifikasi bakteri Salmonella pada ikan bawal laut, ikan kembung dan ikan kuwe
Sampel
Ikan
Bawal
Laut
Ikan
Gembung
Ikan
kuwe
Warna
koloni
Hitam
Merah
Muda
Putih
Merah
muda
Hitam
Hitam
Putih
Putih
TSIA
Semi
Solid
Urea
Agar
Simon
Citrat
Agar
LIA
M/K
M/H
K/K
H2S
+
Gas
+
Motilitas
+ (S)
-
-
++
++
V/V
-
K/K
M/K
+
+
-
-
-
++
-
-
M/H
M/H
M/K
M/H
+
+
+
+
+
+
+ (S)
+ (S)
+
+
-
-
V/V
Tidak diuji
Keterangan :
+ : Terdapat gas dan motilitas
- :Tidak terdapat gas dan pergerakan (Motilitas)
S
: Spread (Menyebar)
M, K, H, V
: Agar berwarna merah, kuning, hitam, ungu
- Pada Simon Citrat Agar :
+ : Biru
++ : Biru pekat hampir kehitaman
Untuk memperkuat hasil uji pada media
TSIA dan media Semi solid maka dilakukan
pegujian lebih lanjut dengan menggunakan
Urea Agar, Simon Citrat Agar dan LIA.
Ketiga sampel ikan menunjukkan hasil negatif
untuk Simon Citrat Agar dan LIA. Tiga
sampel tersebut tidak menunjukkan perubahan
warna menjadi biru tua pada Simon Citrat dan
tidak menunjukkan perubahan warna ungu
pada media LIA. Namun pada media urea,
5
kedua sampel tersebut tidak menunjukkan
perubahan warna atau urease negatif yang
mengindikasikan adanya Salmonella. Hasil uji
negatif terhadap Salmonella sesuai dengan
persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang menyatakan bahwa pada ikan segar dan
olahannya tidak diperbolehkan adanya bakteri
Salmonella.
Bakteri Aerob pada Sampel Ikan
Pada tabel 3 terlihat bahwa jumlah bakteri
aerob dari ikan Bawal laut, Kuwe dan
Kembung bervariasi antara 1,53 x 106 dan
2,26 x 107 CFU/gram. Kontaminasi tertinggi
didapatkan pada ikan Kuwe dan terendah pada
perbedaan nyata untuk ikan Bawal Laut dan
ikan Kembung terhadap ikan Kuwe (p0,05).
Tabel 3 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri Aerob pada tiga sampel ikan yang diiradiasi dan
disimpan pada suhu beku (CFU/gram)
Jumlah Bakteri (CFU/gram)
Minggu Dosis Ikan Bawal Laut
SNI
Ikan Kembung
Ikan Kuwe
(kGy)
(2009)
0
0
1,53 x 106 a(a)
1,59 x 107 a(b)
2,26 x 107 a(c)
3
3
0
e(a)
3,80 x 10 e(b)
8,90 x 103 e(c)
5
0
e(a)
0
e(a)
2,20 x 103 f(b)
5
6
1
0
7,40 x 10 b(a)
1,97 x 10 b(b)
2,20 x 107 a(c)
3
0
e(a)
1,70 x 103 e(b)
6,80 x 103 e(c)
5
0
e(a)
0
e(a)
6,33 x 102 f(b)
4
5
2
0
9,20 x 10 c(a)
1,67 x 10 c(b)
6,53 x 106 b(c)
5 x 105
3
0
e(a)
2,20 x 103 e(b)
5,03 x 102 f(b)
5
0
e(a)
0
e(a)
6,00 x 102 f(b)
3
4
3
0
8,40 x 10 d(a)
7,10 x 10 d(b)
4,57 x 106 c(c)
3
3
0
e(a)
1,80 x 10 e(b)
5,30 x 102 f(b)
5
0
e(a)
0
e(a)
0
f(a)
4
0
3,30 x 103 e(a)
1,60 x 103 e(a)
3,81 x 106 d(b)
3
0
e(a)
0
e(a)
0
f(a)
5
0
e(a)
0
e(a)
0
f(a)
Keterangan : dengan ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris
tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom
ikan Bawal laut. Pada penyimpanan 0 minggu
dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ikan Bawal
laut tidak ditemukan adanya pertumbuhan
bakteri. Akan tetapi, untuk ikan Kuwe terjadi
penurunan jumlah bakteri aerob masingmasing sebesar 8,90 x 103 dan 2,20 x 103
CFU/gram untuk dosis 3 dan 5 kGy. Pada ikan
Kembung dosis 3 kGy terjadi penurunan
jumlah bakteri sebesar 4 desimal menjadi
3,80x103 CFU/gram sedang pada dosis 5 kGy
tidak terdapat pertumbuhan bakteri. Semakin
lama dilakukan penyimpanan untuk kontrol
pada semua sampel terlihat jumlah bakteri
aerob cenderung turun.
Secara statistik terlihat jumlah bakteri
aerob pada ketiga macam ikan berbeda nyata
untuk kontrol. Pada dosis 3 kGy jumlah
bakteri berbeda nyata untuk ketiga macam
ikan sedangkan pada dosis 5 kGy terlihat
perbedaan nyata untuk ikan Bawal laut dan
Jumlah bakteri aerob antar penyimpanan
tanpa iradiasi untuk ikan Bawal laut dan ikan
Kembung berbeda nyata (p0,05).
Jumlah bakteri aerob pada ikan Kuwe
untuk 0 dan 1 minggu yang diiradiasi dengan
dosis 0 dan 3 kGy terlihat adanya perbedaan
nyata terhadap penyimpanan 2 minggu hingga
4 minggu. Pada 5 kGy tidak berbeda nyata
untuk tiap-tiap penyimpanan (p0,05).
Semakin lama dilakukan penyimpanan
pada semua sampel untuk kontrol cenderung
turun walaupun secara statistik tidak berbeda
nyata.
Perlakuan
kombinasi
antara
penyimpanan 1 sampai 4 minggu dengan
dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga sampel tidak
terlihat adanya pertumbuhan bakteri (p>0,05).
Tabel 4 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri koliform pada tiga sampel ikan yang diiradiasi
dan disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)
Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)
Minggu Dosis
SNI (1994)
Ikan Bawal Laut Ikan Kembung
Ikan Kuwe
(kGy)
0
0
5,13 x 105 a(a)
2,10 x 106 a(b)
3,82 x 106 a(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
1
0
7,30 x 104 b(a)
1,51 x 106 b(b)
1,86 x 106 b(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
2
0
1,47 x 104 c(a)
7,47 x 104 c(b)
1,87 x 106 c(b) 1 x 104
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
3
0
4,77 x 103 d(a)
1,10 x 104 d(a)
1,52 x 106 d(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
4
0
2,47 x 103 d(a)
1,70 x 104 d(a)
1,14 x 106 d(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
Keterangan : dengan ( ) : Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris
tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom
Secara statistik terlihat jumlah bakteri
koliform pada ketiga macam ikan berbeda
nyata untuk tiap-tiap penyimpanan tanpa
iradiasi kecuali pada minggu ke-3 dan ke-4
yang tidak berbeda nyata. Pada dosis 3 dan 5
kGy jumlah bakteri tidak berbeda nyata untuk
ketiga macam ikan (p>0,05).
Pengaruh iradiasi terhadap bakteri E. coli
pada ikan Bawal laut, ikan Kuwe dan ikan
Kembung dapat dilihat pada tabel 5. Terlihat
pada minggu ke-0 tanpa iradiasi (kontrol)
jumlah bakteri Escherichia coli ketiga macam
ikan bervariasi antara 3,23 x 105 dan 7,83 x
105 CFU/gram. Kontaminasi tertinggi
didapatkan pada ikan Kuwe dan kontaminasi
terendah pada ikan Bawal laut. Pada
penyimpanan 0 minggu dengan dosis 3 dan 5
kGy untuk ketiga sampel ikan tidak
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri.
Secara statistik terlihat jumlah bakteri E. coli
pada ketiga macam ikan berbeda nyata untuk
tiap-tiap penyimpanan tanpa iradiasi kecuali
pada minggu ke-3 dan ke-4 yang tidak
berbeda nyata. Pada dosis 3 dan 5 kGy jumlah
bakteri tidak berbeda nyata untuk ketiga
macam ikan (p>0,05).
Perlakuan kombinasi antara penyimpanan
1 sampai 4 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy
untuk ketiga sampel tidak terlihat adanya
pertumbuhan
bakteri.
Terlihat
bahwa
penyimpanan beku dapat menghambat bakteri.
7
Tabel 5 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri Escherichia coli pada tiga sampel ikan yang
diiradiasi dan Disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)
Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)
Minggu Dosis
SNI
Ikan Bawal Laut
Ikan Kembung
Ikan Kuwe
(kGy)
(1994)
0
0
3,23 x 105 a(a)
5,23 x 105 a(b)
7,83 x 105 a(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
1
0
5,63 x 104 b(a)
4,20 x 105 b(b)
5,53 x 105 b(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a) 1 x 104
3
4
5
2
0
7,00 x 10 c(a)
4,50 x 10 c(b)
4,87 x 10 c(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
3
0
2,87 x 103 d(a)
8,67 x 103 d(a)
4,63 x 105 c(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
4
0
1,50 x 103 d(a)
6,80 x 103 ed(a) 4,63 x 105 c(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
Keterangan : dengan ( ) : Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris
tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom
Secara statistik, terlihat adanya perbedaan
nyata antara kontrol dengan yang diriadiasi
dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga jenis ikan dari
penyimpanan 0 minggu hingga 4 minggu
(p0,05).
Bakteri Staphylococcus spp.
Pada minggu dengan dosis 0 kGy (kontrol)
jumlah bakteri Staphylococcus spp. ketiga
macam ikan bervariasi antara 4,40 x 104 dan
3,13 x 106 CFU/gram (Tabel 6). Kontaminasi
tertinggi didapatkan pada ikan Kuwe dan
kontaminasi terendah pada ikan Bawal laut.
Pada penyimpanan 0 minggu dengan dosis 3
dan 5 kGy untuk ikan Bawal laut dan ikan
Kembung
tidak
ditemukan
adanya
pertumbuhan bakteri. Pada ikan Kuwe
penurunan jumlah bakteri ditemukan pada
dosis 3 dan 5 kGy sebesar 3 desimal. Secara
statistik, terlihat ada perbedaan nyata terhadap
jumlah bakteri Staphylococcus spp. diantara
ketiga macam ikan tanpa iradiasi dengan
penyimpanan 0 hingga 3 minggu. Namun
pada 4 minggu terlihat perbedaan nyata antara
ikan Bawal laut dan ikan Kembung terhadap
ikan Kuwe. Pada penyimpanan 0 hingga 4
minggu untuk dosis 3 dan 5 kGy terlihat
perbedaan nyata untuk ikan Bawal laut dan
ikan Kembung terhadap ikan Kuwe (p0,05)
8
Tabel 6 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri Staphylococcus spp. pada tiga sampel ikan yang
diiradiasi dan disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)
Minggu
0
1
2
3
4
Dosis
(kGy)
0
3
5
0
3
5
0
3
5
0
3
5
0
3
5
Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)
Ikan Bawal Laut
Ikan Kembung
Ikan Kuwe
4,40 x 104 a(a)
0
b(a)
0
b(a)
6,20 x 103 b(a)
0
b(a)
0
b(a)
8,00 x 102 b(a)
0
b(a)
0
b(a)
2,33 x 102 b(a)
0
b(a)
0
b(a)
1,67 x 102 b(a)
0
b(a)
0
b(a)
7,75 x 105b(b)
0
e(a)
0
e(a)
1,21 x 106 a(b)
0
e(a)
0
e(a)
1,96 x 104 d(b)
0
e(a)
0
e(a)
1,84 x 104 d(b)
0
e(a)
0
e(a)
8,50 x 104 c(b)
0
e(a)
0
e(a)
3,13 x 106 a(c)
7,80 x 103 f(b)
2,50 x 103 f(b)
2,13 x 106 b(b)
3,90 x 103 f(b)
4,00 x 102 f(b)
1,18 x 106 c(c)
2,53 x 103 f(b)
2,67 x 102 f(b)
1,05 x 106 d(c)
2,43 x 103 f(b)
1,33 x 102 f(b)
4,36 x 105 e(b)
1,93 x 103 f(b)
0
f(a)
SNI
(2009)
1 x 103
Keter
anga
n
:
deng
an ( )
:
Huru
f
yang
sama
menu
njukk
an
perbe
daan
tidak
nyata antar baris
Tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom
Jumlah bakteri Staphylococcus spp. pada
antar penyimpanan tanpa iradiasi jumlah
bakteri pada ikan Kuwe berbeda nyata
(p>0,05). Hal ini terlihat pada jumlah bakteri
untuk penyimpanan 0 minggu pada dosis 3
kGy sebesar 3,13x106 CFU/gram, sedangkan
pada penyimpanan 4 minggu jumlah bakteri
Staphylococcus
spp.
adalah
1,93x103
CFU/gram. Pada perlakuan tanpa iradiasi
dengan 3 dan 5 kGy dari minggu 0 hingga
minggu 4 jumlah bakteri untuk ikan Kuwe
berbeda nyata (p>0,05).
PEMBAHASAN
Ikan memiliki protein serta kandungan air
yang tinggi. Air yang tercemar, cara
pengolahan serta penyimpanan yang tidak
higienis dapat mengakibatkan produk ikan
rentan
terhadap
kontaminasi
bakteri.
Kontaminasi
bakteri
tersebut
dapat
menyebabkan pembusukan yang nantinya
akan merusak bentuk fisik maupun rasa dari
produk ikan tersebut.
Kadar protein tinggi yang dimiliki ikan
Kuwe menyebabkan kontaminasi bakteri yang
lebih tinggi dibandingkan kedua sampel ikan
lainnya. Kandungan air dalam bahan pangan
menentukan kesegaran dan daya tahan bahan
pangan. Hal tersebut dapat membuktikan
bahwa ikan Kuwe memiliki kontaminasi
bakteri tertinggi dibandingkan dengan kedua
ikan lainnya.
Aktivitas mikroba menyebabkan rusaknya
bahan pangan diantaranya adalah perubahan
kekenyalan yang disebabkan pemecahan
struktur
daging,
pembentukan
lendir,
pembentukan asam, pembentukan warna hijau
pada daging, serta perubahan bau karena
terbentuknya ammonia, H2S, indol dan
senyawa-senyawa amin seperti diamin
kadarevin dan putresin; timbulnya bau anyir
pada produk-produk ikan karena terbentuknya
trimetilamin (TMA) dan histamin (Siagian
2002).
Tidak
adanya
Salmonella
dapat
dikarenakan metode isolasi yang tidak cukup
baik (tidak ter-sampling) yaitu metode yang
digunakan bukan metode sebar melainkan
metode kuadran. Hasil uji negatif untuk
Salmonella tidak berarti bahan pangan atau
ikan tersebut aman untuk dikonsumsi. Jumlah
kontaminasi bakteri lainnya yang tinggi
merupakan faktor penyebab bahan pangan
tidak aman untuk dikonsumsi.
Menurut penelitian Khunaenah (2006)
pada sampel sotong dan cumi-cumi tidak
ditemukan
adanya
Salmonella.
Jadi
kemungkinan bahwa bahan pangan yang
berasal dari laut bebas dari kontaminasi
Salmonella.
Kontaminasi bakteri pada bahan pangan
dapat terjadi karena kadar protein masingmasing ikan, kadar air, sanitasi dalam
pengolahan ikan serta kontaminasi silang.
Tingginya
kontaminasi bakteri aerob,
koliform, E. coli dan Staphylococcus spp.
9
pada bahan pangan kemungkinan berasal dari
kontaminasi air laut disekitar pasar yang
berwarna hitam dan berbau. Selain itu, proses
penangkapan ikan serta penjualan ikan yang
diletakkan di boks terbuka mempengaruhi
tingkat kontaminasi bakteri. Es yang terdapat
di
boks
terbuka
digunakan
untuk
mempertahankan kesegaran ikan. Es tersebut
terbuat dari air yang tidak diketahui
sanitasinya serta proses pengangkutan es dari
pabrik sampai ke pasar yang tidak
memperhatikan kebersihan.
Menurut penelitian dari Khunaenah (2006)
jumlah bakteri aerob cumi sebesar 4,45 x 107
CFU/gram sedangkan pada sotong 8,69 x 107
CFU/gram. Bila dibandingkan dengan jumlah
bakteri awal (kontrol), jumlah bakteri cumi
dan sotong tidak berbeda jauh dengan ketiga
sampel tersebut. Terlihat bahwa dalam selang
waktu 4 tahun, sanitasi lingkungan baik air
laut, tempat penyimpanan olahan laut, serta es
untuk mengawetkan tidak diperhatikan
dengan baik karena bakteri yang dihasilkan
tinggi. Hal tersebut berlaku bagi jumlah
bakteri koliform yang tidak berbeda jauh
dengan ketiga sampel ikan yaitu untuk cumi
1,92 x 107 CFU/gram serta sotong 1,22 x 107
CFU/gram.
Kontaminasi
awal
bakteri
aerob,
Staphylococcus
spp,
koliform,
dan
Escherichia coli pada semua sampel ikan
telah melebihi ambang batas SNI (2009) yang
diijinkan masing-masing 5 x 105, 1 x 103, 1 x
104 dan 1 x 104 CFU/gram yang artinya tidak
aman untuk dikonsumsi (lampiran 5).
Pembekuan merupakan salah satu cara
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Turun naiknya jumlah bakteri seperti pada
jumlah bakteri Staphylococcus dari minggu
ketiga dan keempat untuk ikan Kembung serta
bakteri koliform dari minggu ketiga dan
keempat untuk ikan Kembung disebabkan
kemampuan bakteri untuk memperbaiki
kemampuan hidupnya dengan memanfaatkan
nutrisi yang terdapat di sampel maupun di
media
agar-agar.
Adanya
perlakuan
penyimpanan beku menyebabkan terjadinya
dorman atau fase istirahat pada bakteri yang
dapat menurunkan jumlah bakteri. Namun
dalam waktu yang tidak ditentukan bakteri
dapat aktif kembali atau memperbanyak diri
dengan
beradaptasi
pada
lingkungan
hidupnya.
Pembekuan menyebabkan terhambatnya
bakteri
untuk
dapat
tumbuh
dan
memperbanyak diri. Namun, saat dibiakkan
pada media dengan nutrisi yang tinggi serta
didukung dengan suhu optimum bakteri dapat
tumbuh dan memperbanyak diri pada
lingkungan dengan nutrisi yang sesuai.
Fardiaz (1990) menyatakan bahwa proses
pembekuan dapat menyebabkan kematian atau
kerusakan subletal pada sebagian sel. Lund
(2000)
menyatakan
bahwa
ketahanan
mikroorganisme
selama
pembekuan
dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme dan
komposisi medium pembekuan. Selain itu
faktor lain yang berpengaruh adalah status
nutrisi, fase pertumbuhan mikroba sebelum
dibekukan, kecepatan pembekuan, suhu
pembekuan, lama pembekuan, kecepatan
thawing, metode yang digunakan untuk
menentukan jumlah sel yang hidup dan media
yang digunakan. Perubahan sebagian besar air
dalam
produk
pangan
menjadi
es
menyebabkan persediaan air menjadi sangat
terbatas
(penurunan
a w)
sehingga
mikroorganisme akan kesulitan untuk
menyerap makanan.
Secara
mikrobiologis,
pembekuan
dimaksudkan agar aktivitas metabolisme
mikroorganisme
pada
makanan
dapat
diperlambat atau dihentikan sama sekali.
Seperti diketahui aktivitas metabolisme
organisme merupakan reaksi yang dikatalis
oleh enzim-enzim dan kecepatan reaksi ini
sangat dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu
meningkat, kecepatan reaksi akan meningkat
dan bila suhu menurun, kecepatan reaksi
menurun pula (Fennema dkk 1976).
Iradiasi gamma dapat mengakibatkan
kerusakan subletal pada sel mikroba.
Kerusakan tersebut menyebabkan kebocoran
sehingga komponen sel keluar dari medium
sekelilingnya dan mengakibatkan perubahan
aktivitas metabolisme. Perubahan tersebut
dapat berupa penurunan kemampuan dalam
memecah senyawa yang dibutuhkan sel,
kehilangan kemampuan untuk melakukan
transpor melalui membran, dan penurunan
aktivitas enzim yang penting dalam
metabolisme (Soedarto 2008). Kematian
bakteri yang terjadi sebagai akibat terjadinya
perubahan kimia di dalam sel bakteri.
Perubahan
kimia
tersebut
adalah
penghambatan
sintesa
DNA
yang
mengakibatkan proses pembelahan sel dan
reproduksi terganggu (Suhadi 1976).
Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi
pengion, contoh radiasi pengion adalah
radiasi partikel (alfa), β (beta) dan ɣ
(gamma). Contoh radiasi pengion yang
disebut terakhir ini paling banyak digunakan
(Sofyan 1984; Winarno dkk 1980).
Sumber iradiasi yang digunakan pada
iradiasi pangan adalah sumber iradiasi gamma
10
yang berupa isotop radioaktif dan sumber
iradiasi elektron berupa berkas elektron. Sinar
gamma yang digunakan adalah yang berasal
dari pancaran radionuklida 60Co atau 137Cs,
namun 60Co lebih banyak digunakan karena
selain mempunyai energi radiasi yang lebih
besar sehingga mempunyai daya tembus yang
besar, 60Co juga tersedia di pasaran
(Rhomadona 2009).
Menurut PERMENKES
No.701 /
MENKES / PER / VIII / 2009 dosis serap
maksimum untuk ikan dan pangan laut
(seafood segar maupun beku) untuk
memperpanjang masa simpan adalah 10 kGy
(Lampiran 3).
Peraturan makanan iradiasi yang berlaku
diseluruh dunia, yaitu CODEX General
Standard for Irradiated Foods menyatakan
bahwa dosis iradiasi tidak boleh melebihi 10
kGy. Iradiasi dengan dosis diatas 10 kGy
diterapkan untuk kegunaan khusus dengan
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan penelitian terhadap bandeng asap
yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, ternyata
iradiasi tidak memberikan pengaruh terhadap
kandungan asam amino, sehingga dapat
dikatakan nutrisi dari produk yang diiradiasi
tetap terjaga (Irawati 2006).
SIMPULAN
Adanya pengaruh kombinasi penyimpanan
beku dan iradiasi terhadap jumlah bakteri
pada masing-masing sampel ikan. Semakin
tinggi dosis iradiasi, semakin kecil jumlah
bakteri. Begitu juga dengan perlakuan
penyimpanan, semakin lama sampel disimpan
dalam suhu beku, semakin kecil jumlah
bakteri yang tumbuh. Jumlah kontaminasi
awal bakteri aerob, Staphylococcus, koliform
dan Escherichia coli telah melebihi ambang
batas SNI yang diijinkan. Kadar protein dari
ketiga sampel ikan berkisar antara 73,2685 79,3167 % dan kadar air dari ketiga sampel
ikan berkisar antara 76,11 – 79,57 %. Dosis 5
kGy sudah mampu mengurangi jumlah bakteri
yang memenuhi persyaratan SNI dan terlihat
perbedaan nyata dengan yang tidak diiradiasi.
Kombinasi
perlakuan
antara
suhu
penyimpanan memberikan pengaruh nyata
terhadap penurunan jumlah bakteri. Tidak
ditemukan Salmonella pada sampel ikan yang
diuji.
SARAN
Saran dari penulis adalah perlu adanya
penelitian lebih lanjut tentang pengawetan
bahan pangan secara iradiasi untuk ikan dan
olahan perikanan lainnya serta perlu adanya
sosialisasi lebih jauh tentang manfaat dan
keuntungan teknik iradiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal M. 1996. Kontaminasi Mikroba pada
Produk Perikanan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 111. Jurusan Farmasi
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Andalas,
Padang.
Anonymous. 2003. Codex General Standard
for Irradiated Foods (Codex Stan 1061983-Rev.1 2003). Geneva : Codex
Allimentarius Commission.
Astawan M. 2003. Manfaat Ikan Bagi Jantung
Dan Wajah, http://www.dkp.go.id [04
September 2010].
Bridson. 1998. The Oxoid Manual 8th
Edition. England: Oxoid Limited.Fardiaz
S. 1989. Penuntun praktek mikrobiologi
pangan. Bogor: IPB Press.
Fardiaz S. 1989. Penuntun praktek
mikrobiologi pangan. Bogor : IPB Press.
Fardiaz S. 1990. Mikrobiologi Pengolahan
Pangan
Lanjut.
Laboratorium
Mikrobiologi Pangan. PAU, IPB.
Fennema, OR, W.D. Powrie, and E.H. Marth.
1976. Low Temperature Preservation of
Food and Living Matters. Mercel
Dekker, New York.
Irawati, Z. 2006. Aplikasi mesin berkas
elektron pada industri pangan. Di dalam:
Prosiding Pertemuan dan Persentasi
Ilmiah
Teknologi
Akselator
dan
Aplikasinya; Yogyakarta, 17 Februari
2006. Yogyakarta: PTAPB-BATAN.
hlm 87-94.
Khunaenah. 2006. Uji kontaminasi bakteri
pathogen pada cumi-cumi (Loligo
edulis) dan sotong (Sepioteuthis lycidas)
dipasar tradisional dan swayalan
[Skripsi]. Jakarta: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Sains dan Teknologi Nasional.
Lund BM. 2000. Freezing. Di dalam: Lund,
BM., T.C. Baird-Parker, G.W. Gould.
(Eds.), The Microbiological Safety and
Quality of Food Volume I/ Aspen
Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.
10
yang berupa isotop radioaktif dan sumber
iradiasi elektron berupa berkas elektron. Sinar
gamma yang digunakan adalah yang berasal
dari pancaran radionuklida 60Co atau 137Cs,
namun 60Co lebih banyak digunakan karena
selain mempunyai energi radiasi yang lebih
besar sehingga mempunyai daya tembus yang
besar, 60Co juga tersedia di pasaran
(Rhomadona 2009).
Menurut PERMENKES
No.701 /
MENKES / PER / VIII / 2009 dosis serap
maksimum untuk ikan dan pangan laut
(seafood segar maupun beku) untuk
memperpanjang masa simpan adalah 10 kGy
(Lampiran 3).
Peraturan makanan iradiasi yang berlaku
diseluruh dunia, yaitu CODEX General
Standard for Irradiated Foods menyatakan
bahwa dosis iradiasi tidak boleh melebihi 10
kGy. Iradiasi dengan dosis diatas 10 kGy
diterapkan untuk kegunaan khusus dengan
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan penelitian terhadap bandeng asap
yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, ternyata
iradiasi tidak memberikan pengaruh terhadap
kandungan asam amino, sehingga dapat
dikatakan nutrisi dari produk yang diiradiasi
tetap terjaga (Irawati 2006).
SIMPULAN
Adanya pengaruh kombinasi penyimpanan
beku dan iradiasi terhadap jumlah bakteri
pada masing-masing sampel ikan. Semakin
tinggi dosis iradiasi, semakin kecil jumlah
bakteri. Begitu juga dengan perlakuan
penyimpanan, semakin lama sampel disimpan
dalam suhu beku, semakin kecil jumlah
bakteri yang tumbuh. Jumlah kontaminasi
awal bakteri aerob, Staphylococcus, koliform
dan Escherichia coli telah melebihi ambang
batas SNI yang diijinkan. Kadar protein dari
ketiga sampel ikan berkisar antara 73,2685 79,3167 % dan kadar air dari ketiga sampel
ikan berkisar antara 76,11 – 79,57 %. Dosis 5
kGy sudah mampu mengurangi jumlah bakteri
yang memenuhi persyaratan SNI dan terlihat
perbedaan nyata dengan yang tidak diiradiasi.
Kombinasi
perlakuan
antara
suhu
penyimpanan memberikan pengaruh nyata
terhadap penurunan jumlah bakteri. Tidak
ditemukan Salmonella pada sampel ikan yang
diuji.
SARAN
Saran dari penulis adalah perlu adanya
penelitian lebih lanjut tentang pengawetan
bahan pangan secara iradiasi untuk ikan dan
olahan perikanan lainnya serta perlu adanya
sosialisasi lebih jauh tentang manfaat dan
keuntungan teknik iradiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal M. 1996. Kontaminasi Mikroba pada
Produk Perikanan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 111. Jurusan Farmasi
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Andalas,
Padang.
Anonymous. 2003. Codex General Standard
for Irradiated Foods (Codex Stan 1061983-Rev.1 2003). Geneva : Codex
Allimentarius Commission.
Astawan M. 2003. Manfaat Ikan Bagi Jantung
Dan Wajah, http://www.dkp.go.id [04
September 2010].
Bridson. 1998. The Oxoid Manual 8th
Edition. England: Oxoid Limited.Fardiaz
S. 1989. Penuntun praktek mikrobiologi
pangan. Bogor: IPB Press.
Fardiaz S. 1989. Penuntun praktek
mikrobiologi pangan. Bogor : IPB Press.
Fardiaz S. 1990. Mikrobiologi P
CHRISTINE MARSAULINA. Kombinasi Iradiasi dan Penyimpanan Suhu Beku terhadap
Kandungan Bakteri pada Ikan Bawal Laut (Formio niger), Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)
dan Ikan Kuwe (Caranx ignobilis) Asal Pasar Ikan Muara Angke Jakarta. Dibimbing oleh ANJA
MERYANDINI dan HARSOJO.
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis ikan, yaitu ikan Bawal laut, Kembung,
dan Kuwe. Iradiasi dilakukan dengan menggunakan alat Iradiator Panorama Serba Guna
(IRPASENA) dengan sumber 60Co pada dosis 0, 3 dan 5 kGy dengan laju dosis 1,1 kGy/jam.
Penyimpanan dilakukan selama 0, 1, 2, 3 dan 4 minggu pada suhu -17 oC. Kadar protein diukur
dengan menggunakan metode “Nitrogen Mikro Kjeldhal”. Parameter yang diamati adalah kadar
protein, kadar air, serta analisis mikrobiologi dengan menggunakan Angka Lempeng Total (ALT)
meliputi total koloni bakteri, bakteri koli, Staphylococcus, dan Salmonella. Hasil penelitian
menunjukkan kadar protein dari ketiga sampel ikan berkisar antara 73,2685 - 79,3167 %. Kadar air
dari ketiga sampel ikan berkisar antara 76,11 – 79,57 %. Dosis 5 kGy sudah mampu mengurangi
jumlah bakteri yang memenuhi persyaratan SNI dan terlihat perbedaan nyata dengan yang tidak
diiradiasi. Kombinasi perlakuan antara penyimpanan pada suhu beku dan iradiasi dapat
menurunkan jumlah bakteri. Jumlah cemaran awal bakteri aerob, Staphylococcus, koliform dan
Escherichia coli telah melebihi ambang batas SNI yang diijinkan. Salmonella tidak ditemukan
pada semua sampel yang diuji.
Kata kunci : Iradiasi, suhu beku, ikan, Salmonella.
ABSTRACT
CHRISTINE MARSAULINA. Combination of Irradiation and Frozen Temperature Storage on the
Content of Bacteria in Marine Pomfret fish (Formio niger), Mackerel (Rastrelliger kanagurta),
and Pompano (Caranx ignobilis) from Muara Angke Fish Market, Jakarta. Supervised by ANJA
MERYANDINI and HARSOJO.
Fish is one food that is widely consumed by the public. The sample used in this research
consists of three species of fish, namely Marine Pomfret fish, Mackerel fish and Pompano fish.
Irradiation is done by using Iradiator Panorama Serba Guna (IRPASENA) with 60Co sources at
doses of 0, 3 and 5 kGy with dose rate 1,1 kGy/hour. Storage carried out for 0,1,2,3 and 4 weeks at
a temperature of -17oC. Protein content was measured by using the "Nitrogen Micro Kjeldhal".
The parameter measured were protein content, water content, as well as microbiological analysis
using Total Plate Count (TPC) covering a total colonies of bacteria, Coliform, Staphylococcus and
Salmonella. The results showed the protein levels of these three fish samples ranged from 73,2685
to 79,3167%. Water content of the three fish samples ranged between 76,11 – 79,57 %. Dose of 5
kGy was able to reduce the number of bacteria that meets the requirements of SNI and looks
significantly different from non irradiated. Combination treatment of frozen temperature storage
and irradiation can reduce the number of bacteria. The number of initial contamination of aerobic
bacteria, Staphylococcus, Coliform and Escherichia coli has exceeded the allowable threshold of
SNI. Salmonella was not found in all samples tested.
Key words: Irradiation, freezing temperatures, fish, Salmonella
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan makanan
yang banyak dikonsumsi masyarakat. Selain
harganya yang relatif terjangkau, ikan juga
mengandung protein yang tinggi. Bermacammacam jenis ikan dapat ditemui seperti ikan
air laut, ikan air tawar maupun ikan air payau.
Ikan adalah bahan pangan yang
mengandung protein tinggi, yang sangat
dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah
dicerna, juga mengandung asam amino
dengan pola yang hampir sama dengan asam
amino yang terdapat dalam tubuh manusia
(Suhartini dan Hidayat 2005). Dibandingkan
dengan bahan makanan lainnya, ikan
mengandung asam amino esensial yang
lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh
manusia, oleh karena itu mutu protein ikan
sebanding dengan mutu protein daging
(Astawan 2003). Kandungan lemaknya 1-20%
dapat diserap dan digunakan langsung oleh
jaringan tubuh. Sebagian besar lemaknya
merupakan asam lemak tak jenuh. Asam
lemak ini diperlukan untuk pertumbuhan dan
dapat menurunkan kolesterol darah. Vitamin
yang terkandung dalam ikan beraneka ragam,
mulai dari vitamin A, D, thiamin, riboflavin,
niacin, B6, B12, dan biotin. Minyak ikan kaya
akan vitamin A dan D yang larut dalam
minyak dan populer digunakan untuk anakanak (Akmal 1996).
Kerusakan pada ikan dapat disebabkan
oleh faktor internal (isi perut) dan eksternal
(lingkungan). Faktor internal tersebut dapat
diakibatkan karena bakteri seperti Salmonella,
Escherichia coli, Staphylococcus dan lainnya.
Faktor eksternal penyebab kerusakan terkait
pada perlakuan ikan segar baik dalam segi
penangkapan, pengangkutan, penyimpanan,
pengawetan bahkan saat pengolahan (Akmal
1996).
Upaya untuk memperpanjang daya tahan
simpan
ikan
segar
adalah
melalui
penyimpanan dalam lemari pendingin atau
pembeku, yang mampu menghambat aktivitas
mikroba atau enzim. Setiap penurunan suhu
8oC
menyebabkan
kecepatan
reaksi
metabolisme berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Oleh karena itu, ikan yang akan
disimpan pada suhu rendah harus dibersihkan
terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme awal yang ada pada bahan
tersebut (Astawan 2003).
Untuk mengeliminasi bakteri yang terdapat
dalam makanan dapat dilakukan dengan
menggunakan iradiasi gamma (Rashid &
Ishigaki 1992). Iradiasi pangan adalah metode
penyinaran terhadap pangan, baik dengan
menggunakan
zat
radioaktif
maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya
pembusukan
dan
kerusakan
serta
membebaskan pangan dari bakteri patogen.
Teknik ini dapat digunakan untuk pengawetan
bahan pangan, efektif untuk memperpanjang
masa simpan dan menjadikan bahan pangan
tidak mengalami perubahan baik tekstur,
aroma, rasa, warna serta nilai gizi (Muchtadi
2010).
Beberapa keunggulan teknik iradiasi ialah
tidak meninggalkan residu kimia dan tidak
menyebabkan makanan menjadi radioaktif.
Pengawetan dengan teknologi iradiasi
merupakan suatu proses fisika yang tidak
menaikkan
suhu
sehingga
tidak
mempengaruhi
kesegaran
dan
tidak
memerlukan bahan pengemas yang tahan
panas. Selain itu, teknik ini dapat dilakukan
pada makanan yang sudah dikemas (kemasan
akhir) dan dapat dilakukan dengan berbagai
jenis pengemas karena sinar gamma
mempunyai daya tembus yang kuat (Winarno
1991).
Penelitian ini menggunakan tiga sampel
ikan laut segar yang umum dikonsumsi yang
diiradiasi dengan dosis 0, 3 dan 5 kGy dan
disimpan dengan suhu beku selama 4 minggu.
Ketiga sampel tersebut terdiri atas ikan Bawal,
ikan Kembung dan ikan Kuwe.
Tujuan
Mengetahui kandungan bakteri pada ikan
yang mendapat perlakuan kombinasi antara
iradiasi dan waktu penyimpanan pada suhu
beku.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Januari–Agustus 2010. Pengambilan sampel
dilakukan di pasar ikan yang berlokasi di
Muara Angke, Jakarta Utara. Iradiasi
dilakukan di Gedung Instalasi Fasilitas
Iradiasi (IFI) dengan alat Iradiator Panorama
Serba Guna (IRPASENA). Analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Bahan Pangan,
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi,
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIRBATAN), Jl. Lebak Bulus Raya No. 49
Jakarta Selatan.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu bahan makanan
yang banyak dikonsumsi masyarakat. Selain
harganya yang relatif terjangkau, ikan juga
mengandung protein yang tinggi. Bermacammacam jenis ikan dapat ditemui seperti ikan
air laut, ikan air tawar maupun ikan air payau.
Ikan adalah bahan pangan yang
mengandung protein tinggi, yang sangat
dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah
dicerna, juga mengandung asam amino
dengan pola yang hampir sama dengan asam
amino yang terdapat dalam tubuh manusia
(Suhartini dan Hidayat 2005). Dibandingkan
dengan bahan makanan lainnya, ikan
mengandung asam amino esensial yang
lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh
manusia, oleh karena itu mutu protein ikan
sebanding dengan mutu protein daging
(Astawan 2003). Kandungan lemaknya 1-20%
dapat diserap dan digunakan langsung oleh
jaringan tubuh. Sebagian besar lemaknya
merupakan asam lemak tak jenuh. Asam
lemak ini diperlukan untuk pertumbuhan dan
dapat menurunkan kolesterol darah. Vitamin
yang terkandung dalam ikan beraneka ragam,
mulai dari vitamin A, D, thiamin, riboflavin,
niacin, B6, B12, dan biotin. Minyak ikan kaya
akan vitamin A dan D yang larut dalam
minyak dan populer digunakan untuk anakanak (Akmal 1996).
Kerusakan pada ikan dapat disebabkan
oleh faktor internal (isi perut) dan eksternal
(lingkungan). Faktor internal tersebut dapat
diakibatkan karena bakteri seperti Salmonella,
Escherichia coli, Staphylococcus dan lainnya.
Faktor eksternal penyebab kerusakan terkait
pada perlakuan ikan segar baik dalam segi
penangkapan, pengangkutan, penyimpanan,
pengawetan bahkan saat pengolahan (Akmal
1996).
Upaya untuk memperpanjang daya tahan
simpan
ikan
segar
adalah
melalui
penyimpanan dalam lemari pendingin atau
pembeku, yang mampu menghambat aktivitas
mikroba atau enzim. Setiap penurunan suhu
8oC
menyebabkan
kecepatan
reaksi
metabolisme berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Oleh karena itu, ikan yang akan
disimpan pada suhu rendah harus dibersihkan
terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme awal yang ada pada bahan
tersebut (Astawan 2003).
Untuk mengeliminasi bakteri yang terdapat
dalam makanan dapat dilakukan dengan
menggunakan iradiasi gamma (Rashid &
Ishigaki 1992). Iradiasi pangan adalah metode
penyinaran terhadap pangan, baik dengan
menggunakan
zat
radioaktif
maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya
pembusukan
dan
kerusakan
serta
membebaskan pangan dari bakteri patogen.
Teknik ini dapat digunakan untuk pengawetan
bahan pangan, efektif untuk memperpanjang
masa simpan dan menjadikan bahan pangan
tidak mengalami perubahan baik tekstur,
aroma, rasa, warna serta nilai gizi (Muchtadi
2010).
Beberapa keunggulan teknik iradiasi ialah
tidak meninggalkan residu kimia dan tidak
menyebabkan makanan menjadi radioaktif.
Pengawetan dengan teknologi iradiasi
merupakan suatu proses fisika yang tidak
menaikkan
suhu
sehingga
tidak
mempengaruhi
kesegaran
dan
tidak
memerlukan bahan pengemas yang tahan
panas. Selain itu, teknik ini dapat dilakukan
pada makanan yang sudah dikemas (kemasan
akhir) dan dapat dilakukan dengan berbagai
jenis pengemas karena sinar gamma
mempunyai daya tembus yang kuat (Winarno
1991).
Penelitian ini menggunakan tiga sampel
ikan laut segar yang umum dikonsumsi yang
diiradiasi dengan dosis 0, 3 dan 5 kGy dan
disimpan dengan suhu beku selama 4 minggu.
Ketiga sampel tersebut terdiri atas ikan Bawal,
ikan Kembung dan ikan Kuwe.
Tujuan
Mengetahui kandungan bakteri pada ikan
yang mendapat perlakuan kombinasi antara
iradiasi dan waktu penyimpanan pada suhu
beku.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Januari–Agustus 2010. Pengambilan sampel
dilakukan di pasar ikan yang berlokasi di
Muara Angke, Jakarta Utara. Iradiasi
dilakukan di Gedung Instalasi Fasilitas
Iradiasi (IFI) dengan alat Iradiator Panorama
Serba Guna (IRPASENA). Analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Bahan Pangan,
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi,
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIRBATAN), Jl. Lebak Bulus Raya No. 49
Jakarta Selatan.
2
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah tiga sampel
ikan laut segar, larutan pepton, media Agaragar Nutrien, media selektif Mac Conkey,
media Brilliance E. coli/Coliform selective,
media Baird-Parker Agar, media SalmonellaShigella Agar, Tetrathionate Broth, media
Lysine Iron Agar, media Triple Sugar Iron
Agar, media Semi Solid (Casiton 5 gr/L, Beef
extract 5 gr/L, NaCl 5 gr/L, agar 4 gr/L,
akuades 1 L), akuades, alkohol 70%, es batu,
larutan iodin, asam sulfat pekat (H2SO4),
selen, asam klorida (HCl 0,01 N), asam
Boraks (H3BO3 2%) dan natrium hidroksida
(NaOH 30%).
Alat-alat yang digunakan antara lain
adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer
1000 ml dan 400 ml, gelas piala 1000 ml,
gelas ukur 10 ml dan 100 ml, pipet volumetrik
1 ml, spreader, vortek, otoklaf, pembilas
pipet, oven, blender, timbangan, bunsen,
korek api, pinset, pisau, gunting, keranjang
cawan petri, kantong plastik, aluminum foil,
kapas, lemari es, kotak es serta Iradiator
Panorama Serba Guna (IRPASENA) sebagai
alat iradiasi.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel. Sampel ikan segar
yang terdiri atas ikan Bawal laut, ikan
Kembung dan ikan Kuwe (Lampiran 4) dibeli
dari Pasar Ikan Muara Angke yang terletak di
Jakarta Utara. Sampel ikan berasal dari pasar
ikan yang kondisinya kotor. Ikan yang dijual
di letakkan dalam boks berisi es dan
konsumen dapat memilih-milih ikan yang
akan dibeli. Keadaan laut disekitar Pasar
Muara Angke telah tercemar dengan
dibuktikannya warna air laut yang berwarna
hitam dan berbau.
Sterilisasi Alat. Peralatan gelas seperti
cawan petri, pipet volumetrik 1 ml, tabung
reaksi, erlenmeyer 400 ml, gelas piala 1000
ml, gelas ukur 10 ml dan 100 ml, dan
spreader disterilisasi di dalam oven pada suhu
180° C selama 2 jam. Sterilisasi blender
menggunakan
alkohol
70%
untuk
mensterilkan sebanyak 2 kali.
Pengujian Kadar Protein dan Kadar
Air (Yanti 2009). Kandungan protein pada
ketiga
sampel
ikan
diukur
dengan
menggunakan metode “Nitrogen Mikro
Kjeldhal”
Sampel ditimbang sebanyak ± 0,51 gram
dan dimasukkan ke dalam labu “Kjeldahl”,
kemudian ditambahkan 25 ml asam sulfat
pekat (H2SO4) dan 2 gram campuran selen
(2,5 gram serbuk SeO2, 100 gram K2SO4 dan
20 gram CuSO4.5H2O), lalu dipanaskan untuk
menghilangkan
uap
SO2.
Pemanasan
dilakukan mula-mula dengan api kecil lalu api
besar, hingga terbentuk larutan berwarna
jernih kehijauan. Larutan yang telah bebas
dari SO2, dimasukkan ke dalam labu ukur
(100 ml) dan diencerkan sampai 100 ml,
kemudian diambil 5 ml, dimasukkan ke dalam
labu destilasi dan ditambahkan 5 ml natrium
hidroksida (NaOH 30%), lalu disuling.
Destilasi dilakukan sampai uap destilasi tidak
bereaksi basa. Hasil destilasi ditampung
dalam 10 ml larutan asam Boraks (H3BO3
2%), kemudian dititrasi dengan asam klorida
(HCl 0,01N), menggunakan merah metal
sebagai indikator.
Penentuan
kadar
air
dilakukan
menggunakan metode Gravimetri. Sampel
ikan ditimbang lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105°C selama 3 jam. Setelah itu
didinginkan dalam deksikator dan ditimbang
hingga diperoleh berat stabil.
Perhitungan Kadar Protein:
Total Nitrogen = (V1 – V2) x N x Fp x 14 x 100%
W
Kandungan Protein = Persen Total Nitrogen x Fk
Keterangan :
w
: Bobot sampel
V1
: Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan untuk penitran sampel
V2
: Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan untuk penitran blanko
N
: Normalitas HCl
Fp
: Faktor pengencer
Fk
: Faktor Konversi (6,25)
3
Kadar Air
=
a-b x 100%
a
Keterangan:
a = bobot sampel sebelum dikeringkan (gram)
b = bobot sampel setelah dikeringkan (gram)
Penentuan Bakteri Salmonella pada Ikan
Segar (Bridson 1998). Penentuan bakteri
Salmonella dilakukan dengan cara : sampel
ditimbang sebanyak 25 g kemudian
dimasukkan ke dalam Tetrathionate Broth
Base (TBB) yang dicampur larutan iod
dengan perbandingan 9:1 selama 24 jam pada
suhu 37°C. Tetrathionate Broth digunakan
sebagai media selektif pengaya Salmonella.
Selanjutnya digores dengan metode kuadran
dalam media Salmonella-Shigella Agar (SSA)
yang disimpan pada suhu 37°C selama 24
jam.
Identifikasi Salmonella secara biokimia
dilakukan dengan koloni yang diduga
Salmonella dipindahkan ke media perbenihan
Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara
menusukkan dan menggores ose pada agar
miring serta ditusuk vertikal ke dalam media
Semi Solid. Media ini digunakan untuk
pengujian Salmonella ada atau tidaknya
pergerakan (motility). Triple Sugar Iron Agar
(TSIA)
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi keberadaan gas, H2S serta
perubahan warna. Perubahan media pada
TSIA bagian tegak dan miring menunjukkan
kemampuan bakteri yang diduga Salmonella
tersebut dapat memfermentasikan glukosa,
laktosa atau sukrosa. Media Semi Solid
digunakan untuk mengidentifikasi adanya
pergerakan (motility) yang dibuktikan dengan
terbentuknya lapisan putih dipermukaan
media.
Apabila dari kedua media memperlihatkan
hasil yang positif maka dilakukan pengujian
lebih lanjut dengan menggunakan media
Lysine Iron Agar (LIA), Simon Citrate Agar
serta Urea Agar. Pengujian dengan ketiga
media ini dilakukan untuk menghasilkan
koloni Salmonella. Lysine Iron Agar (LIA)
digunakan untuk melihat kemampuan
Salmonella dalam mendekarboksilasi lisin
yang ditunjukkan dengan warna media
berubah dari merah muda menjadi ungu di
bagian yang atas dari agar miring serta
disepanjang
tusukan
berwarna
hitam
menunjukkan adanya H2S. Bagian bawah
pada agar miring, hasil positif dinyatakan
dengan perubahan warna dari merah muda
menjadi hitam violet. Urea Agar digunakan
untuk menduga bakteri Salmonella dengan uji
negatif yang ditunjukkan dengan tidak ada
perubahan warna pada media. Simon Citrate
Agar digunakan untuk melihat kemampuan
bakteri menggunakan sitrat sebagai sumber
karbon (Lampiran 1).
Perlakuan
kombinasi
Iradiasi
dan
Penyimpanan terhadap Sampel Ikan Segar.
Sampel ikan segar dicincang dengan
menggunakan pisau yang telah disterilkan
dengan menggunakan alkohol 70% lalu
ditimbang masing-masing sebanyak 20 g.
Selanjutnya, sampel yang telah dicincang
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
ditutup rapat. Sampel yang telah dimasukkan
ke dalam kantong plastik diletakkan kedalam
kotak es untuk diiradiasi dengan dosis 0, 3,
dan 5 kGy serta disimpan selama 0, 1, 2, 3 dan
4 minggu. Iradiasi sampel menggunakan sinar
gamma yang dipancarkan oleh radionuklida
60
Co dengan laju dosis 1,1 kGy/jam. Sampel
hasil iradiasi disimpan dalam freezer dengan
suhu –17°C selama empat minggu.
Penentuan Jumlah Total Bakteri Aerob
(Fardiaz 1989). Penentuan jumlah total bakteri
aerob dilakukan dengan cara sampel yang
telah diiradiasi sebanyak 20 g dimasukkan
dalam 180 mL larutan pepton 0,1 % dalam
erlenmeyer 500 mL kemudian dimasukkan ke
dalam blender secara aseptik lalu di-blender.
Setelah campuran sampel dan larutan pepton
menjadi homogen lalu dituang ke dalam
erlenmeyer 500 mL secara aseptik dan
selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat
(Lampiran 2). Sebanyak 0,1 mL larutan
suspensi dengan pengenceran 103 ditanam
pada cawan petri yang berisi media agar-agar
Nutrien dan disimpan pada suhu 37°C selama
24 jam.
Penentuan Jumlah Bakteri Koliform dan
Escherichia coli (Fardiaz 1989). Penentuan
jumlah bakteri koliform dilakukan seperti
penentuan jumlah bakteri aerob, namun media
yang digunakan adalah media selektif
MacConkey Agar. Bakteri koliform yang
tumbuh ditandai dengan adanya koloni
berwarna ungu di atas media. Penentuan
jumlah bakteri Escherichia coli menggunakan
media Briliance E.coli/Coliform Selective
Medium yang ditandai dengan adanya koloni
berwarna ungu diatas media.
4
Tabel 1 Hasil penentuan kadar protein dan air
dalam ikan yang disimpan pada
minggu ke-0 dengan dosis 0 kGy
Sampel
Kadar
Kadar Air
Ikan
Protein (%)
(%)
Bawal laut
73,2685
76,11
Kembung
75,3834
76,57
Kuwe
79,3167
79,57
Penentuan Jumlah Bakteri Staphylococcus
spp. (Fardiaz 1989). Penentuan jumlah
Staphylococcus spp. menggunakan media
Baird-Parker Agar yang di campur Egg Yolk
Tellurite Emulsion. Sebanyak 0,1 mL larutan
suspensi ditanam pada cawan petri yang berisi
media Baird-Parker Agar dan disimpan pada
suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah bakteri
yang tumbuh dihitung dengan menggunakan
teknik ALT (Angka Lempeng Total).
Angka Lempeng Total (ALT) dapat
disebut Total Plate Count (TPC) yaitu jumlah
mikroba aerob mesofilik per gram atau per
milliliter yang ditentukan dengan metode
standar. Penghitungan koloni bakteri dengan
teknik ALT menggunakan standar jumlah
koloni bakteri antara 30-300 koloni (SNI
2009).
Bakteri Salmonella pada sampel ikan
Hasil uji pada media TSIA menunjukkan
perubahan warna media menjadi kuning,
merah biru dan merah kuning. Terbentuknya
H2S yang menunjukkan perubahan warna
hitam terjadi pada sampel ikan Gembung,
namun warna media TSIA tidak berubah
menjadi kuning melainkan menjadi merah
biru. Begitu pula dengan pembentukan
gelembung gas yang menunjukkan hasil
positif pada sampel ikan Kuwe, namun warna
media TSIA tidak berwarna kuning. Uji media
semi solid menunjukkan hasil positif pada
ikan Kuwe yang dibuktikan dengan
terbentuknya lapisan putih dipermukaan
media. Hasil uji penentuan Salmonella dengan
menggunakan media TSIA dan Semi Solid
menunjukkan ketiga sampel ikan negatif
Salmonella (tabel 2).
HASIL
Kadar Protein dan Kadar Air
Kadar Protein tertinggi dijumpai pada ikan
Kuwe sebesar 79,3167% dan terendah
dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar
73,2685%. Kadar air tertinggi dijumpai pada
ikan Kuwe sebesar 79,57% dan terendah
dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar 76,11
% (Tabel 1)
Tabel 2 Hasil identifikasi bakteri Salmonella pada ikan bawal laut, ikan kembung dan ikan kuwe
Sampel
Ikan
Bawal
Laut
Ikan
Gembung
Ikan
kuwe
Warna
koloni
Hitam
Merah
Muda
Putih
Merah
muda
Hitam
Hitam
Putih
Putih
TSIA
Semi
Solid
Urea
Agar
Simon
Citrat
Agar
LIA
M/K
M/H
K/K
H2S
+
Gas
+
Motilitas
+ (S)
-
-
++
++
V/V
-
K/K
M/K
+
+
-
-
-
++
-
-
M/H
M/H
M/K
M/H
+
+
+
+
+
+
+ (S)
+ (S)
+
+
-
-
V/V
Tidak diuji
Keterangan :
+ : Terdapat gas dan motilitas
- :Tidak terdapat gas dan pergerakan (Motilitas)
S
: Spread (Menyebar)
M, K, H, V
: Agar berwarna merah, kuning, hitam, ungu
- Pada Simon Citrat Agar :
+ : Biru
++ : Biru pekat hampir kehitaman
Untuk memperkuat hasil uji pada media
TSIA dan media Semi solid maka dilakukan
pegujian lebih lanjut dengan menggunakan
Urea Agar, Simon Citrat Agar dan LIA.
Ketiga sampel ikan menunjukkan hasil negatif
untuk Simon Citrat Agar dan LIA. Tiga
sampel tersebut tidak menunjukkan perubahan
warna menjadi biru tua pada Simon Citrat dan
tidak menunjukkan perubahan warna ungu
pada media LIA. Namun pada media urea,
4
Tabel 1 Hasil penentuan kadar protein dan air
dalam ikan yang disimpan pada
minggu ke-0 dengan dosis 0 kGy
Sampel
Kadar
Kadar Air
Ikan
Protein (%)
(%)
Bawal laut
73,2685
76,11
Kembung
75,3834
76,57
Kuwe
79,3167
79,57
Penentuan Jumlah Bakteri Staphylococcus
spp. (Fardiaz 1989). Penentuan jumlah
Staphylococcus spp. menggunakan media
Baird-Parker Agar yang di campur Egg Yolk
Tellurite Emulsion. Sebanyak 0,1 mL larutan
suspensi ditanam pada cawan petri yang berisi
media Baird-Parker Agar dan disimpan pada
suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah bakteri
yang tumbuh dihitung dengan menggunakan
teknik ALT (Angka Lempeng Total).
Angka Lempeng Total (ALT) dapat
disebut Total Plate Count (TPC) yaitu jumlah
mikroba aerob mesofilik per gram atau per
milliliter yang ditentukan dengan metode
standar. Penghitungan koloni bakteri dengan
teknik ALT menggunakan standar jumlah
koloni bakteri antara 30-300 koloni (SNI
2009).
Bakteri Salmonella pada sampel ikan
Hasil uji pada media TSIA menunjukkan
perubahan warna media menjadi kuning,
merah biru dan merah kuning. Terbentuknya
H2S yang menunjukkan perubahan warna
hitam terjadi pada sampel ikan Gembung,
namun warna media TSIA tidak berubah
menjadi kuning melainkan menjadi merah
biru. Begitu pula dengan pembentukan
gelembung gas yang menunjukkan hasil
positif pada sampel ikan Kuwe, namun warna
media TSIA tidak berwarna kuning. Uji media
semi solid menunjukkan hasil positif pada
ikan Kuwe yang dibuktikan dengan
terbentuknya lapisan putih dipermukaan
media. Hasil uji penentuan Salmonella dengan
menggunakan media TSIA dan Semi Solid
menunjukkan ketiga sampel ikan negatif
Salmonella (tabel 2).
HASIL
Kadar Protein dan Kadar Air
Kadar Protein tertinggi dijumpai pada ikan
Kuwe sebesar 79,3167% dan terendah
dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar
73,2685%. Kadar air tertinggi dijumpai pada
ikan Kuwe sebesar 79,57% dan terendah
dijumpai pada ikan Bawal laut sebesar 76,11
% (Tabel 1)
Tabel 2 Hasil identifikasi bakteri Salmonella pada ikan bawal laut, ikan kembung dan ikan kuwe
Sampel
Ikan
Bawal
Laut
Ikan
Gembung
Ikan
kuwe
Warna
koloni
Hitam
Merah
Muda
Putih
Merah
muda
Hitam
Hitam
Putih
Putih
TSIA
Semi
Solid
Urea
Agar
Simon
Citrat
Agar
LIA
M/K
M/H
K/K
H2S
+
Gas
+
Motilitas
+ (S)
-
-
++
++
V/V
-
K/K
M/K
+
+
-
-
-
++
-
-
M/H
M/H
M/K
M/H
+
+
+
+
+
+
+ (S)
+ (S)
+
+
-
-
V/V
Tidak diuji
Keterangan :
+ : Terdapat gas dan motilitas
- :Tidak terdapat gas dan pergerakan (Motilitas)
S
: Spread (Menyebar)
M, K, H, V
: Agar berwarna merah, kuning, hitam, ungu
- Pada Simon Citrat Agar :
+ : Biru
++ : Biru pekat hampir kehitaman
Untuk memperkuat hasil uji pada media
TSIA dan media Semi solid maka dilakukan
pegujian lebih lanjut dengan menggunakan
Urea Agar, Simon Citrat Agar dan LIA.
Ketiga sampel ikan menunjukkan hasil negatif
untuk Simon Citrat Agar dan LIA. Tiga
sampel tersebut tidak menunjukkan perubahan
warna menjadi biru tua pada Simon Citrat dan
tidak menunjukkan perubahan warna ungu
pada media LIA. Namun pada media urea,
5
kedua sampel tersebut tidak menunjukkan
perubahan warna atau urease negatif yang
mengindikasikan adanya Salmonella. Hasil uji
negatif terhadap Salmonella sesuai dengan
persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang menyatakan bahwa pada ikan segar dan
olahannya tidak diperbolehkan adanya bakteri
Salmonella.
Bakteri Aerob pada Sampel Ikan
Pada tabel 3 terlihat bahwa jumlah bakteri
aerob dari ikan Bawal laut, Kuwe dan
Kembung bervariasi antara 1,53 x 106 dan
2,26 x 107 CFU/gram. Kontaminasi tertinggi
didapatkan pada ikan Kuwe dan terendah pada
perbedaan nyata untuk ikan Bawal Laut dan
ikan Kembung terhadap ikan Kuwe (p0,05).
Tabel 3 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri Aerob pada tiga sampel ikan yang diiradiasi dan
disimpan pada suhu beku (CFU/gram)
Jumlah Bakteri (CFU/gram)
Minggu Dosis Ikan Bawal Laut
SNI
Ikan Kembung
Ikan Kuwe
(kGy)
(2009)
0
0
1,53 x 106 a(a)
1,59 x 107 a(b)
2,26 x 107 a(c)
3
3
0
e(a)
3,80 x 10 e(b)
8,90 x 103 e(c)
5
0
e(a)
0
e(a)
2,20 x 103 f(b)
5
6
1
0
7,40 x 10 b(a)
1,97 x 10 b(b)
2,20 x 107 a(c)
3
0
e(a)
1,70 x 103 e(b)
6,80 x 103 e(c)
5
0
e(a)
0
e(a)
6,33 x 102 f(b)
4
5
2
0
9,20 x 10 c(a)
1,67 x 10 c(b)
6,53 x 106 b(c)
5 x 105
3
0
e(a)
2,20 x 103 e(b)
5,03 x 102 f(b)
5
0
e(a)
0
e(a)
6,00 x 102 f(b)
3
4
3
0
8,40 x 10 d(a)
7,10 x 10 d(b)
4,57 x 106 c(c)
3
3
0
e(a)
1,80 x 10 e(b)
5,30 x 102 f(b)
5
0
e(a)
0
e(a)
0
f(a)
4
0
3,30 x 103 e(a)
1,60 x 103 e(a)
3,81 x 106 d(b)
3
0
e(a)
0
e(a)
0
f(a)
5
0
e(a)
0
e(a)
0
f(a)
Keterangan : dengan ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris
tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom
ikan Bawal laut. Pada penyimpanan 0 minggu
dengan dosis 3 dan 5 kGy untuk ikan Bawal
laut tidak ditemukan adanya pertumbuhan
bakteri. Akan tetapi, untuk ikan Kuwe terjadi
penurunan jumlah bakteri aerob masingmasing sebesar 8,90 x 103 dan 2,20 x 103
CFU/gram untuk dosis 3 dan 5 kGy. Pada ikan
Kembung dosis 3 kGy terjadi penurunan
jumlah bakteri sebesar 4 desimal menjadi
3,80x103 CFU/gram sedang pada dosis 5 kGy
tidak terdapat pertumbuhan bakteri. Semakin
lama dilakukan penyimpanan untuk kontrol
pada semua sampel terlihat jumlah bakteri
aerob cenderung turun.
Secara statistik terlihat jumlah bakteri
aerob pada ketiga macam ikan berbeda nyata
untuk kontrol. Pada dosis 3 kGy jumlah
bakteri berbeda nyata untuk ketiga macam
ikan sedangkan pada dosis 5 kGy terlihat
perbedaan nyata untuk ikan Bawal laut dan
Jumlah bakteri aerob antar penyimpanan
tanpa iradiasi untuk ikan Bawal laut dan ikan
Kembung berbeda nyata (p0,05).
Jumlah bakteri aerob pada ikan Kuwe
untuk 0 dan 1 minggu yang diiradiasi dengan
dosis 0 dan 3 kGy terlihat adanya perbedaan
nyata terhadap penyimpanan 2 minggu hingga
4 minggu. Pada 5 kGy tidak berbeda nyata
untuk tiap-tiap penyimpanan (p0,05).
Semakin lama dilakukan penyimpanan
pada semua sampel untuk kontrol cenderung
turun walaupun secara statistik tidak berbeda
nyata.
Perlakuan
kombinasi
antara
penyimpanan 1 sampai 4 minggu dengan
dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga sampel tidak
terlihat adanya pertumbuhan bakteri (p>0,05).
Tabel 4 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri koliform pada tiga sampel ikan yang diiradiasi
dan disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)
Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)
Minggu Dosis
SNI (1994)
Ikan Bawal Laut Ikan Kembung
Ikan Kuwe
(kGy)
0
0
5,13 x 105 a(a)
2,10 x 106 a(b)
3,82 x 106 a(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
1
0
7,30 x 104 b(a)
1,51 x 106 b(b)
1,86 x 106 b(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
2
0
1,47 x 104 c(a)
7,47 x 104 c(b)
1,87 x 106 c(b) 1 x 104
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
3
0
4,77 x 103 d(a)
1,10 x 104 d(a)
1,52 x 106 d(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
4
0
2,47 x 103 d(a)
1,70 x 104 d(a)
1,14 x 106 d(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
e(a)
Keterangan : dengan ( ) : Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris
tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom
Secara statistik terlihat jumlah bakteri
koliform pada ketiga macam ikan berbeda
nyata untuk tiap-tiap penyimpanan tanpa
iradiasi kecuali pada minggu ke-3 dan ke-4
yang tidak berbeda nyata. Pada dosis 3 dan 5
kGy jumlah bakteri tidak berbeda nyata untuk
ketiga macam ikan (p>0,05).
Pengaruh iradiasi terhadap bakteri E. coli
pada ikan Bawal laut, ikan Kuwe dan ikan
Kembung dapat dilihat pada tabel 5. Terlihat
pada minggu ke-0 tanpa iradiasi (kontrol)
jumlah bakteri Escherichia coli ketiga macam
ikan bervariasi antara 3,23 x 105 dan 7,83 x
105 CFU/gram. Kontaminasi tertinggi
didapatkan pada ikan Kuwe dan kontaminasi
terendah pada ikan Bawal laut. Pada
penyimpanan 0 minggu dengan dosis 3 dan 5
kGy untuk ketiga sampel ikan tidak
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri.
Secara statistik terlihat jumlah bakteri E. coli
pada ketiga macam ikan berbeda nyata untuk
tiap-tiap penyimpanan tanpa iradiasi kecuali
pada minggu ke-3 dan ke-4 yang tidak
berbeda nyata. Pada dosis 3 dan 5 kGy jumlah
bakteri tidak berbeda nyata untuk ketiga
macam ikan (p>0,05).
Perlakuan kombinasi antara penyimpanan
1 sampai 4 minggu dengan dosis 3 dan 5 kGy
untuk ketiga sampel tidak terlihat adanya
pertumbuhan
bakteri.
Terlihat
bahwa
penyimpanan beku dapat menghambat bakteri.
7
Tabel 5 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri Escherichia coli pada tiga sampel ikan yang
diiradiasi dan Disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)
Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)
Minggu Dosis
SNI
Ikan Bawal Laut
Ikan Kembung
Ikan Kuwe
(kGy)
(1994)
0
0
3,23 x 105 a(a)
5,23 x 105 a(b)
7,83 x 105 a(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
1
0
5,63 x 104 b(a)
4,20 x 105 b(b)
5,53 x 105 b(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a) 1 x 104
3
4
5
2
0
7,00 x 10 c(a)
4,50 x 10 c(b)
4,87 x 10 c(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
3
0
2,87 x 103 d(a)
8,67 x 103 d(a)
4,63 x 105 c(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
4
0
1,50 x 103 d(a)
6,80 x 103 ed(a) 4,63 x 105 c(b)
3
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
5
0
d(a)
0
e(a)
0
d(a)
Keterangan : dengan ( ) : Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar baris
tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom
Secara statistik, terlihat adanya perbedaan
nyata antara kontrol dengan yang diriadiasi
dosis 3 dan 5 kGy untuk ketiga jenis ikan dari
penyimpanan 0 minggu hingga 4 minggu
(p0,05).
Bakteri Staphylococcus spp.
Pada minggu dengan dosis 0 kGy (kontrol)
jumlah bakteri Staphylococcus spp. ketiga
macam ikan bervariasi antara 4,40 x 104 dan
3,13 x 106 CFU/gram (Tabel 6). Kontaminasi
tertinggi didapatkan pada ikan Kuwe dan
kontaminasi terendah pada ikan Bawal laut.
Pada penyimpanan 0 minggu dengan dosis 3
dan 5 kGy untuk ikan Bawal laut dan ikan
Kembung
tidak
ditemukan
adanya
pertumbuhan bakteri. Pada ikan Kuwe
penurunan jumlah bakteri ditemukan pada
dosis 3 dan 5 kGy sebesar 3 desimal. Secara
statistik, terlihat ada perbedaan nyata terhadap
jumlah bakteri Staphylococcus spp. diantara
ketiga macam ikan tanpa iradiasi dengan
penyimpanan 0 hingga 3 minggu. Namun
pada 4 minggu terlihat perbedaan nyata antara
ikan Bawal laut dan ikan Kembung terhadap
ikan Kuwe. Pada penyimpanan 0 hingga 4
minggu untuk dosis 3 dan 5 kGy terlihat
perbedaan nyata untuk ikan Bawal laut dan
ikan Kembung terhadap ikan Kuwe (p0,05)
8
Tabel 6 Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri Staphylococcus spp. pada tiga sampel ikan yang
diiradiasi dan disimpan dalam suhu beku (CFU/gram)
Minggu
0
1
2
3
4
Dosis
(kGy)
0
3
5
0
3
5
0
3
5
0
3
5
0
3
5
Rata-rata Jumlah Bakteri (CFU/gram)
Ikan Bawal Laut
Ikan Kembung
Ikan Kuwe
4,40 x 104 a(a)
0
b(a)
0
b(a)
6,20 x 103 b(a)
0
b(a)
0
b(a)
8,00 x 102 b(a)
0
b(a)
0
b(a)
2,33 x 102 b(a)
0
b(a)
0
b(a)
1,67 x 102 b(a)
0
b(a)
0
b(a)
7,75 x 105b(b)
0
e(a)
0
e(a)
1,21 x 106 a(b)
0
e(a)
0
e(a)
1,96 x 104 d(b)
0
e(a)
0
e(a)
1,84 x 104 d(b)
0
e(a)
0
e(a)
8,50 x 104 c(b)
0
e(a)
0
e(a)
3,13 x 106 a(c)
7,80 x 103 f(b)
2,50 x 103 f(b)
2,13 x 106 b(b)
3,90 x 103 f(b)
4,00 x 102 f(b)
1,18 x 106 c(c)
2,53 x 103 f(b)
2,67 x 102 f(b)
1,05 x 106 d(c)
2,43 x 103 f(b)
1,33 x 102 f(b)
4,36 x 105 e(b)
1,93 x 103 f(b)
0
f(a)
SNI
(2009)
1 x 103
Keter
anga
n
:
deng
an ( )
:
Huru
f
yang
sama
menu
njukk
an
perbe
daan
tidak
nyata antar baris
Tanpa ( ): Huruf yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata antar kolom
Jumlah bakteri Staphylococcus spp. pada
antar penyimpanan tanpa iradiasi jumlah
bakteri pada ikan Kuwe berbeda nyata
(p>0,05). Hal ini terlihat pada jumlah bakteri
untuk penyimpanan 0 minggu pada dosis 3
kGy sebesar 3,13x106 CFU/gram, sedangkan
pada penyimpanan 4 minggu jumlah bakteri
Staphylococcus
spp.
adalah
1,93x103
CFU/gram. Pada perlakuan tanpa iradiasi
dengan 3 dan 5 kGy dari minggu 0 hingga
minggu 4 jumlah bakteri untuk ikan Kuwe
berbeda nyata (p>0,05).
PEMBAHASAN
Ikan memiliki protein serta kandungan air
yang tinggi. Air yang tercemar, cara
pengolahan serta penyimpanan yang tidak
higienis dapat mengakibatkan produk ikan
rentan
terhadap
kontaminasi
bakteri.
Kontaminasi
bakteri
tersebut
dapat
menyebabkan pembusukan yang nantinya
akan merusak bentuk fisik maupun rasa dari
produk ikan tersebut.
Kadar protein tinggi yang dimiliki ikan
Kuwe menyebabkan kontaminasi bakteri yang
lebih tinggi dibandingkan kedua sampel ikan
lainnya. Kandungan air dalam bahan pangan
menentukan kesegaran dan daya tahan bahan
pangan. Hal tersebut dapat membuktikan
bahwa ikan Kuwe memiliki kontaminasi
bakteri tertinggi dibandingkan dengan kedua
ikan lainnya.
Aktivitas mikroba menyebabkan rusaknya
bahan pangan diantaranya adalah perubahan
kekenyalan yang disebabkan pemecahan
struktur
daging,
pembentukan
lendir,
pembentukan asam, pembentukan warna hijau
pada daging, serta perubahan bau karena
terbentuknya ammonia, H2S, indol dan
senyawa-senyawa amin seperti diamin
kadarevin dan putresin; timbulnya bau anyir
pada produk-produk ikan karena terbentuknya
trimetilamin (TMA) dan histamin (Siagian
2002).
Tidak
adanya
Salmonella
dapat
dikarenakan metode isolasi yang tidak cukup
baik (tidak ter-sampling) yaitu metode yang
digunakan bukan metode sebar melainkan
metode kuadran. Hasil uji negatif untuk
Salmonella tidak berarti bahan pangan atau
ikan tersebut aman untuk dikonsumsi. Jumlah
kontaminasi bakteri lainnya yang tinggi
merupakan faktor penyebab bahan pangan
tidak aman untuk dikonsumsi.
Menurut penelitian Khunaenah (2006)
pada sampel sotong dan cumi-cumi tidak
ditemukan
adanya
Salmonella.
Jadi
kemungkinan bahwa bahan pangan yang
berasal dari laut bebas dari kontaminasi
Salmonella.
Kontaminasi bakteri pada bahan pangan
dapat terjadi karena kadar protein masingmasing ikan, kadar air, sanitasi dalam
pengolahan ikan serta kontaminasi silang.
Tingginya
kontaminasi bakteri aerob,
koliform, E. coli dan Staphylococcus spp.
9
pada bahan pangan kemungkinan berasal dari
kontaminasi air laut disekitar pasar yang
berwarna hitam dan berbau. Selain itu, proses
penangkapan ikan serta penjualan ikan yang
diletakkan di boks terbuka mempengaruhi
tingkat kontaminasi bakteri. Es yang terdapat
di
boks
terbuka
digunakan
untuk
mempertahankan kesegaran ikan. Es tersebut
terbuat dari air yang tidak diketahui
sanitasinya serta proses pengangkutan es dari
pabrik sampai ke pasar yang tidak
memperhatikan kebersihan.
Menurut penelitian dari Khunaenah (2006)
jumlah bakteri aerob cumi sebesar 4,45 x 107
CFU/gram sedangkan pada sotong 8,69 x 107
CFU/gram. Bila dibandingkan dengan jumlah
bakteri awal (kontrol), jumlah bakteri cumi
dan sotong tidak berbeda jauh dengan ketiga
sampel tersebut. Terlihat bahwa dalam selang
waktu 4 tahun, sanitasi lingkungan baik air
laut, tempat penyimpanan olahan laut, serta es
untuk mengawetkan tidak diperhatikan
dengan baik karena bakteri yang dihasilkan
tinggi. Hal tersebut berlaku bagi jumlah
bakteri koliform yang tidak berbeda jauh
dengan ketiga sampel ikan yaitu untuk cumi
1,92 x 107 CFU/gram serta sotong 1,22 x 107
CFU/gram.
Kontaminasi
awal
bakteri
aerob,
Staphylococcus
spp,
koliform,
dan
Escherichia coli pada semua sampel ikan
telah melebihi ambang batas SNI (2009) yang
diijinkan masing-masing 5 x 105, 1 x 103, 1 x
104 dan 1 x 104 CFU/gram yang artinya tidak
aman untuk dikonsumsi (lampiran 5).
Pembekuan merupakan salah satu cara
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Turun naiknya jumlah bakteri seperti pada
jumlah bakteri Staphylococcus dari minggu
ketiga dan keempat untuk ikan Kembung serta
bakteri koliform dari minggu ketiga dan
keempat untuk ikan Kembung disebabkan
kemampuan bakteri untuk memperbaiki
kemampuan hidupnya dengan memanfaatkan
nutrisi yang terdapat di sampel maupun di
media
agar-agar.
Adanya
perlakuan
penyimpanan beku menyebabkan terjadinya
dorman atau fase istirahat pada bakteri yang
dapat menurunkan jumlah bakteri. Namun
dalam waktu yang tidak ditentukan bakteri
dapat aktif kembali atau memperbanyak diri
dengan
beradaptasi
pada
lingkungan
hidupnya.
Pembekuan menyebabkan terhambatnya
bakteri
untuk
dapat
tumbuh
dan
memperbanyak diri. Namun, saat dibiakkan
pada media dengan nutrisi yang tinggi serta
didukung dengan suhu optimum bakteri dapat
tumbuh dan memperbanyak diri pada
lingkungan dengan nutrisi yang sesuai.
Fardiaz (1990) menyatakan bahwa proses
pembekuan dapat menyebabkan kematian atau
kerusakan subletal pada sebagian sel. Lund
(2000)
menyatakan
bahwa
ketahanan
mikroorganisme
selama
pembekuan
dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme dan
komposisi medium pembekuan. Selain itu
faktor lain yang berpengaruh adalah status
nutrisi, fase pertumbuhan mikroba sebelum
dibekukan, kecepatan pembekuan, suhu
pembekuan, lama pembekuan, kecepatan
thawing, metode yang digunakan untuk
menentukan jumlah sel yang hidup dan media
yang digunakan. Perubahan sebagian besar air
dalam
produk
pangan
menjadi
es
menyebabkan persediaan air menjadi sangat
terbatas
(penurunan
a w)
sehingga
mikroorganisme akan kesulitan untuk
menyerap makanan.
Secara
mikrobiologis,
pembekuan
dimaksudkan agar aktivitas metabolisme
mikroorganisme
pada
makanan
dapat
diperlambat atau dihentikan sama sekali.
Seperti diketahui aktivitas metabolisme
organisme merupakan reaksi yang dikatalis
oleh enzim-enzim dan kecepatan reaksi ini
sangat dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu
meningkat, kecepatan reaksi akan meningkat
dan bila suhu menurun, kecepatan reaksi
menurun pula (Fennema dkk 1976).
Iradiasi gamma dapat mengakibatkan
kerusakan subletal pada sel mikroba.
Kerusakan tersebut menyebabkan kebocoran
sehingga komponen sel keluar dari medium
sekelilingnya dan mengakibatkan perubahan
aktivitas metabolisme. Perubahan tersebut
dapat berupa penurunan kemampuan dalam
memecah senyawa yang dibutuhkan sel,
kehilangan kemampuan untuk melakukan
transpor melalui membran, dan penurunan
aktivitas enzim yang penting dalam
metabolisme (Soedarto 2008). Kematian
bakteri yang terjadi sebagai akibat terjadinya
perubahan kimia di dalam sel bakteri.
Perubahan
kimia
tersebut
adalah
penghambatan
sintesa
DNA
yang
mengakibatkan proses pembelahan sel dan
reproduksi terganggu (Suhadi 1976).
Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi
pengion, contoh radiasi pengion adalah
radiasi partikel (alfa), β (beta) dan ɣ
(gamma). Contoh radiasi pengion yang
disebut terakhir ini paling banyak digunakan
(Sofyan 1984; Winarno dkk 1980).
Sumber iradiasi yang digunakan pada
iradiasi pangan adalah sumber iradiasi gamma
10
yang berupa isotop radioaktif dan sumber
iradiasi elektron berupa berkas elektron. Sinar
gamma yang digunakan adalah yang berasal
dari pancaran radionuklida 60Co atau 137Cs,
namun 60Co lebih banyak digunakan karena
selain mempunyai energi radiasi yang lebih
besar sehingga mempunyai daya tembus yang
besar, 60Co juga tersedia di pasaran
(Rhomadona 2009).
Menurut PERMENKES
No.701 /
MENKES / PER / VIII / 2009 dosis serap
maksimum untuk ikan dan pangan laut
(seafood segar maupun beku) untuk
memperpanjang masa simpan adalah 10 kGy
(Lampiran 3).
Peraturan makanan iradiasi yang berlaku
diseluruh dunia, yaitu CODEX General
Standard for Irradiated Foods menyatakan
bahwa dosis iradiasi tidak boleh melebihi 10
kGy. Iradiasi dengan dosis diatas 10 kGy
diterapkan untuk kegunaan khusus dengan
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan penelitian terhadap bandeng asap
yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, ternyata
iradiasi tidak memberikan pengaruh terhadap
kandungan asam amino, sehingga dapat
dikatakan nutrisi dari produk yang diiradiasi
tetap terjaga (Irawati 2006).
SIMPULAN
Adanya pengaruh kombinasi penyimpanan
beku dan iradiasi terhadap jumlah bakteri
pada masing-masing sampel ikan. Semakin
tinggi dosis iradiasi, semakin kecil jumlah
bakteri. Begitu juga dengan perlakuan
penyimpanan, semakin lama sampel disimpan
dalam suhu beku, semakin kecil jumlah
bakteri yang tumbuh. Jumlah kontaminasi
awal bakteri aerob, Staphylococcus, koliform
dan Escherichia coli telah melebihi ambang
batas SNI yang diijinkan. Kadar protein dari
ketiga sampel ikan berkisar antara 73,2685 79,3167 % dan kadar air dari ketiga sampel
ikan berkisar antara 76,11 – 79,57 %. Dosis 5
kGy sudah mampu mengurangi jumlah bakteri
yang memenuhi persyaratan SNI dan terlihat
perbedaan nyata dengan yang tidak diiradiasi.
Kombinasi
perlakuan
antara
suhu
penyimpanan memberikan pengaruh nyata
terhadap penurunan jumlah bakteri. Tidak
ditemukan Salmonella pada sampel ikan yang
diuji.
SARAN
Saran dari penulis adalah perlu adanya
penelitian lebih lanjut tentang pengawetan
bahan pangan secara iradiasi untuk ikan dan
olahan perikanan lainnya serta perlu adanya
sosialisasi lebih jauh tentang manfaat dan
keuntungan teknik iradiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal M. 1996. Kontaminasi Mikroba pada
Produk Perikanan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 111. Jurusan Farmasi
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Andalas,
Padang.
Anonymous. 2003. Codex General Standard
for Irradiated Foods (Codex Stan 1061983-Rev.1 2003). Geneva : Codex
Allimentarius Commission.
Astawan M. 2003. Manfaat Ikan Bagi Jantung
Dan Wajah, http://www.dkp.go.id [04
September 2010].
Bridson. 1998. The Oxoid Manual 8th
Edition. England: Oxoid Limited.Fardiaz
S. 1989. Penuntun praktek mikrobiologi
pangan. Bogor: IPB Press.
Fardiaz S. 1989. Penuntun praktek
mikrobiologi pangan. Bogor : IPB Press.
Fardiaz S. 1990. Mikrobiologi Pengolahan
Pangan
Lanjut.
Laboratorium
Mikrobiologi Pangan. PAU, IPB.
Fennema, OR, W.D. Powrie, and E.H. Marth.
1976. Low Temperature Preservation of
Food and Living Matters. Mercel
Dekker, New York.
Irawati, Z. 2006. Aplikasi mesin berkas
elektron pada industri pangan. Di dalam:
Prosiding Pertemuan dan Persentasi
Ilmiah
Teknologi
Akselator
dan
Aplikasinya; Yogyakarta, 17 Februari
2006. Yogyakarta: PTAPB-BATAN.
hlm 87-94.
Khunaenah. 2006. Uji kontaminasi bakteri
pathogen pada cumi-cumi (Loligo
edulis) dan sotong (Sepioteuthis lycidas)
dipasar tradisional dan swayalan
[Skripsi]. Jakarta: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Sains dan Teknologi Nasional.
Lund BM. 2000. Freezing. Di dalam: Lund,
BM., T.C. Baird-Parker, G.W. Gould.
(Eds.), The Microbiological Safety and
Quality of Food Volume I/ Aspen
Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.
10
yang berupa isotop radioaktif dan sumber
iradiasi elektron berupa berkas elektron. Sinar
gamma yang digunakan adalah yang berasal
dari pancaran radionuklida 60Co atau 137Cs,
namun 60Co lebih banyak digunakan karena
selain mempunyai energi radiasi yang lebih
besar sehingga mempunyai daya tembus yang
besar, 60Co juga tersedia di pasaran
(Rhomadona 2009).
Menurut PERMENKES
No.701 /
MENKES / PER / VIII / 2009 dosis serap
maksimum untuk ikan dan pangan laut
(seafood segar maupun beku) untuk
memperpanjang masa simpan adalah 10 kGy
(Lampiran 3).
Peraturan makanan iradiasi yang berlaku
diseluruh dunia, yaitu CODEX General
Standard for Irradiated Foods menyatakan
bahwa dosis iradiasi tidak boleh melebihi 10
kGy. Iradiasi dengan dosis diatas 10 kGy
diterapkan untuk kegunaan khusus dengan
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan penelitian terhadap bandeng asap
yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, ternyata
iradiasi tidak memberikan pengaruh terhadap
kandungan asam amino, sehingga dapat
dikatakan nutrisi dari produk yang diiradiasi
tetap terjaga (Irawati 2006).
SIMPULAN
Adanya pengaruh kombinasi penyimpanan
beku dan iradiasi terhadap jumlah bakteri
pada masing-masing sampel ikan. Semakin
tinggi dosis iradiasi, semakin kecil jumlah
bakteri. Begitu juga dengan perlakuan
penyimpanan, semakin lama sampel disimpan
dalam suhu beku, semakin kecil jumlah
bakteri yang tumbuh. Jumlah kontaminasi
awal bakteri aerob, Staphylococcus, koliform
dan Escherichia coli telah melebihi ambang
batas SNI yang diijinkan. Kadar protein dari
ketiga sampel ikan berkisar antara 73,2685 79,3167 % dan kadar air dari ketiga sampel
ikan berkisar antara 76,11 – 79,57 %. Dosis 5
kGy sudah mampu mengurangi jumlah bakteri
yang memenuhi persyaratan SNI dan terlihat
perbedaan nyata dengan yang tidak diiradiasi.
Kombinasi
perlakuan
antara
suhu
penyimpanan memberikan pengaruh nyata
terhadap penurunan jumlah bakteri. Tidak
ditemukan Salmonella pada sampel ikan yang
diuji.
SARAN
Saran dari penulis adalah perlu adanya
penelitian lebih lanjut tentang pengawetan
bahan pangan secara iradiasi untuk ikan dan
olahan perikanan lainnya serta perlu adanya
sosialisasi lebih jauh tentang manfaat dan
keuntungan teknik iradiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal M. 1996. Kontaminasi Mikroba pada
Produk Perikanan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 111. Jurusan Farmasi
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Andalas,
Padang.
Anonymous. 2003. Codex General Standard
for Irradiated Foods (Codex Stan 1061983-Rev.1 2003). Geneva : Codex
Allimentarius Commission.
Astawan M. 2003. Manfaat Ikan Bagi Jantung
Dan Wajah, http://www.dkp.go.id [04
September 2010].
Bridson. 1998. The Oxoid Manual 8th
Edition. England: Oxoid Limited.Fardiaz
S. 1989. Penuntun praktek mikrobiologi
pangan. Bogor: IPB Press.
Fardiaz S. 1989. Penuntun praktek
mikrobiologi pangan. Bogor : IPB Press.
Fardiaz S. 1990. Mikrobiologi P