Efisiensi Hara pada Rumput Golf dengan Pemberian Pupuk Hayati

EFISIENSI HARA PADA RUMPUT GOLF
DENGAN PEMBERIAN PUPUK HAYATI

DEVITA NOTI WIJAYA
A24080080

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
i

EFISIENSI HARA PADA RUMPUT GOLF DENGAN PEMBERIAN PUPUK HAYATI
Nutrient Efficiency on Turfgrass Using Biofertilizer
Devita Noti Wijaya1, Dwi Guntoro2, Ahmad Zakaria3
1
Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura
2
Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura
3
Superintendent Lapangan Golf Bukit Pelangi, Cijayanti, Kabupaten Bogor

Abstract
The objective of the research was to study the effect of using biofertilizer on nutrient
efficiency of turf grass. The research was conducted at the Rainbow Hills Golf Course,
Cijayanti, Bogor on February to May 2012. The experiment was designed at randomized
complete block design with two factors and three replications. The first factor is inorganic
fertilizer with four dosages (A1:100%; A2:75%; A3:50%; and A4:0% of inorganic fertilizer
recommended dosage (DA)) as main plot and the second factor is biofertilizer with four
dosages (H1:100%; H2:75%; H3:50%; and H4:0% of biofertilizer recommended dosage
(DH)) as sub plot. The results showed that biofertilizer aplication increased coverage area,
density, crown dry weight, shoot-root ratio, clipping dry weight, nutrient efficiency (uptake
and use), and reduced inorganic fertilizer.
Keywords : Biofertilizer, Nutrient Efficiency, Turfgrass

RINGKASAN

DEVITA NOTI WIJAYA. Efisiensi Hara pada Rumput Golf dengan
Pemberian Pupuk Hayati. (Dibimbing oleh DWI GUNTORO).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi hara pada rumput golf
dengan pemberian pupuk hayati di Lapangan Golf Bukit Pelangi, Cijayanti, Bogor
dari bulan Februari sampai Mei 2012.

Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Split
Plot dengan dua faktor yaitu dosis pupuk anorganik dan dosis pupuk hayati
dengan tiga ulangan. Dosis pupuk anorganik sebagai petak utama terdiri atas
empat taraf yaitu (A1) 100% dosis rekomendasi pupuk anorganik (DA), (A2) 75%
DA, (A3) 50% DA, (A4) 0% DA. Dosis pupuk hayati sebagai anak petak terdiri
atas empat taraf yaitu (H1) 100% dosis rekomendasi pupuk hayati (DH), (H2)
75% DH, (H3) 50% DH, (H4) 0% DH. Satuan percobaan berupa petakan
berukuran 1 m2 yang berjumlah 48 satuan percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati dapat
meningkatkan persentase penutupan rumput, kepadatan pucuk, rasio bobot kering
tajuk dan akar, efisiensi serapan dan penggunaan hara (N, P, K). Selain itu,
interaksi antara pemberian pupuk hayati dan pupuk anorganik berpengaruh nyata
dalam meningkatkan bobot kering tajuk pada 14 MST dan bobot pangkas pada
12-14 MST.
Pemberian pupuk hayati 100% DH dengan pupuk anorganik 75% DA
mampu meningkatkan efisiensi serapan hara N, P, K sebesar 16.70%, 20.41%, dan
43.62% serta efisiensi penggunaan hara N, P, K sebesar 20.41%, 26.18%, dan
32.07% dibandingkan dengan menggunakan pupuk anorganik 100% DA saja.
Penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik hingga
25% DA. Aplikasi pupuk hayati 100% DH dengan pupuk anorganik 75% DA

menghasilkan bobot kering tajuk setara dengan aplikasi pupuk anorganik 100%
DA dan pupuk hayati 100% DH. Aplikasi pupuk anorganik 100% DA tanpa
pupuk hayati pada 14 MST menghasilkan bobot pangkas yang tidak berbeda nyata
dengan aplikasi pupuk anorganik 75% DA yang dikombinasikan dengan pupuk
hayati 100% DH maupun 75% DH.

EFISIENSI HARA PADA RUMPUT GOLF
DENGAN PEMBERIAN PUPUK HAYATI

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEVITA NOTI WIJAYA
A24080080

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013


LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: EFISIENSI HARA PADA RUMPUT GOLF
DENGAN PEMBERIAN PUPUK HAYATI

Nama

: DEVITA NOTI WIJAYA

NIM

: A24080080

Menyetujui,

Pembimbing I


Pembimbing II

Dr. Dwi Guntoro, SP, M.Si
NIP. 19700829 199703 1 001

Achmad Zakaria, SP

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus : ……………………………..............

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang, Jawa Tengah pada tanggal 4 Januari 1990
yang merupakan anak pertama dari Bapak Puryono dan Ibu Suyati.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 4 Purwodadi

pada tahun 2002, kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SLTP
Negeri 1 Purwodadi. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwodadi
pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur
USMI sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian.
Tahun 2011 hingga 2012 penulis menjadi asisten mata kuliah
Pengendalian Gulma. Penulis juga aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Tahun
2008 sampai sekarang aktif sebagai anggota PERMADI (Persatuan Mahasiswa
Purwodadi) dan tahun 2010 menjadi anggota Departemen PSDM (Pengembangan
Sumber Daya Manusia) Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi dan
Hortikultura) Fakultas Pertanian IPB.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kelancaran dan kekuatan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik. Sholawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, sehingga karena jasa beliau kita terentaskan dari jaman jahiliyah ke jaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Penelitian berjudul ”EFISIENSI HARA PADA RUMPUT GOLF

DENGAN PEMBERIAN PUPUK HAYATI” dilaksanakan dalam rangka
penyelesaian tugas akhir di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Dwi Guntoro, SP, MSi dan Achmad Zakaria, SP selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan banyak masukan, semangat, bimbingan, dan
pengarahan kepada penulis selama penulisan skripsi ini.
2. Bapak Awang Maharijaya SP, MSi selaku dosen penguji yang memberikan
masukan dan perbaikan untuk skripsi ini.
3. Ketua Departemen, Dosen, dan Staf Pengajar Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan
pengorbanan baik moril maupun materiil, serta kedua adikku yang telah
memberikan semangat selama penulisan skripsi ini.
5. Suami tercinta Wahid Muthowal S.TP yang senantiasa mendampingi,
membimbing, dan memberikan inspirasi serta dorongan semangat selama
penelitian berlangsung.
6. Teman sepenelitian dan seperjuangan, Yusak, Firza, dan Gusmen, serta temanteman Departemen Agronomi dan Hortikultura ’45, terima kasih atas bantuan
dan dukungannya selama penelitian.


v

7. Staf dan Pegawai Lapangan Golf Bukit Pelangi, Cijayanti Bogor.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini
maupun penulisan skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan
bermanfaat bagi yang akan melanjutkan penelitian ini serta umumnya untuk
masyarakat luas.

Bogor, Februari 2013
Penulis

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................


x

PENDAHULUAN ..............................................................................................
Latar belakang .................................................................................................
Tujuan .............................................................................................................
Hipotesis..........................................................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
Serapan Hara ...................................................................................................
Pemupukan ......................................................................................................
Pupuk Hayati ...................................................................................................

4
4
6

9

BAHAN DAN METODE ...................................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................................
Bahan dan Alat ................................................................................................
Metode Penelitian............................................................................................
Pelaksanaan .....................................................................................................
Pengamatan .....................................................................................................

11
11
11
11
12
13

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 16
Hasil ................................................................................................................ 16
Pembahasan ..................................................................................................... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 36

Kesimpulan ..................................................................................................... 36
Saran ................................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 37

vii

DAFTAR TABEL

No

Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis ragam berbagai perlakuan terhadap berbagai
peubah pertumbuhan dan kualitas rumput golf .............................................. 17
2. Pengaruh perlakuan terhadap persentase penutupan rumput ......................... 19
3. Pengaruh perlakuan terhadap kepadatan pucuk ............................................. 20
4. Pengaruh perlakuan terhadap skor warna ...................................................... 20
5. Pengaruh interaksi pupuk anorganik dan hayati terhadap bobot kering
tajuk ................................................................................................................ 21
6. Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering akar ............................................ 22
7. Pengaruh perlakuan terhadap rasio bobot kering tajuk dan akar ................... 23
8. Pengaruh interaksi pupuk anorganik dan pupuk hayati terhadap bobot
pangkas ........................................................................................................... 24

viii

DAFTAR GAMBAR

No

Halaman

1. Grafik perkembangan jumlah hole lapangan golf di Indonesia ....................

1

2. Persentase penutupan rumput pada 7 MST ................................................... 18
3. Pengaruh pupuk hayati terhadap kandungan N ............................................. 25
4. Pengaruh pupuk hayati terhadap kandungan P ............................................. 26
5. Pengaruh pupuk hayati terhadap kandungan K ............................................. 26
6. Pengaruh pupuk hayati terhadap efisiensi serapan N.................................... 27
7. Pengaruh pupuk hayati terhadap efisiensi serapan P .................................... 28
8. Pengaruh pupuk hayati terhadap efisiensi serapan K.................................... 28
9. Pengaruh pupuk hayati terhadap efisiensi penggunaan N ............................ 29
10. Pengaruh pupuk hayati terhadap efisiensi penggunaan P ............................. 30
11. Pengaruh pupuk hayati terhadap efisiensi penggunaan K ............................ 30

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No

Halaman

1. Data klimatologi bulan Februari - Juni 2012 ................................................ 43
2. Hasil analisis media tanah pada awal penelitian 23 Januari 2012 ................ 43
3. Hasil analisis pupuk anorganik ..................................................................... 43
4. Kandungan bakteri pupuk hayati .................................................................. 44
5. Analisis ragam persentase penutupan rumput ............................................... 45
6. Analisis ragam kepadatan pucuk ................................................................... 47
7. Analisis ragam warna daun ........................................................................... 48
8. Analisis ragam bobot kering tajuk ................................................................ 49
9. Analisis ragam bobot kering akar ................................................................. 49
10. Analisis ragam rasio bobot kering tajuk dan akar ......................................... 49
11. Analisis ragam bobot hasil pangkasan .......................................................... 50
12. Analisis ragam kandungan hara N ................................................................ 51
13. Analisis ragam kandungan hara P ................................................................. 51
14. Analisis ragam kandungan hara K ................................................................ 51
15. Analisis ragam efisiensi serapan hara N ....................................................... 52
16. Analisis ragam efisiensi serapan hara P ........................................................ 52
17. Analisis ragam efisiensi serapan hara K ....................................................... 52
18. Analisis ragam efisiensi penggunaan hara N ................................................ 53
19. Analisis ragam efisiensi penggunaan hara P ................................................. 53
20. Analisis ragam efisiensi penggunaan hara K ................................................ 53
21. Hasil uji lanjut kandungan hara N, P, K ....................................................... 54
22. Hasil uji lanjut efisiensi serapan hara N, P, K............................................... 54
23. Hasil uji lanjut efisiensi penggunaan hara N, P, K ....................................... 54

x

PENDAHULUAN

Latar belakang
Perkembangan teknologi yang semakin maju berdampak pada penyediaan
sarana olahraga seperti pembangunan lapangan golf, lapangan sepak bola, taman
perumahan, taman perkantoran, dan taman rekreasi yang membutuhkan rumput
dengan kualitas yang baik. Varietas rumput Bermuda (Cynodon dactylon L.) dari
luar negeri seperti Tirdfwarf, Tifgreen, dan Tifway merupakan varietas rumput
yang saat ini diintroduksikan di Indonesia.
Tingginya permintaan rumput lapangan golf terlihat dari bertambahnya
jumlah lapangan golf dari tahun ke tahun di Indonesia. Saat ini terdapat 54
lapangan golf di Indonesia dengan jumlah rata-rata 18 hole per lapangan golf dan
jumlah seluruh hole di Indonesia sebesar 1575 yang memiliki luas rata-rata 2.5
ha/hole (APLGI, 2012). Adapun perkembangan jumlah hole lapangan golf di
Indonesia disajikan dalam Gambar 1.
Hole Baru

Total Hole

700

1800
1600

600

1200

400

1000

300

800
600

200

Jumlah Total Hole

Jumlah Hole Baru

1400
500

400
100

200

0
2010

2005

2000

1995

1990

1985

1980

1975

1970

1965

1960

1955

1950

1945

1940

1935

1930

1925

1920

0

Tahun

Gambar 1. Grafik perkembangan jumlah hole lapangan golf di Indonesia
Penanaman varietas introduksi di lapangan menghadapi beberapa
permasalahan. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan varietas rumput
introduksi adalah terbatasnya daya adaptasi dan rentan terhadap serangan hama
dan penyakit, sehingga diperlukan pemeliharaan yang intensif, terutama

2

pemupukan dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan yang efektif dan efisien
akan

mengoptimalkan

pertumbuhan

dan

perkembangan

rumput

serta

meningkatkan kekebalan rumput terhadap serangan hama dan penyakit. Studi
efisiensi hara merupakan alternatif untuk mengatasi beberapa kendala dalam
penanaman varietas rumput introduksi.
Studi efisiensi hara pada lapangan golf merupakan usaha pemberian nutrisi
essensial yang tepat bagi pertumbuhan rumput melalui pemupukan. Hal tersebut
sebagai bagian dari program penanaman dan pemeliharaan rumput padang golf.
Pemberian hara secara efisien akan menekan biaya pemeliharaan dan
mengoptimalkan pertumbuhan rumput golf.
Tolok ukur dari optimalnya pertumbuhan rumput dapat dilihat dari
kualitas, densitas, dan keseragaman rumput. Usaha untuk mempertahankan
kualitas, densitas, dan keseragaman rumput biasanya menggunakan dosis dan
frekuensi pemupukan yang relatif tinggi. Menurut Sintia (2001), pemupukan pada
green area per tahun di Klub Golf Bogor Raya tahun 2000 mencapai 600 kg N/ha,
1800 kg P2O5/ha, dan 480 kg K2O/ha.
Pemupukan dengan dosis pupuk anorganik yang tinggi di lapangan golf
sangat dikhawatirkan akan mencemari lingkungan perairan sekitar yang
diakibatkan oleh pencucian pupuk. Selain itu harga pupuk anorganik yang
semakin mahal juga menjadi kendala tersendiri bagi pemeliharaannya, semakin
mahal harga pupuk anorganik maka biaya pemeliharaan pun akan semakin tinggi,
sehingga diperlukan usaha-usaha alternatif yang dapat mengurangi penggunaan
pupuk anorganik. Salah satunya adalah pemanfaatan pupuk hayati dalam aplikasi
pemupukan pada rumput golf.
Pupuk hayati adalah mikrobia yang dimasukkan ke dalam tanah untuk
meningkatkan efisiensi pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau
udara. Mikrobia yang dikandung oleh pupuk hayati di antaranya Bacillus,
Pseudomonas, Rhizobium, Azosprillum, Azotobacter, Mikoriza, dan Trichoderma.
Keberadaan mikroba tersebut dapat tunggal ataupun berupa gabungan beberapa
jenis mikroba. Mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati mampu memacu
pertumbuhan tanaman, menambat nitrogen, melarutkan phosfat dan menghambat
pertumbuhan penyakit tanaman.

3

Pupuk hayati memiliki beberapa kelebihan, di antaranya aman bagi
lingkungan dan kesehatan manusia. Pupuk hayati tidak merusak ekosistem tanah,
tidak mematikan mikroba tanah dan predator alami, dan tidak terakumulasi sebagai bahan yang membahayakan pada produk pertanian yang kita konsumsi serta
bisa diproduksi dengan metode yang sederhana dan biaya yang murah.
Penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan dosis pupuk hayati yang
tepat dan efisien dalam menyerap hara tanaman serta dapat mengurangi
penggunaan dosis pupuk anorganik yang tinggi.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi hara pada rumput golf
dengan pemberian pupuk hayati.

Hipotesis
1. Penggunaan pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi serapan hara.
2. Penggunaan pupuk hayati dapat meningkatkan pertumbuhan rumput golf.
3. Terdapat dosis pupuk hayati yang tepat dan dapat meningkatkan efisiensi
serapan hara dan pertumbuhan rumput golf.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Serapan Hara
Serapan hara adalah jumlah hara yang masuk ke dalam jaringan tanaman
yang diperoleh berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman (Turner dan Hummel,
1992). Manfaat dari angka serapan hara antara lain untuk mengetahui efisiensi
pemupukan, mengetahui kebutuhan hara dalam tubuh tanaman, mengetahui
pengangkutan hara dalam tanaman, mengetahui neraca hara di suatu lahan dan
pertimbangan dalam membuat rekomendasi pemupukan. Adapun rumus untuk
menghitung serapan hara adalah kadar hara (%) x bobot kering (g) (Johns, 2004).
Menurut Barber (1984), definisi efisiensi serapan hara merupakan nisbah
antara hara yang dapat diserap tanaman dengan total hara yang tersedia. Artinya
semakin banyak hara yang dapat diserap dari total hara tersebut, maka nilai
efisiensi serapan hara semakin tinggi. Turner dan Hummel (1992) menyatakan
nilai efisiensi serapan hara secara umum untuk N = 40-60%, P = 15-20%, dan K =
40-60%. Hara yang tidak dapat diserap oleh tanaman dapat disebabkan hilang
karena larut dalam infiltrasi, menguap, terbawa air limpasan dan erosi, terjebak di
area yang tidak terjangkau oleh tanaman, diambil oleh mikrobia atau mengendap
di dalam tanah. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
penyerapan antara lain dengan memberikan pupuk secara tepat (dosis, bentuk,
waktu, cara).
Selain efisiensi serapan, terdapat juga efisiensi penggunaan hara. Efisiensi
penggunaan hara merupakan konsep yang secara umum mendiskripsikan seberapa
baik tanaman menggunakan hara yang ada di dalam tanah untuk menghasilkan
produksi (Stewart, 2007) atau dengan bahasa sederhana efisiensi penggunaan hara
merupakan nisbah antara hasil biomasa yang dihasilkan per satuan hara dalam
tanaman (Turner dan Hummel, 1992). Mosier et al. (2004) menggunakan 4
indikator agronomi untuk menggambarkan efisiensi penggunaan hara tanaman,
yaitu: Partial Factor Productivity (PFP) yang didapatkan dengan cara membagi
produksi (kg) dengan jumlah unsur hara yang diberikan (kg); Agronomic
Efficiency (AE) yang didapatkan dengan cara membagi peningkatan produksi (kg)
dengan jumlah unsur hara yang diberikan (kg); Apparent Recovery Efficiency

5

(ARE) yang didapatkan dengan cara membagi serapan unsur hara (kg) dengan
jumlah unsur hara yang diberikan (kg); Physiological Efficiency (PE) yang
didapat dengan cara membagi peningkatan produksi (kg) dengan serapan unsur
hara tanaman (kg). Indikator-indikator tersebut digunakan sesuai dengan
kebutuhan penghitungan efisiensi penggunaan hara. Dalam penelitian ini,
penghitungan

efisiensi

penggunaan

hara

menggunakan

Partial

Factor

Productivity (PFP), yakni dengan cara membagi produksi (kg) dengan jumlah
unsur hara yang diberikan (kg).
Harjadi (1996) menyatakan setiap tanaman memerlukan paling sedikit 16
unsur hara untuk pertumbuhan normalnya yang diperoleh dari udara, air, tanah,
dan garam-garam mineral atau bahan organik. Unsur yang diperoleh dari udara
ada 3 jenis, yaitu unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen(O), sedangkan
13 unsur lainnya seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Calsium (Ca),
Magnesium (Mg), Sulfur (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu),
Boron (B), Molibdenum (Mo), dan Klorin (Cl) diperoleh tanaman dari dalam
tanah. Tetapi diantara 13 unsur hara tersebut, hanya 6 unsur yang amat dibutuhkan
dalam porsi yang cukup banyak, yaitu N, P, K, S, Ca, dan Mg. Namun dari 6
unsur ini hanya 3 yang mutlak harus ada bagi tanaman yaitu N, P, K.
Miller dan Donahue (1990) menambahkan nitrogen (N) merupakan unsur
hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan
untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti
daun, batang, dan akar. Fosfor (P) terdapat dalam bentuk phitin, nuklein, dan
fosfatide, sedangkan kalium bukanlah elemen yang langsung pembentuk bahan
organik. Fungsi N bagi tanaman antara lain : meningkatkan pertumbuhan
tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun, meningkatkan kadar protein dalam
tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan,
meningkatkan mikroorganisme di dalam tanah. Fungsi P bagi tanaman adalah
mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat serta memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya,
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, dapat meningkatkan produksi
biji-bijian, sedangkan kalium berperan membantu : pembentukan protein dan

6

karbohidrat, mengeraskan batang dan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan
resistensi tanaman terhadap penyakit, meningkatkan kualitas biji/buah.
Unsur hara yang paling banyak diperlukan rumput adalah nitrogen (N).
Kalium (K) biasanya adalah unsur ke dua yang diperlukan rumput kemudian
diikuti oleh Fosfor (P). Penentuan tepat terhadap kebutuhan unsur hara tertentu
adalah sulit. Umumnya aplikasi nitrogen didasarkan pada pertumbuhan rumput,
sedangkan aplikasi kalium dan fosfor didasarkan pada hasil uji tanah. Sedangkan
unsur nutrisi mikro yang hanya sedikit diserap rumput namun sangat penting
peranannya terdiri dari unsur besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu),
boron (B), molybdenum (Mo), dan khlor (Cl). Unsur-unsur mikro ini memiliki
peran utama sebagai katalis dalam reaksi-reaksi enzimatik. Unsur Fe penting
dalam sintesis klorofil yang merupakan tempat untuk fotosintesis tanaman
(Emmons, 2000).
Peningkatan serapan hara dan efisiensi pemupukan dapat dilakukan
dengan inokulasi mikoriza dan bakteri. Guntoro et al. (2006) melaporkan bahwa
inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan bakteri Azospirillum dapat
meningkatkan

serapan

hara,

meningkatkan

efisiensi

pemupukan,

dan

meningkatkan kepadatan pada rumput tifdwarf. Berdasarkan penelitian tersebut
juga diketahui bahwa inokulasi CMA pada dosis 25% RD (Recommended Dosage
yang terdiri dari 0.5 kg N + 1.5 kg P2O5 (tetap) + 0.5 kg K2O per 100 m2/bulan)
dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N sebesar 10.69% dibandingkan dengan
kontrol (100% RD tanpa inokulan).

Pemupukan
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman
untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun
non-organik (mineral). Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan
tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan.
Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan.
Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun (Harjadi, 1996).

7

Dilihat dari sumber pembuatannya, pupuk dibedakan menjadi pupuk
organik atau pupuk alami dan pupuk kimia atau pupuk buatan. Pupuk organik
mencakup semua pupuk yang dibuat dari sisa-sisa metabolisme atau organ hewan
dan tumbuhan, sedangkan pupuk kimia dibuat melalui proses pengolahan oleh
manusia dari bahan-bahan mineral. Berdasarkan bentuk fisiknya, pupuk
dibedakan menjadi pupuk padat dan pupuk cair. Pupuk padat diperdagangkan
dalam

bentuk

onggokan,

remahan,

butiran,

atau

kristal.

Pupuk

cair

diperdagangkan dalam bentuk konsentrat atau cairan, sedangkan pupuk padatan
biasanya diaplikasikan ke tanah/media tanam, sementara pupuk cair diberikan
secara disemprot ke tubuh tanaman. Selain itu, terdapat dua kelompok pupuk
berdasarkan kandungannya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk
tunggal mengandung hanya satu unsur, sedangkan pupuk majemuk paling tidak
mengandung dua unsur yang diperlukan. Terdapat pula pengelompokan yang
disebut pupuk mikro, karena mengandung hara mikro (micronutrients). Beberapa
merek pupuk majemuk modern sekarang juga diberi campuran zat pengatur
tumbuh atau zat lainnya untuk meningkatkan efektivitas penyerapan hara yang
diberikan (Harjadi, 1996).
Rumput memerlukan beberapa unsur mineral dalam tanah yang dianggap
penting untuk pertumbuhan rumput. Jumlah masing-masing unsur dalam tanaman
sangat bervariasi, namun secara umum dikelompokkan dalam unsur makro atau
primer dan unsur mikro atau sekunder yang tergantung pada jumlah relatif yang
diperlukan untuk pertumbuhan. Unsur makro berupa nitrogen (N), Fosfor (P), dan
Kalium (K) paling umum disuplai dalam bentuk pupuk komersial (Emmons,
2000). Input nutrisi rumput berasal dari pemupukan, deposisi alami dari atmosfer
dan yang kembali ke tanah dari bagian tanaman yang mati. Hujan dan irigasi
mempengaruhi proses pencucian nutrisi, kehilangan gas nitrogen, dan
ketidaklarutan, sehingga menentukan nutrisi yang benar-benar tersedia bagi
rumput (Harjadi, 1996).
Untuk menjaga agar penampilan dan kualitas rumput tetap baik, sehat, dan
selalu hijau maka diperlukan pemupukan. Unsur yang banyak diperlukan tanaman
rumput adalah nitrogen (N), Fosfor (P), dan kalium (K). Nitrogen merupakan
unsur yang mudah tercuci (leaching), menguap (valatilization), dan hilang melalui

8

pembuangan rumput hasil pemangkasan (clipping). Fosfor (P) dibutuhkan rumput
untuk fotosintesis, interkonversi karbohidrat, metabolisme lemak dan reaksi
oksidasi. Kalium (K) mempunyai fungsi yang esensial terutama pada fotosintesis
dan aktivitas enzim. Kalium (K) merupakan unsur ke dua yang paling banyak
dibutuhkan rumput. K berpengaruh pada kemampuan toleransi rumput terhadap
lingkungan, kualitas, dan warna rumput. Fosfor (P) umumnya dibutuhkan dalam
jumlah yang relatif sedikit dibandingkan N atau K (Turner dan Hummel, 1992).
Air merupakan kebutuhan utama untuk pertumbuhan rumput. Rumput
yang aktif tumbuh mengandung 90% air. Pengurangan kandungan air dapat
menurunkan pertumbuhan dan penampilannya. Air berfungsi dalam menjaga
ketegaran sel, membawa nutrisi, dan senyawa organik ke seluruh bagian tanaman
serta menjaga tanaman dari fluktuasi temperatur (Toole dan Morgan, 1998).
Konsumsi pupuk pada tanaman rumput terkonsentrasi pada daerah panas
dan kering. Rumput yang tumbuh di bawah naungan memerlukan lebih sedikit
nitrogen dibandingkan dengan rumput yang tumbuh dengan sinar matahari penuh.
Selain itu kondisi tanah juga merupakan faktor yang mempengaruhi proses
pencucian nutrisi, kehilangan gas nitrogen dan ketidaklarutan, sehingga
menentukan nutrisi yang benar-benar tersedia bagi rumput. Ketinggian
pemangkasan mempengaruhi pertumbuhan perakaran dan lainnya yang berkaitan
dengan kapasitas rumput menyerap nutrisi yang tersedia di dalam tanah. Dengan
demikian banyak faktor yang mempengaruhi status kebutuhan nutrisi rumput.
Sehingga tidaklah mungkin membuat satu program pemupukan yang berlaku
untuk semua jenis rumput yang menjamin pertumbuhan optimum dengan
penggunaan nutrisi secara efisien (Toole dan Morgan, 1998).
Salah satu aplikasi pupuk hayati pada tanaman rumput adalah dengan
menggunakan pupuk hayati mikoriza. Berdasarkan hasil penelitian dari Guntoro et
al. (2007) diketahui bahwa pemberian pupuk hayati mikoriza pada tanaman
rumput dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman rumput, yaitu meningkatkan
bobot kering clipping. Selain itu juga diketahui bahwa pemberian pupuk hayati
mikoriza mulai dosis 300 g/pot menghasilkan pertumbuhan tanaman rumput yang
lebih baik dibandingkan dengan kontrol.

9

Pupuk Hayati
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan
maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman,
yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas
mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara
adalah N, namun N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus
ditambat atau difiksasi oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi
tanaman (Harjadi, 1996).
Menurut Simanungkalit et al. (2006) istilah pupuk hayati digunakan
sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang
dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi
tanaman. Pupuk hayati didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme
hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi
tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini
dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya
oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat,
maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara
ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis
berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan
tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil
pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat dan hasil perombakan bahan oleh
kelompok organisme perombak.
Subha (1982) mendefinisikan pupuk hayati sebagai preparasi yang
mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut
fosfat atau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat pengomposan
dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan mempercepat proses
mikrobial tertentu untuk menambah banyak ketersediaan hara dalam bentuk
tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.
FNCA Biofertilizer Project Group (2006) mendefinisikan pupuk hayati
sebagai substans yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi
rizosfer atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan

10

meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan atau stimulus pertumbuhan
tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.
Beberapa penelitian tentang aplikasi pupuk hayati membuktikan bahwa
pemberian pupuk hayati pada rumput golf sangat bermanfaat. Diantaranya adalah
hasil penelitian dari Guntoro et al. (2007) yang membuktikan bahwa pemberian
pupuk hayati mikoriza pada rumput golf dapat meningkatkan jumlah spora,
persentase infeksi akar dan persentase penutupan rumput. Selain itu pemberian
pupuk hayati mikoriza juga dapat mengurangi pertambahan tinggi vertikal rumput
dibanding dengan perlakuan tanpa pupuk hayati mikoriza.

11

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Lapangan Golf Bukit Pelangi, Desa Cijayanti,
Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor pada bulan Februari 2012 sampai
dengan Mei 2012.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah rumput Bermuda (Cynodon dactylon L.)
varietas Tifway 419, pupuk (NPK) 15-15-15, dan pupuk hayati Bio Plantor
(Lampiran 3 dan 4).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gunting, sprayer,
mistar, oven, timbangan analitik GF-300, kuadran 10 cm x 10 cm, grid, soil
sample, dan Bagan Warna Daun.

Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Split
Plot dengan dua faktor yaitu dosis pupuk anorganik dan dosis pupuk hayati
dengan tiga ulangan. Dosis pupuk anorganik sebagai petak utama terdiri atas
empat taraf yaitu (A1) 100% dosis rekomendasi pupuk anorganik (DA), (A2) 75%
DA, (A3) 50% DA, (A4) 0% DA. Dosis pupuk hayati sebagai anak petak terdiri
atas empat taraf yaitu (H1) 100% dosis rekomendasi pupuk hayati (DH), (H2)
75% DH, (H3) 50% DH, (H4) 0% DH. Satuan percobaan berupa petakan
berukuran 1 m2 yang berjumlah 48 satuan percobaan.
Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = μ + τk + αi +

ik +

j

+ (α )ij + εijk

Yijk = Respon pengamatan perlakuan ke-ij ulangan ke-k
μ

= Rataan umum

τk

= Pengaruh ulangan ke-k

αi

= Pengaruh dosis pupuk anorganik ke-i

ik

= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-k

12

j

= Pengaruh dosis pupuk hayati ke-j

(α )ij = Pengaruh interaksi dosis pupuk anorganik dan hayati
εijk

= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-ij ulangan ke-k
Analisis data menggunakan uji F dengan uji lanjut Duncan Multiple Range

Test (DMRT).

Pelaksanaan
Analisis Tanah dan Pupuk
Analisis tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah di lahan dan
analisis pupuk dilakukan dengan mengambil sampel pupuk yang digunakan
kemudian dianalisis di Balitan (Lampiran 2 dan 3).

Pengolahan Lahan
Persiapan lahan dilakukan sebelum tanam dengan cara membersihkan
lahan dari gulma-gulma dan digemburkan secara mekanik. Selanjutnya dilakukan
pembuatan petak percobaan dengan ukuran 1 m2. Jarak antar petak utama dan
antar ulangan 0.5 m, sedangkan jarak antar anak petak 0.25 m. Petak percobaan
berjumlah 48 petak.

Penanaman Rumput
Penanaman dilakukan dengan cara menanam sod yang sudah dipecahpecah di petak percobaan kemudian ditutup dengan tanah dengan ketebalan 0.5
cm. Penggunaan sod 2200 cm² per luasan 1 m² petak percobaan.

Pemupukan
Pemupukan menggunakan pupuk NPK 15-15-15 dan pupuk hayati.
Aplikasi pupuk hayati dilakukan setiap satu minggu sekali pada bulan pertama
dan setiap bulan sekali pada bulan berikutnya dengan dosis sesuai perlakuan
dengan cara disemprot menggunakan sprayer. Dosis rekomendasi pupuk hayati
yang digunakan adalah 2 liter per/ha. Pemberian pupuk anorganik dilakukan 2
minggu sekali sesuai dosis perlakuan dengan cara aplikasi ditabur. Dosis
rekomendasi pupuk anorganik yaitu 5 g N + 5 g P2O5 + 5 g K2O per m2/2 minggu.

13

Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan selama di lapangan meliputi penyiangan
gulma, pengendalian hama dan penyakit, penyiraman serta pemangkasan.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma sampai ke
akarnya setiap tiga hari sekali. Pengendalian hama Spodoptera sp. dilakukan
secara manual dengan mengambil dan membuangnya, tidak dilakukan
penyemprotan karena serangan termasuk ringan. Penyiraman dilakukan setiap hari
sekali pada saat awal tanam sampai rumput berumur 4 MST, setelah rumput
berumur 5 MST sampai akhir panen penyiraman dilakukan dua kali dalam
seminggu. Kapasitas air untuk penyiraman rata-rata 3 liter/m2. Pemangkasan
dilakukan setiap minggu untuk meningkatkan kepadatan pucuk rumput golf dan
membuat pertumbuhannya seragam.

Pengamatan
1. Persentase penutupan rumput (coverage)
Persentase penutupan rumput merupakan kemampuan rumput untuk menutup
permukaan tanah setelah penanaman rumput. Pengamatan dilakukan dengan
cara menghitung rumput yang telah establish dengan menggunakan grid
berukuran 1 m x 1 m. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai rumput
100% menutup permukaan tanah.
2. Kepadatan pucuk
Kepadatan adalah jumlah seluruh bagian rumput yang ada di atas permukaan
tanah persatuan luas. Kepadatan pucuk diukur dengan menghitung jumlah
pucuk dalam luasan sampel berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 cm x
10 cm (setiap petak 3 luasan sampel). Pucuk yang dihitung adalah pucuk yang
sudah mempunyai minimal tiga daun. Pengamatan dilakukan setiap minggu
setelah rumput 100% menutup permukaan tanah.
3. Skor Warna
Warna merupakan tingkat spektrum warna yang dipantulkan oleh rumput dan
ditangkap secara visual oleh indera penglihatan (Turgeon, 1991). Kualitas
penampakan warna rumput diukur dengan membandingkan warna daun dengan

14

Bagan Warna Daun. Pengamatan dilakukan setiap minggu saat hari cerah
setelah rumput 100% menutup permukaan tanah.
4. Bobot kering tajuk
Bobot kering tajuk ditimbang dari pangkal akar sampai pucuk tanaman yang
paling panjang. Setiap petak diambil 3 luasan sampel berukuran 10 cm x 10
cm. Peubah ini diamati pada akhir penelitian.
5. Bobot kering akar
Bobot kering akar ditimbang dari batas akar dengan tajuk sampai akar yang
paling panjang. Setiap petak diambil 3 luasan sampel berukuran 10 cm x 10
cm. Peubah ini diamati pada akhir penelitian.
6. Rasio bobot kering tajuk dan akar
Rasio tajuk dan akar dihitung dengan membandingkan bobot kering tajuk
dengan bobot kering akar. Pengamatan ini dilakukan di akhir penelitian.
7. Bobot Pangkasan
Bobot pangkas kering adalah bobot kering hasil pangkasan rumput. Bobot
pangkasan diamati dengan menimbang rumput yang diambil seluas 10 cm x 10
cm sebanyak 3 sampel pada setiap petak percobaan. Rumput dipangkas
kemudian hasil pangkasan dikeringkan dengan oven 105°C selama 24 jam.
Setelah itu ditimbang dengan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan setiap
minggu setelah rumput 100% menutup permukaan tanah.
8. Analisis kandungan hara N, P, dan K dalam tajuk
Analisis kandungan hara N, P, dan K dalam tajuk dilakukan untuk mengetahui
efisiensi serapan hara oleh tanaman, baik hara tersedia di tanah maupun hara
yang diberikan dari hasil perlakuan. Analisis kandungan hara ini dilakukan
dengan mengambil sampel tajuk rumput pada setiap petak percobaan kemudian
dilakukan analisis di Balitan.
9. Efisiensi serapan hara
Penghitungan efisiensi serapan hara rumput dengan menghitung nisbah antara
hara yang dapat diserap tanaman dengan total hara.

15

10. Efisiensi penggunaan hara
Penghitungan efisiensi penggunaan hara secara Partial Factor Productivity
(PFP) didapatkan dengan cara membagi produksi (g) dengan jumlah unsur hara
yang diberikan (g).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi Umum
Berdasarkan data dari Stasiun Klimatologi Lapangan Golf Bukit Pelangi,
Cijayanti, Kabupaten Bogor, keadaan iklim selama pengamatan periode Februari Mei 2012 menunjukkan rata-rata curah hujan sebesar 399 mm/bulan, kelembaban
udara sebesar 81.4 % dan rata-rata 15 hari hujan/bulan (Lampiran 1). Sedangkan
tanah tempat penelitian memiliki pH 5.3 dengan tekstur tanah pasir 30%, debu
48%, liat 22% (loam), C organik 0.70%, C/N 10, dan mengandung hara N 0.07%,
P2O5 0.028% serta K2O 0.014% (Lampiran 2). Adapun kedalaman perakaran
rumput golf di lokasi penelitian adalah 10 cm dengan densitas tanah loam 2 g/cm3
(Darmawijaya, 1997). Berdasarkan pendapat John (2004), kondisi iklim dan tanah
tersebut memenuhi syarat untuk pertumbuhan rumput.
Secara keseluruhan pertumbuhan awal rumput cukup baik yang ditandai
dengan tumbuhnya daun dan tunas baru. Hal tersebut dikarenakan bulan pertama
pada saat awal penanaman, intensitas hujan cukup tinggi, yakni sebesar 644
mm/bulan (Lampiran 1), sehingga kebutuhan air pada masa awal pertumbuhan
rumput tercukupi. Rumput tidak menunjukkan gejala pertumbuhan yang tertekan
sehingga penyulaman dengan bahan tanaman baru tidak dilakukan.
Pada 5 MST terdapat serangan hama Spodoptera sp., tetapi serangan ulat
tersebut tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan rumput dan rumput masih tetap
dapat tumbuh dengan baik, penanggulangan dilakukan secara manual dengan
mengambil ulat tersebut lalu membuangnya. Gulma yang cukup dominan terdapat
dalam penelitian ini adalah Mimosa pudica, Cyperus sp., Eleusine indica,
Borerria alata, dan Digitaria adscendens. Keberadaan gulma tersebut tidak begitu
mempengaruhi pertumbuhan rumput. Penanggulangan secara manual dengan
melakukan penyiangan gulma setiap tiga hari sekali.
Hasil rekapitulasi analisis ragam semua peubah pengamatan disajikan pada
Tabel 1. Perlakuan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap semua peubah,
sedangkan perlakuan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap peubah persentase
penutupan rumput pada 4 dan 5 MST, kepadatan pucuk, bobot kering tajuk, rasio

17

bobot kering tajuk dan akar, bobot hasil pangkasan pada 12-14 MST, efisiensi
serapan dan efisiensi penggunaan hara N, P, K. Interaksi antara perlakuan pupuk
anorganik dan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap peubah bobot kering
tajuk dan bobot hasil pangkasan pada umur 13 dan 14 MST.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam berbagai perlakuan terhadap
berbagai peubah pertumbuhan dan kualitas rumput golf
No

Peubah

1 % Penutupan Rumput 2-10 MST
4 dan 5 MST
2 Kepadatan Pucuk 11-14 MST
3 Skor Warna
4 Bobot Kering Tajuk
5 Bobot Kering Akar
6 Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar
7 Bobot Hasil Pangkasan 11-14 MST
12-14 MST
13 dan 14 MST
8 Kandungan Hara N
Kandungan Hara P
Kandungan Hara K
9 Efisiensi Serapan Hara N
Efisiensi Serapan Hara P
Efisiensi Serapan Hara K
10 Efisiensi Penggunaan Hara N
Efisiensi Penggunaan Hara P
Efisiensi Penggunaan Hara K
Keterangan :

**
*
MST
tn

Anorganik
**
**
**
**
**
**
**

Perlakuan
Hayati
**
**
tn
**
tn
**

Interaksi
tn
tn
tn
**
tn
tn

**
**
**
**
**
**
**
**
**
**

tn
tn
tn
**
**
**
**
**
**

**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

: berpengaruh nyata pada taraf 1%
: berpengaruh nyata pada taraf 5%
: Minggu Setelah Tanam
: tidak nyata

Persentase Penutupan Rumput
Berdasarkan hasil rekapitulasi hasil analisis ragam (Tabel 1) menunjukkan
bahwa penutupan rumput secara konsisten dipengaruhi oleh perlakuan pupuk
anorganik mulai dari 2 MST sampai dengan 10 MST. Sedangkan perlakuan pupuk
hayati berpengaruh nyata pada umur 4 dan 5 MST. Adapun pengaruh interaksi
perlakuan pupuk anorganik dengan pupuk hayati tidak terlihat.
Penutupan 100% rumput tercepat dicapai oleh perlakuan pupuk anorganik
100% DA, 75% DA, dan 50% DA pada umur 7 MST, disusul oleh perlakuan
pupuk anorganik 0% DA pada umur 10 MST (Tabel 2).

18

A1H1

A1H2

A1H3

A1H4

A2H1

A2H2

A2H3

A2H4

A3H1

A3H2

A3H3

A3H4

A4H1

A4H2

A4H3

A4H4

Gambar 2.

Persentase penutupan rumput pada 7 MST dengan A =
perlakuan pupuk anorganik; H = perlakuan pupuk hayati; 1:
dosis 100%; 2: dosis 75%; 3: dosis 50%; 4: dosis 0%.

19

Perlakuan pupuk anorganik 100% DA tidak berbeda nyata dengan
perlakuan pupuk anorganik 75% DA dari 2 MST sampai penutupan rumput
mencapai 100% (Tabel 2). Perlakuan pupuk anorganik 50% DA berbeda nyata
dengan perlakuan pupuk anorganik 100% DA dan 75% DA pada umur 4 MST
sampai dengan 6 MST. Sedangkan perlakuan pupuk anorganik 0% berbeda nyata
dengan yang lainnya dari 2 MST hingga 10 MST.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan terhadap persentase penutupan rumput
Perlakuan
Anorganik
0% DA
50% DA
75% DA
100% DA
Hayati
0% DH
50% DH
75% DH
100% DH

2 MST

3 MST

4 MST

Presentase penutupan rumput (%)
5 MST
6 MST
7 MST

8 MST

9 MST

10 MST

11.3
25.3
21.9
25.8

b
a
a
a

16.7
42.8
47.6
47.8

b
a
a
a

19.6
74.5
85.7
88.8

c
b
a
a

24.3
84.5
93.5
94.6

c
b
a
a

33.5
92.6
98.1
98.2

c
b
a
a

56.7
97.1
99.3
99.3

b
a
a
a

62.8
98.3
99.9
100.0

b
a
a
a

87.2
99.3
100.0
100.0

b
a
a
a

96.8
99.9
100.0
100.0

b
a
a
a

18.8
22.4
20.3
22.8

a
a
a
a

35.6
38.3
37.8
43.2

b
ab
ab
a

62.7
68.7
66.4
70.8

c
ab
b
a

70.7
75.8
73.0
77.5

c
ab
bc
a

79.9
80.2
80.5
81.8

a
a
a
a

87.8
88.8
88.3
87.6

a
a
a
a

90.7
90.9
90.3
89.2

a
a
a
a

97.4
97.2
96.1
95.8

a
a
a
a

99.5
99.3
99.0
98.9

a
a
a
a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata
pada uji lanjut DMRT taraf 5%

Pengaruh perlakuan pupuk hayati terhadap presentase penutupan rumput
hanya terlihat pada umur 3 MST sampai 5 MST. Penutupan 100% rumput tercapai
pada umur 10 MST.

Kepadatan Pucuk
Kepadatan pucuk pada rumput golf ditunjukkan dengan jumlah pucuk
per satuan luas. Perlakuan pupuk anorganik dan pupuk hayati berpengaruh nyata
terhadap kepadatan pucuk. Akan tetapi tidak terdapat pengaruh interaksi antara
perlakuan pupuk anorganik dan perlakuan pupuk hayati (Lampiran 6).
Kepadatan pucuk tertinggi terjadi pada rumput golf yang diberi perlakuan
dengan dosis 100%, baik pada perlakuan pupuk anorganik maupun perlakuan
pupuk hayati (Tabel 3). Pada umur 11 MST, pengaruh perlakuan pupuk anorganik
terhadap kepadatan pucuk berbeda nyata pada semua dosis pupuk. Sedangkan
pengaruh perlakuan pupuk hayati 100% DH dan 75% DH tidak berbeda nyata,
namun keduanya berbeda nyata pada perlakuan pupuk hayati 50% DH dan 0%
DH.

20

Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap kepadatan pucuk
Perlakuan
Anorganik
0% DA
50% DA
75% DA
100% DA
Hayati
0% DH
50% DH
75% DH
100% DH

11 MST

Kepadatan Pucuk (pucuk/100 cm²)
12 MST
13 MST

14 MST

89.7
182.5
244.8
283.2

d
c
b
a

99.4
188.0
283.5
298.1

c
b
a
a

101.2
189.9
338.6
368.0

d
c
b
a

114.5
162.2
383.0
380.3

c
b
a
a

188.6
178.3
209.7
223.6

b
b
a
a

201.8
207.0
222.7
237.6

c
bc
ab
a

232.8
236.5
256.0
272.4

b
b
ab
a

231.6
244.0
261.4
302.9

c
bc
b
a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata
pada uji lanjut DMRT taraf 5%

Pemberian pupuk hayati dapat meningkatkan kepadatan pucuk. Semakin
tinggi dosis pupuk hayati yang diberikan semakin tinggi pula kepadatan pucuknya
(Tabel 3). Pemberian pupuk hayati 100% DH menghasilkan kepadatan pucuk
yang tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk hayati 75% DH pada umur 1113 MST, namun berbeda nyata pada umur 14 MST.

Skor Warna
Warna rumput golf tidak dipengaruhi oleh pupuk hayati, tetapi dipengaruhi
oleh pupuk anorganik (Lampiran 7). Semakin tinggi dosis pupuk anorganik maka
skor warna daun semakin tinggi, artinya warna daun lebih hijau.
Tabel 4. Pengaruh perlakuan terhadap skor warna
Perlakuan
Anorganik
0% DA
50% DA
75% DA
100% DA
Hayati
0% DH
50% DH
75% DH
100% DH

11 MST

Skor Warna Daun
12 MST
13 MST

14 MST

3.0
4.0
4.0
5.0

c
b
b
a

3.0
4.0
4.0
5.0

c
b
b
a

3.0
4.0
4.0
5.0

c
b
b
a

3.0
4.0
4.0
5.0

c
b
b
a

4.0
4.0
4.0
4.0

a
a
a
a

4.0
4.0
4.0
4.0

a
a
a
a

4.0
4.0
4.0
4.0

a
a
a
a

4.0
4.0
4.0
4.0

a
a
a
a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata
pada uji lanjut DMRT taraf 5%

21

Pada Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan pupuk anorganik 100% DA
memiliki skor warna yang lebih tinggi (skor 5) dan secara statistik berbeda nyata
dengan perlakuan pupuk anorganik 75% DA dan 50% DA yang memiliki skor 4.
Sedangkan rumput yang tidak dipupuk dengan pupuk anorganik memiliki skor
terendah (skor 3) dan berbeda nyata dengan rumput yang dipupuk dengan pupuk
anorganik. Hal tersebut terjadi secara konsisten dari umur 11 MST sampai dengan
14 MST.

Bobot Kering Tajuk
Perlakuan pupuk anorganik, perlakuan pupuk hayati, dan interaksi antara
perlakuan pupuk anorganik dengan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap
bobot kering tajuk (Lampiran 8).
Tabel 5. Pengaruh interaksi pupuk anorganik dan hayati terhadap bobot
kering tajuk
Anorganik

Hayati

Bobot Kering Tajuk (g/m²)

0% DA

0% DH
50% DH
75% DH
100% DH

251.38
315.07
396.18
354.56

e
e
e
e

50% DA

0% DH
50% DH
75% DH
100% DH

692.99
743.52
749.47
909.13

d
cd
cd
b

75% DA

0% DH
50% DH
75% DH
100% DH

795.75
807.64
838.22
1078.98

cbd
cbd
cbd
a

100% DA

0% DH
50% DH
75% DH
100% DH

895.12
778.34
834.82
1194.06

cb
cbd
cbd
a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut
DMRT taraf 5%

Penggunaan pupuk hayati 100% DH yang dikombinasikan dengan pupuk
anorganik 75% DA menghasilkan bobot kering tajuk yang tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan pupuk anorganik 100% DA yang dikombinasikan
dengan pupuk hayati 100% DH (Tabel 5).

22

Bobot Kering Akar
Perlakuan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.
Akan tetapi perlakuan pupuk hayati dan interaksi antara pupuk anorganik dan
pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar (Lampiran 9).
Pengaruh perlakuan pupuk anorganik 100% DA, 75% DA, dan 50% DA tidak
berbeda nyata, namun perlakuan pupuk anorganik 0% DA berbeda nyata dan lebih
rendah dari yang lainnya (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering akar
Perlakuan
Bobot Kering Akar (g/m²)
Anorganik
299.68 b
0% DA
447.54 a
50% DA
75% DA
449.68 a
100% DA
416.03 a
Hayati
422.93 a
0% DH
404.86 a
50% DH
400.43 a
75% DH
384.71 a
100% DH
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata
pada uji lanjut DMRT taraf 5%

Bobot kering akar tertinggi pada perlakuan pupuk anorganik terjadi pada
dosis 75% DA dengan bobot kering akar 449.68 g/m2 atau setara dengan 4.49
ton/ha. Bobot kering akar terendah terdapat pada perlakuan pupuk anorganik 0%
DA dengan bobot kering akar sebesar 299.68 g/m2 atau setara dengan 3 ton/ha.
Pada perlakuan pupuk hayati menunjukkan b