Kinerja Produksi dan Proyeksi Populasi Sapi Bali di Lahan Pascatambang Batubara di Sangatta

KINERJA PRODUKSI DAN PROYEKSI POPULASI SAPI
BALI DI LAHAN PASCATAMBANG BATUBARA DI
SANGATTA

SARIFUDDIN HASRI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Produksi dan
Proyeksi Populasi Sapi Bali di Lahan Pascatambang Batubara di Sangatta adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Sarifuddin Hasri
NIM D14090145

ABSTRAK
SARIFUDDIN HASRI. Kinerja Produksi dan Proyeksi Populasi Sapi Bali di
Lahan Pascatambang Batubara di Sangatta. Dibimbing oleh RUDY PRIYANTO
dan BRAMADA WINIAR PUTRA.
Reklamasi lahan pascatambang batubara memiliki potensi dalam usaha
peternakan. Namun perlu pengkajian yang mendalam terkait pemanfaatannya
dalam usaha pengembangan ternak. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
kinerja produksi sapi bali di lahan pascatambang batubara. Penelitian ini
dilakukan di kawasan bekas tambang batubara PT Kaltim Prima Coal pada bulan
Februari 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dan diolah
secara deskriptif. Berdasarkan hasil analisis, tingkat kematian anak mengalami
peningkatan dari tahun 2010 hingga 2012 yaitu 0%, 18.5% dan 44%. Tingkat
kematian dewasa ternak masih relatif rendah yaitu 2.97% sedangkan tingkat

kelahiran anak mencapai 68.93% dari jumlah betina. Bobot badan dan skor
kondisi tubuh sapi bali untuk semua kategori umur dan jenis kelamin masih
rendah karena suplay hijauan dan konsentrat yang terbatas. Hasil estimasi
populasi ternak dengan kecukupan suplai pakan dan manajemen yang baik untuk
10 tahun pengembangan menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Kata kunci: kinerja produksi, lahan pascatambang batubara, proyeksi populasi,
sapi bali

ABSTRACT
SARIFUDDIN HASRI. The Performance and Population Dynamics of Bali Cattle
at Ex-Coal Mining Site in Sangatta. Supervised by RUDY PRIYANTO and
BRAMADA WINIAR PUTRA.
Ex-coal mining site reclamation has the potential in the livestock business.
However, livestock development in that area needs further study. The aim of this
study was to examine the performance and population dynamics of bali cattle in
ex-coal mining site. The research was conducted in the ex-coal mining area of PT
Kaltim Prima Coal in February 2013. The study was carried out in true survey
method and the collected data and then analyzed descriptively. The results showed
that during the year 2010-2012, the calf mortality rate increased from 0% to 44%,
while adult cow mortality rate was relatively low at 2.97%. The calving rate was

considered medium at 68.93%. The bali cattle for all age and sex categories had
relatively low life weight and poor and medium condition. This might could be
due to a limited feed. Suplay of forage and concentrate ration. The estimated
population of bali cattle with sufficiency suplay of feed and good management
will show a signifant increase during the next 10 years.
Key words: bali cattle, ex-coal mining site, performance, population dynamics

KINERJA PRODUKSI DAN PROYEKSI POPULASI SAPI
BALI DI LAHAN PASCATAMBANG BATUBARA DI
SANGATTA

SARIFUDDIN HASRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kinerja Produksi dan Proyeksi Populasi Sapi Bali di Lahan
Pascatambang Batubara di Sangatta
Nama
: Sarifuddin Hasri
NIM
: D14090145

Disetujui oleh

Dr Ir Rudy Priyanto
Pembimbing I

Bramada Winiar Putra, SPt MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puja dan puji syukur Penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Kinerja Produksi dan
Proyeksi Populasi Sapi Bali di Lahan Pascatambang Batubara di Sangatta ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana peternakan di
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan
motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis mengucapkan terima kasih
kepada PT Kaltim Prima Coal yang telah memberikan izin tempat untuk
melakukan penelitian ini. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rudy
Priyanto dan Bapak Bramada Winiar Putra, SPt MSi selaku pembimbing skripsi
yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Rudi Afnan, SPt MscAgr yang telah
membimbing sejak masuk di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor hingga
sekarang. Tak lupa kepada Bapak Dr Ir Salundik, MSi dan Bapak Dr Ir Didid
Diapari, MSi selaku penguji ujian sidang saya yang telah memberikan masukan
dalam penyusunan skripsi saya. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada
orang tua, keluarga, dan teman-teman Golden Ranch 46 yang telah menjadi
motivasi penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Bogor, Juli 2013
Sarifuddin Hasri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan

Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Karakteristik Produktivitas Sapi Bali
Daya Dukung Lahan
Proyeksi Populasi Ternak
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

iv
iv
1
1
1
1
2

2
2
2
2
5
5
7
11
11
13
13
13
13
15

DAFTAR TABEL
1 Deskripsi skor kondisi sapi potong
2 Perhitungan kapasitas tampung kawasan peternakan
3 Nilai performa reproduksi dalam usaha pembibitan sapi bali di
peternakan sapi terpadu PT Kaltim Prima Coal

4 Rataan bobot badan dan kondisi tubuh sapi bali berdasarkan umur
5 Struktur populasi ternak sapi bali selama 10 tahun pengembangan

3
4
8
10
12

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi peternakan sapi terpadu (PESAT) PT Kaltim Prima Coal,
Sangatta, Kalimantan Timur
2 Curah hujan rata-rata per bulan di PT Kaltim Prima Coal tahun 2012
3 Kematian anak sapi bali di lokasi penelitian
4 Kondisi sapi bali di lokasi penelitian pada tahun 2010 (a) dan tahun
2012 (b)

5
6
9

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya pengembangan ternak membutuhkan lahan yang sangat luas untuk
kebutuhan ternak dan pakan yang akan ditanam. Lahan yang ada di Indonesia
sangat luas namun lahan untuk peternakan masih terbatas sehingga dalam
pengembangan ternak harus dilakukan integrasi lahan untuk memaksimalkan
penggunaan lahan tersebut. Pemanfaatan lahan pascatambang seperti tambang
batubara memiliki potensi yang baik untuk pengembangan peternakan.
Pemanfaatan lahan pascatambang batubara dalam pengembangan hijauan pakan
ternak sangat potensial karena hijauan cocok menjadi tanaman remediasi lahan
marjinal.
Pertambangan batubara adalah kegiatan dengan penggunaan lahan yang
bersifat sementara, oleh karena itu lahan pascatambang batubara ini dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan produktif lainnya seperti kegiatan
peternakan. Potensi lahan pascatambang batubara sangat besar diantaranya adalah
potensi lahan yang sangat luas. Adanya kegiatan peternakan di lahan
pascatambang batubara akan menghemat penggunaan topsoil tanah dalam
reklamasi lahan. Lahan pascatambang batubara yang telah direklamasi dapat

menunjang kegiatan peternakan. Namun tidak semua ternak dapat beradaptasi
dengan baik di lingkungan pascatambang. Oleh karena itu perlu dikaji lagi
mengenai ternak yang dapat dikembangkan di lahan pascatambang batubara.
Sapi bali dikenal sebagai salah satu plasma nutfah ternak Indonesia dan
merupakan ternak potong yang adaptif terhadap lingkungan tropis. Sapi bali juga
memiliki keunggulan lain yaitu memiliki tingkat reproduksi tinggi, bobot karkas
yang tinggi, dan mudah digemukkan. Sapi bali sangat mudah beradaptasi
terhadap lingkungan dan makanan, mudah dipelihara, cocok untuk ternak kerja
dan ternak potong dan memiliki produktivitas yang tinggi. Sifat adaptif terhadap
lingkungan inilah yang menjadikan sapi bali telah banyak dikembangkan di
berbagai daerah bahkan di daerah yang suhu udaranya cukup tinggi serta kondisi
lahan yang kurang baik seperti di daerah lahan pascatambang.

Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui
tingkat produksi sapi bali yang ada di lahan bekas tambang batubara. Penelitian
ini juga bertujuan untuk memproyeksikan populasi sapi bali dalam beberapa tahun
mendatang sesuai kapasitas tampung yang tersedia.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan bekas tambang batubara PT Kaltim Prima
Coal yang telah direklamasi. Ternak sapi bali yang telah dipelihara selama tiga
tahun dilihat kinerja produksinya terutama dalam aspek reproduksi. Berdasarkan

2
data kinerja produksi tersebut kemudian diproyeksikan populasi ternak yang ada
di lokasi penelitian dalam sepuluh tahun pengembangan.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan Februari 2013.
Penelitian ini dilakukan di area Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) di lahan
pascatambang milik PT Kaltim Prima Coal yang berlokasi di D2 Murung,
Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur dengan luas area ±22 ha.

Bahan
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah populasi sapi bali (Bos
sondaicus) yang telah dipelihara secara semi-intensif di lahan bekas tambang
sejak tahun 2010. Ternak tersebut merupakan sapi bali murni yang diperoleh dari
pembibitan sapi bali di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur.
Tenaga kerja kandang juga diperlukan dalam proses pengambilan data penelitian
dengan cara melakukan wawancara secara langsung.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan duduk
dengan kapasitas 2 kg untuk menimbang sampel rumput lapang, timbangan
gantung dengan kapasitas 50 kg untuk menimbang sampel rumput gajah dan
timbangan ternak untuk menimbang bobot badan ternak. Peralatan lain yang
digunakan adalah cuplikan 1x1 m untuk pengukuran luasan sampel rumput yang
akan diambil dalam perhitungan kapasitas tampung ternak, gunting rumput dan
alat tulis.

Prosedur
Penelitian ini menggunakan metode survei yakni wawancara dengan kepala
pengelola dan staf kandang yang ada di PESAT, dan observasi di lokasi penelitian.
Pengamatan dilakukan untuk melihat sistem pengelolaan dan budidaya ternak di
lokasi penelitian. Selain itu juga dilakukan pengukuran produksi hijauan pakan
ternak di kebun rumput dan padang penggembalaan. Data yang dikumpulkan
mencakup data primer dan sekunder.
(1). Data primer, diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di
lokasi penelitian meliputi: (1) produktivitas ternak sapi bali dan (2) kapasitas
tampung lokasi penelitian. Produktivitas ternak yang meliputi karakteristik
produksi yaitu kondisi ternak dan bobot badan ternak. Kondisi ternak diperoleh
melalui hasil pengamatan dan dinilai berdasarkan deskripsi yang dijelaskan oleh

3
Rutter et al. (2000). Deskripsi kategori skor kondisi tubuh tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1. Bobot badan diperoleh melalui penimbangan ternak.
Kapasitas tampung diukur berdasarkan penaksiran produksi hijauan pakan
ternak pada ladang penggembalaan dan kebun rumput melalui metode cuplikan
(ukuran cuplikan 1x1 m) secara acak. Pengambilan sampel hijauan sebanyak 5
ulangan untuk ladang gembala dan 3 ulangan untuk kebun rumput. Petak
cuplikan pertama diletakkan secara acak sedangkan petak cuplikan kedua dan
seterusnya diambil pada jarak sepuluh langkah dari petak cuplikan sebelumnya
dengan luasan yang sama. Petak cuplikan yang berturut tersebut membentuk satu
kumpulan (cluster). Sampel dipotong lebih kurang 5-10 cm di atas permukaan
tanah kemudian ditimbang beratnya. Data dianalisis dengan menghitung luasan
lahan, kebutuhan ternak, bahan kering hijauan ternak dan produksi hijauan.
Tabel 1 Deskripsi skor kondisi sapi potong
Skor
1

Kategori
Sangat kurus

2

Kurus

3

Sedang

4

Gemuk

5

Sangat gemuk

Deskripsi
Lemak tidak ada di sekitar pangkal ekor.
Tulang pinggul, pangkal ekor, tulang rusuk
secara visual terlihat jelas.
Tulang rusuk dapat diidentifikasi bila disentuh,
mulai sedikit tidak jelas.
Pangkal ekor, tulang pinggul, dan panggul mulai
tertutupi lemak.
Tulang rusuk dapat dirasakan dengan tekanan
tangan.
Pangkal ekor mulai tertutupi lemak dan dapat
dengan mudah dirasakan.
Lemak penutup di sekitar pangkal ekor jelas,
sedikit membulat, lembek bila disentuh.
Tulang rusuk tidak bisa dirasakan dengan
tekanan tangan.
Lipatan lemak mulai berkembang di atas tulang
rusuk dan paha ternak.
Struktur tulang tidak lagi nyata dan ternak
menunjukkan penampilan yang sintal dan
membulat.
Tulang pinggul, pangkal ekor, tulang rusuk, dan
paha dipenuhi dengan lipatan lemak.
Mobilitas ternak lemah yang diakibatkan oleh
lemak yang dibawanya.

Sumber: Rutter et al. (2000)

(2). Data sekunder, diperoleh dari catatan ternak (recording) yang telah
dilakukan oleh staf kandang meliputi karakteristik reproduksi yaitu tingkat
kematian (anak dan dewasa), tingkat kelahiran, selang beranak dan sex ratio serta
data populasi dan kesehatan ternak. Karakteristik area penelitian diperoleh dari
arsip PT KPC dan dinas terkait.

4
Analisis Data
Data yang diperoleh baik data sekunder maupun data primer dianalisis
secara deskriptif. Daya tampung ternak dihitung berdasarkan kebutuhan hijauan
makanan ternak yang tersedia di lahan penggembalaan dan kebun rumput dengan
luasan tertentu. Contoh perhitungan kapasitas tampung ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perhitungan kapasitas tampung kawasan peternakan
Rumus Perhitungan

Rataan bobot sampel (gram/ )
Produksi hijauan (kg/ha)
Pemanenan hijauan (kali/tahun)
Luas lahan (ha)
Produksi BK HMT lahan dalam
setahun (kg)
Kebutuhan BK HMT (kg/tahun)

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Kapasitas tampung

(7)

(6)

Jenis Lahan
Padang
Kebun Rumput
Penggembalaan
Hasil cuplikan
Hasil cuplikan
(1) x 8
/ha
(1) x 10
/ha
x kali
x kali
x ha
x ha
(2) x (3) x (4) x (2) x (3) x (4) x BK
BK HMT
HMT
3% x BB ternak x 3% x BB ternak x
365
365
(5)/(6)
(5)/(6)

Keterangan: BK HMT= = Bahan Kering Hijauan Makanan Ternak; BB = Bobot Badan

Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati berupa karakteristik kawasan peternakan dan faktor
eksternal yang mempengaruhi pengembangan sapi bali di lahan bekas tambang,
yakni:
1. Karakteristik kawasan peternakan meliputi; topografi, iklim dan curah
hujan, karakteristik tanah, kapasitas tampung ternak, penggunaan lahan,
luas lahan, dan potensi pengembangan ternak;
2. Karakteristik produktivitas ternak meliputi; struktur populasi, kematian
anak, kematian dewasa, kelahiran anak, selang beranak, sex ratio, kondisi
ternak dan bobot badan (berdasarkan umur dan jenis kelamin masingmasing);
3. Teknis peternakan meliputi; manajemen pemeliharaan, penerapan
teknologi reproduksi dan pakan, penanganan penyakit dan kesehatan
ternak serta sarana dan prasarana peternakan;
4. Proyeksi populasi sapi bali di lahan pascatambang batubara “PESAT”
dihitung berdasarkan struktur populasi, sex ratio, tingkat kelahiran, tingkat
kematian anak dan kematian dewasa, serta selang beranak.

5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Lokasi
Penelitian dilakukan di area reklamasi PT Kaltim Prima Coal (PT. KPC),
khususnya bagian Reclamation di Department Enviromental kawasan Tanggo
Delta. PT Kaltim Prima Coal beroperasi dalam wilayah Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) J2/JiDu/16/82 dengan batas
geografis 117º 27” 7.40” - 117º 40’ 43.40” BT dan 0º 31’ 20.52” - 0º 52’ 4.60”
LU, termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Kutai Timur, Provinsi
Kalimantan Timur. Kawasan pertambangan ini terletak sekitar 120 km di arah
Timur Laut Samarinda atau berjarak 200 km dari Balikpapan. Kegiatan yang
dilakukan adalah kegiatan eksplorasi, penambangan dan pemasaran batubara
dengan luas daerah kerja 90.960 ha, yang meliputi wilayah tambang Sangatta dan
Bengalon (PT Kaltim Prima Coal 2005). Salah satu lahan hasil reklamasi tambang
di PT. KPC dimanfaatkan dalam kegiatan peternakan. Lokasi peternakan ini
dinamakan Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) yang berada di D2 Murung dengan
luas lahan ± 22 ha (Gambar 1).

Gambar 1 Lokasi peternakan sapi terpadu (PESAT) PT Kaltim Prima
Coal, Sangatta, Kalimantan Timur
Secara umum program PESAT bertujuan sebagai pusat pembibitan dan
pelatihan usaha peternakan sapi bali untuk mendukung program swasembada
daging nasional sekaligus persiapan alternatif ekonomi bagi masyarakat terkait
dengan rencana penutupan tambang pada tahun 2021. Areal PESAT terbagi
dalam kantor dan mess, padang rumput seluas ±1.8 ha dan padang penggembalaan.
Bangunan dan fasilitas PESAT terdiri dari kantor, mess, kandang, gudang barang,
gudang pakan, kandang isolasi, pengolahan pupuk, tempat biogas, pos dan gazebo.

6
Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian
Kondisi tanah di lokasi tambang PT. KPC secara umum menunjukkan
perkembangan sedang hingga lanjut dengan tipe lahan dataran berombak dan
perbukitan. Bahan induk tanah umumnya berasal dari endapan AlluviumColluvium, batupasir dan batuliat. Jenis tanah utama di tambang Sangatta adalah
Inceptisol, Ultisol dan Alfisol. Kegiatan reklamasi dan peningkatan umur
reklamasi mempengaruhi perkembangan tanah dilihat dari sifat morfologi, fisik,
kimia dan biologi tanah. Lahan reklamasi bekas tambang batubara PT. KPC
memiliki kisaran nilai pH relatif masam. Nilai pH pada lahan reklamasi bervariasi
dan tidak menunjukkan adanya pola perubahan akibat adanya peningkatan umur
reklamasi. Tekstur tanah pada seluruh lahan reklamasi didominasi oleh liat dan
debu (Murjanto 2011).
Iklim dan Curah Hujan
Secara umum berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah
penambangan PT. KPC termasuk kategori iklim B, yaitu iklim basah dengan
kelembaban relatif berkisar antara 63%-100% (Kaltim Prima Coal 2005). Daerah
Sangatta memiliki iklim dengan curah hujan yang relatif tinggi.

Gambar 2 Curah hujan rata-rata per bulan di PT Kaltim Prima Coal tahun
2012
Sumber: Departemen Environment PT Kaltim Prima Coal

Data curah hujan rata-rata daerah Sangatta dan sekitarnya untuk tahun 2012
(Januari-April) dapat dilihat pada Gambar 2, dengan nilai rata-rata 204.9
mm/bulan, nilai maksimum 338.5 mm/bulan. Kondisi klimatologi di daerah
pertambangan PT Kaltim Prima Coal tercatat pada tiga stasiun meteorologi, yaitu
Laboratorium Environment Sangatta, Bandara Tanjung Bara dan Pit Bendili yang
memberikan data pengamatan yang meliputi suhu udara, tekanan udara,
kelembaban udara, serta arah dan kecepatan angin.

7
Tatalaksana Peternakan
Peternakan Sapi Terpadu (PESAT) PT Kaltim Prima Coal memiliki jumlah
sapi bali sebanyak 75 ekor diakhir tahun 2012. Sapi bali tersebut dipelihara
secara semi-intensif yakni ternak digembalakan di lahan penggembalaan pada
pagi hari mulai pukul 08.00 sampai pukul 16.00 dan dikandangkan pada sore hari
mulai pukul 16.00 sampai pukul 08.00. Sistem perkandangan dilakukan dengan
sistem koloni yakni setiap kandang koloni diisi 10-12 ekor ternak. Terdapat 11
kandang koloni di peternakan tersebut yang terdiri dari kandang induk, kandang
pedet dan kandang isolasi. Kegiatan pemeliharaan ternak dilakukan oleh pegawai
kandang dan para pemagang. Kegiatan tersebut diantaranya adalah pelepasan
ternak ke padang gembala, pembersihan kandang, pemanenan rumput gajah,
pemberian pakan, pengolahan limbah ternak dan penanganan kesehatan ternak.
Pemberian pakan merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam
proses pemeliharaan ternak. Sistem pemberian pakan pada peternakan sapi bali
PT Kaltim Prima Coal dilakukan dengan merumput di ladang gembala dan
diberikan rumput potongan. Rumput potongan yang sengaja di tanam di kebun
rumput seluas ± 1.8 ha merupakan rumput jenis Pennisetum purpureum (rumput
gajah).
Rumput gajah yang telah dipotong kemudian diangkut dengan
menggunakan gerobak mesin. Pakan rumput gajah dicacah terlebih dahulu
dengan mesin chooper yang ada di gudang pakan. Selain hijauan makanan ternak
yang ada di ladang pastura dan rumput gajah yang diambil di kebun rumput,
ternak tersebut juga diberikan pakan tambahan berupa dedak padi. Namun dedak
padi ini masih susah didapatkan sehingga kontinuitasnya masih kurang. Oleh
karena itu usaha yang dilakukan di peternakan tersebut untuk memenuhi
kebutuhan ternak adalah dengan menanam leguminosa, menanam rumput dan
mengawetkan hijauan ternak. Pengawetan hijauan ternak dilakukan karena
ketersediaan pakan yang fluktuatif. Hal ini dikarenakan hijauan yang ada di
ladang pastura dan kebun rumput memiliki produktifitas yang rendah. Namun
saat ini kegiatan pengawetan hijauan tidak dilakukan lagi.
Penanganan kesehatan ternak juga dilakukan di peternakan tersebut guna
untuk menanggulangi kemungkinan adanya penyakit yang menyerang ternak.
Hal-hal yang diperhatikan dalam penjagaan kesehatan ternak diantaranya adalah
kebersihan kandang, kebersihan ternak dan pemberian pakan yang cukup.
Kandang dan ternak dibersihkan setiap seminggu sekali menggunakan air sungai
di sekitar peternakan dengan menggunakan mesin pompa air. Penyakit-penyakit
yang biasa menyerang ternak diantaranya adalah penyakit mata, kembung dan
cacingan. Proses penanganan penyakit tersebut dilakukan oleh tenaga kandang
dengan terlebih dahulu mendapatkan pelatihan khusus dari tenaga ahli. Obat yang
digunakan adalah obat yang ada di pasaran.

Karakteristik Produktivitas Sapi Bali
Performa Reproduksi Sapi Bali
Performa reproduksi dalam usaha pembibitan sapi bali di Peternakan Sapi
Terpadu (PESAT) PT Kaltim Prima Coal selama tiga tahun (2010-2012) disajikan
pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa populasi sapi bali yang ada di
peternakan sapi terpadu tersebut secara umum mengalami peningkatan di tahun

8
2011. Namun pada tahun 2012 populasi mengalami penurunan jumlah ternak.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor reproduksi ternak diantaranya adalah
tingkat kelahiran ternak, tingkat kematian ternak, selang beranak dan rasio
kelahiran jantan dan betina.
Rata-rata tingkat kelahiran anak pertahun
berdasarkan data penelitian yang diperoleh adalah 68.93% dari jumlah betina dan
43.56% dari jumlah populasi. Tingkat kelahiran anak dari jumlah betina yang
diperoleh di Peternakan Sapi Terpadu Kalimantan Timur tersebut lebih rendah
jika dibandingkan dengan hasil penelitian Samberi et al. (2009) di Kabupaten
Kepulauan Yapen, Provinsi Papua yaitu 72.27% dari jumlah induk dan 19.51%
dari populasi. Tonbesi (2009) menjelaskan bahwa tingkat kelahiran anak dalam
penelitiannya mencapai 67.66±13.77% dari jumlah induk. Tingkat kelahiran anak
terhadap jumlah induk pada penelitian ini juga lebih rendah jika dibandingkan
dengan penelitian Bamualim dan Wirdahayati (2003) yang mendapatkan rata-rata
tingkat kelahiran anak terhadap jumlah induk sapi bali di Nusa Tenggara Barat
yaitu sebesar 75%-90%.
Tabel 3 Nilai performa reproduksi dalam usaha pembibitan sapi bali di
peternakan sapi terpadu PT Kaltim Prima Coal
Tahun
No Uraian (Peubah Diamati)
Rata-Rata
2010
2011
2012
1
Populasi (ekor)
16.00
26.00
11.00
a. Anak
0.00
16.00
28.00
b. Muda
c. Dewasa
33.00
45.00
36.00
2
Populasi (ST)
37.00
61.10
55.55
3
Kelahiran dari jumlah betina
64.29
80.00
62.50
68.93
(%/tahun)
4
Kelahiran dalam populasi
22.50
58.80
50.00
43.56
(%/tahun)
5
Calf mortality (%/tahun)
0.00
18.50
44.00
20.92
6
Cow mortality (%/tahun)
3.03
0.00
5.88
2.97
7
Sex ratio (%/tahun)
66.67
40.30
44.00
50.43
a. Jantan
b. Betina
33.33
59.38
56.00
49.57
8

Selang beranak (bulan)

13.00

Keterangan: ST = Satuan Ternak

Tingkat kelahiran ini dihitung berdasarkan jumlah anak yang lahir dibagi
jumlah total sapi betina dewasa dalam kurun waktu satu tahun. Rendahnya
tingkat kelahiran anak terhadap jumlah betina pada penelitian ini disebabkan
adanya faktor yang mempengaruhi sifat reproduksi ternak. Angka kelahiran yang
rendah disebabkan bibit dasar yang dimasukkan merupakan bibit muda dengan rataan
umur 1.5 tahun dan buruknya kondisi ternak sehingga membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk bereproduksi. Selain itu kurangnya pengetahuan tenaga kerja
kandang tentang aspek reproduksi ternak dan kurangannya penanganan dalam
program perkawinan juga mempengaruhi performan reproduksi ternak . Tingkat
kelahiran anak terhadap populasi pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan

9
dengan hasil yang didapatkan oleh Tonbesi (2009) yaitu 27.14±6.73%. Hal ini
dikarenakan populasi ternak yang ada di lokasi penelitian lebih rendah.
Rata-rata tingkat kematian anak di peternakan tersebut adalah 20.92% dari
kelahiran. Hasil ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat
kematian anak yang diperoleh di Sulawesi Selatan dan Bali yaitu 7% dan 8%
(Thalib 2002). Tanari (1999) yang melakukan penelitian di Bali memperoleh
kematian pedet sebesar 7.26% terhadap kelahiran atau sebesar 1.84% dari
populasi, sedang Panjaitan et al. (2003) menyatakan bahwa di Sumbawa kematian
pedet sebesar 5.3%. Hal ini menunjukkan bahwa kematian pedet merupakan
faktor utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas ternak sapi bali.
Tingginya calf mortality disebabkan oleh lemahnya mothering ability ternak.
Kematian pedet di lokasi penelitian disebabkan oleh keadaan lingkungan dan
manajemen pakan yang kurang baik. Rendahnya produktivitas hijauan makanan
ternak menyebabkan kebutuhan ternak tidak tercukupi. Akibatnya, induk sapi
mengalami stres pakan. Pedet yang lahir dari seekor induk yang mengalami stres
pakan akan dibatasi oleh rendahnya produksi susu. Kejadian stres pakan juga
dapat menyebabkan kemungkinan abortus (Gambar 3). Selain itu kematian anak
sapi tersebut juga disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari peternak yang
mengakibatkan ternak terperosok ke dalam lumpur yang ada di lokasi penelitian.
Kematian anak sapi juga dapat disebabkan oleh manajemen yang kurang baik
diantaranya adalah penanganan anak pasca melahirkan.

Gambar 3 Kematian anak sapi bali di lokasi penelitian
Tingkat kematian ternak dewasa di lokasi penelitian yang diperoleh adalah
2.97%. Tingkat kematian ternak dewasa ini tidak jauh berbeda dengan tingkat
kematian yang ada di Sulawesi Selatan dan Bali yaitu 3% (Thalib 2002).
Kematian ternak dewasa yang terjadi di lokasi penelitian ini disebabkan oleh
kurangnya pengawasan tenaga kerja kandang sehingga ternak terjepit di selokan
sungai. Selain itu kematian ternak dewasa juga disebabkan oleh kurangnya
kebutuhan ternak akan pakan yang menyebabkan ternak mudah terkena penyakit.
Performa Produksi Sapi Bali
Performa produksi sapi bali yang dijadikan parameter dalam penelitian ini
adalah bobot badan dan kondisi tubuh ternak. Rataan bobot badan dan kondisi
tubuh sapi bali ditampilkan pada Tabel 4.

10
Tabel 4 Rataan bobot badan dan kondisi tubuh sapi bali berdasarkan umur
Klasifikasi umur
Lokasi Penelitian
1. Umur ≤ 1 Tahun
a. Jumlah Sampel
7
7
Jantan
4
8
Betina
b.Skor Kondisi Tubuh
2.36±0.48
3.43±0.53
Jantan
2.25±0.50
3.25±0.46
Betina
c. Bobot Badan (kg)
46.13±6.61
89.08±7.63
Jantan
36.15±6.69
84.81±3.58
Betina
2. Umur 1–2 Tahun
a. Jumlah Sampel
12
4
Jantan
15
3
Betina
b.Skor Kondisi Tubuh
2.50±0.52
3.50±0.58
Jantan
2.57±0.50
3.67±0.58
Betina
c. Bobot Badan (kg)
117.58±33.23
131.23±4.46
Jantan
82.13±13.30
117.56±2.25
Betina
3. Umur ≥ 2 Tahun
a. Jumlah Sampel
1
1
Jantan
3
27
Betina
b.Skor Kondisi Tubuh
2.00
4.00
Jantan
2.67±0.58
3.44±0.97
Betina
c. Bobot Badan (kg)
172
271.68
Jantan
112.17±19.76
217.00±21.11
Betina
Keterangan: * data literatur menurut Effendi (2011)

Secara umum bobot badan ternak di lokasi penelitian masih rendah jika
dibandingkan dengan bobot badan ideal sapi bali pada kondisi lingkungan yang
baik. Pamungkas (2007) mengemukakan bahwa perbedaan variasi bobot badan
ternak di beberapa lokasi pemeliharaan terjadi akibat pengaruh lingkungan
terutama nutrisi dan sistem pemeliharaan. Ketersediaan pakan di lokasi penelitian
masih rendah sehingga nutrisi ternak tidak tercukupi. Hal ini juga dapat dilihat
dari kondisi tubuh ternak di lokasi penelitian yang menunjukkan 4% ternak sangat
kurus, 45.33% kurus, 48% sedang dan 2.67% gemuk. Kondisi tubuh yang kurang
baik ini akan berpengaruh pada tingkat kelahiran dan kematian anak. Gambar 4
menunjukkan perbedaan kondisi sapi bali pada tahun 2010 dan 2012 di lokasi
penelitian.

11

(a)
(b)
Gambar 4 Kondisi sapi bali di lokasi penelitian pada tahun 2010 (a) dan tahun
2012 (b)
Daya Dukung Lahan
Pada usaha sapi potong, lahan merupakan salah satu faktor produksi sebagai
tempat terselenggaranya kegiatan produksi dan penyedia hijauan makanan ternak.
Oleh karena itu perlu diperhatikan kebutuhan lahan dalam pemenuhan kegiatan
produksi ternak. Menurut Parakkasi (1999), konsumsi bahan kering satu ekor sapi
perhari sebesar 3% dari bobot badan. Satu satuan ternak (ST) setara dengan satu
ekor sapi seberat 455 kg (Santosa 1995). Berdasarkan asumsi tersebut dapat
dihitung kapasitas tampung ternak di lokasi penelitian dalam satuan ternak.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa di kawasan peternakan didapatkan
kapasitas tampung padang penggembalaan sekitar 0.27 ST/ha/tahun sedangkan
kebun rumput sekitar 23.84 ST/ha/tahun. Hasil ini menunjukkan tingkat
produktivitas hijauan makanan ternak masih rendah. Rataan produksi hijauan
makanan ternak di lokasi kawasan peternakan diestimasikan sekitar 1 326.7
kg/ha/tahun bahan kering untuk rumput di ladang gembala dan 118 799.9
kg/ha/tahun bahan kering untuk rumput di kebun rumput. Rendahnya produksi
hijauan makanan ternak disebabkan oleh kondisi tanah yang kurang baik. Hal ini
karena jenis tanah di kawasan peternakan adalah jenis tanah liat. Oleh karena itu
perlu adanya perbaikan kondisi tanah tersebut. Kotoran ternak dapat dijadikan
pupuk organik baik pupuk kompos maupun pupuk cair. Pemberian pupuk organik
ini dapat meningkatkan kesuburan tanah. Sapi bali dapat menghasilkan kotoran
ternak rata-rata 5 kg/ekor/hari (Hendaru et al. 2012).

Proyeksi Populasi Ternak
Proyeksi populasi ternak merupakan sebuah estimasi jumlah populasi ternak
pada tahun mendatang. Jumlah populasi ternak dapat diestimasi dengan
mengetahui jumlah populasi awal ternak dan koefisien teknis ternak. Dinamika
populasi ternak sapi bali kurun waktu tahun 2010 sampai 2012 telah dijelaskan di
atas (Tabel 3). Nilai koefisien teknis ternak di kawasan peternakan PT. Kaltim
Prima Coal masih rendah sehingga perlu ditingkatkan dengan perbaikan
lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja produksi sapi bali di lahan

12
pascatambang batubara belum optimal dan memiliki potensi yang besar jika
dilakukan dengan manajemen yang baik.
Perbaikan manajemen dilakukan untuk meningkatkan performa reproduksi
ternak. Kematian ternak dapat ditekan dengan cara menyediakan pakan ternak
agar tidak mengalami stres pakan, melakukan penanganan kesehatan ternak dan
melakukan penanganan ternak yang lahir. Menurut Panjaitan et al. (2002),
peningkatan reproduksi juga dapat dilakukan dengan kontrol perkawinan,
memperpendek selang beranak, meningkatkan fertilitas, meningkatkan bobot lahir
ternak dan mengurangi stres pakan. Apabila koefisien teknis ternak dapat
ditingkatkan dan tetap dipertahankan maka dapat diestimasikan populasi sapi bali
di kawasan peternakan PT Kaltim Prima Coal selama 10 tahun pengembangan
adalah 203 ekor. Proyeksi populasi sapi bali di kawasan pascatambang batubara
PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 5 Struktur populasi ternak sapi bali selama 10 tahun pengembangan
Struktur
Populasi
Pejantan
Betina induk
Anak
Dara 1-2 th
Dara 2-3 th
Jantan 1-2 th
Jantan 2-3 th
Total (ekor)
Total (ST)
Luas lahan (ha)
Kebun rumput
Pastura

Tahun Pengembangan
2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

3
31
11
16
2
12
0
75
46

2
29
17
4
15
6
12
73
54

3
38
26
8
3
9
6
87
56

3
37
26
12
7
13
8
98
63

3
39
28
13
12
13
12
108
72

4
44
34
13
12
14
13
121
80

4
49
40
16
12
16
13
137
88

4
54
44
20
15
20
16
157
102

5
61
50
22
18
22
19
178
116

6
70
57
25
20
25
21
203
132

1.8
13.0

2.2
12.6

2.3
12.5

2.6
12.2

3.0
11.8

3.3
11.5

3.6
11.2

4.2
10.6

4.8
10.0

5.5
9.3

Keterangan: ST= Satuan Ternak

Estimasi jumlah populasi ternak pada beberapa tahun mendatang harus
memperhatikan daya dukung lahan pada kawasan peternakan tersebut. Oleh
karena itu peningkatan kapasitas tampung ternak harus dilakukan agar kebutuhan
ternak dapat tercukupi. Peningkatan kapasitas tampung ternak dapat dilakukan
dengan memperluas lahan untuk hijauan makanan ternak atau dengan menambah
bahan pakan ternak seperti penggunaan leguminosa, penambahan konsentrat dan
penerapan teknologi pakan sehingga dengan peningkatan jumlah ternak,
kebutuhan ternak juga tetap terpenuhi. Pakan suplementasi berupa konsentrat
sangat sulit didapatkan di lokasi penelitian. Selain ketersediaannya yang terbatas,
harga konsetrat juga relatif mahal. Oleh karena itu hal yang paling mungkin
dilakukan adalah dengan mengubah sebagian lahan pastura menjadi lahan kebun
rumput. Peningkatan luasan kebun rumput untuk memenuhi kebutuhan ternak
selama sepuluh tahun mendatang diestimasi rata-rata adalah 13.31%.

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kinerja produksi sapi bali di lahan pascatambang batubara PT Kaltim Prima
Coal memiliki potensi untuk ditingkatkan dengan cara melakukan perbaikan
manajemen pakan. Manajemen pakan yang baik akan meningkatkan populasi
ternak sapi bali di lahan pascatambang tersebut dalam beberapa tahun mendatang.
Proyeksi populasi sapi bali di lahan pascatambang batubara menunjukkan
peningkatan yang signifikan dengan melakukan perubahan manajemen ke arah
yang lebih baik dan peningkatan kapasitas tampung ternak. Peningkatan kapasitas
tampung ternak dapat dilakukan dengan mengubah sebagian luasan pastura
menjadi lahan kebun rumput.
Saran
Saran untuk penelitian ini adalah perlu adanya perbaikan manajemen dan
penyediaan pakan yang lebih baik serta teknis tatalaksana peternakan secara
keseluruhan dan perlu dilakukan perbaikan kondisi tanah.
Program
pengembangan usaha pembibitan sapi bali di lahan pascatambang batubara juga
perlu mempertimbangkan kualitas SDM.

DAFTAR PUSTAKA
Bamualim A, Wirdahayati A. 2003. Nutrition and management strategies to
improve bali cattle productivity in Nusa Tenggara. Di dalam: Prosiding
Seminar Strategies to Improve Bali Cattle in Eastren Indonesia [Internet].
Denpasar(ID): ACIAR. 4-7 Februari 2002; [diunduh 2013 Jun 16]. Tersedia
pada: http://aciar.gov.au/files/node/470/pr110.pdf.
Effendi D. 2011. Pola pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh
Besar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hendaru IH, Saleh N, Wiraiya M. 2012. Kajian usaha ternak sapi bali (Bos
sondaicus) pada lahan kering di Kabupaten Halmahera Barat. Maluku(ID):
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara [Internet]. [diunduh
2013 Jun 1]. Tersedia pada: http://boedakrimbun.blogspot.com/2012/06/vbehaviorurldefaultvmlo.html.
Murjanto D. 2011. Karakterisasi dan perkembangan tanah pada lahan reklamasi
bekas tambang batubara PT Kaltim Prima Coal [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kaltim Prima Coal PT. 2005. Analisis mengenai dampak lingkungan PT Kaltim
Prima Coal untuk kegiatan peningkatan kapasitas produksi batubara.
Jakarta (ID): PT Kaltim Prima Coal.
Panjaitan T, Eliza K, Mashur, Muzani. 2002. Mating management to improve
reproduction performance of bali cattle in lombok island. Di dalam: Seminar

14
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Canberra, Australia.
Mataram(ID): [Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat].
Panjaitan T, Fordyce G, Poppi D. 2003. Bali cattle performance in the dry tropics
of Sumbawa. JITV. 8(3): 1-6.
Parakkasi A. 1990. Ilmu gizi dan makanan ternak ruminansia. Jakarta(ID): UI
Press.
Rutter L, Engstrom D, Hand R. 2000. Body Condition: Implications for managing
beef cows [internet]. [diunduh 2012 Sept 26]. Tersedia pada:
http://www.agric.gov.ab.ac/$departemen.deptdocs.nsf/all/agdex3450?opend
ocument.
Samberi KY, Nono N, Sumadi. 2009. Estimasi dinamika populasi dan
produktivitas sapi bali di Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua.
Buletin Petern. 34(3): 169-177.
Santosa U. 1995. Tata laksana pemeliharaan ternak sapi. Jakarta(ID): Penebar
Swadaya.
Talib C. 2002. Sapi bali di daerah sumber pembibitan dan peluang
pengembangannya. Wartazoa. 12(3): 1-8.
Tanari M. 1999. Estimasi dinamika populasi dan produktivitas sapi bali di
Provinsi Daerah Tingkat I Bali [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah
Mada.
Tonbesi TT. 2009. Estimasi potensi dan kinerja sapi bali di Kabupaten Timor
Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur [tesis]. Yogyakarta (ID):
Universitas Gadjah Mada.

Lampiran 1 Contoh perhitungan kapasitas tampung
Rumus Perhitungan

Rataan bobot sampel (gram/m2)
Produksi hijauan (kg/ha)
Pemanenan hijauan (kali/tahun)
Luas lahan (ha)
Produksi BK HMT lahan dalam setahun (kg)
Kebutuhan BK HMT (kg/tahun)
Kapasitas tampung (ST/ha/tahun)

Jenis Lahan
Padang
Kebun
Penggembalaan
Rumput
132.67
7 333.33
1 061.36

73 333.33

5.00

9.00

13.00
17 247.10
4 982.25

1.80
213 839.90
4 982.25

0.27

23.84

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sangatta pada tanggal 9 Oktober 1989 dari ayah
Aliudin dan ibu Sarina. Penulis adalah putra pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sangatta Utara dan pada tahun yang
sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan
Daerah Penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan.
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif
dalam organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Voli dan menjadi ketua pada
tahun 2010-2011. Pada tahun 2011-2012 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER) sebagai sekretaris
divisi klub ruminansia. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Ilmu dan
Teknologi Ternak Ruminansia Kecil. Penulis aktif dalam kegiatan olahraga.
Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis dalam kegiatan olahraga adalah Juara I
Olimpiade Mahasiswa IPB cabang sepak bola dan bola voli tahun 2009, Juara II
Kejuaran Nasional Futsal se-Fakultas Peternakan Indonesia tahun 2011 dan 2012.