1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keinginan individu bersumber pada kebutuhan masing-masing individu. Masing-masing individu meletakkan titik berat yang berlainan mengenai kebutuhan
dan keinginannya. Apabila kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat dicapai, manusia akan berusaha mencapainya dengan bekerja sama dengan orang lain atau
memasuki suatu organisasi dan di sini pulalah dimulai karir seseorang sebagai anggota organisasi. Robbins 1996 mengemukakan kebutuhan merupakan satu dari
tiga unsur kunci dalam definisi ‘motivasi’, sementara dua unsur yang lain adalah upaya dan tujuan organisasi. Banyak orang keliru memandang motivasi sebagai suatu
ciri pribadi, dimana beberapa orang memilikinya, sementara yang lain tidak. Beberapa manajer dalam praktiknya mencap karyawan yang tampaknya kekurangan
motivasi sebagai malas. Cap semacam ini mengandaikan seorang individu selalu malas atau kekurangan motivasi, walau sebenarnya motivasi merupakan akibat dari
interaksi individu dengan situasi. Berdasarkan analisis dari Robbins 1996 di atas maka tidak terlalu
mengherankan apabila dalam suatu organisasi akan banyak melihat ada individu yang begitu rajin dan tekun dalam bekerja, selalu berusaha mencapai prestasi yang lebih
baik, dan tidak mudah puas dengan hasil yang telah dicapai, sementara ada pula orang sudah merasa puas dengan prestasi yang sedang-sedang saja dan tidak terdorong
untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi. Bahkan ada juga individu yang terlihat
2
asal-asalan saja dalam bekerja, mudah putus asa, dan menganggap tugas yang diterima sebagai beban.
Menurut Mc. Clelland 1995 dalam motivasi berprestasi terdapat kecenderungan berprestasi dalam menyelesaikan suatu aktivitas atau pekerjaan
dengan usaha yang aktif sehingga memberikan hasil yang terbaik. Kebutuhan berprestasi tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standard
keunggulan. Di sini berarti seseorang yang motivasi berprestasinya tinggi apabila memperoleh tugas atau pekerjaan maka ia akan mengerjakannya dengan bersungguh-
sungguh dan berusaha memberikan hasil yang terbaik. Sebaliknya, individu yang motivasi berprestasinya rendah akan menjalankan tugas dan pekerjaan yang diberikan
kepadanya dengan kurang bersungguh-sungguh dan kurang terpacu untuk berusaha memberikan hasil yang maksimal.
Sebuah contoh kasus yang terjadi di Lincoln Electric Robbins, 1996, suatu perusahaan yang berlokasi di Clevaland dimana para pekerjanya menerima upah
menurut berapa produk yang dihasilkan tanpa upah jam-jam minimum yang dijamin. Sistem insentif berbagi-laba yang diterapkan perusahaan tersebut memberikan
manfaat positif baik untuk perusahaan maupun karyawannya. Seorang eksekutif perusahaan memperkirakan bahwa produktivitas keseluruhan Lincoln kira-kira dua
kali produktivitas pesaing domestiknya. Perusahaan meraih laba tiap tahun sejak titik terparah Depresi 1930-an dan tidak pernah meleset memberikan deviden kuartalan.
Selain itu tingkat keluarnya karyawan Lincoln termasuk yang terendah dalam industri Amerika Serikat.
3
Hasil penelitian yang dilakukan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro di beberapa BUMN di Jawa Tengah 2001 mengungkapkan, peningkatan produktivitas
karyawan ternyata bukan disebabkan oleh upah Nugroho, www.suaramerdeka.com
karangankhas . Ada tiga variabel non-upah yang justru bisa meningkatkan
produktivitas karyawan. Pertama, kepuasan kerja yang mencakup dimensi-dimensi rasa dihargai oleh atasan, dorongan rekan sekerja, kerja sama antar karyawan,
kesempatan untuk maju dan berkreasi, serta iklim keterbukaan dalam bekerja. Kedua, keterlibatan kerja; dan ketiga, komitmen organisasi yang diperinci menjadi dimensi-
dimensi rasa bangga bekerja di perusahaan, keinginan memberi yang terbaik bagi perusahaan, kesediaan menerima setiap penugasan oleh perusahaan, dan perasaan
bahwa bekerja di perusahaan yang bersangkutan sebagai pilihan terbaik. Menurut Gibson, 1990 motivasi berhubungan erat dengan bagaimana
perilaku itu dimulai, disokong, dikuatkan dan diarahkan. Motivasi yang lebih berhasil adalah dorongan yang timbul atau datang dari individu itu sendiri. Oleh karena itu
dasar untuk memotivasi karyawan antara lain adalah membuat suasana kerja yang dapat menimbulkan atau membuat karyawan dapat bertindak dan melakukan sesuatu.
Karyawan bekerja bukan hanya untuk memperoleh imbalan yang tinggi, tetapi juga memikirkan untuk menyatakan dirinya self actualization. Sedangkan dari pihak
perusahaan persyaratan-persyaratan yang diminta semakin tinggi. Tenaga-tenaga yang mempunyai tingkat ketrampilan tinggi makin banyak diminta. Jelaslah bahwa
hubungan timbal balik karyawan dan perusahaan menimbulkan perkembangan yang positif. Perusahaan yang memperhatikan kebutuhan karyawannya akan membuat
karyawan termotivasi untuk berprestasi lebih tinggi.
4
Agar dapat mewujudkan motivasi berprestasi yang tinggi dibutuhkan kontrol yang baik dan itu didapat dari atasan, masyarakat atau keluarga dan rekan sekerja.
Karena motivasi berprestasi bisa terbentuk dengan baik jika lingkungan sekitar mendukung. Dukungan dari lingkungan atau disebut juga dukungan sosial sangat
dibutuhkan oleh SDM, baik itu dukungan moril maupun materiil. Dukungan dari lingkungan kerja diberikan misalnya dengan promosi atau mutasi jabatan, memberi
kesempatan karyawan untuk mengembangkan bakat, menambah pengalaman, mewujudkan sistem pola karier yang mapan, mewujudkan mekanisme kerja yang
dinamis. Hal ini dilakukan untuk menghindari kejenuhan sehingga akan timbul gairah kerja yang tinggi.
Berbagai upaya yang dilakukan manajemen untuk menciptakan SDM yang berkualitas dengan mengadakan penyegaran dan pelatihan. Memberdayakan SDM
memang sudah merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi karena melalui pelatihan SDM akan menciptakan keunggulan insani. Pengembangan
wawasan akan menciptakan visi sehingga inovatif, menjadi profesional dan memiliki sense of belonging sehingga loyal dan punya dedikasi. Ciri-ciri SDM yang berkualitas
yaitu memiliki kebanggaan atas tugas dan pekerjaannya. Dengan memiliki kebanggaan ia akan mencintai pekerjaannya itu. Dengan mencintai pekerjaannya ia
akan bersemangat atau akan menunjukkan perilaku sebagai indikasi moral kerja yang tinggi atau sebaliknya. Motivasi berprestasi itu timbul diantaranya dengan
memberikan dukungan sosial secara baik dalam perusahaan atau organisasi yang akan berpengaruh terhadap sikap jiwa atau perasaannya yang pada akhirnya mempengaruhi
moral atau semangat kerja. Kartono 1994 menambahkan jika emosi karyawan
5
menjadi lebih positif sehingga motivasi berprestasi bisa dipertinggi maka akan muncul tim kerja yang akrab dan penuh persahabatan sehingga akan berakibat
karyawan tersebut menjadi lebih rajin dan senang bekerja. Dukungan sosial bisa didapatkan dari berbagai sumber. Menurut Fusiler
1986 dukungan sosial bersumber antara lain: orangtua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup, sahabat, rekan kerja, atau juga dari tetangga. Dukungan
tersebut biasanya diinginkan dari orang-orang yang signifikan seperti keluarga, saudara, guru, dan teman, dimana memiliki derajat keterlibatan yang erat.
Dukungan sosial diharapkan mampu menunjang seseorang melalui tindakan yang bersifat membantu dengan melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan
materi dan penilaian positif pada individu atas usaha yang telah dilakukannya. Dukungan sosial inilah nanti yang diharapkan membantu individu memiliki motivasi
berprestasi tinggi. bekerja secara optimal dan penuh semangat Di era sekarang muncul suatu bentuk status yang membedakan antara
karyawan tetap dan karyawan kontrak tidak tetap. Secara sederhana dapat diartikan bahwa karyawan tetap merupakan karyawan yang diangkat oleh perusahaan untuk
bekerja secara penuh dalam tempo waktu yang tidak dibatasi, sedangkan karyawan kontrak merupakan karyawan yang bekerja berdasarkan kontrak yang dibuat oleh
perusahaan dan disepakati bersama, dan karyawan tersebut bekerja kepada perusahaan dalam tempo yang dibatasi.
Pembedaan status antara karyawan tetap dan karyawan kontrak yang diberikan perusahaan kepada karyawannya merupakan salah satu indikasi dalam pembentukan
6
perilaku yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan perusahaan. Aniek 2005 menjelaskan bahwa status kerja karyawan
terbagi menjadi karyawan tetap dan karyawan dalam masa latihan on the job training. Karyawan tetap adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja
pada pengusaha dengan menerima upah untuk waktu tidak tentu, hubungan kerja tidak dibatasi oleh jangka waktu tertentu berlakunya perjanjian atau selesainya suatu
pekerjaan. Sedangkan karyawan dalam masa pelatihan on the job training adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima
upah untuk waktu tertentu, hubungan kerja dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Masa percobaan karyawan
kontrak maksimal tiga bulan dan masa kerjanya selama-lamanya dua tahun. Karyawan kontrak merasa tidak nyaman dalam bekerja karena status yang
tidak jelas dan hanya memperoleh sedikit kemudahan-kemudahan dibandingkan karyawan tetap, seperti tunjangan-tunjangan dan fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh
perusahaan. Selain itu karyawan kontrak hanya bekerja ketika perusahaan membutuhkan saja, dan sewaktu waktu dapat diberhentikan oleh pihak perusahaan
tanpa diberi pesangon atau kompensasi yang memadai sehingga dapat menyebabkan karyawan kontrak tidak nyaman dan optimal dalam bekerja yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap motivasi berprestasi pada karyawan. Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas maka motivasi
berprestasi menjadi penting untuk diteliti. Karena selain seperti dikemukakan Robbins 1996 bahwa konsep motivasi merupakan topik yang paling banyak diteliti
dan dibahas dalam ilmu organisasi, kebanyakan organisasi belum berhasil
7
memadukan keamanan bekerja, rangsangan keuangan, keluwesan pekerjaan, dan standart produktivitas tinggi ke dalam suatu sistem yang memotivasi para
anggotanya. Penelitian tentang motivasi berprestasi juga akan bermanfaat bagi pengelolaan organisasi agar para manajer atau pengelola dapat mengembangkan cara-
cara baru untuk meningkatkan motivasi berprestasi anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu belum pernah ada penelitian
tentang motivasi berprestasi yang ditinjau dari segi persepsi terhadap dukungan sosial Berdasarkan uraian-uraian yang telah tersebut di atas dapat dibuat rumusan
masalah: Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan motivasi berprestasi pada karyawan? Rumusan masalah di atas menarik perhatian
penulis untuk meneliti lebih lanjut, maka dalam penelitian ini penulis mengambil
judul: ”Hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan motivasi
berprestasi pada karyawan”
B. Tujuan Penelitian