Hubungan kecerdasan emosional terhadap akhlak siswa SMP Negeri 3 Tangerang Selatan

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL
TERHADAP AKHLAK SISWA SMP NEGERI 3
TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh
Khozinatun Masfufah
NIM: 1110011000003

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAKSI

Khozinatun


Masfufah

(1110011000003).

Hubungan

antara

Kecerdasan Emosional dan Akhlak Siswa SMP Negeri 3 Tangerang
Selatan.

Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah (1)
Masih banyak pendidik yang belum memberikan keteladanan dalam
usaha pemebentukan kepribadian anak., (2) Paradigma pendidikan yang
mengedepankan IQ sebagai tolak ukur keberhasilan pembelajaran, (3)
Banyak masalah yang muncul dari faktor internal (kepribadian), dari
permasalahn ini penulis ingin melihat hubungannya dengan kecerdasan
emosional. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Untuk
mengetahui sejauh mana siswa dapat meningkatkan kecerdasan emosional
guna meningkatkan akhlak dalam kehidupan sehari-hari, (2) Untuk

mengetahui bagaimana akhlak yang dimiliki oleh siswa, (3) Membuktikan
adanya hubungan antara keceerdasan emosional dan akhlak siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif. Dalam pelaksanaan penelitian ini metode yang
digunakan adalah metode studi korelasi Pearson Product Moment. Metode
ini dipilih berdasarkan variabel yang diteliti, masalah yang dirumuskan
dan hipotesis yang diajukan. Adapun penelitian yang dilakukan adalah
penelitian mennggunakan angket atau kuesioner, observasi, dan
dokumentasi. Teknik pengolahan data dalampenelitian ini adalah : (1)
editing yaitu meneliti semua angket atau kuesioner satu persatu tentang
kelengkapan pengisian dan kejelasannya, (2) Tabulating, yaitu
mentabulasikan data jawaban yang berhasil di kumpulkan kedalam tabel
yang telah di sediakan, (3) Skoring, yaitu memberikan nilai pada setiap
jawaban angket. Untuk analisis data menggunakan analisa statistik dengan
rumus Pearson Product Moment.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa nilai signifikan korelasi = 0,004. Karena sig. < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan
akhlak dan memiliki hubungan yang positif dan sedang dengan nilai
sebesar 0,419.


Kata Kunci : Kecerdasan Emosional, Akhlak Siswa

i

ii

KATA PENGANTAR

‫بسم ه الرحمن الرحيم‬
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan petunjuk dan
bimbingan-Nya kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Strata 1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, para tabi’in dan
tabi’atnya semoga kita tetap konsisten berada dalam sunnahnya.
Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai usaha untuk aplikasi hasil belajar.
Walaupun penyusunan skripsi ini dilakukan maksimal, namun penulis menyadari

keterbatasan penulis sebagai manusiayang tak luput dari ketidak sempurnaan.
Kajian lebih lanjut dan kontribusi pemikiran-pemikiran dari pihak-pihak yang
lebih kompeten senantiasa penulis dengan tangan terbuka menerima segala saran
maupun mauskan yang bersifat membangun, demi lebih matangnya daya analisa
dan pengetahuan penulis kemasa depan. Semoga tulisan ini memberikan
kontribusi yang berarti bagi perkembangan pemikiran tentang pendidikan,
terutama Pendidikan Agama Islam.
Dengan kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan untaian kata
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam mengerjakan skripsi ini baik dalam bentuk materi, spirit, do’a
maupun yang lainnya, yaitu kepada :
1.

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Ibu Hj. Nurlena Rifa’i. MA. Ph.D

2.

Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Abd Majid Khon, M.Ag


3.

Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Ibu Hj. Marhamah Saleh, Lc. M.Ag

iii

4.

Dosen Pembimbing, Ibu Siti Khadijah, M.A yang penuh kesabaran dan
keikhlasan dalam membimbing penulis selama ini.

5.

Seluruh Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu pengetahuan
serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Semoga ilmu
yang Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah swt.


6.

Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Tangerang Selatan dan seluruh jajaran dewan
guru, yang telah membantu dalam memberikan data informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian, seluruh sivitas akademik SMP Negeri 3
Tangerang Selatan.

7.

Ayahanda Abdurrohman dan Ibunda Wasliyah tercinta, yang kasih sayang
dan pengorbanannya kepada penulis tak terbatas, semoga Allah selalu
menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi penulis. Kedua
adikku Umi Zakiah dan Ahmad Syibawaih yang terus mendo’akan dan
memotivasi ketika ku mulai malas. Kalian adalah motivator terhebatku!

8.

Teman-teman mahasiswa Pendidikan Agama Islam Kelas A angkatan 2010
yang telah bersama-sama berjuang demi meraih cita-cita yang kita
banggakan, kalian adalah keluarga kedua bagi penulis yang senantiasa

mendukung dan memotivasi penulisan skripsi hingga selesai.

9.

Sugawan-sugawati Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD)
JABODETABEK, baik alumni, pengurus maupun anggota yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, atas segala bantuan, do’a dan dukungannya.

10. Indrawan-indrawati Persatuan Mahasiswa Indramayu (PERMAI-AYU) DKI
JAKARTA, baik alumni, pengurus maupun anggota yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, atas segala bantuan, do’a dan dukungannya.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudahmudahan bantuan, bimbingan, semangat dan do’a yang telah diberikan menjadi
pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan di akhirat kelak.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua khususnya bagi penulis, umumnya
kepada semua pembaca.

iv

Jakarta, 17 September 2014


Khozinatun Masfufah

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................

i

KATA PENGANTAR ................................................................

iii

DAFTAR ISI ...............................................................................

vi

BAB I - PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................... 4
C. Pembatasan Masalah .................................................... 4
D. Rumusan Masalah ........................................................ 4
E. Tujuan Penelitian ......................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ....................................................... 6

BAB II - KAJIAN TEORI

A. Kecerdasan Emosional ................................................ 7
1. Pengertian Kecerdasan Emosional ........................ 7
2. Aspek Dasar Kecerdasan Emosional ..................... 9
a. Mengenali Emosi Diri ............................... 9

b. Mengelola Emosi ....................................... 10
c. Memotivasi Diri Sendiri ............................ 10
d. Mengenali Emosi Orang Lain .................... 10
e. Membina Hubungan Sosial (Social Skill) .. 10
3. Faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional 11
4. Kecerdasan Emosional Kaitannya dalam Islam .... 12

5. Pengukuran Kecerdasan Emosional ...................... 14
6. Pengaruh Emosi Terhadap
Perilaku dan Perubahan Fisik Individu .................. 16
B. Akhlak .................................................................... 16
1. Pengertian Akhlak ................................................ 17
2. Ruang Lingkup Akhlak Islami ............................. 19
vi

3. Pembentukan Akhlak ........................................... 21
4. Metode Pembinaan Akhlak .................................. 22
5. Manfaat Akhlak Yang Mulia ............................... 23
C. Hasil Penelitian yang Relevan ................................ 24
D. Kerangka Berpikir .................................................. 26
E. Hipotesis Penelitian ................................................. 27

BAB III - METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian .................................................. 28
B. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................... 28
C. Metode Penelitian ........................................................ 28
D. Populasi dan Sampel .................................................... 28

E. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 29
a. Observasi .............................................................. 29
b. Angket .................................................................. 29
c. Studi Dokumentasi ............................................... 31
F. Teknik Pengolahan Data .............................................. 31

BAB IV - HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum SMP Negeri 3 Tangsel ............... 35
1. Sejarah singkat SMP Negeri 3 Tangerang Selatan ... 35
2. Visi dan Misi ............................................................ 36
3. Keadaan Guru dan Tenaga Kependidikan ................. 38
4. Keadaan siswa .......................................................... 38
5. Sarana dan Prasarana ................................................ 38
B. Deskripsi Data ............................................................ 39
C. Uji Hipotesis Penelitian ............................................. 70
D. Keterbatasan Penelitian ............................................ 79

vii

BAB V - PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................. 80
B. Implikasi ..................................................................... 80
C. Saran ........................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 82
LAMPIRAN

viii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pola pembangunan sumber daya manusia di Indonesia selama ini terlalu
mengedepankan IQ1 (kecerdasan intelektual) dan materialisme tetapi
mengabaikan EQ2 (kecerdasan emosi) terlebih SQ3 (Kecerdasan spiritual).
Pada umunya masyarakat Indonesia memang memandang IQ paling utama,
dan menganggap EQ sebagai pelengkap, sekedar modal dasar tanpa perlu
dikembangkan lebih baik lagi. Fenomena ini yang sering tergambar dalam
pola asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan juga sekolahsekolah negeri atau swasta pada umumnya. Maka tidak heran kalau banyak
remaja siswa Menengah ke atas berprestasi tapi tidak sedikit kemudian
mereka yang berprestasi juga menjadi siswa yang urakan dan mengabaikan
tanggung jawabnya dalam menjalani proses pendidikan di sekolah, terjebak
dalam pergaulan bebas, narkoba dan atau budaya tawuran sering dilakukan.
Pengaruh obat-obatan terlarang, budaya kritis yang cenderung negatif karena
mengurangi kesopanan pada guru dan orang tua, selama ini menjadi ciri
adanya perubahan budaya pada remaja siswa di Indonesia.
Akhlak merupakan salah satu terpenting bagian terpenting bagi
kehidupan, karena dengan akhlak maka akan dapat dibedakan anatara
manusia dengan makhluk Allah yang lain, manusia bisa dikatakan baik dan
buruk karena memiliki akhlak. Pembinaan akhlak dalam ajaran agama Islam
adalah bagian integral dari skeseluruhan ajaran agama Islam yang harus
dibuktikan dengan amal perbuatan.

1

Untuk penggunaaan kalimat kecerdasan intelektual, pada lembar-lembar berikutnya penulis
menggunakan singkatan IQ
2
Untuk penggunaaan kalimat kecerdasan emosional, pada lembar-lembar berikutnya penulis
menggunakan singkatan EQ
3
Untuk penggunaaan kalimat kecerdasan spiritual, pada lembar-lembar berikutnya penulis
menggunakan singkatan SQ

1

2

Sebagai manusia yang beragama, sudah barang tentu akhlakul karimah
sangat diperlukan untuk bergaul dengan baik. Baik dalam kehidupan
keluarga, sekolah maupun kehidupan ditengah-tengah masyarakat, sehingga
dengan demikian akhlak tersebut harus dibina, serta dipelihara supaya tidak
hilang dari diri manusia.
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilandasi dengan penuh
kesadaran dan penuh tanggung jawab dalam rangka membina dan membentuk
suatu kepribadian, kecerdasan dan keterampilan peserta didik, baik bersifat
jasmani maupun rohani. Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi
Pendidikan Suatu Pendekatan Baru mendefiniskan, “Pendidikan adalah usaha
sadar untuk menumbuh-kembangkan potensi sumber daya manusia melalui
pengajaran”4
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan, berdirilah lembagalembaga pendidikan, baik formal maupun non formal. Adapun yang formal
seperti SD, SMP SMA sedangkan yang non-formal seperti kursus-kursus,
private dan sebagainya. Dan di dalam lembaga formal tersebut terdapat
Pendidikan Agama Islam. Secara formal dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi disebutkan bahwa :
“Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati
hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran agama islam melalui sumber utamanya: kitab suci Al-Qur’an
dan Hadis melalui keinginan bimbingan, pengajaran, latihan, serta
penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati
penganut agama dalam masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan
persatuan bangsa.”5
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan
mulia di dunia ini, karena sempurna itulah manusia dikaruniai berbagai
potensi yang sangat luar biasa diantaranya adalah potensi kecerdasan (IQ:

4

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
rosdakarya, 1993) cet ke-1, h.1
5
Depdiknas, Kurikulum 2004 Standar Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003), h.7

3

Intelligence Quotion). IQ merupakan potensi dasar manusia dan merupakan
faktor genetik. Dengan IQ ini para ahli psikologi memilah-milah manusia ke
dalam berbagai tinggatakatn IQ. Dan mereka berkeyakinan bahwa semakin
tinggi IQ seseorang semakin tinggi pula orang itu menunjukkan
kemampuannya.6
Menurut penelitian Daniel Golmen seorang psikolog dari Harvard telah
menunjukkan bahwa manusia memilki suatu jenis potensi dasar yang lain,
yaitu Kecerdasan Emosional (EQ: Emotional Quotien), menurut pendapatnya
bahwa IQ akan dapat bekerja secara efektif apabila seseorang mampu
memfungsikan EQ-nya. IQ hanyalah merupakan satu unsur pendukung
keberhasilan seseorang, keberhasilan itu akan tercapai tergantung kepada
kemampuan seseorang itu menggabungkan anatara IQ dan EQ.
Pada tahun 2003 keluarlah Undang-Undang SIKDIKNAS (Sistem
Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 merupakan awal reformasi
pendidikan yang mencoba menyeimbangkan pola pembangunan SDM dengan
mengedepankan SQ (Kecerdasan spiritual), EQ (kecerdasan emosi) dan tidak
mengabaikan IQ (kecerdasan intelektual. Oleh karena itu, kecerdasan
emosional harus slalu diasah. Penelitian-penelitian telah menunjukkan bahwa
keterampilan EQ yang sama untuk membuat siswa yang bersemangat tinggi
dalam belajar, atau untuk disukai oleh teman-temannya di arena bermain,
juga akan membantunya dua puluh tahun kemudian ketika sudah masuk
kedunia kerja atau ketika sudah berkeluarga.
Sekolah merupakan tempat anak belajar berinteraksi dengan orang lain.
Sekolah harus membangun budaya yang mengutamakan aspek moral, cinta
kasih, kelembutan, nilai demokratis, menghargai perbedaan, berlapang dada
menerima kenyataan, dan menjauhkan diri dari nilai-nilai kekerasan. Sekolah
harus meningkatkan kecerdasan emosional (psikologis) yang berpengaruh
terhadap faktor Akhlak (tingkah laku) siswa agar dapat mencapai tingkat
mutu pendidikan
6

H. Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), cet.1, h. 255

4

Permasalahan yang banyak terjadi di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 3 Tangerang Sealatan adalah permasalahan yang berhubungan dengan
setting/beground keluarga siswa, yang sangat mempengaruhi tingkah laku
atau akhlak mereka di sekolah. Anak-anak yang memiliki permasalahan
keluarga (broken home) sering mengalami stress yang berlebihan sehingga
akan membuat mereka tidak besemangat dalam mengikuti pelajaran, dan
berlaku acuh-tak acuh terhadap semua orang. Kecerdasan para siswa dalam
mengelola emosi, khususnya mengelola setiap permasalahan yang mereka
hadapi tentu mempengaruhi tingkah laku atau akhlaknya. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk meneliti: ”Hubungan Kecerdasan Emosional terhadap
Akhlak Siswa SMP Negeri 3 Tangerang Selatan”

B. Identifikasi masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang dapat di
identifikasi masalah-masalah yang akan muncul adalah sebagai berikut :
1. Masih banyak pendidik yang belum memberikan keteladanan dalam
usaha pembentukan kepribadian anak.
2. Paradigma pendidikan yang mengutamakan IQ sebagai tolak ukur
keberhasilan pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah yang ada, maka agar penelitian ini
tidak terlalu meluas, maka masalah yang ada dibatasi pada:
1. Akhlak yang dimaksud dalam penulisan ini dibatasi pada akhlak kepada
Allah, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap
lingkungan siswa
2. Dalam penulisan ini siswa yang diteliti, dibatasi pada tingkat
pendidikan kelas VIII.9

5

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan suatu
masalah yaitu Bagaimana hubungan Kecerdasan Emosional terhadap akhlak
siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tangerang Selatan?

E. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian dalam penulisan
ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat meningkatkan kecerdasan
emosional guna meningkatkan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
2. Untuk mengetahui bagaimana akhlak yang dimiliki oleh siswa
3. Membuktikan adanya hubungan antara keceerdasan emosional dan
akhlak siswa.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat diantaranya:
1. Bagi individu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
informasi khususnya kepada para orang tua, konselor sekolah dan guru
dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa remaja untuk
menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya.
2. Bagi lembaga
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan tentang
kecerdasan

emosional,

baik

bagi

praktisi

pendidikan

dalam

membimbing tingkah laku (akhlak) siswa. Sehingga akan menjadi
manusia yang mandiri dan dewasa maupun bagi pengambilan kebijakan
untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan bidang
pendidikan agama bagi SMP Negeri 3 Tangerang Selatan dan bagi
pendidikan lain umumnya.

6

3.

Bagi ilmu pengetahuan
Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memperkaya hasil
penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai
pengaruh kecerdasan emosional terhadap akhlak siswa.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Dalam

memahami

kecerdasan

emosional,

penting

untuk

mengetahui terlebih dahulu apa itu kecerdasan dan apa itu emosional.
Dengan mengetahui hal tersebut maka akan memudahkan untuk
memperoleh gambaran dan memahami hakikat keceerdasan emosinal.
Oleh sebab itu sebelum membahas pengertian kecerdasan emosional
terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian kecerdasan dan pengertian
emosional.
Istilah kecerdasan emosi baru dikenal secara luas pertengahan 90an

dengan

diterbitkannya

buku

Daniel

Goleman

(Emotional

Intelligence).7 Goleman menjelaskan kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang orang lain.
Kecerdasan emosi adalah bentuk kecerdasan yang berkaitan dengan
sisi kehidupan emosi, seperti kemampuan untuk menghargai dan
mengelola emosi diri dan orang lain, untuk memotivasi diri seseorang
dan untuk mengatasi hubungan interpersonal secara efektif. Kecerdasan
emosional menurut Ary Ginanjar Agustian adalah seseorang yang
memiliki ketangungguhan, inisiatif, optomisme, dan kemampuan
beradaptasi.8
Istilah kecerdasan emosi pertama kali berasal dari konsep
kecerdasan sosial yang dikemukakan oleh Thordike pada tahun 1920
7

Agus Nggermanto. Quantum Quotient / Kecerdasan Quantum (Cara Praktis Melejitkan
IQ,EQ,dan SQ yang Harmonis) (Bandung: Nuansa, 2002), cet-4, h. 98
8
Ary Ginanjar Agustin. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (The
ESQ way 165) (Jakarta: Arga, 2003), cet-25

7

8

dengan membagi 3 bidang kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti
kemampuan

memahami

dan

memanipulasi

simbol

verbal

dan

matematika), kecerdasan konkrit seperti kemampuan memahami dan
memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti kemampuan
berhubungan dengan orang lain.9
Orang yang cerdas secara emosional adalah orang yang memahami
kondisi dirinya, memahami perasaan yang terjadi pada dirinya dan bisa
mengambil tindakan yang positif sebagai respon dari munculnya
perasaan itu. Orang tersebut juga mampu merasakan perasaan orang lain
dan bisa menanggapinya secara proporsional. Pusat EQ adalah di belahan
otak kanan. Stimulasi yang ditujukan kepada bagian otak kanan terbukti
bisa meningkatkan kecerdasan emosional seseorang.
David Coleman memberikan penjelasan melalui ciri-ciri orang
yang memilikin kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:
a. Memiliki pengaruh: melakukan taktik persuasi secara efektif.
b. Mampu berkomuniasi: mengirimkan pesan secara jelas dan
meyakinkan.
c. Manajemen konflik: merundingkan dan menyelesaikan pendapat.
d. Kepemimpinan: menjadi pemandu dan member ilham.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional
adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi
diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan
kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.
Orang yang cerdas secara emosi tidak memakai prinsip “harus
memiliki segalanya saat itu juga”. Mengendalikan dorongan hati
merupakan salah satu seni bersabar dan menukar rasa sakit atau kesulitan
saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih besar dimasa yang akan
datang. Kecerdasan emosi penuh dengan perhitungan. Orang yang cerdas
secara emosi tidak berada dibawah kekuasaan emosi. Mereka akan cepat
9

Monty P. Satiadarma dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan (Jakarta, Pustaka
Populer Obor, 2003), cet.1, h. 2

9

kembali bersemangat apapun situasi yang menghadang dan tahu cara
menenangkan diri. Mengelola suasana hati bukan berarti menekan
perasaan. Salah satu ekspresi emosi yang bisa timbul bagi setiap orang
adalah marah. Menurut Aristoteles, Marah itu mudah. Tetapi untuk
marah kepada orang yang tepat, tingkat yang tepat, waktu, tujuan dan
dengan cara yang tepat, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang
cerdas secara emosi. Ketiga hal tersebut diatas, merupakan kemampuan
untuk memahami dan mengelola emosi-emosi diri sendiri yang harus
dimiliki oleh orang-orang yang dikatakan cerdas secara emosi.
2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Menurut penelitian Daniel Goleman ahli psikologi membagi
kecerdasan emosional menjadi lima bagian yaitu tiga komponen berupa
kompetensi emosional (pengenalan diri, pengendalaian diri, dan
motivasi) dan dua komponen berupa kompetensi social (empati dan
keterampilan social). Lima komponen kecerdasan emosinal tersebut
adalah sebagai berikut :10
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan
untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan
ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi
menyebutkan kesadaran diri sebagai kepekaan, yakni kesadaran
seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer kesadaran diri
adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang
suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah
larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri
memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan
salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga
individu mudah menguasai emosi.

10

H. Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), cet.1, h. 257

10

b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam
menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras,
sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Kemampuan ini
mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melampiaskan
kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat
yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaanperasaan yang menekan.
c. Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri
individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta
mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusias, gairah,
optimis dan keyakinan diri.
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga
empati. Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali
orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang.
Individu

yang

menangkap

memiliki

sinyal-sinyal

kemampuan
sosial

empati

yang

lebih

mampu

tersembunyi

yang

mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia
lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap
perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang
lain.
e. Membina Hubungan Sosial (Social Skill)
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
keberhasilan antar pribadi. Keterampilan dalam berkomunikasi
merupakan

kemampuan

hubungan.

Kemampuan

dasar
sosial

dalam
erat

keberhasilan
hubungannya

membina
dengan

keterampilan menjalin hubungan dengan orang lain. Orang yang

11

cerdas secara emosi mampu menjalin hubungan sosial dengan siapa
saja. Orang-orang senang berada disekitar mereka dan merasa bahwa
hubungan ini berharga dan menyenangkan. Ini berarti kedua belah
pihak dapat menjadi diri mereka sendiri. Orang-orang dengan
kecerdasan emosi yang tinggi bisa membuat orang lain merasa
tentram dan nyaman berada didekatnya. Mereka menebar kehangatan
dan keterbukaan atau transparansi dengan cara yang tepat.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Walgito sebagaimana yang dikutip oleh Zainun Mu’tadin membagi
faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional menjadi dua, yaitu:
a) Faktor Internal
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki
dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani
adalah faktor fisik dan kesehatan individu. Apabila fisik dan
kesehatan seseorang terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi
proses

kecerdasan

emosinya.

Segi

psikologis

di

dalamnya

pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal berupa stimulus dari lingkungan dimana kecerdasan
emosionalnya berlangsung. Faktor eksternal meliputi: a) Stimulus itu
sendiri, stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan

seseorang

dalam

memperlakukan

kecerdasan

emosionalnya tanpa distorasi, dan b) Lingkungan atau situasi
khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosional.11
Maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional seseorang
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang ada dalam diri (faktor

Zainul Mu’tadin, Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja, Artikel diakses pada 12
Agustus 2014 dari http://www.e-psikologi.com/remaja/250102.htm
11

12

internal) dan faktor yang datang dari luar diri berupa stimulus dan situasi
khusus yang melatarbelakangi kecerdasan emosi.

4. Kecerdasan Emosional dan Kaitannya dalam Islam
Menurut Daniel Goleman, “untuk menentukan sukses dalam
kehidupan ini bukan kecerdasan intelektual tapi kecerdasan emosional”.
Kecerdasan emosioanl diukur dari kemampuan mengendalikan emosi dan
menahan diri. Dalam islam, kemampuan mengendalikan emosi disebut
sabar. Orang yang paling sabar adalah orang yang paling tinggi dalam
kecerdasan emosionalnya, seperti sabar dalam menghadapi kesulitan,
sabar ketika belajar dan orang tersebut tekun, berhasil mengatasi
berbagai gangguan dan tidak menuruti emosionalnya dan dapat
mengendalikan emosionalnya. Ini selaras dengan Firman Allah dalam
QS. Ali-Imran [2] ayat 134 berikut:

       

      

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.”
Teori Daniel Goleman mengenai kecerdasan emosional ini dapat

disimpulkan dalam peribahasa Arab sebagai ‫صبَ َر ظَفِ َر‬
َ ‫ َم ْن‬, artinya barang
siap ayang bersabar ia akan sukses.12 Hal ini bisa dikaitkan bahwa orang
yang sukses dalam hidupnya adalah orang yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi atau orang-orang yang sabar. Kecerdasan emosional
bisa dibentuk dengan melatih kesabaran dan tekun dalam menempuh
perjalanan. Seperti itulah seorang sufi yang menempuh perjalanan
menuju Allah. Hal inilah cara mengembangkan keceerdasan emosional.
12

Fery Syifa, Sabar Kunci Kecerdasan Emosional, Artikel diakses 13 Agustus 2014dari
http/://ferysyifa.tripod.com/sabar.htm

13

Orang-orang yang cerdas secara emosional adalah orang yang sabar
dan tabah dalam menghadapi berbagai cobaan, sabar dan tabah dalam
mengejar tujuannya. Orang-orang yang bersabar menurut al-Qur’an akan
diberi pahala belipat ganda di dunia dan akhirat. Pahal yang akan
diperoleh bagi orang yang bersabar yaitu shalawat (kebeerkatan yang
sempurna, rahmat, dan hidayat.
Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 157:13

           
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna
dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah; 157).
“Konsep kecerdasan emosional terkait dengan sikap-sikap terpuji
dari kalbu dan akal yakni sikap bersahabat, kasih sayang, empati, takut
berbuat salah, keimanan, dorongan moral, bekerja sama, beradaptasi,
berkomunikasi dan penuh perhatian serta kepedulian terhadap sesame
makhluk ciptaan Tuhan.”14
Dapat disimpulkan bahwa keceerdasan emosional dilihat dalam
perspektif Islam mempunyai makna yang beragam. Tetapi kesemuanya
itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat manusia terkait dengan
hubungan antara manusia dengan sesama makhluk ciptaan Allah atau
manusia yang berperan sebagai makhluk sosial.
Terkait dengan Pendidikan Agama Islam dimana ciri yang
menandai keceerdaan emosinal dalam pendidikan Islam terdapat pada
pendidikan akhlak. Dengan demikina terdapat keserasian antara ciri yang
menandai keceerdasan emosional dengan salah satu tujuan pendidikan
agama islam yaitu membina pribadi muslim yang berakhlak mulia.
Akhlak mulia atau al-akhlakul al-karimah dalam Islam adalah hal
yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual seperti
13

Departemen Agama RI, “al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya”, h. 24
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan (Bogor: Kencana, 2003), h. 45

14

14

konsistensi (istiqamah), rendah hati (tawadhu’), usaha keras (ikhtiar),
pasrah (tawakkal), ketulusan (ikhlas), totalitas (kaffah), keseimbangan
(tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan).15
Diharapkan dengan memiliki kecakapan emosional dan mempunyai
nilai spiritual yang tinggi, manusia bisa memiliki akhlak yang mulia dan
bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari guna mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
“Kecerdasan emosional juga bisa diartikan sebagai kognitif
qalbiyah karena hati merupakan cerminan dari pendidikan akhlak.”16
Dengan demikian hati harus dididik, diperbaiki, diluruskan, diberi
perhitungan dan diberi teguran. Pendidikan dan pelurusan hati bertujuan
memunculkan kecerdasan yang dimilikinya atau untuk mengobati
penyakit-penyakit psikis yang diderita. Dengan dididik dan diluruskan ,
hati akan dapat menggapai kondisi-kondisi rohani positif dan sifatsifatkesempurnaan.
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa dalam perspektif
Islam kecerdasan emosional itu bisa diartikan sebagai kemampuan
mengendalikan dan menahan diri atau sering disebut dengan sabar.
Kecerdasan emosional juga bisa diartikan sebagai kognitif qalbiyah yang
tercermin dalam pendidikan akhlak.

5. Pengukuran Kecerdasan Emosional
Thomas Stanley (dalam Meldasari Sadi) menyatakan bahwa
pengukuran kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan metode
personality assessement. Ada beberpa metode personality assessement
yang dianggap valid dan banyak digunkan dalam mengukur kecerdasan

15

Ari Ginanjar Agustin, ESQ The ESQ Way 165, (Jakarta: Arga, 2005), Cet. xx, h.280
M. Yaniyullah Delta Aulia, Melejitkan hati Otak Menurut petunjuk Al-Qur’an dan
Neurologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005). Cet. 1 h.14
16

15

emosional seseorang karena aplikasinya yang mudah dan tidak memakan
waktu lama. Metode yang digunakan yaitu:17
1) Alam Myers-Briggs Type Indicator (MBTI), yaitu: metode berupa
pertanyaan tentang perasaan atau tindakan yang biasa dilakukan
seseorang dalam situasi tertentu, berdasarkan jawaban individuakan
diklasifikasikan ekstrovet atau introvert, sensing atau intuit if,
thinking, atau feeling perceiving atau judging, klasifikasi tersebut
berupa tipe kepribadian. Dari perpaduan sifat-sifat di atas akan
menghadirkan tipologi kepribadian seseoang, apakah ia visioner,
kritis, skeptic, logis, dan analitis.
2) Dominan-Influence-Steadines-Conscientiousness(DISC),pengukuran
yang dikembangkan pertama klai oleh Walter Clarke pada tahun
50an, dan sampai sekarang tingkat akurasinya anatar 83%-95%.
DISC sekarang cukup populer di Indonesia. Seseorang diminta untuk
memilih satu pernyataan yang paling mencerminkan dirinya dan satu
pernyataan yang paling tidak mencerminkan dirinya. Biasanya tes ini
dikerjakan hanya hanya dalam waktu 10 menit, sudah akan dapat
diketahui tipe kepribadian seseorang, potensi kekuatan dan
kelemahan seseorang, serta hal-hal yang dapat memotivasi orang
lain.
3) Competence Based Interview (CBI), adalah metode interview
berstruktur, sedikit berbeda dengan interview biasa. Metode ini dapat
mengungkapkan pengetahuan dan keterampilan seseorang, persepsi
dan perilsku sosialnya, karakteristik pribadi, dan motivasinya.
Dalam penelitian ini untuk mengukur kecerdasan emosional siswa
menggunkana skala keceerdasan emosioanl yang dikembangkan dari
teori kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Daniel Goleman,
yang meliputi: mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi
diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.
Meldasari Sadi, “Mengukur Kecerdasan Emosional”, artikel diakses pada 15 Agustus
2014 dari http:/benefit-hrd.com/indek.phd?option.com.
17

16

6. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu
Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan
atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif ini adalah perasaanperasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu
situasi tertentu. Contohnya: bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak
senang) dan sebagainya. Berikut ini adalah contoh tentang pengaruh
emosi terhadap perilaku individu18
a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas
hasil yang telah dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena
kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbul rasa
putus asa (frustasi).
c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar apabila sedamg
mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap
gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d. Terganggu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri
hati.

B. Akhlak
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang
penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab, jatuh
bangunnya suatu masyarakat tergsntung kepada bagaimana akhlaknya.
Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila
akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya. Kejayaan seseorang
terletak pada akhlaknya yang baik, akhlak yang baik selalu membuat
seseorang menjadi aman, tenang dan tidak adanya perbuatan yang tercela.
Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan akhlak penulis akan
menguraikannya didalam skripsi ini.
18

Syamsul Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), cet.9, h.115

17

1. Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak dari segi bahasa menurut Jamil Shaliba
sebagaiman yang dikutip oleh Abuddin Nata, berasal dari bahasa Arab
yang berarti perangai, tabi’at, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun
agama.19
Definisi akhlak dilihat dari segi terminologi di kemukakan oleh
para ahli. Diantaranya sebuah definisi dari Ibnu Maskawaih menyatakan,
bahwa yang disebut “akhlaq” adalah:

َ َ‫حَالَََللَ َفسََدَاعَيَ َةَلَاَا‬
َ‫اَمنََ َغ رَيَفَ َكرَََوَََرَوَي رة‬
َ َ‫لَاَفَ َعاَل‬
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih
dulu)”.20
Dengan kalimat yang berbeda, Iman Al-Ghazali mengemukakan
definisi “akhlaq” sebagai berikut:

َ َ‫اسخَةََعََ َهاَت‬
َ ‫اَلََلقََ َعبَ َارةََعَنََ َهيَئَ رَةَفََالَفَسَََر‬
ََ‫ص َد َرَاََفَ َعالَََبسَ َه َولَ رَةَ َوَيسَ رََمَن‬
َ‫ل ََف َك رَََوَرَؤَي رة‬
َ َ‫غَيََ َحاجَ رَةَا‬
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu)”.
Dari pengertian tersebuat dapat dipahami bahwa akhlak merupakan
sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan
diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu
baik menurut pandangan akal dan agama, maka tindakan spontan itu
disebut akhlak yang baik (akhlakul karimah). Sebaliknya apabila
tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang buruk, maka
tindakan spontan itu disebut akhlak tercela (akhlakul mazmumah).

19

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.1
.M. Solihin, dan M Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna
Hidup, (Bandung: Nuansa, 2005), cet-1, h.18
20

18

Akhlak yang dimaksud di sini adalah akhlak menurut ajaran-ajaran
Islam. Karena dasar ajaran Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadits, maka
dasar akhlak juga adalah al-Qur’an dan al-Hadits atau Sunnah Rasul.
Sebagaimana dalam Q.S. al-Fath [48] ayat 29 berikut:

            
           

             

           

           

 

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman
yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu
kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orangorang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan
pahala yang besar.”
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa akhlak
adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan
menjadi kepribadian. Dari sini timbullah berbagai macam perbuatan
dengan sopan tanpa dibuat-buat tanpa memerlukan pikiran. Islam
mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi
perbuatan buruk. Ukuran baik dan buruk tersebut ditentukan dalam AlQur’an, maka kebenarannya wajib diyakini oleh setiap muslim.

19

2. Ruang Lingkup Akhlak Islami
M. Solihin dan M. Rosyid Anwar membagi ruang lingkup akhlak
Islami menjadi tiga bagian yaitu:21
a) Akhlak kepada Allah, diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan
sebagai akhlaki. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa
manusia perlu berakhlak kepada Allah antara lain: a) karena Allahlah yang telah menciptakan manusia. Dengan demikian sudah
sepantasnya berterima kasih kepada yang menciptakan. b) karena
Allah-lah yang telah memberi perlengkapan pancaindra, berupa
pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hatisanubari, disamping
anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. c)
karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan bahan
dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia,
seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air,
udara, binatang ternak, dan sebagainya. d) karena Allah-lah yang
telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan
menguasai daratan dan lautan.

Contohnya seperti ibadah yang

terdapat dalam QS. Al-Fatihah berikut:

    
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada
Engkaulah Kami meminta pertolongan.”
b) Akhlak terhadap sesama manusia, seperti yang dikemukakan dalam
al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia,
bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negative
seperti membunuh, menyakiti, badan dan mengambil harta tanpa
alas an yang benar, melainkan juga sampai menyakiti hati dengan

21

M. Solihin, dan M Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna
Hidup, (Bandung: Nuansa, 2005), cet-1, h .97

20

jalan menceritakn aib seseorang dibelakangnya, tidak peduli aib itu
benar atau salah. Setiap orang hendaknya didudukan secara wajar,
yang

melakukan

kesalahan

hendaknya

dimaafkan,

dapat

mengendalikan hawa nafsu amarah, mendahulukan kepentingan
orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Contohnya seperti
bersikap ramah kepada tetangga yang terdapat dalam Q.S. Al-Nisa
[4] ayat 36 berikut:

          

     
   

         
  
     

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibubapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan
diri.”
c) Akhlak terhadap lingkungan yaitu segala sesuatu yang disekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda
tak bernyawa. Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda tak
bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt, dan menjadi milikNya serta semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya.
Keyakinan ini mengantarkan seorang Muslim untuk menyadari
bahwa semuanya adalah “umat Tuhan” yang harus diperlukan
secara wajar dan baik. Akhlak terhadap lingkungan ini diajarkan
oleh al-Qur’an berdasarkan fungsi manusia sebagai khalifah di
muka

bumi.

Manusia

harus

mengayomi

dan

memelihara

lingkungan berkaitan dengan hal ini Rasulullah Saw bersabda:

21

َ ‫اَصالَ َة‬
َ ‫ال َة َوَكَلَو َه‬
َ ‫اَص‬
َ َ‫إَتَ َقواَالََفََهَ َذََالَبَ َهائَمََالَمَعَجَ َمةََفََاركَبََوه‬
“Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap
binatang, kendarai dan beri makanlah ia (binatang) dengan baik.”َ
Maka dapat disimpulkan bahwa akhlak Islami itu berbicara tentang
cara berhubungan dengan Allah, cara berhubungan dengan sesama
manusia, cara berhubungan dengan lingkungan, seperti: binatang,
tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain sebagainya. Dengan cara
demikian, masing-masing makhluk akan merasakan fungsi dan
eksistensinya di dunia ini.

3. Pembentukan Akhlak
Menurut Muhammad Athiyah, “Pendidikan budi pekerti dan akhlak
adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam”.22 Sementara Ahmad D.
Marimba mengatakan bahw “tujuan utama pendidikan Islam adalah
identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba
Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya
dengan memeluk agama Islam.23 Jadi, pembentukan akhlak sama dengan
tujuan pendidikan Islam, yaitu untuk menjadi hamba Allah, hamba yang
percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama
Islam.
Sedangkan

menurut

Imam

al-Ghazali

menyatakan

bahwa

pembentukan akhlak adalah “hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan,
dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh”.24
Pada intinya pembentukan akhlak memang perlu dibina supaya
terbentuk pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada orang tua, sayang kepada sesama
makhluk Tuhan. Keadaan pembinaan ini terasa diperlukan terutama pada
22

M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok pendidikan Islam, (Jakarta: BUlan
Bintang, 1974), Cet. 11, h. 15.
23
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif,
1980), Cet.4, h. 48
24
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 156

22

saat dimana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari
kemajuan di bidang iptek. Peristiwa yang baik dan yang buruk dengan
mudah dilihat melalui televisi, radio, internet, faximili dan sebagainya.
Dapat disimpulkan bahwa pembentukan akhlak merupakan hasil
usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap
berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia untuk
menjadi hamba Allah.

4. Metode Pembinaan Akhlak
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa usaha pembinaan
akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai
macam metode terus dikembangkan. Dari sini lalu muncul pribadipribadi Muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
hormat kepada orang tua, sayang kepada sesama makhluk Allah, dan
seterusnya. Di sisi lain, anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau
dibiarkan tanpa bimbingan, arahan, dan pendidikan, ternyata menjadi
anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai
perbuatan tercela, dan sebagainya.25
Ada beberapa cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan
akhlak antara lain:26
a) Pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara
kontinyu. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan
menjadi orang jahat. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi
pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan
yang bersifat pemurah, murah hati, dan murah tangan.
b) Cara paksaan. Seseorang yang ingin menulis mengatakan kata-kata
yang bagus misalnya, pada mulany