Persepsi Publik Pengguna Jalan Raya Tentang Polisi Lalu lintas Di Kota Bandung (Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Publik Pengguna Jalan Raya Tentang Polisi Lalu lintas)

(1)

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk memperolehgelarsarjana strata satu (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh : Aris Sudrajat NIM. 41808031

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKSI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(3)

(4)

iv

Polisi Lalu lintas )

Oleh : ArisSudrajat NIM :40808031

Skripsi ini dibawah bimbingan, Olih Solihin, S.Sos.,M.I.Kom.,

Fenomena-fenomena yang berkaitan dengan tentang Polisi Lalu Lintas masih sering terdengar miring. Pentingnya perubahan personil polisi lalu lintas mendukung tercapainya kualitas sumber daya manusia (SDM) Polisi dan juga dalam rangka memenuhi perannya yaitu memberikan pelayanan yang terbaik kepada pengguna jalan khususnya pengguna motor dan mobil.

Tujuan dari penelitian ini yaitu, ingin mengetahui bagaimana Persepsi Publik Pengguna Jalan Raya Tentang Polisi Lalu lintas Di Kota Bandung. sehingga untuk menjawab masalah diatas peneliti menganalisa selecting, organizing, dan interpretating

Tipe penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, studi pustaka, ditunjang oleh internet searching serta dokumentasi.

Hasil penelitian melalui wawancara dapat diperoleh bahwa pada tahap awal publik pengguna jalan raya menilai baik tantang polisi lalu lintas. Namun, setelah berhadapan langsung dengan polisi lalu lintas publik pengguna kendaraan motor dan mobil menjadi berbeda. Dimana kini mereka mempersepsi tidak baik pada polisi lalu lintas Kota Bandung belum memberikan pelayanan yang terbaik, masih banyak polisi yang bekerja secara tidak profesional.

Kesimpulannya bahwa persepsi publik pengguna jalan raya tentang polisi lalu lintas adalah publik pengguna jalan raya merasa belum puas dengan kinerja, sikap, dan perilaku polisi lalu lintas di Kota Bandung.

Saran yang ingin disampaikan oleh peneliti yaitu perlu adanya kontrol atau pengawasan yang harus dilakukan oleh pihak yang berwewenang dalam hal ini adalah kepala satuan polisi lalu lintas di Kota Bandung, sehingga oknum personil polisi lalu lintas di Kota Bandung yang tidak bersahabat dengan publik dapat diberikan sanksi yang berlaku dan bahkan tindakan.


(5)

v

Abstract

Public Perception Highway Users About Traffic Police In Bandung

(Qualitative Descriptive Study of Public Perceptions Highway Users About Traffic Police in the city of Bandung)

By :

ArisSudrajat

NIM. 41808031

This Script Under Guidance,

Olih Solihin, S.Sos.,M.I.Kom.,

Phenomena associated with about Traffic Police are still often heard skewed. The importance of changes in the traffic police personnel to support the achievement of the quality of human resources (HR) and the police in order to fulfill its role of providing the best service to road users especially users of motorcycles and cars.

The purpose of this study is, to know how public perception Highway Users About Traffic Police in the city of Bandung. so to answer the above problem is analyzing selecting, organizing, and interpretating.

Type this study used a qualitative approach with descriptive methods, data collection techniques used in this study were interviews, observation, library research, internet searching and supported by documentation.

The results obtained through the interviews that in the early stages of assessing the user's public highways challenged both the traffic police. However, after dealing directly with the public traffic police vehicle and motor car users to be different. Where now they do not perceive well in Bandung City traffic police have not given the best service, many police officers working unprofessionally.

The conclusion that the public perception of road users about traffic police are public highway users are not satisfied with the performance, attitudes, and behaviors of traffic police in the city of Bandung.

The advice to be conveyed by the researchers that the need for control or monitoring should be done by the authorities in this regard is the head of the traffic police force in the city of Bandung, so corrupt traffic police personnel in the city of Bandung which is not friendly to the public can be given sanctions apply and even action.


(6)

vi Assalammu’alaikum. Wr. Wb

Dengan mengucapkan Alhamdulillah Puji syukur Peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan karunia – Nya pada akhirnya Peneliti dapat membuat dan menyelesaikan Penyusunan Skripsi dengan lancar.

Ada pun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai bukti bahwa Peneliti telah melaksanakan penelitian skripsi sebagai syarat menempuh ujian sarjana pada program studi ilmukomunikasi konsentrasi jurnalistik.

Ucapan terikasih yang setulus – tulusnya penuls tujukan kepada kedua orang tua yang selalu memberikan semangat dan dukungan baik secara moral, spiritual, maupun material kepada penulis hingga detik ini.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini peneliti berharap semoga penelitian ini bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi banyak orang terutama bagi para pembaca. Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, saya sebagai peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Yth, Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Terima kasih atas bimbingan dan bantuan, serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis.


(7)

vii

2. Yth, Bapak Drs. Manap Solihat, M. Si, selaku Ketua Program StudiIlmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) yang telah memberikan dukungan serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

3. Yth, Ibu Melly Maulin, S.Sos., M. Si., selakuSekretaris Program Studi IlmuKomunikasiFakultasIlmu Sosial danIlmu Politik Universitas Komputer indonesia Bandung, yang telah memberikan dukungan serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

4. Yth, IbuRismawaty, S.Sos., M.Si,, selaku Dosen Wali yang telah membantu memberikan ilmu, bimbingan, motivasi, serta masukan berupa nasehat yang sangat bermanfaat bagi penulis selama perkuliahan.

5. Yth. BapakOlihSolihin, S.Sos., M.I.Kom., selaku Dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, dorongan, koreksi serta nasehat kepada penulis dan meluangkan waktu bimbingan untuk penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Yth. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi UNIKOM, yang telah mengajarkan penulis selama ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada peneliti selama perkuliahan berlangsung.

7. Kesekretariatan Prodi Ilmu Komunikasi, Mba Asri, yang telah meluangkan waktunya kepada penulis tentang segala keperluan berhubung dengan laporan penelitian.


(8)

viii kalian.

9. I Love U So Much….“Ibu Dodoh Hendarsih danLanny Tresia”, terimakasih buat dukungan dan semangat. Meskipun kadang – kadang suka galak.

10. My Brothe r“Iman triana, Zaenal mutaqqin, Taufik hidayat Aduy Triple D, Adul Simikiti”, My Sister “Dede Siti Nurhasanah” atas support dan kontribusinya and My Little Brother Rizky trimulya, play boy cap jempol ( Usep Ginanjar), Oon dan Nzei dan Kawan - kawan Walaupun tiap malem suka ganggu konsentrasi, tetapi peneliti tetap semangat mengerjakan skripsi.

11. Sahabat-sahabat jurnalistik tersayang yuda ( aduy ), Alfaris, Imam, rezza, Cabul Alias Reza Meidika, Cecep dan Hilman,yang tidak bisa peneliti sebut satu persatu. terimakasih untuk kalian yang selalu mengingatkan. kalian bakalan sealu jadi sahabat terbaik.

12. Teman-teman massa SMA yang masih memberikan supportnya untuk peneliti. Dan untuk kalian yang sudah membantu peneliti dalam memperkenalkan informan yang peneliti butuhkan. Thank’s for all….success too for all..

Akhir kata, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Jerih payah yang tak ternilai ini akan peneliti jadikan sebagai motivasi di masa yang akan datang.


(9)

ix

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu Peneliti dalam pembuatan skripsiini. Peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi Peneliti khususnya dan pembaca sekalian umumnya.

Bandung, 2012


(10)

x

SURAT PERNYATAAN ………...ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ………..... iii

ABSTRAK ………... iv

ABSTRACT ………... v

KATA PENGANTAR ………... vi

DAFTAR ISI ………..... x

DAFTAR TABEL ……….xvi

DAFTAR GAMBAR ………...... xv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakangMasalah ……….1

1.2.RumusanMasalah ……….... 10

1.2.1. PertanyaanMakro …...………. 10

1.2.2. PertanyaanMikro ...……….. 10

1.3.MaksuddanTujuanPenelitian ……...………..10

1.3.1. MaksudPenelitian ………...………. 10

1.3.2. TujuanPenelitian ……...………... 11

1.4.KegunaanPenelitian ……….………11

1.4.1. KegunaanTeoritis………....……… 11


(11)

xi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. TinjaunPustaka ………....13

2.1.1. TinjaunTentangIlmuKomunikasi .………... 13

2.1.1.1. PengertianKomunikasi ………. 13

2.1.1.2. Proses Komunikasi ……… 16

2.1.1.3. TujuanKomunikasi ...……….... 19

2.1.2. TinjaunTentangPersepsi……..………....20

2.1.2.1. DefinisiPersepsi ……… 20

2.1.2.2. Faktor yang MempengaruhiPersepsi …………. 24

2.1.2.3. Faktor – faktor yang MenentukanPersepsi …...25

2.1.2.4.PerbedaanpersepsidenganSensasi…………... 25

2.1.3. Publik ………... 28

2.1.4. KomunikasiAntarpribadi ……….. 29

2.1.5.FungsiBahasa Verbal dan Non Verbal dalam Berkomunikasi……….. 37

2.1.5.1. FungsiBahasa ...……….... 37

2.1.5.2. Bahasa Verbal dan Non Verbal ………. 38

2.2. KerangkaPemikiran ………40

2.2.1. KerangkaTeoritis ...……….. 40

2.2.2. KerangkaKonseptual ………...44

BAB III OBJEK DAN METODE PEANEALITIAN 3.1. ObjekPenelitian …...………...47


(12)

xii

3.2.2. TeknikPengumpulan Data ………... 53

3.2.2.1.StudiPustaka ………. 53

3.2.2.2. StudiLapangan ……….. 53

3.2.3. TeknikPenentuanInforman ……….56

3.2.4. TeknikAnalisis Data ……… 58

3.2.5. TeknikValidasi Data …...………...59

3.2.6. LokasiPenelitiandanWaktuPenelitian ..………....61

3.2.6.1. LokasiPenelitian ………... 61

3.2.6.2.WaktuPenelitian...……….... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. DeskripsiProfilInforman……...……….... 65

4.1.1. InformanPenelitian ……….…. 65

4.2. DeskripsiHasilPenelitian …...………....68

4.2.1. SelectingPublikPenggunaJalan Raya TentangPolisi LaluLintas Di Kota Bandung ………..…… 69

4.2.2. OrganizingPublikPenggunaJalan Raya TentangPolisi LaluLintas Di Kota Bandung …………..……… 72

4.2.3. InterpretatingPublikPenggunaJalan Raya Tentang PolisiLaluLintas Di Kota Bandung ………...…………. 74


(13)

xiii

4.3.1. SelectingPublikPenggunaJalan Raya TentangPolisi

LaluLintas Di Kota Bandung ………... 76

4.3.2. OrganizingPublikPenggunaJalan Raya TentangPolisi LaluLinta Di Kota Bandung ………78

4.3.3. InterpretatingPublikPenggunaJalan Raya Tentang PolisiLaluLintas Di Kota Bandung ………. 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……….……… 83

5.2. Saran ………..….. 84

5.2.1. PolisiLaluLintas………... 84

5.2.2.Akademik ………... 85

DAFTAR PUSTAKA ………..... 86

LAMPIRAN –LAMPIRAN ……….. 89


(14)

xiv

Table 3.1. Data InformanPeneliti ………72 Table 3.2.JadwalPenelitian ………. 83


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Hal 2.1. prosesterjadinyapersepsi ………... 40


(16)

xvi

……...………...…………

Lampiran3.LembarRevisiUsulanPenelitian ….………...…………... 91

Lampiran4.SuratRekomendasiPembimbingMengikutiSidangSarjana ... 92

Lampiran5.PedomandanJawabanWawancara …....…………...………... 93

Lampiran6.SuratPengantar …..………...………... 113

Lampiran7.Wawancaradenganfathirli……...………...……... 114

Lampiran 8.WawancaradenganUsep ..………... 114

Lampiran9.WawancaradenganBapakAgus……….………...115

Lampiran10.WawancaradenganBapakImanIsmai…..………... 115

Lampiran 11.Polisi Sedang Tilang Sopir Mobil Box ………... 116

Lampiran 12. PolisiSedangBertugasMengaturLaluLintas ……… 116


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia secara normatif – konstitusional adalah negara berdasarkan hukum, atau yang sering disebut sebagai negara hukum. Ditengah-tengah itu, polisi merupakan salah satu pilar yang penting, karena badan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum menjadi kenyataan.

Kita dapat melihat pada era Reformasi telah melahirkan perubahan paradigma Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam segenap tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang pada dasarnya memuat koreksi terhadap tatanan lama dan penyempurnaan kearah tatanan Indonesia baru yang lebih baik. Paradigma baru tersebut antara lain supremasi hukum, hak azasi manusia, demokrasi, transparansi dan akuntabilitas yang diterapkan dalam praktek penyelenggara pemerintahan negara termasuk didalamnya penyelenggaraan fungsi Kepolisian.

“Sejak reformasi bergulir, banyak perubahan yang dialami oleh bangsa Indonesia antara lain adanya kebebasan pers, adanya otonomi daerah yang semakin luas serta semakin kuatnya kedudukan legislatif ditingkat daerah dan terjadinya permasalahan kedudukan antara Polisi Republik Indonesia (POLRI) dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Namun disisi lain timbul masalah yang belum dapat ditangani secara tuntas seperti munculnya ketidakpuasan masyarakat dibeberapa daerah sebagai akibat perlakuan sistem pemerintahan yang sentralisasi, khusunya menyangkut pertimbangan anggaran keuangan antara pusat dan daerah, yang dianggap sangat merugikan kepentingan daerah serta terjadinya penindasan-penindasan hak Azasi manusia yang dilakukan oleh polisi selaku aparatur keamanan”. (Ganda Wibawa Sakti, 2000)


(18)

Pengidentifikasian polisi sebagai birokrasi kontrol sosial memang memberi deskripsi mengenai polisi itu. Polisi seyogyanya kita lihat tidak hanya menjalankan kontrol sosial saja, melainkan juga memberi pelayanan dan interpretasi hukum secara konkrit, yaitu melalui tindakan-tindakannya. Hal inilah yang menjadi salah satu tantangan utama polri ke depan adalah menciptakan polisi masa depan yang mampu secara terus menerus beradaptasi dengan perkembangan sosial, budaya ekonomi, dan politik masyarakat. Polisi harus mampu menjadi mitra masyarakat dengan berusaha memahami atau cocok dengan masyarakat, serta menjadi figur yang dipercaya sebagai pelindung, pengayom dan penegak hukum.

Harapan masyarakat demokratis adalah keberadaan polisi sipil profesional, yang lebih mengutamakan kemitraan ( Partnership ) dan pemecahan masalah ( problem solving ) untuk menunjukkan jati diri polisi sipil. Polisi yang ideal adalah bersifat humanis dan mampu berkomunikasi dari hati ke hati dengan warga masyarakat. Polisis harus senantiasa berupaya mengurangi rasa takut warga masyarakat akan adanya gangguan kamtibnas, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup mereka ( Susanto, 2008 : 87 ).

Penyelenggaraan fungsi kepolisian merupakan pelaksanaan profesi artinya dalam menjalankan tugasnya seorang personil polisi menggunakan kemampuan profesi, terutama keahlian dibidang teknis kepolisian.

Oleh karena itu dalam menjalankan profesi personil kepolisian tunduk pada kode etik profesi sebagai landasan moral. Etika profesi kepolisian sebagai mana dirumuskan dalam keputusan Kapolri No. Pol: Kep/32/VII/2003, telah


(19)

3

memberikan rambu – rambu perilaku apa saja yang harus dilakukan dan yang dilarang dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Dalam undang – undang kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 pada bab 1 ketentuan umum pasal 1,2,3 yang dimaksud dalam undang – undang tersebut dapat dijelaskn :

1. Kepolisian adalah segala ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga kepolisian sesuai dengan peraturan – perundang undangan. 2. Personil kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri

pada Negara Republik Indonesia.

3. Pejabat Kepolisian Negara Indonesia adalah personil Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang – undang memiliki wewenang umum kepolisian.

Pada pasal 5 ayat 1,2, bab 1 dijelaskan :

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kepolisian nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagai mana dimaksud ayat 1.

Oleh karena itu apabila kita melihat perubahan paradigma lama yang memberikan stigma bahwa polri adalah alat kekuasaan, yang menjalankan


(20)

kekuasaannya untuk melakukan tindakan refresif pada masyarakat, sedangkan UU nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengamanatkan, bahwa polri adalah pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.

Tuntutan pelayanan yang diwujudkan oleh polri baik sebagai individu maupun sebagai institusi hanya sebatas keinginan untuk berbuat, namun harus diwujudkan secara nyata dalam perilaku dan tindakan anggota maupun institusi dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan masyarakat baikmasyarakat secara umum maupun publik pengguna jalanraya.

Perilaku polisi yang melayani hendaknya lebih proaktif dalam berhubungan dengan masyarakat termasuk keinginan dan kesugguhan untuk menempatkan masyarakat setara dengan polisi dalam memecahkan permasalahan

– permasalahan yang ada dilingkungan sosial masyarakat.

Peran ini tidak mungkin terlaksana manakala kala tidak ada aktivitas polri didalamnya, pelayanan dimaknakan sebagai suatu tuntutan bahwa setiap anggota polri dalam setiap langkah pengabdiannya bertindak secara bermoral, beretika, sopan, ramah dan profesional. Pelayanan lebih menekankan pada pemberian bantuandan melayani kepada yang dilayani karena polri menyatakan dirinya sebagai pelayan masyarakat, maka sebagai pihak yang memberikan bantuan harus bertindak dan berkomunikasi secara persuasif serta berperan proaktif dalam kegiatan masyarakat tanpa harus menunggu masyarakat meminta bantuan. Sebagimana peran dan fungsi pelayanan polisi pada masyarakat secara jelas kadang kala menimbulkan citra posotif namun kadang kala menimbulkan citra


(21)

5

yang negatif, dan kadang kala mereka harus berhadapan dengan resiko yang tinggi, sebagaimana kutipan berikut dibawah ini.

Adanya kedekatan hubungan antara polisi dengan masyarakat maka menempatkan polisi sebagai panutan. Polisi dijadikan tauladan dalam kehidupan masyarakat. Polisi adalah kawan masyarakat, karena polisilah menjaga kantibnas, sehingga tercipta suasana tentram di masyarakat. Hollingswort, pakar ilmu Kepolisian Amerika Serikat, mengatakan keberadaan dan fungsi polisi sepenuhnya dimaksudkan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Polisi harus dapat membedakan antara pelayanan yang mengangkat harkat dan martabat ( service ) dengan pelayanan yang merendahkan ( servility ) dalam melaksnakan tugas melindungi masyarakat dari perilaku menyimpang yang diperagakan oleh penjahat, polisi serimgkali harus mempertaruhkan nyawa. ( Khoidin, 2007 : 11 )

Dengan sikap penuh pengabdian polisi memerlukan landasan moral yang kuat yang mempengaruhi penampilan pada setiap bertugas. Pelayanan ini secara nyata diwujudkan dalam pemberian layanan pada masyarakat yang dilakukan dengan kemudahan, cepat, simpatik, ramah sopan serta tanpa pembebanan yang tidak semestinya dilakukan, namun harus diakui bahwa mengubah paradigma lama dan menterjemahkannya kedalam perilaku sehari – hari bukanlah suatu hal yang mudah, secara konkrit berbagai fungsi ditubuh polri secara terus menerus dan tidak kenal lelah, masih dan akan meningkatkan kualitas pelayanannya.

Sikap dan perilaku personil polisi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dikendalikan oleh moralitas dan etika profesi. Moralitas adalah keseluruhan norma, nilai dan sikap moral seseorang yang berada dalam suatu


(22)

wadah, karenanya didalamnya terdapat unsur keyakinan dan sikap batin yang bukan sekedar penyesuaian dari dengan aturan dari luar manusia ( Khoidin, 2007 : 24 ).

Salah satu unsur kegiatan polri adalah dibidang lalu lintas, dimana polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas melaksanakan tugas kepolisian yang mencakup pada semua aspek kehidupan bermasyarakat yaitu penjaga, pengawal, pengamanan dan patroli, pendidikan masyarakat, dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

Pelayanan polri sebagai penegak keamanan memegang peranan penting dalam menjembatani polisi dengan masyarakat serta berpotensi sekali dalam upaya menjalani kerjasama dimasa sekarang. Pelayanan polri harus selalu tanggap semua kejadian, peristiwa, dan maslah – masalah yang dihadapi oleh masyarakat, serta harus mengetahui kondisi masyarakat, pelayanan sebagai komunikator dapat merencanakan pesan serta teknik komunikasi yang akan digunakan dalam upaya menanamkan persepsi yang positif dari masyarakat terhadap polisi.

Pelayanan kepada masyarakat umum dan publik khususnya di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu lintas jalan raya merupakan faktor utama dalam menggerakkan roda pembangunan, dan ekonomi serta pendukung utama dalam aktivitas masyarakat dalam kegiatan sehari – hari.


(23)

7

Dalam berlalu lintas banyak hal dan masalah yang harus dihadapi, gangguan sehingga dapat mematikan proses produktivitas masyarakat, seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan, penjamretan, maupun tindakan pidana yang berhubungan dengan kendaraan bermotor dan publik pengguna jalanraya.

Sehubungan dengan tugas dan fungsi dari polisi, anggota polisi lalu lintas yang merupakan anggota terdepan yang langsung bersentuhan dan berhadapan dengan masyarakat khususnya publik pengguna jalan, publik yang menggunakan kendaraan bermotor maupun publik pejalan kaki, yang memiliki kebiasaan dan karakteristik perilaku, pendidikan serta berbagai suku, ekonomi dan status sosial yang jelas bebeda, tentu akan mengalami hambatan dan kendala pada saat polisi lalu lintas berinteraksi dan berkomunikasi dengan publik, hal ini kadang kala masyarakat kita hanya melihat permasalahan yang dihadapi dilapangan dari suatu sisi saja, seolah olah reputasi dan nama baik polisi yang negatif melekat pada persepsi masyarakat terutama publik pengguna kendaraan bermotor dan publik pengguna jalanraya, sering timbul anggapan bahwa anggota polisi lalu lintas memiliki wajah yang menakutkan, seram, dan beringas, bahasa verbal maupun nonverbal sering muncul secara emosional, serta menunjukkan perilaku – perilaku kasar yang agresif.

Polisi lalu lintas terkadang juga disebut dengan istilah salam tempel dan damai ditempat dalam memberikan tindakan dan teguran pada pengguna jalan yang melanggar peraturan lalu lintas, memukul dan menendang bodi mobil, mencari kesalahan – kesalahan pada pengguna kendaraan yang melanggar, sehingga persepsimasyarakatmengenaipolisimenjadinegatif. Perilaku dan tindakan


(24)

demikian tidak semua petugas lalu lintas melakukan hal seperti itu, hanya oknum

– oknum tertentu saja, tetapi secara kelembagaan kesan tersebut tertanam dibenak publik pengguna jalan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Pada saat anggota polisi lalu lintas berhadapan dengan publik pengguna jalan baik itu publik pengguna kendaraan bermotor, maupun publik pejalan kaki sering kali membuat luka dan kecewa masyarakat, oleh karena itu perlu adanya pembinaan dan pengawasan yang harus dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini kepala kepala satuan lalu lintas, sehingga oknum personil yang nakal dan tidak bersahabat dengan publik dapat diberikan teguran dan bahkan sangsi hukum.

Gaya dan perilaku dari mereka seakan menimbulkan kesan menakutkan dan kesan itu tertanam dalam benak publik. Sebagai garda terdepan anggota lalu lintas diharapkan jujur dalam melakukan tindakan, jujur dalam perbuatan dan jujur dalam berkomunikasi,hal ini sesuai dengan keberadaan mereka sebagai pengayom, pelindung, dan penegak hukum, sehingga tidak munculnya penilaian masyarakat umum, dan publik pengguna jalanraya pada khususnya bahwa perilaku polisi lalu lintas yang selalu mengsengsarakan masyarakat, baik itu publik yang melanggar aturan lalu lintas, maupun kendaraan milik publik pengguna jalan raya tersebut. Jadikan kejujuran dan tindakan anggota polisi lalu lintas dijalan sebagai figur yang dapat dipercaya. Oleh karena itu kedekatan polisi lalu lintas pada publik dapat dijadikan kawan dan sahabat, tetapi bukan lawan yang menimbulkan kebencian dan trauma yang mendalam bagi publik pengguna jalan khususnya, masyarakat luas pada umumnya.


(25)

9

Penampilan anggota lalu lintas juga tidak kala pentingnya, untuk menjaga reputasi dan nama baik dari kepolisian lalu lintas yang terkesan sadis, arogan, sangar, dan beringas, seakan akan menakutkan gerak dan langkah publik pengguna jalanraya. Penampilan yang menakutkan sering kali muncul dimata masyarakat umum, dan publik pengguna jalan pada khususnya, wajah sangar dan tangan dipinggang,hal ini seakan mencerminkan perilaku yang tidak menunjukkan persahabatan perilaku yang agresif.

Anggota polisis lalu lintas yang setiap saat dan setiap waktu berinteraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat, khususnya publik pengguna jalan mampuberkomunikasi yang baik, persuasif, informatif dan empati dengan publik pengguna jalan, karena kemampuanberkomunikasi, merupakan sentuhan pertama bagi aggota polisi lalu lintas terhadap pengguna jalan. Penggunaan bahasa yang lugas, baik bahas verbal maupun bahasa nonverbal mampu mereka ungkapkan dengan baik, sehingga pihak publik dapat mengerti dan memahami pesan – pesan apa yang mereka sampaikan, dengan demikian tidak menimbulkan persepsi yang negatif.

Penelitian ini bermaksud ingin mengetahui, bagaimana persepsi publik pengguna jalan raya tentang polisi lalulintas di Kota Bandung.

1.2. Rumusan Masalah


(26)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana persepsi publik pengguna jalan raya tentang polisi lalu

lintas di Kota Bandung?”

1.2.2. Pertanyaan Mikro

berdasarkan uraian di atas, peneliti membatasi masalah ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana selectingpublik pengguna jalan raya tentangpolisi lalu lintas di Kota Bandung ?

2. Bagaimana Organizingpublik pengguna jalan raya polisi lalu lintas di Kota Bandung ?

3. Bagaimana Interpretatingpublik pengguna jalan raya tentang polisi lalu lintas di Kota Bandung ?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat dalam penelitian ini peneliti memiliki beberapa maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Maksud dan tujuan penelitian tersebut adalah :

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mendeskrpsikan atau menjelaskan menganai persepsi publik pengguna jalan raya tentang polisi lalu lintas di Kota Bandung ( Studi deskriptif kualitatifpersepsi publik pengguna jalan raya tentang polisi lalu lintas di Kota Bandung )


(27)

11

Bertolak dari identifikasi masalah diatas, maka peneliti merumuskan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahuiselectingpublik pengguna jalan raya tentangpolisi lalu lintas di Kota Bandung.

2. Untuk mengetahuiorganizingpublik pengguna jalan raya tentangpolisi lalu lintas di Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui interpretatingpublik pengguna jalan raya tentang polisi lalu lintas di Kota Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis, bagi pengetahuan umum diharapkan dapat memberikan kontribusi bahan referensi mengenai dunia kepolisian. Sedangkan secara khusus penelitian ini diharapakan dapat mengembangkan lebih mendalam lagi ilmu pengetahuan tentang kepolisian dalam mewujudkan polisi masyarakat ( Polmas).

1.4.2. KegunaanPraktis 1. Bagi Peneliti :

Hasilpenelitianinidiharapkandapatmemberikankontribusidalam menambahwawasansertasebagaisalahsatusumberuntukmenelitil abihlanjutdarisisidanmasalahpenelitian yang samadalamkonteksPersepsi.


(28)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kepustakaan mengenai persepsi publik pengguna jalan raya di Kota Bandung tentang polisi lalu lintas, serta dapat menjadi bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan dengan masalah yang diteliti.

3. Bagi Instansi :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan, perbandingan, pandangan baru dan gambaran baru, analisa baru bagi intansi, maupun segala bidang yang terkaitan didalamnya,khususnya dalam

peningkatancitrakepolisianyangberorientasiunrukmelayanik epentinganpublik.


(29)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi 2.1.1.1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu syarat bagi berlangsungnya hubungan antar manusia atau interaksi sosial diantara sesama manusia. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang harus selalu berkomunikasi dengan manusia lainnya. Oleh karena itu, komunikasi merupakan hal yang biasa terjadi di dalam kehidupan manusia. Seseorang melakukan komunikasi karena ingin mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Komunikasi mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, ia selalu memerlukan bantuan orang lain dalam keadaan atau situasi apapun. Dalam hal ini, komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan pikiran atau maksud-maksud yang ada dalam pikiran kita kepada orang lain sehingga orang lain dapat mengerti apa yang dimaksud.

Komunikasi berasal dari bahasa latin Communication, dan perkataan ini bersumber pada kata communis, yang artinya adalah sama, yaitu sama makna menganai satu hal. Jadi komunikasi akan berlangsung apabila orang-orang yang terlibat di dalamnya


(30)

mempunyai kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, maka dengan demikian pernyataan yang dilontarkan akan mudah dimengerti dan bersifat komunikatif.

Dalam pergaulan hidup manusia dimana masing-masing individu satu sama lain itu terjadi interaksi, saling mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing terjadilah saling mengungkapkan pikiran dan perasaan ke dalam bentuk percakapan yang kita sebut ke dalam komunikasi.

“Pada hahikatnya komunikasi adalah proses pernyataan antara manusia. Yang dinyataka itu adalah dikirakan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan sebagai alat

penyalurnya”. (Effendy, 1993 : 28)

Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. mengemukakan

prngertian komunikasi sebagai berikut : “komunikasi adalah proses berbagai makna melalui perilaku verbal dan nonverbal” (Mulyana,

2005 : 3 ).

Berdasarkan pengertian tersebut, nampak bahwa komunikasi merupakan usaha untuk menyampaikan pemikiran atau perasaan berupa lambang-lambang berupa bahasa atau berupa gambaran yang menjadi rangsangan komunikator, memberikan rangsangan (stimuli) sikap, ide atau pemahaman dapat dimengerti oleh komunikan.


(31)

15

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi mengandung arti usaha menyamapikan gagasan, yang mana gagasan tersebut diusahakan untuk memiliki arti yang sama atau kesamaan makna. Apabila dalam suatu percakapan terjadi perbedaan pengertian atau perbedaan makna antara yang berbicara dengan yang diajak bicara, maka dalam hal ini komunikasi tidak akan berjalan lancar. Komunikasi baru dapat berlangsung efektif, apabila antara yang berbicara dengan yang diajak berbicara memiliki makna yang sama tentang sesuatu objek tertentu.

Shannon & Weaver, ( 1949 ) (dalam Cangara, 1998 : 20)

“Komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi”. (Cangara, 1998 : 20)

Menurut Brent D. Rubeen yang dikutip oleh Arni mengemukakan definisi mengenai komunikasi manusia yang lebih komprehensif sebagai berikut :

“Komunikasi manusia adalah suatu proses melalui mana

individu dalam hubungannya, dalam kelompok, organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan dan menggunakan

informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan barang lain”.


(32)

yaitu suatu aktivitas yang mempunyai beberapa tahap yang terpisah satu sama lain tetapi berhubungan. (Muhammad, 2001 : 3)

Dari definisi menurut Rubeen disimpulkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang hidup di masyarakat selalu saling berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi melalui kegiatan komunikasi untuk bertukar informasi.

2.1.1.2. Proses Komunikasi

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Agar lebih jelas maka peneliti akan membahas masalah proses komunikasi dengan peninjauan dari

Carl I Hovland dalam Effendy mengatakan bahwa :

“Komunikasi adalah suatu upaya yang sistematis untuk

memutuskan secara tegar asas-asas dan atas dasar asas-asas

tersebut disampaikan informasi serta bentuk pendapat dan sikap”.

(Effendy, 1993 : 16)

Dengan demikian komunikasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan gagasan atau tidak kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang berupa bahasa, gambar-gambar atau tanda-tanda yang berarti bersikap umum.


(33)

17

Onong Uchjana Effendy, proses komunikasi pada intinya terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder.

1. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pesan dan atau perasaan kepada orang lain dengan menggunakan lambing (symbol) sebagai media. Lambing atau simbol berupa bahasa, kial, syarat, gambar, warna dan lain sebagainya, yang secara

langsung mampu “menerjemahkan” pikiran, perasaan

komunikator kepada komunikan.

2. Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggnakan alat atau sarana sebagai media kedua, setelah memakai lambang sebagai media pertama.

(Effendy, 2002 : 15).

Pada proses komunikasi secara primer, pikiran dan atau perasaan seseorang baru akan diketahui oleh dan aka nada dampaknya kepada orang lain apabila ditransmisikan dengan menggunakan media primer tersebut yaitu lambang – lambang. Dengan demikian, pesan (massage) yang disampaikan komunikator kepada komunikan terdiri dari isi (content) dan lambang – lambang (symbol).


(34)

Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, karena hanyua bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain, apakah itu berbentuk ide, informai atau opini. Selain bahasa, gambar juga banyak digunakan dalam berkomunikasi, karena gambar melebihi kial, isyarat dan warna dalam hal

“menrjemahkan” pikiran seseorang tetapi tetap tidak melebihi

bahasa. Demi eafektifnya komunikasi, lambang – lambang tersebut sering dipadukan penggunanya.

Proses komunikasi sekunder merupakan sambungan dari proses komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu. Maka dalam menata lambang – lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus memperhitungkan cirri – cirri atau sifat – sifat media yang akan digunakan. Penentuan media yang akan dipergunakan perlu didasari pertimbangan mengenai siapa komunikan yang akan dituju.

Dari definisi di atas, mengandung kesamaan yaitu adanya proses atau usaha di individu untuk merubah individu lain, yang dimengerti oleh kedua belah pihak yang melakukan komunikasi.


(35)

19

2.1.1.3. Tujuan Komunikasi

1. Mengubah sikap ( to change the attitude )

seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam pembahasan fungsi komunikasi, adalah mempengaruhi seseorang. Tahap selanjunya setelah seseorang terpengaruh ia akan merubah sikapnya. Inilah salah satu tujuan komunikasi. Mengubah sikap seseorang menjadi suatu sikap yang diharapkan oleh si pemberi informasi. 2. Mengubah opini / pendapat / pandangan ( to change the

opinion )

Salah satu tujuan komunikasi adalah mengubah pendapat atau opini seseorang sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak tertentu.

3. Mengubah perilaku ( to change the behavior )

Mengubah perilaku seseorang sesuai dengan informasi yang telah diberikan sehingga berperilaku sesuai yang diharapkan oleh si pemberi informasi.

4. Mengubah masyrakat ( to change the society )

Apabila dalam poin di atas perilaku dititikberatkan lebih kepada individu, dalam poin ini, perubahan di titikberatkan pada suatu kelompok yang bersifat lebih dari satu, bahkan lebih dari dua. Sehingga perubahan terjadi secara masal ( Effendy, 2002 : 55).


(36)

2.1.2. Tinjauan Tentang Persepsi 2.1.2.1. Definisi Persepsi

Ada beberapa batasan yang diberikan oleh para ahli mengenai persepsi. Pengertian persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut : “Persepsi adalah kemampuan membeda – bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap suatu objek rangsangan”. (Wahab, 2005 : 89)..

“Menurut Kenneth K. Seraeno (dalam Mulyana, 2007 : 181) menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktifitas, yaitu : selekksi, organisasi dan interpretasi. yang dimaksud seleksi sebenarnya mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada interpretasi”.(Mulyana, 2007 : 181).

Perception is an active process of selecting, organizing, and interpretating people objects, events, situations, and activities. The first thing to notice about this definition is that perception is an active process. We don’t passively receive stimuli. Instead, we actively work to make sense of ourselves, other, and interactions. To do so, we focus on only certain things, and then we organize and interpret what we notice.

Perception consist of three processes : selecting, organizing, and interpretating. These process are overlapping and continous, so they blend into and influence one another. They are also interactive, so each affect the other two. (Julia T. Wood, 2006 : 39-40)

Persepsi adalah proses aktif pemilihan, pengorganisasian, dan interpretasi objek orang, kejadian, situasi, dan kegiatan. Hal pertama yang harus ingat tentang definisi ini adalah bahwa persepsi adalah proses yang aktif. Manusia tidak pasif dalam menerima rangsangan stimuli. Sebaliknya, manusia aktif berinteraksi dan merespon suatu pesan dalam memaknai suatu objek atau fenomena. Dalam prosesnya, ketika orang menerima suatu pesan, ia akan menyeleksi (memusatkan perhatian dari apa yang ia anggap penting dalam beberapa hal), kemudian menyusun dan


(37)

21

menafsirkannya, yang pada akhirnya ia memberi makna pada suatu objek atau peristiwa.

Persepsi terdiri dari tiga proses: memilih, pengorganisasian, dan interpretasi. Proses ini tumpang tindih dan berkesinambungan, sehingga mereka berbaur dan mempengaruhi satu sama lain. Mereka juga interaktif, sehingga setiap mempengaruhi satu sama lainnya. (Julia T. Wood, 2006 : 39-40).

perception = selecting organizing interpretating meaning

1. Selecting

Pada situasi tertentu orang memusatkan pribadinya pada apa yang ia anggap penting, mereka tidak peduli pada beberapa hal lain yang ada disekitar objek. Contohnya, ketika anak sedang mendengarkan lagu, tiba – tiba orang tuanya mengaji dengan suaranya lebih keras, dia akan mengalihkan perhatiannya pada suara yang lebih keras, yaitu suara mengaji.

Rangsangan yang orang maknai berdasarkan beberapa unsur pemicu perhatian, seperti hal penting, relevan dan mendalam. Orang akan lebih tertarik dengan suara yang keras daripada suara yang kecil. Orang menyeleksi pesan dari stimuli yang dia terima, tidak secara keseluruhan. Setiap apa yang terjadi di bumi ini, orang tidak melihatnya secara utuh atau keseluruhan, artinya, hanya sebagian dari bagian objek itu.


(38)

2. Organizing

Orang mengorganisasikan pesan itu dengan cara yang berbeda, dan pesan tersebut harus dipahaminya. Setelah menyeleksi suatu pesan, kemudian dia akan menyusunnya dalam beberapa macam kategori. Teori yang menjelaskan bagaimana kita mengorganisasikan persepsi adalah contructivism, yang mana situasi yang telah diorganisasikan, dan pengalaman menginterpretasikan dari percobaan struktur kognitif yang disebut schemata.

Ada empat jenis schemata kognitif untuk memahami persepsi: prototipe, gagasan pribadi, stereotip, dan script. (Fehr, 1933: hewes, 1995)

a. prototypes

adalah struktur ilmu pengetahuan yang mendefinisikan representatif kita dari beberapa kategori. (Fehr, 1933). Sebagai contoh pengguna jalan mempunyai prototypes tentang polisi yang baik, polisi yang bersahabat. Atau dengan kata lain, mengklasifikasi orang dengan mengetahui yang mana prototypes kita yang paling mendekati logika kita. Prototypes mengorganisasikan persepsi dengan menempatkan orang dan beberapa fenomena dalam kategori tertentu sesuai dengan prototypes masing-masing individu.


(39)

23

b. Personal construct

adalah ukuran mental yang memungkinkan kita untuk memposisikan orang dan situasi di sepanjang dimensi dengan beberapa pertimbangan. contohnya : baik tidak baik, menarik tidak menarik, tanggung jawab tidak tanggungjawab. Personal contructs membuat orang lebih memaknai secara detil dari beberapa kualitas suatu fenomena. Personal contructs membentuk pesepsi kita, karena orang menggambarkan sesuatu itu hanya dari istilah bagaimana ukuran-ukuran dari gagasan yang kita gunakan sehari-hari.

c. Stereotypes

adalah prediksi tentang orang-orang dan situasi. Berdasarkan kategori di mana kita menempatkan fenomena dan bagaimana fenomena mengukur sampai dengan membangun pribadi kita menerapkan, kita memprediksi apa yang akan lakukan. Stereotypes mungkin akurat atau tidak akurat. Karena stereotypes berdasarkan kecurigaan saja.

d. Script

untuk mengatur persepsi, orang menggunakan naskah, yang mana adalah berfungsi untuk memandu untuk bertindak berdasarkan apa yang telah kita alami dan diamati. Script terdiri dari urutan kegiatan yang mendefinisikan apa yang kita dan orang lain diharapkan untuk dilakukan dalam situasi tertentu.


(40)

3. interpretasi

Interpretasi adalah proses subjektif menjelaskan persepsi untuk menetapkan maknanya kepada suatu objek. Untuk mengartikan makna, orang merancang penjelasan dari apa yang mereka katakan dan lakukan. (Julia T. Wood, 2006 : 39-45).

2.1.2.2. Faktor yang mempengaruhi persepsi

Pengalaman yang terbentuk membimbing orang untuk membentuk persepsi, dan persepsi ini bisa saja buruk. Rasis yang terjadi di Amerika Serikat antara African American (negro) dan European American (kulit putih) telah berlangsung cukup lama. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh persepsi.

1. Psikologi

Alasan terjadinya persepsi adalah karena perbedaan dalam kemampuan mananggapi dan psikologi dalam diri manusia. Misalnya ; jenis musik rock terdengar enak oleh beberapa orang, tapi mungkin akan berbeda dengan orang lain.

2. Usia

Usia adalah faktor lain yang dapat mempengaruhi persepsi kita. Karena semakin tua, pengalaman dalam memaknai hidup dan orang akan semakin kaya.

3. Budaya

Budaya adalah salah satu bagian yang terkuat dalam membentuk persepsi, budaya terdiri dari keyakinan, nilai, pengertian, etika berperilaku.


(41)

25

2.1.2.3. Faktor-faktor yang Menentukan Persepsi

David Krech dan Richard S. Cruthfield (1997 ) ( dalam Rakhmat, 2008 : 55-58 ) menyebutkan bahwa faktor – faktor yang menentukan persepsi adalah faktor fungsional dan faktor struktural. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Faktor Fungsional: Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor-faktor personal. Persepsi tidak ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu.

2. Faktor Struktural: Faktor struktural berasal semata – mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu.

2.1.2.4. Perbedaan persepsi dengan sensasi

Istilah persepsi sering dikacaukan dengan sensasi. Sensasi hanya berupa kesan sesaat, saat stimulus baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya dan ingatan-ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut. Kenneth E. Andersen (1972;51-52) menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi.

1) perhatian itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan reflektif. Kita secara sengaja mencari stimuli tertentu dan mengarahkan perhatian kepadanya. Sekali-kali kita mengarahkan perhatian dari stimuli yang satu dan memindahkannya pada stimuli yang lain.


(42)

2) Kita cederung memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol atau melibatkan diri kita.

3) Kita menaruh perhatian kepada hal-hal terntentu sesuai dengan kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan dan kepentingan kita.

4) Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita.

5) Dadalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimuli tertentu yang kita abaikan.

6) Walaupun perhatian kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepsi kita akan betul-betul cermat.

7) Perhatian tergantung kepada kesiapan mental kita ; kita cenderung mempersepsi apa yang memang ingin kita persepsi.

8) Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi. Tidak jarang efek motivasi ini menimbulkan distraksi atau distorsi (meloloskan apa yang patut diperhatikan atau melihat apa yang sebenarnya tidak ada).

9) Intensitas perhatian tidak konstan.

10) Dalam hal stimuli yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan. Kita mungkin memfokuskan perhatian kepada objek sebagai keseluruhan, kemudian pada aspek-aspek objek itu, dan kembali lagi kepada objek secara keseluruhan.


(43)

27

11) Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian. Pada akhirnya, perhatian terhadap stimuli akan berhenti.

12) Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimulim serentak. Makin besar keragaman stimuli yang mendapat perhatian, makin kurang tajam persepsi kita pada stimuli tertentu.

13) Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan mempertahankan perhatian.

(Rahkmat, 2008 : 54-55).

Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal, yaitu : 1) pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui

benda-benda fisik : gelombang, cahaya, gelmbang suara, temperature dan sebagainya ; pada persepsi interpersonal, stimuli mungkin sampai kepada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.

2) Bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu ; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu. Pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak nampak pada alat indera kita. Kita tidak hanya melihat perilakunya, kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita mencoba memahami bahkan saja tindakan, tetapi juga motif tindakan itu.

3) Ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita ; kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya.


(44)

4) Objek relative tetap, manusia berubah-ubah. (Rakhmat, 2008 ; 81-82)

2.1.3. Publik

menurut Sinambela istilah publik berasal dari bahasa inggris yaitu public yang berarti umum, masyarakat, Negara (Sinambela, 2006 : 5). Istilah publik menurut Inu Kencana dalam Sinambela, mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai – nilai norma yang merasa memiliki (Inu dalam Sinambela, : 2006 : 5). Publik adalah manusia atau masyarakat yang memiliki kebersamaan dalam pemikiran berdasarkan peraturan – peraturan.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas, istilah publik memiliki pengertian dan dimensi yang sangat beragam. Istilah publik sangat tergantung dalam kontek dalam penggunaan istilah tersebut. Dalam hal ini publik diartikan sebagai penerimaan pelayanan publik.

Pengertian publik menurut Oemi Abdurahman adalah mereka – mereka yang memiliki kepentingan bersama, terstrukturisasi, serta memiliki solidaritas antar sesame seperti pendapatnya berikut ini :

“Sekelompok orang yang menaruh perhatian pada suatu hal yang sama,

mempunyai minat dan kepentingan yang sama. Publik dapat merupakan sekelompok kecil, terdiri atas orang – orang dengan jumlah sedikit, juga dapat merupakan sekelompok besar. Biasanya individu – individu yang termasuk kedalam kelompok itu mempunyai solidaritas terhadap kelompoknya, walaupun tidak terikat oleh struktur yang nyata, tidak berada pada suatu tempat atau ruang atau tidak mempunyai hubungan


(45)

29

Publik dapat diartikan sebagai sekelompok kecil atau sekelompok besar yang terdiri dari orang – orang banyak maupun sedikit yang memiliki tingkat perhatian yang cukup tinggi terhadap suatu hal yang sama. Publik adalah sejumlah orang yang bersatu dalam satu ikatan dan mempunyai pendirian sama terhadap suatu permasalahan sosial ada juga yang menyebutkan bahwa publik adalah sekelompok orang yang dihadapkan pada suatu permaslahan, berbagai pendapat mengenai cara pemecahan persoalan tersebut, terlibat dalam diskusi mengenai persoalan itu. (http:/infosekitar.wordpress.com/2012/25/04/definisi publik).

2.1.4. Komunikasi Antarpribadi

Setiap kegiatan dari proses komunikasi yang berlangsung anatara si pengirim pesan yaitu komunikator dan si penerima pesan dalam hal ini adalah komunikan, tentutnya kita mengharapkan suatu kesan atau suara perubahan perilkau setelah komunikasi tersebut berlangsung. Komunikasi yang kita sampaikan tidak hanya senata – mata pesan tersebut diterima oleh si komunikasi akan tetapi bagaimana pesan atau informasi tadi tertanam dalam benak dan pikiran si komunikan. Sabagai komunikasi sosial setidaknya mengisyarakatkan bahwa komunikasi itu penting unruk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri untuk melangsungkan hidup untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan danketegangan antara lain lewat komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain ( Mulyana, 2007 : 6 ).

Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas bahwa komunikasi mempunyai fungsi sebagai berikut :


(46)

1. Komunikasi sosial. Komunikasi sebagai sebagai komunikasi sosial sangat penting untuk membangun konsep diri kita. Aktualisasi untuk kelangsungan hidup untuk memperoleh keberhasilan. Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lain dapat dibuktikan akan tersesat karena tidak dapat menata dirinya dalam satu lingkungan sosial. Komunikasi yang memungkinkan mempelajari dan menerapkan startegi – strategi adaptif atau situasi yang problematik.

2. Komunikasi Ekspresif. Komunikasi ekspresif sangat berkaitan dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakukan baik sendiri atau kelompok. Komunikasi tersebut menjadi alat untuk menyampaikan perasaan – perasaan tersebut dapat diungkapkan melalui musik/lukisan/tarian.

3. Komunikasi Ritual. Komunikasi ritual erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual yang biasanya dilakukan secara kolektif, suatu komunitas sering melakukan upacara – upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup yang disebut antropologis.

4. Komunikasi Instrumental. Komunikasi instrumental berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan – tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.

Untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut kita harus melaksanakan komunikasi yang efektif, komunikasi yang efektif dapat dicapai apabila kita melaksanakan komunikasi secara langsung, artinya kmunikasi yang kita jalankan adalah bertatap muka dengan komunikan yang mejadi publik sasaran kita.


(47)

31

Komunikasi langsung atau komunikasi tatap muka adalah komunikasi yang prosesnya berlangsung secara tatap muka, dimana si komunikator mengirimkan pesan secara langsung dan diterima secara langsung pula oleh komunikannya. Dengan demikian antara keduanya terjadi dialog langsung, dan efek atau hasil akhir dari komunikasi kita dapat dikatahui secara langsung pula.

Komunikasi antarpribadi ( interperonal communication ) yang dimaksud disini adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal ( Mulyana, 2007 : 81 ). Komunikasi antarpribadi ( interpersonal communication ) adalah proses komunikasi yang berlangsung anatara dua atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace ( dalam Cangara, 1998 : 30 ) bahwa interpersonal communication is communication involving two or more people in a face to face setting.

Berkomunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang setiap waktu dapat dilakukan oleh manusia, senantiasa menjalin kerjasama dan melaksanakan hubungan keduanya. Membina hubungan yang baik antara orang perorangan, baik secara individu maupun secara kelompok dalam lingkungan sosial masyarakat tidaklah semudah yang kita bayangkan, dibutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik pula. Sebagaimana Johnson dalam supratik ( 1995 ), (dalam usulan penelitian Suhaimi, 2008 : 33 ) komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita. Beberapa peran yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan antar hidup manusia yaitu :


(48)

a. Pertama komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. Perkembangan kita sejak masa bayi samapai masa dewasa mengikuti pola semakin luas. Bersamaan proses itu perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain.

b. Kedua identitas ata jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama komunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua anggapan yang diberikan orang lain terhadap kita menjadi tahu bagaimana tanggapan orang lain tentang diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yang mengetahui siapa diri kita sebenarnya.

c. Ketiga dalam rangka memahami realitas disekekeling kita miliki, tentang dunia disekitar kita, kita perlu membandingkan dengan kesan – kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama tentu saja. Pembandingan sosial ( social comparson ) semacam itu hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.

d. Keemapat kesehatan mental kita sebagai besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih – lebih orang yang merupakan tokoh – tokoh signifikan ( ignifica figures ) dalam hidup kita.

Dari keemapat peranan tersebut di atas dapat dijadikan suatu pegangan dalam kehidupan kita dalam berkomunikasi antar pribadi, bahwa denagn


(49)

33

berkomunikasi dengan orang lain kita dapat mengaktualisasikan komunikasi terhadap orang lain. Oleh karena itu cara dan perilaku kita dapat tercermin bagaimana kondisi kita saat berkomunikasi pada orang lain karena komunikasi antar pribadi membentuk hubungan pribadi antara komunikator dan komunikan. Dalam hal ini ada tiga rencana utama dalam berkomunikasi antarpribadi yang masing – masing adalah sebagai berikut :

1. Definisi bedasarkan komponen ( componential )

Komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen – komponen utamanya, dalam hal ini penyampaian pesan oleh satu orang dengan penerima pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan unpan balik segera.

2. Definisi berdasarkan hubungan didik ( realation dyadic )

Komunikasi antar pribadi sebagai komunikasi yang berlangsung diantara orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. 3. Definisi berdasarkan pengembangan ( developmental )

Komunikasi antar pribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tidak pribadi ( impersonal ) pada suatu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intm pada ekstrim yang lain. Perkembangan ini mengisyaratkan atau mendefinisikan perkembangan komunikasi antar pribadi. Devito, (1997) ( dalam usulan penelitian Suhaimi, 2008 : 35 ).


(50)

Komunikasi antar pribadi merupakan suatu proses yang sangat unik yang artinya tidak seperti pada kegiatan komunikasi yang lainnya. Selain itu komunikasi antar pribadi menuntut adanya tindakan saling memberi dan saling menerima diantara pelaku – pelaku itu, oleh karena itu proses komunikasi antar pribadi dikatan sebagai proses komunikasi transaksional. Sebagai suatu proses, komunikasi antar pribadi merupakan rangkaian tindakan, kejadian dan kegiatan yang terjadi secara terus menerus atau bisa dibilang merupakan suatu yang dinamis. Artinya segala sesuatu yang mencakup dalam komunikasi antar pribadi selalu dalam keadaan berubah, yakni para pelaku, pesan maupun lingkungannya.

Djuarsa S. Sendjaja, 2004 (dalam usulan penelitian Suhaimi, 2008 : 36) menyebutkan enam karakteristik dari komunikasi antar pribadi yang masing – masing adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi antar pribadi dimulai dengan diri pribadi ( self ) berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pengamatan dan pemahaman berangkat dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan bagaumana pengalaman kita.

b. Komunikasi antar pribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mangacu pada tindakan pihak – pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan.

c. Komunikasi antar pribadi mencakaup aspek – aspek isi pesan dan hubungan antar pribadi. Maksudnya komunikasi antar pribadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga


(51)

35

melibatkan siapa partner komunikasi kita dan bagaimana hubungan kita dengan partner tersebut.

d. Komunikasi antar pribadi mengisyaratkan adanya kedekatan fisik antara fihak – fihak yang berkomunikasi.

e. Komunikasi antar pribadi melibatkan fihak – fihak yang saling tergantung satu dengan lainnya ( interdependen ) dalam proses komunikasi.

f. Komunikasi antar pribadi tidak dapat diubah atau diulang, jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunikasi kita, mungkin kita dapat minta maaf dan diberi maaf tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah kita ucapkan.

Dalam hubungan komunikasi antar pribadi pengaruh psikologi dapat muncul, maka dalam pemahaman psikologis Djuarsa S. Sendjaja (dalam usulan penelitian Suhaimi, 2008 : 36). Menyebutkan tiga hal yang dapat muncul dalam proses pemahaman individu yang disebut sebagai proses antarpribadi yaitu : pertama, munculnya respons individu terbatas setelah kegiatan komunikasi. Kedua, ingatan persepsi individu dapat dirubah setelah suatu tindakan komunikasi. Ketiga, individu saling mencampur adukan hubungan – hubungan antar pribadi dengan respons emosional mereka. Faktor - faktor fungsional yang menentukan persepsi, faktor fungsional yang berdasarkan kebutuhan berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor-faktor personal. Persepsi tidak ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi


(52)

karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut ( Rakhmat, 2005 : 55 ).

Sedangkan persepsi terhadap orang lain mencakup persepsi terhadap karakteristik fisik dan perilaku orang tersebut, Sendjaja (2004) (dalam usulan penelitian Suhaimi, 2008 : 37) mengemukakan bahwa perilaku orang akan membantu dalam tiga hal. Pertama, perilaku tersebut mungkin akan terasa menyenangkan bagi kita, karena kita akan selalu merasa senang jika mendapat senyuman ataupun pujian misaknya. Kedua, peilaku tersebut memberikan informasi yang dapat kita gunakan untuk membentuk semacam kesan mengenai kondisi internal seseorang, ( kepribadian, sikap, keyakinan, nilai ). Ketiga, perilaku seseorang dapat memberikan pikiran mengenai kelanjutan hubungan dikemudian hari.

Komunikasi antarpribadi sebagaimana dijelaskan oleh Bernlund yang dikutip oleh Alo Liliweri ( 1991 ) ( dalam Wiryanto, 2006 : 33 ) beberapa ciri untuk mengnali komunikasi antarpribadi yaitu :

1. Bersifat spontan

2. Tidak mempunyai struktur 3. Terjadi secara kebetulan

4. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan 5. Keanggotaanya tidak jelas


(53)

37

2.1.5. Fungsi Bahasa Verbal dan Nonverbal dalam berkomunikasi 2.1.5.1. Fungsi Bahasa

Manusia hidup saling berinteraksi dalam lingkungan sosial dan budaya yang berbeda, oleh karena itu sering muncul perilaku – perilaku yang aneh dalam berkomunikasi, hal ini dikarena budaya menentukan komunikasi kita, dan komunikasi adalah budaya.

Asumsi dasar kita bahwa komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia, dan kepuasan yang terpenuhi kebutuhan berinteraksi dengan manusia – manusia lainnya. Hampir setiap orang – orang lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia – manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi ( Mulyana, 1998 : 12 ).

Untuk berkomunikasi yang efektif, berkomunikasi dengan orang lain, baik itu kita sebagai penerima pesan dari orang lain, maupun kita mengirimkan pesan pada orang lain, kita harus memperhatikan pesan verbal maupun pesan non verbal, agar pesan yang mengemuka dapat dipahami oleh orang lain, dan menimbilkan suatu persepsi yang postitif bagi si penerimanya, ataupun si pengirimnya. Fungsi utama dari bahasa adalah untuk menyampaikan isi pikiran kepada pihak lain. Pesan verbal yang merupakan pesan yang mengemuka lewat suatu bahasa baik itu bahasa tulisan maupun bahasa lisan, yang diucapkan dari seseorang kepada orang lain, dalam rangka memenuhi keinginan, atau hasratnya. Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang – kurangnya ada tiga


(54)

fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif yaitu :

a. Mempelajari dunia sekeliling kita.

b. Untuk membina hubungan baik diantara sesama manusia c. Untuk menciptakan ikatan – ikatan dalam kehidupan manusia. ( Cangara, 1998 : 99 ).

Ada dua cara untuk mendefinisikan bahasa : fungsional dan formal. Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa

diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan” ( socially shared means for exspressing ideas ). Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota – anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Definisi formal manyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut aturan tata bahasa ( all the conceivable sentance that could be generated according to the rules of its grammar ). Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata – kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberikan arti ( Rakhmat, 2008 : 269 ).

2.1.5.2. Bahasa Verbal dan Nonverbal

Bahasa verbal adalah merupakan suatu ungkapan yang dituangkan melalui ucapan, desahan, kata – kata. Sedangkan bahasa nonverbal bahasa yang tidak melalui mulut atau oral. Komunikasi yang biasanya merupakan komunikasi nonverbal adalah isyarat, gerakan ( tubuh ) penampilan fisik,


(55)

39

ekspresi wajah dan sebagainya. Sendjaja, 2004 (dalam usulan penelitian Suhaimi, 2008 : 42), yang dikutip dari Iiya Sunarwinadi memberikan batasan – batasnnya sebagi berikut :

a. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi tanpa kata – kata.

b. Komunikasi nonverbal terjadi bila individu berkomunikasi tanpa menggunakan suara

c. Komunikasi nonverbal adalah setiap hal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang lain.

d. Komunikasi nonverbal adalah studi mengenai ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak isyarat, bau, perilaku mata dan lain sebagainya.Komunikasi melibatkan tidak hanya proses verbal yang berupa kata, frase atau kalimat yang diucapkan dan didengar, tetapi juga proses nonverbal.

Proses nonverbal meliputi isyarat, ekspresi wajah, kontak mata, postur dan gerak tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam, temporalitas, dan ciri paralinguistik ( Mulyana, 2004 : 79 ). Oleh karena itu pada saat individu berkomunikasi, kata dan ucapan dapat berhenti dengan seketika, akan tetapi perilaku nonverbal tetap berjalan sebagaimana kita mengoperkan lambang – lambang dan simbol – simbol kepada orang lain, perilku – perilku nonverbal tersebut dapat menimbulkan kesan pada orang lain, atas aktualisasi yang diperhatikan oleh si komunikator tadi.


(56)

2.2. Kerangka Pemikiran 2.2.1. Kerangka Teoritis

Kerangka pemikiran adalah suatu hasil model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah riset. (Umar, 2002 : 208 )

Persepsi sosial merupakan proses pencapaian pengetahuan dan proses berpikir tentang orang lain, misalnya berdasarkan pada ciri – cirri orang fisik orang lain, kualitas, bahkan pada kepribadiannya. (Fattah, 2010 : 34 ).

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Rakhmat, 2008 : 51).

Perception is an active process of selecting, organizing, and interpretating people objects, events, situations, and activities. The first thing to notice about this definition is that perception is an active process. We don’t passively receive stimuli. Instead, we actively work to make sense of ourselves, other, and interactions. To do so, we focus on only certain things, and then we organize and interpret what we notice.

Perception consist of three processes : selecting, organizing, and interpretating. These process are overlapping and continous, so they blend into and influence one another. They are also interactive, so each affect the other two. (Julia T. Wood, 2006 : 39-40)

Persepsi adalah proses aktif pemilihan, pengorganisasian, dan interpretasi orang, objek , kejadian, situasi, dan aktifitas. Hal pertama yang harus ingat tentang definisi ini adalah bahwa persepsi adalah proses yang aktif. Orang tidak pasif menerima rangsangan. Sebaliknya, orang secara aktif berinteraksi dan merespon suatu pesan dalam memaknai suatu objek


(57)

41

atau fenomena. Untuk melakukannya, ketika orang menerima suatu pesan, dia akan menyeleksi, dan kemudian orang menyusun dan menafsirkan yang pada akhirnya memberikan makna yang kita perhatikan (objek atau fenomena).

Proses terjadinya persepsi diawali: memilih, pengorganisasian, interpretasi sehingga menghasilkan makna. Proses ini tumpang tindih dan berkesinambungan, sehingga mereka berbaur dan mempengaruhi satu sama lain. Mereka juga interaktif, sehingga mempengaruhi satu sama lainnya. (Julia T. Wood, 2006 : 39-40)

Gambar 2.1

Proses terjadinya persepsi

Sumber : Julia T. Wood, 2006 : 39-45

Dari gambar diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Selecting

Pada situasi tertentu orang memusatkan pribadinya pada apa yang ia anggap penting, dia tidak peduli pada beberapa hal lain yang ada disekitar objek. Orang menyeleksi pesan dari stimuli yang dia terima, tidak secara keseluruhan. Setiap apa yang terjadi di bumi ini, orang tidak melihatnya secara utuh atau keseluruhan, artinya, hanya sebagian dari bagian objek itu.


(58)

2. Organizing

Orang mengorganisasikan pesan itu dengan cara yang berbeda, dan pesan tersebut harus dipahaminya. Setelah menyeleksi suatu pesan, kemudian dia akan menyusunnya dalam beberapa macam kategori. Teori yang menjelaskan bagaimana kita mengorganisasikan persepsi adalah contructivisme, yang mana situasi yang telah diorganisasikan, dan pengalaman menginterpretasikan dari percobaan struktur kognitif yang disebut schemata. Prototypes, Personal Contructs, Stereotypes dan Scripts adalah skemata kognitif yang kita gunakan untuk mengorganisasikan bagaimana yang orang pikir tentang suatu objek dan situasi.

a. prototypes

adalah struktur ilmu pengetahuan yang mendefinisikan representatif kita dari beberapa kategori.(Fehr, 1933). Sebagai contoh pengguna jalan mempunyai prototypes tentang polisi yang baik, polisi yang bersahabat. Atau dengan kata lain, mengklasifikasi orang dengan mengetahui yang mana prototypes kita yang paling mendekati logika kita. Prototypes mengorganisasikan persepsi dengan menempatkan orang dan beberapa fenomena dalam kategori tertentu sesuai dengan prototypes masing-masing individu.

b. Personal construct

adalah ukuran mental yang memungkinkan kita untuk memposisikan orang dan situasi di sepanjang dimensi dengan beberapa pertimbangan. contohnya : baik tidak baik, menarik tidak menarik, tanggung jawab


(59)

43

tidak tanggungjawab. Personal contructs membuat orang lebih memaknai secara detil dari beberapa kualitas suatu fenomena. Personal contructs membentuk pesepsi kita, karena orang menggambarkan sesuatu itu hanya dari istilah bagaimana ukuran-ukuran dari gagasan yang kita gunakan sehari-hari.

c. Stereotypes

adalah prediksi tentang orang-orang dan situasi. Berdasarkan kategori di mana kita menempatkan fenomena dan bagaimana fenomena mengukur sampai dengan membangun pribadi kita menerapkan, kita memprediksi apa yang akan lakukan. Stereotypes mungkin akurat atau tidak akurat. Karena stereotypes berdasarkan kecurigaan saja.

d. Script

untuk mengatur persepsi, orang menggunakan naskah, yang mana adalah berfungsi untuk memandu untuk bertindak berdasarkan apa yang telah kita alami dan diamati. Script terdiri dari urutan kegiatan yang mendefinisikan apa yang kita dan orang lain diharapkan untuk dilakukan dalam situasi tertentu.

3. interpretasi

Interpretasi adalah proses subjektif dari penjelasan persepsi untuk membiarkan orang memberikan maknanya kepada suatu objek. Untuk mengartikan makna, orang membangun penjelasan dari apa yang mereka katakan dan lakukan. (Julia T. Wood, 2006 : 39-45).


(60)

2.2.2. Kerangka Konseptual

Berikut ini merupakan proses terjadinya persepsi:

1. Selecting

Proses seleksi yang dilakukan oleh publik pengguna jalan, ketika sedang berada dijalan raya mereka akan terus memberikan perhatian terhadap tingkah laku polisi lalu lintas yang sedang bertugas, misalnya ketika sedang ada kemacetan dijalan raya, publik akan memusatkan perhatiannya kepada petugas polisi yang sedang bertugas mengatur jalan. Tetapi hal ini berbeda ketika sedang ada operasi razia kendaraan , perhatian mereka terhadap polisi yang dikenal sebagai pengatur jalan pada saat macet berubah menjadi sosok polisi yang menakutkan sehingga menghidari operasi razia agar tidak terkena sanksi.

2. Organizing

Setelah tahap penyeleksian,publik pengguna jalan mulai mengkategorikan kesan terhadap polisi lalu lintas .Khusunya pada saat kesan polisi mengatur lalu lintas yang ramah dan polisi yang memiliki kesan tidak baik pada saat menilang kendaraan. Setelah hal tersebut disusun atau diolah berdasarkan Schemata Kognitif individu. Schemata Kognitif merupakan ingatan yang dihasilkan berdasarkan pengalaman masa lalu. Macam-macam Schemata Kognitif antara lain yaitu :

a. Prototypes

Yang dimaksud dengan prototypes adalah baik atau buruknya seseorang berdasarkan pada sudut pandang serta pengalaman masing-masing


(61)

45

individu. Begitu pula yang terjadi pada kesan yang didapat oleh publik pengguna jalan raya. Baik atau buruknya kesan yang telah didapat oleh publik pengguna jalan raya berdasarkan pengalaman yang telah didapatkannya. Sebagai contoh, ketika saat wawancara publik memandang polisi itu tidak baik, dilihat dari perilakunya yang suka menilang.

b. Personal Constructs

Dalam personal construct dimana publik pengguna jalan raya dapat menilai kesan polisi lalu lintas yang telah ia peroleh melalui informasi – informasi yang didapat, baik itu berupa informasi terbaru ataupun yang sudah ada. Contoh, ketika sedang melakukan perbincangan dengan

narasumber “dia mengatakan polisi terkadang tidak sopan, karena dilihat dari cara berbicara secara verbal, kata-katnya terkadang kasar”.

c. Stereotypes

Pada stereotypes publik pengguna jalan raya dapat memprediksikan mengenai kesan polisi lalu lintas yang telah didapatnya sebelumnya mendapatkan data-data. Contoh, kesan yang dilihat oleh pengguna jalan bahwa polisi mempunyai kesan yang tidak baik, sikap yang diperlihatkannya tidak mencerminkan polisi yang humanis.

d. Scripts

pada script, publik pengguna jalan raya setelah menerima informasi pesan polisi lalu lintas berita tersebut, kemudian setelah melalui proses tersebut di publikasikan kepada khalayak. Informasi tersebut berfungsi mengarahkan persepsi publik akan informasi dalam berita tersebut.


(62)

3. Interpretating

Pada tahap ketiga ini yakni setelah melalui proses pengkategorian kesan sikap dan perilaku. kemudian publik pengguna jalan dapat menafsirkan kesan, sikap dan perilaku tersebut yang ada pada diri polisi lalu lintas sesuai dari pandangan publik pengguna jalan itu sendiri, Artinya publik pengguna jalan mempunyai kewenangan untuk menafsirkan kesan, sikap dan perilaku polisi lalu lintas sesuai dengan sudut pandang pribadinya.


(63)

47

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian

3.1.1. SejarahPolisiLalulintas

Sejarah lalu lintas di Indonesia tidak lepas dari perkembangan teknologi automotif dunia, yang berawal dari penemuan mesin dengan bahan bakar minyak bumi. Pada Jaman revolusi di Eropa terutama akhir abad 19 mobil dan sepeda motor mulai berkembang banyak diproduksi. Industri Mobil dipelopori oleh Benz yang perusahaannya berkembang sejak tahun 1886. Pemerintah Hindia Belanda yang saat itu menjajah Indonesia mulai membawa mobil dan sepeda motor masuk ke Indonesia. Mulai munculnya aktivitas lalu lintas kendaraan bermotor di Indonesia. Ketika mobil dan sepeda motor bertambah banyak Pemerintah Hindia Belanda mulai merasa perlu mengatur penggunaannya. Peraturan pertama di keluarkan pertama kali pada tanggal 11 Nopember 1899 dan dinyatakan berlaku tepat tanggal 1 Januari 1900. Bentuk peraturan ini adalah Reglement (Peraturan Pemerintah) yang disebut Reglement op gebruik van automobilen (stadblaad 1899 no 301).Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1910 dikeluarkan lagi Motor Reglement (stb 1910 No.73).

Dengan demikian pemerintah Hindia Belanda telah memperhatikan masalah lalu lintas di jalan dan telah menetapkan tugas Polisi di bidang lalu lintas secara represif.Organ kepolisian sendiri telah ada lebih awal sejak jaman VOC, namun baru di pertegas susunannya pada masa


(64)

pemerintah Gubernur Jenderal Sanford Raffles, masa pendudukan Inggris. Kantor - kantor Polisi baru ada di beberapa kota - kota besar seperti Jayakarta, Semarang, Surabaya, yang umurnya dipegang oleh Polisi Belanda pada intinya.

Setelah Belanda menyerah kepada Jepang, dalam perang Asia Timur Raya maka pemerintahan Indonesia dikuasai oleh bala tentara Jepang. Segala aspek kehidupan ditentukan oleh kekuasaan Militer. Bidang lalu lintas juga diatur dan dikuasasi dengan cara militer. Dalam organ kepolisian hanya ada organ Kempetai ( Polisi Militernya Jepang). Demikian juga mengenai pengaturan lalu lintas jalan dilakukan oleh Polisi Militer. Sedangkan Polisi Lalu Lintas tidak nampak dan tidak banyak diketahui prang pada masa itu, anggota Polisi Lalu Lintas yang bersedia bekerja sama dengan Jepang dan sudah berpengalaman sebelumnya mendapat tugas membentuk registrasi kendaraan bermotor terutama yang di tinggal pemiliknya karena suasana Jepang.

Polisi ( Polantas ) dengan perlengkapan yang ada, senjata, kendaraan dan lainnya siap mengamankan masyarakat dalam menyambut hari gembira yaitu Proklamasi. Dengan kendaraan yang ada Polisi Lalu Lintas mengamankan dan mengawal para pejabat / politikus yang akan menuju ke gedung Proklamasi di .11. Pegangsaan Timur serta ke lapangan Gambir guna menyambut proklamasi yang bersejarah itu.

Pada masa Proklamasi ini sudah nampak kegiatan Polisi Lalu Lintas setiap ada kegiatan di jalan raya. Banyak tokoh - tokoh polisi yang


(65)

49

ikut aktif dalam mempersiapkan hari proklamasi bersama dengan tokoh - tokoh lainnya. Tokoh - tokoh Polisi tersebut antara lain R.S. Soekanto dan R. Sumanto.

Tanggal 19 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan bahwa Polisi termasuk di dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri. Hal ini berarti Jawatan Kepolisian Negara, secara administrasi mempunyai kedudukan yang sama dengan Dinas Polisi Umum dari Pemerintah Hindia Belanda.

Ketentuan tersebut diperkuat oleh suatu maklumat pemerintah tanggal 1 Oktober 1945 yang ditanda tangani oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung yang telah menyatakan bahwa semua kantor kejaksaan termasuk dalam lingkungan Departemen Kehakiman sedangkan semua kantor Badan Kepolisian masuk dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri.

Tanggal 29 Desember 1945 Presiden mengangkat dan menetapkan R.S. Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara R.I yang pertama. Pengangkatan ini disamping suatu kehormatan juga tantangan, dimana pada masa itu bangsa Indonesia menghadapi perang melawan Belanda. Kekurangan, keterbatasan serta kesulitan yang datang silih berganti menjadi tantangan tersendiri.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 secara fundamental membawa sistem politik dan ketatanegaraan berubah yaitu kembali ke UUD 1945 dengan sistim kabinet Presidentil, Presiden disamping sebagai Kepala Negara juga


(66)

sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Presiden juga menjabat sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Dengan kembali ke UUD 1945 membawa perubahan baik struktural maupun strategis, maka istilah kementerian diganti departemen, seperti kementerian pertahanan menjadi Departemen Pertahanan Nasional. Selanjutnya dengan Keppres No. 15 tahun 1963 Kepala Staf Angkatan berstatus sebagai menteri / Panglima Angkatan memegang kekuasaan tertinggi pada angkatannya dan bertanggung jawab langsung kepada Panglima Tertinggi / Presiden R.I.

Didalam tubuh kepolisian terjadi perubahan yang mendasar yaitu dari Jawatan Kepolisian Negara berubah menjadi Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) karena AKRI tetap konsekuen dan konsisten pada tugasnya, maka pada jaman dicanangkannya Trikora, Dwikora maupun penumpasan gerakan pengacau keamanan tetap aktif pada kancah tugas perjuangan. Disamping itu kegiatan pejuang - pejuang AKRI dalam hal ini Polantas tetap setia dan berbakti kepada Negara.

Pada waktu terjadi demonstrasi pada tanggal 12 mei 1998 terjadi peristiwa berdarah dan kekacauan di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia. Polisi Lalu Lintas tetap aktif mengendalikan arus lalu lintas dalam melaksanakan tugas dibidang lalu lintas lainnya dengan penuh semangat, walaupun gelombang demonstrasi panjang cukup melelahkan Polisi Lalu Lintas tetap mewujudkan Kamtibcar Lantas.

Perubahan sosial yang berjalan seiring dengan perkembangan globalisasi telah membawa pengaruh terhadap perubahan paradigma


(1)

Penyajian data

Penarikan kesimpulan

Aktifitas dalam analisis data

Reduksi data


(2)

Teknik Valicitas Data

1. Perpanjangan pengamatan.

2. Peningkatan ketekunan.

3. Triangulasi


(3)

LOKASI

Jln. Ir. H. Juanda, Jln.

Surapati, Jl. Padjajaran,

dan Jln. Otista (Tegal

Lega)

WAKTU

Waktu penelitian

dilakukan selama 6

bulan dari Februari

sampai Juli tahun

2012.


(4)

Selecting

organizing


(5)

1. Selecting

kinerja polisi lalu lintas di Kota Bandung belum bekerja dengan baik artinya dalam menjalankan tugasnya polisi belum bekerja secara maksimal, masih jauh dari apa yang diharapkan pengguna jalan yaitu polisi yang memelihara keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.

2. Organizing

masih banyak personil polisi lalu lintas yang bersikap dan berperilaku tidak baik. Arogan, sangar, bahasa verbal maupun nonverbal sering muncul secara emosional, serta menunjukkan perilaku – perilaku kasar yang agresif..

3. Interpretating

Kinerja polisi lalu lintas di Kota Bandung belum bekerja secara maksimal, utamanya yang menjadi sorotan pengguna jalan adalah mengenai penanganan kemacetan dan hal-hal lain yang menyangkut banyak merugikan pengguna jalan.


(6)

Terimaksih