Evaluasi Ketentuan Panduan Tentang Penempatan Dan UKuran Rambu Lalu Lintas Berdasarkan Persepsi Pengguna Jalan

(1)

I-1

1.1 Latar Belakang

Rambu lalu lintas jalan memberi informasi kepada pengguna jalan tentang peraturan dan petunjuk yang diperlukan untuk mencapai arus lalu lintas yang selamat, seragam dan beroperasi dengan efisien. Perkembangan transportasi darat dan aktivitas suatu daerah akan mengakibatkan perkembangan mobilitas orang maupun barang yang meningkat pula. Seiring dengan perkembangan tersebut membutuhkan penyediaan sarana, prasarana dan perlengkapan jalan yang efisien. Penyediaan prasarana jalan yang sesuai dengan permintaan membutuhkan biaya yang cukup besar. Sehingga penyelenggaraan penyediaan prasarana jalan mengedepankan faktor efisiensi penggunaan ruang jalan.

Kabupaten Bandung sebagai sentra produk pertanian, indrustri, dan pariwisata mutlak memerlukan sarana dan prasarana transportasi. Kemudahan akses dan kualitas jalan maupun sarana transportasi yang baik diharapkan secara signifikan berpengaruh terhadap kemajuan Kabupaten Bandung.

Angkutan darat merupakan sarana utama yang ada di Kabupaten Bandung. Sampai dengan tahun 2010 jumlah mobil (kendaraan beroda empat), motor, delman dan becak masing-masing tercatat sebanyak 57.622 unit mobil, 240.238 unit motor, 2.109 unit delman. Dan 2.614 unit becak. Jumlah pangkalan ojek dan delman tercatat sebanyak 1.268 dan 53 pangkalan.

Jalan di Kecamatan Bojongsoang merupakan jalan yang menghubungkan Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung. Untuk saat ini jalan di Kecamatan Bojongsoang merupakan jalan utama yang difungsikan sebagai jalur utama pada Kabupaten Bandung setelah Jalan Baleendah, karena sering terjadi banjir. Oleh karena itu jika penempatan dan ukuran rambu lalu lintas kurang efektif maka akan mengakibatkan permasalahan bagi pengguna jalan.


(2)

Dengan kondisi jalan yang sudah ada banyak sekali terjadi permasalahan transportasi contohnya: beberapa rambu dalam kondisi tidak berfungsi secara optimal, kurang efektifnya penempatan dan ukuran rambu seperti jarak penempatan, ukuran, dan tinggi rambu yang tidak sesuai dengan ketentuan panduan, yang akhirnya dapat mengakibatkan permasalahan transportasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 13 Tahun 2014 Tentang Rambu Lalu Lintas bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Rambu Lalu Lintas.

Rambu-rambu lalu lintas pada tiga ruas jalan di Kecamatan Bojongsoang secara keseluruhan telah tersedia dengan cukup baik, namun masih terdapat permasalahan seperti terdapatnya rambu yang rusak, rambu yang terhalang, banyaknya rambu pendahulu petunjuk jurusan yang menunjukan suatu tempat bukan suatu nama jalan, penempatan rambu yang tidak sesuai dengan panduan. Oleh karena itu efektifitas penempatan dan ukuran rambu lalu lintas akan dilihat berdasarkan persepsi pengguna jalan sesuai dengan panduan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah ketentuan panduan tentang rambu lalu lintas telah efektif dan tepat berdasarkan persepsi pengguna jalan”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui berapa banyak rambu lalu lintas yang sudah memenuhi ketentuan panduan.

2. Mengetahui apakah rambu lalu lintas yang sudah memenuhi ketentuan panduan dinilai sudah efektif dan bermanfaat menurut pengguna jalan.


(3)

3. Mengevaluasi ketentuan panduan tentang penempatan dan ukuran rambu lalu lintas yang sudah memenuhi ketentuan panduan berdasarkan persepsi pengguna jalan.

1.4 Pembatasan Masalah

Agar permasalahan yang dibahas tidak terlalu luas, maka uraian permasalahan dalam studi ini dibatasi yaitu:

a. Pembatasan penempatan rambu meliputi: jarak penempatan rambu dari tepi kiri bahu jalan, dan jarak penempatan rambu terhadap bagian jalan yang berbahaya.

b. Pembatasan ukuran rambu meliputi: ukuran daun rambu, ukuran tinggi huruf/simbol, dan ukuran tinggi tiang rambu.

c. Pembatasan panduan: penelitian ini berdasarkan panduan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tahun 2013.

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Pemahaman pengguna jalan terhadap penempatan dan ukuran rambu lalu lintas dipengaruhi oleh jenis kelamin pengguna jalan”.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang masing-masing dapat berguna untuk perbaikan dimasa mendatang, antara lain:

a. Manfaat Teoritis

1. Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khususnya yang berkaitan dengan kajian penempatan dan ukuran rambu lalu lintas mengenai persepsi.

2. Terciptanya suatu penempatan dan ukuran rambu lalu lintas yang sesuai sesuai dengan panduan dan keinginan pengguna jalan.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi pihak terkait untuk dapat dijadikan


(4)

pertimbangan dalam mengambil kebijakan tentang penempatan dan ukuran rambu lalu lintas pada suatu ruas jalan yang akan berpengaruh terhadap kinerja ruas jalan itu sendiri.

c. Manfaat Akademis

Secara akademis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian sejenis selanjutnya.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan terbagi menjadi enam bab, dimana pada masing-masing bab membahas hal-hal sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang penjelasan awal mengenai penyusunan skripsi ini, berupa latar belakang, maksud dan tujuan, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II STUDI LITERATUR

Bab ini berisikan tentang teori-teori dasar yang digunakan sebagai dasar dalam penulisan skripsi ini. Bab ini berisi tentang teori-teori yang berkaitan tentang penempatan dan ukuran rambu lalu lintas yang akan digunakan.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Bab ini berisikan tentang gambaran-gambaran lokasi, letak geografis, tofografi, dan jumlah kependudukan digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan dalam skripsi ini.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang langkah-langkah dan metode-metode yang digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan dalam skripsi ini.

BAB V DATA DAN ANALISIS

Bab ini menyajikan mengenai data dan analisis yang dilakukan dalam skripsi ini.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh serta saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.


(5)

(6)

II-1

2.1 Umum

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan tentang Panduan penempatan dan ukuran rambu lalu lintas ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan jalan dan menyediakan pergerakan yang teratur terhadap pengguna jalan. Rambu lalu lintas dapat memberi informasi kepada pengguna jalan tentang peraturan dan petunjuk yang diperlukan untuk mencapai arus lalu lintas yang selamat, seragam dan beoperasi dengan efisien. Ruang lingkup Panduan penempatan dan ukuran rambu lalu intas merupakan acuan atau tata cara untuk penempatan dan ukuran rambu.

Panduan ini berlaku untuk pemasangan penempatan dan ukuran rambu lalu lintas , baik pada jalan perkotaan maupun jalan luar kota.

2.2 Istilah Dan Definisi

Dalam Ketentuan Umum Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan panduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.

2. Daun rambu adalah pelat alumunium atau bahan lainnya yang memenuhi persyaratan teknis tempat ditempelkan/diletakannya rambu.

3. Tiang rambu adalah batangan logam atau bahan lainnya untuk menempelkan atau melekatkan daun rambu.


(7)

4. Papan tambahan adalah pelat alumunium atau bahan lainnya yang dipasang di bawah daun rambu yang memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu.

5. Jalan adalah yang diperuntukan bagi lalu lintas umum.

6. Jalur adalah bagian yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan.

7. Lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda.

8. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, atau hewan di jalan.

9. Rambu larangan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pengguna jalan.

10. Rambu peringatan adalah rambu yang digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya di bagian jalan di depannya. 11. Rambu perintah adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan perintah

yang wajib dilakukan oleh pengguna jalan.

12. Rambu petunjuk adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas, dan lain-lain bagi pengguna jalan.

2.3 Rambu–Rambu Lalu Lintas

Rambu adalah alat yang dapat mengendalikan lalu lintas, khususnya untuk meningkatkan keamanan dan kelancaran pada sistem jalan maka rambu lalu lintas merupakan objek fisik yang dapat menyampaikan informasi (perintah, peringatan, dan petunjuk) kepada pemakai jalan serta dapat mempengaruhi penggunaan jalan. Ada 3 jenis informasi yang digunakan yaitu:

1. Yang bersifat perintah dan larangan yang harus dipatuhi. 2. Peringatan terhadap suatu bahaya.

3. Petunjuk, berupa arah, identifikasi tempat, fasilitas-fasilitas.

Apabila alat pengendali lalu lintas itu tidak terlihat atau kurangnya pengetahuan si pengemudi maka alat pengendali lalu lintas tersebut harus:

1. Memenuhi suatu kebutuhan tertentu. 2. Dapat terlihat dengan jelas.


(8)

3. Memaksakan perhatian.

4. Menyampaikan suatu maksud yang jelas dan sederhana.

5. Perintahnya dihormati dan dipatuhi secara penuh oleh para pemakai jalan. 6. Memberikan waktu yang cukup untuk menanggapinya/bereaksi.

Rambu lalu lintas mengandung berbagai fungsi yang masing-masing memiliki konsekuensi hukum sebagai berikut:

1. Perintah

Yaitu bentuk pengaturan yang jelas dan tegas tanpa ada interpretasi lain yang wajib dilaksanakan oleh pengguna jalan. Karena sifatnya perintah, maka tidak benar bila ada berbagai tambahan yang membuka peluang munculnya interpretasi lain. Misalnya rambu belok kiri yang disertai kalimat belok kiri boleh terus adalah bentuk yang keliru. Penggunaan kata boleh dan terus mengandung makna ganda dan demikian mengurangi makna perintah menjadi makna pilihan. Yang benar adalah belok kiri langsung. Dengan demikian, pelanggar atas perintah ini dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang belaku.

2. Larangan

Yaitu bentuk pengaturan yang dengan tegas melarang para pengguna jalan untuk melakukan hal-hal tertentu, tidak ada pilihan lain kecuali tidak boleh dilakukan. Rambu larangan berbentuk lingkaran dengan warna dasar putih dan lambang atau tulisan berwarna hitam atau merah. Rambu larangan khusus berbentuk segi delapan sama sisi.

3. Peringatan

Menunjukkan kemungkinan adanya bahaya di jalan yang akan dilalui. Rambu peringatan berbentuk bujur sangkar berwarna dasar kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam. Rambu pemberi jalan berbentuk segitiga sama sisi dengan titik sudutnya ditumpulkan.

4. Petunjuk

Yaitu memberi petunjuk mengenai jurusan, keadaan jalan, situasi, kota berikutnya, keberadaan fasilitas, dan lain-lain. Rambu petunjuk berbentuk persegi panjang. Keterangan tambahan dapat dipasang di bawah rambu utama


(9)

dengan maksud melengkapi informasi tentang pesan yang tertera pada rambu utama.

Rambu adalah alat yang utama dalam mengatur, memberi peringatan dan mengarahkan lalu lintas.

Rambu yang efektif harus memenuhi hal-hal berikut: 1. Memenuhi kebutuhan.

2. Menarik perhatian dan mendapat respek pengguna jalan. 3. Memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti.

4. Menyediakan waktu cukup kepada pengguna jalan dalam memberikan respon.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pemasangan rambu adalah:

1. Keseragaman bentuk dan ukuran rambu

Keseragaman dalam alat kontrol lalu lintas memudahkan tugas pengemudi untuk mengenal, memahami dan memberikan respon. Konsistensi dalam penerapan bentuk dan ukuran rambu akan menghasilkan konsistensi persepsi dan respon pengemudi.

2. Desain rambu

Warna, bentuk, ukuran, dan tingkat retrorefleksi yang memenuhi standar akan manarik perhatian pengguna jalan, mudah dipahami dan memberikan waktu yang cukup bagi pengemudi dalam memberikan respon.

3. Lokasi rambu

Lokasi rambu berhubungan dengan pengemudi sehingga pengemudi yang berjalan dengan kecepatan normal dapat memiliki waktu yang cukup dalam memberikan respon.

4. Operasi rambu

Rambu yang benar pada lokasi yang tepat harus memenuhi kebutuhan lalu lintas dan diperlukan pelayanan yang konsisten dengan memasang rambu yang sesuai kebutuhan.

5. Pemeliharaan rambu


(10)

Jarak Penempatan

Pada rambu yang ditempatkan sebelah kiri pada Gambar II-1 menyatakan:

a. Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas, di luar jarak tertentu dan tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu lintas kendaraan dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan atau pejalan kaki.

b. Jarak penempatan antara rambu yang terdekat dengan bagian tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu lintas kendaraan minimal 0,60 meter.

c. Penempatan rambu harus mudah dilihat dengan jelas oleh pemakai jalan.

Gambar II-1 Penempatan Rambu Disebelah Kiri Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Rambu di sebelah kanan pada Gambar II-2

a. Dalam keadaan tertentu dengan mempertimbangkan lokasi dan kondisi lalu lintas rambu dapat ditempatkan di sebelah kanan atau di atas daerah manfaat jalan.

b. Penempatan rambu di sebelah kanan atau daerah manfaat jalan harus mempertimbangkan faktor-faktor antara lain geografis, geometrik jalan, kondisi lalu lintas, jarak pandang dan kecepatan rencana.

c. Rambu yang dipasang pada pemisah jalan (median) ditempatkan dengan jarak 0,30 meter dari bagian paling luar dari pemisah jalan.


(11)

Gambar II-2 Penempatan Rambu Disebelah Kanan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Tinggi Rambu

a. Ketinggian penempatan rambu pada sisi jalan minimum 1,75 meter dan maksimum 2,65 meter diukur dari permukaan jalan sampai dengan rambu bagian bawah, atau papan tambahan bagian bawah apabila rambu dilengkapi dengan papan tambahan.

Gambar II-3 Penempatan Ketinggian Rambu Pada Sisi Jalan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

b. Ketinggian penempatan rambu di lokasi fasilitas pejalan kaki minimum 2,00 meter dan maksimum 2,65 meter diukur dari permukaan fasilitas pejalan kaki sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah atau papan tambahan bagian bawah, apabila rambu dilengkapi dengan papan tambahan.


(12)

Gambar II-4 Penempatan Ketinggian Rambu Di Lokasi Fasilitas Pejalan Kaki Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Posisi Rambu

a. Rambu jalan yang ditempatkan pada awal pemisah jalan dan di atas daerah manfaat jalan pada jalan 1 arah, pemasangan posisi rambu tegak lurus terhadap sumbu jalan dan ditempatkan ditengah-tengah dari lebar median.

Gambar II-5 Penempatan Posisi Rambu Tegak Lurus Terhadap Sumbu Jalan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

b. Posisi rambu tidak boleh terhalangi oleh bangunan, pepohonan atau benda-benda lain yang dapat berakibat mengurangi atau menghilangkan arti rambu tersebut.


(13)

Gambar II-6 Rambu Tidak Boleh Terhalang

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

c. Daun rambu harus dipasang pada tiang yang khusus disediakan untuk pemasangan daun rambu.

Rambu Peringatan

Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya atau tempat berbahaya di depan pengguna jalan. Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam (Gambar II-10).

Gambar II-7 Rambu Peringatan

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Penempatan Rambu Peringatan

a. Rambu peringatan ditempatkan pada sisi jalan sebelum tempat atau bagian jalan yang berbahaya dengan jarak sesuai dengan Tabel II-1.


(14)

Tabel II-1 Jarak Penempatan Rambu Peringatan Kecepatan Rencana

(km/jam)

Jarak Minimum

(x)

> 100 180 m

81 - 100 100 m

61 - 80 80 m

< 60 50 m

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Gambar II-8 (a) Penempatan Rambu Peringatan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Gambar II-9 (b) Penempatan Rambu Peringatan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013


(15)

Bentuk Rambu Peringatan

Gambar II-10 Bentuk Rambu Peringatan Bujur Sangkar Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Ukuran Rambu Peringatan

Ukuran Kecepatan (km/jam) A (mm) B (mm) C (mm) R (mm)

Sangat Kecil Dalam Kondisi tertentu 450 9 16 37

Kecil ≤ 60 600 9 16 37

Sedang 61 - 80 750 12 19 47

Besar > 80 900 16 22 56

Gambar II-11 Ukuran Rambu Peringatan


(16)

Rambu Larangan

Warna dasar rambu larangan berwarna putih dan lambang atau tulisan berwarna hitam atau merah.

Gambar II-12 Rambu Larangan

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Penempatan Rambu Larangan

a. Rambu larangan ditempatkan sedekat mungkin awal bagian jalan dimulainya rambu larangan.

Gambar II-13 Penempatan Rambu Larangan Pada Bagian Awal Jalan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013


(17)

b. Rambu larangan pada Gambar II-17b ditempatkan pada sisi jalan pada awal bagian jalan dimulainya rambu larangan.

Gambar II-14 Rambu Larangan Ditempatkan Pada Sisi Jalan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

c. Rambu larangan pada Gambar II-18 ditempatkan pada bagian jalan berakhirnya rambu larangan.

Gambar II-15 Rambu Larangan Pada Bagian Jalan Akhir Rambu Larangan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

d. Rambu larangan pada Gambar II-19 yang ditempatkan secara berulang dengan jarak lebih dari 15 meter, dapat dilengkapi dengan papan tambahan yang menyatakan jarak tertentu.


(18)

Gambar II-16 Rambu Larangan Yang Ditempatkan Secara Berulang Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Bentuk Rambu Larangan

Segi Delapan Sama Sisi Segitiga Sama Sisi Dengan Titik-Titik

Sedutnya Dibulatkan

Silang Dnengan Ujung-Ujungnya Diruncingkan

Lingkaran

Gambar II-17 Bentuk Rambu Larangan


(19)

Ukuran Rambu Larangan

Ukuran Kecepatan (km/jam) A (mm) B (mm) C (mm)

Sangat Kecil Dalam kondisi tertentu 450 45 45

Kecil ≤ 60 600 60 60

Sedang 61 - 80 750 75 75

Besar > 80 900 90 90

Gambar II-18 Ukuran Rambu Larangan

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Rambu Perintah

Warna dasar rambu perintah berwarna biru dan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai batas akhir perintah.

Gambar II-19 Rambu Perintah Berwarna Biru

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Penempatan Rambu Perintah

a. Rambu perintah wajib ditempatkan sedekat mungkin dengan titik kewajiban dimulai.

b. Rambu perintah pada Gambar II-23 ditempatkan sedekat mungkin pada awal bagian jalan dimulainya perintah.


(20)

Gambar II-20 Rambu Perintah Ditempatkan Pada Awal Bagian Jalan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

c. Rambu perintah pada Gambar II-24 ditempatkan pada sisi seberang jalan dari arah lalu lintas datang.

Gambar II-21 Rambu Perintah Pada Sisi Seberang Jalan Dari Arah Lalu Lintas Datang Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013


(21)

Ukuran Rambu Perintah

Ukuran Kecepatan (km/jam) A (mm)

Sangat Kecil Dalam kondisi tertentu 450

Kecil < 60 600

Sedang 61 - 80 750

Besar > 80 900

Gambar II-22 Ukuran Rambu Perintah

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Rambu Petunjuk

a. Rambu petunjuk yang menyatakan tempat fasilitas umum, batas wilayah suatu daerah, situasi jalan, dan rambu berupa kata–kata serta tempat khusus dinyatakan dengan warna dasar biru.

Gambar II-23 Macam–Macam Rambu Petunjuk


(22)

b. Rambu petunjuk pendahulu jurusan, rambu petunjuk jurusan dan rambu penegas jurusan yang menyatakan petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara lain kota, daerah/wilayah serta rambu yang menyatakan nama jalan dinyatakan dengan warna dasar hijau dengan lambang dan tulisan warna putih.

Gambar II-24 Rambu Petunjuk Pendahulu Jurusan Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Penempatan Rambu Petunjuk

a. Rambu petunjuk ditempatkan pada sisi jalan, pemisah jalan atau di atas daerah manfaat jalan sebelum tempat, daerah atau lokasi yang ditunjuk. b. Rambu petunjuk pada Gambar II-28 ditempatkan sebelum lokasi yang

ditunjuk dan jarak menuju lokasi dinyatakan dalam rambu tersebut.

Gambar II-25 Rambu Petunjuk Sebelum Lokasi Yang Ditunjuk Dan Jarak Menuju Lokasi


(23)

c. Rambu petunjuk pada Gambar II-29 ditempatkan pada awal petunjuk tersebut dimulai.

Gambar II-26 Rambu Petunjuk Pada Awal Petunjuk Dimulai Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Ukuran Rambu Petunjuk

Gambar II-27 Ukuran Rambu Petunjuk


(24)

Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan (RPPJ)

Rambu pendahulu petunjuk jurusan adalah bagian dari rambu petunjuk yang menyediakan informasi kepada pengemudi tentang tujuan dan fasilitas–fasilitas sepanjang jalan.

Rambu pendahlu petunjuk jurusan sangat penting dalam keselamatan jalan. Pengemudi yang belum mengenal tujuannya sangat bergantung kepada rambu pendahulu petunjuk jurusan yang baik harus dan mudah dipahami dan memberi informasi kepada pengemudi dalam memilih jalan.

Pengemudi yang ragu–ragu dengan arah yang harus diikuti, dapat menimbulkan bahaya saat menyadari kesalahannya dalam memilih jalan, misalnya dengan melakukan pengereman, pemberitahuan, mundur, atau memutar kendaraan. Prinsip-prinsip yang diperlukan dalam memasang rambu pendahulu petunjuk jurusan baik:

 Seluruh rambu petunjuk harus direncanakan dengan baik. Rencana rute harus ditetapkan pada jalan–jalan primer dan sekunder.

 Harus terdapat kesinambungan pada pemilihan jurusan untuk rambu. Suatu tujuan, ketika sudah dinyatakan pada satu rambu pendahulu petunjuk jurusan, harus muncul pada rambu berikutnya sepanjang jalan menuju tujuan.

 Jumlah tujuan dalam satu rambu harus dibatasi. Tidak lebih dari 4 (empat) tujuan pada rambu yang sama atau pada kombinasi rambu. Hal ini berarti seluruh perencanaan rambu pendahulu petunjuk jurusan harus berdasarkan asumsi bahwa pengemudi memiliki peta jalan dan mengetahui pengetahuan secara umum dalam memilih rute.

 Rambu identifikasi lokasi harus selalu memastikan tujuan yang diberikan pada rambu pendahulu petunjuk jurusan kecuali lokasi tujuan tersebut sudah sangat jelas.

 Lokasi–lokasi atau situasi yang sama harus diberi rambu secara konsisten. Desain rambu juga harus sama untuk lokasi yang serupa.

Bentuk rambu pendahulu petunjuk jurusan pada umumnya bujur sangkar atau persegi panjang, dengan tulisan dan simbol putih pada latar belakang hijau.

Rambu pendahulu petunjuk jurusan, untuk selanjutnya disebut RPPJ, harus ditempatkan pada jarak tertentu dari persimpangan, sehingga efektif baik pada siang


(25)

hari maupun pada malam hari, mempertimbangan kondisi jalan dan kondisi lalu lintas, termasuk kecepatan normal dan jarak dimana rambu dapat terlihat RPPJ dapat diulang jika diperlukan.

2.3.18.1Jenis Rambu Petunjuk Pendahulu Jurusan a. Rambu Diagramatik

 Rambu diagramatik harus digunakan jika volume kendaraan berbelok tinggi atau bila informasi awal diperlukan untuk pertimbangan keselamatan lalu lintas.

 Rambu diagramatik harus menunjukan arah lokasi secara diagramatis dari persimpangan di depan. Diperlukan papan tambahan yang menunjukan jarak antara rambu dengan persimpangan.

 Rambu diagramatik dipasang di sisi kiri jalan. Rambu seharusnya tidak mengatasi hal tersebut.

Rambu diagramatik harus diikuti dengan rambu petunjuk pada persimpangan atau simpang susun.

Tabel II-2 Jenis Rambu Diagramatik

Rambu Rekomendasi Penegasan

Rambu diagramatik untuk simpang susun

Rambu harus menunjukan arah lokasi secara diagramatik dari persimpangan di depan.

Pada jalan arteri dan jalan bebas hambatan dengan desain yang sama, harus dipasang rambu yang memberi informasi jalur perlambatan ke arah keluar.

Pada jalan dengan banyak jalur harus dipasang RPPJ pilihan lajur pendahulu pertunjuk jurusan di samping diagramatik. Pada jalan bebas hambatan dengan kecepatan tingi, rambu diagramatik dapat diulang dan diletakan pada jarak 1 km dari 500 m sebelum arah kekuar.


(26)

Rambu Rekomendasi Penegasan

Rambu diagramatik untuk persimpangan sebidang

Rambu harus menunjukan arah lokasi secara diagramatik dari persimpangan di depan.

Rambu diagramatik untuk bundaran

Rambu harus menujukan arah lokasi secara diagramatik dari bundaran di depan. Rambu harus ditempatkan pada jarak 200

– 400 m sebelum bundaran. Pada daerah perkotaan, rambu harus ditempatkan lebih dekat dengan bundaran, yaitu 50 – 200 m. Rambu ini sangat berarti karena memberikan informasi tentang adanya bundaran di depan

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

b. Rambu Bersusun

 Rambu bersusun dapat digunakan sebagai RPPJ pada jalan volume lalu lintas yang lebih rendah, namun memelurkan informasi awal.

 Jika digunakan rambu bersusun sebagai RPPJ, harus dilengkapi dengan papan tambahan yang menunjukan jarak rambu dengan persimpangan jarak antara rambu dengan persimpangan adalah 200 – 400 meter di luar kota dan 50 – 200 meter di dalam kota.

 Anak panah yang menunjukan arah kiri dan kanan harus memiliki tangkai dan berbelok 45° (derajat) atau 90° (derajat) mengikuti desain dari persimpangan.


(27)

Rambu harus menunjukan arah dengan urutan sebagai berikut:

o Lurus o Kiri o Kanan

Gambar II-28 Rambu Bersusun

Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

Contoh tipikal penggunaan rambu petunjuk jurusan pada persimpangan di dalam kota disajikan pada Gambar II–32 dan Gambar II-33 untuk persimpangan diluar kota.

Gambar II-29 Contoh Penempatan Rambu Pendahulu Petunjuk Jurusan Di Dalam Kota Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013


(28)

Gambar II-30 Contoh Penempatan Rambu Pendahulu Jurusan Di Luar Kota Sumber: Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan, 2013

2.4 Jarak Pandang

Jarak pandang adalah panjang bagian jalan yang masih dapat dilihat dengan jelas, diukur dari tempat kedudukan pengemudi. Kemampuan untuk dapat melihat ke depan dengan jelas merupakan hal yang penting untuk keselamatan dan pemakaian kendaraan yang efisien bagi pengemudi di jalan.

Lintasan dan kecepatan kendaraan sangat dipengaruhi oleh kontrol pengemudi seperti: kemampuan, keterampilan dan pengalaman pengemudi. Untuk mencapai tingkat keamanan yang cukup, jalan yang harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan jarak pandangan yang cukup.

Pembatasan jarak pandang akan terjadi karena adanya halangan pada sisi dalam dari lengkung horizontal atau pada tanjakan curam. Walaupun halangan pada lengkung horizontal kadang-kadang dapat dieleminasi tanpa perubahan geometrik jalan, misalnya dengan memangkas semak atau pohon, halangan pada tanjakan hanya dapat dikorelasi dengan perubahan alinyemen vertikal, yaitu dengan memperpanjang lengkung eksisting.

Jarak pandang dapat dimanfaatkan pula dalam merencanakan penempatan marka jalan dan rambu-rambu lalu lintas yang diperlukan pada bagian ruas jalan,


(29)

baik secara geometrik maupun kondisi lingkungan yang kurang memenuhi persyaratan.

Jarak pandang yang cukup dapat direncanakan dengan menyesuaikan pada dua hal, yaitu:

1. Jarak yang diperlukan oleh kendaraan untuk berhenti (stopping), jarak ini harus berlaku pada semua jalan.

2. Jarak yang diperlukan untuk melakukan penyiapan/mendahului (passing) kendaraan lain, diperlukan pada jalan dua atau tiga lajur dua arah tanpa median.

Jarak Pandang Henti

Jarak pandang henti adalah jarak pandang yang diperlukan oleh pengemudi untuk menghentikan kendaraannya ketika menghadapi rintangan tidak terduga dalam jalur lalu lintas tersebut. Jarak ini haruslah cukup panjang agar dapat memungkinkan kendaraan berjalan dengan kecepatan rencana dapat diberhentikan sebelum mencapai suatu penghalang pada jalur lalu lintas di depannya. Oleh karena itu jalan harus direncanakan dapat memberhentikan jarak pandang minimum sama dengan jarak pandang henti.

Jarak pandang henti merupakan penjumlahan dua bagian jarak, yaitu:

1. Jarak PIEV, yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan pada saat pengemudi melihat suatu penghalang (object), hingga saat pengemudi menginjak rem. 2. Jarak pengereman (breaking distance), yaitu jarak yang ditempuh saat

kendaraan berkurang kecepatannya dari asumsi kecepatan rencana untuk menghentikan kendaraan dengan menginjak rem.


(30)

Gambar II-31 Skema Jarak Pandang Henti Sumber: Austroad (2002)

Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pedal rem. Rata-rata pengemudi membutuhkan waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan sebagai waktu reaksi adalah 2,5 detik. Jarak waktu persepsi dan reaksi adalah jarak perjalanan kendaraan selama waktu persepsi dan reaksi. Besarnya jarak PIEV dirumuskan sebagai berikut:

Dp = V.t / 3.6 dimana:

Dp = Jarak PIEV

V = Kecepatan rencana (km/jam)

t = Total waktu persepsi dan reaksi (detik)

Jarak mengerem ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

gf 2

6 . 3 Vr Db

2

      

dimana:

Db = Jarak horizontal selama mengerem s/d berhenti (m) Vr = Kecepatan rencana (km/jam)

f = Koef. gesek memanjang perkerasan jalan aspal (0,35-0,55) g = Percepatan grafiti (9,8 m/det2)


(31)

Tanda (+) digunakan untuk kendaraan menanjak Tanda (-) diguanakan untuk kendaraan menurun

2.5 Rambu Lalu Lintas Rambu Petunjuk Arah

Ukuran Huruf dan Simbol

Menurut buku Transportation Information Systems (Mitchell and Forbes, 1942: 363) hal yang paling penting dari rambu adalah dapat terbaca dan faktor yang paling penting dalam mengatur rambu yang membawa pesan tertulis adalah ukuran huruf (disediakan aturan cukup jelas dan diikuti sehubungan dengan faktor-faktor lain).

Karena rambu yang berukuran kecil tidak dapat dibaca saat kendaraan melaju dalam kecepatan tinggi, akan tetapi dapat dengan mudah dibaca ketika berkendara secara perlahan. Ukuran huruf yang berbeda-beda yang diperlukan untuk jalan lambat dan jalan cepat. Di Inggris Peraturan tentang rambu tidak dibuat ketentuan yang sesuai dengan jalan. Sebagai contoh, tahun 1950 peraturan ukuran huruf yang standar untuk nama tempat di papan penunjuk arah adalah 2 inci, sampai dengan 4 inci. Dalam beberapa kasus (bisa nomor rute perjalanan harus lebih besar). Pada tahun 1957 terjadi perbaikan peraturan dengan ukuran huruf standar untuk nama-nama tempat 3 inci, maksimal 6 inci dalam beberapa kasus tertentu. Isyarat ereksi dengan huruf ukuran kecil 12 inci di jalan tol Preston Bypass pada akhir tahun 1958, dilakukan pengenalan kebijakan penandatanganan baru.

Di sisi lain di Amerika Serikat, kebutuhan untuk beragam ukuran huruf yang sesuai dengan kondisi jalan telah lama diakui. Dikutip dari Manual Uniform Traffic Control Devices edisi tahun 1948, ukuran huruf minimal 6 inci untuk jalan pedesaan utama dan 4 inci untuk jalan lainnya. Menurut Mitchell dan Forbes telah mengembangkan aturan untuk menangani kasus-kasus tertentu, tinggi huruf yang dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:


(32)

) inci ( 10

S 50

V .

N

N = Jumlah huruf pada rambu V = Kecepatan kendaraan (mil/jam) S = Tinggi rambu dari kendaraan jalan (ft)

Pekerjaan lebih lanjut dilakukan di laboratorium penelitian jalan, pembacaan nama tempat pada rambu telah menyebabkan pengembangan formula yang sedikit berbeda. Ukuran huruf yang direkomendasikan dalam laporan penelitian dengan formula baru yang dikembangkan atas dasar yang sama dengan yang digunakan oleh Mitchell dan Forbes. Akan tetapi terdapat nilai-nilai baru dalam beberapa parameter.

Sangat berbahaya bagi pengemudi untuk mengarahkan pandangannya ke arah samping untuk membaca rambu, sementara kendaraan melaju dengan cepat. Pengemudi harus menyelesaikan membaca rambu sebelum ia mendekatinya. Dengan kata lain pengemudi harus mengalihkan pandangannya melalui sudut besar dari jalan. Jika sudut ini cukup kecil pengemudi harus menyadari apa yang akan terjadi di depannya, sementara ia memindai rambu. Jadi, jika  pada gambar II-35 adalah maksimum yang diijinkan sudut divergensi dan S (ft) jarak rambu dari jalur pengemudi, maka pengemudi harus menyelesaikan membaca pada saat ia telah mencapai titik B sehingga:

BC = S. (ft)

Gambar II-32 Perhitungan Huruf Yang Diperlukan Sumber: Transpormation Information System


(33)

Untuk menemukan total rentang AC dimana pengemudi harus mampu mulai membaca rambu diperlukan untuk menambahkan jarak AB dimana pengemudi berkendara sembari membaca rambu. Jadi, jika kecepatan adalah V (mil/jam) dan pengemudi memerlukan waktu T (detik) untuk membaca rambu maka nilai minimum AC adalah:

AC = S. + 1.47 V.T (ft)

Jika L adalah ukuran huruf yang akan digunakan dan dinyatakan dengan satuan kaki dari jarak baca per inci tinggi huruf, maka tinggi minimum huruf adalah: Tinggi Huruf =

L AC

= (inci)

L T . V . 47 . 1 . S

nilai berikut dipilih sebagai yang paling tepat untuk dimasukkan dalam formula.  = 10°

T = T(max) = 0.31N + 1.94 (detik) L =

Ls

Lh = 50(ft/in) (Untuk huruf kecil) = 1.33x50 (ft/in) (Untuk huruf besar)

Nilai untuk  yang direkomendasikan oleh Mitchell dan Forbes, nampak masuk akal seperti dalam bukti yang telah ada. Nilai T yang perkiraan untuk membaca keseluruhan rambu bagi pengemudi pada banyak kesempatan, akan berhasil memperoleh informasi yang diperlukan tanpa diperlukan membaca seluruh rambu. Nilai L tidak terlalu diperlukan, namun sebagai opsi cadangan penuh untuk pengemudi yang penglihatannya hanya memungkinkan mereka untuk mengikis melalui uji ketajaman pada Surat Izin Mengemudi (SIM). Bagi mereka Lh adalah 21 (ft/in) dalam asumsian sangat masuk akal, akan tetapi pengemudi dengan penglihatan yang buruk akan cenderung melaju lebih lambat dari pengemudi dengan penglihatan normal. Ketika nilai-nilai ini dimasukkan kedalam formula Tinggi Huruf terjadi beberapa pembulatan dilakukan pada rumus berikut:


(34)

inci ) 6 N ( 100 V 10 S

x  

inci ) 6 N ( 100 V 10 S 3 4

H    

Dalam formula ini nilai x adalah tingginya huruf kecil seperti x dan z (dikenal sebagai x tinggi) dan H adalah tinggi huruf besar seperti H dan I.

Ketidaknyamanan dalam menggunakan ukuran huruf yang berbeda pada rambu-rambu yang berbeda di jalan yang sama dapat dihindari dengan asumsi nilai empat untuk N (yaitu selalu menggunakan ukuran huruf yang berlaku sejak penambahan atau pengurangan dari dua nama dalam hal apapun hanya mengubah ukuran huruf ±25 per cm karena asumsi bahwa N = 4. Dirumuskan diatas kemudian diperkecil ke bentuk formula sebagai berikut:

10 V S x 

        10 V S 3 4 H

Tabel II-3 adalah daftar x-tinggi untuk huruf kecil. Ukuran yang sesuai untuk tinggi huruf besar akan lebih besar lagi dikarenakan faktor 4/3 dan rambu berada di daerah yang sama.

Tabel II-3 x-Tinggi Dari Huruf Kecil Rambu Ke Arah Muka Dengan Empat Nama Kecepatan

Kendaraan V (mil/jam)

Penempatan rambu dari samping jalan kendaraan S (ft)

10 20 30 40 50

30 4 5 6 7 8

40 5 6 7 8 9

50 6 7 8 9 10

60 7 8 9 10 11

70 8 9 10 11 12

Sumber: Transpormation Information System

Bagaimana nilai V dipilih untuk jalan tertentu? Untuk jalan dengan batas kecepatan tertentu dapat digunakan V dan di jalan-jalan modern dengan desain


(35)

kecepatan tertentu dapat pula menggunakan V. Nilai V pada jalan yang sering dilalui sangat bervariasi dengan kecepatan rata-rata mobil, nilai V sangat pantas untuk digunakan.

Penempatan dan Pemasangan Rambu

Hubungan penempatan rambu pada persimpangan, dll.

Semua rambu yang memberikan peringatan atau informasi tentang bahaya atau persimpangan, dll. harus ditempatkan cukup jauh di depan guna untuk pengemudi dapat melakukan manuver yang tepat tanpa membahayakan dirinya sendiri atau orang lain. Sudah sepantasnya rambu harus diletakkan jauh sebelum tempat yang ditandai oleh rambu pada jalanan dengan kecepatan tinggi daripada jalan dengan kecepatan rendah.

Jika rambu itu adalah Y (dalam satuan ft) membentuk persimpangan, maka jarak Y+5,7S (dalam satuan ft) harus sama dengan atau lebih besar dari jarak aman minimum berhenti. A V 1,1. 1,5.R.V 5,7.S Y 2   

Dimana A adalah perlambatan aman maksimum dari kendaraan dalam satuan (ft/sec). Kecepatan awal dalam (mil/jam) adalah V dan R merupakan waktu reaksi pengemudi dalam hitungan detik. Hal ini berarti bahwa aplikasi dari formula seperti di atas hanya dapat digunakan sebagai panduan karena tata letak di jalan dan adanya jalan lain harus diperhitungkan dalam praktik nyata. Formula ini dapat disarankan bahwa untuk V adalah kecepatan rata-rata kendaraan dan untuk A merupakan nilai perlambatan yang dipilih dari saat dilepaskannya pijakan dari gas kendaraan dan cara pengereman pada umunya. Sebagai contohnya jika nilai A antara 0.05g dan 0.2g. dan A adalah 0,15g wajar dan dapat diterima di sebagian besar jalan basah. Ketika jalan-jalan dipenuhi oleh es, pengemudi akan berkendara lebih lambat. Pada percobaan telah menunjukkan bahwa nilai R adalah sekitar 1 detik. Sejak formula di atas hanya dianggap sebagai sebuah pendekatan disarankan bahwa satu set nilai-nilai Y, dihitung untuk S = 20 ft dan dibulatkan akan memberikan panduan yang memuaskan dalam praktek (Lihat Tabel II-4)


(36)

Ada sedikit nilai dalam mendirikan rambu berdasarkan prinsip-prinsip yang disebutkan, jika pohon posisi, kolom lampu, rambu yang lain atau perlengkapan jalan dianggap mengaburkan jarak pandang, rambu harus dipindahkan sehingga pengemudi di jalur dekat dengan rambu dapat melihat dengan jelas sekuruang-kurangnya dari jarak 50 ft dari setiap tinggi huruf pada rambu. Pada kota-kota besar dimana lampu jalan pada jalan-jalan utama harus digeser lebih kepinggir jalan supaya tidak menghalangi pandangan pengemudi yang sedang berlalu lintas.

Tabel II-4 Perkiraan Jarak Di Mana Rambu Terlebih Dahulu Harus Dikutip Dari Titik Di Mana Diperlukan Tindakan

Kecepatan rata-rata kendaraan

(mil/jam)

Jarak rambu dari persimpangan, bahaya, dll

(ft)

30 150

40 300

50 500

60 750

70 1000

Sumber: Transpormation Information System

Rambu Selain Rambu Petunjuk

Penting bagi mereka yang peduli pada rambu bahwasannya Rambu Petunjuk hanya bagian kecil 1 dari 7 dari jumlah Rambu Lalu Lintas yang ada di jalan. Mayoritas pengemudi hanya berfokus bagaimana bagaimana memproses makna dari rambu petunjuk. Semenjak sistem sambu diterapkan di Britain (Inggris) untuk suatu tujuan khusus yang sering diajukan, Sistem rambu ini membuat ketertarikan dari dunia internasional untuk keseragaman, suatu perubahan dilakukan terhadap sistem rambu yang tercantum pada Protokol PBB Tahun 1949, dan diterapkan hampir di semua daratan Eropa. Dan sistem rambu ini juga diterapkan di Negara Amerika dan Kanada. Kemungkinan ketiga adalah menubah “World Sistem” yang

tertera pada Draft Convention PBB tahun 1953, yang merupakan hasil kompromi antara Eropa dan Amerika tentang sistem. Sistem rambu di atas berdasarkan hasil penelitian yang dibawa oleh para ahli di Amerika, Prancis, Afrika Selatan, Cili, India dan Turki. Dalam kondisi linkungan yang sangat berpariatif dan klimatik, sistem ini sangat logis dan menurut sudut pandang pengguna jalan merupakan sistem yang sangat layak memuaskan.


(37)

Meskipun, pada awalnya sistem rambu ini digunakan di Eropa dan Amerika, beberapa Negara seperti Mesir, Turki dan Eire menggunakan sistem ini. Akan tetapi beberapa bentuk simbol perlu diterangkan untuk kegunaannya di lapangan dan sistem rambu ini dijadikan sebagai protokol.

Karakter Umum Sistem Rambu Di British, Eropa dan Amerika

Amerika dan Eropa, sistem rambunya merupakan kombinasi bentuk dan warna untuk membedakan kelas-kelas dari rambu seperti (peringatan, regulatori, informasi). Di Eropa rambu regulatori terbagi menjadi 2 yaitu: perintah atau instruksi positif dan larangan atau perintah negatif.

Lebar garis border merupakan elemen terpenting rambu-rambu di Inggris menggabungkan banyak fitur yang berada pada rambu Eropa meskipun biasanya dalam segi bentuk yang lemah. Sebagai contoh rambu berbentuk segitiga dan lingkaran pada sistem rambu di Eropa menjadi berbentuk persegi yang pada rambu terdapat segitiga dan lingkaran pada sistem rambu di Inggris.

Di Eropa dan Amerika sistem rambu menjadi sangat vital perannya yang didesain sangat mudah untuk dimengerti berbeda dari rambu yang lain. Rambu “STOP” di Amerika, “Priorias Jalan” dan “Jembatan Penyebrangan” dibuat kedalam bentuk segi delapan berwarna merah. Warna kuning untuk “Titik Segitiga Bawahdan lingkaran kuning masing-masing rambu. Sedangkan di Eropa “Jalan Proritas” dan “Jembatan Penyebrangan”, “Titik Segitiga Bawah” (segitiga yang lain) terdapat dua buah papan menyilang pada rambu tersebut. Hal ini merupakan dual tujuan dimana rambu begitu penting khususnya mudah untuk dikenali dan pengkelasan terhadap rambu supaya mudah untuk dibedakan. Tujuan ini merupakan salah satu alasan mengapa ada cukup banyak pengecualian terhadap sistem rambu yang sederhana dan ditunjukan pada tabel seperti di bawah ini.


(38)

Tabel II-5 Karajteristik Utama Rambu di Eropa Dan Amerika Kelas

Rambu Element of sign

Sistem

Eropa Amerika

Peringatan Bentuk Warna dasar Warna tulisan Warna garis Segi tiga Putih / kuning Hitam Merah Segi empat Kuning Hitam Polos Perintah Bentuk Warna dasar Warna tulisan Warna garis Lingkaran Biru Putih Polos Persegi panjang Putih Hitam Polos Larangan Bentuk Warna dasar Warna tulisan Warna garis Lingkaran Putih / Kuning Hitam Merah Atas perintah Petunjuk Bentuk Warna dasar Warna tulisan Warna garis Persegi panjang Biru Putih Polos Persegi panjang Putih Hitam Polos Sumber: Transportartion System Information

Perbedaan yang cukup besar antara sistem rambu di Eropa dan Amerika adalah sistem di Eropa mempertimbangkan penggunaan simbolisme baik berupa gambar dan abstrak. Sedangkan sistem rambu di Amerika menjelasskan semua rambu dalam bentuk sederhana berupa kata-kata. Sistem di Britain (Inggris) menggunakan kedua sistem di atas, sehingga perbedaan ini mempengaruhi kedua sistem rambu dengan mudah. Dimana rambu dapat dibedakan pada jarak jauh dan kemudahan untuk dipelajari dan diingat.

2.6 Moving Car Observer (MCO)

Kecepatan kendaraan atau MCO (Moving Car Observer) ini dilakukan dari dalam kendaraan yang ikut bergerak menyusuri rute yang telah ditetapkan. Kendaraan digerakan pada kecepatan rata-rata kendaraan lainnya. Survey ini dilakukan selama 6 putaran (bulak-balik), sehingga didapatkan data sebanyak 12, dari titik awal sampai dengan titik akhir.

Analisa terhadap kecepatan atau MCO (Moving Car Observer) ini berdasarkan kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata dari kendaraan sepanjang segmen jalan (MKJI, 1997) yang nantinya akan diaplikasikan ke kelas jalan dan kecepatan rata-rata diwilayah studi untuk mengetahui ukuran dan jarak rambu. Tujuan dari identifikasi kecepatan kendaraan adalah guna


(39)

mengidentifikasi permasalahan dengan merujuk pada teori hubungan indikator-indikator kinerja jalan yaitu: volume, kecepatan dan kepadatan lalu lintas. Hasil akhir yang diharapkan dari tahapan ini adalah hipotesis apakah terdapat hubungan antara ketiga pariabel lalu lintas tersebut. Survey lapangan yang dilakukan guna mendapatkan data kecepatan rata-rata kendaraan.

Volume lalu lintas dihitung dengan rumus:

w a t t

y x q

   dimana:

q = Arus lalu lintas (kendaraan/menit) t = Waktu tempuh rata-rata (menit)

x = Jumlah kendaraan yang berpapasan/berlawanan.

y = Jumlah kendaraan yang disiap dikurangi jumlah yang menyiap. ta = Waktu perjalanan sewaktu berjalan melawan arus yang ditinjau.

tw = Waktu perjalanan sewaktu berjalan bersama arus yang diamati.

Waktu Perjalanan rata-rata adalah:

q y t t w

2.7 Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap fenomena sosial dijabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variabel dan indikator. Setiap variabel yang di tentukan di ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda-beda sesuai dengan kategori informasi yang berkaitan dengan variabel tersebut. Dengan menggunakan simbol-simbol dan angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang berlaku umum di dalam suatu parameter. Tujuan utama dari metodologi ini ialah menjelaskan suatu


(40)

masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah suatu kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah yang di perkirakan akan berlaku pada suatu populasi tertentu. Generalisasi dapat dihasilkan melalui suatu metode perkiraan atau suatu estimasi yang umum berlaku di dalam statika induktif. Metode estimasi itu sendiri dilakukan berdasarkan pengukuran terhadap kenyataan nyata yang lebih terbatas lingkupnya yang juga sering dsebut “sampel” dalam penelitian kuantitatif. Jadi yang diukur dalam penelitian sebenarnya ialah bagian kecil dari populasi atau sering disebut “data”. Data ialah contoh nyata dari kenyataan yang dapat diprediksikan ke tingkat realitas dengan menggunakan metodologi kuantitatif tertentu. Penelitian kuantitatif mengadakan eksplorisasi lebih lanjut serta menemukan fakta dan menguji teori-teori yang timbul. (Sumanto. 1995).

2.8 Populasi Penelitian

Populasi penelitian merupakan sekumpulan objek yang ditentukan melalui suatu kriteria tertentu yang akan dikategorikan ke dalam objek tersebut bisa termasuk orang, dokumen atau catatan yang dipandang sebagai objek penelitian. Menurut Sugiyono (2009:115) mendefinisikan pengertian populasi sebagai berikut: “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertenjtu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dari pengertian tadi, dapat disimpulkan bahwa populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek tersebut.

2.9 Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara dan masih harus dibuktikan kebenarannya (Sugiyono, 2009:64).

Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti dan terarah, sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.


(41)

Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelititan kuantitatif. Hipotesis yang dirumuskan harus bisa menjawab masalah penelitian, sehingga antara hipotesis dan rumusan masalah terlihat keterkaitannya secara konsisten.

Terdapat tiga alasan utama mengenai pentingnya dirumuskan hipotesis, diantaranya:

1. Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.

2. Hipotesis dapat diuji dan ditunjukan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falfikasi.

3. Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukan benar atau salahnya dengan cara terbatas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.

Definisi Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah; thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.

Hipotesis disebut juga sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian. Hipotesis merupakan jawaban atas masalah secara teoritis atau jawaban sementara yang masih perlu diuji kebenarannya melalui fakta-fakta. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan suatu analisa statistik.


(42)

Hipotesis merupakan suatu proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas semua masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis.

Hipotesis ini diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan litelatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelititan. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk menguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.

Fungsi Hipotesis

Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:

1. Untuk menguji teori.

2. Mendorong munculnya teori. 3. Menerangkan fenomena sosial.

4. Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian.

5. Memberikan kerangka untuk menyususn kesimpulan yang akan dihasilkan. Agar fungsi tersebut dapat berjalan secara efektif, maka ada faktor-faktor yang harus diperhatikan pada penyusunan hipotesis, yaitu:

 Hipotesis disusun dalam kalimat, deklaratif, yaitu kalimat tersebut bersifat positif dan tidak normatif.

 Variabel yang dinyatakan dalam hipotesis adalah variabel yang operasional, dalam arti dapat diamati dan diukur.


(43)

Jenis Hipotesis

Dalam penelitian, hipotesis dibedakan menjadi dua bagian, yaitu hipotesis penelitian dan hipotesis statistik. Hipotesis penelitian adalah hipotesis yang disusun dalam bentuk pertanyaan atau proposisi. Hipotesis ini muncul sebagai produk dari kerangka pemikiran yang telah disusun oleh peneliti. Oleh karena itu, hipotesis penelitian ini biasanya dimunculkan setelah peneliti menguraikan kerangka pemikiran.

Hipotesis statistik adalah hipotesis yang dibuat dalam bentuk hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1), serta biasanya diikuti dengan simbol-simbol statistik. Misalnya, peneliti ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel, simbol statistik yang sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak mengkaji hubungan antarb variabel adalah rho (ρ

).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa hipotesis statistik merupakan terjemahan operasional dari hipotesis penelitian, agar hipotesis ini bisa diuji kebenarannya.

Setiap masalah yang akan diselesaikan selalu mengandung 2 jawaban, yaitu Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (H1).

Hipotesis Nol (H0)

Yaitu hipotesis yang memprediksi bahwa variabel indevenden (variabel bebas) tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (variabel terikat), mempediksi bahwa tidak ada hubungan/perbedaan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Contoh hubungan antara 2 variabel:

 Merokok (Variabel Indevenden) terhadap Sakit Jantung (Variabel Dependen) Hipotesis Nol (H0) = Tidak ada hubungan antara merokok dan resiko sakit jantung.

 Jenis Kelamin terhadap Sakit Jantung

Hipotesis Nol (H0) = Tidak ada perbedaan resiko sakit jantung antara laki-laki dan perempuan.

Hipotesis Alternatif (H1)

Yaitu hipotesis yang memprediksi bahwa variabel indevenden (variabel bebas) mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen (variabel terikat),


(44)

memprediksi bahwa ada hubungan/perbedaan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Contoh hubungan antara 2 variabel:

 Merokok (Variabel Indevenden) terhadap Sakit Jantung (Variabel Dependen) Hipotesis Altenatif (H1) = Ada hubungan antara merokok dan resiko sakit jantung.

 Jenis Kelamin terhadap Sakit Jantung

Hipotesis Alternatif (H1) = Ada perbedaan resiko sakit jantung antara laki-laki dan perempuan.

2.10 Uji Nilai Chi Square dengan Program SPSS 17.0

Menurut SPSS Indonesia (2015). Untuk melakukan uji Chi Square peneliti menggunakan fasilitas Crosstab yang terdapat pada program SPSS. Uji Chi Square bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel yang terdapat pada baris dengan kolom. Jenis data yang digunakan untuk uji Chi Square harus berbentuk data frekuensi, bukan data yang berbentuk rasio ataupun skala.

Dasar pengambilan keputusan dalam uji Chi Square dapat dilakukan dengan melihat nilai output “Chi Square Test” hasil dari pengolahan data dengan program SPSS. Dalam pengambilan keputusan acuan peneliti tergantung pada dua hal, yaitu membandingkan nilai Asymp. Sig dengan nilai batas kritis yaitu 0,05 atau dapat dengan cara membandingkan antara nilai Chi Square Hitung dengan Chi Square Tabel.

Nilai Asymp. Sig:

 Jika nilai Asymp. Sig < 0,05, maka terdapat hubungan yang signifikan antara baris dengan kolom.

 Jika nilai Asymp. Sig > 0,05, maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara baris dengan kolom.

Nilai Chi Square:

 Jika nilai Chi Square Hitung > Chi Square Tabel, maka terdapat hubungan antara baris dengan kolom.

 Jika nilai Chi Square Hitung < Chi Square Tabel, maka tidak terdapat hubungan antara baris dengan kolom.


(45)

2.11 Perspesi

Pengertian Persepsi

Menurut Sugihartono (2007:6) persepsi adalah perilaku manusia diawali dengan adanya penginderaan atau sensasi. Penginderaan atau sensasi adalah proses masuknya stimulus ke dalam alat indera manusia. Setelah stimulus masuk ke alat indera manusia, maka otak akan menerjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus disebut dengan persepsi. Persepsi merupakan proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus yang masuk ke dalam alat indera. Kemudian Menurut Sugihartono (2007:7) perbedaan hasil pengamatan atau persepsi dipengaruhi oleh individu atau orang yang mengamati. Dilihat dari individu atau orang yang mengamati, adanya perbedaan hasil pengamatan dipengaruhi oleh:

1. Pengetahuan, pengalaman, atau wawasan seseorang. 2. Kebutuhan seseorang.

3. Kesenangan atau hobi seseorang. 4. Kebiasaan atau pola hidup sehari-hari.

Menurut Kimbal Young (Walgito, 1986: 86) mengatakan bahwa “persepsi adalah sesuatu yang menunjukan aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek, baik fisik maupun sosial”.

Menurut Mulyana (200:168) persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti presepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Selanjutnya Mulyana mengemukakan persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan lain.

Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul Psikologi Komunikasi (2001:51) mengungkapkan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli).

Pengertian persepsi menurut para ahli diatas memang berbeda-beda. Namun, dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi adalah


(46)

proses pemberian makna, interpretasi dari stimuli dan sensasi yang diterima oleh individu, disesuaikan dengan karakteristik masing-masing individu tersebut.

Dalam wikipedia Indonesia disebutkan bahwa persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atas sesuatu informasi terhadap stimulus. Stimulus sendiri didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa atau hubungan-hubungan antar gejala dan selanjutnya diproses oleh otak.

2.12 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran terhadap beberapa karya penelitian sebelumnya yang memiliki tema yang hampir relevan tertang persepsi, penempatan dan ukuran rambu dengan tema yang di angkat peneliti. Secara ringkas disajikan pada tabel di bawah ini:


(47)

II-42 Tabel II-6 Penelitian Terdahulu

No Penyusun Judul Jenis Data Metode Analisis Tujuan Penelitian Resume

1 Rooswinary Mutiara Hartawanty (2013)

Kajian Penempatan dan Desain Rambu-Rambu Lalu Lintas di Sepanjang Jalan Kolonel Burlian Kecamatan Baturaja Barat Kabupaten Ogan Komering Ulu

 SNI Departemen Perhubungan  Survey volume

lalu lintas  Observasi

 Metode kecepatan  Jarak pandang

henti

Untuk mengetahui penempatan dan desain rambu sudah sesuai SNI

berdasarkan kecepatan pengendara.

Hasil dari analisis tersebut didapat bahwa penempatan rambu pada jalan ini masih ada yang belum sesuai dengan SNI Departemen Perhubungan, baik itu penempatan rambu pada titik tujuan dan penempatan rambu pada tepi jalan, yang keduan adalah desain rambu pada jalan ini baik itu tinggi rambu, ukuran rambu dam lambang-lambang pada daun rambu sedah sesuai dengan SNI Departemen Perhubungan untuk kecepatan exsisting 60 km/jam.

2 Lina Nurul Ikhsan (2015)

Persepsi Pengguna Terhadap Jalur Pejalan Kaki Jalan Pemuda Kota Magelang  Wawancara  Kuesioner  Observasi  Telaah dokumen  Metode kuantitatif  Distribusi frekuensi  Tabulasi silang

Chi-square

Untuk mengetahui pandangan

masyarakat tentang kondisi pada jalur pejalan kaki Jalan Pemuda Kota Malang

Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukan kondisi fisik jalur pejalan kaku saat ini dalam keadaan baik dan dapat disajikan sebagai acuan untuk pengadaan jalur pejalan kaki di Kotas Magelang dengan catatan untuk

perbaikan pada beberapa hal yang masih dianggap kurang. Aspek yang dianggap kurang di jalur pejalan kaki itu adalah kesesuaiannya untuk pengguna dengan kebutuhan khusus perlu dilakukan perbaikan terkait hal tersebut. 3 Hengki Firgian

(2014)

Evaluasi Keberadaan Rambu Dan Marka Jalan Di Kota Pontianak

 Data kondisi rambu  Data panduan

Dirjen Bina Marga Analisis kesesuaian rambu berdasarkan SNI Bina Marga Untuk mengetahui dan mengevaluasi kebutuhan rambu jalan dan pengaruh penempatan perambuan.

Hasil dari penelitian ini berupa rekomendasi misalnya penempatan rambu peringatan tikungan beruntun pada suatu ruas jalan yang terdapat tikungan beruntun dengan jarak pandang kemudi terbatas.


(48)

II-43

No Penyusun Judul Jenis Data Metode Analisis Tujuan Penelitian Resume

4 Adi Haryadi (2012)

Harmonisasi Rambu dan Marka Dengan

Geometrik Jalan Pada Jalan Luar Kota

Data sekunder / data lokasi penempatan rambu dan marka Perhitungan jarak pandang henti

Jarak pandang mendahului

Untuk mengetahui keselarasan antara geometrik jalan terhadap penempatan rambu dan marka sebagai pengarah positif begi pengguna jalan berdaarkan nilai keselamatan

Penempatan rambu batas kecepatan mengalami disharmonisasi kecepatan rencana 60 km/jam menjadi 40 km/jam, akibat terdapat tikungan beruntun serta memiliki jarak pandang kemudi yang minim. Pemasangan rambu batas kecepatan 40 km/jam perlu ditempatkan sesuai aturan panduan, dengan demikian arahan dan informasi yang positif bagi pengemudi sehingga pesan dari rambu dan marka dapat tersampaikan dengan baik.

5 Agus Suwanto (2007)

Anaisis Pengaruh Rambu Batas Kecepatan Terhadap Tingkat Kecepatan Kendaraan Survey kecepatan Observasi Analisis kecepatan rata-rata kendaraan Untuk menganalisis tingkat kecepatan kendaraan terhadap rambu batas kecepatan

Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa reaksi kecepatan lebih besar daripada rambu batas kecepatan yang ada.


(49)

Berdasarkan penelitian terdahulu yang berhasil dikumpulkan, jika diamati persamaan dengan jurnal Saudari Rooswinary Mutiara Hartawanty terdapat permsamaan dan perbedaan. Permasaannya yaitu menganalisa tentang penempatan dan desain rambu lalu lintas ditambah menghitung kecepatan lalu lintas untuk menentukan desain ukuran rambu lalu lintas.

Peneliti juga menganalisa tentang penempatan dan ukuran rambu lalu lintas diantaranya jarak penempatan rambu dari tepi kiri bahu jalan, jarak penempatan rambu terhadap bagian jalan yang berbahaya, menganalisa ukuran daun rambu, dan tinggi tiang rambu yang sesuai dengan ketentuan panduan. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel yaitu tabulasi silang antara pemahaman pengguna jalan terhadap rambu lalu lintas dengan jenis kelamin pengguna jalan.

Adapun untuk analisis persepsi pengguna jalan, jika diamati, persamaan dengan jurnal Saudari Lina Nurul Ikhsan yaitu sama-sama meneliti tentang persepsi menggunakan analisis deskriftif kuantitatif kemudian melakukan tabulasi silang antara karakteristik pengguna jalan dengan persepsinya terhadap kondisi fisik jalur pejalan kaki, dan tabulasi yang penelisi uji untuk menjawab hipotesis adalah antara pemahaman pengguna jalan terhadap rambu lalu lintas dengan jenis kelamin pengguna jalan.


(50)

(51)

III-1

3.1 Gambatan Umum Kabupaten Bandung

Kabupaten Bandung, yang beribu kota di Kecamatan Soreang, merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang berada di dataran tinggi. Kabupaten Bandung lahir melalui Piagam Sultan Agung Mataram pada tanggal 20 April tahun 1641 M. Pada awalnya, Kabupaten Bandung terdiri atas 33 Kecamatan. Sejak disahkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, yang kemudian di revisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004, pemekaran daerah marak terjadi di Indonesia, demikian juga di Kabupaten Bandung. Kota Cimahi memekarkan diri dari Kabupaten Bandung pada tahun 2001, yang kemudian disusul dengan pemekaran Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2007. Dengan demikian, pada tahun 2010 terdapat 31 Kecamatan di Kabupaten Bandung, yang terbagi atas 8 Wilayah Pengembangan (WP).

Kabupaten Bandung memiliki luas wilayah sebesar 176.238,67 Ha, yang terdiri atas 31 Kecamatan, 267 Desa dan 9 Kelurahan. Kecamatan Pasirjambu merupakan wilayah dengan luas terbesar dan Kecamatan Margahayu merupakan wilayah dengan luas terkecil di Kabupaten Bandung.

3.1.1 Kondisi Geografis dan Tofografi

Secara geografis, Kabupaten Bandung terletak pada 6° 49 ‘ - 7° 18 ‘ Lintang Selatan dan 107° 14‘ - 107° 56‘ Bujur Timur. Letak geografis wilayah Kabupaten Bandung di bagian timur dan selatan cekungan Bandung yang merupakan tubir dari danau purba dengan tipe geologis berbentuk kandungan batuan vulkanis.

Sedangkan berdasarkan topografinya sebagian besar wilayah di Kabupaten Bandung merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan ketinggian diatas permukaan laut bervariasi dari 500 m sampai 1.812 m.


(52)

Kabupaten Bandung juga dialiri oleh Sungai Citarum, keberadaan sungai ini menguntungkan dari sektor pertanian, industri dan sebagai bahan baku air, namun bila curah hujan cukup tinggi di daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air.

3.1.2 Iklim

Secara umum letak Kabupaten Bandung di dataran tinggi atau pegunungan membuat suhu udara di Kabupaten Bandung ini cukup sejuk, yaitu berkisar antara 12° Celcius s/d 21° Celcius.

3.1.3 Luas Wilayah

Luas wilayah dalam publikasi ini dibagi menjadi beberapa kategori diantaranya luas lahan pertanian sawah (berpengairan teknis, berpengariran non teknis dan tidak berpengairan), luas lahan pertanian bukan sawah dan luas lahan non pertanian. Kecamatan dengan luas lahan pertanian sawah terluas adalah Kecamatan Rancaekek dengan luas 3.051,6 Ha, desa dengan luas lahan pertanian bukan sawah terluas adalah Kecamatan Pangalengan dengan luas 17.898,81 Ha, sedangkan desa dengan luas lahan non pertanian terluas adalah Kecamatan Pangalengan dengan luas 8.435,90 Ha.


(53)

Berikut adalah Gambaran Peta Wilayah Kabupaten Bandung dan luas wilayah menurut Kecamatannya:

Gambar III-1 Peta Kabupaten Bandung

Sumber: Publikasi Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2011

3.1.4 Transportasi

Kabupaten Bandung sebagai sentra produk pertanian, industri dan pariwisata mutlak memerlukan sarana dan prasarana transportasi. Kemudahan akses dan kualitas jalan maupun sarana transportasi yang baik diharapkan secara signifikan berpengaruh terhadap kemajuan Kabupaten Bandung.

3.2 Gambaran Umum Kecamatan Bojongsoang

Kecamatan Bojongsoang adalah salah satu dari 13 Kecamatan yang berada di bawah Pemerintahan Kabupaten Bandung, yang dalam melaksanakan kegiatan Pemerintah memiliki enam desa yang bisa dilihat pada Tabel III-1. Terdapat 19 Dusun, 91 RW dan 548 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 88.154 jiwa (Laki-laki = 43.574 jiwa, Perempuan 44.580 jiwa). Kecamatan Bojongsoang merupakan pintu gerbang perbatasan dengan Kota Bandung.


(54)

3.2.1 Kondisi Geografis dan Tofografi

Kondisi geografis Kecamatan Bojongsoang berada pada letak tofografi dataran dengan keberadaan wilayah diluar kawasan hutan dan ketinggian dari permukaan laut beragan dari 681 sampai dengan 687 meter. Luas wilayah Kecamatan Bojongsoang adalah 2586.30 Ha, terkecil berada di Desa/Kelurahan Buah batu dengan 300.00 Ha dan luas wilayah terbesar berada di Desa/Kelurahan Tegal luar sebesar 682.50 Ha.

Tabel III-1 Letak Geografis, Tofografi, Keberadaan Wilayah dan Ketinggian dari Permukaan Laut Menurut Desa di Kecamatan Bojongsoang Tahin 2014

No Desa/Kelurahan

Letak Geografis Desa/Kelurahan

Tofografi Wilayah Keberadaan Wilayah

Ketinggian dari Permukaan Laut (meter)

1 Bojongsari Dataran Luar Kawasan Hutan 683

2 Bojongsoang Dataran Luar Kawasan Hutan 681

3 Lengkong Dataran Luar Kawasan Hutan 683

4 Cipagalo Dataran Luar Kawasan Hutan 687

5 Buahbatu Dataran Luar Kawasan Hutan 685

6 Tegalluar Dataran Luar Kawasan Hutan 687

Sumber: Kecamatan Bojongsoang dalam Angka 2015

3.2.2 Jumlah Pertumbuhan Penduduk

Menurut BPS Kecamatan Bojongsoang Dalam Angka Tahun 2015 Jumlah penduduk di Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung pada tahun 2012 tercatat sebanyak 112.990 jiwa, pada tahun 2013 tercatat 117.303 jiwa, tahun 2014 tercatat 119.188 jiwa terdiri dari 60.859 jiwa Laki – laki, 58.329 jiwa Perempuan.


(55)

3.2.3 Lokasi Wilayah Studi

Berikut adalah Gambar lokasi wilayah studi di ruas Jalan Bojongsoang sepanjang 1.9 Km:

Gambar III-2 Lokasi Wilayah Studi Ruas Jalan Bojongsoang

Sumber: Google Maps

Gambar III-3 Lokasi Wilayah Studi Ruas Jalan Bojongsoang Sumber: Google Earth


(56)

Berikut adalah Gambar lokasi wilayah studi di ruas Jalan Terusan Bojongsoang sepanjang 2.0 Km:

Gambar III-4 Lokasi Wilayah Studi Ruas Jalan Terusan Bojongsoang Sumber: Google Maps

Gambar III-5 Lokasi Wilayah Studi Ruas Jalan Terusan Bojongsoang Sumber: Google Earth


(57)

Berikut adalah Gambar lokasi wilayah studi di ruas Jalan Siliwangi sepanjang 0.7 Km:

Gambar III-6 Lokasi Wilayah Studi Ruas Jalan Siliwangi Sumber: Google Maps

Gambar III-7 Lokasi Wilayah Studi Ruas Jalan Siliwangi Sumber: Google Earth


(58)

(59)

IV-1

4.1 Umum

Tahapan dalam penelitian ini secara garis besar dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini:

Mulai

Survey Primer

 Survey Inventarisasi Rambu Lalu Lintas

 Survey Kecepatan

 Survey Kuesioner ke Pengguna Jalan

Permasalahan

Selesai Tahap Persiapan

Tahap Pengumpulan Data

Evaluasi Ketentuan Panduan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Berdasarkan

Persepsi Pengguna Jalan

Analisa Data

 Analisis Inventarisasi Rambu Lalu Lintas Yang Sesuai Panduan

 Analisis Kecepatan Lalu Lintas

 Analisis Kuesioner

 Analisis Uji Hipotesis

Inventarisasi Rambu-Rambu Lalu Lintas

Kesimpulan dan Saran

Panduan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tahun

2013


(60)

4.2 Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan sebagai awal dari seluruh rangkaian kegiatan yang akan direncanakan. Hasil tahap persiapan ini akan sangat mempengaruhi proses yang dilakukan dalam tahap-tahap selanjutnya.

Pada tahapan persiapan akan dihasilkan sebuah kerangka analisis dan rencana survey yang akan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan data yang diperlukan dalam proses analisis nantinya. Selain daripada itu pada tahapan ini juga dihasilkan identifikasi awal permasalahan yang terjadi di lokasi wilayah studi.

4.3 Tahap Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data yang diperlukan di lokasi studi adalah sebagai berikut: a. Data panduan penempatan dan ukuran rambu lalu lintas dari Direktorat

Jenderal Perhubungan Darat.

b. Data penempatan dan ukuran existing rambu lalu lintas. c. Data kecepatan dari kendaraan bergerak.

d. Data penentuan populasi dan sampel.

e. Data kuesioner dari pengguna jalan dengan berbagai jenis kendaraan terhadap penempatan dan ukuran rambu lalu lintas yang sudah memenuhi ketentuan panduan.

Tahapan pengumpulan data dilapangan untuk memenuhi kebutuhan adalah sebagai berikut:

4.3.1 Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan survey langsung di lapangan. Pengambilan data primer dilakukan setelah seluruh komponen tahapan persiapan survey terpenuhi seperti tenaga survey, perlengkapan dan alat survey, maupun gambaran kondisi umum wilayah studi, dan beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum pelaksanaan survey lapangan.


(61)

Dalam tahapan ini pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Data Inventarisasi Rambu Lalu Lintas

a. Survey inventarisasi rambu lalu lintas yaitu:

o Kondisi rambu. o Jenis rambu.

o Jarak penempatan rambu. o Ukuran daun rambu. o Tinggi rambu. 2. Survey Kecepatan

 Alat yang digunakan dalam melakukan survey:

o Jam (stop watch)

Digunakan untuk mencatat pada waktu perekaman dilaksanakan maupun untuk pengolahan data.

o Handycam atau Handphone.

o Alat-alat tulis, beserta perlengkapannya.  Data yang diamati:

o Kendaraan yang disiap. o Kendaraan yang menyiap.

o Kendaraan yang berlawanan arah. 3. Data Kuesioner

Data kuesioner ini di gunakan untuk mengetahui gambaran penempatan dan ukuran rambu lalu lintas menurut persepsi pengguna jalan dengan menggunakan data kuesioner yang sudah disediakan oleh peneliti yang nantinya akan digunakan untuk mengkritisi aturan panduan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat terhadap rambu yang sudah memehuni ketentuan panduan.


(62)

Berikut adalah jenis-jenis kebutuhan data primer bereserta sumber dan kegunaannya bisa dilihat di Tabel dibawah ini:

Tabel IV-1 Kebutuhan, Sumber dan Kegunaan Data Primer

No Jenis Data Sumber Data Kegunaan Data

1 Data Inventarisasi Rambu Lalu Lintas

Inventarisasi Rambu

Untuk mengetahui jenis rambu, ukuran rambu, dan jarak

penempatan rambu.

2 Data Kecepatan Kendaraan

Bergerak

Untuk mengetahui kecepatan rata-rata di wilayah studi

3 Data Kuesioner Kuesioner ke

Pengguna Jalan

Untuk mengetahui gambaran penempatan dan ukuran rambu lalu lintas yang sudah memenuhi

ketentuan panduan berdasarkan persepsi pengguna jalan

4.4 Inventarisasi Rambu Lalu Lintas

Sebelum melakukan perhitungan menurut kondisi, maka dilakukan terlebih dahulu inventarisasi rambu lalu lintas yang sudah ada dengan tujuan nantinya tidak akan terdapat rencana yang tumpang tindih. Adapun rekapitulasi inventarisasi rambu lalu lintas eksisting adalah sebagai berikut:

Tabel IV-2 Inventarisasi Rambu Lalu Lintas Pada Kawasan Studi

No Jenis Rambu Total

1 Rambu Petunjuk 19 unit

2 Rambu Perintah 1 unit

3 Rambu Peringatan 21 unit

4 Rambu Larangan 5 unit

Sumber: Hasil Survey, 2015

Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa telah terdapat 46 unit rambu pada kawasan studi yang terpasang sepanjang 4.7 Km yang terdiri dari 19 unit rambu petunjuk, 1 unit rambu perintah, 21 unit rambu peringatan, dan 5 unit rambu larangan.


(63)

4.5 Analisis Data

Setelah tahapan identifikasi awal kondisi umum wilayah studi yang akan memberikan berbagai informasi primer pada proses tahapan selanjutnya, kemudian dilakukan tahapan analisis data guna memberikan evaluasi terhadap penempatan dan ukuran rambu lalu lintas, adapun analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengelompokan data existing rambu lalu lintas menurut kondisi fisik di lokasi studi.

b. Mendetailkan data pengolahan dari studi awal sehingga tercipta form–form isian berupa tabel–tabel.

c. Mengisi dan memindahkan data yang telah terkumpul ke dalam tabel–tabel isian.

d. Melakukan pengolahan data berupa evaluasi ketentuan berdasarkan panduan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

e. Melakukan evaluasi terhadap ketentuan panduan menurut persepsi pengguna jalan.

4.5.1 Inventarisasi Rambu Lalu Lintas

Analisis inventarisasi rambu lalu lintas ini dimaksud untuk mengetahui data kondisi firis rambu lalu lintas, penempatan dan ukuran rambu lalu lintas yang tidak sesuai menurut panduan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dengan menganalisis semua rambu lalu lintas yang sudah ada di ruas jalan yang di tinjau, analisis yang dilakukan berupa mengukur daun rambu, mengukur jarak rambu, mengukur jarak penempatan rambu dari tepi jalan, dan mengukur tinggi rambu yang nantinya akan dievaluasi menurut ketentuan panduan, dan rambu yang sudah memenuhi ketentuan panduan akhirnya akan dievaluasi berdasarkan persepsi pengguna jalan.

4.5.2 Analisis Kecepatan

Analisis kecepatan ini menggunakan metode kendaraan bergerak, dengan metoda ini di dapat volume rata-rata sepanjang jalan tertentu sekaligus kecepatan rata-ratanya. Survey dilakukan dari dalam kendaraan yang ikut bergerak dengan


(64)

arus (6 kali putaran) melalui suatu rute atau digunakan lebih dari satu kendaraan pada rute tersebut. Survey lapangan pada penelitian ini dilakukan guna mendapatkan data kecepatan rata-rata kendaraan.

4.5.3 Analisis Kuesioner

Pada penelitian ini metode analisis data yang akan digunakan adalah metode kuantitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian persepsi pengguna jalan terhadap penempatan dan ukuran rambu lalu lintas di Jalan Bojongsoang, Jalan Terusan Bojongsoang, dan Jalan Siliwangi adalah dengan data kuesioner. Kuesioner akan diberikan kepada responden yang melewati tiga ruas jalan yang di teliti dengan jumlah sampel yang sebesar 30 responden per satu rambu. Jenis analisis yang akan digunakan adalah analisis distribusi frekuensi untuk setiap item. Distribusi frekuensi pada prinsipnya adalah menyusun dan mengatur data ke dalam beberapa kelas data yang sama, sehingga setiap kelas bisa menggambarkan karakteristik data yang ada (Santoso, 2003:8). Pada tahapan ini persepsi pengguna jalan terhadap penampatan dan ukuran rambu lalu lintas dijumlahkan dan dilakukan presentase terhadap setiap pilihan pengguna jalan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan persepsi menurut Sugihartono (2007:7) bahwa perbedaan hasil pengamatan atau persepsi dipengaruhi oleh individu atau orang yang mengamati. Dilihat dari individu atau orang yang mengamati, adanya perbedaan hasil pengamatan dipengaruhi oleh:

1. Pengetahuan, pengalaman, atau wawasan seseorang. 2. Kebutuhan seseorang.

3. Kesenangan atau hobi seseorang. 4. Kebiasaan atau pola hidup sehari-hari.

Kimbal Young (Walgito, 1986: 89) mengatakan bahwa “persepsi adalah sesuatu

yang menunjukan aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek,

baik fisik maupun sosial”.

Data mengenai persepsi pengguna jalan ini didapat dari 30 responden pada setiap rambu yang di teliti maka jumlah keseluruhan responden adalah 150


(1)

DAFTAR RIWAYAH HIDUP

CURRICULUM VITAE

I. Data Pribadi

Nama : Faridz Wildan Fadli Fauzar Tempat/Tgl/Lahir : Bandung, 12 Desember 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia

Suku : Sunda

Tinggi/Berat Badan : 173 cm / ± 62 kg Golongan Darah : B

Hobi : Olahraga dan Menulis

Alamat Bandung : Jln. Raya Andir, Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung

Email : faridzwildan@gmail.com No. Telepon/HP : 085208312221 / 08121409271

II. Riwayat Pendidikan

Tahun Institusi

1997 – 1998 : TK Aisyiah Karawang 1998 – 2004 : SD Negeri XI Karawang 2004 – 2007 : SMP Negeri 4 Karawang 2007 – 2010 : SMA Negeri 1 Ciparay


(2)

III. Pengalaman Organisasi

Tahun Jabatan Organisasi

2010 – 2011 Anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia (FKMTSI), JABAR - Banten

2011 – 2012 Koordinator Mobilisasi

Forum Komunikasi Mahasiswa Teknik Sipil Indonesia (FKMTSI), JABAR - Banten

2011 – 2012 Anggota Divisi Perencanaan Kegiatan

Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HMTS) UNIKOM

2012 – 2013 Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HMTS) UNIKOM

2012 – 2013 Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Unikom, Cabang Bandung

2013 – 2014 Wakil Sekretaris Umum

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Unikom, Cabang Bandung

2014 – 2015 Ketua Bidang Perancangan dan Perencanaan Daerah

Gerakan Mahasiswa (MGP)

IV. Pengalaman Kerja

2011 : Project Saham, membantu salah satu Dosen Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia.

2012 :

Koordinator Lapangan PT. Bima Sakti Geotama, Project UFCSI Perencanaan Pembangunan DAM di Palembang – Sumatera Selatan.

2012 :

Koordinator Lapangan PT. Bima Sakti Geotama, Project UFCSI Perencanaan Pembangunan DAM di Sungai Anai Padang – Sumatera Barat.

2012 :

Koordinator Lapangan PT. Bima Sakti Geotama, Project UFCSI Perencanaan Pembangunan DAM di Sungai Anai Padang Pariaman – Sumatera Barat.

2013 : Survey Data Social Ekonomi, Perencanaan Pembangungan Jalan Tol Cilincing – Cibitung bersama PT. Nasuma.


(3)

V. Pelatihan

2010 : - Software Microsoft Office 2011

: - Software Macromedia Dreamweaver - Software Ultra Edit

2012

:

- Software AutoCad 2D - Software AutoCad 3D - Sofware Google SketchUp 2013 : - Software Mathcad

2014

:

- Software Microsoft Project - Software LPile

- Software Apile - Software Allpile - Software Plaxis 2015

: - Software SAP 2000 V.1.4 - Software Plaxis 3D Foundation

2013 : Survey Normalisasi Kali Cikarang – Bekasi

2013 : Kerja Praktek (KP) di PT. JHS PCI Pembangunan Rusunami Bersubsidi The Jarrdin Cihampelas, Bandung.

2014 :

- Perencanaan DED Manajemen Rekayasa Lalu Lintas, Jambi.

- Perencanaan DED Manajemen Rekayasa Lalu Lintas, Aceh – Sumatera Utara.

2015 :

- Survey Tally Mandiri – KSOP Pelabuhan Merak, Banten. - Survey Tally Mandiri – Pelabuhan Tanjung Priok.

- Survey Tally Mandiri – Pelabuhan Pontianak.

- Survey Tally Mandiri – OPP Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

2015 :

- Survey Perencanaan Kinerja Ruas Jalan, Kota Jambi. - Survey Perencanaan Kinerja Ruas Jalan, Palembang,


(4)

VI. Keahlian

1 : Memahami Software Mocrosoft Office 2 : Memahami Software AutoCad 2D 3 : Memahami Software Google SketchUp 4

:

Memahami Software Bidang Struktur - Microsoft Project

- SAP 2000 - Mathcad 5

:

Memahami Software Bidang Geoteknik - GeoSlope

- APile - LPile - AllPile - Plaxis

- Plaxis 3D Foundation

Judul Skripsi:

EVALUASI KETENTUAN PANDUAN TENTANG PENEMPATAN DAN UKURAN RAMBU LALU LINTAS BERDASARKAN PERSEPSI PENGGUNA JALAN

Bandung, 5 Maret 2016

Faridz Wildan Fadli Fauzar NIM. 1.30.10.010


(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan dari Program Studi Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang telah disusun ini sangatlah jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, segala kritik dan saran guna perbaikan terhadap skripsi ini sangatlah diharapkan.

Dalam proses penyusunan, banyak pihak yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa.

2. Ayahanda dan Ibunda serta keluaga tercinta yang selalu mendukung.

3. Bapak Dr. Y. Djoko Setiyarto, ST., MT., selaku Koordinator Skripsi dan Ketua Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia.

4. Bapak Muhammad Fathoni, ST., MT., dan Bapak M. Donie Aulia. ST., MT., MM., selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Pembimbing Kedua.

5. Ibu Vitta Pratiwi, ST., MT., selaku Dosen Kemahasiswaan Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia.

6. Bapak Kani Mahardika, ST., MT., selaku Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota sekaligus Mentor saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Nia yang selalu memberi semangat, motivasi, dan segala hal yang membantu

dalam penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat saya Wilson Koven. ST., Aulia Aji Laksana. ST., Tunky Haditama, Ahmad Guntur Saputra, Indra Sapa’at, Agung Sri Aprilianto, Hafid Sanjaya dan Rangga Wirachma yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 9. Teman-teman Teknik Sipil Angkatan 2010, Himpunan Mahasiswa Teknik

Sipil Unikom, Crew Studio Project 09 Sekeloa, yang selalu memberi dukungan.


(6)

iv 10. Kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusinya guna

kelancaran penyusunan skripsi ini.

Bandung, 5 Maret 2016