Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Sebagai bangsa yang memiliki wilayah laut luas dan daratan yang subur sudah semestinya Indonesia menjadi bangsa yang makmur. Menjadi tidak wajar manakala kekayaan yang demikian besar ternyata tidak dapat mensejahterakan. Kusnadi, 2003. Kelautan dan perikanan merupakan salah satu contoh bentuk salah kelola yang ada di negeri ini. Berpuluh-puluh tahun perhatian pada sektor kelautan dan perikanan dikatakan minus. Akibatnya laut dan ikan menjadi kekayaan yang terbengkalai dan ironisnya hanya dinikmati segelintir orang dan bangsa lain yang banyak meraup kenikmatan. Beruntung rezim orde baru jatuh pada tahun 1998, sehingga muncul kesadaran kelautan pada beberapa orang di negeri ini. Kritik tajam dan arah pada pembangunan yang berorientasi pada daratan menjadi titik pacu pembangunan dunia kelautan. Laut yang selama ini termarginalisasi, hanya dijadikan tempat pembuangan sampah dan limbah, mulai mendapat perhatian baru. Masyarakat di daerah perairan laut yang kenyang kemiskinan, derita keterbelakangan dan kekumuhan lingkungan mendapat injeksi untuk kebangkitan dunia baru. Tujuan akhir pembangunan nasional adalah tercapainya masyarakat sejahtera adil dan makmur yang merata pada bidang materiil dan spiritual berdasarkan pancasila dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Sampai akhir repelita 1 pada pembangunan jangka panjang pertama banyak hasil yang telah dicapai dengan ditandai meningkatnya kesejahteraan dan naiknya tingkat hidup masyarakat pada umumnya GBHN, 1999. Namun demikian ada sebagian masyarakat yang dirasakan masih tertinggal kesejahteraannya dibanding dengan kelompok masyarakat lain yang salah satunya adalah kelompok masyarakat nelayan. Nelayan yang merupakan sebagian dari sekian banyak tenaga kerja, disamping sebagai faktor produksi juga sebagai sumberdaya manusia dan sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Desa-desa nelayan adalah wilayah yang merupakan potensi kemiskinan dibanding dengan golongan sosial lainnya, kehidupan sosial nelayan relatif lebih terpuruk. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan para nelayan, tidak mempunyai cukup tanah untuk mendukung keluarganya atau tidak mempunyai akses dalam lapangan pekerjaan di luar pertanian yang dapat memberi penghidupan yang layak. Kemiskinan kehidupan nelayan tidak lepas dari kebijaksanaan modernisasi peralatan tangkap yang dimulai tahun 1970-an. Kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas penangkapan ikan, produksi perikanan dan perbaikan distribusi penghasilan nelayan. Untuk menunjukkan kebijaksanaan tersebut pemerintah sejak tahun 1974 telah mengimplementasikan berbagai program kredit untuk membantu nelayan tradisional. Namun dalam kenyataannya tidak semua nelayan memiliki kesempatan untuk memanfaatkan program kredit tersebut Dirjen Perikanan 1990. Akibat dari keadaan tersebut nelayan terlibat dalam jaringan utang-piutang dengan penyedia modal informal. Mereka ini adalah para tengkulak atau pedagang perantara, pedagang ikan, pemilik warung atau rentenir. Dalam banyak hal keterkaitan utang-piutang dengan pemilik modal informal ini tidak menguntungkan nelayan. Kekuasaan modal dan kekuatan monopoli yang dimiliki oleh para pedagang ikan merupakan sarana yang memperlemah posisi tawar menawar nelayan dalam transaksi perdagangan hasil tangkapan mereka. Oleh sebab itu bagi nelayan tradisional tidak ada lagi ruang untuk melepaskan diri dari pengaruh pemilik modal informal mengingat penangkapan ikan memerlukan modal yang tidak sedikit. Ikatan utang-piutang itu merupakan bagian dari mata rantai yang membentuk kemiskinan dikalangan nelayan. Bahkan utang-piutang tersebut akan diwariskan kepada anak- anak nelayan jika orang tua mereka sudah tidak mampu lagi bekerja sebagai nelayan atau sudah meninggal dunia. Kemiskinan dikalangan nelayan memang sangat komplek, disamping karena faktor-faktor siklus alam, keterbatasan sumberdaya manusianya, persaingan dalam penangkapan ikan yang semakin kompetitif, jaringan perdagangan ikan yang menguntungkan pihak produsen, kemiskinan nelayan juga karena dampak kebijakan pembangunan pedesaan. Cara menanggulangi kemiskinan nelayan secara nasional dapat dilakukan dengan mengurangi ketergantungan mereka kepada sumberdaya laut. Konversi pekerjaan ini sangat penting untuk mengurangi proses eksploitasi sumberdaya laut yang berlebihan. Ini berarti daerah pedesaan harus banyak tersedia sektor pekerjaan diluar sektor tradisional yang selama ini digeluti oleh nelayan. Penciptaan lapangan kerja baru seperti sektor jasa, perdagangan dan industri rumah tangga sangat dimungkinkan dengan bantuan pemerintah lewat bantuan Inpres Desa Tertinggal IDT. Kondisi kemiskinan nelayan ini juga terdapat di kawasan permukiman nelayan di kecamatan Labuhan Badas Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Kecamatan Labuhan Badas merupakan salah satu dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumbawa mempunyai rumah tangga penduduk 24.118 jiwa yang mayoritas adalah nelayan dengan jumlah 488 orang, hal ini mencerminkan persentase yang besar antar jumlah nelayan dan jumlah rumah tangga dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Jumlah rumah tangga dan jumlah nelayan di Kabupaten Sumbawa dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Jumlah Rumah Tangga dan Nelayan di Kabupaten Sumbawa Tahun 2006 No Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Jumlah Nelayan Jarak dari Pusat Pemerintahan Kabupaten km 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Jereweh Sekongkang Lunyuk Taliwang Brang Rea Seteluk Alas Alas Barat Utan-Rhee Batulanteh Sumbawa Labuhan Badas Moyohilir Moyohulu Ropang Lape-Lopok Plampang Labangka Empang 4137 1274 4478 8746 3325 5887 9575 4539 7858 2333 15464 3744 666 4694 3507 7739 7528 2341 7807 33 22 56 623 - 459 1071 545 658 - - 488 412 - - 561 958 24 857 129 154 95 114 122 97 69 77 47 17 - 8 11 20 39 30 62 79 90 Jumlah 112092 6783 Sumber: Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2006 Selain itu Kecamatan Labuhan Badas mempunyai topografi datar, dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan air laut yang terdiri dari 7 desa dan mempunyai jarak yang bervariasi dengan pusat pemerintahan kecamatan dibandingkan dengan kecamatan lainnya sehingga strategi kelangsungan hidupnya dapat bervariasi berdasarkan dari jauh dekatnya desa tersebut. Jarak Kantor Kecamatan Labuhan Badas dengan Kantor Desa dan Jumlah Nelayan dapat dilihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2. Jarak Kantor Kecamatan Labuhan Badas dengan Kantor Desa dan Jumlah Nelayan Kantor Desa Jarak km Jumlah nelayan Badas 2,5 22 Karang Dima 1,2 47 Lab.Sumbawa 3 270 Labuhan Aji 54 9 Sebotok 70 16 Bajo Medang 69,25 100 Bugis Medang 69 24 Sumber: Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2006 Dengan penduduk yang mayoritas nelayan dan kehidupan yang sangat bergantung dari laut, tekanan terhadap kehidupan sosial ekonomi nelayan terjadi ketika musim barat tiba. Masa-masa ini merupakan masa-masa paceklik, karena nelayan tidak dapat melaut. Nelayan yang memiliki barang-barang berharga yang mereka beli ketika tangkapan membaik, akan dijualnya kembali untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun bagi nelayan yang tidak memiliki barang berharga mereka melakukan peminjaman uang atau barang-barang kebutuhan pokok ke tetangga, teman bahkan pemilik perahu. Dalam masa paceklik tersebut anak-anak dan istri nelayan berusaha untuk bekerja dalam beragam sektor pekerjaan dengan tujuan untuk menambah penghasilan suami dan bapak mereka sehingga dapat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Kondisi inilah yang menyebabkan adanya perbedaan sosial ekonomi penduduk. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut penulis mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul “STRATEGI SURVIVAL RUMAH TANGGA NELAYAN DI KAWASAN PERMUKIMAN NELAYAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA NUSA TENGGARA BARAT”. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi nelayan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Labuhan Badas Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang ? 2. Bagaimana strategi kelangsungan hidup nelayan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Labuhan Badas Desa Labuhan Sumbawa dan Bajo Medang ? 3. Apakah faktor jarak dari pusat perkembangan wilayah kecamatan berpengaruh terhadap strategi kelangsungan hidup nelayan di dua kawasan permukiman nelayan di kecamatan Labuhan Badas ?

1.3. Tujuan Penelitian