Motif keterlibatan Al-Qaeda In The Islamic Maghreb (AQIM) dalam konflik Mali 2012-2013

(1)

MOTIF KETERLIBATAN AL-QAEDA IN THE ISLAMIC

MAGHREB (AQIM) DALAM KONFLIK MALI 2012-2013

Skripsi

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

ISTIQAMAH

NIM 1110113000011

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skipsi yang berjudul :

MOTIF KETERLIBATAN AL.QAEDA IN THE ISLAMIC MAGHREB (AQrM) DALAM KONFLTK MALI 2012-2013

Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atax merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. 2.

l.

J.

Jakarta, 5 Januari 2015


(3)

111

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama

: Istiqamah

NIM

:

lll0ll30000ll

Program Studi : Hubungan Intemasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi denganjudul :

MOTIF KETERLIBATAN AL-QAEDA

IN

TTIE ISLAMIC MAGHREB

(AQIM) DALAM KONFLIK MALI2012-2013 dan telah memenuhi persyaratan untuk diuj i.

Jakart4 5 Januari 2015

Mengetahui, Ketua Program Studi

Debbie Affianty, M.Si

Menyetuiui, Pembimbing Skripsi


(4)

lv

PENGESAHAN PANITIA UJIAII SKRIPSI

SKRIPSI

MOTIF KETERLIBATAN AL-QAEDA IN THE ISLAMIC MAGHREB (AQIM) DALAM KONFLIK MALL 20t2-2013

oleh

Istiqamah

1110113000011

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Desember

2014. Skripsi

ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Soaial (S. Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Debbie Affianty, M.Si NIP:

Penguji I,

f--\*2

Te[uh Santosa, MA

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada24 Desember 2014.

Ketua Program Studi Hubungan Intemasional U IN,Syaril Hidayatullah Jakarta

Debbie Affianty, M.Si

NIP:


(5)

v ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang motif keterlibatan Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) dalam konflik Mali 2012-2013. Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran konstruktivisme dengan konsep ide dan identitas yang digunakan. Pencarian data dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara. Hasil penelitian skripsi melihat terdapat dua motif yang melatarbelakangi AQIM untuk terlibat dalam konflik Mali yakni mendirikan negara Islam dan menerapkan hukum Syariah disana serta membangun tempat persembunyian (sanctuary).

Motif-motif AQIM terbentuk dari ide dan identitas. Motif pertamanya untuk mendirikan negara Islam dan menerapkan hukum syariah dilihat tujuan utama dan ideologi AQIM. Tujuan utama dan ideologi AQIM sendiri banyak terpengaruh dengan tujuan utama Al-Qaeda yakni ingin mendirikan kekhilafahan dan menerapkan hukum yang hanya berdasar pada Al-Qur‟an dan Sunnah. AQIM melihat adanya peluang untuk menerapkan tujuan utamanya di daerah Utara Mali. Motif kedua yakni membangun sanctuary dilihat dari proses sejarah dan interaksi yang insentif. AQIM yang telah lama menjalin hubungan dengan penduduk Utara Mali diterima dengan baik awalnya disana sehingga AQIM memutuskan untuk membangun tempat persembunyian disana.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil‟alamin, segala puji dan syukur terhadap Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan pertolongan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang dipenuhi untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial Program Studi Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulisan skripsi ini telah menjadi suatu target dan tantangan bagi penulis beberapa bulan ini. Penulis menantang diri sendiri untuk keluar dari zona aman dengan mengeksplorasi isu terorisme di kawasan Afrika juga menganalisa menggunakan teori konstruktivis. Walau terasa berat pada masa-masa awal pengerjaan, penulis merasa lega setelah akhirnya berhasil melewati berbagai hambatan-hambatan tersebut. Itu semua tidak lepas dari bantuan serta doa-doa dari orang-orang yang telah mendukung penulis. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih secara khusus kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua penulis yang senantiasa mendoakan, memberi dukungan dan tanpa lelah mengingatkan penulis untuk berusaha menyelesaikan skripsi. Terima kasih sebesar-besarnya kepada ayah terhebat, Harry Purnomo dan mama yang selalu sabar, Rusminah, S.Pd SD. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua adik tersayang, Atrasina Azyyati dan Fadiah Roihanah atas doa, dukungan dan rela dijadikan tempat berkeluh kesah oleh penulis.


(7)

vii

2. Tante penulis, Riniwati yang telah menjadi orang tua kedua penulis. Terima kasih atas doa, dukungan, nasehat dan motivasi kepada penulis agar tetap bermimpi menjadi yang terbaik.

3. Debbie Affianty, M.Si sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional dan Agus Nilmada Azmi, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ahmad Alfajri, MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas arahan, saran, dukungan moral, sharing ilmu dan bantuan data-data yang telah bapak berikan sehingga membantu terciptanya skripsi ini.

5. Eva Mushoffa yang telah menginspirasi penulis untuk menulis skripsi ini. Terima kasih atas ilmu-ilmunya selama di kelas dan telah memberikan saran yang sangat membantu penulis lebih percaya diri dengan skripsi ini. 6. Drs. Armein Daulay,M.Si yang telah meluangkan waktu untuk mengecek

penulisan skripsi dari masa pra DPS hingga draft akhir.

7. Pak Adian Firnas, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu penulis dalam hal perkuliahan. Terima kasih pula kepada para dosen prodi HI atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah diberikan selama masa perkuliahan serta seluruh staf FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Alex Thurston. Terima kasih telah bersedia menjadi narasumber wawancara bagi penulis. Bantuan data-data dan jawaban anda memberikan pencerahan bagi penulis.


(8)

viii

9. Miss Guzel Sener yang berbaik hati memeriksa grammar untuk daftar pertanyaan wawancara.

10.Teman dekat penulis, Detty Oktavina, Elhumairoh Wijaya dan Peni Intan yang selalu bermimpi bersama dan berada di sisi penulis dalam kala senang, susah, dan depresi. Terima kasih atas doa, dukungan, saran, motivasi dan ilmunya. Terima kasih juga kepada Siti Maunah, Tisa Lestari, Rosa Permata, Annisa Zakiah dan Mahyar Diani. Sukses selalu untuk kalian! Special thanks untuk Anggi Febrianto. Berkat saran-saran, data-data dan idenya lah penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan teori konstruktivis. Yeah! Akhirnya aku bisa!

11. Terima kasih tak lupa juga penulis ucapkan kepada teman seperjuangan

dan sebimbingan „Partners in Crime‟ yakni Dwi Meli, Retno Ajiyastuti

dan Sabrina Rizkita. Suka duka kita lalui bersama saat masa-masa bimbingan.

12.Terima kasih pula untuk masa-masa kuliah yang menyenangkan bersama teman-teman HI A angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

13.Semua pihak yang juga tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini dan turut berdoa untuk keberhasilan penulis.

14.Last but not least, My Hero„KAZUO‟. Tanpa kamu, skripsi ini tidak akan

ada. Terima kasih untuk selalu ada setiap saat bersama penulis dan telah menjadi bagian hidup penulis selama masa perkuliahan.


(9)

ix

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan diharapkan mampu menambahkan keilmuan HI. Menyadari keterbatasan ilmu dan pengalaman yang penulis miliki maka skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Terima kasih.

Jakarta, 5 Januari 2015


(10)

x DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah... 1

B. Pertanyaan Penelitain ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Kerangka Pemikiran ... 11

1. Ide ... 12

2. Identitas ... 13

3. Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) ... 14

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KONFLIK MALI 2012-2013 A. Sejarah Awal Konflik Mali ... 18

1. Konflik Pertama (1963-1964) ... 20

2. Konflik Kedua (1990-1996... 21


(11)

xi

B. Konflik Mali 2012-2013... 25

C. Tindakan yang dilakukan oleh Pihak Internasional dalam Mengatasi Konflik Mali ... 31

1. ECOWAS ... 31

2. African Union ... 32

3. AFISMA ... 33

4. Perancis... 33

5. European Union ... 34

6. Amerika Serikat ... 35

7. PBB... 36

BAB III. KETERLIBATAN AL-QAEDA IN THE ISLAMIC MAGHREB (AQIM) DALAM KONFLIK MALI A. Sekilas Tentang AQIM... 37

1. Sejarah Terbentuknya AQIM ... 37

a. Kepemimpinan, Ideologi dan Tujuan AQIM ... 42

b. Kepemimpinan AQIM ... 42

c. Ideologi dan Tujuan AQIM ... 44

2. Sumber Pendapatan dan Daerah Operasi AQIM ... 45

a. Sumber Pendapatan AQIM ... 45

b. Daerah Operasi AQIM ... 47

B. Keterlibatan AQIM dalam Konflik Mali 2012-2013 ... 47

C. Tanggung Jawab Negara (State Responsibility) Mali ... 55

BAB IV. MOTIF KETERLIBATAN AQIM DALAM KONFLIK MALI 2012-2013 A. Mendirikan Negara Islam dan Menerapkan Hukum Syariah di Utara Mali ... 60

B. Membangun Tempat Persembunyian (Sanctuary) di Utara Mali... 68

1. Membangun Gudang Persenjataan dan Pusat Pelatihan Pasukan ... 70

2. Memudahkan Akses Perdagangan Gelap ... 72

BAB V KESIMPULAN ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... xvii


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Kronologis Peristiwa Penting dan Evolusi AQIM...…………...40 Tabel 3.2 : Jenis Senjata saat Konflik Mali...……….………....52


(13)

xiii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 : Kronologis Sejarah Awal Konflik Mali...………….17 Diagram 2.2 : Sebab Musabab Konflik antara Pemerintah Mali dan Tuareg dan Kelompok Petani Etnis Non Tuareg dan Tuareg..……….………18


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Peta Penguasaan Konflik Utara Mali………...4 Gambar 3.1 : Gambar dan Keterangan SA-7 surface to air missile...……...53


(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

ADC May 23 Democratic Alliance for Change

AFISMA African-led International Support Mission in Mali

AQIM Al-Qaeda in The Islamic Maghreb

CNDRE National Committe for the Restoration of Democracy and Rule of Law

COREN Collectif des ressortissants du nord Mali- Collective of Nationals from the North Mali

ECOWAS Economic Community of West African States

FIAA Front Islamique de l‟Azawad

FIS Front Islamique du Salut

FLNA Front Liberation National Azawad

GIA Groupe Islamique Arme

GSPC Groupe Salafiste Pour La Predikasi et le Combat MCMD Mission de Cooperation Militaire et de Defense

MINUSMA United Nations Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Mali

MNLA Mouvement National pour la Libération de l'Azaouad

MPA Mouvement Populaire de l‟Azawad

MUJAO Mouvement pour le Tawhîd et du Jihad en Afrique de l'Ouest

SSI Delegation du Service de la Securite Interieure TANMC Tuareg Alliance of Northern Mali for Change UNHCR United Nations High Commissioner for Refugess


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Transkrip Wawancara dengan Alexander Thurston Lampiran 2 : Dokumen Rencana AQIM untuk Utara Mali Lampiran 3 : Struktur Kepemimpinan AQIM


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Hubungan Internasional telah mengalami banyak perkembangan. Selain isunya yang semakin beragam, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya juga mengalami proses transformasi. Jika pada awalnya, Hubungan Internasional hanya terfokus pada isu peperangan dan perdamaian dengan aktor negara. Sekarang, Hubungan Internasional juga membahas tema-tema seperti ekonomi internasional, lingkungan hidup, penegakan Hak Asasi Manusia, peran media massa, perdagangan narkoba dan manusia serta terorisme dengan aktor yang tidak terpusat dengan negara lagi.

Salah satu isu Hubungan Internasional yang saat ini sedang populer adalah terorisme. Di antara kelompok teroris yang banyak mendapatkan sorotan, adalah Al-Qaeda. Kelompok tersebut adalah jaringan teroris yang terkenal sejak peristiwa 11 September 2001, yang saat ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Al-Qaeda sendiri didirikan oleh Osama bin Laden pada tahun 1988 dengan tujuan yang menurut perspektif Barat untuk membebaskan kaum

muslim dari pemerintah “murtad‟ dan menggantikannya dengan negara Islam

berbentuk Khilafah1. Al-Qaeda telah tumbuh menjadi gerakan multinasional

1Katherine Zimmerman, “Al

-Qaeda and Its Affiliates in 2013” [artikel on-line] (Critical Threats, 25 April 2013, diakses pada 25 Agustus 2014); tersedia di www.criticalthreats.org/al-qaeda/al-qaeda-affiliates


(18)

2

dengan daerah operasi sekurang-kurangnya 16 negara2. Ia berafiliasi langsung dengan Al-Qaeda in the Arabian Penisula (AQAP), Al-Qaeda in Iraq yang berganti nama menjadi Islamic State of Iraq and al-Sham (ISIS) pada September 2012, Al-Qaeda in the Islamic Maghreb, Al Shabaab, Jabhat al Nusra dan the Islamic Emirate of the Caucasus3.

Salah satu kelompok afiliasi Al-Qaeda yang ada di benua Afrika adalah Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM). Kelompok inilah yang akan menjadi objek penelitian dalam skripsi ini. AQIM memulai afiliasinya dengan Al-Qaeda pada 11 September 2006. Kelompok ini sebelumnya bernama Groupe Salafiste Pour La Predikasi et le Combat (GSPC). Beberapa anggotanya telah menerima pendidikan dan pelatihan militer di Afghanistan. Mereka bertahan hidup dengan melakukan kegiatan perdagangan narkoba, penyeludupan dan peculikan untuk tebusan di kawasan Sahel-Sahara Afrika (Mali, Mauritania, Niger, Chad dan Aljazair). Salah satu negara di kawasan Sahel-Sahara Afrika yang menjadi pusat operasi AQIM adalah Mali. Dalam menjalankan kegiatannya di Mali, AQIM berkoordinasi dengan dua kelompok ektremis Islam di Mali yakni Ansar Al Din dan MUJAO.

Mali yang merdeka dari Perancis pada tahun 1960 merupakan negara terbesar di kawasan Afrika Barat. Ia berbatasan dengan tujuh negara lainnya seperti Aljazair di Utara dan Timur laut, Niger di Timur, Burkina Faso di Tenggara dan Pantai Gading di Selatan. Di Barat Mali terdapat negara Senegal

2TY Mccormick, “ Al Qaeda Core : A Short History” [artikel on

-line] (Foreign Policy, 17 Maret

2014); tersedia di

http://www.foreignpolicy.com/articles/2014/03/17/al_qaeda_core_a_short_history , diakses pada 25 Agustus 2014

3Katherine Zimmerman, “Al


(19)

3

dan Mauritania. Dalam aspek ekonomi, Mali termasuk dalam jajaran 25 negara termiskin di dunia4. Negara tersebut sangat bergantung pada pertambangan emas dan ekspor pertanian seperti kapas. Dalam aspek politik, Mali menjadi negara model demokrasi di benua Afrika sejak tahun 19925 sampai terjadinya konflik.

Mali merupakan negara yang rawan konflik. Paling tidak, telah terjadi empat kali konflik internal dalam skala besar6. Konflik Mali keempat adalah periode yang menjadi sorotan penelitian ini. Konflik keempat ini bermula dari peristiwa penyerangan kota Menaka, Aguelhok dan Tessalit di wilayah Utara Mali oleh pejuang dari MNLA (National Movement for the Liberation of Azawad)7

pada tanggal 17 Januari 2012. MNLA berkeinginan mendirikan negara merdeka

“Azawad”, yang terdiri dari kota-kota di wilayah Utara Mali yakni Gao, Kidal dan Timbuktu8.

Selain adanya pemberontakan tersebut, konflik internal Mali diperparah oleh adanya kudeta militer yang dilakukan oleh tentara Mali pada tanggal 22 Maret 2012. Kudeta tersebut dilatarbelakangi oleh kegagalan pemerintah mengatasi serangan yang dilakukan oleh aliansi pemberontak MNLA. Pada tanggal 6 April 2012, MNLA menyatakan kemerdekaan untuk wilayah yang

4

Berdasarkan data CIA World Factbook yang di perbaharui terakhir pada 11 Februari 2013

5

Transisi demokrasi negara Mali dianggap sebagai kisah sukses di Afrika karena Mali berhasil mengadakan pemilu multipartai pertama pada tahun 1992. Sejak saat itu, Mali secara rutin menyelenggarakan pemilihan presiden, badan legislatif dan daerah.

6

Konflik pertama terjadi pada tahun 1963-1964, konflik kedua pada tahun 1990-1996, konflik ketiga pada tahun 2006-2009 dan konflik terbaru terjadi pada tahun 2012

7

MNLA adalah salah satu kelompok pemberontak yang didirikan oleh kaum Tuareg untuk memperjuangkan hak kemerdekaan

8

Alexander Thurston & Andrew Lebovich, ”A Handbook on Mali‟s 2012-2013 Crisis” , Institute for the Study of Islamic Thought in Africa (ISITA) Working Paper Series No. 13-001, 2 September 2013 , hal. 1


(20)

4

dikuasainya yakni wilayah Utara Mali dan menyerukan masyarakat internasional untuk menerima mereka sebagai entitas yang berdaulat9

Gambar 1.1 Peta Penguasaan Konflik Utara Mali

gambar ini diperoleh dari http://global-security-news.com/2013/05/03/mali-needs-economic-development-to-flow-alongside-the-12600-un-peacekeeping-force/

Sementara itu, tanggal 14 Juli 2012, Ketua Komisi Uni Afrika Jean Ping mengatakan kepada pemimpin negara-negara di Afrika bahwa konflik Mali merupakan masalah penting dan serius yang dihadapi oleh Afrika dalam pertemuannya di Ethiopia10. Konflik ini telah mengakibatkan ratusan orang kehilangan tempat tinggal. Banyak penduduk yang menetap di wilayah Utara Mali melarikan diri. Mereka harus meninggalkan Mali dikarenakan kurangnya akses terhadap makanan, adanya pasukan bersenjata di wilayah mereka, penerapan hukum Syariah dan kekhawatiran akan ada peningkatan konfrontasi kekerasan11.

9 “Mali Tuareg rebels declare independence in the North”,

BBC News Africa,6 April 2012,

http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-17635437

10

Angelia Sanders & Maya Moseley “A Political, Security and Humanitarian Crisis : Northern

Mali” (Civil Military Fusion Centre , Juli 2012), hal.7 11


(21)

5

Penyelesaian konflik Mali selama berbulan-bulan tidak mengalami perkembangan yang berarti hingga akhirnya Perancis melakukan intervensi pada tanggal 11 Januari 201312. Dengan dukungan brigade lintas udara Perancis, selama tiga hari berturut-turut pasukan Mali dapat merebut kembali kota Gao, Timbuktu dan Kidal dari tentara aliansi MNLA.

Dalam konteks politik yang kacau inilah, AQIM kemudian melibatkan diri dalam konflik tersebut. AQIM tampaknya melakukan hal yang sama dengan Al-Qaeda saat jaringan ini memberikan dukungan terhadap Taliban dalam konflik internal yang terjadi di Afghanistan. AQIM yang selama ini bergerak secara rahasia pun akhirnya menunjukkan eksistensi dirinya secara gamblang dengan melibatkan diri dalam konflik Mali pada tahun 2012-2013.

Keterlibatannya dengan ikut merancang strategi, menyediakan pasokan senjata serta membantu pasukan MNLA telah mengubah peta konflik Mali sehingga pihak internasional merasa perlunya intervensi. Sudah tentu hal tersebut menimbulkan tanda tanya.

Secara sederhana, jika AQIM melibatkan diri dalam konflik internal Mali dengan mendukung kelompok tertentu, maka secara otomatis dia mendeklarasikan perang dengan kelompok yang bersebrangan. AQIM akan memiliki musuh-musuh baru dan apabila musuh tersebut menang, maka eksistensi AQIM di Mali akan terancam. Selanjutnya, dengan melibatkan diri secara langsung dalam konflik Mali, maka situasi ini akan mempermudah dunia internasional untuk melumpuhkan AQIM.

12 “France Launches Airstrikes in Mali to Support Government”,

Voice of America,11 Januari 2013, http://www.voanews.com/content/france-to-decide-on-malis-aid-request/1581820.html


(22)

6

AQIM selama ini dikenal sebagai jaringan yang sulit dilumpuhkan karena sulit untuk diidentifikasi dan ditemukan poros-poros utamanya. Dengan secara terang-terangan melibatkan diri dalam konflik Mali maka AQIM secara tidak langsung menunjukkan basis dan para personil mereka. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui apa motif yang membuat AQIM melibatkan diri dalam konflik Mali.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka pertanyaan penelitian pada skripsi ini adalah Apa motif yang membuat Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) melibatkan diri dalam konflik Mali tahun 2012 – 2013 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa motif keterlibatan Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) dalam konflik Mali tahun 2012-2013. 2. Untuk mengetahui keterlibatan Al-Qaeda in the Islamic Maghreb

(AQIM) dalam konflik Mali tahun 2012-2013.

3. Untuk mengetahui signifikansi teori konstruktivisme dalam menjelaskan fenomena keterlibatan Al-Qaeda in the Islamic Maghreb


(23)

7

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini memberi sumbangan teoritis terhadap ilmu-ilmu sosial, khususnya ilmu hubungan internasional, studi kajian Afrika dan kajian strategis serta pemecahan masalah sosial kemasyarakatan. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian sejenis untuk tahap selanjutnya.

2. Manfaat dari penelitian ini juga adalah sebagai pembuktian dari adanya keterlibatan suatu organisasi terorisme transnasional yang berafiliasi dengan Al-Qaeda yakni Al-Qaeda in the Islamic Maghreb

dalam konflik yang terjadi di Mali.

3. Secara praktis, penelitian ini memberi manfaat praktis bagi akademisi untuk memahami fenomena berkembangnya organisasi terorisme transnasional Al- Qaeda di kawasan Afrika, khususnya di Mali dan dapat menambah wawasan tentang studi keamanan bagi masyarakat pengamat berita internasional.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian sejenis dilakukan oleh Mohamed Al Moustapha Toure Major, seorang tentara Mali dalam tesisnya yang berjudul What is the Extent of Al-Qaeda in the Islamic Maghreb and Where does it derive its Strenght in the Sahelian-Saharan Region : A Case Study of Northern Mali13. Tujuan penulisan tesis ini

13

Mohamed Al Moustapha Toure Major, Malian Army, ”What is the Extent of Al-Qaeda in the Islamic Maghreb and Where Does it Derive its Strenghth in the Sahelian-Saharan Region : A


(24)

8

adalah untuk membandingkan studi kasus dari FARC dan AQIM serta menganalisis mereka melalui kerangka analisis yang digunakan pada tahun 2007. Analisis ini akan membandingkan evolusi dari dua kelompok yang berbeda di Kolombia dan Mali.

Mohamed Al Moustapha Toure Major menggunakan metode kualitatif yakni comparative case studies dengan mengevaluasi fenomena AQIM di kawasan Sahel-Sahara Afrika dan membandingkannya dengan FARC di wilayah Kolombia Tengah dan Selatan. Perbandingan FARC dan AQIM akan menyoroti kesamaan antara kedua kelompok walaupun mereka dipengaruhi oleh dua ideologi yang berbeda ; FARC-Marxis Maois dan AQIM-Jihad Salafi.

Penelitian lainnya dilakukan oleh P. Munkittrick dalam tesisnya yang berjudul The Art of Affiliation : Al-Qaeda in the Islamic Maghreb and the Politics of Terrorist Alliances14. Pertanyaan penelitian dari tesis ini adalah, Apakah ada hubungan antara kelompok individu dalam jaringan Al-Qaeda yang menyerupai bentuk aliansi tradisional dan apa implikasinya bagi perilaku kelompok ? Apakah organisasi teroris tersebut memiliki kendala dan manfaat yang sama dengan aliansi formal negara-negara ?

Tesis ini menggunakan teori neorealisme dan konsep terorisme tradisional serta kerangka analisis untuk aliansi antara organisasi teroris. Kerangka kerja kemudian diuji pada studi kasus Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM), sebuah cabang Al-Qaeda yang saat ini masih aktif di Afrika Utara.

Case Study of Northern Mali”, (Tesis, Faculty of the US Army Command and General Staff

College, 1997)

14

P. Munkittrick, B.A. , ”The Art of Affiliation : Al-Qaeda in the Islamic Maghreb and the Politics

of Terrorist Alliances”, (tesis, Faculty of the Gradute School of Arts and Sciences, Goergetown


(25)

9

Perbedaan yang mendasar dari kedua tesis di atas dengan penelitian untuk skripsi ini adalah tesis pertama fokus terhadap pengaruh AQIM di kawasan Utara Mali sebelum konflik Mali tahun 2012-2013, dikarenakan tesis pertama ditulis pada tahun 1997. Selain itu, metode penelitian yang dilakukan oleh penulis tesis pertama adalah comparative study dengan membandingkan cara kerja FARC dengan AQIM. Penelitian untuk skripsi ini tidak akan membandingkan pengaruh FARC di Kolombia dengan AQIM di Mali akan tetapi dengan melihat bukti nyata langsung keterlibatan AQIM saat konflik Mali tahun 2012 terjadi. Ini dilihat dengan keterlibatan Ansar Al Din dan MUJAO yang merupakan afiliasi AQIM pada konflik Mali.

Tesis kedua fokus terhadap pengembangan jaringan organisasi transnasional Al-Qaeda dalam bentuk Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM). Penelitian untuk skripsi ini tidak akan banyak membahas mengenai bentuk aliansi antara Al-Qaeda dan AQIM tetapi tetap menyinggung mengenai sejarah evolusi AQIM dari awal termasuk keputusan GSPC (organisasi sebelum AQIM) untuk menjalin aliansi dengan Al-Qaeda.

Menurut Nicholas Primo dalam artikelnya yang berjudul No Music in Timbuktu : A Brief Analysis of the Conflict in Mali and Al-Qaeda’s Rebirth15, konflik di Mali adalah contoh bagaimana fundamentalisme Islam dan terorisme global Al-Qaeda belum hilang. Nicholas Primo menuliskan latar belakang negara Mali (geografi, penduduknya serta sejarah singkat dari pemerintahan negara Mali yang menjadi contoh sukses demokrasi di benua Afrika baru-baru ini), kemudian

15 Nicholas Primo, ”No Music in Timbuktu : A Brief Analysis of the

Conflict in Mali and Al


(26)

10

peristiwa menjelang runtuhnya rezim demokrasi dan naiknya kekuatan Al-Qaeda di Utara Mali, respon pemberontakan Mali dari negara-negara tetangganya di Afrika. Artikel Nicholas Primo telah membantu dalam penulisan penelitian untuk skripsi ini. Hal ini disebabkan, ia membahas mengenai konflik Mali pada tahun 2012, latar belakang konflik tersebut sebelum dan saat konflik yang begitu lengkap, sehingga mendukung penulis untuk melakukan penelitian selanjutnya untuk skripsi ini.

Artikel The Role of Ideology in Negotiation and Conflict Resolution During the Tuareg Rebellions yang ditulis oleh Raymond Miller16 juga membantu penulisan penelitian untuk skripsi ini walaupun memiliki fokus penelitian yang berbeda. Tulisan ini berfokus pada peran yang dimainkan ideologi dalam setiap pemberontakan Tuareg sebagai faktor utama dalam resolusi konflik dan proses negosiasi. Penemuan signifikan dalam penelitian Raymond Miller pertama, menganalisa peran ideologi dan negosiasi serta resolusi konflik pada pemberontakan Tuareg. Kedua, kesalahpahaman mengenai peran ECOWAS17 dan organisasi supranasional lainnya dalam memainkan peran negosiasi pada konflik bersenjata di wilayah tersebut. Perbedaan skripsi ini dengan artikel di atas adalah skripsi ini melihat ideologi yang dimiliki oleh AQIM.

16Raymond Miller, ”The Role of Ideology in Negotiation and Conflict Resolution During the Tuareg Rebellions”, Small Wars Journal, 27 Februari 2013, [atikel jurnal on-line] tersedia di

http://smallwarsjournal.com/jrnl/art/the-role-of-ideology-in-negotiation-and-conflict-resolution-during-the-tuareg-rebellions ;internet; diakses pada 10 Oktober 2013

17

ECOWAS (Economic Community of West African States) adalah kelompok regional yang didirikan pada tahun 1975 di kawasan Afrika Barat yang memiliki tujuan untuk meningkatkan integrasi ekonomi di wilayah tersebut. Terdiri dari lima belas negara yakni : Republik Benin,

Burkina Faso, Republik Cabo Verde, Republik Cote D‟Ivoire, Republik Gambia, Republik

Ghana, Republik Guinee, Republik Guinee Bissau, Republik Liberia, Republik Mali, Republik Niger, Republik Nigeria, Republik Senegal, Republik Sierra Leone dan Republik Togolese. (http://www.ecowas.int/?lang=en , diakses pada 27 Maret 2014)


(27)

11 E. Kerangka Pemikiran

1. Konstruktivisme

Untuk menganalisa pertanyaan penelitian di atas, penulis menggunakan pendekatan sebagai dasar dalam menganalisa permasalahan yang sedang diteliti. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konstruktivisme18

Konstruktivisme menawarkan kerangka yang ideal untuk memahami kegiatan teroris kontemporer. Konstruktivisme adalah sebuah pendekatan dalam hubungan internasional yang berkaitan dengan gagasan socially-constructed

(dibangun secara sosial), unobservable fact (fakta yang tidak teramati) dan peran yang dimainkan oleh fakta sosial dalam aktivitas politik internasional19.

Konstruktivisme menolak gagasan bahwa semua kegiatan politik internasional dapat dipertanggungjawabkan secara eksklusif oleh sekumpulan faktor determinan yang sempit ( seperti kemampuan militer dan ekonomi) seperti yang diasumsikan oleh pendekatan tradisional. Konstruktivisme menyatakan bahwa setiap aspek dari politik internasional dapat dijelaskan oleh faktor-faktor ideasional termasuk pentingnya faktor-faktor tradisional yang determinan dan saling terikat. Faktor ideasional adalah norma-norma inter-subjektif yang terkait satu sama lain20. Faktor-faktor ideasional dalam konstruktivisme juga menentukan

18David Schild, ”Constructivism as A Basis for Understandin

g Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda”, (disertasi, Faculty of Humanities, University of Johannesburg, May 2011)

19C. Brown, ”Understanding International Relations”, ( Basingstoke, Palgrave Macmillan, 2005)

seperti yang dikutip oleh David Schild, ”Constructivism as A Basis for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda

20M.Finnemore and K.Sikkink, ”Taking Stock : The Constructivist Research Program in International Relations and Comparative Politics”, Annual Review of Political Science, Volume 4

(2001) & A.B.Philips “Constructivism”, International Relations Theory for the Twenty-First Century : An Introduction. (Abingdon, Routledge, 2007) seperti yang dikutip oleh David Schild,

”Constructivism as A Basis for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al- Qaeda


(28)

12

identitas dan ketertarikan para aktor yang terlibat dalam kegiatan hubungan internasional sehingga nantinya akan menentukan sifat dari kegiatan itu sendiri21

Terdapat dua konsep dari konstruktivisme yang akan digunakan oleh penulis dalam menganalisa penelitian ini,yakni :

a. Ide

Konsep yang paling penting dalam pendekatan konstruktivisme adalah adanya gagasan norma dalam setiap kegiatan sosial, termasuk dalam hubungan internasional. Jepperson mendefinisikan ide sebagai keyakinan tentang hal benar dan salah yang dimiliki oleh entitas individu yang nantinya berubah menjadi pernyataan kelompok yang tepat dan tindakan yang mungkin melalui proses kesepakatan yang intersubjektif22 .

Ide menurut konstruktivisme adalah nilai determinan terkecil dalam studi hubungan internasional karena mereka tidak mempengaruhi tindakan di luar setiap individu.23. Dalam skripsi ini, konsep ide menganalisis terhadap salah satu motif (kepentingan) yang membuat AQIM terlibat dalam konflik Mali. Konsep ide akan dilihat dari

21D.Chandler, ”Constructing Global Civil Society”, (Basingstoke, Palgrave Macmillan, 2004) & A.Wendt “Constructing International Politics”, International Security, Vol.20 (1) (1995) seperti yang dikutip oleh David Schild, ”Constructivism as A Basis for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda

22 D.Chandler, ”Constructing Global Civil Society”, (Basingstoke, Palgrave Macmillan, 2004) hal.33 & M.Finnemore and K.Sikkink, ”Taking Stock : The Constructivist Research Program

in International Relations and Comparative Politics”, Annual Review of Political Science,

Volume 4 (2001), hal.393 seperti yang dikutip oleh David Schild, ”Constructivism as A Basis

for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda

23T.Risse and K.Sikkink, ”The Socialization of International Human Rights Norms into Domestic Practices : Introduction” , The Power of Human Rights : International Norms and Domestic

Change (Cambridge, Cambridge University Press, 1999)hal.7 seperti yang dikutip oleh David

Schild, ”Constructivism as A Basis for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda


(29)

13

sudut pandang tujuan utama organisasi AQIM yang berlandaskan tujuan dari Al-Qaeda.

b. Identitas

Gagasan identitas dan hubungannya dengan kepentingan membangun pemahaman ide-ide dalam konstruktivisme. Hubungan tersebut sangatlah penting karena merupakan akar dari semua tindakan.

Identitas menurut konstruktivisme adalah dasar dari kepentingan. Ini dikarenakan konstruktivisme menyatakan bahwa “....pertanyaan

„siapa saya ?‟ adalah pertanyaan secara logis dan ontologis sebelum pertanyaan „apa yang saya inginkan ?„ “. Sifat khusus identitas

seorang aktor, adalah sepenuhnya tergantung pada keyakinan agregat, ditentukan oleh norma-norma intersubjektif.

Hoph24 menunjukkan, identitas adalah gagasan yang agak lebih kompleks daripada kemunculannya pertama – ini tidak sekedar menetapkan – “siapa seorang aktor”, tetapi “siapa aktor lainnya”. Konsep identitas juga akan digunakan dalam skripsi ini sebagai media analisis terhadap motif (kepentingan) AQIM terlibat dalam konflik Mali. Identitas akan dilihat dari ciri khas kelompok AQIM dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan muncullnya motif.

24 T. Hopf, ”The Promise of Constructivism in International Relations Theory”,

International Security, Vol. 23 (1) (1998) hal.175 seperti yang dikutip oleh David Schild, ”Constructivism as A Basis for Understanding Transnational Terrorism : The Case of Al-Qaeda


(30)

14

2. Tanggung Jawab Negara (State Responsibility)

Tanggung jawab negara (state responsibility) merupakan bagian dari sistem hukum publik internasional. Hukum state responsibility sendiri adalah prinsip-prinsip yang mengatur kapan dan bagaimana suatu negara bertanggung jawab atas pelanggaran kewajiban internasional. Hukum state responsibility memainkan peran penting dalam hukum internasional25.

Fungsi hukum state responsibility sebagai hukum umum ketika suatu negara melanggar kewajiban internasionalnya, hukum atas konsekuensi dan hukum untuk bentuk tanggung jawab negara sebagai akibat melanggar kewajibannya. Maksudnya adalah isu-isu yang meliputi hukum state responsibility ketika saat pertama, bagaimana mendefinisikan keadaan dimana negara itu melanggar hukum internasionalnya termasuk justifikasi (pembenaran) dan pembelaan negara tersebut untuk menghindari tanggung jawab. Kedua, mencakup konsekuensi dari pelanggaran kewajiban internasional, termasuk kewajiban tertentu dari negara untuk memberikan reparasi penuh dan mengakhiri perbuatannya yang salah. Terakhir, berhadapan dengan cara mempertanggung jawabkan atas pelanggaran kewajiban internasional, dapat berbentuk mengatur negara tertentu yang dianggap harus bertanggung jawab2627.

25

Silvia Borelli. State Responsibility, Oxford Bibliographies [artikel on-line],

http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780199796953/obo-9780199796953-0031.xml diakses pada 2 Januari 2015

26

Ibid

27

Dapat dibaca lebih lanjut di The Work of the International Law Commission atau International

Law Commission, “State Responsibility”, 9 Juli 2014 [artikel on-line]; tersedia di


(31)

15 F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan proses penemuan kebenaran yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang sistematis dan berencana dengan dilandasi metode ilmiah (Sumardjono 1997). Metode penelitian dalam skripsi ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif karena memberikan uraian mengenai hasil penelitian yang dimuat dalam satu analisis yang terkait dengan hasil penelitian.

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, report detailed views of information, and conducts the study in a natural setting28

Penelitian kualitatif adalah proses penyelidikan terhadap pemahaman berdasarkan tradisi metodologi untuk mengeksplorasi masalah sosial atau manusia. Peneliti membangun kompleksitas, gambaran holistik, analisis kata-kata, melaporkan informasi secara rinci dan melakukan penelitian di dalam alam(terjemahan penulis).

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini berpatokan pada kebutuhan peneliti dalam melakukan penelitian yakni literature research

(studi kepustakaan). Teknik studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dari kepustakaan literatur, informasi-informasi berdasarkan literatur atau referensi baik yang bersumber artikel-artikel pada jurnal, surat kabar, internet, dan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti penulis.

Penulis melakukan library research dengan melakukan kunjungan ke Perpustakaan Ali Alatas BPPK Kementerian Luar Negeri Indonesia, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan CSIS dan Freedom Institute. Penulis juga

28

John W. Creswell ,Research Design ; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, (Yogyakarta ; Pustaka Belajar, 2010


(32)

16

melakukan wawancara dengan Alex Thurston, salah satu ahli konflik Mali dan AQIM via email. Dengan cara mempelajari dan mengkaji literatur-literatur yang mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang dikaji.

Setelah mencari, mengkaji, dan menelaah berbagai data, informasi, serta sumber pustaka yang ada, penulis melakukan analisa terhadap konsep dan hal-hal yang terkait dengan perumusan masalah. Kemudian, melakukan analisa dan sintesis terhadap fakta-fakta yang ada, maka penulis dapat menarik kesimpulan yang akan menjawab perumusan masalah tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab dan pembahasan dalam tiap bab akan dijabarkan lebih rinci ke dalam sub-sub bab. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I Merupakan pendahuluan yang meliputi pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Terdiri dari sub bab sejarah awal konflik di Mali, konflik Mali 2012-2013 dan tindakan yang dilakukan oleh pihak internasional dalam mengatasi konflik Mali 2012-2013. Bab ini akan menjelaskan sekilas mengenai konflik Mali 2012-2013 dengan merunut sejarah awal konflik Mali lalu menceritakan konflik Mali 2012 secara kronologis juga


(33)

17

memaparkan tindakan yang dilakukan oleh pihak internasional mengatasi konflik Mali.

BAB III Terdiri dari sub bab sekilas tentang AQIM dan keterlibatan AQIM dalam konflik Mali 2012-2013. Untuk sub bab sekilas tentang AQIM, penulis akan menceritakan terlebih dahulu mengenai sejarah terbentuknya AQIM lalu menjelaskan secara singkat mengenai kepemimpinan, ideologi dan tujuan AQIM serta sumber pendapatan dan daerah operasi AQIM. Penulis juga akan menjelaskan seperti apa bentuk keterlibatan AQIM dalam konflik Mali.

BAB IV Penulis akan menganalisa dan menjawab pertanyaan

penelitian dalam bab ini. Terdiri dari sub bab mendirikan negara Islam dan menerapkan hukum Syariah di Utara Mali serta membangun tempat persembunyian di Utara Mali. Penulis akan menganalisa menggunakan konsep-konsep dalam pendekatan konstruktivisme yang telah penulis sebutkan di kerangka pemikiran.

BAB V Berisi rangkuman atau kesimpulan dari bab-bab


(34)

18

BAB II

KONFLIK MALI (2012-2013)

Bab dua ini akan menceritakan tentang konflik Mali. Dibuka dengan sejarah awal terjadinya konflik Mali dengan konflik pertama terjadi pada tahun 1963-1964, kemudian konflik kedua berlangsung dengan durasi enam tahun dari tahun 1990 hingga 1996. Tepat pada tahun 2006, konflik ketiga kembali terjadi dan berakhir pada tahun 2009. Setelah menceritakan sejarah awal terjadinya konflik di Mali, skripsi ini akan merunut secara kronologis konflik Mali pada tahun 2012-2013 yang menjadi fokus utama penulis. Terakhir, penulis juga memaparkan tindakan-tindakan yang dilakukan pihak internasional untuk mengatasi konflik Mali.

A. Sejarah Awal Konflik di Mali

Diagram 2.1 Kronologis Sejarah Awal Konflik Mali •Konflik dimulai pada tanggal 15 Mei 1963

•Pemberontakan dipimpin oleh Alladi Ag Alla

•Konflik terjadi karena perlakuan yang tidak adil dari pemerintah pusat Mali terhadap etnis Tuareg di Utara Mali

•Konflik berakhir dengan adanya perlawanan dari pihak pemerintah Mali pada tanggal 15 Agustus 1964

KONFLIK MALI

(1963-1964)

•Serangan pertama terjadi pada tanggal 28 Juni 1990

•Pemberontakan dipimpin oleh Iyad Ag Ghali

•Terdapat dua perjanjian perdamaian yang menjadi penyelesai konflik yakni Tamanrasset Accords dan National Pact 1992

•Konflik berakhir secara simbolis pada tanggal 27 Maret 1996 (Flame of Piece)

KONFLIK MALI

(1990-1996)

•Konflik dimulai pada tanggal 23 Mei 2006

•Pemberontakan dipimpin oleh Ibrahim Ag Bahanga

•Konflik berakhir dengan adanya perlawanan dari tentara Mali pada Januari-Februari 2009

KONFLIK MALI

(2006-2009)


(35)

19

Diagram 2.2 Sebab Musabab Konflik antara Pemerintah Mali dan Tuareg dan Kelompok Petani Etnis Non Tuareg dan Tuareg29

29 Ann Hershkowitz, “The Tuareg in Mali and Niger. The Role of Desertification in V

iolent

Conflict”, ICE Case Studies No. 151, Agustus 2005, [artikel on-line] tersedia di

http://www1.american.edu/ted/ice/tuareg.htm ;internet; diakses pada 1 September 2014

Kekeringan di Mali pada tahun 1970-1980

Kecenderungan kekerasan yang dialami etnis Tuareg oleh non Tuareg

Tensi antar etnis yang berkepanjangan Pemberontakan Tuareg pada tahun 1960

Persaingan memperebutkan SDA langka terutama tanah Adanya globalisasi terhadap norma budaya yang menyebabkan ketidakpuasan bagi remaja Tuareg di Mali

Libya meminta beberapa orang etnis Tuareg Mali untuk dilatih menjadi tentara. Mereka kembali lagi ke Mali karena dibuang dan Libya gagal menguasai Chad pada tahun 1980

Banyak etnis Tuareg yang meninggalkan tanah mereka di Mali

Pemerintah eksternal (Libya) mendukung etnis Tuareg melawan pemerintah Mali

Kurangnya akses terhadap ekonomi untuk penduduk Mali khususnya etnis Tuareg

Kebencian etnis Tuareg karena berbagai alasan termasuk kurangnya bantuan selama kekeringan dan rasa ketidakpercayaan dari konflik pertama tahun 1960

Konflik antara Tuareg dan Pemerintah Mali pada tahun 1990

Konflik antara Petani etnis Tuareg dan non Tuareg pada tahun 1990


(36)

20 1. Konflik Pertama (1963-1964)

Mali pada masa awal kemerdekaan diliputi dengan kekecewaan penduduk Utara Mali yang mayoritas merupakan etnis Tuareg30. Pemerintah pusat tidak dapat memenuhi harapan para warga dalam memperbaiki kondisi hidup31.

Negara Mali pasca kolonial menempatkan wilayah Selatan Mali sebagai pusat kepemimpinan, mengubah paradigma etnis Tuareg yang merupakan penggembala dengan memperkenalkan ekonomi berbasis ternak dan mempromosikan budaya dan sejarah daerah Selatan Mali di wilayah etnis Tuareg. Kebijakan pemerintah tersebut mengakibatkan kesalahpahaman pada etnis Tuareg sehingga menghambat majunya wilayah Utara Mali32.

30

Etnis Tuareg adalah orang – orang yang menguasai rute perdagangan kafilah di Sahara. Mereka adalah kaum semi nomadik, penggembala Barbar Afrika Utara. Mayoritas dari mereka adalah Muslim dan berjumlah sekitar 1 sampai 1, 5 juta. Mereka dikelompokkan ke dalam kelompok independen yang tinggal di kawasan selatan Aljazair, Barat daya Libya, Mali dan Niger. Terdapat jumlah sedikit di Burkina Faso dan Nigeria. Abad 20 melihat perubahan besar dalam kehidupan Tuareg. Berakhirnya kekuasaan kolonial Perancis dan penciptaan negara – negara baru telah mengakibatkan adanya batasan – batasan, kurangnya akses kepada mereka serta marjinalisasi politik hingga pemberontakan (http://africa.si.edu/exhibits/tuareg/who.html , di akses pada 2 Oktober 2013)

31

Kalifa Keita, Conflict and Conflict Resolution in the Sahel: The Tuareg Insurgency in Mali [laporan on-line] (Strategic Studies Institute,1 Mei 1998, diakses pada 28 April 2014); tersedia di

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&v ed=0CB4QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.strategicstudiesinstitute.army.mil%2Fpdffiles% 2Fpub200.pdf&ei=6ffhU96pBMSLuATr7ICgAw&usg=AFQjCNGlaQeAjIX7lB97krMftZx00 Ztvxg&sig2=zK9UEfR-x8OpAY8T0C0hxw&bvm=bv.72197243,d.c2E

32Alexander Thurston & Andrew Lebovich, ”A Handbook on Mali‟s 2012 –2013 Crisis”,


(37)

21

Pemberontakan itu dimulai saat Alladi Ag Alla33 pada tanggal 15 Mei 1963 menyerang dua polisi di daerah terpencil Utara Kidal34. Kemudian dilanjutkan dengan menyergap pasukan Mali dan menyerang Gourmier35. Pemerintah Mali membalas penyerangan dengan menyuruh pasukan Mali meracuni sumur, menyembelih hewan ternak, memaksa warga-warga sipil ke kamp-kamp kerja dan membunuh penduduk sipil (anggota keluarga pemberontak dan tokoh-tokoh masyarakat serta pemimpin agama etnis Tuareg)36. Pada tanggal 15 Agustus 1964, pemerintah Mali resmi menyatakan pemberontakan telah berakhir. Kenangan terhadap pertempuran serta kekerasan dan penyiksaan yang dialami oleh pejuang serta warga sipil Tuareg menjadi sejarah penting pada tahun-tahun sebelum pemberontakan selanjutnya37.

2. Konflik Kedua (1990-1996)

Tahun 1970-1980an adalah masa-masa sulit bagi penduduk Utara Mali karena kekeringan melanda disana. Hal ini menyebabkan banyak penduduk Utara Mali yang mengungsi ke negara-negara

33

Alladi Ag Alla adalah putra dari pemberontak anti Perancis, Alla Ag Abachir yang dieksekusi pada tahun 1954.

34Andy Morgan, “The Causes of the Uprising in Northern Mali” , [artikel on

-line], Think Africa Press, 6 Februari 2012; tersedia di http://thinkafricapress.com/mali/causes-uprising-northern-mali-tuareg ; Internet; diakses pada 14 Maret 2014

35

Pasukan keamanan yang menggunakan unta.

36Alexander Thurston & Andrew Lebovich, ”A Handbook on Mali‟s 201

2 –2013 Crisis”, 21

37


(38)

22

tetangga Mali. Bantuan internasional gagal menolong krisis ini dikarenakan uang bantuan yang dikorupsi oleh pejabat pemerintah38. Rencana pemberontakan di Mali mulai tersusun setelah adanya pertemuan di Aljazair di tahun 1974 dan melibatkan beberapa pemimpin pemberontakan di tahun 1963. Pada tahun 1980, ditetapkannya tujuan politik dari pemberontakan yakni mendirikan sebuah negara merdeka di kawasan Sahara (mencakup wilayah Mali dan Niger).

Iyad Ag Ghali memimpin serangan pertama di kota Menaka pada 28 Juni 1990 terhadap penjara dan barak militer di Menaka serta menyita pasokan senjata. Pada akhir tahun 1990, kedua belah pihak memutuskan untuk berdamai. Diawali dengan permohonan tokoh Tuareg yang menentang adanya pemberontakan. Kesepakatan awal dicapai pada 6 Januari 1991 di Selatan kota Aljazair, Tamanrasset39 antara pemberontak dengan pemerintah Mali40. Pihak pemberontak diwakili oleh Iyad Ag Ghali di bawah bendera MPA (Mouvement Populaire de l‟Azawad) dan FIAA (Front Islamique de l‟Azawad). Perjanjian yang bertujuan untuk mencapai perdamaian justru memicu perselisihan di antara para pemberontak. Konflik kembali terjadi pada awal 1991.

38

Ibid

39

Naskah asli Tamanrasset Accords dapat dilihat di

http://www.ucdp.uu.se/gpdatabase/peace/mal19910106.pdf

40


(39)

23

Di waktu bersamaan, terdapat protes dari mahasiswa terhadap pemerintahan diktator Moussa Traore yang tersebar di beberapa wilayah di Mali termasuk Bamako. Letnan Kolonel Amadou Toumani Toure menggulingkan pemerintahan Traore pada tanggal 26 Maret 1991. Kebijakan pertama yang ia ambil adalah mendirikan Konferensi Nasional yang akhirnya mengarah pada Pakta Nasional 1992. Pada 11 April 1992 di Bamako terbentuklah Pakta Nasional4142. Konflik tersebut berakhir secara simbolis dengan pembakaran senjata di Timbuktu pada tanggal 27 Maret 1996. 3000 senjata dikumpulkan dari tangan pemberontak dan dibakar dalam upacara yang dihadiri oleh Presiden Konare dan Presiden Rawlings dari Ghana. Peristiwa itu dikenal sebagai Flame of Piece ( Flamme de la Paix). 43

3. Konflik Ketiga (2006-2009)

Pemberontakan ini dimulai pada tanggal 23 Mei 2006 ketika dua mantan anggota MPA dan perwira militer, Letnan Kolonel Hassan Ag Fagaga dan Ibrahim Ag Bahanga menyerang pos militer di Menaka dan Kidal. Setelah itu, mereka bergabung dengan tokoh-tokoh Tuareg dan mantan pemberontak (termasuk Iyad Ag Ghali dan Ahmet Ag Bibi) di Pegunungan Tighargar. Terbentuklah kelompok yang bernama ADC (May 23 Democratic Alliance for Change),

41

Tor A. Benjaminsen, Tuareg Rebellions in Mali : Historical Context, Loc.Cit.

42

Naskah asli The National Pact of 1992 dapat dilihat di

https://peaceaccords.nd.edu/site_media/media/accords/Mali_Peace_Accord-proof.pdf

43


(40)

24

mereka menuntut pengimplementasian janji yang disepakati pemerintah Mali selama pemberontakan tahun 1990. Di bawah naungan Aljazair, ADC dan pemerintah Mali menandatangani kesepakatan Algeirs Accord pada tanggal 4 Juli 2006. Kesepakatan ini adalah bentuk baru dari beberapa ketentuan dari Pakta Nasional. Saat pengimplementasian kesepakatan berhenti, Ag Bahanga dan Ag Fagaga mulai melakukan serangan di tahun 2007.

Setelah keluar dari ADC, Ag Bahanga membentuk kelompok lain yang bernama the Niger-Mali Tuareg Alliance for Change. Akan tetapi, Tuareg Niger menolak tawaran Ag Bahanga dan memaksanya untuk merombak kelompok tersebut. Hal ini menyebabkan pada September 2007, Ag Bahanga bersama Ahmad Ag Hibi, Hassan Ag Fagaga dan Iyad Ag Ghali membentuk TANMC ( Tuareg Alliance of Northern Mali for Change)44

Setelah gagalnya gencatan senjata (Algeirs Accord) di tahun 2008, Ag Bahanga kembali ke persembunyiannya di Libya. Sedangkan, anak buahnya bermukim di daerah Mopti dan Segou. Pada Desember 2008, ia menyerang sebuah pangkalan militer di Nampala

44

David Alvarado, Independent Azawad : Tuareg, Jihadist, and Uncertain Future for Mali [ artikel on-line], Notes Internacionals CIDOB, Mei 2012 ; tersedia di

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ve d=0CCkQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.operationspaix.net%2FDATA%2FDOCUMENT %2F7205~v~Independent_Azawad__Tuaregs_Jihadists_and_an_Uncertain_Future_for_Mali.pdf &ei=3tXgU7irFdeGuATs5YCgDA&usg=AFQjCNFonBH89UFw2EWNu4hI14BxcuwgVQ&sig 2=Ujzw9yzP9l-RHeL9U9C3_A&bvm=bv.72197243,d.c2E ; internet ; diakses pada 13 Maret 2014


(41)

25

(500 km sebelah Utara dari Bamako dan dekat dengan perbatasan Mauritania) dan menewaskan 20 orang tentara.

Pada Januari-Februari 2009, tentara Mali berhasil menghancurkan markas Ag Bahanga di Timur Tessalit. Fagaga kembali bersembunyi dengan anak buahnya sedangkan Ag Bahanga melarikan diri ke Libya dan memohon bantuan dengan pihak Libya45.

B. Konflik Mali 2012-2013

Konflik Mali pada tahun 2012 bermula dari aksi MNLA yang menyalahkan pemerintah Mali tidak menepati janji46. Sehingga, mereka melakukan aksi pemberontakan di kota Menaka, Utara Mali. MNLA menyatakan tujuan mereka adalah “mencapai perdamaian dan keadilan bagi masyarakat Azawad serta stabilitas wilayah mereka”47. MNLA menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab terhadap serangan kota Menaka pada tanggal 17 Januari 201248. Pertempuran selanjutnya dilaporkan terjadi di berbagai kota di wilayah Utara Mali termasuk Aguelhok, Tessalit, Lere, Anderamboukane dan Nianfunke49.

45

Ibid

46

Sebelumnya, pemerintah Mali beberapa kali pernah membuat kesepakatan damai dengan pemberontak etnis Tuareg. Kesepakatan terakhir adalah Algiers Accord yang ditandatangani pada 4 Juli 2006. Kesepakatan ini berisi tentang otonomi yang lebih luas untuk wilayah Kidal, pengakuan yang lebih besar terhadap bahasa dan budaya Tamasheq di media nasional dan bidang pendidikan, pembentukan unit khusus yang dikelola suku lokal Tuareg serta pembangunan ekonomi di wilayah Utara Mali. Akan tetapi, pemerintah Mali tidak menepati janji untuk merealisasikan kesepakatan tersebut.

47

MALI: A Timeline of Northern Conflict, http://www.irinnews.org/report/95252/mali-a-timeline-of-northern-conflict diakses pada 10 Agustus 2014

48International Crisis Group, “Mali:Avoiding Escalation,” Africa Report

, N 189 (18 Juli 2012), 40

49


(42)

26

Demonstrasi terjadi di kota Kati (15 km di luar Bamako) dalam kurun tanggal 1 dan 2 Februari 2012. Demonstrasi ini ditujukan kepada Presiden Mali Amadou Toumani Toure karena para istri dan kerabat tentara dikirim ke medan perang untuk melawan pemberontak dengan alasan pemerintah tidak dapat menyediakan tentara yang cukup untuk melawan pemberontak.50

Para pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil memperingatkan atas aksi para ekstremis yang memanfaatkan situasi untuk memicu ketegangan antar etnis. Amnesty Internasional menyalahkan para pasukan keamanan yang tidak melakukan apa-apa untuk mencegah serangan terhadap rumah- rumah dan harta benda milik etnis Tuareg, Arab dan Mauritania. Presiden Taore tampil dalam siaran TV nasional dan menyampaikan kepada rakyat Mali agar tenang dan bersatu51.

Selanjutnya, pada tanggal 2 Februari 2012, pembicaraan terbuka digelar di Aljazair antara pemerintah Mali dan perwakilan mantan pemberontak gerakan Tuareg, ADC . Pembicaraan yang berlangsung selama dua hari berakhir dengan perdamaian. Akan tetapi, MNLA menolak hasil kesepakatan tersebut52. Pada tanggal 3 Februari 2012, pemberontak berusaha menguasai kota Kidal. Pemberontak kemudian bergerak ke kota Tessalit sehingga pada tanggal 7 Februari 2012, penduduk kota Tessalit meninggalkan kota mereka karena pemberontak telah mengepung kota mereka. Pemberontak Mali dan ADC berhasil

50

International Crisis Group,40

51

MALI: A Timeline of Northern Conflict, Loc.Cit.

52


(43)

27

menguasai kota Tinzwaten yang berada dekat dengan perbatasan Aljazair53 pada tanggal 8 Februari 2012.

UNHCR memperkirakan bahwa 44.000 pengungsi Mali melarikan diri ke negara-negara tetangga Mali seperti Niger, Burkina Faso dan Mauritania. Disebabkan situasi kemanusiaan dan keamanan yang memburuk di Mali, para kepala negara dari ECOWAS bertemu di Abuja, Nigeria pada tanggal 17 Februari 2012. Mereka juga mengutuk aksi pemberontak dan memberikan dukungan tanpa syarat dalam upaya membela integritas teritorial Mali54.

MNLA menyerang Hombori (sebuah kota di jalan utama antara Mopti dan Gao) pada tanggal 18 Februari 2012. Pemberontak menyangkal tuduhan pemerintah bahwa mereka membunuh seorang kepala militer di daerah tersebut. Pada tanggal 21 Februari 2012, pemerintah melaporkan bahwa Aguelhok telah dikuasai oleh pemberontak dan menegaskan adanya pembunuhan tentara pemerintah oleh tentara AQIM yang bekerja sama dengan MNLA. Laporan ini dibantah keras oleh MNLA55.

Presiden Toure menyatakan dalam wawancaranya pada 24 Februari 2012 dengan Radio France Internationale (RFI) bahwa pemilihan ulang akan diadakan dan Mali akan memiliki presiden baru pada tanggal 10 Juni56. Collectif des ressortissants du nord Mali- Collective of Nationals from the North Mali

(COREN) bertemu di Bamako pada tanggal 26 Februari 2012 dengan agenda

53

International Crisis Group, 40

54

MALI: A Timeline of Northern Conflict, Loc.Cit.

55

Ibid

56


(44)

28

merencanakan aksi untuk mengembalikan kontrol Utara Mali pada negara dan menekankan perlunya kebutuhan primer untuk melindungi penduduk di bawah ancaman.

MNLA mengambil kendali Tessalit dari tentara Mali (dekat dengan perbatasan Aljazair) dalam rentang waktu dua hari, dimulai pada 10 Maret 2012. Empat hari berikutnya, mantan pejuang Tuareg, Iyad Ag Ghali mengirimkan video yang berisi pernyataan bahwa Ansar Al Din ( pertama kali terlihat pada Desember 2011) telah memainkan peran penting dalam konflik. Tujuan mereka adalah menerapkan hukum syariah bukan memerdekakan wilayah Azawad.

Dalam sebuah wawancara dengan harian Perancis Le Figaro yang diterbitkan pada 15 Maret 2012, Presiden Taore mengungkapkan bahwa pemberontakan merupakan dampak dari konflik Libya dan merasa bahwa AQIM telah terlibat dalam pemberontakan. Taore mengatakan pemerintah siap untuk berdialog57.

Kemudian, pada tanggal 21 Maret 2012 tentara Mali melakukan aksi pemberontakan di Gao dan Bamako, memprotes kepemimpinan yang buruk di dalam perang dan kurangnya sumber daya. Mereka berkumpul di Istana Kepresidenan dan kantor pusat stasiun ORTM-TV. Keesokan harinya, tentara Mali mengambil alih kekuasaan dari presiden Amadou Toumani Toure sebagai bentuk protes atas ketidakmampuan pemerintah melawan pemberontak58.

57

Ibid

58

David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali [artikel on-line] tersedia di www.reuters.com


(45)

29

Kelompok tentara tersebut menamai diri mereka National Committe for the Restoration of Democracy and Rule of Law (CNDRE) dan dipimpin oleh Kapten Amadou Sanogo.

Di hari berikutnya, pemberontak Tuareg memasuki kota utama Kidal di wilayah Utara Mali setelah para tentara meninggalkan wilayah tersebut. Kapten Sanogo meminta bantuan eksternal untuk menghadapi pemberontak59. MNLA menyatakan telah menguasai Gao pada tanggal 31 Maret 2012. MNLA melaporkan adanya pembelotan tentara pemerintah. Awal April, Timbuktu berhasil diambil alih oleh Ansar Al Din dari MNLA. Tentara MNLA diusir dari wilayah tersebut. Aksi penjarahan terjadi di Gao setelah dikuasai pemberontak dari Ansar Al Din.

Presiden Toure mengundurkan diri dari posisinya dan mempersilahkan para tentara untuk mengembalikan kekuasaan kepada sipil pada tanggal 8 April 2012.60 Anggota dari Komunitas Arab Mali di Timbuktu membentuk Front Pembebasan Nasional Azawad (FLNA), kelompok bersenjata yang melawan pemberontak untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan mundur oleh tentara Mali.

MNLA yang dipimpin oleh etnis Tuareg dan kelompok Islam militan Ansar Al Din setuju untuk bergabung pada tanggal 26 Mei 2012 demi tujuan untuk menciptakan sebuah negara merdeka. Dalam kurun bulan Juni 2012,

59

Ibid

60


(46)

30

ketidakstabilan di Mali menyebabkan para pemimpin Afrika khawatir sehingga mereka menyerukan intervensi61.

Sebuah pemerintahan baru kemudian dibentuk pada bulan Agustus 2012 dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Cheick Modibo Diarra. Tujuan pemerintahan baru untuk memenuhi tuntutan daerah bahwa adanya transisi pemerintahan sipil dari pemerintahan militer. Perdana Menteri Cheick Modibo Diarra digantikan oleh pejabat kepresidenan, Djanggo Sissoko pada Desember 2012. PBB dan Amerika Serikat mengancam akan menerapkan sanksi terhadap Mali karena Diarra berada di bawah tekanan para pemimpin militer yang menentang adanya intervensi untuk Utara Mali62.

Pasukan militer yang dikerahkan atas perintah Dewan Keamanan PBB pada 20 Desember 2012 bertujuan untuk mengalahkan AQIM dan pasukan Islam militan lainnya63. Akan tetapi di Januari 2013, kota Konna jatuh ke tangan pemberontak (AQIM dan sekutunya)64. Ansar Al Din menyatakan pada 4 Januari 2013 bahwa mereka tidak lagi sepakat dengan gencatan senjata karena merasa pemerintah Mali tidak serius dengan permintaan damai65. Hal ini menyebabkan pada 10 Januari 2013, Mali mendesak bantuan militer dari pihak Perancis. Permintaan Mali akhirnya direspon oleh Perancis sehingga Perancis melakukan intervensi terhadap konflik Mali.

61

Timeline: Mali Since Independence,

http://www.aljazeera.com/news/africa/2012/03/2012322111037483270.html diakses pada 10 Agustus 2014

62

Ibid

63

David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali, Loc.Cit.

64

Timeline: Mali Since Independence, Loc.Cit.

65


(47)

31

Presiden Perancis, Francois Hollande melakukan kunjungan ke Mali pada Februari 2013 dan disambut hangat. Ia menguraikan rencana untuk menarik pasukannya. Rencana ini terealisasikan pada April 2013 dan ketika pasukan Perancis mulai ditarik, pasukan regional Afrika membantu tentara Mali meningkatkan stabilitas keamanan.

Sebuah kesepakatan damai antara pemberontak Tuareg (MNLA) dan pemerintah ditandatangani pada Juni 2013. Kesepakatan ini membuka jalan damai menuju pemilu. MNLA setuju untuk mengambil alih Kidal, kota yang berhasil direbut Perancis dari pasukan Islam militan.

Pemilihan Presiden Mali berlangsung pada tanggal 28 Juli 2013. Pemilihan ini diikuti oleh mantan Perdana Menteri Mali, Ibrahim Boubacar Keita dan mantan Menteri Keuangan, Soumalia Cisse. Akan tetapi, pemilihan ini tidak mendapatkan hasil sehingga diadakan pemilihan presiden putaran kedua66. Pada 13 Agustus 2013, Keita memenangkan pemilihan presiden Mali dan Cisse mengakui hasil tersebut.

C. Tindakan yang Dilakukan oleh Pihak Internasional dalam Mengatasi Konflik Mali 2012-2013

1. ECOWAS (Economic Community of West African States)

Didirikan pada tahun 1975, kelompok ekonomi dan politik regional ini telah membantu membantu untuk memediasi dan menyelesaikan krisis Mali67. ECOWAS memainkan peran utama dalam upaya mediasi setelah terjadi peristiwa

66

MALI: A Timeline of Northern Conflict, Loc.Cit.

67


(48)

32

kudeta militer di Mali. ECOWAS bersama African Union merupakan inisiator untuk penempatan tentara militer regional Afrika di Utara Mali68.

Beberapa langkah yang dilakukan oleh ECOWAS seperti sidang pemimpin ECOWAS pada tanggal 29 Maret 2012 di Abidjan, Pantai Gading. Mereka mengeluarkan perintah agar CNDRE berhenti menjalankan kekuasaan dalam waktu 72 jam atau CNDRE mendapatkan sanksi. Presiden Burkina Faso, Blaise Compore ditunjuk sebagai mediator ECOWAS69.

Pemimpin ECOWAS juga mengancam adanya sanksi bagi junta militer yang sempat menguasai Mali pada tanggal 2 April 2012. Keesokan harinya, para pemimpin junta militer merespon sanksi itu dengan mengabaikan tuntutan ECOWAS yang meminta mereka untuk meninggalkan kekuasaan70.

Selain itu, ECOWAS menyetujui intervensi militer pada November 2012 yang bertujuan untuk merebut Utara Mali. Kelompok regional Afrika Barat ini mendapat dukungan dari Uni Afrika71.

2. African Union

Diresmikan pada tahun 2002, African Union menjadi organisasi penerus dari Organization of African Unity. African Union berperan sebagai fasilitator perdamaian dan transisi politik di Mali.

68Shivit Bakrania, “Conflict Drivers, International Response and the Outlook for Peace in Mali: A Literature Review”, GSDRC Issues Paper, 31 Januari 2013 [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ve d=0CCEQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.gsdrc.org%2Fdocs%2Fopen%2FIP14.pdf&ei=Av 3kU_fQG5He8AXr0IHwDA&usg=AFQjCNHOjjaO_wEB0nuGg23PRS9MUmwEhg&sig2=dA QJ5zdivbr8f5INtLd40Q ;internet; diakses pada 16 Maret 2014 , 14

69

International Crisis Group, 40

70

David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali, Loc.Cit.

71


(49)

33

3. AFISMA ( African-led International Support Mission in Mali)

AFISMA adalah bentukan dari ECOWAS dan telah disahkan oleh Dewan Keamanan PBB pada tanggal 20 Desember 201272, juga merupakan penerapan dari resolusi 2085 DK PBB73. AFISMA dibentuk untuk membantu pelatihan pasukan keamanan Mali serta mendukung pelatihan dan stabilisasi Utara Mali. AFISMA memulai untuk menyebarkan pasukan militer ke Mali pada Januari 2013. Pada awalnya, AFISMA direncanakan terdiri dari 3300 orang yang tersebar di berbagai daerah di Utara Mali untuk membantu militer Mali hingga kemudian meningkat menjadi 7700 orang pada Januari 2013. Tersebarnya pasukan AFISMA dikritik karena banyaknya waktu yang terbuang untuk mempersiapkan dan menyebarkan pasukan. Pada 1 Juli 2013, AFISMA mentransfer kewenangannya kepada MINUSMA.

4. Perancis

Presiden Perancis, Francois Hollande mengumumkan pada 11 Januari 2013, Perancis akan melakukan intervensi untuk menghentikan langkah pemberontak. . Serangan ini dilakukan setelah adanya pergerakan AQIM, Ansar Al Din dan MUJAO ke Selatan Mali. Pasukan Angkatan Udara Perancis membantu pasukan militer Mali memukul mundur pemberontak dari kota Konna yang dilakukan oleh 2500 pasukan darat Perancis dan 3000 pasukan

72Alexander Thurston & Andrew Lebovich, “A Handbook on Mali‟s 2012

-2013 Crisis”, 36

73Better World Champaign, “Mali: The Next Front in the War on Terror The Case for Fully Funding UN Peace Keepers in Mali”, September 2013 [jurnal on-line]; tersedia di

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ve d=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.betterworldcampaign.org%2Fassets%2Fmali-the-

next-front-in-the-war-on- terror.pdf&ei=VVIEVOi7NMG68gXc6IBw&usg=AFQjCNFH5MH766tPdW_CdJ2wiCiegpcN-Q&sig2=eerR78KY0jgr56l4zFp-zw&bvm=bv.74115972,d.c2E ; internet; diakses pada 13 Maret 2014, 6


(50)

34

Afrika. Pada 26 Januari 2013, pasukan gabungan ini berhasil merebut Gao74 dan pada 27 Januari 2013, pasukan gabungan mengembalikan kontrol pemerintah Mali atas Timbuktu. Mereka langsung bergerak ke Kidal pada akhir Januari75.

Sebelumnya, pada saat kudeta di Mali terjadi, Perancis telah mengirimkan dukungan melalui Delegation of Human Security Service (Delegation du Service de la Securite Interieure/ SSI) dan the Mission for Military and Defence Cooperation (Mission de Cooperation Militaire et de Defense/MCMD). SSI memberikan pelatihan dan bantuan logistik untuk layanan keamanan nasional seperti polisi dan keamanan sipil serta layanan bea cukai Mali. Sedangkan, MCMD memiliki tugas yang berbeda dengan SSI karena bertugas menyediakan peralatan untuk Garda Nasional, dukungan teknis dan logistik, penyediaan peralatan darat dan udara serta pelayanan terstruktur76.

5. European Union (EU)

Uni Eropa melakukan misi pelatihan untuk membantu restrukturissi, reformasi dan membangun kapasitas pasukan keamanan Mali. The EU Training Mission in Mali (EUTM) memiliki mandat selama 15 bulan dan akan secara khusus melatih dan menjadi penasehat angkatan bersenjata Mali. Pelatihan ini berkontribusi untuk memulihkan kapasitas militer dan memungkinkan angkatan bersenjata untuk terlibat dalam operasi militer dengan tujuan memulihkan integritas teritorial Mali.

74

Timeline: Mali Since Independence, Loc.Cit.

75

David Cutter, Timeline: French,Malian Troops Advance in Northern Mali, Loc.Cit.

76Shivit Bakrania, “Conflict Drivers, International Response and the Outlook for Peace in

Mali: A


(51)

35

Sebelum konflik Mali, Uni Eropa terlibat dalam pembentukan Sahel Security and Development Iniative yang berjalan pada tahun 2007. Pada tahun 2011, Uni Eropa merencanakan strategi keamanan dan pembangunan di Sahel yang bertujuan memfasilitasi pelaksanaan kebijakan nasional melawan ketidakamanan dan diadopsi oleh Mali77.

6. Amerika Serikat

AS mendukung intervensi Perancis melalui information sharing dan mengangkut pasukan Perancis. Sebelum peristiwa kudeta, AS adalah salah satu pendonor bilateral terbesar ke Mali78. Negara tersebut juga mengembangkan rencana regional melawan terorisme seperti Pan Sahel Initiative (PSI) dan Trans-Sahara Counterterrorism Partnership (TSCTP). PSI dibuat pada tahun 2002 oleh Departemen Luar Negeri AS sebagai program bantuan keamanan. PSI memberikan pelatihan kontraterorisme dan bantuan ke Mauritania, Mali, Niger dan Chad. Program PSI dilanjutkan dengan TSCTP.

TSCTP diluncurkan pada tahun 2005 sebagai program kemitraan antara Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan AS. Program TSCTP berfokus melawan terorisme, penyeludupan dan radikalisasi pemuda di Aljazair, Burkina Faso, Chad, Mali, Mauritania, Maroko, Niger, Nigeria, Senegal dan Tunisia79.

77Shivit Bakrania, “Conflict Drivers, International Re

sponse and the Outlook for Peace in Mali: A

Literature Review”, 15

78

Ibid

79Alexander Thurston & Andrew Lebovich, “A Handbook on Mali‟s 2012


(52)

36 7. PBB

Pada 26 Maret 2012, peristiwa kudeta di Mali direspon oleh Dewan Keamanan PBB dengan mengutuk aksi yang dilakukan CNDRE dan menuntut CNDRE menghentikan kekerasan dan kembali ke barak mereka.

Dewan Keamanan PBB juga menyerukan gencatan senjata di Utara Mali pada tanggal 5 April 2012. Permintaan gencatan senjata ini ditanggapi baik oleh MNLA dengan alasan mereka telah mengakhiri operasi militer mereka karena telah mencapai tujuan. Di hari berikutnya, MNLA menyatakan kemerdekaan untuk wilayah Utara Mali (Azawad).

Pada Oktober 2012, Romano Prodi dari Italia ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal PBB Utusan Khusus untuk Sahel. Perannya adalah untuk mengkoordinasikan pengaplikasian Strategi Regional Terpadu PBB untuk Sahel dan mendukung upaya mediasi nasional, regional dan internasional dengan Mali sebagai fokus awalnya80. PBB juga mengirim misi penjaga perdamaian yang bernama United Nations Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Mali (MINUSMA) sesuai dengan resolusi DK PBB 210081. MINUSMA didirikan pada 25 April 2013 dan mulai menjalankan fungsinya pada 1 Juli 2013 dengan tujuan menstabilkan Mali82.

80Shivit Bakrania, “Conflict Drivers, International Response and the Outlook for Peace in

Mali: A

Literature Review”, 16

81Better World Champaign, “Mali: The Next Front in the War on Terror The Case for Fully

Funding UN Peace Keepers in Mali”, 7

82Alexander Thurston & Andrew Lebovich, “A Handbook on Mali‟s 2012


(53)

37

BAB III

KETERLIBATAN AL-QAEDA IN ISLAMIC MAGHREB (AQIM) DALAM KONFLIK MALI

Bab tiga akan mendeskripsikan keterlibatan Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM). Sebelum membahas keterlibatan AQIM dalam konflik Mali, bab ini akan menjelaskan terlebih dahulu tentang sejarah terbentuknya AQIM, kepemimpinan, ideologi dan tujuan utama AQIM serta sumber pendapatan dan daerah operasi AQIM.

Sejarah terbentuknya AQIM bermula dari proses evolusi kelompok pemberontak Aljazair hingga menjadi kelompok organisasi terorisme yang memiliki daerah operasi di regional Sahel Sahara Afrika. Skripsi ini lalu menggambarkan bentuk kepemimpinan AQIM dan menjabarkan ideologi serta tujuan AQIM. Setelah itu, skripsi ini akan menceritakan tentang bagaimana AQIM mencari sumber pendapatan serta daerah operasinya. Terakhir, skripsi ini akan menyebutkan seperti apa keterlibatan AQIM dalam konflik Mali.

A. Sekilas Tentang AQIM

1. Sejarah Terbentuknya Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM)

Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM) memiliki sejarah evolusi yang panjang. Sebelum kelompok ini bernama AQIM, kelompok ini dikenal


(54)

38

dengan nama Groupe Salafiste Pour La Predikasi Et Le Combat (GSPC). Perang sipil di Aljazair pada tahun 1990 menjadi awal dari proses evolusi AQIM. Kelompok GSPC sendiri telah mengalami transformasi yang panjang. Didirikan dengan bentuk awal sebagai partai politik berbasis islamisme, FIS (partai politik bentukan awal sebelum GSPC muncul) ingin mendapatkan tempat di pemerintahan Aljazair. Walaupun, mereka memenangkan pemilu pada tahun 1990, junta militer Aljazair merebut kekuasaan FIS sehingga faksi militan FIS beralih menggunakan cara-cara kekerasan.

Pada saat bersamaan di tahun 1990, ratusan militan Aljazair yang terlatih dan berjuang bersama para mujahidin Afghanistan kembali ke Aljazair. Keinginan yang kuat untuk mendirikan negara Islam Aljazair membuat militan ini bergabung dengan FIS, termasuk Qari Said (menantu Osama bin Laden). Kerjasama ini melahirkan kelompok yang bernama GIA, yang jelas berbeda dengan FIS. Tujuan utama GIA adalah mendirikan negara Islam83.

Pada awal tahun 1993, GIA memulai kampanye teror dengan menyerang pos – pos militer dan sasaran non militer (orang asing, para intelektual dan wartawan). Perang saudara kemudian berkecamuk antara junta militer dengan kelompok Islam militan. Saat Amir Zouabri menjadi pemimpin tertinggi GIA, dia menyatakan bahwa rakyat sipil yang tidak mendukung jihad adalah kufur. Jumlah

83

Jonathan Schanzer, Algeria‟s GSPC and America‟s Waron Terror. Policy Watch, Washington Institute for Near East Policy (15 Oktober 2002) , Mohammed M. Hafez, Armed Islamist Movements and Political Violence in Algeria. The Middle East Journal. Vol. 54 No. 4 (Autumn) (2000), hal 580 , Jean-Pierre Filiu, The Local and Global Jihad of Al – Qaida in The Islamic Maghrib. Middle East Journal Vol. 63 No. 2 (Spring) hal. 220 seperti dikutip oleh Stephen

Harmon “From GSPC to AQIM : The Evolution of an Algerian Islamist Terrorist Group into an Al – Qa‟ida Affiliate and its Implications for Sahara-Sahel Region”,Concerned Africa Scholars Bulletin N°85– Spring,2010, 14


(55)

39

korban tewas saat konflik bertambah dimana rakyat sipil turut menjadi korban. Tahun 1997 merupakan tahun paling berdarah pada perang saudara Aljazair, dimana terdapat lebih dari empat puluh pembantaian terhadap warga sipil dan jumlah korban tewas berjumlah 150.000 orang.84

Hassan Hattab, Syekh Abou Al-Baraa dan Saifi (El-Para) adalah beberapa anggota GIA yang menolak kebijakan menyerang warga sipil. Hattab kemudian keluar dari GIA pada akhir tahun 1996. GSPC dibentuk pada tahun 1998 dan memiliki tujuan untuk memusatkan serangan kepada pasukan keamanan pemerintah, tidak melibatkan warga sipil. Hattab menjadi pemimpin kelompok GSPC dengan Al-Baraa sebagai ideolog dan Saifi sebagai komandan lapangan. Al-Qaeda dan Osama bin Laden menyetujui pemikiran GSPC yang tidak menyerang warga sipil. GSPC juga memiliki tujuan yang sama dengan GIA untuk mendirikan negara Islam di Aljazair sehingga pada tahun 2000, GSPC menganut ideologi Al-Qaeda dan paham jihad global85.

GSPC mengalami konflik internal ketika kepemimpinan Hattab dipertanyakan oleh anggota GSPC yang memiliki pandangan internasionalis seperti Nabil Sahraoui, Abdelmalek Droukdel dan Saifi. Hattab yang berkomitmen untuk melakukan jihad nasional tidak sepaham dengan mereka. Pada September 2003, kepemimpinan Hattab digulingkan oleh anggota GSPC dan

84

Ibid

85 Stephen Harmon “From GSPC to AQIM : The Evolution of an Algerian Islamist Terrorist

Group into an Al – Qa‟ida Affiliate and its Implications for Sahara-Sahel Region”,Concerned Africa Scholars Bulletin N°85– Spring,2010, 14


(56)

40

digantikan oleh Sahraoui. Saifi beserta Mokhtar Belmokhtar lalu memperluas operasi GSPC ke negara tetangga Aljazair yakni wilayah regional Sahel Afrika86.

Sejak penggulingan kepemimpinan Hattab dari GSPC, organisasi tersebut telah menggeser tujuan awal untuk menggulingkan pemerintah militer (jihad nasional) menjadi jihad global. Kepemimpinan Nabil Sahraoui telah membuat tujuan utama GSPC adalah jihad global. Sahraoui juga menyatakan dukungan terhadap para saudara jihadis di negara lain seperti Chechnya dan Filipina. Sayangnya, sebelum mencapai tujuan tersebut, Sahraoui terbunuh dalam baku tembak dengan pasukan keamanan Aljazair pada Juni 200487.

Droukdel kemudian diangkat menjadi pemimpin GSPC yang baru. Peristiwa invasi Amerika Serikat ke Irak telah memotivasi perekrutan yang lebih banyak untuk jihad global. Peristiwa Irak juga membuat GSPC sejalan dengan Al-Qaeda dengan merekrut para jihadis muda yang ingin berjuang di Irak. Al-Al-Qaeda di Irak menjadi perantara untuk menggabungkan GSPC dengan Al-Qaeda. Secara bertahap, Droukdel menggemakan pernyataan politik dari Al-Qaeda. Jaringan GSPC dengan Al-Qaeda berkembang menjadi penghubung kegiatan negara-negara Afrika Utara ke Irak. Ekspansi GSPC ke wilayah Sahel Afrika berkaitan dengan kegiatan penyeludupan, rute perdagangan manusia, fasilitas militan ke Irak. 88

86

Ibid

87

Jean-Pierre Filiu, The Local and Global Jihad of Al – Qaida in The Islamic Maghrib. Middle East Journal Vol. 63 No. 2 (Spring) hal. 220 seperti dikutip oleh Stephen Harmon “From GSPC to AQIM : The Evolution of an Algerian Islamist Terrorist Group into an Al –Qa‟ida Affiliate and its Implications for Sahara-Sahel Region”,Concerned Africa Scholars Bulletin N°85 – Spring,2010, 15

88


(1)

xxx Transkrip Wawancara dengan Alexander

Thurston

Narasumber : Alexander Thurston (via email) Karir : Visiting Assistant Professor Fokus Kajian : Afrika, Nigeria, Islam, religion Email : alexseminal@gmail.com

Alexander Thurston menguasai studi Islam di Afrika, khususnya pemikiran politik Islam di Afrika Barat dan hubungan antara Afrika Barat dengan dunia muslim yang lebih luas. Ia bergabung dengan Program Studi Afrika di Georgetown University pada musim gugur 2014 dan mengajar program studi Islam di Afrika, Politik dan Masyarakat di Afrika Barat dan topik lainnya. Dia adalah mahasiswa doktoral yang menerima beasiswa dari Council on Foreign Relations 2013-2014 dan menjabat sebagai Desk Officer di Departement of States untuk Nigeria di Biro Urusan Afrika. Ia meraih gelar Ph.D untuk Religious Studies pada tahun 2013 dari Northwestern University. Dia memperoleh gelar MA untuk Arab Studies dari Georgetown pada tahun 2009 dan gelar BA di bidang Agama dari Northwestern University pada tahun 2005.

Dia adalah penulis aktif dan tulisan akademisnya sering dipublikasikan di Journal of Religion in Africa and Islamic Africa serta Foreign Policy. Skripsi ini juga mengambil tulisan darinya yang berjudul Towards an “Islamic Republic of Mali”, A Handbook on Mali’s 2012- 2013 Crisis dan Mali: The Disintegration of a “Model African Democracy”

Pertanyaan ( Questions) dan Jawaban (Answers) :

1. Do you think that AQIM is a franchise organization of Al-Qaeda?

Yes, I think so. If, franchise means that AQIM uses the Al-Qaeda name but operates with a lot of autonomy.


(2)

xxxi

2. Is the ideology of AQIM is same with Al-Qaeda‟s ideology?

Yes, although AQIM seems more political and religious struggle in Northwest Africa than on global jihad.

3. What do you think about the difference between Mali conflict of 2012 and previous conflicts?

I think the role of jihadist make Mali‟s 2012 conflict different from earlier conflicts in Mali. Another factor is the rebels (both separatists and jihadist) greater military organization and capacity in comparison with previous rebellions. No previous rebellions succeeded in carving out a proto state, even temporarily and no previous rebellions destabilized the central government in this way. Finally, previous rebels have not strategically invoke Islamic symbols to the same extent as in 2012.

4. In your opinion, what is the motive that makes AQIM to be involved in Mali conflict? Is it related to the ideology or politics?

I think AQIM‟s involvement was partly ideological and strategy, but also partly circumstansial and opportunistic. I think they saw an opportunity to work with Iyad Ag Ghali, and to hold territory, and they took it.

5. Do you think that the involvement of AQIM in Mali conflict related to their aim to establish an Islamic state?

Yes, although see my previous answer as well.

6. What is the relation of AQIM‟s involvement in Mali conflict? Is it direct or indirect?

I‟m not sure I understand this question, but I would say they were directly involved- especially by holding territory in Timbuktu.

7. Do you think that one of their involvement is providing weapons and help rebel force?

AQIM certainly helped Ansar Al Din

8. Do you think that the involvement of AQIM in Mali will benefit them? I think it‟s unclear. On the one hand, AQIM‟s involvement insentified their role and their connections in the region. On the other hand, the


(3)

xxxii

French intervention scattered them and AQIM faces ongoing fragmentation within its own ranks.

9. Do you think that the involvement of AQIM will affect of Mali conflict? In the future? Yes, I think continued attacks by militants (some of which may be the AQIM) will affect the course of the conflict and make it more difficult for Malian authorities to be re-establish control.

10.Did AQIM also participate in Mali conflict in 2006? (because I have read in an article that AQIM has been in Northern Mali for 10 years)

I‟m not aware of AQIM playing a role in the 2006 conflict. They were present in the Sahel at that time – see 2005 Lemghetty attack in Mauritania, 2003 kidnapping, etc – but I do not believe they fought with rebels in 2006.


(4)

xxxiii


(5)

xxxiv English Version :


(6)