dan negara berkembang memberikan kontribusi penurunan kasus dari 87 kasus penyakit difteri diseluruh dunia pada tahun 1991 menjadi 13 pada tahun 1994
tabel 2.1. Kejadian epidemi penyakit difteri didunia telah dilaporkan sejak abad ke 16 yang tejadi di Spanyol pada tahun 1583 tabel 2.2.
4
2.3.2 Tren regional
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada laporan insiden kasus difteri yang
dikeluarkan oleh WHO berdasarkan wilayah gambar 2.1. Sejak pertengahan tahun
1980-an, terjadi penurunkan kasus difteri yang terjadi hampir diseluruh dunia. Namun diawal 1990-an, terjadi peningkatan kasus kembali khususnya di Eropa dan
Amerika.
Tabel 2.1 Jumlah kasus difteri yang dilaporkan oleh World Health Organization
WHO dari negara berkembang dan negara maju periode 1974-1994, berdasarkan laporan pada Maret 2006
3,4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Siklus kejadian difteri di dunia periode abad 16-19
Gambar 2.1 Insidens tahunan kasus difteri yang dilaporkan oleh WHO berdasarkan
wilayah, 1974-1994, laporan pada Maret 1996
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Insidensi difteri pada negara maju
Penerapan program imunisasi dengan skala besar telah terbukti memberikan kontribusi yang besar pada penurunan penyakit difteri, dan difteri telah dapat
dieliminasi pada beberapa negara lebih dari tiga dekade. Di beberapa negara Eropa tidak satu kasuspun dilaporkan lebih dari 10 tahun. Program imunisasi tidak hanya
berhasil menurunkan insidensi dari kasus difteri, tetapi juga memberikan perubahan status kekebalan pada kelompok umur yang berbeda.
Tingkat kekebalan tubuh yang tinggi pada usia kanak-kanak memberikan hasil penurunan insidensi dari kasus difteri. Sedangkan pada kelompok usia dewasa tingkat
kekebalan ini mulai menurun gambar 2.2.
3,4
4
Hal ini menyebabkan orang dewasa menjadi lebih rentan terhadap penyakit difteri seperti yang dilaporkan Lumio pada
tahun 2003 yang megakibatkan myocarditis tabel 2.3. Gambar 2.2
Status kekebalan berdasarkan umur sebelum dan sesudah vaksin
digunakan secara luas
3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Analisis faktor penentu kejadian myocarditis pada pasien difteri
2.3.4 Insidensi difteri pada negara berkembang
Difteri bukan merupakan masalah kesehatan yang besar pada negara berkembang. Hal ini dikarenakan status keekebalan tubuh terjaga secara alamiah,
termasuk yang dikarenakan infeksi kulit oleh C. diphthriae. Keberadaan kasus penyakit difteri di negara berkembang bersifat endemik.
Perubahan sosio-ekonomi, terutama yang dikarenakan proses urbanisasi dan perubahan sosio-kultural, termasuk perubahan gaya hidup , juga telah mengubah pola
penyakit ini menjadi lebih serius dan berbahaya. Algeria, Ekuador, Yordania, dan
4
Universitas Sumatera Utara
Yaman telah melaporkan kejadian luar biasa dari penyakit difteri ini yang terjadi setelah 5-10 tahun cakupan imunisasi. Kejadian ini ditandai dengan case fatality rate
CFR yang besar pada keompok usia remaja dan dewasa. Sistem pelaporan yang tidak baik dan statistik yang tidak akurat dikarenakan
kurang lengkapnya data yang didapat pada surveilen s, dan hanya didapat dari laporan rumah sakit.
4,5
Lengkapnya pelaporan berdasarkan atas dua elemen. Pertama, fasilitas kesehatan harus terjangkau dan digunakan oleh publik. Kedua fasilitas kesehatan
harus melaporkan setiap kasus secara akurat dan teratur kepada otoritas kesehatan. Berdasarkan keseluruhan laporan dari 13 negara berkembang, kurang dari 10
effisiensi dari vaksin untuk mencegah penyakit, walaupun pekiraan ini bukan secara spesifik untuk kasus difteri. Dan yang lebih utama adalah membuat system surveilens
yang lebih baik dalam mendeteksi penyakit sesuai dengan target.
4
1,4
2.4 Perkiraan jumlah kasus dan kematian akibat difteri