Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Kota Ternate, Maluku Utara

PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT
KOTA TERNATE, MALUKU UTARA

AMRUL ILMANA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan
Tumbuhan Obat pada Masyarakat Kota Ternate Maluku Utaraadalah benar karya
saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Amrul Ilmana
E34080115

ABSTRAK
AMRUL ILMANA. Pemanfaatan Tumbuhan Obat pada Masyarakat Kota
Ternate, Maluku Utara. Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan ERVIZAL AM
ZUHUD.
Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat Ternate saat ini telah mulai
tergantikan oleh obat-obatan konvensional. Hal ini dikhawatirkan dapat
menghilangkan kearifan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan
menyebabkan punahnya beberapa spesies tumbuhan obat di alam. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh
masyarakat di Kota Ternate. Metode pengambilan data dilakukan dengan
wawancara dan studi literatur.Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat
menggunakan 74 spesies dari 40 famili tumbuhan obat yang telah teridentifikasi.
57% diantaranya merupakan tumbuhan obat yang telah dibudidaya, 21,5%
merupakan tumbuhan obat semi-budidaya, serta 21,5% lainnya merupakan

tumbuhan obat yang termasuk kategori liar. Famili Euphorbiaceae, Zingiberaceae,
Lamiaceae, dan Piperaceae merupakan familidari tumbuhan obat yang paling
banyak dimanfaatkan dengan jumlah 4 spesies. Habitus tumbuhan obat yang
paling banyak ditemukan adalah habitus herba dengan jumlah 27 spesis. Bagian
tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah daun dan pengolahan
tumbuhan obatsebagian besar dilakukan dengan cara direbus.
Kata kunci: budidaya, Ternate, tumbuhan obat.
ABSTRACT
AMRUL ILMANA. The utilization of Medicinal Plants in Ternate City Society,
North Moluccas. Supervised by AGUS HIKMAT and ERVIZAL AM ZUHUD.
Nowadays, the utilization of medicinal plants by people in Ternate has been
replaced by conventional medicines. This condition feared could eliminate
community wisdom to use the natural resources and lead the extinction of natural
medicinal plant species. The aim of the research is to identified a species of
medicinal plants that has used by Ternate society. Interview and literature study
were the method to collecting data. The result showed that people used 74 species
of 40 family medicinal plants that have been identified. It contain by 57% were
cultivated by people, 22% were semi-cultivation, and 21% were a wild medicinal
plants. Family Euphorbiaceae, Zingiberaceae, Lamiaceae and Piperaceae were the
most commonly used as much as 4 species. Also, the most commonly habitus

were herbaceous with a number of 27 species. Part of herbs that most widely used
is leaf. Boiling were the most widely performed to processing the medicinal
plants.
Keywords : cultivation, medicinal plants, Ternate.

PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT PADA MASYARAKAT
KOTA TERNATE, MALUKU UTARA

AMRUL ILMANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

J udul Skripsi
Nama
NRP

: Pemanfaatan Tumbuhan Obat pada Masyarakat Kota Temate
Maluku Utara
: Amrul Ilmana
: E34080115

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, MScF
Pembimbing I

Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh


4rofDr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

'2 セ@ /.UG 2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah tumbuhan
obat, dengan judulPemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Kota Ternate
Maluku Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat, MScF dan
Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud selaku pembimbing skripsi. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Minggus dari Kelurahan
Foramadiahi danBapak Ate dari kelurahan Salahuddin, Bapak lurah Foramadiahi,
Bapak lurah Tubo dan Bapak lurah Salahuddin yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,

serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya dan juga kepada
teman-teman “Edelweiss 45” atas segala support dan bantuan selama pengerjaan
skripsi. Tidak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada Eko, Bantis, Adis,
Soraya, Budi, Eko “Rooney”, Dewi, Mario, dan teman-teman “rumah hijau” atas
segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Amrul Ilmana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data yang Dikumpulkan

2

Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data


3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4

Karakteristik Responden

7

Keanekaragaman Tumbuhan Obat
SIMPULAN DAN SARAN

10
19


Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5

Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan komposisi habitus
Kaitan antara habitus dan tipe habitat tumbuhan obat
Status perlindungan tumbuhan obat

8
8
13
13
19

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian
2 Sentra kerajinan batik Tubo; A. Tempat pembuatan batik; B. Batik yang
siap dijual kepada konsumen
3 Pak Ate Tabib Desa di Kelurahan Salahuddin;
4 Seorang fangira di Kelurahan Foramadiahi
5 Kegiatan wawancara dengan responden
6 Jenis penyakit yang diderita masyarakat di lokasi penelitian
7 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan famili
8 Tumbuhan obat di pekarangan masyarakat
9 A. Cengkeh (Syzygium aromaticum) ; B. Pala (Myristica fragrans)
10 Jumlah dan persentase budidaya tumbuhan obat
11 Tumbuhan Obat Ngoro madahu
12 Bagian tumbuhan obat yang digunakan
13 Cara pengolahan spesies tumbuhan obat

5
6
6
7
8
10
11
14
14
15
16
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Spesies tumbuhan obat di Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan Tubo, dan
Kelurahan Salahuddin
2 Ramuan tumbuhan obat berdasarkan khasiat yang ditemukan di
Kelurahan Foramadiahi
3 Ramuan tumbuhan obat berdasarkan khasiat yang ditemukan di
Kelurahan Salahuddin
4 Ramuan Tumbuhan obat berdasarkan khasiat yang ditemukan di
Kelurahan Tubo
5 Beberapa foto tumbuhan obat dari lokasi penelitian

22
25
30
35
39

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Ternate telah terkenal sejak lama sebagai pulau penghasil aneka
spesies tumbuhan rempah terutama cengkeh dan paladan juga spesies tumbuhan
obat. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Sunarti (2011) di Kecamatan
Moti Kota Ternate, terdapat 42 spesies tumbuhan berkhasiat obat yang bisa untuk
mengobati berbagai penyakit seperti: obat pre dan paska persalinan, obat malaria,
obat darah tinggi, obat campak, obat pegel linu dan obat kuat, obat penurun panas,
obat kencing manis dan kencing batu, obat sakit perut, obat batuk, obat sakit gigi
dan sariawan, obat perangsang nafsu makan, obat bengkak dan luka serta bisul.
Menurut data Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2007,
terdapat beberapa spesies tumbuhan obat yang telah dibudidayakan oleh penduduk
di Kecamatan Moti Kota Ternate dalam jumlah besar antara lain jahe, kunyit,
lengkuas, kumis kucing, kayu manis dan sirih.
Saat ini penggunaan tumbuhan obat untuk keperluan sehari-hari dalam
mengobati penyakit masyarakat di Kota Ternate telah mulai tergantikan dengan
pengobatan konvensional. Untuk mengobati penyakit yang diderita masyarakat
lebih cenderung memilih untuk membeli obat dari dokter dengan cara berobat ke
puskesmas atau rumah sakit dibandingkan menggunakan pengobatan tradisional
dengan tanaman obat. Padahal bila ditelaah lebih lanjut, pengobatan tradisional
dengan menggunakan tumbuhan obat lebih aman bagi tubuh karena memiliki efek
samping yang rendah dan lebih mudah diperolehdengan biaya yang lebih murah
disebabkan banyak terdapat di sekitar masyarakat.
Menurut Zuhud (2004) tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan
yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi: a)
Tumbuhan obat tradisonal, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya
masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional; b) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah
telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya
dapat dipertanggungjawabkan secara medis; c) Tumbuhan obat potensial, yaitu
spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang
berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaanya sebagai bahan obat
tradisional sulit ditelusuri.
Salah satu penyebab masyarakat lebih memilih pengobatan dengan obatobatan modern karena pengetahuan tentang pengobatan tradisional oleh
masyarakat sangat terbatas dan umumnya hanya diketahui oleh tetua adat atau
tabib desa. Oleh karena itu untuk menumbuhkan kembali minat masyarakat Kota
Ternate terhadap penggunaan tumbuhan obat tradisional maka masyarakat perlu
mengetahui kegunaan jenis-jenis tumbuhan obat tersebut. Sehubungan dengan hal
itu, diperlukan suatu penelitian mengenai pemanfaatan tumbuhan obat di Kota
Ternate melalui wawancara mendalam dengan narasumber, yaitu terutama dengan
tetua adat dan tabib desa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pengetahuan yang berguna untuk dikenalkan kembali kepada masyarakat tentang
manfaat tumbuhan obat agar penggunaannya dapat dilestarikan dan digunakan
oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan kesehatannya sehari-hari.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan spesies
tumbuhan obat oleh masyarakat di Kota Ternate.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Pemerintah
Kota Ternate terkait dengan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kota
Ternate. Selain itu juga diharapkan dapat menimbulkan kesadaran kepada
masyarakat di Kota Ternate untuk kembali menggunakan dan melestarikan
tumbuhan obat dalam hal pemanfaatan dan pembudidayaannya.

METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan penelitian ini dilakukan di Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan
Tubo dan Kelurahan Salahuddin terhadap pemanfaatan tumbuhan obat oleh
masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama
dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2013 dan tahap kedua dilaksanakan
pada bulan Desember 2013 sampai Januari 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan didalam penelitian ini adalah kamera digital,
kuisioner,alat tulis menulis, laptop, smartphone dan papan jalan.Bahan yang
digunakan antara lain dokumen atau laporan penelitian mengenai tumbuhan obat,
buku panduan jenis tumbuhan obat, tally sheet, sampel tumbuhan dan peta lokasi
penelitian.
Jenis Data yang Dikumpulkan
Data dan informasi yang dikumpulkan adalah data spesies tumbuhan obat
yang terdapat di tiga kelurahan yang berbeda yaitu di Kelurahan Foramadiahi,
Kelurahan Tubo dan Kelurahan Salahuddin. Pengumpulan data juga dilakukan
terhadap kegiatan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat yang terdapat di
ketiga kelurahan tersebut. Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer
dan data sekunder.
Data primer
Data primer yang dikumpulkan meliputi data pemanfaatan tumbuhan obat
yang berupa data spesies tumbuhan yang dimanfaatkan, habitus, kegunaan, bagian
tumbuhan yang digunakan, cara pengolahan dan pemakaian, upaya budidaya yang
dilakukan oleh masyarakat/kelompok masyarakat, serta data karakteristik
responden (nama, jenis kelamin, usia, mata pencaharian, penghasilan dan pendidikan)
yang diwawancarai. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan
pengamatan langsung.

3
Data sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan berasal dari studi literatur dari laporan
hasil penelitian sebelumnya, serta bahan bacaan lain yang terkait dengan
penelitian ini. Data-data yang diambil antara lain kondisi umum lokasi penelitian
berupa letak kawasan dan kondisi biofisik kawasan serta kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat di lokasi penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Studi literatur
Studi literatur dalam sebuah penelitian bertujuan untuk mendapatkan
gambaran yang menyeluruh tentangapa yang sudah dikerjakan orang lain dan
bagaimana orang mengerjakannya, kemudian seberapa berbeda dengan penelitian
yang akan dilakukan. Data yang diperoleh melalui studi literatur berasal dari
berbagai sumber seperti dokumen, laporan penelitian, serta buku yang
berhubungan dengan tumbuhan obat.
Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaan langsung kepada masyarakat maupun kelompok masyarakat yang
dijadikan sebagai responden dengan atau tanpa menggunakan panduan wawancara
(quisioner). Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi lebih lanjut
tentang lokasi penelitian. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap tokoh
masyarakat yaitu tetua adat dan tabib desa serta masyarakat biasa yang dijadikan
sebagai responden. Penentuan responden dilakukan dengan metode random
sampling dengan 30 orang responden yang terdiri dari 10 orang responden dari
Kelurahan Foramadiahi, 10 orang responden dari Kelurahan Tubo dan 10 orang
responden dari Kelurahan Salahuddin yang menggunakan tumbuhan obat.
Observasi/ pengamatan langsung
Observasi dilakukan untuk memperoleh sumber data dan informasi aktual
melalui pengamatan di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui
spesies tumbuhan obat yang digunakan dari hasil wawancara. Pengenalan spesies ini
dilakukan dengan mencari spesies tumbuhan yang digunakan dari hasil wawancara ke
lapangan (kebun, pekarangan, hutan, dan tepi jalan) dan membuat dokumentasi
kemudian diidentifikasi dengan literatur.
Analisis Data
Data yang diperoleh selama penelitian selanjutnya dikelompokkan menjadi
data spesies tumbuhan obat dan data pemanfaatan tumbuhan obat. Data
pemanfaatan tumbuhan obat meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan atau
digunakan sebagai obat, kelompok penyakit/kegunaan tumbuhan obat dan cara
pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di Kelurahan Foramadiahi,
Kelurahan Tubo dan Kelurahan Salahuddin.
Persentase habitus
Habitus dari tumbuhan pangan dan obat yang dimanfaatkan meliputi pohon,
semak, perdu, herba dan merambat. Persen habitus dihitung untuk mengetahui

4
persentase habitus tertentu yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Rumus yang
digunakan dalam menghitung persentase habitus adalah (Fakhrozi 2009):
Persentase habitus tertentu =



x 100%



Persentase bagian yang digunakan
Persen bagian yang digunakan dihitung untuk mengetahui persentase setiap
bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat di Kelurahan Foramadiahi,
Kelurahan Tubo dan Kelurahan Salahuddin. Bagian tumbuhan obat yang
digunakan umumnya meliputi daun, batang, buah, bunga, biji, akar, batang, kulit
batang, rimpang, umbi, dan getah. Rumus untuk mengetahui persen bagian yang
dimanfaatkan adalah sebagai berikut (Fakhrozi 2009):
Persentase bagian yang digunakan =



y



x 100%

y

Persentase tipe habitat
Tujuan dilakukan perhitungan persen tipe habitat tumbuhan obat adalah
untuk mengetahui persentase tumbuhan obat yang berasal dari habitat tertentu
yang dimanfaatkan masyarakat. Tipe habitat dari tumbuhan obat yang
dimanfaatkan oleh masyarakat dapat berupa sawah, ladang, kebun, pekarangan,
dan hutan. Untuk mengetahui persentase tipe habitat tumbuhan obat yang
dimanfaatkan oleh masyarakat digunakan rumus (Rahayu 2011):
Persentase tipe habitat =





x 100%

Persentase status budidaya
Tumbuhan obat dikelompokkan berdasarkan status keberadaannya yang
tergolong dalam tumbuhan yang sudah dibudidaya atau masih tumbuh liar. Untuk
mengetahui persentase tumbuhan yang dibudidaya/liar digunakan rumus
(Metananda 2012):
Persentase tumbuhan yang dibudidaya/liar =





y

x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Wilayah Kota Ternate terletak antara 0° - 2° Lintang Utara sampai dengan
126° - 128° Bujur Timur dan dibatasi oleh Laut Maluku di sebelah Utara, Selatan
dan Barat. Sedangkan di sebelah timur Kota Ternate dibatasi oleh Selat
Halmahera. Pulau Ternate merupakan wilayah kepulauan yang terletak di pesisir
barat Pulau Halmahera dan merupakan bagian dari wilayah Provinsi Maluku Utara

5
dengan beribukota Pulau Sofifi.Luas wilayah Kota Ternate adalah 5795,4 km2
dengan luas wilayah perairan 5544,55 km2 dan luas daratan 250,85km2. Sejak
tahun 2000 Kota Ternate terbagi menjadi 4 kecamatan yakni Kecamatan Kota
Ternate Selatan, Kecamatan Kota Ternate Utara, Kecamatan Pulau Ternate dan
Kecamatan Moti. Namun pada tahun 2007 ditambah dua kecamatan baru yakni
Kecamatan Kota Ternate Tengah dan Kecamatan Pulau Batang Dua.
Luas kawasan hutan di Ternate sebesar 10.138 ha dengan perincian 4.392
Ha untuk kawasan hutan lindung (HL), 379,56 ha untuk kawasan hutan produksi
(HP) dan 5.366 ha untuk kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Pengambilan data penelitian dilakukan di KelurahanTubo, Kelurahan Salahuddin
dan KelurahanForamadiahi. Gambar 1 menunjukkan peta lokasi penelitian serta
batas-batas kecamatan di Kota Ternate.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Kelurahan Tubo
Kelurahan Tubo terletak di Kecamatan Kota Ternate Utara dan merupakan
Kelurahan yang baru dimekarkan pada tahun 2007 sesuai dengan Perda No.5
tahun 2007. Luas wilayah kelurahan Tubo adalah 0,55 km2 dengan batas wilayah
sebelah utara meliputi Kelurahan Sango, sebelah selatan meliputi Kelurahan Dufadufa, sebelah timur meliputi Kelurahan Togafo, dan sebelah barat berbatasan
dengan gunung Gamalama. Jumlah penduduk di kelurahan Tubo sampai dengan
bulan Desember 2013 sebanyak 2357 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki
1255 jiwa dan perempuan 1102 jiwa. Masyarakat di Kelurahan Tubo
mengembangkan UKM yang bernama “Sentra Kerajinan Batik Tubo” yang
merupakan suatu usaha batik skala kecil dan menghasilkan batik-batik khas
Maluku Utara. Bahan dasar dari tinta yang dipakai dalam pembuatan batik
merupakan hasil olahan dari tumbuhan cengkeh dan pala. Gambar 2 menunjukkan

6
tempat pembuatan Batik Tubo dan produk Batik Tubo yang siap dijual kepada
konsumen.

A

B

Gambar 2 Sentra Kerajinan Batik Tubo ; A. Tempat pembuatan batik ; B. Batik
yang siap dijual kepada konsumen
Kelurahan Salahuddin
Kelurahan Salahuddin juga dimekarkan bersamaan dengan kelurahan Tubo
yakni pada tahun 2007 dan memiliki luas wilayah 24,247 ha/m2. Kelurahan ini
terletak di Kecamatan Kota Ternate Tengah dan merupakan Kelurahan yang
memiliki dua Lingkungan yakni Lingkungan Skep dan Lingkungan Tabahawa.
Kelurahan Salahuddin berbatasan dengan Kelurahan Makassar barat di sebelah
utara, Kelurahan Marikrubu di sebelah selatan, kelurahan Moya di sebelah barat
dan Kelurahan Santiong di sebelah timur. Data jumlah penduduk di Kelurahan
Salahuddin hingga bulan Desember tahun 2013 mencapai 4949 jiwa dengan
perbandingan 2513 laki-laki dan 2436 perempuan.
Di Kelurahan Salahuddin terdapat seorang tabib desa bernama Pak Ate yang
sangat terkenal di masyarakat (Gambar 3). Ketika menderita penyakit masyarakat
sering meminta bantuan beliau untuk menyembuhkan penyakit mereka. Dalam
mengobati penyakit masyarakat beliau selalu menggunakan metode penyembuhan
tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan obat yang diperoleh dari pekarangan
rumah maupun yang terdapat di hutan seperti jarak pagar (Jatropha curcas),
binahong (Anredera cordifolia), papaceda (Scaevola frutescens), bunga kista
(Mentha arvensis), rumput cacing (Peperomia pellucida), pare (Momordica
charantia) dan lain-lain.

Gambar 3 Pak Ate Tabib Desa di Kelurahan Salahuddin

7
Kelurahan Foramadiahi
Kelurahan Foramadiahi merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan
Pulau Ternate yang terletak di ketinggian 264 mdpl. Batas wilayah kelurahan
Foramadiahi terdiri dari batas sebelah utara dengan Gunung Gamalama, sebelah
selatan berbatasan dengan Kelurahan Jambula, sebelah timur berbatasan dengan
Kelurahan Sasa dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Rua. Kelurahan
Foramadiahi memiliki kawasan hutan berupa hutan lindung dan hutan produksi
dengan luas 400 ha dan masih dalam kondisi baik. Jumlah penduduk di kelurahan
Foramadiahi berjumlah 980 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 479
jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 501 jiwa.
Foramadiahi merupakan satu-satunya kelurahan di kota Ternate yang masih
berpegang teguh pada adat-istiadat Ternate. Hal ini karena Foramadiahi dahulunya
merupakan pusat kerajaan Ternate yang pertama sehingga organisasi sosial
masyarakat Foramadiahi sangat berkaitan erat dengan pihak Kesultanan Ternate
hingga saat ini. Didalam struktur organisasi sosial masyarakat foramadiahi
terdapat seorang tetua atau kepala adat yang disebut fangira. Tugas dari fangira
adalah sebagai pembawa bendera kesultanan pada saat upacara pengangkatan
sultan yang baru. Seorang fangira biasanya sangat dekat dengan sultan Ternate
sehingga posisinya sangat dihormati dalam masyarakat (Gambar 4).

Gambar 4 Seorang fangira di Kelurahan Foramadiahi
Karateristik Responden
Kegiatan wawancara dilakukan terhadap 30 orang responden masyarakat
dari Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan Tubo dan Kelurahan Salahuddin. Tiap
desa diambil 10 orang sebagai responden dandata karakteristik responden yang
diambil berupa nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan.
Jenis kelamin responden dari Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan Tubo dan
Kelurahan Salahuddin terdiri dari 50% laki-laki dan dan 50% perempuan dengan
kelompok umur mulai dari 20-30 tahun berjumlah 8 orang, 31-40 tahun berjumlah
6 orang, 41-50 tahun berjumlah 4 orang, 51-60 tahun berjumlah 9 orang dan 61-70
tahun berjumlah 3 orang (Tabel 1). Dari data kelompok umur responden yang
diambil dapat dilihat bahwa masyarakat dengan kelompok umur 51-60 tahun
merupakan kelompok umur yang paling banyak dijadikan responden untuk
diwawancarai dengan persentase mencapai 30%. Hal ini karena diasumsikan

8
bahwa masyarakat dengan usia 51-60 tahun merupakan masyarakat yang paling
sering menggunakan pengobatan dari alam dengan memanfaatkan tumbuhtumbuhan. Kegiatan wawancara dengan responden dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kegiatan wawancara dengan responden
Table 1 Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
No
1
2
3
4
5

Kelompok Umur
20-30
31-40
41-50
51-60
61-70
Jumlah Total

Jumlah
8
6
4
9
3
30

Persentase (%)
26,66
20,00
13,33
30,00
10,00
100

Berdasarkan tingkat pendidikan responden yang terdapat di kelurahan
Foramadiahi, Kelurahan Tubo dan Kelurahan Salahuddin; responden yang
memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) dan SMA memiliki presentase
yang sama yakni 30%. Responden yang tidak sekolah dan memiliki tingkat
pendidikan hanya mencapai SD banyak terdapat di Kelurahan Foramadiahi,
sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi seperti SMA
dan S1 banyak terdapat di Kelurahan Salahuddin (Tabel 2). Hal ini dapat
disebabkan karena faktor lingkungan dimana masyarakat di Kelurahan
Foramadiahi tinggal berbatasan dengan hutan sehingga banyak yang memilih
untuk menjadi petani dibandingkan meneruskan sekolah.
Tabel 2 Karasteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
No
1
2
3
4
5

Tingkat Pendidikan
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
S1
Jumlah Total

Jumlah
5
9
3
9
4
30

Persentase (%)
16,66
30,00
10,00
30,00
13,33
100

9
Mata pencarian masyarakat di kelurahan Foramadiahi sebagian besar
sebagai petani, sedangkan masyarakat yang terdapat di Kelurahan Tubo dan
Kelurahan Salahuddin memiliki mata pencaharian yang lebih beragam seperti
petani, buruh, supir, guru dan Pegawai pemerintahan. Menurut penuturan
responden, kegiatan bertani di Kelurahan Foramadiahi dilakukan dengan cara
merambah kawasan hutan untuk dijadikan kebun dan kemudian ditanam dengan
tanaman-tanaman pangan yang memiliki nilai komoditas yang tinggi seperti pala,
cengkeh, timun, kasbi/singkong dan ubi. Namun demikian, keberadaan hutan di
kawasan Foramadiahi masih dapat terjaga dengan baik karena masyarakat
memiliki kesadaran untuk menjaga hutan sebagai sumber penghasilan dan warisan
kepada anak cucu mereka.
Sikap masyarakat dalam hal menjaga hutan juga dipengaruhi oleh suatu
kepercayaan mistis yang ada di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat dan
diceritakan secara turun temurun kepada generasi selanjutnya. Berdasarkan cerita
dari tetua desa yang terdapat di Kelurahan Foramadiahi dikatakan di dalam hutan
terdapat suatu kawasan yang disebut Nurafola dan dilarang untuk dimasuki oleh
siapa saja. Masyarakat meyakini didalam Nurafola terdapat suatu pohon raksasa
yang dijaga oleh sang penunggu hutan yang disebut Meki atau Iblis sehingga
barang siapa yang masuk kedalam kawasan hutan tersebut maka dia tak akan
kembali. Hal ini yang membuat masyarakat tidak berani masuk sampai jauh
kedalam hutan untuk berkebun karena takut terhadap Meki atau Iblis penunggu
kawasan hutan tersebut.
Kondisi kesehatan masyarakat
Dari hasil wawancara dan survey lapang terhadap kesehatan masyarakat di
Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan Tubo dan Kelurahan Salahuddin diketahui
bahwa jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat ada bermacam-macam
seperti malaria, batuk, sakit kepala, asam urat, diabetes, hipertensi, dan lain-lain
(Gambar 6). Hasil wawancara dengan responden ditemukan bahwa penyakit
malaria merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat dengan
jumlah 5 kasus. Tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat untuk
mengobati penyakit malaria adalah brotowali (Tinospora crispa) dan kulit batang
pohon mangga (Mangifera indica).
Sakit batuk merupakan penyakit kedua yang paling sering diderita oleh
responden dengan jumlah 4 kasus. Semua responden yang mengaku pernah
menderita sakit batuk berasal dari Kelurahan Tubo dan mereka banyak yang
menderita penyakit batuk pada saat terjadi letusan Gunung Gamalama pada tahun
2012 lalu. Hal ini karena Kelurahan Tubo merupakan kelurahan yang berbatasan
langsung dengan Gunung gamalama dan merupakan daerah yang paling sering
terkena dampak dari letusan Gunung Gamalama.
Tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit
batuk adalah jambu biji (Phisidium guajava), tagalolo (Ficus septica) dan jeruk
nipis (Citrus aurantifolia). Selain digunakan untuk mengobati luka ditelapak kaki,
jeruk nipis juga dapat digunakan sebagai ramuan obat batuk. Cara pengolahannya
ialah dengan merebus jeruk nipis, parutan temu giring, parutan kencur, bunga
blimbing dan daun inggu hingga masak. Kemudian airnya disaring dan
ditambahkan gula batu atau madu murni lalu diminum (Sugeng 2001).

10
6

Jumlah Penderita

5
4
3
2
1
0

Jenis Penyakit

Gambar 6 Jenis penyakit yang diderita masyarakat di lokasi penelitian
Keanekaragaman Tumbuhan Obat
Tumbuhan obat telah lama dikenal sebagai alternatif penyembuh dari segala
penyakit oleh masyarakat. Hampir ditiap daerah di Indonesia dapat ditemukan
tumbuhan-tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat dan dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai penyakit. Kota Ternate memiliki keanekaragaman
tumbuhan obat yang tinggi dan yang paling dikenal orang adalah cengkeh
(Syzygium aromaticum) dan pala (Myristica fragrans). Cengkeh dan pala selain
dimanfaatkan sebagai rempah-rempah dan bumbu masakan juga dapat
dimanfaatkan sebagai obat alternatif masyarakat untuk menyembuhkan penyakit
perut kembung dan mengobati wanita setelah melahirkan.
Komposisi famili tumbuhan obat
Tumbuhan obat yang ditemukan dan digunakan oleh masyarakat di
kelurahan Foramadiahi, Kelurahan Tubo dan Kelurahan Salahuddin berjumlah
total 73 spesies. Spesies yang berhasil teridentifikasi sebanyak 71 spesies dari 40
famili sedangkan 2 spesies tumbuhan lainnya belum dapat teridentifikasi yakni
tanaman daun tiga dan ngoro madahi. Berdasarkan jumlah spesies, famili
Euphorbiaceae, Lamiaceae, Zingiberaceae dan Piperaceae merupakan famili yang
paling banyak ditemukan dibandingkan dengan famili lainnya dengan jumlah 4
spesies. Kemudian diikuti oleh tumbuhan dari famili Cucurbitaceae, Poaceae,
Acanthaceae, Moraceae, Anacardiaceae dan Myrtaceae dengan jumlah 3 spesies.
Untuk lebih jelasnya mengenai famili beserta spesies tumbuhan obat yang
dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 1.
Salah satu contoh tumbuhan obat dari famili Euphorbiaceae yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Ternate adalah blakang babiji atau meniran
(Phyllanthus niruri). Tumbuhan ini sering ditemukan di pekarangan rumah
masyarakat maupun dipinggir jalan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
menyembuhkan penyakit sakit punggung. Cara pengolahannya yaitu dengan cara
mengambil segenggam blakang babiji atau meniran kemudian direbus seluruh
bagiannya (akar, batang dan daun) hingga airnya menjadi setengah gelas
laludiminum pada pagi dan sore hari. Masyarakat memanfaatkan blakang babiji

11
atau meniran untuk mengobati sakit punggung dan apabila dicampur dengan
tumbuhan kumis kucing (Orthosiphon aristatus) khasiatnya dapat digunakan
untuk mengobati nyeri otot.
Blakang babiji atau meniran mempunyai rasa agak asam dan bersifat sejuk
dan mengandung zat kimia yang berfungsi untuk melindungi sel hati dari zat
toksik (hepatoprotector) yakni filantin dan hipofilantin. Bahan kimia lain yang
terkandung didalam meniran adalah saponin, flavonoid, kalium, damar, dan
tannin. Meniran berkhasiat sebagai peluruh seni (diuretic), pembersih hati,
antiradang, pereda demam (antipiretik), peluruh dahak, peluruh haid, penerang
penglihatan, penambah nafsu makan, dan astringent. Selain itu, meniran juga
sebagai obat dysuria, gonorrhea, syphilis, nyeri ginjal (nephralgia), diare, demam,
tetanus, pembersih darah, antikonvulsan, kencing batu, dan albuminuria. Daun
meniran digunakan untuk mengobati ayan, malaria, sembelit, tekanan darah
tinggi, sariawan, dan gangguan haid. Sementara itu, akar meniran untuk nyeri
perut dan penyakit gigi (Hariana 2008).
Selain Euphorbiaceae, spesies tumbuhan obat juga banyak ditemukan dari
famili Zingiberaceae dan salah satu contoh spesiesnya adalah jahe (Zingiber
officinale). Tumbuhan jahe ditemukan ditanam di pekarangan masyarakat dan
sering digunakan oleh masyarakat untuk menghangatkan badan dengan cara
rimpangnya direbus dengan tiga gelas air yang mendidih kemudian tunggu hingga
takarannya menjadi satu gelas air kemudian diminum dengan ditambahkan kenari
sebagai bahan pelengkap. Jahe (Zingiber officinale) juga dapat digunakan untuk
mengobati impoten, batuk, pegal-pegal, kepala pusing, rematik, sakit pinggang
dan masuk angin. Ramuan jahe untuk mengobati impoten yaitu dengan
menyiapkan dua rimpang jahe sebesar ibu jari, 1 butir jeruk nipis, 1 butir telur
ayam kampung, 1 sdt bubuk kopi, 1 sdm kecap, 1 sdm madu, dan sediakan bubuk
merica. Cuci jahe, parut, tambahkan segelas air masak, lalu peras. Tambahkan air
jeruk nipis, kuning telur, kemudian oplos dengan semua bahan lainnya. Aduk
sampai merata. Minum seminggu sekali (Santoso 2008). Gambar 7 menunjukkan
tumbuhan dengan jumlah spesies lebih dari tiga.
Euphorbiaceae
Zingiberaceae

Famili

Lamiaceae
Piperaceae
Cucurbitaceae
Acanthaceae
Poaceae
Moraceae
Anacardiaceae
0

1

2

3

4

Jumlah Spesies

Gambar 7 Jumlah spesis tumbuhan obat berdasarkan famili

5

12
Manfaat spesies tumbuhan obat
Masyarakat di Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan Tubo dan Kelurahan
Salahuddin telah lama menggunakan tumbuhan obat untuk menyembuhkan
berbagai penyakit dan luka, baik itu luka dalam maupun luka luar (lecet).
Tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat dapat berasal dari hutan maupun
kebun dan pekarangan. Tumbuhan obat yang diambil oleh masyarakat tidak dijual
tetapi digunakan sendiri untuk keperluan sehari-hari.
Tumbuhan obat yang ditemukan di Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan Tubo
dan Kelurahan Salahuddin memiliki berbagai macam manfaat untuk mengobati
penyakit. Contoh jenis tumbuhan obat yang paling banyak ditemui dan digunakan
sebagai obat oleh masyarakat di lokasi penelitian adalah cengkeh (Syzygium
aromaticum) dan pala (Myristica fragrans). Bagian yang dimanfaatkan dari
tanaman cengkeh adalah buah/bunganya. Bunga cengkeh berbau aromatic kuat,
dan rasanya pedas serta berkhasiat untuk mengobati perut kembung, mules, rasa
mual dan muntah-muntah. Masyarakat di Foramadiahi menggunakan cengkeh
untuk mengobati perut kembung dengan cara dijemur/dikeringkan bunganya
setelah dipisahkan dari tangkainya dan dicampur dengan biji pala yang telah
dihaluskan kemudian ditempelkan ke perut. Menurut Kartasapoetra (2004) bunga
cengkeh mengandung zat-zat kimia seperti:
1) Minyak atsiri sekitar 16% sampai 20% yang mengandung pula egenol sekitar
80% sampai 82%, asetilegenol, kariofil, furfural, metil amilketon dan vanillin,
2) Kariofilin yaitu zat serupa damar sekitar 6%,
3) Zat penyamak sekitar 17%, gom sekitar 13%, serat 28% dan air sekitar 18%.
Cengkeh dan biji pala meiliki khasiat yang sama sebagai obat perut
kembung. Pala mengandung zat kimia berupa saponin, polifenol, flavonoid, dan
minyak terbang. Pala mempunyai rasa hangat dan berkhasiat sebagai anti
kembung, anti-insomnia, peluruh kentut (carminative), dan perangsang
(stimulant). Sementara buah, biji dan daun pala berkhasiat untuk mengobati
gangguan pencernaan, sakit perut, kejang lambung, mual, muntah-muntah, diare,
muntaber, jantung berdebar-debar, haid tidak lancer,kencing batu, kencing manis
(DM), demam nifas, lemah syahwat, tida dapat tidur (insomnia), sakit telinga
(otitis), sariawan, menambah nafsu makan (stomachica), kepala pusing, sakit
kepala, rematik, sakit punggung, dan kudis (scabies) (Hariana 2008).
Contoh tumbuhan lain yang ditemukan dilokasi penelitian adalah brotowali
(Tinospora
crispa)
yang
berkhasiat
untuk
menyembuhkan
sakit
malaria.Masyarakat memanfaatkan tumbuhan obat brotowali dengan cara direbus
daunnya kemudian diminum. Selain sebagai obat untuk menyembuhkan sakit
malaria, batang dan daun brotowali juga dapat dimanfaatkan untuk menurunkan
kadar gula darah. Kandungan kimia yang terdapat dalam brotowali antara lain
pati, glikosida, pikroretosid, alkaloida, berbenia, palmatina, kolumbin, kokulin, zat
pahit pikretin dan harsa (Soeryoko 2011). Brotowali (Tinospora crispa) banyak
ditemukan di kebun dan pekarangan masyarakat sehingga termasuk tumbuhan
obat budidaya. Spesies tumbuhan lain yang juga dapat dimanfaatkan sebagai obat
malaria selain brotowali adalah mangga (Mangifera indica) dan mayana (Coleus
scutellarioides).
Mayana atau miana (Coleus scutellarioides) mempunyai bau yang khas,
aromatic dan rasanya agak pahit danmerupakan spesies tumbuhan obat yang
paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di lokasi penelitian. Tumbuhan

13
mayana memiliki banyak manfaat seperti mengobati demam menghentikan
pendarahan pada luka, datang bulan, malaria, dan sakit badan. Daun-daunnya
mengandung zat-zat alkaloida, minyak atsiri dan mineral (Kartasapoetra 2004).
Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan tabib kampungdi Kelurahan
Foramadiahi, tumbuhan mayana berkhasiat untuk mengobati luka dalam dan
sebagai obat melahirkan. Penyebab tumbuhan mayana banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat selain karena memiliki khasiat untuk mengobati berbagai macam
penyakit, juga karena tumbuhan tersebut sangat mudah ditemukan disekitar
masyarakat.
Komposisi habitus, tipe habitat dan status budidaya tumbuhan obat
Habitus merupakan suatu perawakan luar tumbuhan yang biasanya dipakai
sebagai acuan dalam pengklasikasian jenis-jenis tumbuhan. Habitus dari
tumbuhan obat yang ditemukan di Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan Tubo dan
Kelurahan Salahuddin terdiri dari herba 33,78%, pohon 24,32%, semak 22,22%,
perdu 17,56%, dan merambat 2,7% (Tabel 3). Tumbuhan obat dengan habitus
herba merupakan jenis yang paling banyak ditemui dan dimanfaatkan oleh
masyarakat dengan jumlah 27 spesies. Hal ini dikarenakan habitus herba banyak
ditanam oleh masyarakat dipekarangan rumah mereka sehingga mudah diperoleh.
Tumbuhan obat yang banyak ditemukan di habitat pekarangan menunjukkan
bahwa masyarakat telah memanfaatkan pekarangan rumah mereka untuk
membudidayakan tumbuhan obat.
Habitus selanjutnya yang ditemukan di lokasi penelitian adalah pohon
dengan jumlah 18 spesies dan sebagian besar ditemukan di kelurahan Salahuddin.
Hal ini karena lokasi penelitian di Kelurahan Salahuddin memang banyak
ditumbuhi pepohonan. Spesies pohon yang banyak ditemukan dilokasi penelitian
adalah pala (Myristica fragrans), cengkeh (Syzygium aromaticum), amo
(Artocarpus altilis), mangga (mangifera indica) dan pinang (arecha catechu).
Tabel 3 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan komposisi habitus
No
1
2
3
4
5

Habitus
Herba
Pohon
Semak
Perdu
Merambat
Jumlah Total

Jumlah
25
18
16
13
2
74

Persentase (%)
33,78
24,32
22,22
17,56
2,7
100

Tipe habitat ditemukan tumbuhan obat di lokasi penelitian adalah
pekarangan, kebun, hutan, dan tepi jalan. Tabel 4 menunjukkan bahwa habitus
herba, semak dan perdu ditemukan di semua tipe habitat. Spesies tumbuhan obat
yang ditemukan di pekarangan masyarakat diantaranya adalah bangle (Zingiber
cassumunar), bido-bido (Piper aduncum), binahong (Anredera cordifolia),
meniran (Phylantus niruri), duku (Lansium domesticum), jahe (Zingiber
officinale), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), ketapang (Terminalia katappa) dan
kumis kucing (Orthosiphon aristatus). Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8
yang menunjukkan beberapa spesies tumbuhan obat yang terdapat di pekarangan
masyarakat.

14
Tabel 4 Kaitan antara habitus dan tipe habitat tumbuhan obat
No
1
2
3
4
5

Habitus
Herba
Pohon
Semak
Perdu
Merambat

Pekarangan




-

Hutan






Habitat
Tepi Jalan



-

Kebun






Gambar 8 Tumbuhan obat di pekarangan masyarakat
Selain di pekarangan, masyarakat di Kelurahan Foramadiahi, Kelurahan
Tubo dan Kelurahan Salahuddin juga sering memanfaatkan tumbuhan obat yang
masih tumbuh liar di hutan maupun di kebun. Namun pemanfaatan tumbuhan obat
yang berasal dari hutan lebih banyak dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan
Foramadiahi dan Kelurahan Tubo. Hal ini karena Foramadiahi dan Tubo
merupakan perkampungan yang berbatasan langsung dengan hutan dan
masyarakat sering masuk kedalam hutan untuk berbagai keperluan.Kedua
tumbuhan ini ditemukan mendominasi hutan di lokasi penelitian. Tumbuhan obat
yang banyak ditemukan tumbuh liar dihutan adalah cengkeh (Syzygium
aromaticum) dan pala (Myristica fragrans) (Gambar 9). Namun kedua tumbuhan
ini juga dapat ditemukan di kebun dan pekarangan masyarakat sehingga kedua
tumbuhan ini digolongkan sebagai tumbuhan semi budidaya.

A

B

Gambar 9 A. Cengkeh (Syzygium aromaticum) ; B. Pala (Myristica fragrans)

15
Status budidaya tumbuhan obat yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri
dari budidaya, semi budidaya dan liar. Tumbuhan obat dengan status budidaya
yang ditemukan berjumlah 41 spesies dan merupakan tumbuhan yang ditemukan
di pekarangan masyarakat seperti mayana bunga (Coleus scutellarioides), ngasi
(Cordyline fruticosa), dan jambu biji (Psidium guajava). Sedangkan tumbuhan
obat dengan status semi budidaya adalah tumbuhan obat yang ditemukan selain di
pekarangan masyarakat juga ditemukan tumbuh liar di hutan atau kebun seperti
pala (Myristica fragrans), cengkeh (Syzygium aromaticum) dan bunga kembang
sepatu (Hibiscus rosa-sinensis). Jenis status budidaya tumbuhan obat lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 10.

liar
21,5%

semi
budidaya
21,5%

Budidaya
57%

Gambar 10 Jumlah dan presentase budidaya tumbuhan obat
Tumbuhan obat dengan status liar adalah tumbuhan berkhasiat obat yang
tumbuh sendiri di hutan, dikebun atau ditepi jalan tanpa ditanam oleh manusia.
Spesies tumbuhan obat yang dimasukkan kedalam status tumbuhan liar dalam
penelitian ini sebagian besar merupakan spesies tumbuhan yang tumbuh di hutan.
Contoh spesies tumbuhan obat yang ditemukan tumbuh liar dihutan adalah
mengkudu (Morinda citrifolia). Mengkudu ditemukan di hutan dekat dengan
perkampungan warga namun masih berupa anakan sehingga belum mengeluarkan
buah. Menurut Santoso (2008) buah mengkudu mengandung beberapa senyawa
yang terbukti mampu mengobati berbagai penyakit. Di antaranya, soranyidiol,
asam kapril, morinda diol, morindon, morindin, damnacanthal, dan metal asetil.
Diantara khasiat dari mengkudu adalah sebagai obat pencahar dan peluruh seni.
Tumbuhan yang ditemukan tumbuh liar di hutan selain mengkudu adalah
ngoro madahu. Ngoro madahu merupakan tumbuhan dengan dengan habitus
merambat dan daunnya yang berbentuk hati berukuran tiga ruas jari telunjuk dan
permukaan serta bagian bawah daun mengkilat. Ngoro madahu ditemukan di
hutan foramadiahi dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyambungkan
kembali urat yang terputus karena luka terpotong. Cara meramunya adalah dengan
mencincang beberapa daun ngoro madahu hingga halus kemudian ditempelkan ke
luka yang terpotong. Setelah itu dibiarkan selama satu hari hingga daunnya
mengering. Hal ini dilakukan secara terus menerus hingga urat yang tadi terpotong
tersambung kembali. Selain itu, Gamira (Macaranga involucrate) juga merupakan

16
tumbuhan yang ditemukan tumbuh liar di hutan dan digunakan oleh masyarakat
sebagai tumbuhan obat. Gamira atau yang biasa disebut mahang sirap adalah
tumbuhan dari famili Euphorbiaceae dan berhabitus perdu. Gamira juga
ditemukan dihutan foramadiahi dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai ibu
hamil selama masa kehamilan. Cara meramunya adalah batang tumbuhan diambil
kulitnya kemudian dicuci hingga bersih, setelah itu kulit batang yang telah
dibersihkan direbus dengan 3 gelas air hingga dirasa cukup ± 15 menit kemudian
airnya diminum.

Gambar 11 Tumbuhan Obat Ngoro madahu
Bagian tumbuhan obat yang digunakan
Hampir seluruh bagian dari tumbuhan yang berkhasiat obat dapat
dimanfaatkan oleh manusia namun pada tumbuhan obat tertentu hanya beberapa
bagian yang dapat dimanfaatkan. Bagian tumbuhan obat yang paling banyak
dimanfaatkan adalah bagian daun dengan jumlah 46 spesies tumbuhan. Bagian
tumbuhan lain yang digunakan oleh masyarakat adalah buah, kulit batang, batang,
akar, rimpang, biji, kulit buah, dan semua bagian tumbuhan (Gambar 11). Menurut
Fakhrozi (2009) penggunaan daun sebagai bagian untuk pengobatan selain tidak
merusak spesies tumbuhan obat, bagian daun juga mudah dalam hal pengambilan dan
peracikan ramuan obat. Penggunaan daun sebagai bagian tumbuhan yang paling
banyak digunakan didasari karena khasiat tumbuhan obat yang ditemukan
umumnya untuk mengobati sakit luar atau luka pada organ luar seperti lecet dan
bisul. Namun selain untuk mengobati luka luar, daun dari tumbuhan obat juga
dapat digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit pada organ dalam dengan
cara direbus dan diminum airnya untuk mengobati demam, perut kembung,
gangguan kehamilan, dan kegunaan lainnya.
Contoh tumbuhan yang bagian daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat
adalah sirsak (Annona muricata). Daun sirsak digunakan oleh masyarakat di
lokasi penelitian sebagai obat demam dengan caradaunnya ditumbuk hingga
hancur kemudian dibalurkan pada bagian kepala. Zat kimia yang terkandung
didalam daun sirsak antara lain annocatacin, annocatalin, annohexocin,
annonacin, annomuricin, anomurine, anonol, caclourin, gentisic acid,
gigantetronin, linoleic acid, serta muricapentocin. Selain demam, daun sirsak juga
dapat digunakan untuk mengobati abses, arthritis, asthenia, asma, bronchitis,
kolik, batuk, diabetes, diuretic, disentri, gangguan empedu, influenza, jantung,
hipertensi, gangguan pencernaan, infeksi, cacingan, lactogogue, gangguan hati,
malaria, jantung berdebar, reumatik, kurap, kejang, obat penahan darah, tonik,

17
obat penenang, tumor dan borok (Mardiana et al 2013). Menurut penelitian The
National Cancer Institut, sirsak juga berkhasiat sebagai antitumor dan antikanker.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa daun dan batang sirsak mampu
menyerang dan menghancurkan sel-sel kanker.
Bagian tumbuhan obat yang paling banyak dimanfaatkan setelah daun
adalah buah. Contoh tumbuhan obat yang buahnya dimanfaatkan adalah tomat
(Solanum lycopersicum). Tomat digunakan oleh masyarakat untuk mengobati
diare dan memiliki kandungan vitamin C serta antioksidan yang berlimpah serta
kaya akan nutrisi. Khasiat dari tomat antara lain menyembuhkan luka, mencegah
penuaan dini, mengatasi kanker prostat, mengatasi gangguan pencernaan,
mengatasi diare, memperbaiki fungsi lever, mengatasi serangan empedu,
meningkatkan imunitas, dan kaya antioksidan (Murtie 2013).
50

46

Jumlah

40
30
20
10
10

7

6

3

3

2

1

1

akar

rimpang

semua
bagian

biji

kulit buah

0
daun

buah

kulit
batang

batang

Bagian tumbuhan

Gambar 12 Bagian tumbuhan obat yang digunakan
Cara pengolahan tumbuhan obat
Pengolahan tumbuhan obat dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya direbus, dihaluskan, dihancurkan, diperas, dikunyah langsung dan
lain-lain. Rosita et al. (2007) diacu dalam Rahayu (2011) mengatakan bahwa cara
pengolahan tumbuhan obat dari bahan segar merupakan proses terpenting dalam
pengobatan secara herbal. Namun ada juga beberapa tumbuhan obat yang dapat
langsung digunakan tanpa proses pengolahan. Bagian tumbuhan yang paling
banyak digunakan sebagai obat adalah daun, oleh karena itu cara pengolahan
tumbuhan obat dengan cara direbus merupakan hal yang paling umum dilakukan.
Hasil dari rebusan daun dapat diminum airnya dan biasanya untuk mengobati
penyakit dalam atau demam, contohnya seperti daun kembang sepatu (Hibiscus
rosa-sinensis) yang digunakan untuk mengobati panas dalam dan susahmelahirkan
serta daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) yang digunakan untuk mengobati
demam.
Pemanfaatan tumbuhan obat dengan cara dihaluskan juga sering dijumpai di
masyarakat. Caranya daun yang telah dihaluskan kemudian ditempeli ke bagian
yang luka atau bagian tubuh yang perlu diobati. Umumnya daun yang dihaluskan
digunakan oleh masyarakat untuk mengobati luka luar seperti lecet, memar, perut
kembung, bisul, dan lain-lain. Contoh tumbuhan obat yang digunakan dengan
cara daunnya dihaluskan adalah binahong (Anredera cordifolia) yang bermanfaat
untuk mengobati luka lecet. Cara penggunaan binahong adalah ambil beberapa

18
lembar daun binahong kemudian haluskan dan dicampur dengan air lalu dioleskan
pada luka.
Tidak semua tumbuhan yang berkhasiat obat digunakan oleh masyarakat
dengan cara diolah terlebih dahulu. Beberapa tumbuhan obat tertentu juga dapat
digunakan langsung tanpa pengolahan. Contohnya seperti pada ketapang
(Terminalia katappa) yang berkhasiat untuk menambah nafsu makan pada anak.
Cara penggunaannya adalah kulit batang pohon ketapang diambil secukupnya
kemudian dicuci dengan air dan langsung dikunyah tanpa harus ditelan.
Dalam penggunaan tumbuhan obat masyarakat di kelurahan Foramadiahi
kadang menggabungkan dua tumbuhan obat untuk mengobati satu penyakit dan
biasa disebut “rorano”.Contoh nya seperti tumbuhan pala (Myristica fragrans) dan
cengkeh (Syzygium aromaticum) yang memiliki khasiat yang sama bagi
masyarakat yakni mengobati perut kembung. Cara pengolahannya adalah biji dari
pala dihancurkan hingga halus kemudian dicampurkan dengan buah cengkeh yang
masih utuh. Rorano ini kemudian ditempelkan ke perut orang yang menderita
perut kembung.
Pengolahan tumbuhan pala dan cengkeh selain sebagai obat dapat juga
dijadikan sebagai rempah-rempah dan makanan. Biji pala dan buah cengkeh bila
dikeringkan dapat dijual ke pasar untuk dijadikan rempah-rempah dan pengawet
makanan. Sedangkan untuk olahan sebagai makanan dihasilkan dari daging buah
pala yang dijadikan manisan. Cara pengolahan tumbuhan obat dapat dilihat pada
Gambar 13.

Diparut
Dicincang 2%
3%
Dicelup
3%

Dibakar Diseduh
2%
Diblender 2%
3%

Dikunyah
3%
Diperas
5%

Dimakan
langsung
2%

Dikeringkan
2%

Direbus
47%

Dihancurkan
6%
Dihaluskan
20%

Gambar 13 Cara pengolahan spesies tumbuhan obat
Status perlindungan tumbuhan obat
Tumbuhan obat yang di temukan di lokasi penelitian semuanya merupakan
tumbuhan yang tidak dilindungi baik itu dari IUCN, CITES maupun Peraturan
Pemerintah. Namun terdapat tiga spesies tumbuhan yang tercatat di dalam redlist
IUCN yang masuk kedalam kategori Data deficient dan Least concern.

19
Sebuah takson dimasukkan kedalam kategori status Data deficient atau
“ínformasi kurang” ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat
perkiraan akan resiko kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi.
Dalam IUCN Redlist tercatat 5.813 hewan dan 735 tumbuhan yang berstatus Data
deficient. Sedangkan Least concern adalah kategori IUCN yang diberikan untuk
spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk kedalam kategori manapun.
Dalam IUCN Redlist tercatat 17.535 hewan dan 1.488 tumbuhan yang berstatus
Least concern atau “beresiko rendah”. Untuk lebih jelasnya mengenai status
perlindungan tumbuhan obat yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Status perlindungan tumbuhan obat
No

Spesies
tumbuhan

1
2

Jarak
pagar
Pala

3

Torota

Nama
ilmiah

Famili

Jatropha
curcas
Myristica
fragrans
Diplazium
esculentum

Euphorbiaceae
Myrtaceae
Athyriaceae

Status perlindungan
IUCN
Data
Deficient
Data
deficient
Least
concern

CITES
-

PP
-

-

-

-

-

Ket

Kurang
data
Kurang
data
Sedikit
perhatian

(Sumber: http://www.iucnredlist.org)

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tumbuhan obat yang teridentifikasi dimanfaatkan oleh masyarakat di lokasi
penelitian sebanyak 73 spesies dari 40 famili tumbuhan obat. Tumbuhan obat
tersebut dimanfaatkan untuk berbagai penyakit dan luka.
Saran
1. Perlu dilakukan penyusunan daftar spesies tumbuhan obat yang terdapat di Kota
Ternate secara lengkap dalam bentuk buku sebagai panduan bagi masyarakat
dalam pemanfaatan tumbuhan obat da