Faktor-Faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan Kupedes iB (studi kasus Bank BRI Syariah Kantor Cabang Pembantu Cibinong Bogor)

vi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI
PEMBIAYAAN KUPEDES iB
(Studi Kasus Bank BRI Syari’ah Kantor Cabang Pembantu
Cibinong Bogor)

SKRIPSI

IRFAN SOFARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Kupedes iB (Studi Kasus Bank
BRI Syari’ah Kantor Cabang Pembantu Cibinong Bogor)” adalah karya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Irfan Sofari
NIM H34086045

1

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait


vi

ABSTRAK
IRFAN SOFARI. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan
Kupedes iB (Studi Kasus Bank BRI Syari’ah Kantor Cabang Pembantu Cibinong
Bogor). Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan sektor usaha yang
telah terbukti berperan strategis dalam mengatasi krisis ekonomi yang pernah
melanda Indonesia di tahun 1997. Di sisi lain, sektor UMKM dan informal juga
telah mampu memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional. BRI Syari’ah KCP Cibinong adalah salah satu bank yang fokus
menggarap segmen UMKM melalui program Kupedes iB. Akan tetapi setelah
berjalan selama 3 tahun rata-rata portofolio Kupedes iB KCP Cibinong cendrung
mengalami penurunan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik
debitur serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi pembiayaan
Kupedes iB. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
linear berganda, pendekatan evaluasi model pendugaan, uji signifikansi model dan
uji statistik t-hitung. Hasil penelitian menjelaskan bahwa ada empat variable
independent yang berpengaruh signifikan positif terhadap variable dependent: (1)

lama usaha. (2) omset usaha. (3) pendapatan lain di luar usaha (4) sisa tanggungan
kredit.
Kata Kunci: faktor realisasi pembiayaan, Kupedes iB, regresi linear berganda

ABSTRACT
IRFAN SOFARI. Factors that influence the realization of Kupedes iB Financing
(a case study of Bank BRI Syari’ah Sub-Branch Office Cibinong Bogor ).
Supervised by TINTIN SARIANTI
Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) is a business sector that has been
shown to play a strategic role in overcoming the economic crisis ever hit
Indonesia in 1997. On the other hand, SMEs and the informal sector has also
been able to contribute to national economic growth. BRI KCP Cibinong Shariah
is one of the banks that focus on working through the SME segment Kupedes iB
program. But after running for 3 years, the average portfolio iB Kupedes KCP
Cibinong tends to decrease. This study aimed to analyze the characteristics of the
debtor and the factors that affect the realization of Kupedes iB financing. The
analysis method used in this research is multiple linear regression prediction
model evaluation approaches, test models and statistical tests of significance ttest. The results of the study explained that there are four independent variables
are positive significant effect on the dependent variable: (1) the long-running
business. (2) business revenue. (3) Other income outside the business (4) the rest

of the mortgage loan.
Keywords : financing realization factor, Kupedes iB, multiple linear regression

4

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI
PEMBIAYAAN KUPEDES iB
(Studi Kasus Bank BRI Syari’ah Kantor Cabang Pembantu
Cibinong Bogor)

IRFAN SOFARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

Nama
NIM

: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan
Kupedes iB (Studi Kasus Bank BRI Syari’ah Kantor Cabang
Pembantu Cibinong Bogor)
: Irfan Sofari
: H34086045

Disetujui oleh


Tintin Sarianti, SP. MM.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

6

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan
Kupedes iB (Studi Kasus Bank BRI Syari’ah Kantor Cabang Pembantu Cibinong
Bogor) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih secara tertulis
sebagai bentuk penghargaan kepada orang tua dan istri tercinta yang telah
memberikan dukungan, doa, dan materi yang tidak terhitung nilainya. Tintin
Sarianti, SP, MM selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
masukan, waktu dan kesabarannya dalam membimbing saya. Dr. Ir. Netti
Tinaprilla, MM dan Ir. Joko Purwono, MS sebagai dosen penguji yang telah
banyak memberikan saran dan masukan yang sangat berarti. Dr. Ir. Dwi
Rachmina, M.Si sebagai dosen komisi akademik yang telah banyak memberikan
arahan, motivasi, dukungan dan kesempatan sekaligus seabagai dosen evaluator
kolokium yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Selain itu, penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Robby Zahra selaku kepala Unit
Mikro Syari’ah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan penelitian di BRI Syari’ah KCP Cibinong, Bapak Arman Prasetya
selaku Unit Financing Officer (Bank BRI Syari’ah Cibinong) dan rekan-rekan
Sales Officer di BRI Syari’ah Cibinong yang telah membantu selama
pengumpulan data dan informasi. Terima kasih kepada seluruh dosen Departemen
Agribisnis atas ilmu yang selama ini diberikan serta para staff di Sekretariat
Ekstensi IPB yang telah banyak memberikan banyak bantuan dan dukungan serta

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

Irfan Sofari

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Bank

Usaha Mikro Kecil Menengah
Pembiayaan Syari’ah bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Pembiayaan Syariah Murabahah
Karakteristik Nasabah Pembiayaan Syari’ah
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan
Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Jenis Produk Pembiayaan Syari’ah
Perkembangan Penyaluran Kupedes iB Bank BRI Syari’ah
Syarat dan Ketentuan Kupedes iB Bank BRI Syari’ah
Ketentuan Margin Kupedes iB BRI Syari’ah
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengambilan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Model Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kupedes

Analisis Kualitatif
Analisis Kuantitaif
Model Regresi Berganda
Uji Signifikasi Model (Uji f)
Uji Signifikasi Variabel Prediktor Secara Individu
Hipotesa Penelitian
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum BRI Syariah
Sejarah Berdirinya BRI Syariah
Visi, Misi Perusahaan
Nilai Utama BRI Syariah
Organisasi dan Jaringan Kerja BRI
Bidang Usaha BRI Syari’ah
Gambaran Umum BRI Syariah Bogor
Struktur Organisasi Unit Mikro Syari’ah (UMS) BRI Syari’ah KCP
Cibinong

Hal
vi
vi

vi
1
1
4
6
6
6
7
8
8
10
10
11
11
12
12
12
16
16
17
17
18
21
21
21
21
22
22
22
23
23
24
25
26
27
27
28
28
29
30
31
32
33

8

Mekanisme Penyaluran Kupedes iB
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Debitur Kupedes iB BRI Syariah Cibinong
Karakteristik Individu Responden
Karakteristik Usaha Responden
Karakteristik Pembiayaan Responden
Analisis Realisasi Kupedes iB BRI Syariah Cibinong
Interpretasi Variabel-Variabel Dependent dan Independent
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

34
37
37
37
39
41
42
43
48
48
48
49
51
56

9

DAFTAR TABEL
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Hal
Jumlah Usaha menurut Skala Usaha Tahun 2011-2012
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja dan PDB atas Dasar Harga
Konstan 2000 menurut Skala Usaha Tahun 2011-2012
Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Di Indonesia Berdasarkan Golongan Pembiayaan
Realisasi Outstanding Pembiayaan Kupedes iB BRI Syariah
Area Bogor Periode 2010 - 2012
Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Bagi Hasil
Jenis Kelamin Responden Nasabah Kupedes BRI Syariah Cibinong
Usia Responden Nasabah Kupedes BRI Syari’ah Cibinong
Jumlah dan Presentasi Responden Debitur Kupedes
BRI Syariah Cibinong Menurut Lama Usaha
Jumlah Omset Perbulan Responden Nasabah Kupedes iB BRI
Syari’ah Cibinong
Jumlah Penghasilan Tambahan Perbulan Responden Nasabah
Kupedes iB BRI Syari’ah Cibinong
Frekuensi Pinjaman Responden Nasabah Kupedes iB BRI Syari’ah
Cibinong
Sisa Tanggungan Pembiayaan dari Responden Nasabah Kupedes iB BRI
Syari’ah Cibinong
Hasil Pengujian Model Regresi Linier Berganda
Hasil Uji F

1
2
4
5
9
38
38
39
40
41
41
42
44
44

DAFTAR GAMBAR
1
2

Kerangka Pemikiran Operasional
Struktur Organisasi UMS Syari’ah KCP Cibinong

20
33

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Struktur Organisasi Kantor Pusat BRI Syariah
Struktur Organisasi Unit Mikro Syariah Kantor Cabang
Bank BRI Syari’ah
Hasil Output SPSS Regresi Linier
Uji Normalitas Model Regresi
Hasil Normalitas Data dan Hasil Homogenitas Data
Asumsi Non Multikolinieritas

51
52
53
53
53
54

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan sektor usaha yang telah
terbukti berperan strategis dalam mengatasi krisis ekonomi yang pernah melanda
Indonesia di tahun 1997. Di sisi lain, sektor UMKM dan informal juga telah mampu
memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini.
Kedudukan yang strategis dari sektor UMKM dan informal tersebut juga karena sektor
ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan usaha besar/menengah.
Keunggulan-keunggulan sektor ini antara lain kemampuan menyerap tenaga kerja dan
menggunakan sumberdaya lokal, serta usahanya relatif bersifat fleksibel. Usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian
nasional, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan merupakan sumber
yang cukup besar bagi penerimaan Negara. Dapat dilihat pada Tabel 1 pada tahun
2012 jumlah usaha mikro mendominasi yaitu mencapai 98,79 persen dari total usaha
yang ada di Indonesia (Kementrian Negara Koperasi dan UMKM, 2013).
Tabel 1 Jumlah usaha menurut skala usaha tahun 2011-2012
Skala Usaha
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Total

Jumlah Usaha (Unit)
2011
2012
54.559.969
55.856.176
602.195
629.418
44.280
48.997
4.952
4.968
55.211.396
56.539.560

Perkembangan
Jumlah
%
1.296.207
2.38
27.223
4.52
4.717
10.65
16
0.32
1.328.164
2.41

Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM 2013 (diolah)

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM). Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha
Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003, usaha mikro
adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara Indonesia,
memiliki hasil penjualan paling banyak 100 juta rupiah pertahun dan dapat menerima
kredit dari bank maksimal 50 juta rupiah. Usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam
UU No.9 Tahun 1995, adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah tidak termasuk tanah

2

dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak satu
milyar rupiah, serta dapat menerima kredit dari bank diatas 50 juta rupiah sampai
dengan 500 juta rupiah. Usaha menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 Tahun
1998, adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria kekayaan bersih lebih besar dari
200 juta rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank diatas 500 juta rupiah sampai
dengan lima milyar rupiah1.
Peranan penting tersebut tidak hanya karena ketangguhannya dalam
menghadapi berbagai permasalahan ekonomi (seperti krisis ekonomi 1997 dan krisis
global 2008), tetapi juga dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya penyerapan
tenaga kerja dan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto PDB yang semakin
meningkat. Dapat dilihat pada table 2 jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor
UMKM mencapai 97,24 persen pada tahun 2011 dan 97,16 persen pda tahun 2012.
Hal ini membuktikan sektor UMKM merupakan sektor yang memiliki potensi yang
besar dalam membangun perekonomian kerakyatan serta membantu mengurangi
tingkat pengangguran secara signifikan.
Tabel 2 Jumlah penyerapan tenaga kerja dan PDB atas dasar harga konstan 2000
menurut skala usaha tahun 2011-2012
Skala Usaha
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Total

Jumlah Tenaga Kerja
(Orang)
2011
2012
94.957.797
99.859.817
3.919.992
4.535.970
2.844.669
3.262.023
2.891.224
3.150.645
104.613.681 110.808.154

PDB atas Harga Konstan
2000 (Rp. Juta)
2011
2012
2.579.388,4
2.951.120,6
722.012,8
798.122,2
1.002.170,3
1.120.325,3
3.123.514,6
3.372.296,1
7.427.086,1
8.241.864,3

Sumber : BPS (2012)

Berbagai peran strategis dimiliki sektor UMKM, namun sektor ini juga
dihadapkan berbagai permasalahan. Kendala dan permasalahan antara lain dari aspek
pemasaran, permodalan, kemampuan manajemen usaha, dan kualitas dan daya saing
sumberdaya manusia. Salah satu permasalahan klasik yang dimiliki oleh pelaku
UMKM yaitu sulitnya akses terhadap informasi dan sumberdaya produktif seperti
modal dan teknologi, yang berakibat menjadi terbatasnya kemampuan UMKM untuk
berkembang. Dengan mendapatkan akses permodalan yang baik, diharapkan dapat
membantu mengembangkan sektor UMKM tersebut kearah yang lebih baik dan
mandiri. Baik usaha mikro, kecil, menengah dan besar tidak dapat terlepas dari
kebutuhan untuk modal tersebut.
Salah satu lembaga keuangan yang dapat melakukan peran tersebut adalah bank.
Sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan, bank diharapkan dapat membantu masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan permodalan khususnya bagi kegiatan produktif. Hal ini
harus didukung dengan kebijakan yang tepat dari pemerintah.
_______________________
1

Efendi.2005. Penyaluran Kredit Berdasarkan Klasifikasi Usaha. http://www.pikiran- rakyat.com
[diakses 13 November 2013]

3

Bantuan bank dalam permodalan UMKM dapat menyokong kegiatan produktif
yang dilakukannya. Bantuan modal dalam bentuk pembiayaan tentunya diharapkan
dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk meningkatkan produktifitas usaha mikro,
kecil dan menengah. Peningkatan produktivitas tersebut mencerminkan bahwa
bantuan pembiayaan yang diberikan dapat dimanfaatkan sebaik - baiknya untuk tujuan
produktif. Salah satu indikator peningkatan produktivitas ini adalah adanya
peningkatan pendapatan yang diterima usaha mikro, kecil dan menengah.
Salah satu jenis pembiayaan dari bank yang ada saat ini adalah pembiayaan
berbasis Syari’ah. Perkembangan perbankan Syari’ah di Indonesia dimulai dengan
dengan diberlakukannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang memperjelas landasan
hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh
bank Syari’ah. Undang-undang tersebut juga memberi arahan bagi bank-bank
konvensional untuk membuka cabang-cabang Syari’ah atau bahkan mengkonversi diri
secara total menjadi bank Syari’ah. Tingginya tingkat persaingan bisnis terutama
segmen usaha kecil menengah menuntut para pelaku usaha agar dapat lebih jeli dan
agresif untuk menghadapi pasar. Akses terhadap permodalan menjadi sebuah
kebutuhan bagi pelaku usaha yang hendak melakukan ekspansi bisnis dan
mengembangkan usahanya.
Pembiayaan sektor UMKM baik yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan
formal maupun informal (pembiayaan konvensional) hampir semua berbasis
perhitungan bunga. Salah satu sebab utama ketertarikan pasar atau pemilik modal
terhadap perangkat bunga (interest), menurut Ikhrom (2004) adalah adanya
karakteristik pre-determined return (kepastian hasil). Pembiayaan Syari’ah menjadi
pilihan alternatif bagi para pelaku usaha yang membutuhkan akses permodalan yang
lebih fleksible. Beberapa kalangan menilai sistem bunga dirasa tidak memenuhi rasa
keadilan. Peminjam harus menanggung semua risiko bisnis, dan seandainya usaha
mereka mengalami kegagalan tetap harus mengembalikan pinjaman pokok dan
bunganya. Jika pengembalian tidak tepat waktu maka jumlah total pinjaman yang
harus dikembalikan menjadi berlipat ganda. Dalam pembiayaan Syari’ah kejadian
semacam ini dapat dihindari karena model Syari’ah berbeda dengan model
konvensional.
Perbedaan karakteristik pembiayaan Syari’ah dan konvensional ini yang
menyebabkan tingginya permintaan terhadap pembiayaan Syari’ah. Pembiayaan
Syari’ah menawarkan fitur dan scheme produk yang memang cocok untuk usaha kecil
dan mikro. Persyaratan yang mudah, system bagi hasil yang fleksible, jumlah plafond
dan jangka waktu yang sesuai dengan kebutuhan dan tentunya memiliki landasan
prinsip-prinsip Syari’ah yang bagi kalangan tertentu merupakan sebuah pilihan yang
sifatnya prinsipil karena berhubungan dengan suatu keyakinan prinsip Syari’ah.
Seiring berkembangnya industri perbankan dan keuangan di Indonesia
pembiayaan Syari’ah turut ikut berkembang dan menjadi pilihan alternatif bagi para
pelaku usaha khususnya UMKM. Dapat dilihat pada table 3 jumlah portofolio
pembiayaan Syari’ah sektor UMKM di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2010
sampai dengan September 2013 mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dengan rata – rata pertumbuhan 26.81 % pertahun.

4

Tabel 3 Pembiayaan bank umum syari’ah dan unit usaha syari’ah di Indonesia
berdasarkan golongan pembiayaan

2010

2011

2012

Sep- 2013

Pertumbuhan
Rata-Rata YoY
(%)

52.570

71.810

90.860

106.577

26.81%

Tahun

Golongan Debitur
Usaha Kecil
Menengah

Selain Usaha
15.611
30.845
56.645
70.743
Kecil Menengah
Total
68.181
102.655
147.505
177.320
Sumber : Statistik perbankan syari’ah BI September 2013 (diolah)

68.71%
38.16%

Besarnya potensi pasar untuk pembiayaan Syari’ah ini yang mendorong industri
keuangan dan perbankan berlomba-lomba mengembangkan unit bisnis Syari’ah dan
salah satu nya adalah bank tertua di Indonesia yaitu Bank BRI melalui anak usahanya
BRI Syari’ah. BRI Syari’ah Salah satu perbankan Syari’ah yang bergerak dalam
penyaluran pemberian pembiayaan disektor usaha mikro, kecil dan menengah. Divisi
mikro Bank BRI Syari’ah berdiri sejak akhir tahun 2009 dan hingga 2013 sudah
menyalurkan pembiayaan sebesar 2,2 triliun di 45 area wilayah seluruh Indonesia.
Salah satu fokus utama di BRI Syari’ah adalah untuk menggarap segmen UMKM
melalui pembiayaan Kupedes iB. Strategi tersebut diharapkan agar BRI Syari’ah dapat
terus tumbuh dan berkembang menjadi mitra terpercaya dan handal bagi para pelaku
usaha mikro. Saat ini BRI Syari’ah sedang mengembangkan unit usaha mikro Syari’ah
di seluruh wilayah Indonesia, sampai saat ini BRI Syari’ah sudah memiliki outlet
mikro Syari’ah sebanyak 226 outlet yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Dengan jumlah outlet sebanyak itu maka BRI Syari’ah sangat optimis untuk dapat
menggarap sektor UMKM secara maksimal dengan mengedepankan produk yang
fleksible, rate yang kompetitif dan pelayanan proses pembiayaan yang cepat dan
akurat namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudent) serta analisa yang
terukur.

Perumusan Masalah
Tujuan akhir dari penyaluran pembiayaan Kupedes iB adalah meningkatkan
perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Kupedes iB
diberikan untuk meningkatkan atau mengembangkan usaha-usaha kecil dan mikro
yang disalurkan melalui Bank BRI Syari’ah yang berada diseluruh Indonesia. Program
Kupedes iB ini terdiri di tiga kategori jenis yakni, Kupedes 25 iB dengan range
pembiayaan dari 2,5 juta sampai 25 juta, Kupedes 75 iB dengan range plafond > 25
juta sampai 75 juta dan Kupedes 500 iB dengan range plafond dari >75 juta sampai
500 juta.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah strategis terutama untuk tumbuh
dan berkembangnya sektor agribisnis dan UMKM. Salah satunya adalah daerah
Cibinong yang banyak terdapat para pelaku UMKM sekaligus sebagai pusat
pemerintahan Kabupaten Bogor. Berdasarkan besaran penyaluran Kupedes iB di
setiap Unit Bank BRI Syari’ah area Bogor , Kantor Cabang Pembantu (KCP)
Cibinong memiliki jumlah debitur menengah dalam penyaluran pembiayaan Kupedes

5

padahal KCP Cibinong merupakan salah satu KCP Unit mikro pertama berdiri di area
Bogor yang berdiri sejak Maret 2010. Secara demografi daerah Cibinong merupakan
wilayah yang banyak terdapat usaha mikro dan kecil, di daerah ini terdapat beberapa
pasar tradisional utama yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan berkumpulnya
para pelaku usaha mikro. Dilihat dari sisi performance realisasi pembiayaan selama 3
tahun terakhir, KCP Cibinong masih belum memenuhi target yang telah ditetapkan
oleh pihak manajemen, bahkan KCP Cibinong cenderung mengalami penurunan
jumlah realisasi pembiayaannya, hal ini tentu sangat berbanding terbalik dengan
potensi pasar di wilayah Cibinong yang banyak memiliki usaha mikro, kecil dan
menengah yang sedang tumbuh dan berkembang.
Berikut adalah data realisasi Unit Mikro Syariah (UMS) BRI KCP Cibinong dari tahun
2010 sampai dengan 2012, dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4 Realisasi outsanding pembiayaan kupedes bank BRI Syari’ah area Bogor
periode 2010 – 2012
Nama Unit
KCP Depok
KCP Parung
KCP Bogor
Pajajaran
KCP Cibinong
KCP Cibubur
KC Bogor
Sudirman
KCP Cileungsi
KCP Tajur
KCP Dramaga
KCP Cibubur

Tahun
Buka

2010

2011

2012

Target

Realisasi

(%)

Target

Realisasi

(%)

Target

Realisasi

(%)

22-Mar-10
22-Mar-10

7.380
7.380

5.711,9
6.201,2

77.40
82.03

9.840
9.840

5,508.0
1,443.6

55.98
14.67

9.840
9.840

7,591.1
7,438.0

77.15
75.59

22-Mar-10

7.380

5.857,5

79.37

9.840

2,407.7

24.47

9.840

7,699.4

78.25

22-Mar-10
01-Mar-10

7.380
7.380

6.209,6
7.309,2

84.19
99.04

9.840
9.840

3,152.7
2,290.6

32.04
23.28

9.840
9.840

6,007.7
5,611.7

61.05
57.03

12-Apr-10

6.560

4.386,2

66.86

9.840

3,084.7

31.35

9.840

5,856.0

59.51

24-May-11
15-May-11
15-Feb-13
04-Feb-13

-

-

-

5.740
5.740
-

2.654,10
2.568,80
-

26.97
26.11

9.840
9.840
-

4.197,7
3.056,7
-

42.66
31.06

Sumber : Kantor Pusat PT Bank BRI Syari’ah 2013

Terlihat dari table di atas terjadi kecendrungan penurunan realisasi pembiayaan
Kupedes iB di beberapa unit mikro syariah area Bogor, oleh karena itu penting
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan Kupedes iB
khususnya di UMS KCP Cibinong Bogor. Selain itu, diperoleh data dari UMS KCP
Cibinong Bogor bahwa setiap pengajuan pembiayaan nasabah tidak semua akan
disetujui sesuai dengan pengajuan nasabah. Dari data debitur yang diperoleh sebanyak
217 nasabah pembiayaan mikro terdapat 156 nasabah yang mendapatkan platfond
yang lebih rendah dari pengajuan yaitu sekitar 72% mendapatkan pembiayaan yang
lebih rendah dari pengajuan, sedangkan yang sesuai dengan pengajuan hanya 28%.
Dengan demikian diharapkan UMS BRI KCP Cibinong dapat menentukan langkah
yang tepat dalam menentukan pembiayaan Kupedes iB, sehingga pertumbuhan
pembiayaan dapat meningkat.
Untuk meningkatkan portofolio pembiayaan dan pencapaian target permintaan
Kupedes iB , Bank BRI Syari’ah KCP Cibinong perlu mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi realisasi pembiayaan Kupedes iB tersebut.
Karateristik nasabah pembiayaan Kupedes iB di Bank BRI Syari’ah sangat
penting untuk diidentifikasi karena terkait dengan karakter nasabah atau keberhasilan

6

nasabah dalam menjalankan usahanya serta mempengaruhi keputusan bank selaku
pemberi pembiayaan. Dengan demikian Bank BRI Syari’ah KCP Cibinong dapat
menentukan nasabah yang tepat dan kebutuhan pembiayaan yang sesuai bagi
nasabahnya, sehingga target perusahaan dapat terealisasi dengan tetap menjaga
performance serta kualitas pembiayaan yang sehat dan prudent.
Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam
penelitian ini antara lain :
1. Bagaimana karakteristik nasabah pembiayaan Kupedes iB untuk sektor UMKM di
BRI Syari’ah Kantor Cabang Pembantu (KCP) Cibinong?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi pembiayaan Kupedes iB
di Bank BRI Syari’ah Kantor Cabang Pembantu (KCP) Cibinong?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis karakteristik nasabah pembiayaan Kupedes iB untuk sektor usaha
mikro, kecil dan menengah di BRI Syari’ah KCP Cibinong.
2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi Kupedes iB di
sektor usaha mikro, kecil dan menengah di Bank BRI Syari’ah KCP Cibinong.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pihak
yang berkepentingan, yaitu :
a. Bagi pihak perbankan secara umum dan BRI Syari’ah KCP Cibinong
khususnya diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan strategi kebijakan
dalam meningkatkan portofolio pembiayaan yang prudent dan sehat.
b. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan
referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.
c. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta
dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Bank
Pengertian bank menurut Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 1998 dalam
Dendawijaya (2005) adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Kegiatan suatu bank adalah menarik dana dari masyarakat dalam bentuk
tabungan, deposito, dan giro dengan imbalan berupa bunga simpanan sehingga
masyarakat akan tertarik untuk menyimpan uangnya di bank. Kemudian bank
menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

7

Jenis atau bentuk bank bermacam-macam, tergantung pada cara
penggolongannya. Dendawijaya (2005) mengemukakan beberapa jenis bank dan
penggolongannya, berikut ini adalah penggolongan berdasarkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Formalitas berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu bank umum
dan bank perkreditan rakyat. Dengan catatan bahwa bank umum dapat
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan
perhatian lebih besar kepada kegiatan tertentu.
2. Kepemilikannya
a. Bank milik negara ( Badan Usaha Milik Negara atau BUMN)
b. Bank milik pemerintah daerah (Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD)
c. Bank swasta nasional
d. Bank swasta campuran (nasional dan asing)
e. Bank milik asing (cabang atau perwakilan)
3. Penekanan kegiatan usahanya
a. Bank retail (retail banks)
b. Bank korporasi (corporate banks)
c. Bank Komersil ( commercial banks)
d. Bank pedesaan ( rural banks)
e. Bank pembangunan ( development banks)
4. Pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha
a. Bank konvesional
b. Bank berdasarkan prinsip syariah
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Pengertian UMKM
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 pengertian Usaha Mikro adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha
Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
UndangUndang ini.
Kriteria UMKM
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 kriteria Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah adalah:

8

1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00
(lima puluh milyar rupiah).
Pembiayaan Syari’ah bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Pembiayaan Syari’ah dapat dijadikan sebagai alternatif solusi bagi para pelaku
usaha yang memiliki masalah dalam hal permodalan. Pembiayaan Syari’ah pun
memiliki peranan penting bagi para pelaku usaha yang ada di Indonesia ke depannya
terutama bagi para pelaku usaha mikro. Pembiayaan Syari’ah sangat cocok untuk
usaha yang mempunyai ketidakpastian tinggi dan keterbatasan informasi pasar seperti
usaha mikro (Soetrisno, 2004). Umumnya, usaha mikro merasa terbebani dengan
adanya sistem bunga yang diterapkan pada pembiayaan konvensional karena bunga
tersebut identik dengan upaya memperoleh keuntungan atas kerjasama antara pihak
pemberi pembiayaan dengan pelaku usaha. Akan tetapi, adanya system bagi hasil yang
diterapkan pada pembiayaan Syari’ah dapat menghindari prinsip mendapatkan untung
atas kerjasama orang lain tersebut.
Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis
Syari’ah ini yaitu (1) bebas bunga (interest free), (2) Berprinsip bagi hasil dan risiko
(profit loss sharing), dan (3) Perhitungan bagi hasil tidak dilakukan di muka. Berbeda
dengan keuangan konvensional yang memperhitungkan suku bunga di depan,
sebagaimana dijelaskan Eriyatno (Republika, 3 Maret 2005), ekonomi Syari’ah
menghitung hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam ekonomi
Syari’ah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar hasil
perhitungan spekulasi.
Anonim (2004) mengemukakan bahwa sebetulnya perbedaan yang paling
mendasar antara bank (lembaga pembiayaan) Syari’ah dan bank konvensional adalah
di poin pertama yaitu bunga. Pada bank konvensional prinsip perhitungan
kerjasamanya didasarkan pada bunga, sementara pada bank Syari’ah tidak dikenal

9

perhitungan bunga tetapi dengan bagi hasil. Sistem bagi hasil ini sebenarnya lebih
sesuai dengan iklim bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rugi
(Ikhrom, 2004). Bahkan Mubyarto (2003) mengungakapkan bahwa prinsip profitsharing sudah diterapkan di sejumlah negara maju (welfare state) yang merasa bahwa
penerapan profit-sharing dan employee participation lebih menjamin ketentraman,
ketenangan serta keberlanjutan usaha.
Menurut Antonio (2001) baik sistem bunga maupun bagi hasil sebenarnya
sama-sama dapat memberikan keuntungan bagi pemilik dana (bank), namun keduanya
mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas perbedaan antara kedua
sistem tersebut dapat dijelaskan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Perbedaan antara sistem bunga dan bagi hasil
No
1

Bunga
Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu untung

2.

Besarnya persentase berdasarkan pada
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek/usaha yang dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau rugi
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat aau keadaan
ekonomi sedang ”booming”

3.

4.

Bagi Hasil
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil
dibuat pada waktu akan dengan berpedoman
pada kemungkinan untung rugi
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh
Bagi hasil bergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugiaan akan ditanggung bersama kedua
belah pihak
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan

Sumber: Antonio (2001).

Berdasarkan Tabel 5, secara implisit diungkapkan bahwa lembaga pembiayaan
Syari’ah lebih menawarkan keadilan dan ketentraman bagi para nasabahnya. Basis
perhitungan secara bagi hasil memungkinkan terciptanya rasa keadilan tersebut.
Perhitungan berbasis bunga umumnya selalu didasarkan pada asumsi bahwa usaha
yang dikelola nasabah pasti untung, padahal tidak ada jaminan keberhasilan sebuah
usaha. Bahkan, jika nasabah memperoleh keuntungan pun masih dibebani persyaratan
yaitu tingkat keuntungan tersebut harus lebih tinggi dari tingkat bunga. Jika tingkat
keuntungan lebih rendah, maka nasabah akan mengalami kesulitan mengembalikan
pinjaman pokok dan bunganya. Dalam pembiayaan model Syari’ah, kemungkinankemungkinan hal ini terjadi sangat kecil bahkan tidak ada karena prinsip profit-loss
sharing dijadikan basis dalam berusaha.
Sebagai lembaga yang berbasis Syari’ah ada prinsip dasar yang harus selalu
diperhatikan dalam pembiayaan usaha yang mungkin tidak dijumpai dalam lembaga
konvensional. Hal mendasar tersebut adalah semua bisnis atau usaha yang dibiayai
tidak boleh terlepas dari koridor Syari’ah. Oleh karena itu dalam perbankan Syari’ah,
suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok
diantaranya adalah obyek pembiayaan adalah sesuatu yang halal, tidak menimbulkan
kemudharatan bagi masyarakat, tidak berkaitan dengan perbuatan asusila, perjudian,
dan sebaginya. Sementara di perbankan konvensional hal-hal pokok semacam ini
mungkin diabaikan dan yang menjadi orientasi sebuah pembiayaan adalah
proyek/usaha yang akan dibiayai tersebut akan mendatangkan keuntungan yang besar

10

dan legal. Dalam hubungannya dengan dunia perbankan, perbedaan yang prinsip
antara bank berbasis Syari’ah dan konvensional dapat dilihat pada Tabel 5.
Pembiayaan Syari’ah Murabahah
Murabahah adalah prinsip jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga
pokok barang ditambah nilai keuntungan yang disepakati (Yuspin, 2007). Dalam
murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara
pembayarannya dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil. Pada pembiayaan
Syari’ah terdapat tiga prinsip pembiayaan, yaitu bagi hasil, jual beli dan sewa
menyewa. Murabahah termasuk ke dalam prinsip jual beli. Pada murabahah, untuk
terbentuknya akad pembiayaan haruslah memenuhi rukun rukun dan syarat syarat
murabahah. Rukun murabahah ada lima yaitu penjual, pembeli, objek atau barang
yang diperjualbelikan, harga nilai jual barang berdasarkan mata uang, dan ijab qabul.
sedangkan syarat murabahah adalah penjual memberitahu biaya modal kepada
pembeli, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan, kontrak
harus bebas riba, penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian, serta penjual harus menyampaikan semua hal yang
berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Pada prakteknya, pembelian objek murabahah dapat dilakukan oleh pembeli
murabahah tersebut sebagai wakil dari bank Syari’ah dengan akad wakalah atau
perwakilan. Setelah akad wakalah selesai dan objek murabahah tersebut secara prinsip
telah menjadi hak milik bank Syari’ah maka terjadi akad antara bank Syari’ah dengan
pembeli murabahah atau nasabah yaitu akad murabahah.
Karateristik Nasabah Pembiayaan Syari’ah
Karakteristik nasabah merupakan salah satu hal yang dilihat oleh pihak
lembaga keuangan Syari’ah sebelum memberikan keputusan realisasi pembiayaan.
Karakteristik nasabah usaha mikro khususnya nasabah pembiayaan murabahah dapat
dilihat dari beberapa aspek, antara lain tingkat pendidikan, jenis kelamin, profit usaha,
aset usaha, komposisi modal, pengalaman usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi
hasil, dan sektor usaha.
Menurut Kurnia (2009) pemberian pembiayaan Syari’ah mayoritas nasabah
berpendidikan akhir SD dan berjenis kelamin laki-laki. Pengalaman usaha setiap
nasabah pun beragam, mayoritas berada di atas 10 tahun dan sektor yang paling besar
realisasi pembiayaannya adalah sektor peternakan diikuti oleh sektor perdagangan. Hal
yang serupa juga ditunjukkan oleh Anggriawan (2010). Di dalam penelitiannya,
karakteristik nasabah pembiayaan Syari’ah dapat dilihat dari tingkat pendidikan, jenis
kelamin, jumlah tanggungan keluarga, keuntungan usaha, frekuensi pembiayaan,
nisbah bagi hasil, komposisi modal usaha, dan sektor usaha. Tingkat pendidikan para
nasabah beragam, namun yang paling banyak adalah tamatan SMU atau sederajat.
Untuk jenis kelamin, pria lebih banyak dibandingkan wanita yang direalisasikan
pembiayaannya dengan jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki nasabah rata-rata
sebanyak empat orang. Selain itu, dapat terlihat pula bahwa sektor yang paling besar
realisasi pembiayaannya adalah sektor perikanan dan yang paling kecil adalah sektor
perdagangan.

11

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi relalisasi pembiayaan Syari’ah dapat dilihat
dari variable karakteristik nasabah yang direalisasikan pembiayaannya. Setiap variable
akan menggambarkan pengaruh atau tidaknya terhadap jumlah realisasi pembiayaan.
Alat analisis yang digunakan untuk meneliti faktor yang mempengaruhi permintaan
adalah regresi linear berganda dengan menggunkan model double log. Penelitian yang
dilakukan oleh Tarigan (2006) berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit
Parung Bogor, menyimpukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap
permintaan Kupedes di BRI Unit Parung adalah jumlah agunan, pengalaman kredit,
dan omzet. Agunan digunakan sebagai alat pengamanan apabila usaha yang dibiayai
dengan kredit tersebut gagal atau sebab-sebab lain dimana debitur tidak mampu
melunasi kreditnya dari usahanya yang normal. Faktor-faktor lain yang perlu
diperhatikan dalam pemberian kredit adalah karakter nasabah dengan kapasitas
nasabah. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda
dengan uji statistik t, uji statistik f, dan koefisien determinasi R2.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan kredit Umum Pedesaan (Kupedes) di wilayah perkotaan
dan pedesaan pada BRI Unit Ciampea dan Unit Citeureup. Alat analisis yang
digunakan di dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Variabel-variabel
yang mempengaruhi permintaan adalah tingkat pendapatan, aksebillitas atau jarak, aset
keluarga, aset usaha, frekuensi atau pengalaman kredit, agunan, lama usaha, modal
usaha, tingkat pendidikan, lokasi dan jenis kelamin. Dari keseluruhan hasil analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Kupedes dapat diambil kesimpulan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ada enam, yaitu pendapatan, aset keluarga,
aset usaha, pengalaman kredit, agunan dan modal.
Mulyarto (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui studi kasus pada nasabah BRI Unit Leuwiliang,
Cabang Bogor. Metode pengambilan sampel menggunakan metode simple random
sampling dengan jumlah responden sebanyak 80 debitur yang dianalisis menggunakan
analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Variabel respon dalam analisis tersebut
adalah jumlah realisasi kredit (Y) dalam satuan rupiah, sedangkan variabel-variabel
prediktornya meliputi X1=tingkat pendapataan per bulan (rupiah), X2=aset keluarga
(rupiah), X3=aset usaha (rupiah), X4= frekuensi/pengalaman (kali), X5=lama usaha
(tahun), X6=modal usaha (rupiah) dan X7=lama pendidikan formal (tahun). Hasil
analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR ada
empat yaitu pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha.
Sedangkan faktor-faktor lainnya, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
realisasi KUR. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
sebelumnya.

Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah lokasi
penelitian yang masih tergolong baru dan belum banyak yang melakukan penelitian di
BRI Syari’ah KCP Cibinong. Wilayah Cibinong adalah daerah yang sedang

12

berkembang terutama dari sisi perekonomian dan pembangunan. Selain itu penelitian
ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah hasil penelitian terdahulu belum ada
yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi Pembiayaan
Kupedes iB di Bank dengan sistem Syari’ah. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian-penelitian sebelumnya adalah dari beberapa variabel-variabel yang di
analisis oleh Sari (2007) dan Mulyarto (2008) yaitu lama usaha, pendapatan/omset
usaha, frekuensi pembiayaan/kredit dan jenis kelamin. Alat analisis yang digunakan
pada penelitian ini juga menggunakan analisis regresi linier berganda.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Jenis Produk Pembiayaan Syari’ah
Menurut Rivai dan Veithzal (2008), terdapat tiga prinsip pembiayaan dalam
melakukan akad pada lembaga keuangan Syari’ah, yaitu:
Mudharabah (Trust financing/Trust Invesment)
Mudharabah merupakan akad kerjasama antara dua pihak, dimana pihak
pertama (pemilik modal/shohibul maal) menyediakan modal (100%), sedangkan pihak
lain sebagai pengelola (mudhorib). Keuntungan yang diperoleh dalam kerjasama ini
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Risiko kerugian
ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, kecuali kerugian yang ditimbulkan akibat
kelalaian pengelola sepeti penyelewengan, penyalahgunaan atau bentuk kecurangan
lainnya. Jenis usaha yang dapat dibiayai dengan mudharabah meliputi perdagangan,
industri, modal kerja/investasi termasuk di bidang agribisnis.
Berdasarkan jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis, mudharabah di bagi menjadi
dua jenis yaitu mudharabah mutlaqoh dan mudhorabah muqoyyadah. Pada
mudharabah mutlaqoh, pihak pengelola diberi keleluasaan untuk menentukan jenis
usahanya, waktu pelaksanaan bisnis, serta daerah/tempat menjalankan bisnis.
Sedangkan pada mudharabah muqoyyadah ketiga hal tersebut sudah ditentukan oleh
pemilik modal.
Musyarakah (Partnership/Project Financing Participation)
Musyarakah merupakan kerjasama perkongsian dua pihak atau lebih untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi tertentu dengan kesepakatan keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan. Musyaraakah ini melingkupi jenis-jenis transaksi yang
sangat luas. Menurut Karim (2001) secara garis besar musyarakah terdiri atas empat
jenis yaitu: syarikat keuangan (amwal), syarikat operasional (a’mal), syarikat good
will (wujuh) dan syarikat mudharabah. Banyak jenis usaha yang yang dapat dibiayai
dengan musyarakah antara lain perdagangan, industri, usaha atas dasar kontrak dan
lain-lain. Kegiatan agribisnis dengan jenis usaha yang luas sangat memungkinkan
memakai skim musyarakah ini.

13

Muzara’ah (harvest-yield profit sharing)
Kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana
pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan
dipelihara dengan persentase bagian tertentu dari hasil panen.
Bai’ Al murabahah (Differed Payment Sale)
Bai’ Al murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Lembaga pembiayaan (bank) akan membelikan suatu
barang (syarat harus halal) yang dibutuhkan nasabah, kemudian nasabah menerima
tersebut dan membayar sesuai dengan kemampuan (besarnya berdasarkan
kesepakatan). Produk ini dapat digunakan untuk untuk memenuhi kebutuhan usaha
(modal kerja dan investasi seperti pengadaan barang modal: mesin, peralatan
pertanian, dll) maupun kebutuhan perseorangan. Untuk pertanian, bai’ murabahah ini
dapat dimanfaatkan untuk pembelian alat dan mesin pertanian.
Bai’ As-salam (in front payment sale)
Bai’ As-salam merupakan jual beli dengan ketentuan si pembeli membayar saat
ini, sedangkan barang akan diterimanya di masa mendatang. Bai’ as-salam berbeda
sekali dengan praktek ijon yang telah dikenal dan dipraktekkan masyarakat pedesaan
hingga saat ini. Pada praktek ijon sama sekali tidak jelas kuantitas barang yang
diperjualbelikan serta sangat spekulatif. Sedangkan pada bai’ as-salam disyaratkan
harus jelas kuantitas, kualitas dan waktu pembayaran. Untuk sektor pertanian, skim
bai’ as-salam bisa diaplikasikan misalnya dalam pembelian gabah petani dengan harga
yang layak, sehingga petani tidak mengalami anjlok harga seperti sering terjadi saat
ini.
Bai’ Al-istishna (Purchase by order or manufactured)
Bai’ Al-istishna atau disebut juga sebagai piutang istishna adalah fasilitas
penyaluran dana untuk pengadaan obyek/barang investasi berdasarkan pesanan. Dalam
transaksi bai’ Al-istishna ini ada kontrak antara pembeli dan pembuat barang, dimana
pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Kedua belah pihak bersepakat atas
harga serta sistem pembayaran seperti apakah dilakukan dengan kontan, melalui
cicilan, atau ditangguhkan pada suatu waktu di masa mendatang.
Ar Rahn (Mortage)
Ar Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas peminjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut tentu harus
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh
jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara
sederhana menurut Sayyid Sabiq dalam Antonio (2001) rahn adalah semacam jaminan
utang atau gadai. Dalam hubungannya dengan bidang pertanian praktek gadai/rahn
sudah umum dijumpai di pedesaan. Secara umum, penerapan gadai yang
dikombinasikan dengan pembiayaan di perbankan Syari’ah.

14

Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan bagi pihak bank dalam
melakukan seleksi pengajuan kredit. Dua jenis prinsip yang biasa diterapkan dalam
mempertimbangkan pengajuan kredit (analisis kredit) yaitu prinsip 5C dan prinsip 6A.
Menurut Dendawijaya (2001), prinsip 5C meliputi :
1.Character
Adalah keadaan watak atau sifat dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi
maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk
mengetahui sampai sejauh mana itikad/kemauan calon nasabah untuk memenuhi
kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.
Pemberian pembiayaan harus atas dasar kepercayaan, sedangkan yang mendasari suatu
kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank, bahwa si peminjam mempunyai
moral, watak, dan sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Disamping itu,
memiliki rasa tanggungjawab, baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia,
kehidupannya sebagai anggota masyarakat, maupun dalam melakukan kegiatan
usahanya.
2.Capital
Adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Makin
besar modal sendiri yang dimiliki, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah
menjalankan usahanya (karena ikut menanggung risiko terhadap gagalnya usaha) dan
lembaga keuangan akan merasa lebih yakin memberikan pembiayaan. Penilaian atas
besarnya modal sendiri adalah penting, mengingat pembiayaan lembaga keuangan
hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan untuk membiayai seluruh modal yang
diperlukan. Dalam prakteknya, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk
kewajiban untuk menyediakan self financial, yang sebaiknya memiliki jumlah yang
lebih besar dari pembiayaan yang diminta kepada lembaga keuangan. Bentuk dari self
financial ini tidak harus berupa uang tunai, bisa saja dalam bentuk barang modal
seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin. Besar kecilnya capital ini dapat dilihat dari
neraca perusahaan, yaitu pada owner equity, laba yang ditahan, dan lain-lai

Dokumen yang terkait

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian pembiayaan pada Bank Syariah (Studi pada Bank Syariah mandiri Cabang pembantu Bekasi Timur

0 10 100

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi dan Pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Cibinong, Cabang Bogor - Jawa Barat

8 115 385

Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Pembiayaan Pembiayaan Agribisnis pada Bank Umum Syariah (Kasus pada BMI Cabang Pembantu Depok)

5 116 195

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pengembalian Pembiayaan Murabahah PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Mikro Bogor

5 56 88

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pembiayaan Mikro Ib Hasanah Dan Potensi Risiko Pada Bank Bni Syariah Cabang Pembantu Mikro Depok

1 15 70

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Mikro Pada PT Bank Syariah Mandiri KCP Bogor Merdeka

3 28 55

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Realisasi Pembiayaan Mikro (Studi Kasus PT Bank Syariah Mandiri KCP Bogor Merdeka)

0 3 7

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH : Studi Kasus pada Bank Syariah Mandiri Cabang Rawamangun.

8 16 34

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN NASABAH DALAM MEMILIH PRODUK BANK BRI SYARIAH DI KOTA SURABAYA (STUDI KASUS : BANK BRI SYARIAH CABANG DARMO).

0 2 99

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN NASABAH DALAM MEMILIH PRODUK BANK BRI SYARIAH DI KOTA SURABAYA (STUDI KASUS : BANK BRI SYARIAH CABANG DARMO)

0 0 19