Analisis Debit Sungai Di Sub Das Ciliwung Tengah Dengan Menggunakan Model Swat

ANALISIS DEBIT SUNGAI DI SUB DAS CILIWUNG TENGAH
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT

ARYA SATRIA UTAMA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Debit Sungai
di Sub DAS Ciliwung Tengah dengan Menggunakan Model SWAT adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, September 2015
Arya Satria Utama
NIM F44110030

ABSTRAK
ARYA SATRIA UTAMA. Analisis Debit Sungai di Sub DAS Ciliwung Tengah
dengan Menggunakan Model SWAT. Dibimbing oleh NORA HERDIANA
PANDJAITAN.
Tingginya angka pertumbuhan penduduk memberikan dampak signifikan
terhadap pembangunan ekonomi. Kegiatan pembangunan ini dapat mempengaruhi
kualitas lingkungan dan berdampak terhadap sistem hidrologi DAS pada suatu
wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis debit aliran sungai di
Sub DAS Ciliwung Tengah dengan menggunakan model SWAT. Tahap awal peta
DEM SRTM didelineasi dan dilakukan pembuatan HRU. Setelah itu dilakukan
simulasi dengan menambahkan data iklim tahun 2003-2013, dan kalibrasi dengan
parameter (.gw), (.hru), (.sub) dan (.rte). Pada proses kalibrasi digunakan Peta
Penggunaan Lahan tahun 2008 dan diperoleh NS 0,43 dan R2 sebesar 0,43. Pada
proses validasi digunakan Peta Penggunaan Lahan tahun 2011 dan diperoleh nilai
NS 0,56 dan R2 sebesar 0,55. Debit harian dengan model yang telah divalidasi

adalah 13,8 m3/detik, sedangkan debit observasi sebesar 14,44 m3/detik.
Kata Kunci : debit sungai, kalibrasi dan validasi, model SWAT, parameter
hidrologi, sub DAS Ciliwung Tengah

ABSTRACT
ARYA SATRIA UTAMA. River Discharge Analysis Using SWAT Model in
Ciliwung Tengah Sub Watershed. Supervised by NORA HERDIANA
PANDJAITAN.
The high population growth gives a significant impact towards economic
development. These development activities influenced the quality of environment
and hydrology characteristics of watershed. This research aimed to analyze river
discharge of the Ciliwung Tengah Sub Watershed using SWAT model. The
research started with delineation of watershed based on DEM SRTM map and
forming HRU. Afterwards a simulation was done using climate data 2003-2013,
and calibration of (gw), (hru), (sub) and (rte) parameters. Calibration was done
using landuse of 2008. From the calibration process, NS of 0,43 and R2 of 0,43
were obtained, meanwhile from the validation process the value of NS was 0,56
and R2 was 0,56. Validation was done using landuse of 2011. Daily discharge
with the validated model was 13.8 m3/s, while the observation discharge was
14,44 m3/s.

Keywords : Calibration and validation, Ciliwung Tengah Sub Watershed,
discharge, hydrological parameters, SWAT model

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS DEBIT SUNGAI DI SUB DAS CILIWUNG TENGAH
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT

ARYA SATRIA UTAMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Februari sampai Juli 2015 ini
ialah analisis debit, dengan judul Analisis Debit Sungai di Sub DAS Ciliwung
Tengah dengan Menggunakan Model SWAT.
Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku
dosen pembimbing, Dr. Roh Santoso B.W. dan Maulana Ibrahim Rau ST, M.Sc
selaku dosen penguji skripsi. Ucapkan terima kasih juga diucapkan kepada bapak
dan ibu atas doa dan kasih sayangnya, rekan-rekan SIL 48 atas semangatnya,
Arrasyid Maulana dan teman-teman MNH 47 atas bantuannya selama penelitian

ini berlangsung.
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan penulisan selanjutnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2015

Arya Satria Utama

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

i

DAFTAR LAMPIRAN


i

PENDAHULUAN

1

Latar belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan

2

Manfaat


2

Ruang Lingkup

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Daerah Aliran Sungai

2

Debit Sungai

3

Geographic Information System


3

Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool)

4

METODE PENELITIAN

6

Waktu dan Tempat

6

Alat dan Bahan

6

Tahapan Pelaksanaan


7

HASIL dan PEMBAHASAN

9

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

9

Delineasi Sub DAS dan Pembentukan HRU

11

Kalibrasi dan Validasi Model

16

SIMPULAN


20

SARAN

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

27

i


DAFTAR TABEL
1 File Data Input pada SWAT untuk Analisis Hidrologi
2 Penggunaan Lahan di Sub DAS Ciliwung Tengah Tahun 2008
dan 2011
3 Jenis Tanah di Sub DAS Ciliwung Tengah
4 Kemiringan Lereng di Sub DAS Ciliwung Tengah
5 Parameter Terpilih dalam Proses Kalibrasi

8
13
14
15
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Peta DAS Ciliwung
Peta Deliniasi Sub DAS Ciliwung Tengah
Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Tengah Tahun 2008
Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Tengah Tahun 2011
Peta Jenis Tanah Sub DAS Ciliwung Tengah
Peta Kemiringan Lahan di Sub DAS Ciliwung Tengah
Grafik Perbandingan Debit Observasi dan Simulasi
Sebelum Kalibrasi
Grafik Hubungan Debit Simulasi dan Observasi
Sebelum Kalibrasi
Grafik Perbandingan Debit Observasi dan Simulasi
Setelah Kalibrasi
Grafik Perbandingan Debit Observasi dan Simulasi
Setelah Validasi
Grafik Hubungan Debit Simulasi dan Observasi
Setelah Validasi

10
11
12
13
14
15
16
16
18
19
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Diagram Alir Penelitian
Tabel Nilai Curve Number (CN)
Diagram Alir Penentuan Nilai Curve Number (CN)
Pembagian Sub DAS Ciliwung Berdasarkan Batas Administrasi
Pembagian Segmen DAS Ciliwung

22
23
24
25
26

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini pertumbuhan penduduk merupakan salah satu fokus permasalahan
yang harus diperhatikan. Tingginya angka pertumbuhan penduduk memberikan
dampak signifikan terhadap pembangunan ekonomi. Pembangunan dari aspek
ekonomi ini diperlukan guna menunjang kebutuhan hidup manusia yang terus
meningkat baik dari segi kuantitas dan kualitas. Kegiatan pembangunan ini akan
mempengaruhi kualitas lingkungan dan juga akan berdampak terhadap sistem
hidrologi DAS pada suatu wilayah. Perubahan kualitas lingkungan ini terjadi
dikarenakan adanya pencemaran di wilayah perairan, erosi, lahan kritis serta
kerusakan alam lainnya.
Saat ini Indonesia mengalami kendala dalam melakukan perancangan model.
Kendala yang umum dihadapi antara lain minimnya dana dan tenaga ahli, kurangnya
pelatihan, dan ketergantungan pada ahli yang berasal dari luar negeri (Chang, 2004).
Permodelan pengelolaan DAS dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah
satunya dengan menggunakan GIS (Geographic Information System). Terdapat
berbagai macam perangkat lunak GIS yang dapat digunakan untuk memperhitungkan
dan mengkaji kondisi hidrologi serta perubahan tata guna lahan suatu wilayah. Salah
satu softwere yang dapat digunakan adalah Soil and Water Assessment Tools
(SWAT).
SWAT merupakan hasil gabungan dari beberapa model. Sebelum menggunakan
model SWAT di Indonesia terlebih dahulu dilakukan proses kalibrasi dan validasi
sesuai dengan ketersediaan data. Proses ini dilakukan agar hasil yang diperoleh sesuai
dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Proses ini dibutuhkan dalam setiap
permodelan SWAT, karena setiap DAS memiliki karakteristk yang berbeda-beda.
Relevansi model dengan keadaan yang sebenarnya dievaluasi dengan
memperhitungkan standar deviasi dan efisiensi model (Rau, 2012).

Perumusan Masalah
Sub DAS Ciliwung Tengah merupakan bagian dari Sungai Ciliwung. Sungai ini
mengalir melewati 2 provinsi, yakni Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Aliran
Sungai Ciliwung digunakan untuk sumber air baku dan irigasi pertanian. Tingginya
tingkat pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan pertumbuhan ekonomi dan
industri disekitar DAS Ciliwung mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan
lahan. Selain itu faktor iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembaban juga
mengalami perubahan. Kedua hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan siklus
hidrologi di DAS Ciliwung. Perubahan siklus hidrologi ini akan mempengaruhi debit
ketersediaan air di Sub DAS Ciliwung Tengah. Berdasarkan hal tersebut, penelitian

2

ini secara matematis menganalisis debit air sungai dengan model SWAT di Sub DAS
Ciliwung Tengah.
Tujuan
Merujuk kepada latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan untuk
melakukan analisis debit aliran sungai di Sub DAS Ciliwung Tengah dengan
menggunakan model SWAT.
Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu memberikan
informasi mengenai debit Sungai Sub DAS Ciliwung Tengah dalam bentuk
permodelan. Permodelan debit tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai Ciliwung dalam menyusun rencana
pengelolaan khususnya di Sub DAS Ciliwung Tengah.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah membuat simulasi debit harian dengan
menggunakan model SWAT di Sub DAS Ciliwung Tengah dalam periode waktu
2004-2013. Pada tahap simulasi akan diperhitungkan keadaan topografi lahan,
penggunaan lahan, jenis tanah, kemiringan lereng, dan kondisi iklim di lokasi
penelitian. Kemudian akan dilakukan tahap kalibrasi permodelan dengan
memperhitungkan beberapa parameter hidrologi. Dengan model yang telah
dikalibrasi ini akan didapat validitas model dalam periode waktu tertentu.

TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang terpisah dari
wilayah lain di sekitarnya. Pemisahan ini diakibatkan oleh bentuk topografi seperti
punggung bukit atau gunung, yang menerima air hujan, menampung, dan
mengalirkannya melalui sungai utama menuju laut atau danau. Daerah Aliran Sungai
(DAS) dapat terdiri dari beberapa Sub DAS atau Sub-sub DAS sehingga luas DAS
dapat bervariasi tergantung dari penempatan titik pengukuran. Sub DAS merupakan
bagian wilayah dari suatu DAS yang berupa bentuk satuan daerah tangkapan air
(Paimin et. al., 2006).
Setiap DAS memiliki karakter masing-masing yang merupakan hasil dari
interaksi seluruh faktor yang ada dalam ekosistem DAS, baik yang memiliki sifat
kerentanan atau degradasi dan potensi. Faktor tersebut dapat berupa interaksi alam

3

dari vegetasi, tanah, air hujan, dan intervensi manusia dalam penggunaan lahan.
Karakteristik DAS dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan perencanaan dan
pengelolaan DAS. DAS berfungsi sebagai penampung air hujan, penyimpanan, dan
pendistribusian menuju sungai dan saluran lainnya (Paimin et. al., 2006).

Debit Sungai
Dalam proses hidrologi, aliran air sungai terbentuk dari beberapa sumber air yang
berada pada bukit atau gunung. Bukit dan gunung merupakan daerah dan
penyimpanan cadangan air yang berasal dari air hujan. Cadangan air yang diserap
tersebut masuk ke dalam tanah dan batuan. Karena volume air tersimpan dalam
jumlah besar, air keluar ke permukaan melalui lereng. Air yang keluar tersebut
kemudian mengalir pada permukaan dan kemudian menjadi sungai. Aliran ini
mengalir ke tempat yang memiliki ketinggian lebih rendah, sesuai dengan sifat air
yang mengalir dari tempat tinggi ke rendah (Rau, 2012).
Secara umum terdapat 2 cara untuk menganalisis karakteristik debit sungai, yaitu
analisis pergerakan debit sungai dan analisis hubungan antara curah hujan dengan
debit (Wahyuni, 2012). Selain faktor hujan, debit sungai juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti luas dan bentuk DAS, topografi, tanah, dan penutupan lahan.
Menurut Lee (1990), faktor-faktor penentu debit dikategorikan sebagai faktor-faktor
atmosfer, parameter-parameter daerah tangkapan, dan pengaruh hutan.
Geographic Information System (GIS)
Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG)
merupakan sistem yang memberikan banyak bantuan terhadap informasi keruangan.
GIS merupakan suatu sistem yang dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan,
mengubah, memanipulasi, menganalisis, menampilkan, dan mengeluarkan data yang
berhubungan dengan fitur-fitur geografis. Sistem ini tidak hanya meliputi penggunaan
perangkat lunak dan keras, tetapi juga database yang diperlukan atau dikembangkan
dan personal yang mengerjakan (Bettinger dan Wing 2004). Software Sistem
Informasi Geografis (SIG) banyak digunakan karena penggunaannya lebih mudah
dan akurat jika dibandingkan dengan metode konvensional.
Aplikasi GIS digunakan dalam berbagai keperluan informasi keruangan, selama
data yang digunakan memiliki referensi geografi. Pada pelaksanaannya, GIS
digunakan untuk melakukan pengolahan data peta digital yang memiliki sistem
koordinat sendiri. Sistem koordinat merupakan pendefinisian suatu titik awal dari
pembuatan peta. Sistem koordinat di Indonesia terdiri dari sistem koordinat geografis
dan sistem koordinat Universal Transverse Mecator (UTM). Kedua sistem koordinat
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada koordinat
geografis, bumi dibagi menurut garis khayal yang biasa disebut dengan garis lintang
(latitude/paralell) dan garis bujur (longitude/meridian). Pada sistem koodinat UTM
permukaan bumi dibagi ke dalam 60 bagian zona bujur dan setiap zona dibatasi oleh
2 meridian selebar 6° yang memiliki meridian tengah sendiri. Zona 1 sampai 60

4

dimulai dari 180°-174°, 174°-168° BB dan seterusnya, sampai 174°-180° BT. Pada
wilayah Indonesia terdapat sembilan zona yaitu zona 46-54 (Gandasasmita et al
2003).
GIS memiliki 2 jenis data yang berbeda, yaitu data vektor dan data raster. Data
vektor merupakan data yang tidak memiliki bentuk dan ketentuan, di mana data ini
terbagi menjadi 3 bagian yaitu point, line, dan polygon. Data vektor menggunakan
koordinat x dan y dalam menampilkan data spasial (Chang 2004). Data raster
merupakan informasi data yang terdiri dari satuan piksel yang memiliki kolom serta
baris tertentu, seperti data hasil citra satelit maupun Digital Elevation Model (DEM).
Data raster merupakan hal penting dalam penerapan GIS.
Soil and Water Assessment Tools (SWAT)
SWAT adalah model yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun
1990-an untuk pengembangan Agricultural Research Service (ARS) dari USDA
(Neitschet al, 2004). Model tersebut dikembangkan untuk melakukan prediksi
dampak dari manajemen lahan pertanian terhadap air, sedimentasi, dan jumlah bahan
kimia, pada suatu area DAS yang kompleks dengan mempertimbangkan variasi jenis
tanahnya, tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS setelah melalui
periode yang lama. SWAT merupakan hasil gabungan dari beberapa model,
diantaranya adalah Simulator for Water Resources in Rural Basin (SWWRRB),
Chemical, Runoff and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS),
Groundwater Loading Effect an Agricultural Management System (GREAMS), dan
Erosion Productivity Impact Calculator (EPIC) (Neitsch et al 2004).
Model ini memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis serta simulasi
suatu DAS, dan menghasilkan output yang baik. Pada model SWAT dilakukan
simulasi berdasarkan beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Menjalankan proses secara fisik, yaitu menghasilkan output berdasarkan informasi
yang spesifik mengenai iklim, karakteristik tanah, topografi, vegetasi, dan
manajemen lahan pada suatu DAS. Hal ini memungkinkan model SWAT dalam
memodelkan DAS walaupun tanpa data observasi, serta dapat menghitung
pengaruh alternatif data input, seperti perubahan penggunaan lahan, data iklim,
dan lainnya.
2. Menggunakan input yang telah tersedia, saat SWAT akan digunakan untuk
melakukan proses analisa yang lebih spesifik maka diperlukan tambahan data yang
diperoleh dari instansi penelitian pemerintah.
3. Menggunakan perhitungan dengan proses yang lebih efisien, sehingga dalam
melakukan simulasi DAS yang luas serta dengan banyak strategi pengelolaan
dapat menghemat waktu dan materi.
4. Memungkinkan untuk dapat melakukan penelitian dampak dalam jangka waktu
yang lama.
Neraca air digunakan sebagai dasar permodelan dalam menjalankan setiap analisis
hidrologi menggunakan SWAT yang dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Fase lahan yang mengatur jumlah air, sedimen, unsur hara, dan pestisida dalam
pengisian saluran utama pada masing-masing sub basin.

5

2. Fase air yang berupa pergerakan air, sedimen, dan lainnya melalui jaringan sungai
pada DAS menuju outlet. Persamaan neraca air yang digunakan dalam model
SWAT dapat dilihat persamaan 1.
� = �0 +

=

(





− � − �



�)

.... (1)

Dimana :

: Kandungan akhir air tanah (mm)
�0 : Kandungan air tanah awal pada hari ke-1 (mm)
: Jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm)

: Jumlah surfacerunoff pada hari ke-i (mm)

: Jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm)

: Jumlah air yang memasuki vadose zone pada profil tanah hari ke-i (mm)
: Jumlah air yang kembali pada hari ke-i (mm)


Proses estimasi aliran permukaan (Qsurf), SWAT menggunakan dua buah metode,
yaitu SCS curve number (CN) dan infiltrasi Green and Ampt. Berdasarkan volume
aliran permukaan dan puncaknya, dilakukan simulasi pada setiap HRU (Hidrology
Response Units). SCS curve number merupakan fungsi dari permeabilitas tanah, tata
guna lahan, dan kondisi air tanah. Persamaan SCS curve number disajikan pada
persamaan (2) (Neitsch et al, 2004).
=





−0,2

+0,8

2

.......... (2)

Dimana :
: Curah hujan per hari (mm)

: retention parameter (mm)
= 25,4

100
��

− 10 ......... (3)

Curve Number (CN) adalah parameter empiris dalam hidrologi untuk memprediksi
limpasan langsung atau infiltrasi dari kelebihan hujan (USDA, 1986). Nilai Curve
Number dapat dilihat pada lampiran 2.
Besarnya laju Wseep, dan Qgw dihitung dengan persamaan (4), dan (5) (Neitsch et.
al., 2004):

Dimana :



, �=



= �

, �=

+ �

,

..... (4)

: Total air yag berada di bawah tanah pada hari ke-i (mm)
: Jumlah air perkolasi yang keluar dari lapisan terbawah (mm)

6



,

Dimana :
μ







: Jumlah air yang mengalir melewati lapisan yang lebih bawah dari
muka tanah untuk mengalirkan aliran pada hari ke-i (mm)


= 800. �. �

�. �

....... (5)

: Jumlah air yang kembali pada hari ke-i (mm)
: Specific yield dari akuifer dangkal (m/m)
: Konstanta resesi aliran mantap
: Tinggi muka air pada watertable

SWAT-CUP dengan metode SUFI2 memiliki 3 bagian penting dalam melakukan
proses kalibrasi, diantaranya adalah calibration inputs, executable file, dan
calibration outputs. Calibration inputs merupakan bagian awal dari proses kalibrasi,
yaitu pemasukan data. Bagian ini terdiri dari Par_inf.txt, SUFI2_swEdit.def, File.Cio,
dan Absolute_SWAT_Values.txt, serta sub bagian pemasukan data, diantaranya adalah
Observation, Extraction, Objective Function, dan No Observation. Executable file
merupakan bagian proses yang digunakan untuk melakukan perintah kalibrasi, bagian
ini terdiri dari SUFI2_pre.bat, SUFI2_run.bat, SUFI2_post.bat, dan
SUFI2_Extract.bat. Pada bagian calibration outputs dapat dilihat hasil dari proses
kalibrasi yang telah dilakukan (Rau, 2012).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian “Analisis Debit Sungai SubDAS Ciliwung Tengah Dengan
Menggunakan Model SWAT” dilaksanakan selama empat bulan, pada bulan Februari
– Juli 2015. Penelitian dilakukan di wilayah Sub DAS Ciliwung Tengah. Lokasi
penelitian tersebut terletak di antara 6°14' - 6º37’ LS dan 106°51' - 106º50’ BT.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diambil dari beberapa sumber, yaitu:
1. Data Debit Sungai Ciliwung Tengah (Stasiun M.T. Haryono) dari Balai Besar
Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane.
2. Data Digital Elevation Model (DEM) SRTM DAS Ciliwung dengan resolusi
30 x 30 m dari ASTER Global Dem V2.
3. Peta landuse DAS Ciliwung tahun 2008 dan 2011 dari Badan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Ciliwung-Citarum.

7

4. Peta tanah DAS Ciliwung dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Ciliwung-Citarum.
5. Data klimatologi tahun 2003-2013 di Stasiun MT. Haryono dan Dramaga
Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat dari Balai Besar Wilayah Sungai
Ciliwung-Cisadane.
Adapun beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laptop Asus
A450L dengan spesifikasi prosesor Intel (R) Core i5. Laptop yang digunakan telah
dilengkapi software Microsoft Word 2013, Microsoft Excel 2013, Google Earth,
ArcGIS 10.1, ArcSWAT 2012, SWAT-CUP 2012, dan Notepad.

Tahapan Pelaksanaan
Penelitian ini terbagi atas empat tahapan, yakni: studi pustaka, pengambilan data
sekunder, pengolahan data, dan penyusunan laporan. Pada tahapan pertama studi
pustaka dilakukan guna memperoleh bahan yang diperlukan untuk menganalisis
permasalahan. Adapun sumber studi pustaka adalah publikasi ilmiah atau jurnal
laporan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan, dan buku- buku yang
menerangkan tentang aspek terkait.
Tahapan yang kedua adalah pengumpulan data-data sekunder yang diperlukan
dalam proses penelitian, yaitu peta DEM SRTM resolusi 30 x 30 m, peta jaringan
aliran sungai, peta tata guna lahan tahun 2008 dan 2011, peta jenis tanah, dan peta
batas DAS Ciliwung yang diperoleh dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Ciliwung-Cisadane. Kemudian data debit harian 2004-2012, koordinat titik
outlet pengukuran debit harian di Pos MT. Haryono, dan data iklim 2004-2012 dari
Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Citarum.
Tahapan pengolahan data secara umum dibagi tiga tahap yaitu tahap simulasi,
kalibrasi, dan validasi. Pada tahap simulasi, pengolahan data diawali dengan
melakukan konversi sistem proyeksi peta DEM SRTM dari decimal degree menjadi
UTM (Universal Transerve Mercator) WGS 48 menggunakan software ArcGIS 10.1.
Setelah itu data DEM dipotong menggunakan peta batas Sub DAS dan dilakukan
delineasi menggunakan software ArcSWAT 2012. Data yang dimasukkan pada tahap
delineasi adalah peta jaringan aliran sungai. Selanjutnya dilakukan proses pembuatan
HRU atau Hydrological Response Unit. Pada tahap ini, data yang dimasukkan adalah
peta tata guna lahan 2008 dan peta jenis tanah. Kemudian dilakukan input data iklim
berupa data curah hujan, kelembaban, suhu, angin, dan lama penyinaran matahari.
Dari input tersebut dihasilkan debit harian hasil simulasi SWAT dari tahun 20042012.
Tahapan kedua adalah proses kalibrasi. Pada tahap ini akan dilakukan proses
penyesuaian parameter model yang berpengaruh terhadap proses-proses yang
diperhitungkan dalam model, sehingga akan diperoleh perbedaan antara output model
dengan data observasi yang sekecil mungkin. Sebelum dilakukan kalibrasi, terlebih
dahulu diketahui nilai NS dan R2 dari debit harian hasil simulasi SWAT. Menurut
Latifah (2013), nilai NS atau Nash-Sutcliffe efficiency didefinisikan sebagai objective

8

function tujuan optimasi. Cara menentukan nilai NS ini dengan menggunakan
persamaan (6).
(� −� )2

� =1−

(� −�)2

... (6)

Dimana y adalah debit aktual yang terukur (m3/dt), � adalah debit hasil simulasi
(m3/dt) dan � adalah rata debit terukur (m3/dt). Kriteria hasil simulasi dikategoikan
baik apabila nilai NS > 0,75 dan memuaskan apabila 0,36 < NS < 0,75. Sedangkan
jika nilai NS ≤ 0,36 dikategorikan kurang memuaskan dan perlu dilakukan kalibrasi.
Selain itu, untuk melihat keakuratan pola hasil keluaran model dengan hasil observasi
lapangan digunakan koefisien deterministik atau persamaan linear R2. Nilai R2
ditentukan menggunakan persamaan (7).
2
2

=1

=
=1

, −

, −

,
2
,

=1

, −

,
, −

2

... (7)

,

3
adalah debit observasi (m3/dt),
, adalah debit hasil simulasi (m /dt),
3
, adalah debit simulasi rata-rata (m /dt), sedangkan
, adalah debit observasi
3
2
rata-rata (m /dt). Apabila R mendekati 1 maka terdapat pola hubungan yang erat
antara hasil prediksi model dengan hasil observasi lapangan.
Model SWAT menggunakan lebih dari 500 parameter hidrologi untuk kalibrasi.
Pada kalibrasi ini digunakan software SWAT-CUP 2012. Tidak semua parameter
digunakan pada tahap kalibrasi. Pemilihan parameter untuk digunakan dilakukan
dengan cara melakukan studi literatur terhadap parameter yang sering digunakan
dalam model SWAT. Data debit input yang digunakan adalah debit harian hasil
simulasi SWAT tahun 2008-2011. Lalu nilai dari parameter tersebut dikalibrasi
dengan caratrial and error untuk mendapatkan nilai terbaik. Nilai terbaik ini dilihat
dari angka NS dan R2 nya.File data input yang terdapat di software SWAT-CUP
disajikan pada Tabel 1.

,

Tabel 1 File data input pada SWAT untuk analisis hidrologi
Nama file
Fungsi
CIO
Fileuntuk mengontrol data input dan output
COD
Mengontrol file inputdan output
FIG
Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai
BSN
Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS
SUB
Mengontrol keragaman parameter di tingkat sub DAS
HRU
Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU
GW
File air bawah tanah
RTE
File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida
CROP
Fileparameter tumbuh tanaman

9

Nama File
URBAN
PCP

Fungsi
File data lahan terbangun atau urban area
File data curah hujan harian
File temperatur udara maksimum dan minimum
TMP
harian
SLR
File radiasi matahari harian
HMD
File kelembaban udara harian
WGN
File data generator iklim
SOL
File data tanah
MGT
File pengolahan dan penutupan lahan
Sumber : Neitsch et.al., 2004
Tahap ketiga adalah proses validasi. Proses ini akan membandingkan antara data
observasi dengan outpu simulasi dengan tujuan memvalidasi model. Pada tahap ini
nilai parameter terbaik hasil kalibrasi dimasukkan kedalam software ArcSWAT 2012.
Data yang digunakan sama seperti pada tahap simulasi. Hanya saja peta tata guna
lahan yang digunakan adalah tata guna lahan tahun 2011. Hasil dari validasi ini
adalah debit harian pada tahun 2011-2012. Kemudian dicek kembali nilai NS dan R2
nya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Sub DAS Ciliwung Tengah
Sub Daerah Aliran Sungai Ciliwung Tengah merupakan bagian dari DAS
Ciliwung yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir. DAS
Ciliwung dimulai dari Ciawi di Kabupaten Bogor menuju ke Laut Jawa. Panjang
sungai Ciliwung adalah sekitar 117 km dan merupakan salah satu sungai utama di
Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat. Air yang berasal dari aliran sungai Ciliwung
digunakan sebagai sumber air baku dan air irigasi di wilayah sekitar DAS. Pada
Gambar 1 dapat dilihat peta DAS Ciliwung.
Outlet yang dipilih adalah Pos Duga Air MT. Haryono yang terletak di koordinat
6°14'33.66" LS 106°51'44.49" BT. Outlet ini digunakan oleh Dinas Pekerjaan Umum
(Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Citarum) Provinsi DKI Jakarta untuk
mengukur debit Sungai Ciliwung bagian tengah. Pengukuran debit dilakukan dengan
menggunakan alat pengukur tinggi muka air otomatis. Nilai tinggi muka air ini
selanjutnya akan dikonversi hingga diperoleh nilai debit.
DAS Ciliwung merupakan salah satu pemasok air utama untuk Provinsi DKI
Jakarta dan Jawa Barat. Panjang sungai utamanya adalah kurang lebih 117 km.
Menurut toposekuensnya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: hulu,
tengah dan hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung
Katulampa Bogor, Ratujaya Depok, dan Pintu Air Manggarai Jakarta Selatan. Tiap

10

bagian mempunyai karakteristik fisik, penggunaan lahan, dan sosial ekonomi
masyarakat yang sedikit banyak berbeda, sehingga potensi dan permasalahan di tiap
bagian akan berbeda (PPEJAWA, 2012).
Berdasarkan wilayah administrasi, DAS Ciliwung (dari hulu sampai hilir)
melingkupi Kab. Bogor, Kodya Bogor, Kodif Depok, dan Provinsi DKI Jakarta
dengan delineasi wilayah sebagai berikut :
a. Bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor
(Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi) dan sebagian kecil Kotamadya
Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan).
b. Bagian tengah DAS Ciliwung termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan
Sukaraja, Cibinong, Bojonggede dan Cimanggis), Kotamadya Bogor (Kecamatan
Kota Bogor Timur, Kota Bogor Tengah, Kota Bogor Utara, dan Tanah Sareal) dan
Kota Administratif Depok (Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji).
c. Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai termasuk wilayah administrasi
pemerintahan Kotamadya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, lebih ke hilir dari
Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Barat, Sungai Ciliwung ini
melintasi wilayah Kota Madya Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
Bagian tengah mencakup areal seluas 94 km2 merupakan daerah bergelombang
dan berbukit-bukit dengan variasi elevasi antara 100 m sampai 300 m dpl. Di bagian
Tengah terdapat dua anak sungai, yaitu: Cikumpay dan Ciluar, yang keduanya
bermuara di sungai Ciliwung. Bagian tengah Ciliwung didominasi lahan dengan
kemiringan lereng 2-15%. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001
adalah 3.910 mm dengan rata-rata hujan bulanan 326 mm. Batas musim kemarau
dengan musim penghujan di bagian tengah lebih tidak jelas (PPEJAWA, 2012).

Gambar 1 Peta DAS Ciliwung

11

Delineasi Sub DAS dan Pembentukan HRU

Gambar 2 Peta delineasi Sub DAS Ciliwung Tengah
Pada tahap delineasi Sub DAS dibutuhkan data DEM SRTM 30x30 m, koordinat
titik outlet pengukuran debit, peta batas Sub DAS, dan peta jaringan aliran sungai.
Proses ini akan membagi daerah tangkapan menjadi beberapa sub basin. Pada
Gambar 2 dapat dilihat jaringan sungai disepanjang Sub DAS dengan garis berwarna
biru. Sementara bila dilihat garis berwarna abu-abu merupakan batas antar sub basin
atau daerah tangkapan. Gambar 2 juga memperlihatkan beda elevasi, yang tampak
dari perbedaan warna, yaitu dari hijau muda yang menunjukkan elevasi terendah
hingga hijau paling tua menunjukkan elevasi tertinggi.
Hasil dari delineasi ini membagi wilayah Sub DAS Ciliwung Tengah menjadi 19
daerah tangkapan. Lalu dipilih titik outlet sesuai koordinat titik pengukuran debit
obervasi yang pada Gambar 2 disimbolkan dengan lingkaran berwarna hijau.
Selanjutnya semua air yang mengalir berkumpul di outlet yang terdapat pada sub
basin nomor 1 yang merupakan bagian paling hilir dari Sub DAS Ciliwung Tengah.
Daerah yang terdelineasi adalah seluas 13149,96 ha. Terdapat pengurangan seluas
25460,29 ha atau sebesar 66% dari luas total DAS Ciliwung yakni 38610,25 ha.
Menurut Andayani (2014), penguruangan ini disebabkan adanya anak sungai yang
tidak terhubung atau masuk ke outlet sehingga tidak termasuk dalam wilayah
penelitian.
Pembentukan HRU merupakan proses lanjutan dari proses delineasi, pada proses
ini dibutuhkan data penggunaan lahan dan jenis tanah. Data sekunder yang diperoleh
dimasukkan ke arcSWAT dengan terlebih dahulu mendefinisikan jenis tanah pada

12

database yang terdapat pada Microsoft Acsess project permodelan. Kedua data
sekunder ini selanjutnya akan diidentifikasi dan dilakukan overlay dengan peta hasil
delineasi. Pada proses ini nantinya akan dihasilkan peta penggunaan lahan, jenis
tanah, dan kemiringan lahan pada lokasi penelitian.
Pada penelitian ini digunakan 2 peta penggunaan yang berbeda, yakni
penggunaan tahun 2008 dan penggunaan lahan tahun 2011. Kedua peta ini
sebelumnya disesuaikan dalam format file(.shp). Peta penggunaan lahan tahun 2008
digunakan pada proses simulasi permodelan, sedangkan peta penggunaan lahan tahun
2011 digunakan pada proses validasi permodelan. Tujuan menggunakan peta
penggunaan lahan yang berbeda ini adalah untuk melihat pengaruh perubahan
penggunaan lahan terhadap permodelan. Perubahan penggunaan lahan dari tahun
2008 ke tahun 2011 berdampak pada respon hidrologi air tanah dan air permukaan.
Gambar 3 menyajikan peta tata guna lahan tahun 2008, sedangkan Gambar 4
menyajikan peta tata guna lahan 2011.

Gambar 3 Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Tengah Tahun 2008

13

Gambar 4 Peta Penggunaan Lahan Ciliwung Tengah Tahun 2011

Tabel 2 Penggunaan lahan Sub DAS Ciliwung Tengah
No
1
2
3
4
5

Penggunaan Lahan
Hutan Tanaman
Pemukiman
Badan Air
Pertanian Lahan Kering
Sawah

_Tahun 2008_
ha
%
2
0.001
90404
65.186
250
0.180
47022
33.905
1009
0.728

_Tahun 2011_
Perubahan
(ha)
ha
%
2
0.001
0
112268 80.951
21864
224
0.162
-26
25242 18.201
-21780
951
0.686
-58

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa Sub DAS Ciliwung Tengah terbagi atas 5 jenis
penggunaan lahan. Dengan total luas wilayah 13149,96 hektar penggunaan lahan Sub
DAS Ciliwung Tengah didominasi oleh pemukiman yang mencapai 65,19% pada
tahun 2008 dan 80,95% pada tahun 2011. Penggunaan lahan sebagai hutan tanaman
menjadi yang paling kecil persentasenya yakni hanya 0,001% dari luas wilayah
keseluruhan. Jika dibandingkan penggunaan lahan tahun 2008 dan 2011, terjadi

14

perubahan penggunaan lahan yang signifikan. Persentase pemukiman juga meningkat
dari 65,18% menjadi 80,95% memberikan dampak meningkatnya aliran permukaan.
Berkurangnya badan air sebesar 26 ha disebabkan ditutupnya tambak-tambak ikan.
Hal ini berdampak meningkatnya limpasan permukan dan berubahnya struktur tanah
yang akan mempengaruhi infiltrasi.

Gambar 5 Peta Jenis Tanah Sub DAS Ciliwung Tengah
Tabel 3 Jenis tanah Sub DAS Ciliwung Tengah
Jenis Tanah
Luas (ha)
%
Podzol Merah (PZM)
3578,67
27,21
Latosol Coklat (LCK)
9571,29
72,79
Total
13149,96262
100
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa Sub DAS Ciliwung Tengah didominasi oleh
jenis tanah Latosol Coklat dengan persentase luas 72,79% dari luas total sebesar

15

13149,96 ha. Podzol merah merupakan jenis tanah lainnya yang ada di Sub DAS
Ciliwung Tengah.
Podzol merah merupakan tanah berwarna abu-abu muda sampai kekuningan pada
organik permukaan sedang, lapisan bawah berwarna merah atau kuning dengan kadar
bahan organik dan kejenuhan basa yang rendah serta reaksi tanah masam sampai
sangat masam (pH 4,2– 4,8) (PPT, 1982). Tanah Latosol memiliki kadar unsur hara
dan organik yang cukup rendah, sedangkan produktivitas tanahnya dari sedang
sampai tinggi. Tanaman yang bisa ditanam pada jenis tanah ini adalah padi
(persawahan), sayur-sayuran dan buah-buahan, palawija, kelapa sawit, karet,
cengkeh, kopi dan lada (Pusat Penelitian Tanah, 1982). Setiap jenis tanah memiliki
nilai parameter yang berbeda-beda dan dimasukkan ke database program SWAT.

Gambar 6 Peta Kemiringan Lahan Sub DAS Ciliwung Tengah
Tabel 4 Kemiringan lahan Sub DAS Ciliwung Tengah
Kemiringan Lereng (%)
Luas
%
0-8
64718
46,66
8-15
53941
38,89
15-25
18214
13,13
25-40
1765
1,27
>40
49
0,04
Total
13149,96
100

16

Pada Tabel 4 disajikan data kemiringan lahan pada Sub DAS Ciliwung Tengah.
Dari tabel tersebut dapat dilihat hampir setengah wilayah memiliki kemiringan yang
relatif landai berkisar 0-8. Sedangkan sisanya didominasi kemiringan 8-15 dengan
persentase 38,89% dari total luas wilayah.
Kalibrasi dan Validasi Model

10/1/2010

7/1/2010

4/1/2010

1/1/2010

10/1/2009

7/1/2009

4/1/2009

1/1/2009

10/1/2008

7/1/2008

4/1/2008

1/1/2008

10/1/2007

7/1/2007

4/1/2007

0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
1/1/2007

Debit (m3/dt)

200.00
180.00
160.00
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

Curah Hujan (mm/hari)

Simulasi permodelan SWAT dilakukan dengan menggunakan data iklim dari
tahun 2003 sampai tahun 2013 dan peta penggunaan lahan tahun 2008. Perubahan
unsur-unsur iklim dapat mempengaruhi satu sistem hidrologi, dalam artisan
perubahan suatu iklim dapat mengakibatkan dampak yang kompleks terhadap neraca,
kebutuhan, ketersediaan, dan kualitas air (Field et al 2008 dalam Setiawan, 2013).

Tanggal
Debit Observasi

Debit Simulasi

Curah Hujan

Debit Observasi (m3/dt)

Gambar 7 Grafik Perbandingan Debit Observasi dan Simulasi Sebelum Kalibrasi
200
150
100

R² = 0.385

50
0
0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

160.00

Debit Simulasi m3/dt)

Gambar 8 Grafik Hubungan Debit Simulasi dan Observasi Sebelum Kalibrasi

Data weather generator yang digunakan pada proses simulasi diperoleh dari Pos
MT Haryono pada tahun 2003 hingga 2013. Data weather generator berupa radiasi
matahari, kecepatan angin, suhu, curah hujan, dan titik embun pada proses simulasi
ini. Pada penelitian ini variabel yang diuji adalah debit aliran pada daerah tangkapan
1 (FLOW_OUT_1) karena debit dari seluruh daerah tangkapan terakumulasi di

17

daerah tangkapan 1 (Subbasin 1). Pada proses simulasi akan menghasilkan
perbandingan debit simulasi dan debit observasi harian yang disajikan pada Gambar
7.
Dari Gambar 8 terlihat bahwa masih banyak terlihat perbedaan antara debit hasil
simulasi dengan debit observasi. Pada permodelan ini diperoleh nilai NSE dan R2
sebesar 0,25 dan 0,38. Nilai ini masuk ke dalam kategori kurang memuaskan dan
berarti model belum mampu menggambarkan debit puncak dalam waktu yang sama
dengan debit observasi. Untuk itu perlu dilakukan proses kalibrasi dan validasi agar
debit simulasi dari model SWAT mendekati debit observasi di lapangan.
Kalibrasi merupakan proses pemilihan kombinasi parameter untuk meningkatkan
koherensi antara respon hidrologi yang diamati/diukur dengan hasil simulasi.
Kalibrasi model dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang adaptif di lapangan.
Untuk mengetahui hubungan antara hasil simulasi (output) model dengan keadaan di
alam maka hasil simulasi model tersebut perlu dibandingkan dengan data observasi.
Kemudian dilakukan penyesuaian nilai parameter yang berpengaruh terhadap kondisi
hidrologi kawasan DAS sehingga pada akhirnya diperoleh hasil simulasi yang
mendekati nilai observasi (Yustika, 2009).
Karena diperoleh hasil simulasi yang nilainya masih jauh dari observasi perlu
dilakukan kalibrasi. Proses ini bertujuan untuk mendekatkan hasil debit simulasi
dengan debit observasi di lapangan. Kalibrasi ini dilakukan dengan memperhitungkan
parameter hidrologi yang cocok untuk Sub DAS Ciliwung Tengah. Perhitungan
parameter ini dilakukan dengan caratrial and error.Data yang dikalibrasi adalah data
simulasi pada tahun 2008-2011. Walaupun ketersediaan data ada pada tahun 20042013, tetapi data empat tahun pertama digunakan untuk warming-up pada running
ArcSWAT 2012. Terdapat 500 paremeter hidrologi yang di dalam database SWATCUP. Dari 500 parameter tersebut akan dipilih beberapa parameter yang akan
digunakan. Pemilihan dilakukan berdasarkan sensitivitas setiap parameter.Parameter
terpilih disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Parameter terpilih dalam proses kalibrasi
Nilai
Nilai
No
Parameter
Nilai Terpilih
Minimum
Maksimum
1 V__CN2.mgt
75.875
75
80
2 V__ALPHA_BF.gw
0.985
0.8
1
3 V__GW_DELAY.gw
21.25
20
30
4 V__GWQMN.gw
742.5
740
760
5 V__SLSUBBSN.hru
87.125
85
90
6 V__CH_L1.sub
12.625
10
15
7 V__CH_N2.rte
0.2775
0
0.3
8 V__ESCO.hru
0.925
0
1
9 V__EPCO.hru
0.675
0
1
10 V__CH_K2.rte
37.5
0
500

18

160
140
120
100
80
60
40
20
0

0
20
40
60
80
100
120
140
160

Curah Hujan (mm/hari)

Debit (m3/dt)

Terdapat 10 parameter yang dipilih berdasarkan sensitivitas yang dapat
mempengaruhi debit simulasi. Dalam pemilihan parameter tersebut dilakukan dengan
melakukan trial-error hingga hingga didapatkan parameter yang meningkatkan nilai
NSE. Dalam suatu model skala DAS terdapat banyak ketidakpastian yang mencakup
konsep yang digunakan, data input yang digunakan, dan penghitungan parameter.
Abbaspour (2008) menyatakan bahwa ketidakpastian konsep mencakup a)
penyederhanaan konsep yang digunakan, b) proses yangterjadi dalam suatu DAS
tidak terdapat dalam model (erosi angin dan longsor), c)proses yang dihitung dalam
suatu model akan tetapi pengguna tidak mengetahuiproses yang terjadi dalam DAS
misalnya irigasi, transfer air dan peternakan ayam yang mempengaruhi kualitas air
dan d) adanya suatu proses yang tidak diketahui pembuat/pengguna model dan tidak
terdapat dalam model misalnya pembangunanjalan, dam dan terowongan.
Ketidakpastian input data mencakup kesalahan dalam memasukkan data input
seperti data curah hujan. Penyebabnya adanya beberapa parameter yang berpengaruh
terhadap output sehingga tidak diketahui parameter yang paling dominan dan bersifat
unik. Kondisi suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya menyebabkan
parameter yang mempunyai pengaruh dalam suatu DAS juga berbeda. Parameter
yang menentukan dalam suatu DAS dapat berbeda dengan DAS lainnya. Proses
kalibrasi dengan menggunakan SWAT CUP ini diperoleh nilai yang NSE dan R2
terbaik pada iterasi ke 146 dan simulasi nomor 17. Hasil kalibrasi dengan
menggunakan 10 parameter diatas dapat meningkatkan nilai NSE mencapai 0,43, Dan
R2 menjadi 0,43. Oleh karena itu dari hasil kalibrasi ini akan didapatkan nilai debit
simulasi yang baru. Pada Gambar 9 disajikan perbandingan debit observasi dengan
debit simulasi yang telah dikalibrasi.

Tanggal
Debit Observasi

Debit Simulasi

Curah Hujan

Gambar 9 Grafik Perbandingan Debit Observasi dan Simuasi Setelah Kalibrasi

19

Tahap selanjutnya adalah melakukan validasi permodelan pada data simulasi
tahun 2012-2013. Validasi adalah proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan
gambaran tentang tingat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu model untuk
memprediksi proses hidrologi (Andayani, 2014). Validasi ini dilakukan dengan
memasukkan nilai dari 10 parameter yang ada di tahap kalibrasi ke tahun yang
berbeda. Peta penggunaan lahan yang digunakan adalah peta penggunaan lahan tahun
2011 yang dapat dilihat pada Gambar 4. Dengan adanya perubahan penggunaan lahan
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, maka akan dilihat kevalidan model. Nilai dari
10 parameter yang terpilih pada saat kalibrasi dimasukkan ke ArcSWAT 2012 dan
dilakukan input parameter pada subbasin nomor 1 kemudian dilakukan running
SWAT. Setelah dilakukan running SWAT maka akan didapatkan model simulasi
debit hasil validasi tahun 2011-2012. Grafik perbandingan debit simulasi permodelan
yang telah divalidasi dengan data observasi debit harian disajikan Gambar 10.

Debit Observasi (m3/dt)

Gambar 10 Grafik Perbandingan Debit Observasi dengan Debit Simulasi Setelah
Validasi
140
120
100
80
60
40
20
0

R² = 0.569

0

20

40

60

80

100

120

Debit Simulasi (m3/dt)

Gambar 11 Grafik Hubungan Debit Simulasi dan Observasi Setelah Validasi

20

Pada proses validasi menghasilkan nilai R2 0,56 dan NSE 0,55. Artinya, model
masuk kategori memuaskan dan dapat digunakan. Dengan menggunakan model
SWAT yang telah divalidasi, diperoleh nilai rata-rata debit harian di Sub DAS
Ciliwung Tengah sebesar 13,8 m3/dt dan nilai rata-rata debit observasi adalah 14,44
m3/dt.

SIMPULAN
Dengan model SWAT yang telah divalidasi diperoleh nilai rata-rata debit harian di
Sub DAS Ciliwung Tengah sebesar 13,8 m3/dt dan nilai rata-rata debit observasi
adalah 14,44 m3/dt. Model Sub DAS Ciliwung Tengah ini telah masuk ke dalam
kategori memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour KC. 2008. SWAT-CUP2: SWAT Calibration and Uncertainty Programs.
Deubendorf: Departement of System Analysis, Integrated Assessment and
Modedlling (SIAM), Eawag, Swiss Federal Institute of Aquatic Science amd
Technology.
Andayani K. 2014. Analisis Hidrologi di Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan
Model SWAT [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor (ID).
Bettinger P, Wing MG. 2004. Geographic Information Systems : Applications in
Forestry and Natural Resources Management. New York : McGraw-Hill
Companies, Inc.
Chang K. 2004. Introduction to Geographic Information Systems. New York :
McGraw-Hill Companies, Inc.
Gandasamita K., Wiradisastra, Ardiansyah, M., dan Munibah, K. 2003. Diktat Mata
Kuliah Kartografi. Laboratorium Kartografi dan Penginderaan Jauh. Bogor:
Jurusan Tanah Institut Pertanian Bogor.
Latifah I. 2013.Analisis Ketersediaan Air, Sedimentasi, dan Karbon Organik dengan
Model SWAT Di Hulu DAS Jeneberang, Sulawesi Selatan [Thesis]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor (ID).
Lee R. 1990. Hidrologi Hutan. Yogyakarta: UGM Press.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, and William J. R. 2004. Soil and
Water Assessment Tools Input/Output File Documentation Version 2005. [ebook] Texas: Agricultural Research Service US
Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub-DAS. Bogor:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan

21

[PPEJAWA] Pusat Penelitian Ekoregion Jawa, 2012. DAS Ciliwung.
http://ppejawa.com/ekoregion/das-ciliwung/ (19 Maret 2015)
[PPT] Pusat Penelitian Tanah. 1982. Klasifikasi Tanah Indonesia. Bogor: PPT.
Rau M I. 2012. Analisis Debit Sungai dengan Menggunakan Model SWAT pada
DAS Cipasauran, Banten [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Setiawan D. 2013.Kajian Pengaruh Perubahan Iklim dan Tata Guna Lahan Di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu Terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Air
Saguling [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor (ID).
[USDA] United States Department of Agriculture. 1986. Urban Hydrology for Small
Watershed. 210-VI-TR-55, Second Ed. Kansas: United States Department of
Agriculture
Wahyuni. 2012. Karakteristik Debit Sungai Pada DAS Talio Hulu (Sub DAS
Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa) [Skripsi]. Makassar: Universitas
Hasanuddin (ID).
Yustika RD. 2009. Pengelolaan Lahan Terbaik Untuk Mengurangi Aliran Permukaan
di Sub DAS Ciliwung Hulu [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
22

Mulai
Pengumpulan Data

Data Iklim (2003-2013) :
- Curah Hujan Harian
- Kelembaban
- Lama Penyinaran
- Suhu
- Angin

Data Spasial :
- Peta Penggunaan Lahan 2008
- Peta Jaringan Aliran Sungai
- Peta Batas Sub DAS
- Peta Jenis Tanah
- Koordinat Titik Outlet

Data Debit
Harian
(2003-2013)

Peta
Penggunaan
Lahan 2011

Proses Delineasi
Pembentukan HRU

Simulasi Debit

Kalibrasi Model
(SWAT CUP)

NS≥0,36

Validasi Model

Selesai

23

Lampiran 2 Tabel Nilai Curve Number (CN)

Sumber: USDA,1986

24

Lampiran 3 Diagram Alir Penentuan Nilai Curve Number (CN)

Sumber: USDA, 1986

25

Lampiran 4 Pembagian Segmen DAS Ciliwung

Sumber: PPEJAWA, 2012

26

Lampiran 5 Pembagian Sub DAS Ciliwung Berdasarkan Batas Administrasi

Sumber: PPEJAWA, 2012

27

RIWAYAT HIDUP
Arya Satria Utama lahir di Pekanbaru pada 8 Juli 1994 dari
pasangan bapak Agung Prasetyo dan Ibu Nur’aini Jaafar. Penulis
merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai
pendidikan di SDN 003 Sail (2000-2006), lalu di SMPN 4
Pekanbaru (2006-2008), dan dilanjutkan di SMAN 8 Pekanbaru
(2008-2011). Penulis lulus dari SMAN 8 Pekanbaru pada tahun
2011 dan diterima di IPB melalui jalur SNMPT Undangan di
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan
kepanitiaan seperti menjadi Ketua Departemen Olahraga dan Seni HIMATESIL
2014, Ketua Asrama Riau 2013, anggota Humas ICEF 2013, dan Tim Kreatif
PONDASI 2013. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2014 di
PAM JAYA DKI Jakarta dan menyusun laporan dengan judul “Potensi dan
Pengelolaan Air Minum di PAM JAYA DKI Jakarta”. Untuk menyelesaikan
program sarjana, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi berjudul
“Analisis Debit Sungai di Sub DAS Ciliwung Tengah dengan Menggunakan
Model SWAT ” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA.