Analisis Hidrologi di Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan Model SWAT

ANALISIS HIDROLOGI DI SUB DAS CILIWUNG HULU
MENGGUNAKAN MODEL SWAT

KURNIA ANDAYANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hidrologi di
Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan Model SWAT adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Kurnia Andayani
NIM E14090019

ABSTRAK
KURNIA ANDAYANI. Analisis Hidrologi di Sub DAS Ciliwung Hulu
Menggunakan Model SWAT. Dibimbing oleh NANA MULYANA ARIFJAYA.
DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS yang memiliki kondisi kritis.
Kondisi tersebut disebabkan oleh meningkatnya kawasan pemukiman di wilayah
hulu. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap karakteristik
hidrologinya. Perubahan ini menyebabkan meningkatnya limpasan dan potensi
banjir di wilayah DKI Jakarta. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengelolaan DAS
yang baik. Model SWAT dapat diaplikasikan untuk memprediksi limpasan dan
neraca air. Hasil validasi Model SWAT dengan data harian curah hujan tahun
2001−2010 menunjukkan nilai NSE 0.53 dan R2 0.57, artinya model SWAT dapat
memprediksi kondisi hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu dengan memuaskan.
Dengan jumlah curah hujan Sub DAS Ciliwung Hulu yaitu 3 790.12 mm/tahun,
analisis SWAT menunjukkan limpasan 38.45% (1 457.38 mm/tahun),
evapotranspirasi 22.06% (836.04 mm/tahun), aliran lateral 20.31% (769.92
mm/tahun), perkolasi 15.28% (579.02 mm/tahun), dan aliran bawah tanah 3.90%
(147.77 mm/tahun). Simulasi SWAT berupa aplikasi sumur resapan yang fungsi

infiltrasinya mendekati hutan dapat mereduksi limpasan 46.17% (672.93
mm/tahun).
Kata kunci: Ciliwung Hulu, karakteristik hidrologi, limpasan, model SWAT

ABSTRACT
KURNIA ANDAYANI. Applied SWAT Model for Hydrology Analysis at Upper
Ciliwung Watershed. Supervised by NANA MULYANA ARIFJAYA.
The Ciliwung Watershed is one of the area which has a critical condition.
It caused by residential increased in upper area. This condition change of
hydrologic characteristics such as run off increased and flood risk. It means
Ciliwung Watershed management must be improve. SWAT model can applied for
watershed management scenario, such as predict run off and water balance. Model
validation used daily data from 2001 to 2010 resulted the NSE 0.53 and R2 0.57, it
means SWAT model is satisfy to predict hydrological conditions of the Upper
Ciliwung Watershed. SWAT model shows by input annual rainfall 3 790.12 mm
results run off 38.45% (1 457.38 mm/year), evapotranspiration 22.06% (836.04
mm/year), lateral flow 20.31% (769.92 mm/year), percolation 15.28% (579.02
mm/year), and ground water 3.90% (147.77 mm/year). Applied recharging well
scenario at settlement area with the infiltration function similar with forest predict
can reduce run off 46.17% (672.93 mm/year).

Keywords: hydrologic characteristics, run off, SWAT model, Upper Ciliwung

ANALISIS HIDROLOGI DI SUB DAS CILIWUNG HULU
MENGGUNAKAN MODEL SWAT

KURNIA ANDAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Hidrologi di Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan
Model SWAT

Nama
: Kurnia Andayani
NIM
: E14090019

Disetujui oleh

Dr Ir Nana Mulyana Arifjaya, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc FTrop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul Analisis Hidrologi di Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan Model
SWAT. Penulis mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1.
Kedua orangtua, yakni Bapak Iman Santoso dan Ibu Sri Windiati, serta
seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi, doa, dukungan materiil
dan kasih sayang.
2.
Bapak Dr Ir Nana Mulyana Arifjaya, MSi selaku dosen pembimbing yang
dengan penuh dedikasi dan kesabaran senantiasa membimbing,
memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
3.
Bapak Ir Siswoyo, MSi selaku dosen penguji Sidang Komprehensif
perwakilan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan
Dr Ir Budi Kuncahyo, MS selaku Ketua Sidang yang telah menguji penulis
dan memberikan kritik serta saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
4.
Mas Ardiyanto yang selama ini telah menyediakan waktu untuk
memberikan ilmunya tentang aplikasi SWAT.
5.

Keluarga besar Sanggar Obor Sakti Kota Bogor, para sahabat yang selalu
menemani penulis dalam suka maupun duka.
6.
Bergas Chahyo Baskoro, SHut. Sahabat yang setia memberikan dukungan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
7.
Keluarga besar UKM LISES Gentra Kaheman dan UKM Uni Konservasi
Fauna, dua organisasi yang membuat kehidupan penulis semasa kuliah
menjadi “tidak biasa”.
8.
Keluarga besar MNH 46 khususnya teman-teman Laboratorium Hidrologi
dan DAS Fakultas Kehutanan IPB atas kebersamaan yang terjalin selama
ini.
9.
Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi dan tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Sebagai manusia yang penuh keterbatasan, penulis menyadari bahwa
penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran, kritik, dan masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2014
Kurnia Andayani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2


Alat

2

Prosedur Analisis Data

2

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Daerah Penelitian

4


Iklim

5

Aplikasi Model SWAT

6

Analisis Hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu

12

Analisis Limpasan Menggunakan Skenario Perubahan Tutupan Lahan

14

KESIMPULAN DAN SARAN

15


Kesimpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL
1 Kriteria nilai statistik NSE
2 Tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1996, 2002, 2011
3 Luas sub basin hasil analisis SWAT
4 Tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2011
5 Karakteristik HRU di Sub Basin Ciliwung Hulu
6 Parameter sensitif terhadap debit aliran dalam model SWAT
7 Parameter masukan kalibrasi
8 Parameter paling sensitif dalam proses kalibrasi

3
5
7
7
8
9
10
12

DAFTAR GAMBAR
1 Sub DAS Ciliwung Hulu
2 Rataan curah hujan bulanan (2001−2010) dari SPAS Katulampa,
Gadog, dan Gunung Mas
3 Hidrograf debit simulasi dan observasi setelah dilakukan kalibrasi
4 Hidrograf debit simulasi dan observasi setelah dilakukan validasi
5 Karakteristik hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu
6 Perubahan limpasan di Sub DAS Ciliwung Hulu berdasarkan skenario
perubahan tutupan lahan

4
6
9
12
13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung Hulu merupakan kawasan
penyangga bagi DKI Jakarta. Kementrian Kehutanan dan Kementrian Pekerjaan
Umum menetapkan DAS Ciliwung sebagai DAS kritis dan super prioritas sehingga
diperlukan upaya konservasi dengan segera (Holipah 2012). Kerusakan wilayah
hulu DAS Ciliwung tidak semata-mata sebagai akibat dari kegiatan pertanian,
tetapi juga oleh tumbuhnya pemukiman, villa, dan prasarana lainnya yang tidak
berwawasan lingkungan. Sub DAS Ciliwung Hulu juga merupakan kawasan
wisata yang terus berkembang. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap karakteristik hidrologinya. Contoh dari perubahan karakteristik hidrologi
yang terjadi adalah meningkatnya limpasan dan potensi banjir di wilayah DKI
Jakarta.
Kerusakan sumberdaya lahan DAS menuntut usaha-usaha perbaikan untuk
peningkatan kembali kualitas lahannya. Penggunaan suatu model hidrologi adalah
salah satu cara yang banyak digunakan untuk merencanakan pengelolaan DAS
karena dapat menghemat waktu dan biaya. Salah satu model yang digunakan
adalah model SWAT (Soil and Water Assessment Tool). Model SWAT adalah
model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan
lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertanian.
Model ini telah berhasil digunakan dalam memprediksi ketersediaan air pada 18
negara di Afrika Barat (Abbaspour et al. 2008).
Penggunaan model pada suatu DAS harus dilakukan tahap validasi sebab
setiap DAS mempunyai karakterisitik yang berbeda. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Arifianto (2011) menghasilkan nilai validasi 0.11 untuk R2 dan
0.04 untuk NSE (Nash-Sutchliffe coefficient of Efficiency). Nilai tersebut masih
jauh dari kategori memuaskan dalam penggunaan sebuah model. Model dianggap
valid bila model tersebut dapat menggambarkan atau mendekati keadaan
sebenarnya yang dapat diukur dengan standar deviasi rendah dan efisiensi model
tinggi.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Melakukan kalibrasi dan validasi model SWAT di Sub DAS Ciliwung
Hulu.
Menganalisis kondisi neraca air di Sub DAS Ciliwung Hulu.
Menghitung limpasan di Sub DAS Ciliwung Hulu berdasarkan skenario
perubahan tutupan lahan.
Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi para stakeholder dalam menyusun kebijakan perencanaan tata guna dan
tutupan lahan di sekitar Sub DAS Ciliwung Hulu.

2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Sub DAS Ciliwung Hulu yang terletak antara
6o37‟48”−6o46‟12” LS dan 106o49‟48”−107o05‟00” BT, dimulai dari Gunung
Pangrango di Kabupaten Cianjur dan bermuara di Katulampa. Adapun penelitian
dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2013.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah data spasial DEM (Digital Elevation Mode)
resolusi 30 x 30 m untuk wilayah DAS Ciliwung, peta tanah, peta tutupan lahan
Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 1996, 2002, dan 2011, data iklim, data debit
sungai harian SPAS (Stasiun Pengukur Aliran Sungai) Katulampa tahun
2001−2010, serta data curah hujan harian dari 3 pos penakar hujan yaitu
Katulampa, Gadog, dan Gunung Mas. Data bersumber dari BPDAS (Badan
Pengelola Daerah Aliran Sungai) Citarum-Ciliwung (2011).
Alat
Alat yang digunakan meliputi seperangkat komputer dengan sistem
operasi Microsoft Windows 7 yang dilengkapi software Arc GIS 9.3, Arc SWAT
2009.93.7b, SWAT-CUP (SWAT-Calibration Uncertainty Program) 4.3.7,
Microsoft Office Access 2010, Microsoft Office Word 2010, dan Microsoft Office
Excel 2010.
Prosedur Analisis Data
Model SWAT dilakukan melalui 4 tahap yaitu delineasi DAS,
pembentukan HRU (Hydrology Response Unit), input data iklim, dan running
SWAT. Tahap selanjutnya adalah melakukan kalibrasi dan validasi menggunakan
software SUFI2.SWAT-CUP (Sequencial Uncertainty Fitting version 2. Soil and
Water Assessment Tool-Calibration and Uncertainty Programs).
Kalibrasi dan validasi bertujuan agar output model yang digunakan
hasilnya mendekati dengan output dari DAS yang diuji dan membuktikan bahwa
suatu proses/metode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan. Tahap ini dilakukan terhadap nilai debit tahun
2003−2004 (kalibrasi) dan 2005−2006 (validasi) dengan cara membandingkan
antara debit hasil prediksi dengan debit hasil observasi.
Analisis statistik yang digunakan dalam kalibrasi dan validasi yaitu
dengan menggunakan koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe coefficient of
Efficiency (NSE). Nilai R2 dan NSE berkisar antara 0 sampai dengan 1. Nilai R2
dan NSE yang mendekati 1 menunjukkan hubungan yang erat antara data simulasi
dengan data observasi. Junaedi (2009) menggolongkan hasil simulasi menjadi 3
kelompok seperti pada Tabel 1.

3

Tabel 1 Kriteria nilai statistik NSE
Kriteria

NSE
NSE≥0.75
0.36≥NSE>0.75
NSE45%). Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi
oleh topografi landai 27.96% (3 991.22 ha), diikuti oleh topografi datar 21.90% (3
125.67 ha), agak curam 20.38% (2 908.85 ha), curam 20.33% (2 902.78 ha), dan
sangat curam 9.43% (1 346.88 ha).
Iklim
Rata-rata curah hujan dari 3 stasiun hujan yaitu Katulampa, Gunung Mas,
dan Gadog selama 10 tahun (2001−2010) menunjukkan bahwa curah hujan
maksimum terjadi pada bulan Februari sebesar 576.2 mm dan diikuti bulan

6

Januari 510.67 mm. Kedua bulan tersebut merupakan bulan yang rentan terjadi
banjir. Pada bulan Januari, curah hujan harian maksimum mencapai 111 mm dan
pada bulan Februari curah hujan harian maksimum mencapai 172 mm. Curah
hujan minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu 128.98 mm. Curah hujan
tahunan dapat mencapai 3 000 mm. Grafik dari sebaran rata-rata curah hujan
dapat dilihat pada Gambar 2.
700

Curah hujan (mm)

600
500
400
300
200
100
0

Gambar 2 Rataan curah hujan bulanan (2001−2010) dari SPAS Katulampa,
Gadog, dan Gunung Mas
Berdasarkan hasil pengukuran di SPAS Katulampa diperoleh data suhu
maksimum rata-rata 27.04oC sedangkan suhu minimum rata-rata 20.870C.
Kelembaban nisbi berkisar antara 84.58% sampai 87.06%. Radiasi surya
mencapai titik terendah pada nilai 12.15% dan tertinggi yaitu 21.42%. Kecepatan
angin sepanjang tahun tidak seragam dengan rerata 0.81 m/s.
Aplikasi Model SWAT
Delineasi DAS dan sub DAS
Berdasarkan hasil analisis SWAT, Sub DAS Ciliwung Hulu memiliki
elevasi antara 345 sampai 2 787 mdpl. Area yang terbentuk seluas 14 275.40 ha.
Artinya terdapat pengurangan lahan seluas 816.80 ha atau terjadi error 5.40% dari
luasan awal 15 092.20 ha. Nilai error disebabkan adanya anak sungai yang tidak
terhubung atau masuk ke outlet Katulampa sehingga tidak termasuk dalam
wilayah penelitian. Model SWAT mendelineasi sebanyak 7 sub-sub DAS atau sub
basin (Tabel 3).

7

Tabel 3 Luas sub basin hasil analisis SWAT
Subbasin
1
2
3
4
5
6
7
Total

Nama sub basin
Ciseuseupan
Ciesek
Cibalok
Cisuren
Cisukabirus
Cisarua
Ciliwung Hulu

Luas area hasil simulasi (ha)
1 488.63
2 453.24
88.63
1 900.81
1 533.38
2 128.83
4 681.88
14 275.40

Luas awal (ha)
1 237.10
2 570.30
616.40
1 631.00
1 830.10
2 339.10
4 868.20
15 092.20

Pembentukan HRU (Hydrology Response Unit)
HRU adalah bagian dari wilayah sub DAS yang memiliki keunikan dalam
hal landuse, jenis tanah, ataupun menejemen lahan. Pada tahap ini SWAT akan
membaca kode tutupan lahan dan jenis tanah yang telah ditambahkan oleh SWAT
pada peta raster tutupan lahan dan tanah. Data lain yang diinput adalah data
kemiringan lereng. Pembagian HRU dilakukan dengan menggunakan threshold
atau selang ambang kesalahan sebesar 3% untuk tutupan lahan, 5% untuk jenis
tanah, dan 3% kemiringan lereng, sehingga menghasilkan 278 HRU.
Hasil analisis SWAT menunjukkan Sub DAS Ciliwung Hulu menjadi 8
jenis tutupan lahan, yaitu hutan, perkebunan teh, sawah, tegalan/ladang,
semak/belukar, tanah kosong, badan air, dan pemukiman. Peta tutupan lahan yang
digunakan dalam analisis adalah peta tutupan lahan tahun 2011. Adanya nilai
error kembali mempengaruhi luas area yang terbentuk, sehingga terjadi perbedaan
luas antara hasil analisis SWAT dengan data awal. Proporsi luas tutupan lahan dan
tanah masing-masing dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Tutupan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu tahun 2011
Kode
SWAT
FRSE
URHD
COTS
AGRR
RICE
LBLS
WATR
PAST

Definisi
Forest evergreen
Residental high density
Upland cotton harvested
Agricultural land row crops
Paddy field
Little blue stem
Water
Pasture

Jenius tutupan lahan
Hutan
Pemukiman
Perkebunan teh
Tegalan/ladang
Sawah
Semak/belukar
Badan air
Tanah kosong
Total

Luas hasil analisis
Ha
%
4 559.28 31.94
2 991.24 20.95
2 836.00 19.87
2 345.12 16.43
954.01 6.68
499.55 3.50
52.90 0.37
37.29 0.26
14 275.40
100

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa tutupan lahan tahun 2011
didominasi oleh hutan dengan presentase 31.94%. Tutupan lahan yang
mendominasi setelah hutan adalah pemukiman diikuti oleh perkebunan teh dengan
persentase 20.95% dan 19.87%. Berdasarkan HRU report sub basin 7 yaitu
Ciliwung Hulu merupakan area yang didominasi oleh hutan. Seluas 1 515.84 ha

8

hutan (33.24%) dari luas hutan yang ada di Sub DAS Ciliwung Hulu berada di
sub basin 7 (Tabel 5) yaitu pada HRU 271−278. Tanah yang mendominasi pada
HRU tersebut adalah jenis tanah Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts
dengan topografi dominan adalah curam. Selain tutupan lahan hutan, pada sub
DAS 7 juga terdapat tutupan lahan perkebunan teh, tegalan/ladang, sawah,
semak/belukar, dan pemukiman.
Tabel 5 Karakteristik HRU di Sub Basin Ciliwung Hulu
HRU
271
272
273
274
275
276
277
278

Kode HRU
FRSE/Tanah1/45−9999
FRSE/Tanah1/15−25
FRSE/Tanah1/25−45
FRSE/Tanah1/8−15
FRSE/Tanah2/45−9999
FRSE/Tanah2/25−45
FRSE/Tanah2/15−25
FRSE/Tanah2/8−15
Total

Luas (ha)
219.94
78.61
194.32
20.31
212.87
498.20
215.56
76.03
1 515.84

Luas (%) dari
seluruh lahan hutan
14.05
5.19
12.82
1.34
14.04
32.87
14.22
5.02
33.24

Parameterisasi Model
Dalam menetukan nilai parameter terdapat tiga cara yaitu manual,
otomatis, dan kombinasi. Metoda manual dilakukan dengan mencocokkan nilai
parameter secara manual dengan cara coba-coba. Metoda otomatis menggunakan
algoritma untuk menentukan nilai fungsi objektif dan digunakan untuk mencari
kombinasi dan permutasi parameter dengan tingkat keakuratan yang optimum.
Metoda kombinasi dilakukan dengan menggunakan kalibrasi otomatis, untuk
menentukan kisaran parameter selanjutnya dilakukan trial and error agar
mendapatkan detail kombinasi yang optimal (Indarto 2012). Dalam mencari nilai
kalibrasi yang sesuai untuk Sub DAS Ciliwung Hulu, digunakan metoda
kombinasi yaitu dengan menggunakan model SWAT-CUP dan kalibrasi manual.
Parameter yang digunakan dalam proses kalibrasi suatu model dapat
berbeda antar suatu DAS karena setiap DAS memiliki karakteristik tersendiri
yang bervariasi. Nilai parameter simulasi disesuaikan untuk menghasilkan
keluaran yang mendekati nilai yang adaptif di lapangan. Dalam penelitian ini
digunakan 18 parameter yang terkait dengan metode penelusuran air di aliran
sungai (.bsn), aliran dasar (.gw), saluran utama (.rte), parameter pada tingkat sub
das (.sub), dan parameter tingkat hru (.hru) (Tabel 6).

9

Tabel 6 Parameter sensitif terhadap debit aliran dalam Model SWAT
No

Parameter

1
2
3
4

ALPHA_BF.gw
GW_DELAY.gw
DEEPST.gw
SHALLST.gw

5

GW_QMN.gw

6
7
8
9

GW_REVAP
REVAPMN.gw
GW_SPYLD.gw
CH_K2.rte

10

CH_K1.sub

11
12
13
14
15

SLSSUBBSN.hru
HRU_SLP.hru
OV_N.hru
ESCO.hru
EPCO.hru

16

ALPHA_BNK.rte

17
18

SURLAG.bsn
RCRGH_DP.gw

Definisi

Satuan

Faktor alpha aliran dasar
Masa jeda air bawah tanah kembali ke sungai
Kedalaman awal muka air tanah dalam
Kedalaman awal muka air tanah dangkal
Kedalaman ambang air pada akuifer dangkal yang
dibutuhkan
Koefisien evaporasi dari zona perakaran
Batas kedalaman air di akuifer dangkal
Kapasitas lapang akuifer dangkal
Konduktivitas hidrolik pada sungai utama
Konduktivitas hirdrolik efektif pada saluran
cabang
Panjang kemiringan aliran permukaan
Ratio kemiringan aliran permukaan
Koefisien manning untuk aliran bawah tanah
Faktor pergantian evaporasi tanah
Faktor pergantian evaporasi tanaman
Aliran resesi konstan atau resesi proporsional pada
tepi sungai
Koefisien jeda aliran permukaan
Fraksi perkolasi akuifer dalam

hari
hari
mm
mm
mm
mm
m3/m3
mm/hari
mm/hari
mm
m/m
hari
hari


Kalibrasi Debit Aliran
Kalibrasi merupakan proses pemilihan kombinasi parameter untuk
meningkatkan koherensi antara respon hidrologi yang diamati/diukur dengan hasil
simulasi. Untuk mengetahui hubungan antara hasil simulasi (output) model
dengan keadaan di alam maka hasil simulasi model tersebut perlu dibandingkan
dengan data observasi. Kemudian dilakukan penyesuaian nilai parameter yang
berpengaruh terhadap kondisi hidrologi kawasan DAS sehingga diperoleh hasil
simulasi yang mendekati nilai observasi.
0
50
100
150
200
250
300

120
100
80
60
40
20
0

CH

Qobs

Qsim

Gambar 3 Hidrograf debit simulasi dan observasi setelah dilakukan kalibrasi

10

Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan data debit harian observasi
dengan data debit harian simulasi selama 2 tahun yaitu tahun 2003 dan 2004
(Gambar 3). Evaluasi statistik model didasarkan pada nilai koefisien determinasi.
Nilai R2 dan NSE. Setelah dilakukan kalibrasi sebanyak 700 kali iterasi,
dihasilkan nilai NSE dan R2 0.46 dan 0.46. Nilai tersebut menyatakan bahwa
model SWAT dapat memprediksi kondisi hidrologi di Sub DAS Ciliwung Hulu
dengan kategori „memuaskan‟. Parameter p-faktor menunjukkan nilai 0.85 artinya
pada selang kepercayaan 95% sekitar 85% data observasi berada dalam kisaran
ketidakpastian model. Menurut Abbaspour et al. (2007), model dianggap valid
jika lebih dari 80% data hasil observasi berpotongan dengan luasan grafik 95 PPU
dalam SWAT-CUP (P-value > 0.8). Adapun nilai tersebut didapat dari iterasi
nomor 597. Parameter masukan kalibrasi yang digunakan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Parameter masukan kalibrasi
No Parameter
Fitted value
Min value
1 v__ALPHA_BF.gw
0.193324
0
2 v__GW_DELAY.gw
3.840551
2.187197
3 v__GWQMN.gw
2 229.892334
2 229.83569
4 v__GW_REVAP.gw
0.221954
0.191657
5 v__RCHRG_DP.gw
0.537857
0
6 v__DEEPST.gw
384.699921
350.181702
7 v__GW_SPYLD.gw
0.263834
0.184969
8 v__REVAPMN.gw
430.95343
430.929962
9 v__SHALLST.gw
679.285706
0
10 v__ESCO.hru
0.025648
0
11 v__EPCO.hru
0.821959
0.803892
12 v__SURLAG.bsn
16.264875
4.646274
13 v__CH_K1.sub
20.384802
0
14 v__CH_K2.rte
133.718506
108.894897
15 v__ALPHA_BNK.rte
0.682884
0.561184
16 v__OV_N.hru
0.250377
0.185452
17 v__HRU_SLP.hru
0.5527
0.169121
18 v__SLSUBBSN.hru
13.884889
0

Max value
0.272013
6.562803
2 230.060791
0.357995
1
1 261.984131
0.379697
430.955658
1 000
0.205182
0.867286
20.83139
39.147766
182.995239
1.01312
0.556454
0.558541
59.446003

Faktor alpha aliran dasar (ALPHA_BF) merupakan suatu indeks respon
aliran bawah tanah terhadap perubahan aliran. Nilai sekitar 0.1−0.3 terdapat pada
lahan dengan respon yang lambat terhadap perubahan aliran sedangkan lahan
dengan respon cepat terhadap perubahan aliran bawah tanah terdapat pada nilai
0.9−1 (Yustika 2013). Hasil kalibrasi menunjukkan Sub DAS Ciliwung Hulu
mempunyai respon lambat terhadap perubahan aliran air bawah tanah dengan nilai
0.193324.
Masa jeda air bawah tanah (GW_DELAY) merupakan parameter waktu
antara air mengalir dari profil tanah menuju zona jenuh (aquifer) dalam suatu
DAS. Berdasarkan hasil kalibrasi didapatkan nilai GW_DELAY untuk Sub DAS
Ciliwung Hulu yaitu 3.840551 hari. Artinya air akan tersimpan selama 3 hari, 20

11

jam, 10 menit dan 24 detik di dalam tanah sebelum keluar kembali di sungai
sebagai debit.
GWQMN merupakan ambang batas kedalaman air di akuifer dangkal
untuk memungkinkan terjadinya aliran air. Aliran air bawah tanah (groundwater)
ke sungai dapat terjadi apabila kedalaman air di akuifer dangkal sama atau lebih
besar dari nilai GWQMN. Hasil kalibrasi menunjukkan aliran bawah tanah dapat
kembali ke sungai apabila kedalaman air di akuifer dangkal sama atau lebih besar
dari 2 229.892334 mm.
GW_REVAP adalah koefisien air bawah tanah yang terevaporasi. Nilai
GW_REVAP yang mendekati 0 menandakan bahwa pergerakan air dari akuifer
dangkal ke daerah perakaran terbatas. Nilai GW_REVAP yang mendekati 1
menandakan bahwa pergerakan air dari akuifer dangkal ke daerah perakaran
mendekati rata-rata potensial evapotranspirasi. Hasil kalibrasi didapatkan nilai
0.221954 menandakan pergerakan air dari akuifer dangkal ke daerah perakaran
terbatas.
Fraksi perkolasi perairan dalam/deep aquifer (RCHRG_DP) merupakan
parameter yang memperhitungkan perkolasi dari daerah perakaran yang dapat
menyuplai perairan dalam. Nilai fraksi perkolasi perairan dalam (RCHRG_DP)
harus berada di antara 0 dan 1.
DEEPST, GW_SPYLD, REVAPMN, SHALLST merupakan parameter
baseflow. Tabel 7 menunjukkan kedalaman awal muka air tanah dalam (DEEPST)
yaitu 384.699921 mm. Ratio kapasitas lapang akuifer dangkal (GW_SPYLD)
0.263834 m3/m3. Kedalaman ambang air pada akuifer dangkal agar perkolasi
mencapai akuifer dalam yaitu 430.95343 mm dan kedalaman awal (SHALLST)
muka air tanah dangkal yaitu 679.285706 mm.
Faktor kompensasi evaporasi tanah (ESCO) merupakan koefisien
kebutuhan air yang diambil dari lapisan tanah paling bawah untuk memenuhi
kebutuhan evaporasi tanah sebagai efek dari adanya kapilaritas dan rekahan
(Yustika 2013). Faktor evaporasi tanaman (EPCO) memperhitungkan bahwa
jumlah air yang digunakan pada satu hari merupakan fungsi dari jumlah air yang
dibutuhkan tanaman untuk transpirasi dan jumlah air yang tersedia di dalam tanah.
Nilai ESCO dan EPCO berkisar antara 0.01 sampai dengan 1.
Parameter SURLAG yaitu waktu antara terjadinya hujan lebih hingga
terjadinya puncak aliran permukaan. Dari Tabel 7 diketahui bahwa waktu yang
dibutuhkan antara hujan lebih sampai terjadi puncak aliran adalah 16.264875 hari
(16 hari, 6 jam, 21 menit dan 25 detik). CH_K2 adalah input konduktivitas
hidrolik efektif saluran utama sedangkan CH_K1 pada saluran cabang. Parameter
ini didasarkan pada tekstur tanah pengisi saluran sungai tersebut. Nilai
konduktivitas yang semakin besar menunjukkan kecepatan kehilangan air yang
cepat. CH_K1 berkisar antara 0−300 mm/hari dan nilai CH_K2 berkisar antara
0−500.
ALPHA_BNK adalah waktu yang dibutuhkan agar terjadi aliran resesi
konstan atau resesi proporsional pada tepi sungai. Hasil kalibrasi menunjukkan
angka 0.682884, artinya dibutuhkan waktu 40 menit dan 58 detik untuk terjadi
aliran resesi konstan pada tepi sungai.
OV_N, HRU_SLP dan SLSSUBBSN merupakan parameter yang terkait
dengan hru. Tabel 7 menunjukkan koefisien Manning (OV_N) sebesar 0.250377,

12

panjang kemiringan aliran permukaan (SLSSUBBSN) yaitu 13.88 m, dan ratio
kemiringan aliran permukaan (HRU_SLP.hru) 0.5527 m/m.
Tabel 8 menunjukkan dari 18 parameter terpilih yang digunakan dalam
proses kalibrasi terdapat 4 parameter yang paling sensitif, yaitu HRU_SLP,
SHALLST, CH_K2, dan ESCO. Menurut Mulyana (2012) parameter sensitif
ditunjukkan dari nilai t-stat yang lebih besar dari p-value. Parameter dengan nilai
p-value mendekati nol maka parameter tersebut semakin signifikan (semakin
berpengaruh).
Tabel 8 Parameter paling sensitif dalam proses kalibrasi
No
1
2
3
4

Parameter
v__HRU_SLP.hru
v__SHALLST.gw
v__CH_K2.rte
v__ESCO.hru

t-stat
5.12
2.47
1.43
1.36

p-value
0.00
0.01
0.15
0.18

Validasi Debit Aliran
Validasi adalah proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan
gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu model dalam
memprediksi proses hidrologi. Langkah validasi bertujuan untuk membuktikan
bahwa suatu proses/metode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan. Proses validasi dilakukan dengan membandingkan
data harian debit observasi tahun 2005 dan 2006 dengan data harian debit simulasi
yang menggunakan parameter kalibrasi.
Proses validasi menghasilkan nilai NSE 0.53 dan nilai R2 0.57. Artinya
model SWAT dapat memprediksi kondisi hidrologi pada Sub DAS Ciliwung Hulu
dengan kategori „memuaskan‟.
160
140
120
100
80
60
40
20
0

0
50
100
150

Curah hujan (mm)

Q observasi (mm)

Q simulasi (mm)

Gambar 4 Hidrograf debit simulasi dan observasi setelah dilakukan validasi
Analisis Hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu
Berdasarkan kalibrasi debit tahun 2003−2004 dan validasi debit tahun
2005−2006 maka dapat diketahui kondisi hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu
dilihat dari nilai neraca airnya. Neraca air adalah hubungan antara masukan air

13

Curah hujan (mm)

total dengan keluaran air total yang terjadi dalam suatu DAS (Zulkipli et al.
2012). Pada neraca air, air masukan (input) berasal dari air hujan, sedangkan air
keluar (output) diantaranya terdiri dari limpasan, aliran bawah tanah, aliran
perkolasi, aliran lateral, evapotranspirasi, dan kebocoran saluran/perubahan
tampungan (linkage).
Aliran bawah tanah (ground water/baseflow) adalah komponen aliran
sungai yang berasal dari air yang diperkolasikan ke bawah hingga mencapai
kolam air tanah dan kemudian mengalir ke aliran permukaan sebagai keluaran air
tanah (Viessman et al. 1989). Sumbangan baseflow pada aliran sungai tidak akan
berfluktuasi dengan cepat karena mengalir sangat lambat. Aliran lateral adalah air
yang tersimpan di dalam tanah kemudian keluar di sungai utama dalam periode
waktu tertentu (Neitsch et al. 2011). Perkolasi adalah air yang masuk ke dalam
tanah yang mengisi air bawah tanah serta keluar sebagai mata air (Hamdan 2011).
Perubahan tampungan merupakan air hujan yang jatuh pada suatu DAS namun
karena adanya gaya gravitasi atau faktor lain keluar pada DAS berbeda.
Perubahan tampungan memiliki nilai yang kecil. Hasil analisis SWAT pada
beberapa parameter neraca air dapat dilihat pada Gambar 5.
Evapotranspirasi
(mm)

4000

Perkolasi (mm)

3000
2000

Aliran lateral (mm)

1000

Aliran bawah tanah
(mm)

0
2007

2008

2009

2010

Limpasan (mm)

Tahun

Gambar 5 Karakteristik hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu
Berdasarkan Grafik 5, tahun 2010 merupakan tahun dengan curah hujan
tertinggi yaitu 4 493.63 mm/tahun. Jumlah curah hujan yang tinggi tersebut
berdampak pada tingginya aliran permukaan. Limpasan yang terjadi pada tahun
2010 merupakan limpasan tertinggi mencapai 1 682.59 mm. Hubungan antara
limpasan dan curah hujan yang berbanding lurus sesuai dengan pernyataan
Noorwidjk et al. (2004) bahwa limpasan akan meningkat seiring dengan
meningkatnya intensitas hujan. SPAS Katulampa mencatat tahun 2010 memiliki
jumlah hari hujan sebanyak 218 (tertinggi dibandingkan tahun 2001−2009).
Berdasarkan analisis SWAT diketahui dengan jumlah curah hujan tahunan
3 790.12 mm diprediksi akan terjadi limpaan 1 457.38 mm/tahun, aliran bawah
tanah 147.77 mm/tahun, aliran lateral 769.92 mm/tahun, aliran perkolasi 579.02
mm/tahun, dan evapotranspirasi 836.04 mm/tahun. Limpasan merupakan output
yang mendapatkan persentase paling besar yaitu 38.45%. Jumlah limpasan yang
besar menunjukkan kemampuan infiltrasi tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu
semakin menurun. Kondisi tersebut mempengaruhi besarnya aliran bawah tanah

14

(base flow) yang berfungsi menjaga kontinuitas aliran sungai melalui mata air
(Putra dan Supangat 2010).
Analisis Limpasan Menggunakan Skenario Perubahan Tutupan Lahan
Tabel 2 telah menunjukkan berkurangnya luas tutupan lahan hutan dan
meningkatnya luas tutupan lahan pemukiman dari tahun ke tahun. Penggunaan
lahan yang berbeda akan menghasilkan respon transformasi hujan menjadi aliran
air yang berbeda pula. Kunu (2008) menyatakan perubahan tutupan lahan
mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perubahan kondisi hidrologi
DAS Ciliwung. Dalam hubungannya dengan limpasan yang semakin tinggi dapat
berakibat pada meluapnya sungai yang akhirnya membentuk genangan banjir.
Pada tahap ini, digunakan 3 skenario perubahan tutupan lahan untuk
melihat pola perubahan limpasan di Sub DAS Ciliwung Hulu. Skenario pertama
yaitu mengkonversi seluruh lahan tegalan/ladang menjadi hutan, skenario kedua
adalah mengkonversi seluruh lahan perkebunan teh menjadi hutan, dan skenario
ketiga yaitu simulasi penerapan sumur resapan yang memiliki fungsi infiltrasi
seperti hutan pada lahan pemukiman. Hasil simulasi SWAT pada beberapa
skenario terhadap limpasan di Sub DAS Ciliwung Hulu dapat dilihat pada
Gambar 6.

Limpasan (mm)

2000
1500
Kondisi awal
1000

Skenario 1

500

Skenario 2
Skenario 3

0
2007

2008

2009

2010

Tahun

Gambar 6 Perubahan limpasan di Sub DAS Ciliwung Hulu berdasarkan skenario
perubahan tutupan lahan
Berdasarkan hasil simulasi, skenario 1 dapat mereduksi limpasan 18.19%
(265.13 mm/tahun). Data tersebut menunjukkan tegalan/ladang menyumbang
limpasan cukup besar untuk Sub DAS Ciliwung Hulu.
Skenario 2 dapat mereduksi limpasan 25.32% (369.04 mm/tahun). Nilai
tersebut lebih besar dibandingkan skenario 1. Hal ini dikarenakan pengelolaan
kebun teh secara tidak langsung mempengaruhi infiltrasi. Kegiatan pemangkasan
daun pada kebun teh memberikan peluang jatuhnya air hujan langsung ke
permukaan tanah menjadi lebih besar. Selain itu, aktivitas pemetikan,
pengendalian gulma, hama penyakit tanaman serta pemupukan dapat
menyebabkan adanya pemadatan tanah. Adisewojo (1982) mengemukakan bahwa
tanah di kebun teh menjadi padat akibat injakan para pekerja dan pukulan air
hujan terutama di kebun yang tanahnya belum tertutup tumbuh-tumbuhan dan
sedikit bahan organik. Pemadatan tanah mengakibatkan proses infiltrasi

15

terhambat, sehingga air hujan lebih banyak mengalir sebagai limpasan
dibandingkan menjadi aliran bawah tanah. Artinya mengkonversi lahan hutan
menjadi kebun teh akan menghasilkan limpasan yang lebih besar dibandingkan
dengan mengkonversi lahan hutan menjadi tegalan/ladang dengan asumsi pada
jenis tanah dan topografi yang sama.
Skenario 3 menunjukkan limpasan dapat tereduksi 46.17% (672.93
mm/tahun). Nilai tersebut membuktikan bahwa lahan pemukiman adalah
penyumbang limpasan terbesar di Sub DAS Ciliwung Hulu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Model SWAT dapat digunakan untuk memprediksi debit aliran di Sub DAS
Ciliwung Hulu dengan memuaskan. Hasil tersebut ditunjukkan oleh nilai kalibrasi
dengan R2 0.46 dan NSE 0.46, serta nilai validasi dengan R2 0.57 dan NSE 0.53.
Dengan jumlah curah hujan tahunan Sub DAS Ciliwung Hulu 3 790.12 mm,
analisis SWAT menghasilkan limpasan 38.45% (1 457.38 mm/tahun), aliran
bawah tanah 3.90% (147.77 mm/tahun), aliran lateral 20.31% (769.92 mm/tahun),
perkolasi 15.28% (579.02 mm/tahun), dan evapotranspirasi 22.06% (836.04
mm/tahun). Hasil simulasi berupa konversi tutupan lahan dari tegalan/ladang
menjadi hutan dapat mereduksi limpasan 18.19% (265.13 mm/tahun). Simulasi
konversi tutupan lahan perkebunan teh menjadi hutan dapat mereduksi limpasan
25.32% (369.04 mm/tahun). Perlakuan simulasi sumur resapan yang fungsi
infiltrasinya mendekati hutan pada lahan pemukiman dapat mereduksi limpasan
46.17% (672.93 mm/tahun).
Saran
Perlu perlakuan tindakan pengelolaan lahan pada kebun teh,
tegalan/ladang, dan pada pemukiman berupa sumur resapan agar limpasan dapat
berkurang.

DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour KC, Bogner K, Maximov I, Mieleitner J, Siber R, Srinivasan R, Yang
J, Zobrist J. 2007. Modelling hydrology and water quality in the prealpine/alpine Thur watershed using SWAT. Journal of Hydrology.
333:413– 430
Abbaspour KC, Schuol J, Srinivasan R, Yang H. 2008. Estimation of freshwater
availability in the west african sub-continent using the SWAT hydrologic
model. Journal of Hydrology. 352:30−49
Adisewojo SR. 1982. Bercocok Tanam Teh. Bandung (ID): Sumur Bandung

16

Adrionita. 2011. Analisis Debit Sungai dengan Model SWAT pada Berbagai
Penggunaan Lahan di DAS Citarum Hulu Jawa Barat. [Tesis]. Sekolah
Pasca Sarjana IPB.
Arifianto H. 2011. Kalibrasi dan Validasi Model MW-SWAT pada Analisis Debit
Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Fateta IPB.
BPDAS Citarum-Ciliwung. 2011. Laporan Penyusunan Rencana Tindak
Pengelolaan DAS Ciliwung dan Sekitarnya. Bogor.
Hamdan M. 2011. Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu
Menggunakan MW-SWAT. [Skripsi]. Fateta IPB
Holipah SN. 2012. Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan terhadap
Karakteristik Hidrologi Sub DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Farperta IPB.
Indarto. 2012. Hidrologi, Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Junaedi E. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS
Cisadane Menggunakan Model SWAT. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana
IPB.
Kunu, PJ. 2008. Efek perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung terhadap
aliran permukaan. Jurnal Budidaya Pertanian. 4(2):94−102.
Mulyana N. 2012. Analisis Luas Tutupan Hutan terhadap Ketersediaan Green
Water dan Blue Water di Sub DAS Gumbasa dan Sub DAS Cisadane Hulu
dengan Aplikasi Model SWAT. [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Nash JE, Sutcliffe JV. 1970. River flow forecasting through conceptual models 1.
A discussion of principles. Journal of Hydrology. 10(3):282−290.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Williams JR. 2011. Soil and Water
Input/Output File Documentation. Version 2009. Temple, Texas.
Grassland, Soil and Water Research Laboratory. Agricultural Research
Service.
Noorwidjk V, Agus F, Farida, Hairiah K, Pasya G, Suprayogo D, Verbist B. 2004.
Peran agroforestri dalam mempertahankan fungsi hidrologi aliran sungai
(DAS). Jurnal Agrivita. 26(1):1−8.
Supangat AB, Putra PB. 2010. Kajian infiltrasi tanah pada berbagai tegakan jati
(Tectona grandis) di Cepu, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam. 7(2):149−159.
Trisnadi D. 2006. Optimasi Penggunaan Lahan dengan Menggunakan Model
Simulasi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus di Sub DAS
Ciliwung Hulu, Jawa Barat). [Skripsi]. Fahutan IPB.
Viessman, Knapp JW, Lewis GL, Warren Jr. 1989. Introduction to Hydrology,
3rd Edition. New York (US): Harper Collins Publisher.
Yustika RD. 2013. Pengelolaan Lahan Terbaik Hasil Simulasi Model SWAT
untuk Mengurangi Aliran Permukaan di Sub DAS Ciliwung Hulu. [Tesis].
Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Zulkipli, Prasetijo H, Soetopo W. 2012. Analisa neraca air permukaan DAS
Renggung untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dan domestik penduduk
Kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Teknik Pengairan. 3(2):87−96.

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 1991 dari ayah
Iman Santoso dan ibu Sri Windiati. Penulis adalah putri pertama dari
dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN Utan
Kayu Selatan 03 Pagi Jakarta pada tahun 2003 dan SLTPN 97 Jakarta
pada tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 31 Jakarta
dan pada tahun yang sama penulis diterima masuk di Departemen
Manajemen Hutan-Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum MK (Mata
Kuliah) Hidrologi Hutan tahun ajaran 2012/2013 s/d tahun ajaran 2013/2014 dan asisten
praktikum MK Pengelolaan Ekosistem Hutan dan DAS tahun ajaran 2012/2013. Penulis
juga pernah aktif sebagai Dewan Gedung Asrama Putri A2, Ketua Divisi Konservasi
Primata UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Uni Konservasi Fauna tahun kepengurusan
2011/2012, dan anggota Divisi Profesi dan Keahlian UKM LISES (Lingkung Seni
Sunda) Gentra Kaheman tahun kepengurusan 2011/2012. Bulan Juni 2011 penulis telah
melaksanakan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan di CA (Cagar Alam) Kamojang
dan CA Sancang Barat, Garut. Bulan Juni−Juli 2012 penulis telah melaksanakan
Praktek Pengolahan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Bulan
Februari−April 2013 penulis telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT. Inhutani
II Unit Manajemen Hutan Alam Malinau, Kalimantan Utara.
Penulis juga aktif dalam kegiatan magang, seminar dan workshop internasional.
Bulan Maret 2010 penulis melaksanakan kegiatan magang di Pusat Penyelamatan Satwa
Cikananga dan pada bulan Januari 2012 penulis melaksanakan magang di LATIN
(Lembaga Alam Tropika Indonesia). Pada tanggal 28 Juli 2009 penulis berpartisipasi
dalam seminar International Forestry Student’s Symposium (IFSS) berjudul Forest
Conservastion: Youth’s Role in Abbreviating the Long Process. Pada bulan Juni 2013
penulis berpartisipasi dalam rangkaian South East and East Asia Workshop and
Conference-Role of SWAT in Watershed Management Planning and Evaluation.
Di luar bidang akademik, penulis merupakan Juara 2 Lomba Tari Tradisional
FKM UI 2011, Juara 1 Lomba Tari Tradisional FKM UI 2012, Juara 1 Seni Tari IAC
(IPB Art Contest) tahun 2012, Juara 3 Seni Tari PEKSIMIDA (Pekan Seni Mahasiswa
Daerah) DKI Jakarta 2012, koreografer drama musikal Sasakala Gunung Sinala (Ki
Sunda Midang 2012), dan Juara 1 Seni Tari IAC 2013. Penulis juga menjuarai berbagai
kompetisi tari di tingkat nasional, diantaranya Penyaji Unggulan Terbaik Karnaval
Keprajuritan Nusantara 2012 mewakili Provinsi Jawa Barat, 10 besar Indonesian Dance
Festival 2012, dan Finalis Indonesia Performing Arts Market 2013 yang
diselenggarakan oleh Kementrian Perekonomian Kreatif.