Analisis Debit Aliran Sungai Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Ciasem Kabupaten Subang Jawa Barat

ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI MENGGUNAKAN
MODEL SWAT DI SUB DAS CIASEM
KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

ENDRAWATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Analisis Debit
Aliran Sungai Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Ciasem Kabupaten
Subang Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Semua informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Endrawati
NIM E14080018

ii

ABSTRAK
ENDRAWATI. Analisis Debit Aliran Sungai Menggunakan Model SWAT di Sub
DAS Ciasem Kabupaten Subang Jawa Barat. Dibimbing oleh HENDRAYANTO.
Peningkatan areal terbangun dan pengurangan areal hutan menyebabkan
meningkatnya koefisien limpasan yang pada akhirnya akan berakibat pada
meningkatnya debit aliran sungai pada musim penghujan dan kekeringan pada
musim kemarau. Model hidrologi dapat membantu memahami fenomena tersebut.
Salah satunya adalah model SWAT. Aplikasi model SWAT yang digunakan

penelitian ini fokus pada transformasi hujan menjadi debit. Penelitian
dilaksanakan di Sub DAS Ciasem, dengan tujuan untuk mengetahui dinamika
perubahan penggunaan lahan dan debit sungai di Sub DAS Ciasem serta
mengetahui efektivitas penggunaan model SWAT dalam menganalisis debit aliran
sungai di Sub DAS Ciasem menggunakan data yang tersedia. Perubahan
penggunaan lahan pada tahun 2003, 2006, dan 2009 terutama terjadi di sawah
yang berubah menjadi pertanian lahan kering campuran, yaitu seluas 3253,8 ha,
yang menyebabkan penurunan koefisien limpasan. Pendugaan debit menggunakan
model SWAT dengan input curah hujan hasil pengukuran hujan di stasiun hujan
Curugagung tidak berhasil mendapatkan hasil debit yang mendekati debit hasil
pengukuran di outlet Sub DAS Ciasem. Penggunaan input hujan simulasi dalam
pendugaan debit menggunakan model SWAT berhasil mendapatkan debit dugaan
yang baik dengan nilai R² > 0,51 dan NS > 0,74. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa perubahan sawah menjadi pertanian lahan kering campuran menurunkan
koefisien runoff dari 0,21 menjadi 0,12 dan menurunkan debit limpasan
maksimum bulanan dari 117,55 m3/s menjadi 79,68 m3/s.
Kata kunci: analisis debit, koefisien limpasan, model SWAT

ABSTRACT
ENDRAWATI. Discharge Analysis Using SWAT Model At Ciasem Sub

Watershed District Subang West Java. Supervised by HENDRAYANTO.
Increasing developed area and decreasing forest area lead to increase runoff
coefficient that further to increase the stream discharge during rainy season and
draught in dry season. The hydrological model can be applied to understand that
phenomena. One of them is SWAT model. Application SWAT model in this
research is focused only in rainfall transformation into discharge. Research is
conducted in Ciasem Sub Watershed. The aim of this research is to know the
dinamics of land use change and stream discharge in Ciasem Sub Watershed, also
to know the effectiveness of SWAT Model for analyzing stream discharge by
using available data in Ciasem Sub Watershed. The change of land use at 2003,
2006, and 2009 particularly happened on paddy field which was changed into a
mixed agricultural dryland area of about 3253,8 ha, decreased runoff coefficient.
Discharge estimation using SWAT model with measured rainfall at Curugagung
Rain Station as input did not fit succesfully to measured discharge at Ciasem Sub

Watershed outlet. Discharge estimation using SWAT model with simulated
rainfall as input results better fitting to measured discharge at Ciasem Sub
Watershed outlet with the value of R² > 0,51 and NS > 0,74. The result of the
simulation showed that land use change of paddy filed to mixed agricultural
dryland decreased runoff coefficient from 0,21 to 0,12 and also monthly

maximum runoff discharge from 117,55 m3/s to 79,68 m3/s.
Keywords: discharge analysis, runoff coefficient, SWAT model

iv

ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI MENGGUNAKAN
MODEL SWAT DI SUB DAS CIASEM
KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

ENDRAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

vi

Judul Skripsi : Analisis Debit Aliran Sungai Menggunakan Model SWAT
di Sub DAS Ciasem Kabupaten Subang Jawa Barat
Nama
: Endrawati
NIM
: E14080018

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Didik Suharjito, M.S

Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

viii

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian ini berjudul Analisis Debit Aliran Sungai Menggunakan Model SWAT
di Sub DAS Ciasem Kabupaten Subang Jawa Barat. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan respon perubahan penggunaan lahan terhadap debit
yang dapat berguna dalam merencanakan penggunaan lahan yang lebih baik bagi
pengendalian banjir.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan menjadi bapak yang baik
bagi penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Bapak Hermana
dari BPDAS Citarum-Ciliwung yang telah membantu selama pengumpulan data,
ayah, ibu, seluruh keluarga, Aditya Sani Sasmita, S.Hut serta rekan-rekan MNH
45 atas segala doa dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan tulisan ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Bogor, Mei 2013

Endrawati

DAFTAR ISI
PRAKATA

v

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

METODE

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Bahan dan Alat

3

Prosedur Penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN


8

Jaringan Sungai

8

Topografi

9

Iklim

10

Jenis Tanah

10

Perubahan Penggunaan Lahan


10

Curah Hujan dan Debit Hasil Pengukuran

11

Debit Dugaan Model SWAT

13

Simulasi Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit

16

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

RIWAYAT HIDUP

20

x

DAFTAR TABEL
1

Luas (ha) penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan di Sub
DAS Ciasem
2 Koefisien aliran langsung hasil model SWAT terkalibrasi

11
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Lokasi penelitian
Diagram alir penelitian
Hasil deliniasi Sub DAS Ciasem menggunakan model SWAT
Peta penyebaran kemiringan lereng Sub DAS Ciasem
Peta penyebaran jenis tanah Sub DAS Ciasem
Hyetograph dan hidrograf debit total tahun 2003, 2006, dan 2009
Hyetograph dan hidrograf aliran langsung tahun 2003, 2006, dan 2009
Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT tahun 2003
Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT tahun 2006
Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT tahun 2009
Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT terkalibrasi tahun 2003
Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT terkalibrasi tahun 2006
Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT terkalibrasi tahun 2009
Hyetograph dan hidrograf debit rata-rata harian bulanan simulasi model
SWAT terkalibrasi
Hyetograph dan hidrograf aliran permukaan simulasi model SWAT
terkalibrasi

3
5
9
9
10
11
12
13
14
14
15
15
16
17
17

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan lahan di Pulau Jawa telah banyak mengalami perubahan. Hutan
di Pulau Jawa pada tahun 1995 mencapai luas 3.054.134 ha (Rusdiana 2001) dan
pada tahun 2011, luas hutan hanya 2.236.600 ha (17% dari daratan Pulau Jawa)
(Kementerian Kehutanan 2012). Hutan di Pulau Jawa umumnya berubah menjadi
pemukiman dan lahan budidaya yang mencapai luas lebih dari 70% dari daratan
Pulau Jawa (Rusdiana 2001).
Perubahan penggunaan lahan berupa hutan menjadi bukan hutan
menyebabkan meningkatnya aliran permukaan (Pawitan 2002), laju erosi dan
sedimentasi, serta hasil air (Wahdani 2011). Peningkatan tersebut dapat
mengakibatkan banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim
kemarau (Wibowo 2005).
Besaran dampak perubahan penggunaan lahan terhadap hasil air (water
yield) sangat bervariasi (Mulyana 2012), tergantung pada intensitas perubahan dan
penggunaan lahan (Setyowati 2010). Selain itu, dipengaruhi juga oleh sifat tanah,
geologi dan morfologi DAS tersebut (Seyhan 1977).
Pada tahun 2011 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciasem terjadi banjir di
pemukiman warga mencapai ketinggian 1 meter. Banjir ini diduga akibat
terjadinya perubahan penggunaan lahan di DAS Ciasem yang menyebabkan
meningkatnya laju aliran permukaan, erosi dan tingkat sedimentasi meningkat
yang pada akhirnya mengakibatkan pendangkalan sungai (Pemkab Subang 2011).
Analisis dampak perubahan penggunaan lahan terhadap hasil air, dalam hal
ini debit sungai, erosi dan sedimentasi dapat dilakukan dengan menggunakan
model-model hidrologi. Model hidrologi spasial DAS telah banyak
dikembangkan, diantaranya adalah Soil and Water Assessment Tool (SWAT) yang
sekarang sedang populer digunakan untuk analisis hidrologi DAS.
Model SWAT adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk
memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan
pestisida dan kimia hasil pertanian. Model SWAT dikembangkan oleh United
State Departemen of Agricultural - Agricultural Research Services (USDA-ARS).
Pemodelan dalam Model SWAT dilakukan di setiap unit respon hidrologi
(hydrological respons unit - HRU). Antarmuka Pengguna Grafis Model SWAT
sebagai fungsi tambahan (plug in) dalam aplikasi GIS yang ada. Dalam ArcView
3.X, model SWAT dikenal sebagai AVSWAT2000 (Luzio et al. 2001). Dalam
ArcMap 9.X model SWAT dikenal sebagai dengan ArcSWAT dan dalam
MapWindows dikenal sebagai MWSWAT.
Penggunaan Model SWAT dapat mengidentifikasi, menilai, mengevaluasi
dampak penggunaan lahan suatu DAS terhadap hasil air dan sebagai alat untuk
memilih tindakan pengelolaan dalam mengendalikan dampak tersebut. Model
SWAT dapat digunakan untuk menyusun skenario penggunaan lahan terbaik
dalam perencanaan pengelolaan DAS.
Program Model SWAT bersifat bebas lisensi (open source) sehingga dengan
mudah dapat diakses oleh siapa pun. Namun model ini memerlukan banyak input
data, yaitu kurang lebih diperlukan 500 parameter (Neitsch et al. 2002b).
Parameter yang diperlukan model tersebut masih sangat terbatas ketersediaannya

2

di Indonesia, sehingga memerlukan pengukuran yang umumnya memerlukan
waktu lama dan biaya mahal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dinamika perubahan penggunaan lahan dan debit sungai di Sub
DAS Ciasem
2. Mengetahui efektivitas penggunaan model SWAT dalam menganalisis debit
aliran sungai di Sub DAS Ciasem menggunakan data yang tersedia.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup analisis dinamika penggunaan lahan, curah hujan
dan debit sungai di Sub DAS Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Aplikasi
model SWAT yang digunakan hanya transformasi hujan menjadi debit. Model
pendugaan lainnya yang tersedia dalam SWAT, seperti pendugaan sedimen,
bahan kimia dan lainnya tidak digunakan dalam penelitian ini. Data yang
diperlukan sebagai input SWAT hanya menggunakan data yang sudah
dikumpulkan, sedangkan data lainnya menggunakan data global sebagai
pendekatan.

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sub DAS Ciasem dengan luas 5659,6 ha yang
terletak diantara 107°36’0” hingga 107°40’00” BT dan 06°45’00’’ hingga
06°38’00’’ LS. Sub DAS Ciasem merupakan bagian wilayah Kabupaten Subang,
Propinsi Jawa Barat (Gambar 1). Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada
bulan Juni tahun 2012 sampai dengan Maret tahun 2013.

Gambar 1 Lokasi penelitian.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi:
a. Data iklim di Stasiun Curugagung (curah hujan, suhu udara, kelembaban
udara, radiasi matahari, dan kecepatan angin) tahun 2003, 2006, dan 2009,
b. Data debit harian di Pos Duga Air Ciasem – Curugagung tahun 2003,
2006, dan 2009,
c. Data Aster GDEM (Global Digital Elevation Model) resolusi spasial 30 x
30 m,
d. Peta penggunaan lahan tahun 2003, 2006, dan 2009 skala 1: 50000,
e. Peta RBI tahun 2006 jaringan sungai DAS Ciasem skala 1 : 25000,
f. Peta tanah seri tahun 2009 skala 1: 50000.

4

Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan sistem
operasi Microsoft Windows 7 yang dilengkapi beberapa perangkat lunak:
a. ArcView GIS 3.2
b. ArcGIS 9.3
c. MapWindows 4.6.6 dengan plug-in MWSWAT 1.7
d. SWAT Editor 2.1.5
e. SWAT Plot and Graph
f. Microsoft Office Word 2010, Microsoft Office Excel 2010, dan Microsoft
Office Access 2010.
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian secara diagramatik disajikan dalam Gambar 2. Data yang
digunakan dalam penelitian ini sebagaimana diuraikan dalam sub bab bahan
diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) CitarumCiliwung, Perum Jasa Tirta II – Subang, BMKG Darmaga-Bogor dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kabupaten Subang.
Pengolahan Data
Analisis Koefisien Aliran Permukaan
Koefisien aliran permukaan (DRO) dihitung menggunakan persamaan
berikut:
..........................................................(1)
.............................................................................(2)
Keterangan:
CR
= Koefisien limpasan
DRO = Aliran langsung (mm)

Q = Debit aliran langsung (m3/s)

Q didapat dari pengurangan debit total hasil pengukuran dengan aliran
dasarnya (baseflow).
Analisis Debit menggunakan Model SWAT
Analisis debit aliran sungai di Sub DAS Ciasem menggunakan model
SWAT dilakukan dengan masukan data berupa karakteristik tanah, iklim,
penggunaan lahan, dan hidrologi berdasarkan format data input file.
Tahapan kegiatan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan HRU (Hydrological Response Unit)
HRU merupakan unit analisis hidrologi yang dibentuk berdasarkan
karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik serta kemiringan lereng.
Setiap sub DAS akan terbentuk jumlah HRU yang berbeda.

5

Mulai

Pengumpulan
data

Aster
GDEM

Pengelompokan
data

Peta dan karakteristik
penggunaan lahan

Deliniasi
DAS

Peta dan
karakteristik tanah

Model debit SWAT

Debit dugaan

Tidak

NS > 0.75 (baik) atau
0.36 < NS < 0.75
(memuaskan)
Ya

Perubahan
landuse

Iklim

Debit
observasi

Curah
hujan

HRU

Kalibrasi dan
validasi

Pemasukan
data

Simulasi SWAT
terkalibrasi

Selesai

Gambar 2 Diagram alir penelitian.

Koefisien
limpasan

6

2. Perhitungan Debit
Pada tahap ini data iklim yang telah disediakan sebelumnya dihubungkan
dengan HRU yang telah terbentuk. Persamaan neraca air yang digunakan dalam
model SWAT dapat dilihat persamaan (3).
….(3)
Keterangan:
: kandungan akhir air tanah (mm)
: kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm)
: jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm)
: jumlah limpasan permukaan pada hari ke-i (mm)
: jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm)
: jumlah air yang memasuki zona tak jenuh pada profil tanah hari ke-i
(mm)
: Jumlah aliran dasar (base flow) pada hari ke-i (mm)
SWAT menggunakan metode SCS-CN (Soil Conservation Service - curve
number) dalam menduga limpasan permukaan (Qsurf). Metode ini dikembangkan
untuk menghitung run off tutupan lahan dan jenis tanah yang bervariasi.
Persamaan SCS-CN disajikan pada persamaan (4) (Neitsch et. al. 2004).
.................................................................(4)
…………………..........................................(5)
Keterangan:
: curah hujan per hari (mm)
: limpasan permukaan (mm)
: parameter retensi (mm)
CN

: SCS Curve Number

Limpasan permukaan maksimum dihitung dengan memodifikasi metode
rasional dengan persamaan (6) (Neitsch et. al. 2004):

Keterangan:
: laju limpasan permukaan maksimum (m3 s-1)
Area
C
i

: luas wilayah sub DAS (km2)
: koefisien limpasan permukaan
: intensitas curah hujan (mm/jam)

7

Waktu konsentrasi (tconc) adalah jumlah waktu aliran di lahan (tov) dan waktu
aliran di sungai (tch) (Neitsch et. al. 2004):
……………..…..(7)
Keterangan:
: waktu konsentrasi untuk aliran di lahan (jam)
: waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)
Lslp
L
slp
slpch
n

: panjang lereng sub DAS (m)
: rata-rata panjang aliran sungai di sub DAS (km)
: rata-rata lereng di lahan (m m-1)
: rata-rata lereng di sungai (m m-1)
: koefisien kekasaran manning

Model SWAT menghitung perkolasi disetiap lapisan tanah. Perkolasi terjadi
jika kandungan air tanah (SWly) pada lapisan tersebut melebihi kapasitas
lapangnya (FCly). Kelebihan air pada lapisan tanah dihitung dengan persamaan :

Keterangan:
SWly : kandungan air tanah (mm)
FCly : kapasitas lapang (mm)
Aliran bawah tanah atau base flow (Qgw) dihitung dari persamaan:
……………..………………………(9)
Keterangan:
Ksat
: konduktivitas hidrolika jenuh (saturated hydraulic conductivity)
(mm/hari)
L2gw : jarak sub DAS dari sistem air tanah ke saluran utama (m)
hwtbl : tinggi muka air tanah (m).
Perhitungan evapotranspirasi potensial (ETP) dapat dilakukan dengan 3
metode yaitu Penman-Monteith, Priestley-Taylor dan Hargreaves. Dalam kajian
ini metode perhitungan ETP yang digunakan adalah Penman-Monteith.
Persamaan Penman-Monteith disajikan pada persamaan (10).
............................................(10)
Keterangan:
E
: laju evaporasi (m s-1)
λE
: fluks panas laten penguapan (MJ m-2 d-1)
Δ
: slope dari kurva tekanan uap jenuh dan suhu udara (de/dT) (kPaoC-1)
Hnet
: radiasi netto (W m-2)
G
: fluks panas laten permukaan tanah (MJ m-2 d-1)

8

cp
ρair

: panas spesifik pada tekanan tetap (MJ kg-1 K-1)
: massa jenis udara (kg m-3)
: tekanan uap air jenuh pada ketinggian z (kPa)

ez
rc
ra
γ

: tekanan uap air pada ketinggia z (kPa)
: resistensi pada kanopi (s m-1)
: tahanan difusi pada lapisan udara (resistensi aerodinamis) (s m-1)
: konstanta Psychrometri (kPa oC-1)

3. Simulasi
Proses simulasi dilakukan untuk mengetahui respon aliran permukaan dan
debit terhadap perubahan lahan yang terjadi pada tahun 2003, 2006, dan 2009.
Evaluasi Hasil dan Kalibrasi
Evaluasi hasil dilakukan dengan membandingkan debit hasil simulasi
SWAT dengan debit observasi menggunakan perangkat lunak SWAT Plot and
Graph. Hasil tersebut dievaluasi berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan
efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) (Ahl et. al. 2008). Persamaan model yang digunakan
yaitu :
……………….(11)
……………………………..(12)
adalah debit observasi (m3/s),

adalah debit hasil simulasi (m3/s),

adalah debit simulasi rata-rata (m3/s), sedangkan

adalah debit observasi

3

rata-rata (m /s).
Hasil simulasi dianggap baik jika nilai R2 > 0,51 dan NS > 0,74 (Amatya et.
al. 2008). Hasil terbaik dapat terpenuhi dengan merubah parameter-parameter
input yang berhubungan dengan aliran air, yaitu limpasan permukaan, limpasan
bawah permukaan dan aliran air bawah tanah. Parameter input yang dilakukan
perubahan dalam penelitian ini yaitu data curah hujan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jaringan Sungai
Hasil deliniasi DAS terbentuk 13 sub DAS di daerah penelitian seluas
5659,6 ha atau 7,63% dari luas total DAS Ciasem (Gambar 3). Sub DAS Ciasem
merupakan Sub DAS ordo-3. Keliling Sub DAS sepanjang 43 km, dan panjang
sungai 47,1 km. Tingkat kebundaran Sub DAS Ciasem yaitu 0,38 dan tingkat
kerapatan jaringan sungai mencapai 0,83 km/km2.

9

Gambar 3 Hasil deliniasi Sub DAS Ciasem menggunakan model SWAT.
Topografi
Sub DAS Ciasem didominasi oleh daerah bertopografi datar (< 8%) dan
landai (8%-15%) yaitu 47,5% dan 31,8% dari total luas Sub DAS Ciasem.
Pembagian wilayah Sub DAS Ciasem berdasarkan topografinya disajikan pada
Gambar 4.

Gambar 4 Peta penyebaran kemiringan lereng Sub DAS Ciasem.

10

Iklim
Berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun (2001-2010), iklim Sub DAS
Ciasem termasuk tipe B klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan nilai Q
(persentase rata-rata bulan kering terhadap bulan basah) sebesar 22,2%. Rata-rata
hujan tahunan sebesar 3442 mm/tahun. Suhu udara rata-rata harian berkisar 23°31°C dan kelembaban udara rata-rata harian sebesar 65%-87%.
Jenis Tanah
Jenis tanah di Sub DAS Ciasem terdiri atas 4 jenis tanah, yaitu andosol
coklat, asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, kompleks regosol kelabu dan
litosol dan litosol coklat. Jenis tanah litosol coklat mendominasi DAS Ciasem,
yang mencakup 62,8% dari luas Sub DAS. Distribusi jenis tanah di Sub DAS
Ciasem disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Peta penyebaran jenis tanah Sub DAS Ciasem.
Perubahan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Sub DAS Ciasem pada tahun 2003 sebagian besar
berupa sawah (57,5%), namun pada tahun 2009 seluruh sawah ini berubah
menjadi pertanian lahan kering campuran. Luas perkebunan teridentifikasi
meningkat, namun luas perkebunan sebenarnya diduga tidak banyak berubah.
Peningkatan luas perkebunan 2003-2009 sama dengan luas penutupan awan tahun
2003 (Tabel 1 ).

11

Jenis tanaman yang diusahakan dalam pertanian lahan kering campuran
yaitu jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah dan kedelai. Jenis tanaman di
perkebunan didominasi oleh tanaman karet, teh, dan tebu.
Tabel 1 Luas (ha) penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan di SubDAS Ciasem
Tahun

Landuse

Perubahan penggunaan lahan tahun

2003

2006

2009

Hutan tanaman

892,46

892,46

892,46

2003-2006
0,00

2006-2009
0,00

2003-2009
0,00

Perkebunan

120,39

120,39

926,03

0,00

805,64

805,64

Pemukiman

136,48

136,48

136,48

0,00

0,00

0,00

Pertanian lahan kering

110,76

110,76

110,76

0,00

0,00

0,00

Pertanian lahan kering campuran

340,11

3593,91

3593,91

3253,80

0,00

3253,80

Sawah

3253,80

0,00

0,00

-3253,80

0,00

-3253,80

Awan

805,64

805,64

0,00

0,00

-805,64

-805,64

Jumlah

5659,64

5659,64

5659,64

0,00

0,00

0,00

Curah Hujan dan Debit Hasil Pengukuran
Pola hujan harian yang diukur di stasiun hujan Curugagung dan bentuk
transformasinya berupa debit total harian yang diukur di pos duga air CiasemCurugagung disajikan dalam Gambar 6.
Curah hujan harian maksimum terjadi pada tanggal 8 Januari 2006 sebesar
168 mm sedangkan debit harian maksimum terjadi pada tanggal 25 Januari 2006
sebesar 16.4 m³/s. Debit terendah adalah 0,27 m³/s yang terjadi pada tanggal 30
September 2006 dengan curah hujan 0 mm.

Gambar 6 Hyetograph dan hidrograf debit total tahun 2003, 2006, dan 2009
Hyetograph dan hidrograf debit total (Gambar 6), maupun hyetograph dan
hidrograf aliran langsung (Gambar 7) menunjukkan bahwa debit puncak maupun
debit aliran langsung tidak selalu terjadi akibat curah hujan maksimum harian.
Curah hujan maksimum pada tanggal 8 Januari 2006 sebesar 168 mm namun debit

12

aliran langsung yang dihasilkan sebesar 10,1 m³/s. Curah hujan maksimum
tersebut tidak menunjukkan respon debit maksimum karena pada beberapa hari
sebelumnya intensitas curah hujannya rendah. Sebaliknya, debit maksimum pada
tanggal 25 Januari 2006 sebesar 16,4 m³/s terjadi pada saat curah hujan sebesar 55
mm/hari. Debit aliran langsung tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah, intensitas
curah hujan pada saat debit maksimum terjadi saja, tetapi terdapat faktor lain yang
mempengaruhinya, diantaranya kejadian hujan sebelumnya dan sebaran kejadian
hujan di dalam DAS (Seyhan 1977).

Gambar 7 Hyetograph dan hidrograf aliran langsung tahun 2003, 2006, dan 2009
Penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan respon transformasi
hujan menjadi aliran air yang berbeda pula. Dengan semakin bertambahnya luasan
kawasan terbangun dan semakin berkurangnya luas hutan maka nilai koefisien
limpasannya akan semakin bertambah besar begitu pula aliran permukaannya dan
pada akhirnya akan meningkatkan debit sungai pada musim hujan dan sebaliknya
akan menurunkan debit sungai pada musim kemarau (Wibowo 2005).
Koefisien limpasan tahun 2003, 2006, dan 2009 hasil analisis data yang
ditunjukkan dalam Gambar 7 yaitu masing-masing 0,06, 0,05, dan 0,06. Pada
tahun 2003 dan 2006 hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan DAS
mereduksi aliran permukaan cenderung meningkat. Namun pada tahun 2009
koefisien limpasan kembali meningkat.
Berdasarkan Tabel 1, perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada
rentang waktu 2003 dan 2006, terjadi pengurangan luasan sawah menjadi
pertanian lahan kering campuran. Sifat pada lahan sawah dengan tekstur tanah
lempung mempunyai kapasitas adsorbsi dan kemampuan meresapkan air yang
rendah. Limpasan permukaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
intensitas hujan, dengan waktu dan terjadinya proses penjenuhan tanah (Kinoshita
and Nekane 2002).
Hutan dan kebun campuran mempunyai ruang pori total lebih baik karena
memiliki serasah di permukaan tanah, perakaran dalam, serta perlindungan dari
tajuk pepohonan yang berlapis. Pada lahan sawah dengan tekstur tanah lempung
mempunyai kapasitas adsorbsi dan kemampuan meresapkan air yang rendah. Hal
tersebut yang diduga terjadinya penurunan nilai koefisien limpasan yang terjadi

13

karena karakteristik pertanian lahan kering campuran dianggap lebih baik dalam
mereduksi aliran permukaan dibandingkan penutupan lahan berupa sawah
(Yusmandhany 2004 dan Arsyad 1989).
Berbeda pada tahun 2009, peningkatan koefisien limpasan disebabkan oleh
kejadian hujan yang kontinu dan intensitas curah hujan yang lebih besar pada
tahun 2009. Kejadian hujan yang kontinu akan mempengaruhi keadaan
kelembaban tanah dan kapasitas infiltrasi, yaitu ketika terjadi hujan terus menerus
kadar air tanah meningkat yang menyebabkan kapasitas infiltrasi menurun, tanah
jenuh, dan limpasan akan meningkat.
Debit Dugaan Model SWAT
Debit dugaan menggunakan model SWAT dan debit hasil pengukuran pada
kejadian hujan dan penggunaan lahan tahun 2003, 2006 dan 2009 masing-masing
disajikan dalam Gambar 8, 9 dan 10. Nilai koefisien determinasi (R2) dan efisiensi
Nash-Sutcliffe (NS) antara debit dugaan dengan debit hasil pengukuran tahun
2003 sebesar 0,34 dan 0,29, dan untuk tahun 2006 dan 2009 masing-masing
sebesar 0,02 dan -2,51; dan 0,14 dan -0,50. Nilai-nilai tersebut masih jauh dari
yang diharapkan.

Gambar 8 Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT tahun 2003
Perbandingan debit dugaan model dan debit observasi secara statistik yang
ditunjukkan oleh nilai R2 dan NS menunjukkan hasil yang belum baik, belum
mendekati keadaan yang sebenarnya.
Kalibrasi otomatis maupun manual dengan merubah parameter penggunaan
lahan dan tanah dengan input curah hujan hasil pengukuran di stasiun hujan
Curugagung tidak berhasil mendapatkan debit dugaan dengan nilai R2 dan NS
memadai (R2 > 0,8 dan NS > 0,75). Hal tersebut diduga data hujan yang
digunakan sebagai input tidak mewakili kejadian hujan sebenarnya yang
menghasilkan debit sebagaimana diukur di outlet Sub DAS Ciasem. Data hujan
yang digunakan merupakan hasil pengukuran di stasiun hujan Curugagung yang
berada 2,8 km di hilir outlet Sub DAS Ciasem.

14

Gambar 9 Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT tahun 2006

Gambar 10 Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT tahun 2009
Penggunaan input curah hujan sulih (dummy), dan dengan menggunakan
parameter penggunaan lahan dan tanah yang sama serta pembanding debit hasil
pengukuran yang sama, model SWAT berhasil mendapatkan debit dugaan ratarata harian bulanan yang baik dengan R2 dan NS untuk penggunaan lahan tahun
2003 0,95; 0,82, dan untuk penggunaan lahan tahun 2006 dan 2009, nilai R2 dan
NS masing-masing sebesar 0,83; 0,81 dan 0,89; 0,85. Grafik debit dugaan dan
hasil pengukuran disajikan dalam Gambar 11, 12 dan 13.

15

Gambar 11 Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT terkalibrasi tahun 2003

Gambar 12 Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT terkalibrasi tahun 2006
Berdasarkan data pada Gambar 11, 12 dan 13 dan nilai R2 dan NS
menunjukkan bahwa model SWAT dengan baik dapat menduga debit rata-rata
harian bulanan.

16

Gambar 13 Hyetograph dan hidrograf debit observasi dan debit dugaan model
SWAT terkalibrasi tahun 2009
Berdasarkan hasil model SWAT dengan input hujan simulasi, kemudian
dihitung kembali koefisien aliran permukaan untuk mengetahui persentase hujan
menjadi aliran permukaan. Koefisien aliran permukaan hasil simulasi model
SWAT menunjukkan hal yang sama dengan hasil perhitungan sebelumnya.
Penurunan nilai koefisien aliran langsung secara terinci disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Koefisien aliran langsung hasil model SWAT terkalibrasi
Tahun
CH (mm/tahun)
QSurface (mm/tahun)
2003
3972,48
815,1
2006
3431,26
562,1
2009
4817,69
688,5

C
0,21
0,16
0,14

Simulasi Dampak Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit
Simulasi dampak perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan
menjalankan model SWAT dengan input kondisi iklim tahun 2003 dan
penggunaan lahan tahun 2003 dan 2006. Berdasarkan hasil analisis spasial
terhadap peta penggunaan lahan (Tabel 1) diketahui bahwa telah terjadi alih
fungsi lahan berupa sawah menjadi pertanian lahan kering campuran.
Hasil prediksi debit rata-rata harian bulanan dan aliran permukaan di
penggunaan lahan tahun 2003 dan 2006 disajikan dalam Gambar 14 dan 15.
Berdasarkan Gambar 14 dan 15, debit puncak dan limpasan permukaan pada
tahun 2006 menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun
2003. Debit puncak terjadi pada bulan Maret baik pada tahun 2003 maupun 2006.
Pada tahun 2006 dengan waktu konsentrasi yang sama tapi penurunan debit
maksimum terjadi secara bertahap menunjukkan keadaan penggunaan lahan tahun
2006 lebih baik dibandingkan dengan tahun 2003.

17

Gambar 14 Hyetograph dan hidrograf debit rata-rata harian bulanan simulasi
model SWAT terkalibrasi

Gambar 15 Hyetograph dan hidrograf aliran permukaan simulasi model SWAT
terkalibrasi
Gambar 15 menunjukkan bahwa aliran permukaan pada tahun 2006 lebih
rendah dibandingkan dengan aliran permukaan tahun 2003. Hal ini menunjukkan
bahwa koefisien aliran permukaan penggunaan lahan tahun 2006 lebih kecil
dibandingkan tahun 2003. Hal tersebut membuktikan dugaan sebelumnya bahwa
penurunan koefisien limpasan disebabkan terjadinya perubahan sawah menjadi
pertanian lahan kering campuran. Sawah bernilai CN lebih besar dibandingkan
dengan pertanian lahan kering campuran. Rata-rata nilai CN dalam simulasi ini
sebesar 72,4 sedangkan pertanian lahan kering campuran sebesar 59,6.
Berdasarkan persamaan (5), semakin besar nilai CN, nilai retensi air hujan
semakin kecil, dan berdasarkan persamaan (4) semakin kecil nilai retensi air
hujan, maka aliran permukaan semakin besar, atau koefisien limpasannya semakin
besar.
Nilai koefisien limpasan sawah adalah 0,67 merupakan nilai koefisien
limpasan paling besar diikuti kebun campuran 0,42, hutan campuran 0,42, dan
hutan 0,36 (Setyowati 2010).

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Perubahan penggunaan lahan pada tahun 2003, 2006, dan 2009 terutama
terjadi di sawah yang berubah menjadi pertanian lahan kering campuran, yaitu
seluas 3253,8 ha (57,49% luas Sub DAS Ciasem).
2. Perubahan penggunan lahan berupa sawah menjadi pertanian lahan kering
campuran di Sub DAS Ciasem tersebut mengakibatkan menurunnya koefisien
limpasan, yang mereduksi jumlah limpasan permukaan.
3. Pendugaan debit menggunakan model SWAT dengan input curah hujan hasil
pengukuran hujan di stasiun hujan Curugagung tidak berhasil mendapatkan
hasil debit yang mendekati debit hasil pengukuran di outlet Sub DAS Ciasem.
Nilai R² < 0,51 dan NS < 0,74.
4. Penggunaan input hujan simulasi dalam pendugaan debit menggunakan model
SWAT berhasil mendapatkan debit dugaan yang baik dengan nilai R² > 0,51
dan NS > 0,74.
5. Hasil simulasi penggunaan lahan dengan model SWAT dengan input hujan
simulasi menunjukkan bahwa perubahan sawah menjadi pertanian lahan
kering campuran seluas 3253,8 ha menurunkan koefisien runoff dari 0,21
menjadi 0,12 dan menurunkan debit limpasan maksimum bulanan dari 117,55
m3/s menjadi 79,68 m3/s.
Saran
Data hujan yang digunakan dalam kalibrasi model SWAT perlu
menggunakan data hujan yang dapat mewakili hujan wilayah di DAS yang
bersesuaian dengan debit pengukuran yang digunakan sebagai pembanding, yaitu
data hujan yang berasal dari beberapa stasiun pengukur hujan yang tersebar di
DAS, selain menggunakan parameter input lainnya hasil pengukuran di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahl RS, Woods SW and Zuurig HR. 2008. Hydrologic calibration and validation
of SWAT in a snow-dominated Rocky Mountain watershed, Montana, USA.
Journal of The American Water Resources Association. 44 (6). 1411.
Amatya, D.M., E.B. Haley, N.S. Levine, T.J. Callahan, A.R. Pawlik and M.K.
Jha. 2008. Calibration and validation of the SWAT model for a forested
watershed in Coastal South Carolina. 2008 June 29 - July 2; Rhode Island.
United State (US): ASABE.
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011.
Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan.
Kinoshita and Nekane. 2002. Study on Surface Runoff (Part 1). Effects of Rainfall
Intensity on Surface Runoff from The Experimental Plot. National
Research Center for Disaster Prevention [internet]. [diacu 2013 Feb 28].
Tersedia dari: http://www.bosai.go.JP/ad/report/abstract/re 18-3/html.

19

Luzio, D., M., R. Srinivasan, and J. G. Arnold. 2001. ArcView Interface for
SWAT2000 User’s Guide. Texas (US): Blackland Research Center, Texas
Agricultural Experiment Station and Grassland, Soil and Water Research
Laboratory, USDA Agricultural Research Service.
Mulyana N. 2012. Analisis Luas Tutupan Hutan Terhadap Ketersediaan Green
Water dan Blue Water di Sub Das Gumbasa dan Sub Das Cisadane Hulu
dengan Aplikasi Model Swat. [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Neitch, S. L., Arnold, J.G., Kiniry, J.R., Srinivasan, R., and William, J.R. 2002b.
Soil and Water Assesment Tool; User’s Manual Version 2000. Texas (US):
Agricultural Research Service US.
Neitch, S. L., Arnold, J.G., Kiniry, J.R., Srinivasan, R., and William, J.R. 2004.
Soil and Water Assesment Tool Input/Output File Documentation Version
2005. Texas (US): Agricultural Research Service US.
Pawitan H. 2002. Flood hydrology and an integrated approach to remedy the
Jakarta floods. The International Conference on Urban Hydrology for the
21st Century, the Humid Tropics Hydrology and Water Resources Center for
Southeast Asia and Pacific (HTC Kuala Lumpur); 2002 Oct 14-18; Kuala
Lumpur, Malaysia. Malaysia (MY): Departemen of Irrigation and Drainage
Malaysia in Colaboration with UNESCO and IAHSO.
[Pemkab Subang] Pemerintah Kabupaten Subang. 2011. Laporan Akhir Studi
Mitigasi Bencana Banjir Pantura Kabupaten Subang. Bandung (ID): PT.
Zonasi Konsultan.
Rusdiana O. 2001. Kondisi dan masalah air di Pulau Jawa. J Man Hut Trop. 7(1):
49-54.
SCS Engineering Division. 1986. Urban hydrology for small watershed. United
State: US Departement of Agriculture.
Setyowati D.L. 2010. Hubungan Hujan dan Limpasan pada Berbagai Dinamika
Spasial Penggunaan Lahan di DAS Kreo Jawa Tengah. [Disertasi].
Yogyakarta (ID): Program Pascasarjana Fakultas Geografi UGM.
Seyhan E. 1977. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr.
Wahdani D. K. 2011. Perkiraan Debit Sungai dan Sedimentasi dengan Model
MWSWAT di Sub-DAS Citarum Hulu Provinsi Jawa Barat. [Thesis]. Bogor
(ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wibowo M. 2005. Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap
Debit Sungai (Studi Kasus Sub-DAS Cikapundung Gandok, Bandung). J
Teknik Lingkungan. P3TL-BPPT. 6 (1): 283-290.
Yusmandhany E. S. 2004. Kemampuan potensial tanah menahan air hujan dan
limpasan permukaan berdasarkan tipe penggunaan lahan di daerah Bogor
bagian tengah. Buletin Teknik Pertanian. 9(1): 26-29.

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tangal 03 Mei 1990 dari ayah
H. Baban Sopyan dan Ibu Neneng Sapsah. Penulis adalah putri ke-enam dari tujuh
bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang
sama, penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Inventarisasi Hutan tahun akademik 2010-2011, Hidrologi Hutan, dan
Pengelolaan Ekosistem Hutan dan Daerah Aliran Sungai tahun akademik 20112012 dan 2012-2013. Selain itu, penulis juga aktif sebagai anggota Kelompok
Studi Hidrologi di Forest Management Student Club (FMSC) priode 2011-2012
dan anggota Divisi Kajian Stategi dan Advokasi PC Sylva Indonesia tahun 20092010. Penulis juga aktif berpatisipasi dalam berbagai kepanitiaan kegiatan
kemahasiswaan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH)
di Gunung Sawal dan Pangandaran, Jawa Barat pada tahun 2010; Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW),
Sukabumi dan KPH Cianjur Jawa Barat pada tahun 2011 dan Praktek Kerja
Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT FORTUNA CIPTA SEJAHTERA,
Kalimantan Tengah pada tahun 2012.