Analisis Hidrologi Menggunakan Model Swat Di Sub Das Cilebak Kabupaten Bandung

ANALISIS HIDROLOGI MENGGUNAKAN MODEL SWAT
DI SUB DAS CILEBAK KABUPATEN BANDUNG

MAWARDAH NUR HANIFIYANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hidrologi
Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Cilebak Kabupaten Bandung adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Mawardah Nur Hanifiyani
NIM E14100039

ABSTRAK
MAWARDAH NUR HANIFIYANI. Analisis Hidrologi Menggunakan Model SWAT di
Sub DAS Cilebak Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh NANA MULYANA
ARIFJAYA.
Sub DAS Cilebak merupakan bagian hulu DAS Citarum terletak di Kabupaten
Bandung dengan luas 420.89 ha. Tutupan lahan pada Sub DAS Cilebak berupa ladang
(169.18 ha), semak belukar (137.08 ha), hutan (50.25 ha), pemukiman (38.08 ha), sawah
(24.80), dan kebun campuran (1.50 ha). Jenis tanah Sub DAS Cilebak terdiri atas
asosisasi andosol coklat dan regosol coklat (359.71 ha) dan jenis latosol coklat tua
kemerahan (61.17 ha). Kombinasi tutupan lahan, jenis tanah, dan iklim menyebabkan
kompleksitas kondisi hidrologi di Sub DAS Cilebak. Hal ini menyebabkan perlunya
penggunaan model dalam kegiatan pengelolaan DAS. SWAT (Soil and Water Assessment
Tool) merupakan model yang dapat menduga kondisi hidrologi. SWAT menggunakan
masukan berupa tutupan lahan dan peta tanah skala 1:250 000, serta data iklim harian.
Kalibrasi harian tahun 2009 menunjukkan R2 sebesar 0.50 dan NSE sebesar 0.42 serta R2

sebesar 0.60 dan NSE sebesar 0.40 untuk validasi pada tahun 2010 yang masuk kategori
memuaskan. Hasil analisa neraca air menunjukkan rasio evapotranspirasi aktual terhadap
curah hujan sebesar 0.51 (590.9 mm tahun-1), perkolasi 0.24 (285.7 mm tahun-1), aliran
bawah tanah 0.17 (193.3 mm tahun-1), aliran lateral 0.16 (190.8 mm tahun-1), dan aliran
permukaan 0.06 (66.2 mm tahun-1). Aliran bawah tanah akan kembali menjadi debit
dalam 178 hari 4 jam 48 menit, menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan hujan untuk
menjadi debit adalah 6 bulan. Tutupan lahan berupa semak belukar 3.9 mm dan hutan 5.5
mm merupakan tutupan lahan dengan limpasan permukaan terendah. Hutan merupakan
penyumbang aliran lateral paling tinggi yaitu sebesar 67.6 mm.
Kata kunci: analisis hidrologi, neraca air, Sub DAS Cilebak, SWAT
ABSTRACT
MAWARDAH NUR HANIFIYANI. Hydrology Analysis Using SWAT Model in
Cilebak Sub Watershed Bandung Regency. Supervised by NANA MULYANA
ARIFJAYA.
Cilebak Sub Watershed is part of upper Citarum Watershed located at Bandung
Regency, with area 420.89 Ha. Cilebak Sub Watershed land cover consist of agricultural
crops (169.18 ha), bushes (137.08 ha), forest (50.25 ha), residential (38.08 ha), paddy
field (24.80), and mixed crops (1.50 ha). Soil types consist of brown andosol and brown
regosol association (359.71 ha), and dark brown latosol (61.17 ha). Combination between
land use, soil, and climate caused complexity of watershed distribution at the watershed.

This mean to predict hydrology need modelling. SWAT (Soil and Water Assessment
Tool) is a model that could predict hydrology condition. Inputs of SWAT consisted of
land cover and soil map 1:250 000, and daily climate. Calibration in 2009 shows the
value of R2 0.50 and NSE 0.42, and validation in 2010 R2 0.60 and NSE 0.40 which is
satisfactory. Water balance in Cilebak Sub Watershed shows ratio rainfall with actual
evapotranspiration 0.51 (590.9 mm year-1), percolation 0.24 (285.7 mm year-1),
groundwater 0.17 (193.3 mm year-1), lateral flow 0.16 (190.8 mm year-1), and ratio of
surface run-off 0.06 (66.2 mm year-1). Ratio between maksimum and minimum flow is
53.17 that mean hydrology condition in Cilebak Sub Watershed was satisfactory.
Groundwater flows to stream in 178 days 4 hours 48 minutes, shows that rainfall will
flow to river in 6 months. The lowest value of surface run-off happened in bushes 3.9 mm
and forest 5.5 mm. Forest was the biggest supplier of lateral flow for 67.6 mm.
Keywords: Cilebak Sub Watershed, hydrology analysis, SWAT, water balance

ANALISIS HIDROLOGI MENGGUNAKAN MODEL SWAT
DI SUB DAS CILEBAK KABUPATEN BANDUNG

MAWARDAH NUR HANIFIYANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dimulai sejak Agustus 2014 ini berjudul Analisis Hidrologi Menggunakan Model
SWAT di Sub DAS Cilebak Kabupaten Bandung. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi salah satu informasi dalam pengelolaan DAS di Sub DAS Cilebak.
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr Ir Nana Mulyana Arifjaya, MSi selaku dosen pembimbing. Ucapan
terima kasih juga penulis ucapkan kepada Mas Ardiyanto yang telah membantu

penulis dalam proses pengolahan data, Bapak Cecep Firman dari BPDAS
Citarum-Ciliwung, dan Imania Annisa Rahma, SSi yang telah membantu penulis
dalam mengumpulkan data. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
kedua orang tua, Bapak Eddy Setyo Mudjajanto dan Ibu Siti Ridhayani yang telah
memberikan doa serta dukungannya, serta keluarga besar MNH 47, dan temanteman di laboratorium hidrologi hutan atas dukungan dan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, penulis berharap adanya masukan ataupun saran yang dapat mendukung
perbaikan skripsi ini.

Bogor, April 2015
Mawardah Nur Hanifiyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2


Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4


Kondisi Umum Sub DAS Cilebak

4

Iklim

7

Aplikasi Model SWAT

8

Kalibrasi dan Validasi Model

10

Analisa Hidrologi Sub DAS Cilebak

14


KESIMPULAN DAN SARAN

18

Kesimpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

20


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Data yang digunakan dalam penelitian
Penutupan lahan pada Sub DAS Cilebak
Jenis tanah pada Sub DAS Cilebak
Kelas lereng pada Sub DAS Cilebak
Kelas URH dominan pada Sub DAS Cilebak
Parameter kalibrasi
Komponen neraca air dan rasio terhadap curah hujan

2
5

6
7
9
11
16

DAFTAR GAMBAR
1 Peta tutupan lahan Sub DAS Cilebak
2 Peta tanah Sub DAS Cilebak
3 Peta kelas lereng Sub DAS Cilebak
4 Grafik curah hujan rata-rata bulanan 2008-2012
5 Grafik regresi linier debit observasi dan debit simulasi setelah kalibrasi
tahun 2009
6 Grafik perbandingan debit observasi dan debit simulasi setelah kalibrasi
tahun 2009
7 Grafik perbandingan debit observasi dan debit simulasi setelah validasi
tahun 2010
8 Grafik neraca air bulanan pada Sub DAS Cilebak
9 Hasil simulasi neraca air pada SWAT Check
10 Grafik sebaran limpasan pada Sub DAS Cilebak
11 Sebaran neraca air pada tiap tutupan lahan

5
6
7
8
10
13
14
14
15
17
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sub DAS Cilebak merupakan bagian dari hulu Sub DAS Citarum yang
terletak di Kecamatan, Pacet, Kabupaten Bandung. Savitri (2007) menyebutkan
bahwa Sub DAS Citarum Hulu memiliki potensi banjir setiap tahunnya terutama
pada daerah cekungan Bandung yang merupakan tempat bertemunya sungai
Cikapundung, sungai Cisangkuy, sungai Citarik, dan sungai Cirasea. Pada April
2015 banjir melanda tiga kecamatan pada Citarum Hulu yaitu pada Kecamatan
Bojongsoang, Dayeuhkolot, dan Baleendah dengan kedalaman sekitar satu meter
akibat meluapnya Sungai Cikapundung dan Sungai Cisangkuy (Mulia 2015). Hal
ini mengindikasikan penurunan kondisi hidrologi pada Citarum Hulu. Penelitian
di Sub DAS Cilebak pada debit ekstrim April 2004, rasio antara Qmaks/Qmin
adalah 89.86 turut mengindikasikan adanya penurunan fungsi resapan
(Hermiawati 2006). Pada DAS yang baik fluktuasi antara debit sungai di musim
penghujan dan kemarau kecil karena curah hujan dapat diserap ke dalam tanah.
Untuk melakukan pendugaan terhadap kondisi hidrologi pada suatu DAS
diperlukan penggunaan model hidrologi. Salah satu model hidrologi yang dapat
digunakan adalah SWAT (Soil and Water Assessment Tool). Model ini merupakan
model hidrologi yang dapat dijalankan baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang (Fohrer et al. 2001).
SWAT merupakan sebuah model yang dikembangkan untuk USDA ARS
(US Departement of Agriculture-Agricultural Research Service) dan merupakan
hasil gabungan dari beberapa model yaitu Simulator for Water Resources in Rural
Basin (SWWRRB); Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural
Management System (CREAMS); Groundwater Loading effects on Agricultural
Management System (GLEAMS); dan Erosion Productivity Impact Calculator
(EPIC) (Gasman et al. 2007). Penelitian terdahulu pada Sub DAS Citarum Hulu
menunjukkan bahwa model SWAT mampu mewakilkan debit observasi dengan
nilai NSE sebesar 0.773 dan R2 sebesar 0.771 (Rahman 2013).

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah ssebagai berikut,
1. Mengetahui kondisi hidrologi pada Sub DAS Cilebak.
2. Menghitung besarnya neraca air pada Sub DAS Cilebak.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
kondisi hidrologi, serta sebaran neraca air yang terjadi pada Sub DAS Cilebak
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
pengelolaan DAS.

2

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sub DAS Cilebak, Desa Nagrak, Kecamatan Pacet,
Bandung, Jawa Barat yang terletak di koordinat 7o5’55”-7o8’51.4”LS dan
107o43’23”-107o44’3.5”BT. Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data
dilakukan pada bulan Agustus – Desember 2014.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data-data spasial
dan data sekunder yang disajikan dalam Tabel 1. Dalam penelitian ini data iklim
yang digunakan berupa parameter radiasi surya, temperatur maksimum, dan
minimum, kecepatan angin, dan kelembaban.
Tabel 1 Data yang digunakan dalam penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7

8

Jenis data
DEM (Digital
Elevation Model)
Peta batas Sub
DAS Cilebak
Peta jaringan
sungai
Peta penggunaan
lahan tahun 2010
Peta jenis tanah
tahun 1993
Data iklim 20082012
Data debit sungai
harian tahun 20082010
Data curah hujan
harian stasiun
Cilebak-cirasea
tahun 2008-2012

Resolusi/
skala
30 m
1:50 000
1:50 000
1:250 000
1:250 000
-

Sumber
http://dds.cr.usgs.gov/srtm/version2_1/SRT
M3/Eurasia
BPDAS Citarum-Ciliwung
BPDAS Citarum-Ciliwung
Badan Planologi Kehutanan 2010
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
Bogor
Global weather database
BPDAS Citarum-Ciliwung

BPDAS Citarum - Ciliwung
-

Alat
Alat yang digunakan untuk melakukan pengoperasian model SWAT adalah
seperangkat laptop yang dilengkapi dengan perangkat lunak Arc GIS 9.3 yang
telah dilengkapi extension ArcSWAT 2009. Program SUFI2 (Sequential
Uncertainty Fitting version 2) yang terdapat pada perangkat lunak SWAT-CUP
(Soil and Water Assessment Tool-Calibration and Uncertainty Programs) untuk

3
melakukan kalibrasi dan validasi. Program lain yang dibutuhkan adalah SWAT
check, dan Microsoft office.

Prosedur Analisis Data
Simulasi Model SWAT
Proses analisis SWAT dilakukan dengan melaksanakan empat tahap, yaitu
deliniasi DAS, pembentukan Hydrology Response Unit (HRU) atau Unit Respon
Hidrologi (URH), input data iklim, dan simulasi SWAT. Pembentukan URH
dilakukan dengan metode threshold. Pada penelitian ambang batas yang
digunakan adalah 2% untuk landuse, 0% untuk tanah, dan 2% untuk kelerengan.
Setelah data URH terbentuk maka kegiatan analisis data dapat dilanjutkan
ke tahap simulasi. Proses simulasi dilakukan selama tiga tahun yaitu dari tahun
2008 hingga tahun 2010, dengan periode warming up yang digunakan adalah pada
tahun 2008.
Persamaan neraca air yang digunakan dalam model dihitung dengan
menggunakan rumus (Neitsch et al. 2005).


a

-

- -

-

................................ (1)

Keterangan:
SWt : Kandungan akhir air tanah (mm)
SW0 : Kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm)
Rday : Jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm)
Qsurf : Jumlah limpasan permukaan pada hari ke-i (mm)
Ea
: Jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm)
WSeep : Jumlah air yang memasuki zona tak jenuh pada profil tanah hari ke-i
(mm)
Qgw : Jumlah aliran dasar (base flow) pada hari ke-i (mm)
Metode yang digunakan dalam menghitung besarnya limpasan pada SWAT
adalah metode SCS-CN. Pada metode SWAT untuk menghitung limpasan
digunakan rumus (Neitsch et al. 2005)
a

(

a

- .2

2

.8 )

.............................................................................. (2)

Dimana Qsurf adalah adalah jumlah aliran permukaan pada hari ke-i (mm).
Rday adalah jumlah curah hujan pada hari ke-i (mm). S adalah parameter retensi
(mm).
Kalibrasi dan Validasi
Kalibrasi dan pengujian model bertujuan agar output model yang digunakan
hasilnya mendekati dengan output di lapangan. Proses kalibrasi dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak SUFI2.SWAT-CUP (Sequential Uncertainty
Fitting version 2. Soil and Water Assessment Tool-Calibration and Uncertainty

4
Programs). Kalibrasi dilakukan terhadap nilai debit dengan cara membandingkan
hasil yang didapatkan dari model dengan debit observasinya.
Proses validasi dilakukan secara manual dengan melakukan uji statistika
yaitu dengan menguji nilai R2 dan Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE). Proses
kalibrasi dilakukan selama satu tahun, yaitu dari tahun 2009, sementara untuk
validasinya digunakan data Januari - Juli 2010. Nilai R2 digunakan untuk
menunjukkan tingkat kesesuaian antara debit observasi dan terhitung. Nilai R2
berkisar antara 0 hingga 1, dimana nilai 0 menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara debit terukur dan debit terhitung sementara nilai 1 menunjukkan
data debit terhitung bernilai sama dengan data observasi (Krause et al. 2005).
Sementara nilai NSE ditujukan untuk mengetahui perbedaan antara data dan
model atau menilai daya prediksi/akurasi antara model dan data. Suatu model
akan semakin sesuai dengan debit terukur apabila nilainya semakin mendekati 1
(Jeong et al. 2010). Dalam penelitian ini nilai R2 yang digunakan yang bernilai
lebih besar sama dengan 0.5. Sementara untuk NSE nilai model dikatakan
memuaskan apabila memiliki nilai antara 0.35 – 0.75 (Junaidi 2009).
Untuk mengetahui nilai R2 digunakan rumus:
2

∑ 1







2







2

2

...................................................... (4)

Keterangan:
Qobs,i : Debit hasil pengukuran (m3 det-1)
Qcal,i : Debit hasil kalibrasi model SWAT (m3 det-1)
Ǭobs,i : Debit hasil pengukuran rata-rata (m3 det-1)
Ǭcal,i : Debit hasil simulasi model SWAT rata-rata (m3 det-1)
Perhitungan nilai NSE menggunakan rumus:
1-

∑ 1

∑ 1



2
2

.................................................................... (5)

Keterangan:
NSE : Koefisien Nash-Sutcliffe
Qobs,i : Debit hasil pengukuran (m3 det-1)
Qcal,i : Debit hasil kalibrasi model SWAT (m3 det-1)
Ǭcal,i : Debit hasil simulasi model SWAT rata-rata (m3 det-1)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Sub DAS Cilebak
Tutupan lahan Sub DAS Cilebak sebagian besar berupa tegalan dengan
persentase sebesar 40.20%. Pada umumnya tanaman yang diusahakan adalah
singkong dan kacang tanah yang ditanam dengan sistem tumpang sari atau bergilir,
sementara teknik konservasi yang dilakukan hanya berupa penanaman dengan
sistem guludan atau teras bangku tradisional. Tutupan lahan dengan persentase

5
terbesar kedua adalah semak belukar dengan persentase sebesar 32.57%.
Keberadaan semak belukar ini terbentuk akibat ladang ataupun tutupan lahan lain
yang terabaikan. Data beserta peta dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 1.

Kode SWAT
FRSE
RNGB
URLD
AGRR
SESB
RICE
Jumlah

Tabel 2 Penutupan lahan pada Sub DAS Cilebak
Luas
Penutupan lahan
Ha
%
Hutan
50.25
11.94
Semak belukar
137.08
32.57
Pemukiman
38.08
9.05
Ladang
169.18
40.20
Kebun campuran
1.50
0.36
Sawah
24.80
5.89
420.89
100.00

Gambar 1 Peta tutupan lahan Sub DAS Cilebak
Jenis tanah di Sub DAS Cilebak berdasarkan peta tanah skala 1:250 000
yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor didominasi
oleh jenis tanah asosisasi andosol coklat dan regosol coklat dan jenis latosol
coklat tua kemerahan (Tabel 3). Tanah jenis asiosiasi andosol coklat dan regosol
coklat merupakan jenis tanah dengan umur tanah muda hingga dewasa dimana
profil tanah mulai lengkap. Tanah latosol coklat tua kemerahan biasanya
merupakan tanah tua yang telah mengalami pencucian.
Jenis tanah asosisasi andosol coklat dan regosol coklat memiliki kelas
hidrologi tanah B, sementara latosol coklat tua kemerahan memiliki kelas

6
hidrologi tanah C. Kelas hidrologi tanah B merupakan tanah lempung berpasir,
sementara kelas hidrologi tanah C biasanya merupakan tanah lempung berliat,
lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah, dan tanah
berkadar liat tinggi (Arsyad 2006). Hal ini terlihat dari persentase tekstur tanah
latosol coklat tua kemerahan yang memiliki persentase kadar liat tertinggi sebesar
47.17%.
Tabel 3 Jenis tanah pada Sub DAS Cilebak
Jenis tanah
Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol
Coklat
Latosol Coklat Tua Kemerahan
Jumlah

Luas
%

Tekstur (%)
Debu Pasir
Liat

359.71

85.47

49.70

35.30

15.05

61.17
420.89

14.53 39.38
100.00

13.45

47.17

Ha

Gambar 2 Peta tanah Sub DAS Cilebak
Klasifikasi kelas kelerengan pada Sub DAS Cilebak dilakukan dengan
menggunakan DEM resolusi 30 m. Kelas kelerengan pada Sub DAS Cilebak
tersebar pada seluruh kelas kerengan. Sub DAS Cilebak didominasi oleh kelas
kelerengan 15%-25% dengan persentase luas sebesar 29.49% yang termasuk ke
dalam kelas lereng agak curam, diikuti oleh kelas kerengan 25%-40% dengan
persentase sebesar 24.67%. Hasil klasifikasi juga menunjukkan bahwa wilayah
Sub DAS Cilebak rata-rata berada pada kelas kelerengan agak curam hingga
sangat curam dengan kelas kelerengan antara 15% hingga di atas 40%. Nilai ini
menunjukkan bahwa Sub DAS Cilebak berada pada wilayah perbukitan dan

7
gunung yang memiliki kelerengan semakin curam pada selatan Sub DAS Cilebak.
Kelerengan yang semakin curam ini membuat wilayah Sub DAS Cilebak rentan
terhadap tingginya limpasan. Berdasarkan klasifikasi kelas kerengan datar hanya
memiliki proporsi sebesar 6.53%. Secara detail pembagaian kelas lereng beserta
luasannya ditampilkan dalam Tabel 4.

Keterangan
Datar
Landai
Agak curam
Curam
Sangat curam
Jumlah

Tabel 4 Kelas lereng pada Sub DAS Cilebak
Luas
Kelas lereng
Ha
27.47
0-8%
71.52
8-15%
124.14
15-25%
103.83
25-40%
93.94
>40%
420.89

%
6.53
16.99
29.49
24.67
22.32
100.00

Gambar 3 Peta kelas lereng Sub DAS Cilebak

Iklim
Pada tahun 2008-2012 Sub DAS Cilebak memiliki rata-rata curah hujan
sebesar 1324.13 mm/tahun (Gambar 4) berdasarkan data pengamatan stasiun
curah hujan Cilebak-Cirasea. Selama periode ini curah hujan rata-rata tertinggi
terdapat pada bulan November dan bulan Desember. Curah hujan tertinggi
terdapat Desember 2012 dengan dengan curah hujan sebesar 312.90 mm,

8
sementara curah hujan terendah sebesar 0 mm yang terjadi pada pada bulan Juli
tahun 2008, 2009, 2012, serta bulan Agustus pada tahun 2009 dan 2012.
Berdasarkan klasifikasi iklim oleh scmidt-ferguson tahun 2008-2012 iklim pada
Sub DAS Cilebak termasuk kategori iklim C yaitu agak basah dengan 8 bulan
basah dan 3 bulan kering.
250

Curah Hujan(mm)

200
150
100
50
0
Jan

Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Bulan

Ags Sep Okt Nov Des

Gambar 4 Grafik curah hujan rata-rata bulanan 2008-2012
Berdasarkan data yang didapat dari global weather suhu maksimum ratarata pad Sub DAS Cilebak adalah sebesar 23.92 oC, sementara suhu minimum
rata-ratanya adalah sebesar 16.38 oC. Data iklim lainnya yang didapatkan dari
global weather adalah data kelembaban nisbi rata-rata yaitu sebesar 90.41%, ratarata kecepatan angin sebesar 1.27 m s-1, dan rata-rata radiasi matahari sebesar
10.59 MJ m-2.

Aplikasi Model SWAT
Deliniasi Sub DAS
Analisis SWAT dilakukan dengan membagi wilayah Sub DAS ke dalam
bagian Sub-Sub DAS. Dalam penelitian ini Sub-Sub DAS yang terbentuk adalah
sebanyak 1 Sub-Sub DAS. Deliniasi Sub DAS Cilebak dilakukan dengan
menggunakan DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi 30 m. Hasil
deliniasi dengan menggunakan model SWAT menunjukkan luasan wilayah Sub
DAS Cilebak yang terbentuk adalah 420.89 Ha dengan elevasi rata-rata sebesar
1215.60 m dpl.
Pembentukan URH (Unit Respon Hidrologi)
Proses analisa selanjutnya dilakukan dengan melakukan pembentukan URH
(Unit Respon Hidrologi). Unit respon hidrologi ini merupakan kelompok lahan
yang memiliki kombinasi tanaman penutup, tanah, dan pengelolaan lahan yang
unik. Pada penutupan lahan nilai threshold yang digunakan adalah 2%, nilai ini

9
dipilih karena pada Sub DAS Cilebak terdapat tutupan lahan yang memiliki luas
tutupan lahan dengan luasan yang kecil. Pada jenis tanah threshold yang
digunakan adalah 0%. Penentuan 0% pada jenis tanah dikarenakan luasan daerah
penelitian yang tidak terlalu besar dan variasi jenis tanah yang tidak terlalu
beragam, sementara pada kelerengan threshold yang digunakan adalah sebesar 2%.
Hal ini dikarenakan cukup beragamnya kelas kelerengan yang ada pada Sub DAS
Cilebak.
Dari hasil penentuan threshold ini didapatkan 29 URH. Dari 29 URH ini,
URH dengan kombinasi penutupan lahan berupa ladang dengan jenis tanah
Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat pada kelas kelerengan agak curam
merupakan URH dominan dengan luas sebesar 78.75 Ha dan menutupi wilayah
Sub DAS Cilebak sebesar 18.71%. Kombinasi URH dengan luasan terkecil
dihasilkan oleh kombinasi dengan tutupan lahan berupa ladang dengan jenis tanah
latosol coklat tua kemerahan pada kelerengan curam. URH dominan yang terdapat
pad Sub DAS Cilebak disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Kelas URH dominan pada Sub DAS Cilebak
ID
18
4
6
15
16
1
2
7
12
17

Unit Respon Hidrologi (URH)
Tutupan lahan Jenis tanah
Kelas lereng
Asosiasi andosol coklat
Ladang
Agak curam
dan regosol coklat
Asosiasi andosol coklat
Semak
Sangat curam
dan regosol coklat
Asosiasi andosol coklat
Semak
Curam
dan regosol coklat
Asosiasi andosol coklat
Ladang
Landai
dan regosol coklat
Asosiasi andosol coklat
Ladang
Curam
dan regosol coklat
Asosiasi andosol coklat
Hutan
Curam
dan regosol coklat
Asosiasi andosol coklat
Hutan
Sangat curam
dan regosol coklat
Asosiasi andosol coklat
Semak
Agak curam
dan regosol coklat
Latosol coklat tua
Pemukiman
Landai
kemerahan
Asosiasi andosol coklat
Ladang
Datar
dan regosol coklat

Luas
Ha

%

78.75

18.71

75.56

17.95

41.12

9.77

38.08

9.05

36.07

8.57

24.57

5.84

18.38

4.37

17.03

4.05

14.55

3.46

9.86

2.34

Berdasarkan hasil analisa URH tutupan lahan berupa ladang, jenis tanah
asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, dan kelas kelerengan agak curam
merupakan URH yang paling dominan pada Sub DAS Cilebak. Hal ini
menunjukkan bahwa pada Sub DAS Cilebak sebagian besar wilayahnya masih
didominasi berupa areal yang ditanami oleh vegetasi.
Pada URH kombinasi antara semak belukar jenis tanah asosiasi andosol
coklat dan regosol coklat yang berada pada kelerengan sangat curam merupakan
URH dengan persentase terbesar kedua pada Sub DAS Cilebak, sementara pada

10
kelerengan dan jenis tanah yang sama tutupan lahan berupa hutan hanya memiliki
peresentase sebesar 5.84% pada wilayah Sub DAS Cilebak. Hal ini
mengindikasikan bahwa terjadi penggunaan lahan yang tidak tepat pada Sub DAS
Cilebak. Wilayah dengan kelerengan >40% merupakan wilayah yang termasuk
kategori kelas kelerengan sangat curam, sehingga wilayah seperti ini merupakan
wilayah dengan potensi terjadinya limpasan dan erosi yang besar apabila tidak
dilakukan pemilihan tutupan lahan dan pola konservasi yang tepat.

Kalibrasi dan Validasi Model
Simulasi dilakukan tahun 2008 hingga Juli 2010, dengan data tahun 2008
digunakan sebagai data warming up dari model. Proses warming up ini dilakukan
untuk memantapkan kondisi base flow (aliran dasar) pada simulasi hingga kondisi
keseimbangan dalam proses hidrologi tercapai (Wahdani 2011). Berdasarkan hasil
uji R2 diketahui bahwa nilai korelasi antara debit observasi dan debit simulasi
harian pada Sub DAS Cilebak di tahun 2009 adalah sebesar 0.20 dengan nilai
NSE sebesar -0.39. Nilai ini menunjukkan bahwa data debit observasi lebih
mewakili dibandingkan data hasil simulasi sehingga model perlu dilakukan
kalibrasi.
Kalibrasi Model
Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan data hasil observasi
dengan data hasil simulasi. Proses kalibrasi ini dilakukan agar data hasil simulasi
dapat mewakili data observasi sehingga diperoleh tingkat ketidakpastian yang
minimal anatara debit terukur dan debit model. Perbandingan dilakukan dengan
menggunakan R2 dan NSE. Berdasarkan Arnold et al. (2012) kedua metode ini
merupakan metode yang paling sering digunakan dalam proses kalibrasi.
0.45

R2 = 0.50
NSE = 0.42

Debit Simulasi (m3 s-1)

0.4
0.35
0.3
0.25
0.2

0.15
0.1
0.05
0
0

0.1

0.2
0.3
Debit Observasi (m3 s-1)

0.4

0.5

Gambar 5 Grafik regresi linier debit observasi dan debit simulasi setelah kalibrasi
tahun 2009
Berdasarkan hasil simulasi nilai perbandingan antara R2 dan NSE pada
simulasi harian menunjukkan nilai R2 sebesar 0.20 dengan nilai NSE sebesar -0.39.
Nilai ini masih jauh dari hasil yang diharapkan sehingga model perlu dikalibrasi

11
kembali dengan menyesuaikan parameter-parameter yang ada. Proses pemilihan
selang parameter yang akan digunakan dalam proses kalibrasi dilakukan dengan
metode trial and error guna mendapatakan kombinasi parameter yang optimal.
Hasil kalibrasi Sub DAS Cilebak periode bulanan (Gambar 5) menunjukkan data
R2 dan NSE sebesar 0.50 dan 0.42. Nilai ini masuk ke dalam katagori memuaskan
(Junaidi 2009) sehingga model SWAT dapat dikatakan mampu mewakili debit
observasi. Hasil ini diperoleh setelah melakukan 600 iterasi dengan simulasi
terbaik terdapat pada simulasi ke-262.
Proses kalibrasi ini dilakukan dengan melakukan penyesuaian 14 parameter
nilai yang digunakan dalam proses kalibrasi disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Parameter kalibrasi
Fitted value Satuan
No Parameter
1
V_ALPHA_BF.gw
0.69925 hari
2
V_GW_DELAY.gw 178.166672 hari
3

V_GWQMN.gw

49.391666 mm

4

V_GW_REVAP.gw

0.08495 -

5

V_REVAPMN.gw

78.833336 mm

6

V_RCHRG_DP.gw

7

V_SOL_AWC.sol

8

V_SOL_K.sol

9

V_SOL_BD.sol

10

V_ESCO.hru

11
12

V_OV_N.hru
V_SURLAG.bsn

0.634375 18.038334 hari

13

V_CH_K2.rte

41.958336 mm jam-1

14

V_CH_N2.rte

0.055833 0.2915 mm mm-1
4.316667 mm jam-1
1.72225 g cm-3
0.042917 -

0.2685 -

Keterangan
Faktor alpha aliran dasar
Masa jeda air tanah ke sungai
Kedalaman minimal dari akuifer
dangkal yang dibutuhkan
Koefisien evaporasi dari zona
perakaran
Batas kedalaman air di akuifer
dangkal
Fraksi perkolasi akuifer dalam
Kapasitas air tersedia di dalam
tanah
Konduktivitas hidrolik tanah
dalam keadaan jenuh
Kerapatan jenis tanah
Faktor pergantian evaporasi
tanah
Nilai koefisien manning
Koefisien jeda aliran permukaan
Konduktivitas hidrolik pada
saluran utama
Nilai kekasaran manning pada
saluran utama

Berdasarkan data di Tabel 6 terdapat lima jenis data input yang disesuaikan
yaitu data aliran bawah tanah (.gw), data input tanah (.sol), data input HRU (.hru),
data input penelusuran air atau basin (.bsn), dan data input saluran utama (.rte).
Dari kelima data input ini dipilih parameter yang sesuai pada wilayah lokasi
penelitian.
Pada data input aliran bawah tanah, parameter yang digunakan adalah data
Alpha_BF, Gw_Delay, GWQMN, Gw_REVAP, REVAPMN, dan RCHRG_DP.
Parameter Alpha BF menunjukkan respon aliran baseflow terhadap infiltrasi
(recharge). Nilai yang berkisar antara 0.1-0.3 menandakan respon yang lambat
untuk waktu pengisian kembali, sementara respon pengisian yang cepat memiliki
rentang nilai 0.9-1 (Neitsch et al. 2011). Nilai Alpha_BF pada Sub DAS Cilebak
adalah 0.69 artinya Sub DAS Cilebak memiliki respon aliran baseflow yang tidak

12
terlalu cepat. GW_Delay atau waktu jeda air bawah tanah adalah parameter yang
menunjukkan lamanya waktu air mengalir pada profil tanah dan zona jenuh
(aquifer) sebelum akhirnya keluar kembali. Hasil kalibrasi menunjukkan nilai
waktu jeda air bawah tanah adalah sebesar 178.17 hari artinya air akan keluar
kembali menjadi debit dalam 178 hari 4 jam 48 menit. Bulan kering pada Sub
DAS Cilebak terjadi selama 3 bulan yaitu selama 90 hari. Hal ini menunjukkan
bahwa sungai di Sub DAS Cilebak merupakan sungai yang mengalir sepanjang
tahun karena aliran bawah tanah mampu dipasok sebelum tenggang masa jeda
waktu aliran bawah tanah.
GWQMN merupakan nilai parameter yang menunjukkan batas kedalaman
minimal dari akuifer dangkal untuk memungkinkan terjadinya aliran bawah tanah.
Pada kalibrasi nilai GWQMN yang didapat adalah sebesar 49.39 mm. Parameter
GW_REVAP adalah koefisien evaporasi air tanah. Pada saat keadaan kering air
dapat terdifusi ke daerah perakaran, nilai GW_REVAP menunjukkan kemampuan
pergerakan air menuju daerah perakaran pada keadaan tersebut. Nilai yang
mendekati 0 menandakan pergerakan air semakin terbatas, sementara nilai yang
mendekati 1 menandakan pergerakan mendekati nilai evapotranspirasi potensial.
Hasil kalibrasi menunjukkan nilai GW_REVAP sebesar 0.08 yang menandakan
pergerakan air yang terbatas menuju zona perakaran.
REVAPMN merupakan nilai yang menunjukkan ambang batas kedalaman
minimal dari akuifer dangkal untuk memungkinkan terjadinya perkolasi ke akuifer
dalam. Perkolasi akan terjadi apabila nilai kedalaman akuifer dangkal sama atau
lebih dari nilai REVAPMN. Hasil kalibrasi menunjukkan perkolasi dapat terjadi
apabila kedalaman akuifer dangkal sebesar 78.83 mm. RCHRG_DP merupakan
parameter yang menunjukan besarnya perkolasi dari daerah perakaran yang
mengisi akuifer dalam. Nilai RCHRG_DP hasil kalibrasi adalah 0.05.
Data input parameter tanah yang digunakan dalam kalibrasi adalah
SOL_AWC, SOL_K, dan SOL_BD. SOL_AWC adalah kapasitas tanah dalam
menampung air. Nilai ini menunjukkan banyaknya air yang tersedia dan bisa
dimanfaatkan oleh tanaman. Hasil kalibrasi menunjukkan banyaknya air tersedia
sebesar 0.29 mm mm-1. SOL_K merupakan nilai konduktivitas hidrolik dari tanah.
Nilai ini menunjukkan kemampuan tanah berinfiltrasi pada saat kedaan jenuh.
Nilai SOL_K yang didapatkan dari hasil kalibrasi adalah sebesar 4.32 mm jam-1.
SOL_BD adalah kerapatan jenis tanah, nilai kalibrasi dari SOL_BD adalah
sebesar 1.72 g cm-3.
Kalibrasi juga dilakukan menggunakan parameter HRU, parameter yang
digunakan adalah ESCO, OV_N. ESCO merupakan koefisien kebutuhan air yang
diambil dari lapisan tanah paling bawah untuk memenuhi kebutuhan evaporasi
tanah sebagai efek dari adanya kapilaritas dan rekahan (Yustika 2013). Nilai
ESCO yang dihasilkan dari kalibrasi adalah sebesar 0.04. OV_N adalah nilai
koefisien manning yang menunjukkan kekasaran permukaan pada tutupan lahan
tertentu. Nilai OV_N yang didapatkan dari hasil kalibrasi adalah sebesar 0.63.
Pada input penelusuran air atau basin parameter yang digunakan adalah
SURLAG. SURLAG adalah koefisien waktu jeda aliran permukaan. Koefisien
waktu jeda aliran atau SURLAG pada Sub DAS Cilebak adalah sebesar 18.04
hari, artinya selang waktu dari saat hujan hingga terjadi puncak aliran permukaan
adalah 18 hari 57 menit 36 detik.

13
CH_K2, dan CH_N2 adalah parameter yang termasuk ke dalam input
saluran utama. CH_K2 adalah konduktivitas hidraulik pada jaringan sungai utama.
Nilai kalibrasi dari CH_K2 adalah 41.95. CH_N2 adalah nilai koefisien manning
atau nilai kekasaran dari jaringan sungai utama. Nilai CH_N2 yang didapatkan
untuk Sub DAS Cilebak adalah sebesar 0.27.
0

0.8

20

0.6
40

0.5

60

0.4
0.3

80

0.2
100

0.1
0

Curah hujan (mm)

Debit (m3 s-1)

0.7

120

Curah hujan

Debit observasi

Debit simulasi

Gambar 6 Grafik perbandingan debit observasi dan debit simulasi setelah
kalibrasi tahun 2009
Dari hasil kalibrasi dapat dilihat bahwa debit tertinggi terjadi pada tanggal
26 Desember 2009 dengan debit sebesar 0.46 m3 s-1 dan curah hujan sebesar 30.7
mm. Dapat dilihat bahwa curah hujan yang besar tidak langsung menaikkan
besarnya debit yang terjadi. Hal ini dapat terlihat pada curah hujan tertinggi pada
tanggal 24 Desember 2012 dengan curah hujan sebesar 50.3 mm hanya
menghasilkan debit sebesar 0.20 m3 s-1, sebaliknya pada 1 Juni 2009 dengan curah
hujan sebesar 0 mm debit observasi yang terjadi cukup tinggi yaitu sebesar 0.26
m3 s-1. Hal ini menunjukkan bahwa parameter GW_Delay yaitu selama 178 hari 4
jam 48 menit sangat dominan pengaruhnya terhadap debit pada Sub DAS Cilebak.
Validasi Model
Dalam proses pemodelan diperlukan tahapan validasi. Tahapan ini
merupakan proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan gambaran tentang
tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh sutu model dalam memprediksi suatu
proses hidrologi (Indarto 2012). Kegiatan validasi biasanya dilakukan di luar
periode data yang digunakan untuk kalibrasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah model telah konsisten atau dapat digunakan di luar tahun yang telah
dikalibrasi. Validasi Sub DAS Cilebak dilakukan pada Januari hingga Juli 2010
(Gambar 7).
Hasil validasi periode bulanan untuk Sub DAS Cilebak menunjukkan nilai
2
R 0.60 dan NSE sebesar 0.40. Dari hasil validasai dapat dilihat bahwa nilai R2
validasi mengalami peningkatan dari hasil kalibrasi, sementara nilai NSE
mengalami penurunan. Pada grafik dapat dilihat bahwa secara garis besar debit
simulasi memiliki nilai yang lebih besar daripada debit observasinya. Perbedaan
ini menyebabkan turunnya nilai NSE yang merupakan nilai yang mengindikasikan
seberapa baik perpotongan antara debit observasi dan debit simulasi pada garis 1:1

14
(Moriasi et al. 2007). Hal ini berbeda dengan nilai R2 yang mengalami
peningkatan. Peningkatan nilai NSE ini dikarenakan tutupan lahan yang
digunakan pada tahap simulasi adalah peta tutupan lahan tahun 2010 sehingga
debit simulasi dan debit observasi cenderung memiliki pola yang sama. Akan
tetapi, baik nilai NSE dan R2 masih berada pada kriteria memuaskan (Junaidi
2009) sehingga model masih dapat digunakan. Berdasarkan hasil validasi pada
Januari hingga Juli 2010 dapat dilihat bahwa debit terbesar terjadi pada 19 Maret
2010 dengan debit observasi sebesar 1.60 m3 s-1 dan curah hujan 33.10 mm.
0.00

3.5

10.00

2.5
2

20.00

1.5

30.00

1
40.00

0.5
0
1/1/2010

Curah hujan (mm)

Debit (m3 s-1)

3

50.00
2/1/2010 3/1/2010

4/1/2010 5/1/2010

Curah Hujan

Debit simuasi

6/1/2010 7/1/2010
Debit observasi

Gambar 7 Grafik perbandingan debit observasi dan debit simulasi setelah validasi
tahun 2010

Analisa Hidrologi Sub DAS Cilebak
Analisa neraca air sangatlah penting untuk mengetahui upaya-upaya
pengelolaan DAS. Terbatasnya data hidrologi yang ada menjadikan pemakaian
model hidrologi penting guna melengkapi data-data tersebut. Dalam analisa
neraca air penting untuk diketahui input berserta keluaran yang ada dari suatu
DAS. Input dari neraca air pada daerah tropis adalah data curah hujan, sementara
output pada neraca air yang dimaksudkan adalah berupa limpasan permukaan,
perkolasi, aliran bawah tanah, evapotranpirasi, dan aliran lateral. Model SWAT
merupakan salah satu pemodelan yang mampu mensimulasikan limpasan
permukaan, infiltrasi, evapotranspirasi, aliran lateral, dan perkolasi untuk akuifer
dangkal dan dalam (Abbaspour et al. 2009).
0

160

100

120
100

200

80
300

60
40

400

20
0

500
Jan Feb Mar
Curah hujan
Aliran permukaan

Apr

Mei

Jun Jul Ags Sep
Evapotranspirasi
Aliran bawah tanah

Okt

Nov Des
Perkolasi
Aliran lateral

Gambar 8 Grafik neraca air bulanan pada Sub DAS Cilebak

Curah hujan (mm)

Output (mm)

140

15
Hasil simulasi SWAT menunjukkan bahwa sebagian besar aliran air
menjadi evapotranspirasi sebesar 590.93 mm, perkolasi sebesar 285.70 mm, aliran
bawah tanah sebesar 193.25 mm, aliran lateral sebesar 190.77 mm, dan limpasan
permukaan yang hanya sebesar 66.23 mm (Gambar 8). Rasio antara
evapotranspirasi dan curah hujan memiliki nilai sebesar 0.51 dan rasio antara
limpasan dan curah hujan memiliki rasio sebesar 0.22, sementara sebesar 0.24
masuk ke dalam tanah melalui perkolasi. Rendahnya limpasan permukaan yang
terjadi dibandingkan dengan evapotranspirasi dan aliran yang masuk ke dalam
tanah disebabkan oleh penggunaah tutupan lahan yang didominasi oleh ladang
dan semak belukar (Hermiawati 2006)

Gambar 9 Hasil simulasi neraca air pada SWAT Check
Hasil analisis neraca air Sub DAS Cilebak menunjukkan komponen
hidrologi yang mendominasi adalah evapotranspirasi aktual (Gambar 9).
Evapotranspirasi tertinggi terjadi pada bulan Juli sebesar 72.23 mm dan
evapotranspirasi paling rendah terjadi pada bulan September sebesar 28.51 mm.
Menurunnya nilai evapotranspirasi dikarenakan kecilnya kandungan air tanah
pada bulan September dimana bulan tersebut merupakan akhir musim kemarau
dimana kandungan air tanah cenderung menurun.
Perkolasi merupakan komponen neraca air dominan kedua pada Sub DAS
Cilebak. Besarnya nilai perkolasi dipengaruhi oleh curah hujan yang turun pada

16
Sub DAS. Hal ini dapat dilihat dari grafik dimana nilai perkolasi cenderung
rendah pada musim kemarau dan kembali meningkat pada bulan Desember. Nilai
perkolasi paling besar terjadi pada bulan April yaitu sebesar 75.91 mm.
Aliran bawah tanah pada grafik terlihat dipengaruhi oleh curah hujan. Hal
ini menunjukkan bahwa aliran bawah tanah memiliki repon yang cukup cepat
terhadap besarnya curah hujan yang masuk. Respon aliran bawah tanah terhadap
curah hujan yang terinfiltrasi dapat dilihat dari cukup besarnya nilai faktor
Alpha_BF pada tahap kalibrasi yaitu sebesar 0.69. Pada gambar 8 juga terlihat
bahwa pada musim kemarau aliran bawah tanah memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan limpasan yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa pada musim
kemarau Sub DAS Cilebak masih memiliki cadangan air. Sahayana (2010)
menyebutkan pada penelitian di Sub DAS Cilebak dengan menggunakan tank
model yang dilakukan pada bulan Januari 2009 hingga Juli 2010 menunjukkan
bahwa Sub DAS Cilebak memiliki surplus air.
Aliran lateral terjadi dikarenakan naiknya tinggi muka air yang ada ke area
yang lebih transmissive. Aliran lateral hasil simulasi sebesar 190.77 mm dengan
rasio terhadap curah hujan sebesar 0.16. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya aliran lateral menurut Weiler et al. (2005) adalah kedalaman tanah,
topografi, dan elevasi.
Aliran permukaan yang terjadi pada Sub DAS Cilebak merupakan
komponen neraca air yang terendah sebesar 66.23 mm dengan rasio terhadap
curah hujan hanya 0.06. Kecilnya nilai limpasan ini dikarenakan SURLAG pada
Sub DAS Cilebak terjadi selama 18 hari 57 menit 36 detik, menunjukkan Sub
DAS Cilebak memiliki waktu yang lama untuk terjadinya aliran puncak. Rasio
antara debit maksimum dan debit minimum juga mengalami penurunan menjadi
53.17. Nilai ini berdasarkan SK Menhut No.52/KPTS-II/2001 menunjukkan DAS
dalam kondisi sedang. Faktor lainnya yang mempengaruhi rendahnya limpasan
yang terjadi pada Sub DAS Cilebak adalah jenis tanahnya yang didominasi oleh
asosiasi andosol coklat dan regosol coklat yang memiliki kelas hidrologi tanah B
yang cukup baik dalam meresapkan air. Dari grafik, aliran permukaan dipengaruhi
oleh besar kecilnya curah hujan yang terjadi. Aliran permukaan menurun pada
bulan Juni dan kembali meningkat pada bulan Oktober. Aliran permukaan paling
tinggi terjadi bulan April dengan curah hujan tertinggi sebesar 187.30 mm dan
aliran permukaan sebesar 23.77 mm, serta pada bulan Desember dengan curah
hujan 216.90 mm dan aliran permukaan 22.85 mm. Pada periode harian limpasan
tertinggi terjadi pada 6 April 2009 yaitu sebesar 11.5 mm dengan curah hujan 36
mm. Tingginya aliran permukaan pada bulan April dan Desember menunjukkan
bahwa pada bulan-bulan tersebut rentan terjadi banjir.
Tabel 7 Komponen neraca air dan rasio terhadap curah hujan
Komponen neraca air
Evapotranspirasi aktual
Perkolasi
Aliran permukaan
Aliran bawah tanah
Aliran lateral

Rata-rata (mm)
590.93
285.70
66.23
193.25
190.77

Rasio terhadap curah hujan
0.51
0.24
0.06
0.17
0.16

17

15%
42%

Aliran permukaan

43%

Aliran bawah tanah
Aliran lateral

Gambar 10 Grafik sebaran limpasan pada Sub DAS Cilebak
Dalam Mori et al. (2003) disebutkan bahwa sungai mengumpulkan tiga
jenis limpasan yaitu limpasan permukaan (surface run-off), aliran lateral
(lateralflow), dan air tanah (groundwater run-off). Limpasan permukaan dan
aliran lateral dapat dikeompokkan sebagai limpasan langsung (direct run-off)
sementara air tanah dikelompokkan sebagai aliran dasar (base flow). Pada Gambar
10 dapat dilihat bahwa aliran sungai sebagian besar disumbangkan oleh aliran
bawah tanah yaitu sebesar 43% dari keseluruhan limpasan pada Sub DAS Cilebak.
Selanjutnya diikuti oleh aliran lateral sebesar 42% dan aliran permukaan
menyumbangkan hanya sebesar 15%. Dari perbandingan ini dapat dilihat bahwa
aliran bawah tanah pada Sub DAS Cilebak merupakan penyumbang paling
dominan. Tingginya sumbangan aliran bawah tanah pada Sub DAS Cilebak
menunjukkan bahwa besar kecilnya debit sangat dipengaruhi oleh keadaan air
bawah tanahnya. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat dari penyesuai
parameter pada tahap kalibrasi dengan nilai GW_Delay selama 178 hari 4 jam 48
menit yang menunjukkan bahwa untuk menjadi debit di sungai, curah hujan
memerlukan waktu sekitar enam bulan. Dengan bulan kering yang terjadi hanya
selama tiga bulan menunjukkan bahwa aliran bawah tanah dapat terus
menyumbangkan debit ke sungai.
Apabila dilihat dari pola penutupan lahannya dari gambar 11 dapat dilihat
bahwa aliran lateral paling tinggi terjadi pada hutan 67.61 mm. Tingginya aliran
lateral pada hutan disebabkan karena tutupan lahan berupa hutan sebagian besar
berada kelas curam hingga sangat curam. Besarnya kelas kelerengan ini membuat
aliran lateral pada hutan menjadi dominan. Hal ini menunjukkan bahwa pada Sub
DAS Cilebak aliran lateral sangat dipengaruhi oleh faktor kelerengannya.
Perkolasi paling tinggi terjadi pada tutupan lahan berupa pemukiman 251.48
mm. Aliran bawah tanah paling tinggi terjadi pada pemukiman 170.90 mm.
Tingginya aliran perkolasi dan aliran bawah tanah pada tutupan lahan berupa
pemukiman dikarenakan wilayah pemukiman pada Sub DAS Cilebak merupakan
pemukiman dengan kepadatan rendah dengan jalan yang masih berupa tanah.
Akan tetapi, dengan luasan yang hanya 38.08 Ha pemukiman mampu
menyumbangkan limpasan sebesar 73.20 mm, yang merupakan nilai limpsan
kedua tertinggi dari 5 tutupan lahan pada grafik. Hal ini menunjukkan perlu
adanya perbaikan resapan pada daerah pemukiman.

18
Pada kelima tutupan lahan ini (Gambar 11) dapat dilihat bahwa Sub DAS
Cilebak memiliki limpasan permukaan yang lebih rendah dibandingkan
komponen neraca air lainnya. Limpasan tertinggi terdapat pada tutupan lahan
berupa ladang sebesar 110.60 mm, sementara limpasan terendah terdapat pada
tutupan lahan berupa semak belukar 3.91 mm dan hutan 5.45 mm. Hal ini
menunjukkan bahwa tutupan lahan berupa hutan merupakan tutupan lahan yang
efektif dalam menurunkan jumlah limpasan. Pada semak belukar rendahnya
limpasan yang terjadi dikarenakan kondisi semak belukar yang rapat sehingga
curah hujan yang jatuh ditahan oleh kanopi dari semak belukar tersebut.
Tingginya limpasan yang masih terjadi pada tutupan lahan berupa ladang
menunjukkan perlunya perbaikan terhadap usaha konservasi tanah dan air.
Pada tutupan lahan berupa ladang tingkat evapotranspirasi aktual yang
terjadi cukup dominan (411.45 mm) dibandingkan tutupan lahan lainnya. Tipe
iklim Sub DAS Cilebak yang termasuk ke dalam kategori iklim C dengan 8 bulan
basah dan 3 bulan kering menyebabkan tingginya evapotranspirasi. Sehingga pada
tutupan lahan berupa ladang perlu dilakukan pengaplikasian mulsa untuk
menghindari kehilangan air berlebihan akibat evapotranspirasi.
100%
90%
Persentase neraca air

80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Ladang

Pemukiman

Hutan

Evapotranspirasi

Perkolasi

Aliran lateral

Aliran bawah tanah

Sawah

Semak belukar

Limpasan permukaan

Gambar 11 Sebaran neraca air pada tiap tutupan lahan

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaan model SWAT dapat dilakukan untuk menganalisa kondisi
hidrologi Sub DAS Cilebak. Hal ini ditunjukkan dengan hasil kalibrasi bulanan
debit simulasi dan observasi dengan R2 sebesar 0.50 dan NSE sebesar 0.42 dan R2
sebesar 0.60 dan NSE sebesar 0.40 untuk validasi yang termasuk kategori
memuaskan. Hasil analisa neraca air menunjukkan rasio evapotranspirasi aktual

19
terhadap curah hujan sebesar 0.51 (590.9 mm tahun-1), perkolasi terhadap curah
hujan 0.24 (285.7 mm tahun-1), aliran bawah tanah terhadap curah hujan 0.17
(193.3 mm tahun-1), aliran lateral terhadap curah hujan 0.16 (190.8 mm tahun-1),
dan aliran permukaan terhadap curah hujan sebesar 0.06 (66.2 mm tahun-1). Rasio
antara debit maksimum dan debit minimum pada Sub DAS Cilebak adalah 53.17
menunjukkan kondisi Sub DAS Cilebak berada pada kondisi sedang. Aliran bawah
tanah akan kembali menjadi debit dalam 178 hari 4 jam 48 menit, menunjukkan bahwa
waktu yang dibutuhkan hujan untuk menjadi debit adalah 6 bulan. Tutupan lahan

berupa semak belukar 3.9 mm dan hutan 5.5 mm merupakan tutupan lahan dengan
limpasan permukaan terendah. Hutan merupakan penyumbang aliran lateral paling
tinggi yaitu sebesar 67.6 mm.

Saran
Pada pemukiman perlu memperkecil tingkat limpasan permukaan, salah
satunya adalah memperbesar resapan dengan pembuatan sumur resapan. Tutupan
lahan berupa ladang juga perlu dilakukan perbaikan dengan pengaplikasian mulsa
untuk menghindari kehilangan air berlebih akibat evapotranspirasi.

DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour KC, Faramarzi M, Ghasemi SS, dan Yang Hong. 2009. Assessing the
Impact of Climate Change on Water Resources in Iran. Water Resources
Research. 45(W10434): 1-16. doi:10.1029/2008WR007615.
Arnold JG, Moriasi DN, Gassman PW, Abbaspour KC, White MJ, Srinivasan R,
Santhi C, Harmel RD, Griensven V, Van Liew MW, et al. 2012. SWAT:
Model Use, Calibration, and Validation. American Society of Agricultural
and Biological Engineers. 55(4):1491-1508.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Fohrer N, Eckhardt K, Haverkamp S, Frede HG. 2001. Applying the SWAT
Model as a Decision Support Tool for Land Use Concepts in Peripheral
Regions in Germany. Di dalam: Stott DE, Mohtar RH dan Steinhardt GC,
editor. Sustaining the Global Farm. 10th International Soil Conservation
Organization Meeting; 1999 Mei 24-29; West Lafayette, Amerika Serikat.
Amerika Serikat (US): 994-999.
Gassman PW, Reyes MR, Green CH, Arnold JG. 2007. The Soil And Water
Assessment Tool: Historical Development Applications, And Future
Research Directions. American Society of Agricultural and Biological
Engineers. 50(4): 1211-1250.
Hermiawati L. 2006. Analisis Perbandingan Pendugaan Erosi Menggunakan Metode
USLE dan Unit SPAS Pada Model DAS Mikro (Studi Kasus Pada DTA
Cilebak, Sub DAS Citarum Hulu) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Indarto. 2012. Hidrologi: Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Jakarta (ID): Bumi Aksara.

20
Jeong J, Kannan N, Arnold J, Glick R, Gosselink L, Srinivasan R. 2010.
Development and Integration of Sub-hourly Rainfall–Runoff Modeling
Capability Within a Watershed Model. Water Resource Management.
24(15): 4505-4527.
Junaidi E. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS
Cisadane Menggunakan Model SWAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Krause P, Boyle DP, dan Basel FB. 2005. Comparison of Different Efficiency
Criteria for Hydrological Model Assessment. Advances in Geosciences. 5:
89-97.
Mori K, et al. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Taulu L, penerjemah;
Sosrodarsono S, Takeda K, editor. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita.
Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Binger RL, Harmel RD, Veith T. 2007.
Model Evaluation Guidelines for Systematic Quantification of Accuracy in
Watershed Simulations. Trans. ASABE. 50(3): 885-900.
Mulia P. 2015 Apr 8. Banjir, Tiga Kecamatan di Bandung Terendam. Tempo
[internet]. [diunduh 2015 Apr 9]. Tersedia pada: http://www.tempo.co/read/
news/2015/04/05/058655458/Banjir-Tiga-Kecamatan-di-BandungTerendam.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2005. Soil and
Water Assessment Tool Theoretical Documentation Version 2005. Texas
(US): Agricultural Research Service US.
Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2011. Soil and
Water Assesment Tool Input/Output File Documentation Version 2009.
Texas (US): Agricultural Research Service US.
Rakhman Adi. 2013. Analisis Resiko Iklim di DAS Citarum Hulu Akibat
Perubahan Iklim dan Tata Guna Lahan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sahayana CR. 2011. Pendugaan Neraca Air, Erosi, dan Sedimentasi
Menggunakan Aplikasi Tank Model Dan Metode MUSLE Di Sub DAS
Cilebak Kabupaten Bandung. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Savitri A. 2007. Kajian Pemanfaatan Ruang dalam Kaitannya dengan Resiko
Banjir di Kabupaten Bandung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wahdani DK. 2011. Perkiraan Debit Sungai dan Sedimentasi dengan Model
MWSWAT di Sub-DAS Citarum Hulu, Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Weiler M, Mcdonnell JJ, Van Meerveld IT, dan Uchida Taro. 2005. Encyclopedia
of Hydrological Sciences. MG Anderson, editor. West Sussex (UK): John
Wiley & Sons, Ltd.

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Oktober 1992 dari ayah Eddy
Setyo Mudjajanto dan Ibu Siti Ridhayani. Penulis adalah putri pertama dari dua
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN Papandayan 1
Bogor pada tahun 2002, SMP Negeri 1 Bogor pada tahun 2005 dan pada tahun
2010 penulis menyelesaikan pendidikan SMA dari SMA Negeri 3 Bogor. Pada
tahun 2010 penulis diterima masuk Departemen Manajemen Hutan – Fakultas
Kehutanan IPB melalui Jalur US