Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin Melalui Metode Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin Di Jawa Barat)

KAJIAN PENDUGAAN PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN
MELALUI METODE PENDUGAAN AREA KECIL
(STUDI KASUS : PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN DI JAWA BARAT)

TITIN SUHARTINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Pendugaan
Proporsi Rumah Tangga Miskin melalui Metode Pendugaan Area Kecil (Studi
Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat)” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Desember 2015

Titin Suhartini
G152130021

RINGKASAN
TITIN SUHARTINI. Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin melalui
Metode Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin di
Jawa Barat). Dibimbing oleh KUSMAN SADIK dan INDAHWATI.
Pendekatan klasik untuk menduga parameter area kecil yaitu berdasarkan
metode pendugaan langsung (Rao 2003). Namun, metode pendugaan langsung
pada area kecil relatif tidak memiliki presisi yang memadai (Kurnia &
Notodiputro 2006, Sadik 2009). Salah satu upaya untuk mengoptimalkan
penggunaan ketersediaan contoh berukuran kecil dan memperoleh pendugaan
untuk area kecil adalah menerapkan metode pendugaan area kecil.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pendugaan proporsi rumah tangga
miskin usaha pertanian dan pertanian di Provinsi Jawa Barat melalui metode
pendugaan area kecil. Pendugaan langsung proporsi rumah tangga miskin usaha
pertanian dan pertanian level area diasumsikan berdasarkan penarikan contoh acak
sederhana/PCAS. Untuk pendugaan tidak langsung terhadap proporsi tersebut
akan mengikutsertakan informasi tambahan berupa peubah penyerta dengan
pendekatan metode penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE level area.
Selanjutnya membandingkan akar kuadrat tengah galat relatif/AKTGR kedua
penduga untuk menentukan penduga mana yang lebih baik.
Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Badan Pusat
Statistik (BPS) berupa data survei sosial ekonomi nasional dan hasil sensus
pertanian tahun 2013. Peubah penyerta yang digunakan adalah kepemilikan lahan,
rasio rumah tangga pengolah, rasio jenis usaha utama, rasio sumber penghasilan
utama, rasio rumah tangga pengguna lahan, rasio sapi dan kerbau, rasio rumah
tangga usaha pertanian dari setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penduga langsung proporsi rumah
tangga miskin usaha pertanian/RTMUP di Provinsi Jawa Barat adalah 19.22% dan
untuk level Kabupaten/Kota berkisar antara 0% s.d 33.33%. Untuk Kota Bogor,
Kota Bandung dan Kota Cimahi menghasilkan penduga 0% akibat
ketidakcukupan ukuran contoh. Hasil penduga langsung proporsi rumah tangga

miskin pertanian/RTMP di Provinsi Jawa Barat adalah 46.79% dan untuk level
Kabupaten/Kota berkisar antara 2.06% s.d 66.67%. Hasil penduga tidak langsung
proporsi RTMUP level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berkisar antara 2%
s.d 28%, selanjutnya hasil penduga tidak langsung proporsi RTMP level
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berkisar antara 2% s.d 61%. Berdasarkan
AKTGR dari kedua penduga, diperoleh penduga tidak langsung proporsi RTMUP
dan RTMP menunjukkan nilai AKTGR yang lebih kecil/lebih baik dibandingkan
dengan penduga langsung. Solusi untuk mengatasi contoh berukuran kecil dan
memperoleh pendugaan untuk area kecil adalah menerapkan metode pendugaan
area kecil yang terbukti memiliki ketelitian lebih tinggi dan presisi lebih baik
sehingga memperbaiki hasil penduga langsungnya.
Kata kunci :

proporsi, langsung, pendugaan area kecil, rumah tangga miskin,
pertanian

SUMMARY
TITIN SUHARTINI. The Study of Proportion Estimation of Poor Households
using Small Area Estimation Method (Case Study : Proportion of Poor
Households in West Java). Supervised by KUSMAN SADIK and INDAHWATI.

The classical approach to estimate parameters of local area based on direct
estimation method (Rao 2003). However, direct estimation method in small
domain relative had not adequate precision (Kurnia & Notodiputro 2006, Sadik
2009). One of the efforts to optimize used small size data availability and obtain
estimation for small area with applied small area estimation.
The aim of this study assessed the proportion estimator of poor households
derived from agricultural venture and agricultural in West Java Province by small
area estimation method. The proportion direct estimation of agricultural venture
poor households and agricultural poor households area level assumed based on
simple random sampling (SRS). To estimate proportion indirect estimator include
additional information such as auxiliary variables using empirical best linear
unbiased prediction (EBLUP) method by area level. Furthermore, compared
relative root mean square error/RRMSE of two estimators to obtain better
estimator.
Secondary data used in this study from BPS-Statistics Indonesia such as
National Socioeconomic Survey and Agricultural Census in 2013. The auxiliary
variables used land ownership, processors households ratio, primary venture type
ratio, main income source ratio, land user households ratio, cattle and buffalo
ratio, agricultural venture households ratio from each district in West Java
Province.

The results showed the proportion direct estimator agricultural venture poor
households/AVPH in West Java Province consist of 19.22% and for area level 0%
to 33.33%. For Bogor City, Bandung City and Cimahi City obtained estimator 0%
because insufficient of sample size. The results of the proportion direct estimator
agricultural poor households/APH in West Java Province showed 46.79% and for
area level 2.06% to 66.67%. The results of the proportion indirect estimator
agricultural venture poor households area level in West Java Province showed 2%
to 28%, furthermore the results of the proportion indirect estimator agricultural
poor households area level in West Java Province showed 2% to 61%. Based on
RRMSE both of two estimator, the proportion indirect estimator agricultural
venture poor households and agricultural poor households showed RRMSE lower
then RRMSE of direct estimator. The solution overcame small size sample and
obtained estimation for small area was implemented small area estimation method
for evidence higher accuracy and better precision improved direct estimator.
Keywords : proportion, direct, small area estimation, poor households,
agricultural

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KAJIAN PENDUGAAN PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN
MELALUI METODE PENDUGAAN AREA KECIL
(STUDI KASUS : PROPORSI RUMAH TANGGA MISKIN DI JAWA BARAT)

TITIN SUHARTINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Anang Kurnia, SSi MSi

Judul Tesis

Nama
NIM

: Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin
melalui Metode Pendugaan Area Kecil
(Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin di Jawa Barat)
: Titin Suhartini
: G152130021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Kusman Sadik, SSi MSi
Ketua

Dr Ir Indahwati, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Statistika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Indahwati, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 27 Oktober 2015

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Alhamdulillahi robbil „alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat, ridho dan karunia-Nya sehingga tesis yang
berjudul “Kajian Pendugaan Proporsi Rumah Tangga Miskin melalui Metode
Pendugaan Area Kecil (Studi Kasus : Proporsi Rumah Tangga Miskin di Jawa
Barat)” ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada suri
tauladan kita, Rasulullah Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat beliau.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Kusman Sadik, S.Si, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Indahwati, M.Si selaku
komisi pembimbing yang sabar mengarahkan, menasehati dan memberikan
ilmu serta masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
2. Dr. Anang Kurnia, S.Si, M.Si selaku Ketua Departemen Statistika IPB dan
penguji luar komisi pada ujian tesis yang memberikan ilmu dan masukan untuk
menyempurnakan karya tulis ini.
3. Kedua orang tua, adik, kakak, suami, anak dan ponakan yang tulus mendoakan
dan memberi dukungan semangat untuk dapat menyelesaikan studi di IPB.
4. Sahabat seperjuangan angkatan 2013/2014 dan 2012/2013 atas dukungan dan
kerjasama yang baik.
5. Seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mendidik penulis selama

di perkuliahan hingga berhasil menyelesaikan studi.
6. Seluruh staf administrasi Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan
dan kerjasamanya selama ini, khususnya Bapak Heriawan.
7. Keluarga Besar Lembaga Sandi Negara atas segala kesempatan, dukungan
moril dan materil bagi penulis untuk menyelesaikan studi di IPB.
8. Keluarga Besar Badan Pusat Statistika atas segala bantuannya.
9. Keluarga Besar Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Statistika dan
Statistika Terapan IPB.
Sebagian hasil penelitian telah dipublikasikan pada Jurnal Sosio Informa
Volume 1 Nomor 2 edisi Mei-Agustus 2015 dengan ISSN : 2442 8094 yang
berjudul “Proporsi Kemiskinan di Kabupaten Bogor”. Pada tahun yang sama,
penulis telah mempresentasikan sebagian hasil penelitian dengan artikel yang
berjudul “Small Area Estimation (SAE) Model : Case Study of Poverty in West
Java Province” pada The 7th SEAMS-UGM International Conference on
Mathematics and Its Applications tanggal 18-21 Agustus 2015 dan akan
dipublikasikan pada American Institute of Physics (AIP) Proceedings serta “The
Analysis of Poverty Status and Objectives of Poverty Reduction Programs in
Bogor District” pada The 1st UMM International Conference on Pure and
Applied Research tanggal 21-22 Agustus 2015.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
penulisan selanjutnya. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor,

Desember 2015
Titin Suhartini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Rumah Tangga Miskin Usaha Pertanian dan Pertanian
Pendugaan Area Kecil
Pendugaan Langsung
Model Dasar SAE
Penduga Takbias Linier Terbaik Empirik (PTLTE)
Sifat-sifat Penduga Parameter

4
4
5
6
7
11
12
14

METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis Data

15
15
16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendugaan Langsung Berdasarkan Asumsi PCAS
Pemilihan Peubah Penyerta pada Model PTLTE
Pendugaan Tidak Langsung Menggunakan PTLTE
Perbandingan Model dan Penduga Terbaik

18
18
21
25
29

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

30
30
30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

42

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Rincian populasi dan contoh Susenas 2013 di Provinsi Jawa Barat
Rincian peubah penyerta
Penduga langsung proporsi RTMUP dan RTMP setiap Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat
Hasil uji korelasi antar peubah penyerta
Hasil pengecekan multikolinier
Akar ciri dan proporsi keragaman komponen utama
Hasil analisis komponen utama
Penduga parameter β dan penduga ragam pengaruh acak area A

8
16
20
22
23
23
25
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Desain penarikan contoh Susenas mulai tahun 2011
Diagram kotak penduga langsung proporsi RTMUP dan RTMP di
Provinsi Jawa Barat
Grafik pemilihan komponen utama
Diagram kotak penduga proporsi RTMUP dan RTMP setiap
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Grafik penduga proporsi RTMUP setiap Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat
Grafik penduga proporsi RTMP setiap Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat
Diagram kotak AKTGR penduga proporsi RTMUP dan RTMP setiap
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Grafik AKTGR penduga proporsi RTMUP setiap Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat
Grafik AKTGR penduga proporsi RTMP setiap Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat

8
21
24
26
27
27
28
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nilai peubah penyerta
Diagram alir penelitian
Diagram pencar peubah respon penduga langsung proporsi RTMUP
dan peubah penyerta
Diagram pencar peubah respon penduga langsung proporsi RTMP dan
peubah penyerta
Skor komponen utama
Penduga langsung dan PTLTE proporsi RTMUP dan RTMP setiap
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
R2 model PTLTE proporsi RTMUP dan RTMP setiap Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat
AKTGR penduga langsung dan PTLTE proporsi RTMUP dan RTMP
setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Syntax R untuk PTLTE

33
34
35
36
37
38
38
39
40

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Rao (2003), survei digunakan untuk pendugaan total, rata-rata dan
parameter lainnya bagi subpopulasi/domain seperti area geografis dan demografisosial. Domain/area dianggap kecil jika contoh khusus domain sangat kecil dan
bahkan dapat nol disebut subdomain/area kecil. Permasalahannya adalah sasaran
survei masih dalam lingkup nasional seperti Susenas. Ketika survei lingkup
nasional ingin diperoleh informasi untuk area yang lebih kecil mengakibatkan
ketidakcukupan ukuran contoh. Statistik yang diperoleh dari survei nasional
memiliki tingkat akurasi yang memadai, namun tidak bagi area kecil yang
memiliki tingkat akurasi yang mungkin lebih rendah. Molina dan Rao (2013)
menyatakan bahwa survei nasional tidak dirancang untuk memberikan gambaran
kehandalan statistik pada level area kecil.
Pendekatan klasik untuk menduga parameter area kecil didasarkan pada
metode pendugaan langsung (Rao 2003). Namun, metode pendugaan langsung
pada subpopulasi area kecil relatif tidak memiliki presisi yang memadai (Kurnia
& Notodiputro 2006, Sadik 2009). Salah satu upaya untuk mengoptimalkan
penggunaan ketersediaan contoh berukuran kecil dan memperoleh pendugaan
untuk area kecil adalah menerapkan metode pendugaan area kecil (small area
estimation/SAE). Longford (2005) mendefinisikan pendugaan area kecil sebagai
pendugaan suatu area yang ukuran contohnya relatif kecil dengan memanfaatkan
informasi dari luar area, informasi dari dalam area itu sendiri dan dari luar survei.
Pemilihan model berperan penting pada pendugaan area kecil. Asumsi dasar
dalam model linier adalah tidak terdapat multikolinier. Ketergantungan/hubungan
antara peubah penyerta diketahui sebagai multikolinier, kondisi ini memiliki
dampak yang serius pada pendugaan model (Montgomery & Runger 2002). Pada
penelitian ini, pemilihan model memperhatikan penanganan masalah multikolinier
untuk memperoleh model terbaik pada SAE. Cara mengatasi permasalahan
multikolinier pada peubah penyerta diantaranya memilih hanya peubah yang tidak
ada indikasi multikolinier dan menerapkan komponen utama sebagai peubah
penyerta.
Penelitian ini mengkaji tentang kemiskinan di Provinsi Jawa Barat. Bappeda
dan BPS Kab. Bogor (2014) menyatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu
persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah Indonesia. BPS
menerapkan kemiskinan yang diukur dengan menggunakan konsep pemenuhan
kebutuhan dasar. Konsep ini memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan
dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin merupakan penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulannya di bawah garis kemiskinan.
Kemiskinan dan penanggulangannya telah menjadi prioritas pembangunan dan
menjadi agenda pokok yang mengerahkan berbagai sumber daya pembangunan.
Pada level Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah menargetkan penurunan jumlah
penduduk miskin. Upaya yang dilakukan yaitu melaksanakan berbagai program
penanggulangan kemiskinan.

2
Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan
kemiskinan tersebut adalah tersedianya data dan informasi yang akurat.
Ketersediaan data dan informasi ini sangat diperlukan untuk menentukan arah
kebijakan dan perencanaan pembangunan wilayah serta memastikan keberhasilan
pelaksanaan dan pencapaian sasaran program penanggulangan kemiskinan pada
level nasional maupun daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota).
Data kemiskinan berdasarkan hasil survei nasional telah dipublikasi oleh
Badan Pusat Statistik/BPS setiap bulan Maret dan September setiap tahunnya.
Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional/Susenas bulan September 2012
menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga miskin adalah rumah tangga
pertanian yaitu sebesar 48.8% (KPPN 2014).
Pertanian memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional.
Sektor pertanian tidak hanya sebagai penyedia pangan tetapi juga berperan
sebagai sumber penghidupan bagi penduduk Indonesia. Pertanian juga merupakan
sumber pendapatan ekspor (devisa) negara serta pendorong dan penarik bagi
tumbuhnya sektor-sektor ekonomi lainnya. KPPN (2014) mengungkapkan bahwa
kinerja di sektor pertanian yang cukup baik, ternyata kurang sebanding dengan
tingkat kesejahteraan petani dan buruh tani yang identik dengan kemiskinan.
Parameter yang menjadi perhatian adalah proporsi rumah tangga miskin
usaha pertanian dan pertanian pada level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.
Pada penelitian ini, proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian didefinisikan
sebagai pembagian rumah tangga miskin usaha pertanian terhadap seluruh rumah
tangga miskin di Kabupaten/Kota. Demikian pula proporsi rumah tangga miskin
pertanian didefinisikan sebagai pembagian rumah tangga miskin pertanian
terhadap seluruh rumah tangga miskin di Kabupaten/Kota. Pemilihan Provinsi
Jawa Barat didasarkan pada garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat adalah Rp. 276
825 yang berada di bawah garis kemiskinan Indonesia Rp. 292 951 (BPS Prov.
Jabar 2014).
Dalam penelitian ini, untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian dan
pertanian sesuai dengan definisi diatas, maka dari rumah tangga yang menjadi
contoh Susenas dilakukan penyaringan/filtering berdasarkan lapangan usaha atau
bidang pekerjaan (utama) yaitu (1) pertanian tanaman padi dan palawija, (2)
holtikultura, (3) perkebunan, (4) perikanan, (5) peternakan, (6) kehutanan dan
pertanian lainnya. Selanjutnya penyaringan dilakukan terhadap status/kedudukan
dalam pekerjaan utama untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian yaitu (1)
berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan
(3) berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar.
Berdasarkan data Susenas diketahui bahwa jumlah contoh rumah tangga
miskin untuk setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat relatif kecil.
Pendugaan langsung dapat dilakukan pada level Kabupaten/Kota. Namun
permasalahannya adalah berdasarkan contoh rumah tangga miskin tersebut ingin
diperoleh informasi mengenai rumah tangga miskin yang termasuk/berasal dari
usaha pertanian dan pertanian. Statistik yang diperoleh kemungkinan tidak
memiliki presisi yang memadai akibat ketidakcukupan ukuran contoh, sehingga
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh presisi yang lebih baik
yaitu dengan menerapkan metode SAE seperti yang telah dijelaskan pada halaman
sebelumnya.

3
Pada penelitian ini, pendugaan langsung proporsi rumah tangga miskin
usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota diasumsikan berdasarkan
penarikan contoh acak sederhana/PCAS. Rao (2003) menyatakan bahwa untuk
pendugaan tidak langsung terhadap proporsi dengan mengikutsertakan informasi
tambahan berupa peubah penyerta berdasarkan asumsi pengaruh acak area
menyebar normal menggunakan pendekatan metode penduga takbias linier terbaik
empirik/PTLTE. Selanjutnya untuk memperoleh pendugaan yang lebih baik dari
kedua penduga tersebut dilihat dari nilai akar kuadrat tengah galat relatif/AKTGR
yang lebih kecil. Harapannya, dari hasil pendugaan yang lebih baik dalam
penelitian ini dapat berguna bagi Pemerintah Daerah/pemangku kepentingan
dalam memanfaatkan data proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan
pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.
Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji pendugaan proporsi rumah tangga
miskin usaha pertanian dan pertanian melalui metode pendugaan area kecil yaitu
dengan membandingkan pendugaan langsung dengan asumsi PCAS dan
pendugaan tidak langsung disertai peubah penyerta dengan pendekatan metode
PTLTE.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Penduga langsung proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha
pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan
asumsi metode PCAS.
2. Penduga tidak langsung proporsi rumah tangga miskin yang berasal dari usaha
pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat disertai
peubah penyerta menggunakan pendekatan metode PTLTE.
3. Perbandingan penduga langsung dan penduga tidak langsung.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menduga langsung proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan
pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dengan menerapkan
asumsi metode PCAS.
2. Menduga tidak langsung proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dan
pertanian level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat disertai peubah
penyerta dengan menerapkan pendekatan metode PTLTE.
3. Membandingkan kedua hasil penduga untuk memperoleh penduga yang lebih
baik.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi Pemerintah Daerah baik Provinsi Jawa Barat
ataupun Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, Dinas Sosial dan pemangku

4
kepentingan untuk memperoleh data dugaan dengan presisi yang lebih baik guna
mendukung terlaksananya program penanggulangan kemiskinan dengan sasaran
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Bappeda dan BPS Kab. Bogor (2014) mengulas kemiskinan pada subbab ini
secara umum didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok
orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar antara lain: (1)
terpenuhinya kebutuhan pangan, (2) kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, (3)
rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik. Ciri-ciri penduduk/rumah tangga
miskin diantaranya adalah keterbatasan penghasilan, keterbatasan pemilikan,
keterbatasan tempat tinggal, keterbatasan keterampilan, keterbatasan pendidikan,
tingkat kesehatan yang rendah, kehidupan normatif yang kurang dihargai,
keterbatasan lingkungan sosial, dan keterbatasan dalam melaksanakan hubungan
sosial dengan masyarakat disekitarnya.
Pendekatan yang dilakukan untuk mengukur kemiskinan adalah pendekatan
moneter dan nonmoneter. Konsep kemiskinan yang digunakan oleh BPS adalah
pendekatan moneter. BPS menerapkan kemiskinan yang diukur dengan
menggunakan konsep pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep ini memandang
kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari pengeluaran.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Pengeluaran perkapita perbulan
menunjukkan besarnya pengeluaran setiap angggota rumah tangga dalam kurun
waktu satu bulan. Garis kemiskinan/GK merupakan besarnya nilai pengeluaran
dalam rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan bukan
makanan. Pengukuran garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis
kemiskinan makanan/GKM dan garis kemiskinan non makanan/GKNM. GKM
adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2
100 kalori perkapita. GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,
sandang, pendidikan dan kesehatan.
Dalam penelitian ini, kategori rumah tangga miskin diasumsikan
berdasarkan dimensi moneter berupa pengeluaran konsumsi perkapita perbulan
rumah tangga yang berada di bawah garis kemiskinan masing-masing
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Pengeluaran konsumsi perkapita perbulan
diasumsikan lebih baik dari pada pengukuran menggunakan pendapatan, dengan
pertimbangan bahwa pengeluran konsumsi lebih terukur dan lebih merefleksikan
kondisi rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasar.

5
Rumah Tangga Miskin Usaha Pertanian dan Pertanian
Konsep rumah tangga usaha pertanian dan pertanian sangat penting untuk
dipahami dalam penelitian ini. BPS (2014) membahas rumah tangga miskin usaha
pertanian dan pertanian pada subbab ini didefinisikan terlebih dahulu rumah
tangga sebagai sekelompok orang yang biasanya tinggal bersama dalam suatu
bangunan serta pengelolaan makannya bersumber dari satu dapur. Satu rumah
tangga dapat terdiri dari hanya satu anggota rumah tangga. Definisi berikutnya
usaha pertanian merupakan kegiatan yang menghasilkan produk pertanian dengan
tujuan sebagian/seluruh hasil produksi dijual/ditukar atas risiko usaha (bukan
buruh tani atau pekerja keluarga). Usaha pertanian meliputi usaha tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan, termasuk
jasa pertanian. Khusus tanaman pangan (padi dan palawija) meskipun tidak
dijual/dikonsumsi sendiri tetap dicakup sebagai usaha. Lain halnya pertanian yang
merupakan kegiatan diantaranya: budi daya tanaman: padi, palawija, hortikultura
(sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat), perkebunan, kehutanan
(antara lain kayu-kayuan), pemeliharaan ternak/unggas, budi daya dan
penangkapan ikan, perburuan, penangkapan atau penangkaran satwa liar,
pemungutan hasil hutan, dan jasa pertanian.
Berdasarkan definisi rumah tangga, usaha pertanian dan pertanian, maka
rumah tangga usaha pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih
anggota rumah tangganya mengelola usaha pertanian dengan tujuan sebagian atau
seluruh hasilnya untuk dijual, baik usaha pertanian milik sendiri, secara bagi hasil,
atau milik orang lain dengan menerima upah, dalam hal ini termasuk jasa
pertanian. Jasa pertanian merupakan jasa pertanian tanaman pangan/hortikultura/
perkebunan, meliputi: jasa pengolahan lahan, penanaman, pemupukan,
pengendalian jasad pengganggu, pemanenan, pasca panen, penyelenggaraan
irigasi, penyewaan alat pertanian dengan operatornya, dan penyebaran bibit/benih.
Lain halnya jasa peternakan yang meliputi jasa pelayanan kesehatan ternak,
pemacekan ternak, penetasan telur, dan pelayanan peternakan lainnya. Jasa
perikanan meliputi jasa pengolahan lahan, pengendalian jasad pengganggu,
sortasi, gradasi, penyewaan sarana penangkapan ikan dengan operatornya, dan uji
mutu. Selanjutnya jasa kehutanan meliputi: jasa penebangan, penanaman pohon,
pemangkasan ranting, dan lain-lain.
Rumah tangga yang mengelola usaha pertanian adalah rumah tangga yang
salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab
dalam kegiatan pemeliharaan, pembudidayaan, pengembangbiakkan, pembesaran/
penggemukan, dan lain-lain. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan
mengelola usaha pertanian dengan menerima upah adalah benar-benar mengelola
usaha pertanian/semacam manajer, meskipun menerima upah. Adapun status
pengelolaan usaha pertanian, terdiri atas: (1) mengelola usaha pertanian milik
sendiri, (2) mengelola usaha pertanian dengan bagi hasil, (3) mengelola usaha
pertanian dengan menerima upah, (4) memiliki usaha pertanian dikelola orang lain
dengan memberi upah. Selanjutnya, rumah tangga pertanian adalah rumah tangga
yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya mengelola pertanian baik
usaha milik sendiri, bersama maupun milik pihak lain.
Dalam penelitian ini, untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian dan
pertanian sesuai dengan definisi tersebut, maka dari rumah tangga yang menjadi

6
contoh Susenas dilakukan penyaringan/filtering untuk memperoleh rumah tangga
usaha pertanian dan pertanian berdasarkan lapangan usaha atau bidang pekerjaan
(utama) yaitu (1) pertanian tanaman padi dan palawija, (2) holtikultura, (3)
perkebunan, (4) perikanan, (5) peternakan, (6) kehutanan dan pertanian lainnya.
Selanjutnya penyaringan dilakukan terhadap status/kedudukan dalam pekerjaan
utama untuk memperoleh rumah tangga usaha pertanian yaitu (1) berusaha
sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan (3)
berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar. Hal ini bertujuan untuk menghindari
penyaringan terhadap buruh tani, pekerja bebas dan pekerja keluarga yang
termasuk rumah tangga pertanian.

Pendugaan Area Kecil
Rao (2003) mendefinisikan area kecil sebagai himpunan bagian dari
populasi dengan suatu peubah yang diamati. Jika ukuran contoh domain sangat
kecil bahkan dapat nol dan tidak dapat dilakukan pendugaan secara langsung
disebut subdomain atau area lokal. Ghosh dan Rao (1994) mengemukakan bahwa
area kecil sering digunakan untuk menggambarkan sebuah area geografis kecil.
Area kecil juga menggambarkan subpopulasi kecil untuk demografi tertentu
maupun kelompok orang yang memiliki sosial ekonomi (umur, jenis kelamin, ras)
tertentu yang berada dalam area geografis yang lebih luas.
Survei menyediakan penduga yang akurat untuk domain yang besar,
sedangkan untuk memperoleh penduga bagi area kecil secara langsung
berdasarkan anggota contoh pada area tersebut (pendugaan langsung) akan
menghasilkan standar error yang besar karena ukuran contoh yang sangat kecil
pada area tersebut (Ghosh & Rao 1994). Pendugaan area kecil menjadi sangat
penting dalam analisis data yang berasal dari survei karena upaya memperoleh
dugaan parameter yang akurat dengan kelemahan ukuran contoh yang kecil.
Pendugaan area kecil merupakan pendugaan suatu area yang ukuran
contohnya relatif kecil dengan memanfaatkan informasi dari luar area, informasi
dari dalam area itu sendiri dan dari luar survei (Longford 2005). Rao (2003)
menyatakan bahwa prosedur pendugaan area kecil pada dasarnya memanfaatkan
kekuatan area sekitarnya dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin
diperoleh.
Permasalahan dalam pendugaan area kecil adalah upaya menghasilkan suatu
dugaan parameter yang cukup baik untuk ukuran contoh yang kecil pada suatu
domain dan menduga kuadrat tengah galat/KTG dari dugaan parameter tersebut.
Menurut Rao (2003), ukuran contoh pada subarea survei terkadang berukuran
kecil sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki ragam yang besar atau
bahkan pendugaan mungkin tidak dapat dilakukan pada area tertentu karena area
tersebut tidak terpilih sebagai contoh. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan
cara meminjam informasi dari luar area, dalam area, dan dari luar survei. Oleh
karena itu, metode SAE dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut.
Proses pendugaan pada area kecil terdiri atas pendugaan berbasis desain dan
berbasis model. Pendekatan klasik untuk menduga parameter area kecil
didasarkan pada aplikasi model desain penarikan contoh sebagai penduga

7
langsung berbasis desain. Lain halnya, penduga tidak langsung berdasarkan model
area kecil disebut sebagai penduga berbasis model.
Proses pendugaan tidak langsung merupakan pendugaan pada suatu domain
dengan cara menghubungkan informasi pada area tersebut dengan area lain
melalui model yang tepat (Kurnia & Notodiputro 2006). Hal ini berarti bahwa
dugaan tersebut mencakup data dari domain lain. Informasi tambahan tersebut
dapat berupa nilai parameter dari area kecil lain yang memiliki karakteristik
serupa dengan area kecil yang diamati, atau nilai pada waktu yang lalu, atau nilai
dari peubah yang memiliki hubungan dengan peubah yang diamati. Metode
dengan memanfaatkan informasi tambahan ini memiliki sifat meminjam kekuatan
dari hubungan antara nilai peubah yang diamati dan informasi tambahan tersebut.
Rao (2003) menyatakan bahwa pendugaan tidak langsung pada area kecil ini
memiliki kelebihan yaitu nilai dugaan yang diperoleh dapat optimal, memperoleh
model valid yang berasal dari data contoh, dan dapat menjelaskan berbagai
macam model berdasarkan respon natural suatu peubah dan kompleksitas struktur
data.

Pendugaan Langsung
Pendugaan Langsung Berdasarkan Desain Penarikan Contoh Susenas
BPS (2014) membahas metode penarikan contoh Susenas mulai tahun 2011
pada subbab ini yaitu menggunakan penarikan contoh berpeluang tiga tahap
dengan ukuran contoh yang telah ditentukan yaitu 300 000 rumah tangga.
Tahapan penarikan contoh yaitu: (1) tahap pertama memilih wilayah
pencacahan/wilcah secara probability proportional to size with replacement/PPSWR dengan ukuran banyaknya rumah tangga dari hasil sensus penduduk tahun
2010/SP2010. Banyaknya wilcah terpilih sebanyak 30 000 yang selanjutnya
dijadikan sebagai master contoh atau unit contoh primer/UCP. Selanjutnya UCP
terpilih sebanyak 30 000 dialokasikan kedalam empat triwulan masing-masing
sebanyak 7 500 UCP, (2) tahap kedua memilih satu blok sensus/BS secara PPSWR dari setiap UCP terpilih (3) tahap ketiga memilih 10 rumah tangga secara
sistematik dari setiap BS terpilih setelah pemutakhiran rumah tangga SP2010.
Peubah tingkat pendidikan kepala rumah tangga sebagai implicit stratification
dalam penarikan contoh rumah tangga. Skema penarikan contoh Susenas disajikan
pada Gambar 1.
Kerangka contoh adalah suatu kerangka/daftar yang berisi elemen-elemen
dari populasi yang berguna untuk memudahkan dalam pemilihan contoh.
Kerangka contoh Susenas yang digunakan BPS terdiri atas tiga kerangka contoh,
yaitu kerangka contoh untuk penarikan contoh tahap pertama, kedua dan ketiga.
Kerangka contoh yang digunakan untuk penarikan contoh tahap pertama adalah
daftar wilcah SP2010 yang disertai dengan informasi banyaknya rumah tangga
hasil listing SP2010, muatan BS dominan (pemukiman biasa, pemukiman mewah,
pemukiman kumuh), informasi daerah sulit/tidak sulit, dan klasifikasi
desa/kelurahan (rural/urban). Kerangka contoh yang digunakan untuk penarikan
contoh tahap kedua adalah daftar BS pada setiap wilcah terpilih. Kerangka contoh
yang digunakan untuk penarikan contoh tahap ketiga adalah daftar rumah

8
tangga/RT biasa hasil pemutakhiran pada setiap menjelang pelaksanaan survei
tidak termasuk institutional household (panti asuhan, barak polisi/militer, penjara,
dan sebagainya).
Kerangka UCP

Penarikan contoh
30 000 UCP

PPS-WR

Triwulan I :
contoh 7 500
UCP

Triwulan II :
contoh 7 500
UCP

Triwulan III :
contoh 7 500
UCP

Triwulan IV :
contoh 7 500
UCP

PPS-WR

PPS-WR

PPS-WR

PPS-WR

Triwulan I :
contoh 7 500
BS

Triwulan II :
contoh 7 500
BS

Triwulan III :
contoh 7 500
BS

Triwulan IV :
contoh 7 500
BS

SISTEMATIK

SISTEMATIK

SISTEMATIK

SISTEMATIK

Triwulan I :
contoh 75 000
rumah tangga

Triwulan II :
contoh 75 000
rumah tangga

Triwulan
Triwulan III
III ::
contoh
contoh 75
75 000
000
rumah
rumah tangga
tangga

Triwulan IV :
contoh 75 000
rumah tangga

Gambar 1 Desain penarikan contoh Susenas mulai tahun 2011
Penelitian ini menggunakan contoh Susenas tahun 2013. Namun, hanya
Provinsi Jawa Barat yang digunakan untuk memperoleh informasi proporsi rumah
tangga miskin usaha pertanian dan pertanian level Kabupaten/Kota. Ilustrasi
penarikan contoh Susenas khusus Provinsi Jawa Barat tersaji pada Tabel 1.
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa contoh yang menjadi perhatian pada
penelitian ini berukuran kecil sehingga diperlukan pendugaan area kecil.
Tabel 1 Rincian populasi dan contoh Susenas 2013 di Provinsi Jawa Barat
Populasi
Kode

Kab/Kota

Jumlah
PSU

Jumlah
BS

Jumlah
RTa

Ukuran
contoh

Contoh
Ukuran Ukuran
contoh
contoh
RTM
RTMUP
77
11

Ukuran
contoh
RTMP
32

3201

Kab. Bogor

1457

12480

1192895

1126

3202

Kab. Sukabumi

1277

7695

651273

997

54

7

26

3203

Kab. Cianjur

1189

7167

599349

1027

142

44

84

3204

Kab. Bandung

1270

9344

842877

1083

59

8

29

3205

Kab. Garut

1148

6890

630876

1042

135

27

81

3206

Kab. Tasikmalaya

952

5707

471685

912

115

29

67

3207

Kab. Ciamis

871

5270

472483

970

150

37

80

3208

Kab. Kuningan

644

3879

278746

765

36

12

19

3209

Kab. Cirebon

1134

6804

569964

970

145

13

46

3210

Kab. Majalengka

675

4048

343770

861

214

58

86

3211

Kab. Sumedang

627

3759

318885

840

33

10

20

3212

Kab. Indramayu

973

5819

505785

969

148

28

71

3213

Kab. Subang

826

4957

432183

921

27

5

18

3214

Kab. Purwakarta

418

2506

221143

721

24

7

15

3215

Kab. Karawang

1108

6647

579745

998

83

8

40

9
Populasi
Kode

Kab/Kota

Jumlah
PSU

Jumlah
BS

Jumlah
RTa

Ukuran
contoh

1204

7682

719639

1025

Contoh
Ukuran Ukuran
contoh
contoh
RTM
RTMUP
61
8

Ukuran
contoh
RTMP
22

3216

Kab. Bekasi

3217

Kab. Bandung Barat

807

4677

429647

869

174

23

67

3271

Kota Bogor

445

2667

243780

680

97

0

2

3272

Kota Sukabumi

153

916

78476

540

127

7

13

3273

Kota Bandung

1000

7718

666856

920

29

0

1

3274

Kota Cirebon

168

980

80629

554

57

1

3

3275

Kota Bekasi

1000

6739

608065

920

89

3

5

3276

Kota Depok

802

4808

452783

908

65

4

5

3277

Kota Cimahi

273

1634

150539

684

61

0

3

3278

Kota Tasikmalaya

305

1827

168873

641

159

3

30

3279

Kota Banjar

91

542

50248

498

31

2

4

Total
20817 133162 11761194
22441
2392
355
869
= Jawa Barat dalam angka tahun 2012, RTM = rumah tangga miskin, RTMUP = rumah
tangga miskin usaha pertanian, RTMP = rumah tangga miskin pertanian
a

BPS menerapkan perhitungan kemiskinan berdasarkan pengukuran
jumlah/persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan indeks
keparahan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin (head count index-P0) adalah
persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan/GK. Indeks
kedalaman kemiskinan (poverty gap index-P1) merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap GK. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari GK. Indeks
keparahan kemiskinan (poverty severity index-P2) memberikan gambaran
mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi
nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
Perhitungan persentase penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan dan
indeks keparahan kemiskinan yaitu:
� =

1
=1



dengan α = 0 untuk persentase penduduk miskin, α = 1 untuk indeks kedalaman
kemiskinan, α = 2 untuk indeks keparahan kemiskinan, z = GK, yi = rata-rata
pengeluaran perkapita perbulan penduduk ke-i yang berada di bawah GK (yi < z),
i = indeks penduduk (1,2,3,....,q), q = banyaknya penduduk yang berada di bawah
GK, n = jumlah penduduk (BPS Prov. Jabar 2014).
Pendugaan Langsung Berdasarkan Asumsi Penarikan Contoh Acak
Sederhana
Pendugaan langsung merupakan pendugaan parameter yang dilakukan
hanya berdasarkan data contoh dari domain/area (Rao 2003). Penduga langsung

10
merupakan penduga berbasis desain dan hanya dapat digunakan jika semua area
dalam suatu populasi digunakan sebagai contoh. Nilai hasil pendugaan langsung
pada suatu area kecil merupakan penduga tak bias meskipun memiliki ragam yang
besar dikarenakan dugaannya diperoleh dari ukuran contoh yang kecil.
Suatu respon hanya bernilai salah satu dari dua kemungkinan nilai sukses
(1) dan gagal (0) disebut data biner. Apabila adalah peluang sukses bagi peubah
acak
, maka didefinisikan �( = 1) = ; �( = 0) = 1 − . Pada
penelitian ini, kategori rumah tangga didefinisikan menjadi dua yaitu 1 = miskin
dan 0 = tidak miskin berdasarkan pengeluaran perkapita perbulan rumah tangga.
Jika pengeluaran perkapita perbulan rumah tangga berada di bawah garis
kemiskinan masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, maka rumah
tangga tersebut dikategorikan miskin, selainnya tidak miskin. Jika peubah
diasumsikan memiliki sebaran Bernoulli dengan parameter maka fungsi massa
peluang dari adalah:
(1 −

=

)1−

atau dapat ditulis | ~
( ), untuk i = 1, 2, ..., m, = 0,1.
Jika banyaknya pengamatan n = 1, akan mengikuti sebaran Bernoulli.
Sedangkan untuk ≥ 2 dan saling bebas,
akan mengikuti pola sebaran
Binomial( , ) yaitu:


1−

~

(2.1)

atau dapat ditulis | ~
( , ), untuk = 0, 1, 2, ...,
Parameter yang menjadi perhatian adalah proporsi rumah tangga miskin
usaha pertanian dan pertanian pada level Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.
Proporsi rumah tangga miskin usaha pertanian dalam penelitian ini didefinisikan
sebagai pembagian rumah tangga miskin usaha pertanian terhadap seluruh rumah
tangga miskin di Kabupaten/Kota. Proporsi rumah tangga miskin pertanian dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai pembagian rumah tangga miskin pertanian
terhadap seluruh rumah tangga miskin di Kabupaten/Kota. Penduga proporsi
rumah tangga miskin yang berasal dari usaha pertanian dan pertanian untuk setiap
area (Kabupaten/Kota) dalam penelitian ini diasumsikan menggunakan metode
PCAS.
Scheaffer et al (2006) mengemukakan bahwa pendugaan langsung proporsi
area kecil dan penduga ragam proporsi area kecil yang diasumsikan menggunakan
PCAS adalah:
=

=

=
1−
−1

=1

(2.2)


(2.3)

dengan
= penduga langsung proporsi area ke-i,
= jumlah total
elemen/unit/rumah tangga miskin yang diambil sebagai contoh pada area ke-i, =
jumlah total populasi rumah tangga pada area ke-i.

11
Dikarenakan penduga ragam proporsi area kecil tersebut merupakan
penduga takbias, sehingga kuadrat tengah galat/KTG sama dengan penduga ragam
proporsi area kecil tersebut. Selanjutnya, akar kuadrat tengah galat relatif/AKTGR
penduga langsung proporsi untuk area ke-i adalah:
AKTGR

KTG

=

(2.4)

Model Dasar SAE
Model dasar dalam pengembangan SAE didasarkan pada bentuk model
linier campuran sebagai berikut:
= �� + �� + �

(2.5)

dengan y adalah vektor yang berisi pengamatan yang disurvei, X adalah matriks
dari peubah penjelas sebagai pengaruh tetap berukuran nxp, β adalah vektor
koefisien peubah penjelas pada matriks X, Z berukuran nxq matriks yang
merepresentasikan struktur dari pengaruh acak v, dan v merupakan vektor
pengaruh acak area, e adalah vektor sampling error dengan e~N(0, ) serta
v~N(0, ) (Rao 2003).
Model SAE Level Area
Model level area ini didasarkan pada ketersediaan data pendukung yang
hanya ada untuk level area tertentu. Model SAE yang didasarkan pada pendugaan
tidak langsung dapat menggunakan pendekatan model secara umum. Diasumsikan
bahwa � = ( ) untuk beberapa spesifikasi g(.) dihubungkan dengan data
peubah penyerta area ke-i, = ( 1 , 2 , … , ) melalui suatu model linier:
� =

�+

, = 1, … ,

dengan adalah konstanta positif yang diketahui dan � adalah vektor berukuran
px1. adalah pengaruh acak area yang diasumsikan bebas dan menyebar identik
dengan
( ) = 0 dan ( ) = atau atau ~ N(0, ). Pendugaan tidak
langsung untuk rata-rata populasi area kecil ke-i, diperlukan informasi mengenai
penduga langsungnya adalah � , sehingga akan diperoleh:
� = � +

dengan sampling error adalah bebas dengan ( |� ) = 0 dan ( |� ) =
atau ~ N(0, ). Model SAE untuk level area, dari kedua komponen model
tersebut dikenal sebagai model campuran linier terampat/MCLT sebagai berikut:
� =

�+

+

, = 1, … ,

(2.6)

12

Model (2.6) ini dikenal sebagai model Fay-Herriot, dengan keragaman
peubah respon di dalam area kecil diasumsikan dapat dijelaskan oleh hubungan
peubah respon dengan informasi tambahan � yang disebut sebagai model
pengaruh tetap. Pengaruh tetap ini berupa peubah penyerta yang telah ditetapkan
dan dapat dikendalikan oleh penulis. Selain itu, terdapat komponen keragaman
spesifik area kecil yang tidak dapat dijelaskan oleh informasi tambahan dan
disebut sebagai komponen pengaruh acak area kecil . Pengaruh acak pada
penelitian ini berupa area kecil yang tidak dapat dikendalikan oleh penulis yang
bersifat acak.
Model SAE Level Unit
Model level unit merupakan suatu model dengan data pendukung yang
tersedia bersesuaian antara individu dengan data respon. Misal
� =
( 1 , 2 ,…,
) tersedia pada elemen ke-j di area ke-i. Peubah yang
diperhatikan adalah
yang diasumsikan memiliki hubungan dengan � melalui
model:
= � � + + , = 1, … , , = 1, … ,
dengan pengaruh acak area yang diasumsikan bebas dan menyebar identik
~ N(0, ) dan
~ N(0, ) yang diasumsikan bebas dan menyebar identik
pula dan bebas terhadap .
Dengan asumsi penarikan contoh dalam setiap area diambil secara acak
sederhana, maka model dapat dinyatakan dalam bentuk matriks:
=



=




∗ � + � ∗
∗ �+



dengan � ∗ adalah unit-unit yang tidak terambil sebagai contoh. Jika
merupakan rata-rata populasi di area kecil ke-i, maka adalah:
=
dengan

=

,

+ 1−



adalah rata-rata dari seluruh contoh di area ke-i dan



adalah

rata-rata elemen populasi dari bagian yang tidak terambil sebagai contoh.
Model SAE yang digunakan dalam penelitian ini adalah model level area
karena data pendukungnya hanya ada pada level area tertentu yaitu
Kabupaten/Kota.

Penduga Takbias Linier Terbaik Empirik (PTLTE)
Metode pendugaan yang termasuk dalam penduga berbasis model adalah
metode penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE, Bayes emprik dan Bayes
berhirarki (Rao 2003). Henderson (1975) dalam Rao (2003), telah

13
mengembangkan teknik penduga takbias linier terbaik/PTLT. Metode PTLT
mengasumsikan ragam pengaruh acak dalam model campuran (komponen ragam)
diketahui. Namun pada kenyataannya, komponen ragam tidak diketahui. Oleh
karena itu, diperlukan pendugaan terhadap komponen ragam tersebut berdasarkan
data contoh. Penduga PTLT yang diperoleh dengan cara menduga komponen
ragam terlebih dahulu disebut penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE
seperti yang dikembangkan Harville (1990) dan Robinson (1991) dalam Rao
(2003). Metode PTLTE ini mengasumsikan bahwa pengaruh acak memiliki
sebaran normal.
Nilai harapan y jika v diketahui adalah E(y|v) = Xβ + Zv, dengan ragam .
Sebaran marginal bagi y adalah menyebar normal dengan nilai tengah Xβ dan
ragam V = D + ��� , sehingga log-likelihood bagi ( , �) untuk � = ( , )
adalah:
1
1
− �� �−1 − ��
log
, � = − log � −
2
2
Jika � tetap, penduga bagi
Least Square:

adalah penyelesaian dari Generalized atau Weighted

log ( , �) = � �−1

− �� = � �−1 − (� �−1 �)�

⇔ (� �−1 �)� = � �−1

⇔ � = (� �−1 �)−1 � �−1

(2.7)

Log-likelihood untuk seluruh parameter ( , �, �) adalah:
, �, � =





Berdasarkan nilai harapan y jika v diketahui dan �~
log

Untuk

1
1
− �� − ��
, �, � = − log � −
2
2
1
1
− log � − � �−1 �
2
2

0,

, maka
−1

− �� − ��

, � yang diketahui, turunan terhadap � adalah:


= � �−1

− �� − �� − �−1 �

dan penduga bagi � adalah penyelesaian dari:

� �−1 � + �−1 � = � �−1

− ��

(2.8)

14
Penduga yang dikenal sebagai metode PTLT mengasumsikan komponen
ragam diketahui yaitu:
ӨPTLT = � ( |
dengan g1i
)

β+(

)=

+



)(

KTG ӨPTLT = g1i ( ) + g 2i ( )

=

(Ө | , , ) =

/(

+

�)

) dan g 2i

= ( )2 /(

+

Namun pada kenyataannya, komponen ragam tidak diketahui. Oleh karena
itu, diperlukan pendugaan terhadap komponen ragam tersebut berdasarkan data
contoh. Penduga PTLT yang diperoleh dengan cara menduga komponen ragam
terlebih dahulu disebut penduga takbias linier terbaik empirik/PTLTE. Dengan
mensubtitusi β oleh dan A oleh terhadap penduga PTLT ( ӨPTLT ), akan
diperoleh suatu penduga baru, yaitu:
ӨPTLTE = Ө

=

�+



+



(2.9)

KTG ӨPTLTE = (ӨPTLTE − Ө )2 = Var ӨPTLTE + Bias ӨPTLTE

2

=

persamaan tersebut dapat diuraikan menjadi:

KTG ӨPTLTE = KTG(ӨPTLT ) + (ӨPTLTE − ӨPTLT )2

Menurut Prasad dan Rao (1990), pendugaan KTG ӨPTLTE
ekspansi deret Taylor, sehingga diperoleh:

dengan g1i

KTG ӨPTLTE = g1i

=

+

, g 2i

=

AKTGR Ө

PTLTE

+ g 2i

+ 2g 3i

2

+

=

, g 3i

menggunakan

=

(2.10)

2 2
2(

KTG ӨPTLTE
ӨPTLTE

+

)3

=1(

+

)2

(2.11)

Sifat-sifat Penduga Parameter
Horvitz dan Thompson mengusulkan sebuah penduga yang merupakan
penduga tak bias bagi total populasi. Sifat–sifat penduga Horvitz-Thompson
= artinya suatu penduga disebut takbias jika
diantaranya: (1) takbias

15
nilai penduga parameter yang diharapkan sama dengan nilai parameter, dalam
penelitian ini penduga mendekati tak bias untuk jika ( ) − = 0, (2) ragam
minimum dibandingkan dengan ragam dari penduga lain. Selain kedua
sifat tersebut, sifat penduga parameter yang baik adalah konsisten. Konsisten
berarti bahwa jika dilakukan penarikan contoh berulang-ulang diperoleh hasil
penduga parameter yang mendekati nilai parameter yang diamati (Rao 2003,
Scheaffer et al 2006).

3 METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder hasil sensus
pertanian tahun 2013/ST2013 dan data survei sosial ekonomi nasional/Susenas
tahun 2013 (VSEN13.K dan VSEN13.M) yang diperoleh dari BPS. Menurut BPS
(2014), hasil ST2013 adalah hasil pencacahan secara lengkap terhadap seluruh
usaha pertanian dan pertanian yang berada di wilayah Indonesia. Sensus ini
dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Data Susenas adalah data yang berisi
tentang informasi demografi dan sosial ekonomi berbasis rumah tangga yang
dilaksanakan setiap tahun. Data Susenas yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri atas dua jenis yaitu: (1) VSEN13.K adalah data Susenas mengenai
keterangan pokok rumah tangga dan anggota rumah tangga; (2) VSEN13.M
adalah data Susenas mengenai pengeluaran konsumsi makanan-bukan makanan
dan pendapatan/penerimaan rumah tangga.
Data yang digunakan untuk mengklasifikasikan status