Uji Coba Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap menggunakan Lampu LED (Light Emitting Diode

UJI COBA PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN TANCAP
MENGGUNAKAN LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE)

DAVID JULIAN

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Coba Penangkapan
Ikan dengan Bagan Tancap menggunakan Lampu LED (Light Emitting Diode)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

David Julian
NIM C44100004

i

ABSTRAK
DAVID JULIAN. Uji Coba Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
menggunakan Lampu LED (Light Emitting Diode). Dibimbing oleh GONDO
PUSPITO dan FIS PURWANGKA.
Pengoperasian bagan tancap sangat pada penggunaan cahaya lampu. Saat ini
nelayan menggunakan lampu CFL sebagai sumber cahaya dengan biaya
operasional yang tinggi. Oleh karena itu dibuatlah lampu LED sebagai alternatif
lampu tabung. Tujuannya adalah membuktikan bahwa lampu LED dapat
digunakan sebagai alat bantu penangkapan ikan pada bagan dan menentukan
waktu operasi penangkapan terbaik. Dua buah bagan tancap digunakan
padapenelitian ini. Dalam 1 kali pengujian dilakukan 4 kali penangkapan, yaitu
antara pukul 18.00-21.00, 21.00-00.00, 00.00-03.00 dan 03.00-06.00. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lampu LED

pada bagan
menghasilkan 12 organisma tangkapan dengan bobot total seberat 167.1 kg, lebih
banyak dari lampu CFL yang hanya menghasilkan 7 jenis organisma tangkapan
dengan bobot total seberat 128,2 kg. Adapun waktu penangkapan terbaik pada
bagan yang menggunakan lampu LED adalah antara pukul 18.00-21.00 yang
menghasilkan tangkapan seberat 58,3 kg, sedangkan 21.00-00.00 (42,9 kg), 00.0003.00 (32,1 kg) dan 03.00-06.00 (33,8 kg).
Kata kunci: bagan tancap, Desa Sangrawayang, lampu CFL, lampu LED.

ABSTRACT
DAVID JULIAN. Stationary Lift Net Fishing Trials Using LED (Light Emitting
Diode). Supervised by GONDO PUSPITO and FIS PURWANGKA.
Stationary lift net operation is depend on the used of light bulbs. Fishermen
nowadays uses tubular lamp as a source of light with high operating costs.
Therefore, LED light was invented as an alternative. The goals are to prove that
the LED lights can be used as a fishing tool on stationary lift net and to determine
the best time of the fishing operation. Two stationary liftnet were used in this
research. Four fishing activity were done in one experiment, which were done
between 06:00 pm to 09:00 pm, 09:00 pm to 00:00 am, 00:00 am to 03:00 am and
03:00 am to 06:00 am. The results showed that the use of LED lights on the lift
net produced 12 organisms with total weight of 167.1 kg, better than the light

tubes that only produced 7 kinds of organisms with total weight of 128.2 kg. As
for the best time of the catching on the lift net that uses LED lights is between
06:00 pm to 09:00 pm that produced 58.3 kg of catch, while the 09:00 pm to
00:00 am (42.9 kg), 00:00 am to 03:00 am (32.1 kg) and 3:00 am to 06:00 am (
33.8 kg).
Keywords: LED light, Sangrawayang Village, stationary liftnet, tubular lamp.

UJI COBA PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN TANCAP
MENGGUNAKAN LAMPU LED (LIGHT EMITTING DIODE)

DAVID JULIAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NRP
Program Studi

: Uji Coba Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap
menggunakan Lampu LED (Light Emitting Diode)
: David Julian
: C44100004
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Ir Gondo Puspito, MSc
Pembimbing I

Dr Fis Purwangka, SPi MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Agustus 2013 ini ialah bagan,
dengan judul Uji Coba Penangkapan Ikan dengan Bagan Tancap menggunakan
Lampu LED (Light Emitting Diode).
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr Ir Gondo Puspito, MSc dan Dr Fis Purwangka, SPi MSi selaku komisi

pembimbing;
2. Dr Iin Solihin, SPi MSi selaku komisi pendidikan dan Dr Mustarudin,
STp MSi selaku dosen penguji tamu;
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah membiayai
perkuliahan dan penelitian ini melalui Beasiswa Bidikmisi;
4. Ayah, mama, Dandi, Daniel dan Winda atas segala doa dan kasih
sayangnya;
5. Pak Acis dan nelayan Desa Sangrawayang lainnya yang banyak
membantu dalam penelitian ini;
6. Teman-teman laboratorium BAPI Pak Is, Bang Ucha, Bang Caesar,
Bang Misbah, Bang Ono dan Muth;
7. Teman-teman Alamanda Bang Rahmat, Bang Budi, Bang Arief, Bang
Fajar, Bang Revi, Epul dan Oki;
8. Teman-teman PSP 47 Yogi, Abudi, Donlay dan lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini akan dapat memberikan kontribusi informasi ilmiah bagi
yang pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juni 2014


David Julian

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Metode Pengambilan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancangan Lampu LED
Iluminasi Cahaya Lampu LED dan CFL pada Medium Udara
Iluminasi Cahaya Lampu LED dan CFL pada Medium Air
Hasil Tangkapan Bagan
Hasil Tangkapan Bagan dengan Lampu LED
Hasil Tangkapan Bagan dengan CFL
Perbandingan Hasil Tangkapan LED dan CFL
Perbandingan Hasil Tangkapan berdasarkan Waktu Penangkapan
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vi
vi
1
1
1
2
2

2
2
2
2
5
6
6
7
9
10
11
12
13
16
17
18
20

vi


DAFTAR TABEL
1
2
3

Pengukuran iluminasi cahaya medium udara
Pengukuran iluminasi cahaya medium air
Komposisi hasil tangkapan bagan

3
4
4

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11

Posisi lampu dan sensor luxmeter pada pengukuran iluminasi cahaya
lampu LED (a) dan CFL (b)
Ilustrasi posisi pemasangan lampu LED dan CFL dilihat dari salah
satu sisi bagan. (a) Tampak samping dan (b) tampak atas
Rancangan LED
Rangkaian pararel LED yang sudah dibuat (a) dan lampu LED hasil
rancangan (b)
Iluminasi dan arah pancaran cahaya (a) lampu LED dan (b) CFL
pada medim udara
Iluminasi cahaya lampu LED dan CFL pada medium air
Berat hasil tangkapan dan persentasenya berdasarkan jenis organisma
Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu LED
Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan CFL
Perbandingan berat hasil tangkapan bagan dengan lampu LED dan
CFL per jenis organisma
Berat hasil tangkapan bagan dengan lampu LED berdasarkan jenis
per waktu penangkapan

3
5
6
7
8
9
10
12
13
14
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Peta lokasi penelitian
Alat dan bahan penelitian
Deskripsi alat dan bahan penelitian
Perhitungan kelistrikan lampu LED
Data iluminasi lampu LED dan CFL pada medium udara
Data iluminasi lampu LED dan CFL pada medium air
Dokumentasi hasil tangkapan
Data hasil tangkapan bagan total
Data hasil tangkapan bagan dengan lampu LED
Data hasil tangkapan bagan dengan CFL

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bagan tancap merupakan salah satu jenis alat tangkap yang dikelompokkan
ke dalam jaring angkat. Bagian utama alat terdiri atas rumah bagan yang terbuat
dari bambu dan jaring yang dapat dinaikturunkan untuk menangkap ikan. Alat
bantu penangkapan berupa lampu digunakan untuk mengumpulkan jenis-jenis
ikan pelagis kecil yang bersifat fototaksis positif agar berkumpul di bawah bagan
sehingga mudah ditangkap (BBPPI 2007).
Pengoperasian bagan tancap pertama kali dilakukan oleh nelayan BugisMakasar sekitar tahun 1950-an. Selanjutnya, kepopuleran alat tangkap ini terus
menyebar ke hampir seluruh wilayah perairan Indonesia (Subani dan Barus 1989).
Satu diantaranya adalah perairan Desa Sangrawayang, Palabuhanratu, Jawa Barat.
Hampir seluruh nelayan di daerah ini mengoperasikan bagan tancap untuk
menangkap ikan.
Nelayan bagan di Palabuhanratu memakai tubular lamp jenis compact
flourescent lamp (CFL) dengan sumber listrik berasal dari generator berbahan
bakar bensin. Lampu yang digunakan beragam ukurannya mulai dari 24 watt
sampai 85 watt (Syafrie 2012). Adapun di Sangrawayang, nelayan bagan tancap
menggunakan CFL dengan ukuran antara 24-43 watt.
Penggunaan CFL tergolong mahal karena ukuran watt yang dipakai tinggi.
Lampu dengan watt yang tinggi tentunya memerlukan energi yang besar sehingga
biaya operasional akan meningkat. Jumlah yang digunakan cukup banyak berkisar
antara 4-8 lampu sehingga menambah daya yang dibutuhkan untuk menyalakan
lampu tersebut. Selain itu, karakteristik lampu ini mudah rusak jika sering
dihidupkan dan dinyalakan (Diela 2013). Oleh karena itu, dirancanglah lampu
LED sebagai alat bantu cahaya efisien, harganya murah dan mudah dalam
pengoperasiannya.
Menurut Hindarto (2011), LED menyala karena perpindahan elektron yang
relatif tidak menghasilkan panas dan lebih aman dalam pengoperasiannya. Selain
itu, lampu berteknologi LED mampu menghemat listrik hingga 85 persen serta
memiliki umur teknis hingga 50.000 jam atau setara dengan 45 tahun pemakaian
rata-rata 3 jam sehari.
Kajian lampu pada bagan lebih banyak membahas tentang penggunaan
lampu petromaks, seperti yang dilakukan oleh Puspito (2008). Publikasi lain
membahas pemanfaatan lampu listrik dalam upaya peningkatan hasil tangkapan
pada bagan apung tradisional di Palabuhanratu (Ta’aliddin 2000) dan studi
pendahuluan penggunaan lampu tabung bereflaktometer terhadap hasil tangkapan
bagan apung (Rohanah 2012). Namun demikian, publikasi tersebut akan dijadikan
bahan masukan dalam membahas hasil penelitian ini.

2

Tujuan
1.
2.
3.

Tujuan dari penelitian ini adalah:
Membuktikan bahwa lampu LED dapat digunakan sebagai alat bantu
penangkapan pada bagan tancap menggantikan CFL;
Menentukan komposisi hasil tangkapan bagan menggunakan lampu tabung
dan LED; dan
Menentukan waktu penangkapan bagan dengan lampu LED yang
memberikan hasil tangkapan tertinggi.
Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada
nelayan dalam menggunakan sumber cahaya alternatif yang murah dan hemat
energi sebagai alat bantu penangkapan.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari Bulan Maret – Juli 2013 melalui dua
tahap. Tahap pertama dilakukan perancangan dan pengujian di Laboratorium
Bahan Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
FPIK IPB antara bulan Maret – Mei 2013. Adapun tahap kedua ialah uji coba
lampu LED secara langsung di perairan Desa Sangrawayang, Palabuhanratu,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat antara bulan Juni – Juli 2013 (Lampiran 1).
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada tahap pertama adalah LED 5 mm ultra
bright, CFL 24 watt, corong plastik, resistor, timah solder, mata bor, kabel, solder,
bor tangan, meteran, spidol, multimeter dan digital luxmeter. Adapun tahap kedua
menggunakan alat dan bahan berupa bagan tancap, CFL 24 watt, lampu LED,
baterai kering, underwater luxmeter, charger baterai kering, meteran, alat tulis
dan timbangan. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.
Metode Pengambilan Data
Data primer yang diambil meliputi data teknis rancangan lampu, intensitas
cahaya lampu LED dan CFL serta komposisi hasil tangkapan pada pengujian
lapang. Data teknis rancangan lampu diperoleh dari pengukuran besar tegangan
menggunakan multimeter, selanjutnya dihitung menggunakan rumus untuk
mengetahui besaran daya yang digunakan. Selain itu, pengukuran hambatan dan
arus AC/DC juga menggunakan multimeter untuk mendukung data penggunaan
daya listrik yang digunakan.

3

Intensitas cahaya lampu pada ruang udara diukur menggunakan digital
luxmeter. Sensor luxmeter diarahkan tegak lurus menghadap cahaya. Jarak
pengukuran dari titik cahaya ke sensor sejauh 1 m. Pengukuran dilakukan di ruang
gelap. Posisi pengukuran dimulai dari β = 0o dan diteruskan dengan interval 10o
hingga mencapai β = 360o (Gambar 1). Data intensitas cahaya akan muncul pada
display luxmeter dalam satuan lux.
(a)

0o

1m

270o

90o

180o
0o

(b)

1m

90o

270o

180o

Gambar 1 Posisi lampu dan sensor luxmeter pada pengukuran iluminasi
cahaya lampu LED (a) dan CFL (b)
Data primer disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang selanjutnya akan
dideskripsikan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Tabel yang akan digunakan
dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1 Pengukuran iluminasi cahaya medium udara
Iluminasi
Iluminasi
Sudut (o)
Sudut (o)
(lux)
(lux)
0 / 360
.....
10 / 350
170 / 350

4

Tabel 2 Pengukuran iluminasi cahaya medium air
Jarak (m)
Kedalaman
(m)
0
1
2
3
4
0
1
...
10

No

Tabel 3 Komposisi hasil tangkapan bagan
Berat hasil tangkapan
Jenis
minggu keTotal
ikan
1 2 3 4 ...
13

1
2
...
Total
Penelitian di lapang terbagi atas 2 jenis pengujian. Pengujian pertama adalah
uji coba penangkapan menggunakan lampu LED yang dibandingkan dengan CFL
dalam kondisi dan waktu bersamaan. Hasil tangkapan kedua jenis lampu
diidentifikasi dan ditimbang bobot totalnya berdasarkan jenis tangkapan.
Pengujian kedua ialah membandingkan hasil tangkapan bagan yang mengunakan
lampu LED berdasarkan 4 selang waktu penangkapan yang umum digunakan
nelayan yaitu antara 18.00-21.00, 21.00-00.00, 00.00-03.00, dan 03.00-06.00
WIB. Asumsi yang digunakan pada pengujian di lapang adalah kondisi
oseanografi saat penelitian dianggap tidak berpengaruh atau sama setiap ulangan
dan perlakuan. Pengulangan dilakukan sebanyak 13 kali yang dilakukan pada hari
yang berbeda.
Posisi lampu LED disesuaikan dengan penempatan yang umum dilakukan
nelayan yaitu empat titik di bawah bagan membentuk bidang persegi. Jarak antar
lampu sejauh 1 m. Posisi CFL dan LED ditunjukan pada Gambar 2.

(a)

1m
1m

Lampu

5

(b)
Titik pengukuran
iluminasi cahaya
lampu medium air

1m
m
1m

Titik penempatan
lampu

Gambar 2 Ilustrasi posisi pemasangan lampu LED dan CFL dilihat dari
salah satu sisi bagan. (a) Tampak samping dan (b) tampak atas
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Adapun urutan pengoperasiannya sebagai berikut:
Lampu digantung menggunakan tali tambang pada ketinggian 1 m di atas
permukaan laut;
Jaring diturunkan dan lampu dinyalakan selama 3 jam;
Ketika gerombolan ikan banyak berkumpul di bawah bagan, jaring
diangkat;
Ikan diserok dan dimasukkan ke dalam keranjang bambu;
Ikan disortir, didata berdasarkan jenis dan ditimbang; dan
Pengoperasian dilanjutkan dengan cara yang sama pada pengoperasian
berikutnya.

Pada saat pengujian di lapang, pengukuran iluminasi cahaya medium udara
juga dilakukan menggunakan underwater luxmeter. Titik pengukuran dilakukan
tepat di tengah-tengah lampu seperti yang terlihat pada gambar 3(b). Pengukuran
dimulai dari titik 0 m atau tepat di permukaan air hingga kedalaman yang tidak
terdapat lagi cahaya atau nilai pada display sama dengan 0 lux. Selang
pengukuran adalah 1 m.
Analisis Data
Jenis data yang diperoleh adalah data numerik. Adapun analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan ukuran numerik yang
diperoleh ke dalam bentuk grafik. Selanjutnya analisis deskriptif komparatif
dilakukan untuk membandingkan iluminasi lampu, komposisi hasil tangkapan dan
perbandingan hasil tangkapan tiap lampu.
Hukum Kirchoff yang digunakan dalam penghitungan kelistrikan lampu
pada pengolahan data rancangan lampu adalah (Syahbana 2012):
R = (Vs-(2*Vd)/I
Keterangan
Vs
Vd
I

:
: tegangan sumber (volt);
: tegangan kerja LED (volt); dan
: arus listrik LED (ampere).

6

Pada suatu rangkaian tertutup, besarnya arus berubah sebanding dengan tegangan
dan berbanding terbalik dengan beban tahanan.
V=RxI
Keterangan :
V : tegangan (volt);
R : resisten atau tegangan (ohm); dan
I : arus listrik (ampere).
Perhitungan untuk mengetahui daya listrik menggunakan rumus :
P=VxI
Keterangan
P
V
I

:
: daya (watt);
: tegangan (volt); dan
: arus listrik (ampere).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rancangan Lampu LED
Hasil perhitungan yang digunakan untuk menentukan rancangan LED
adalah resistor sebesar 270 ohm dengan tegangan sumber 12 V dan tegangan LED
3,5 V. Arus yang bekerja sebesar 25 mA tiap satu rangkaian resistor, sedangkan
tegangan yang bekerja pada satu rangkaian resistor adalah 6,75 V. Selanjutnya
rancangan LED disusun 4 buah tiap resistor secara pararel. Adapun LED yang
digunakan dalam pembuatan 1 buah lampu sebanyak 400 buah. Daya satu buah
lampu setelah dihitung menggunakan rumus Kirchoff adalah 11,85 watt.
Perhitungan kelistrikan lampu LED dapat dilihat pada lampiran 4, sedangkan
rancangan LED dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Rancangan LED
Pembuatan lampu LED dimulai dengan membuat 400 lubang Ø 4,5 mm
pada permukaan dalam sisi miring corong yang berfungsi sebagai media
pemasangan LED. Jarak antar lubang ditetapkan 1 cm. Kemudian sisi dalam
corong diberi warna perak untuk meningkatkan kekuatan pantul. Setelah itu, LED
dipasangkan pada setiap lubang dengan rangkaian paralel. Adapun lampu LED
yang dirakit sebanyak 4 buah. Rangkaian dan konstruksi lampu LED yang dibuat
ditunjukkan pada Gambar 4.

7

(a)
(b)
Gambar 4 Rangkaian paralel LED yang sudah dibuat (a) dan lampu LED
hasil rancangan (b)
Rangkaian lampu LED pada corong selanjutnya ditutup menggunakan
corong kedua untuk melindungi rangkaian dari air agar tidak terjadi korsleting.
Setelah itu, keempat lampu LED yang telah selesai diujicobakan menggunakan
baterai kering 10 A 12 V. Hasilnya adalah lampu LED masih tetap menyala terang
selama 12 jam tanpa henti. Hal ini diduga karena penggunaan daya oleh lampu
LED yang kecil sesuai dengan penghitungan daya sebelumnya. Oleh karena itu,
lampu LED dapat diujicobakan pada alat tangkap bagan tancap untuk mengetahui
sejauh mana lampu LED hasil rancangan dapat digunakan.
Lampu LED dirancang pada bagan dengan rangkaian arus searah atau
dirrect current (DC). Sumber arus listrik searah yang digunakan adalah baterai
kering 12 V 10 A. Penggunaan baterai kering lebih aman karena selain memiliki
nilai voltase yang kecil juga terdapat arus searah (DC). Menurut Sutrisno (1989),
kelebihan arus searah ini adalah mempercepat reaksi kimia tertentu secara stabil
sehingga tidak mudah panas. Selain itu jarang adanya gangguan induksi sehingga
tidak menyebabkan kortsleting dan kebakaran.
Iluminasi Cahaya Lampu LED dan CFL pada Medium Udara
Hasil pengukuran iluminasi cahaya terhadap lampu LED dan CFL pada
medium udara dan air memberikan hasil yang berbeda. Penyebabnya adalah
kekuatan yang dihasilkan tiap lampu berbeda. Selain itu, perbedaan iluminasi
antara medium udara dan air dikarenakan oleh kerapatan medium udara lebih
rendah dibandingan dengan medium air.
Cayless dan Marsden (1983) menjelaskan bahwa iluminasi disebut juga
intensitas penerangan atau kekuatan penerangan. Intensitas penerangan adalah flux
cahaya yang jatuh pada suatu permukaan. Adapun flux cahaya yang di pancarkan
oleh suatu sumber cahaya adalah seluruh jumlah cahaya yang di pancarkan dalam
satu detik.
Lampu LED memiliki arah pancaran cenderung terpusat ke tengah dan tidak
menyebar ke segala arah. Nilai iluminasi cahaya yang dihasilkan pun relatif kecil.
Adapun cahaya CFL memancar ke segala arah dengan iluminasi cahaya yang
berbeda pada setiap sudut pengukuran. Hasil pengukuran iluminasi cahaya pada
medium udara disajikan pada Lampiran 5 dan grafiknya pada Gambar 5.

8

( o)
340 150

0
340 150

20

320

40

20

320

40

100

100

300

60

300

60

50

50

280

80

280

80

0

0

260

100

240

120
220

140
200

160
180

260

100

240

120
220

140
200

160
180

(a)
(b)
Gambar 5 Iluminasi dan arah pancaran cahaya (a) lampu LED dan (b) CFL
pada medium udara
Pada Gambar 5(a) terlihat bahwa kekuatan cahaya lampu LED lebih rendah
dibandingkan dengan CFL. Penyebabnya adalah adanya perbedaan karakteristik
pada masing-masing lampu. Selain itu, sumber listrik yang digunakan juga
mempengaruhi kekuatan cahaya. Lampu LED menggunakan baterai kering 10 A
12 V sebagai sumber listrik dan hanya mampu menerima tegangan sampai 3,6 V
(Saputro et al. 2013). Jika penggunaan sumber listrik lebih dari 12 V, maka LED
akan putus. Adapun CFL memakai generator yang memiliki tegangan rata-rata
mencapai 230 V, sehingga pancaran cahayanya menjadi sangat kuat.
Sudut pengukuran β = 130o/230o pada lampu LED memberikan iluminasi
cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sudut yang lain yaitu sebesar 87
lux. Pada sudut tersebut terjadi akumulasi cahaya yang berasal dari permukaan
sisi dalam corong. Selain itu, sebaran cahaya satu komponen LED yang mengarah
ke sisi atas tabung pembungkusnya membuat arah pancaran cahayanya lurus.
Dengan demikian nilai iluminasi tertinggi akan diperoleh ketika posisi luxmeter
tegak lurus terhadap LED. Nilai iluminasi terendah cahaya lampu LED terdapat
pada β=0o/360o hingga 80o/280o, yaitu sebesar 0 lux. Pada bagian tersebut cahaya
terhalang oleh badan corong.
Arah pancaran CFL menyebar ke segala arah. Hal ini karena CFL tidak
menggunakan reflektor untuk memfokuskan cahaya. Selain itu CFL merupakan
lampu penerangan yang dibuat khusus untuk ruangan (bukan untuk penangkapan
ikan di laut) sehingga karakteristik yang dibuat pabrikannya adalah memancar ke
segala arah. Pada Gambar 5(b), sudut 0o pun masih terdapat nilai iluminasi sebesar
14 lux. Adapun sudut β=130o/230o memiliki nilai iluminasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sudut yang lain yaitu sebesar 142 lux. Hal ini terjadi karena
cahaya yang dipancarkan berasal dari permukaan sisi lampu yang paling luas.
Cahaya CFL pada bagian bawah memiliki nilai iluminasi yang tidak terlalu
berbeda karena luasan permukaan CFL pada bagian tersebut relatif sama.

9

Iluminasi Cahaya Lampu LED dan CFL pada Medium Air

CFL

140

LED

99,5

120
100
80

60

60
40

0,25

0

0,5

0,5

0,75

0,5

1

1,5

2

3

3,5

20

11

7,5

23

Nilai Iluminasi (lux)

160

145

180

155,5

Iluminasi cahaya lampu CFL dan LED pada medium air tersaji pada
Gambar 6 dan datanya pada Lampiran 6. Nilai iluminasi kedua lampu semakin
menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman perairan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Cayless dan Marsden (1983) yang menyebutkan bahwa nilai iluminasi
adalah rasio dari intensitas cahaya dengan kuadrat jarak dari sumber cahaya.
Semakin besar jaraknya, maka nilai rasionya semakin kecil.
Cahaya yang melewati medium air memiliki jangkauan yang kurang luas.
Cahaya CFL hanya mencapai kedalaman 7 m, sedangkan cahaya lampu LED
mencapai 8 m. Penyebabnya adalah indeks bias air lebih tinggi dibandingkan
dengan udara. Selain itu jumlah partikel yang melayang dalam air akan
menghambat penetrasi cahaya sehingga mempengaruhi nilai kekeruhan suatu
perairan (Hutabarat dan Evans 2006).
Penetrasi cahaya setiap lampu yang terhambat mengakibatkan terjadinya
penurunan iluminasi secara signifikan. Penurunan iluminasi tertinggi terjadi pada
kedalaman 2 m. Hal ini diduga nilai kerapatan air hingga kedalaman 2 m sangat
tinggi, sehingga perambatan cahayanya terhambat. Pada kedalaman selanjutnya,
iluminasi cahaya berkurang secara perlahan hingga mencapai 0 lux pada
kedalaman 8-9 m. Hasil pengukuran iluminasi cahaya pada medium air disajikan
pada Lampiran 6 dan grafiknya pada Gambar 6.

0
0

1

2

3

4
5
Kedalaman (m)

6

7

8

Gambar 6 Iluminasi cahaya lampu LED dan CFL pada medium air
Iluminasi cahaya CFL memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan lampu
LED. Penyebabnya adalah intensitas yang dihasilkan CFL lebih tinggi
dibandingkan dengan lampu LED. Iluminasi CFL pada medium air sebesar 155,5
lux di kedalaman 0 m, sedangkan lampu LED 145 lux.
Nilai intensitas CFL cukup tinggi namun hanya mencapai kedalaman 7 m
pada medium air. Adapun iluminasi cahaya lampu LED masih dapat terdeteksi
hingga kedalaman 8 m dari sumber cahaya. Hal ini diduga karena kesalahan pada
saat pengukuran iluminasi cahaya kedua lampu. Kesalahan yang dimaksud adalah
tidak stabilnya luxmeter yang disebabkan oleh arus di dalam perairan. Selain itu,
tidak terdeteksinya cahaya CFL pada kedalaman 8 m diduga karena pada saat

10

pengukuran terdapat lapisan substrat di kedalaman tersebut sehingga menghalangi
cahaya masuk ke dalam lapisan tersebut. Menurut Hutabarat dan Evans (2006),
pada tiap kedalaman terdapat arus dan lapisan substrat yang berbeda-beda
sehingga membuat penetrasi cahaya yang berbeda pula tiap kedalaman.
Hasil Tangkapan Bagan
Jenis hasil tangkapan bagan terdiri atas 12 jenis organisma (Fishbase 2000),
yaitu teri nasi (Stolephorus indicus), pepetek (Leiognathus dussumieri), udang
rebon (Mysis diluviana), teri hitam (Stolephorus buccaneri), teri putih
(Stolephorus devisi), selar (Selaroides leptolepis), kuwe (Caranx sexfaciatus),
tembang (Sardinella fimbriata), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), bulu
ayam (Thryssa setirostris), cumi-cumi (Loligo vulgaris) dan layur (Trichiurus
savala). Adapun dokumentasi hasil tangkapan dapat dilihat pada Lampiran 7.
Berat total hasil tangkapan mencapai 295,3 kg. Teri nasi merupakan
organisma tangkapan dengan berat tertinggi, yaitu 82,1 kg atau 27,8% dari total
hasil tangkapan. Jenis organisma tangkapan selanjutnya pepetek 67,2 kg (22,8%),
udang rebon 43,5 kg (14,7%), cumi 34,2 kg (11,7%) dan teri hitam 23,2 kg
(7,9%). Jenis tembang tertangkap dengan berat paling rendah sebesar 0,7 kg
(0,2%). Data hasil tangkapan bagan total dapat dilihat pada Lampiran 8,
sedangkan rincian berat hasil tangkapan berdasarkan jenisnya dijelaskan pada
Gambar 7.
135

30,0

27,7

Teri nasi

Berat (kg)

Pepetek

Persentase (%)

22,7

Udang rebon
Teri hitam

14,7
82,1

11,6
7,8

67,2

5,3
2,8

45

15,0

3,9
1,4

0,9

43,5

1,0

0,2

0,0

34,5

Selar
Kembung
Teri putih
Bulu ayam
Tembang

23,2

Cumi-cumi

15,6
8,2

0

Persentase (%)

Berat (kg)

90

11,7
4,1

2,7

0,7

Layur

3,1

-15,0

Kuwe

Gambar 7 Berat hasil tangkapan dan persentasenya berdasarkan jenis
organisma
Teri nasi merupakan jenis organisma yang paling dominan tertangkap oleh
bagan tancap. Hal ini berhubungan dengan keberadaan plankton di bawah lampu
bagan yang menjadi makanannya (Hutomo et al. 1987). Menurut Basmi (1995),

11

plankton harus selalu berada pada perairan yang mendapat cukup cahaya agar
dapat hidup dengan baik. Dengan demikian, plankton yang berada di dekat bagan
akan berkembang biak dan hidup dengan baik dikarenakan adanya cahaya dari
lampu. Kelimpahan plankton yang tinggi di bawah bagan inilah yang akan
menarik teri berkumpul untuk mencari makan.
Rebon merupakan hasil tangkapan terbesar ketiga pada bagan tancap.
Migrasi harian organisma ini tergantung pada perubahan intensitas cahaya
matahari dan bulan, namun pergerakannya lebih dikarenakan oleh aktivitas
mencari makanan dan menghindari serangan predator. Makanan rebon berupa
detritus, seperti lumut, plankton dan bentos. Penggunaan cahaya pada bagan
menyebabkan detritus tersebut berkumpul dan berkembang biak dengan baik di
sekitar bagan (Fujaya 2004). Hal ini yang mengundang rebon untuk datang dan
kemudian tertangkap oleh bagan.
Cumi-cumi merupakan organisma demersal yang bersifat karnivor.
Organisma ini memakan zooplankton, udang dan ikan-ikan kecil, seperti teri.
Tasywiruddin (1999) mengatakan bahwa cumi-cumi tersebar di perairan pantai
hingga kedalaman 400 m. Pada lokasi ini makanan cumi-cumi, seperti
zooplankton dan ikan-ikan kecil, sangat melimpah. Keberadaan bagan untuk
menangkap ikan-ikan kecil tersebut membuat cumi-cumi ikut tertangkap.
Jenis ikan selar tertangkap seberat 15,6 kg (5,3%). Ikan ini dapat ditemukan
dari laut lepas sampai perairan pantai dan teluk pada hampir seluruh wilayah
perairan Indonesia. Jenis makanan selar adalah zooplankton, benthos, larva ikan
dan juga ikan-ikan kecil lainnya yang sesuai dengan bukaan mulut ikan tersebut.
Keberadaan selar yang tertangkap di bagan berkaitan erat dengan aktivitasnya
ketika mencari makan di bawah bagan. Menurut Froese dan Pauly (2003), alat
tangkap bagan merupakan salah satu alat tangkap yang sering menangkap ikan ini.
Jenis ikan yang tertangkap dalam jumlah sedikit adalah layur seberat 11,7
kg (4%). Sebenarnya layur bukanlah target penangkapan dengan alat tangkap
bagan. Layur merupakan jenis ikan demersal yang sesekali muncul ke permukaan
atau kolom perairan untuk mendapatkan mangsa. Wewengkang (2002)
menyebutkan bahwa layur termasuk jenis ikan buas yang memangsa ikan-ikan
kecil, udang dan cumi. Menurutnya, keberadaan layur di sekitar bagan disebabkan
oleh aktivitasnya dalam mencari makanan yang banyak terdapat di bawah bagan.
Jenis ikan yang juga tertangkap dalam jumlah sedikit adalah tembang, yakni
hanya seberat 0,7 kg (0,2%). Keberadaan tembang di sekitar bagan dikarenakan
jenis ikan ini tertarik oleh cahaya lampu dengan iluminasi antara 10-100 lux
(Tupamahu 2003). Walaupun ikan ini sering berkumpul pada area di bawah
bagan, namun tembang sulit ditangkap. Tembang merupakan perenang cepat dan
mudah meloloskan diri dari jaring pada saat proses pengangkatan dilakukan.
Hasil Tangkapan Bagan dengan Lampu LED
Pengoperasian bagan dengan lampu LED menghasilkan 12 jenis organisma
meliputi teri putih, udang rebon, pepetek, teri nasi, teri hitam,selar, kembung,
tembang, bulu ayam, kuwe, cumi-cumi dan layur. Rinciannya terdapat dalam
grafik pada Gambar 8.

12

60

30,0

Berat (kg)

26,2

Teri nasi

Persentase (%)

Pepetek

50

Udang rebon

44,2 17,9
16,0

Teri hitam

15,0

11,0
9,3
30,1

30

4,9
2,8

20

1,6

1,8

0,4

18,5

0,0

15,6

4,7

Selar
Kembung
Teri putih
Bulu ayam
Tembang

9,6

8,2

10

0

26,9
2,4

5,7

Persentase (%)

Berat (kg)

40

4,1

2,7

Cumi-cumi
Layur

3,1
0,7

-15,0

Kuwe

Gambar 8 Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan lampu
LED
Hasil tangkapan bagan menggunakan lampu LED selama pengambilan data
di lapang mencapai berat 167,1 kg. Teri nasi tertangkap seberat 44,2 kg (26,5%),
pepetek 30,1 kg (18%), udang rebon 18,4 kg (11,07%), teri hitam 4,7 kg (2,81%),
teri putih 2,8 kg (1,68%), selar 15,6 kg (9,34%), tembang 0,7 kg (0,42%),
kembung 8,2 kg (4,91%) dan bulu ayam 2,7 kg (1,62%). Selain itu tertangkap
juga cumi-cumi 26,9 kg (16,10%), kuwe 3,1 kg (1,86%) dan layur seberat 9,6 kg
(5,75%).
Organisma fototaksis positif yang bernilai ekonomis tinggi adalah teri nasi
(PPN Palabuhanratu 2012) dengan berat mencapai 44,2 kg atau sekitar 33,8% dari
berat total hasil tangkapan bagan LED. Adapun total organisma teri meliputi teri
nasi, teri putih, dan teri hitam yang tertangkap adalah seberat 51,7 kg atau sekitar
30,9% dari berat total hasil tangkapan bagan LED. Dominasi kelompok teri
dibandingkan organisma lainnya diduga karena teri merupakan konsumen tingkat
trofik pertama dalam rantai makanan di area penelitian. Campbell (2000)
menyebutkan bahwa keberadaan organisma tingkat trofik yang pertama umumnya
melimpah, sedangkan organisma pada tingkat trofik selanjutnya semakin
berkurang. Dengan demikian kelompok teri lebih banyak tertangkap pada bagan
dibandingkan dengan organisma lainnya.
Hasil Tangkapan Bagan dengan CFL
Jumlah jenis organisma hasil tangkapan bagan yang menggunakan CFL
lebih sedikit dibandingkan dengan lampu LED. Bagan CFL hanya menangkap 7
jenis organisma yaitu teri nasi, teri hitam, teri putih, pepetek, udang rebon, cumicumi dan layur. Komposisi berat per jenis organisma hasil tangkapan dapat dilihat
pada Gambar 9.

13

60

29,3

28,6

30,0

Berat (kg)

Teri nasi

Persentase (%)

50

19,3

37,9

Udang rebon
Teri hitam

14,3

15,0

37,1

Persentase (%)

Berat (kg)

40

Pepetek

5,9

30
25

1,6

1,0

20

18,5

Cumi-cumi
Layur

0,0

10

7,6
1,3

0

Teri putih

2,1

-15,0

Gambar 9 Komposisi berat hasil tangkapan bagan menggunakan CFL
Berat total hasil tangkapan bagan dengan CFL sebesar 128,2 kg.
Rinciannya adalah teri nasi 37,9 kg (29,3%), pepetek 37,1 kg (28,6%), udang
rebon 25 kg (19,3%) teri hitam 18,5 kg (14,3 %) dan teri putih 1,3 kg (1%).
Sisanya berupa kelompok non-target yang terdiri atas cumi-cumi seberat 7,6 kg
(5,9%) dan layur 2,1 kg (1,6%).
Bagan CFL sama seperti bagan LED yang didominasi oleh kelompok
organisma teri seperti teri nasi, teri putih dan teri hitam. Berat total kelompok
organisma teri tersebut mencapai 57,7 kg atau sekitar 45% dari total hasil
tangkapan bagan CFL. Jenis organisma non-target seperti cumi-cumi dan layur
juga tertangkap pada bagan LED. Cumi-cumi memiliki nilai yang tinggi, yaitu
seberat 7,6 kg atau sekitar 78,4% dari berat total non-target sedangkan layur
hanya sekitar 21,6%. Adapun organisma yang paling sedikit tertangkap adalah teri
putih yaitu seberat 1,7 kg. Hal ini diduga karena pada saat melakukan
pengoperasian bagan, keberadaan jenis teri ini pada areal penangkapan sedikit
sehingga kemungkinan tertangkapnya juga berkurang.
Perbandingan Hasil Tangkapan LED dan CFL
Penggunaan jenis lampu yang berbeda pada bagan akan menghasilkan jenis
dan berat hasil tangkapan yang berbeda pula. Bagan yang menggunakan lampu
LED menangkap 12 jenis organisma berbeda yang terdiri atas 5 jenis organisma
fototaksis positif dan 7 jenis predator dengan berat total 167,1 kg. Sementara
pemakaian CFL hanya mendapatkan 5 jenis organisma fototaksis positif dan 2
jenis predator seberat 128,2 kg. Gambar 10 menunjukkan perbandingan komposisi
berat hasil tangkapan per jenis ikan berdasarkan jenis lampu yang digunakan.

14

50

Teri nasi
44,2

Pepetek

Berat (kg)

40

Udang rebon

37,937,1

Teri hitam
30,1

Selar

30

26,9
25

20

18,5

Kembung
Teri putih

18,5
15,6

10

Bulu ayam

4,7

Tembang

9,6

8,2

7,6
2,8 2,7

3,1

0,7

0

0

1,3

0
LED

CFL

Cumi-cumi
Layur

2,1
0

0

0

Kuwe

Gambar 10 Perbandingan berat hasil tangkapan bagan dengan lampu LED
dan CFL per jenis organisma
Grafik diatas menunjukan bahwa jenis organisma yang banyak tertangkap
oleh bagan yang menggunakan lampu LED adalah teri nasi, pepetek dan cumicumi. Adapun penggunaan CFL menghasilkan jenis organisma hasil tangkapan
yang banyak berupa teri nasi, pepetek dan udang rebon. Dari 7 jenis organisma
yang sama, ada 4 jenis organisma hasil tangkapan lampu LED yang beratnya lebih
tinggi dari CFL, yaitu teri nasi yang diikuti oleh cumi-cumi, layur, dan teri putih.
Berdasarkan pengamatan langsung selama operasi penangkapan, keberadaan
organisma laut di sekitar lampu LED jauh lebih banyak dibandingkan dengan
CFL. Ini mengindikasikan bahwa lampu LED lebih disukai oleh organisma laut
yang bersifat fototaksis positif. Imbasnya, peluang seluruh organisma tersebut
tertangkap oleh bagan menjadi lebih besar.
Tingkah laku jenis organisma fototaksis positif dipengaruhi oleh daya
penglihatannya yang berbeda untuk setiap jenis. Hal ini dikarenakan struktur
retina mata ikan -- yang berisi reseptor rod dan kon -- sangat bervariasi untuk
jenis ikan yang berbeda. Variasi struktur retina ini ditunjukkan oleh perbedaan
distribusi dari kedua jenis reseptor tersebut yang konsentrasinya berbeda pada
setiap jenis organisma (Utami 2006).
Iluminasi cahaya lampu LED tidak lebih kuat dari CFL. Namun demikian,
arah pancarannya lebih terfokus (Gambar 6a). Akibatnya, konsentrasi gerombolan
teri nasi – yang sebenarnya peka terhadap cahaya yang kuat -- akan terpusat di
bawah bagan dan lebih banyak tertangkap. Sementara, arah pancaran CFL
menyebar ke sisi luar bagan (Gambar 6b). Gerombolan teri nasi cenderung berada
di sekeliling bagan sehingga sulit tertangkap.
Pengoperasian bagan pada daerah yang merupakan sumberdaya teri pada
musim yang tepat akan menghasilkan teri dalam jumlah yang banyak.
Tampubolon (1990) dalam Syafri (2012) menyebutkan musim penangkapan teri
di perairan Teluk Palabuhanratu berlangsung antara bulan Juni sampai dengan

15

September. Hal ini semakin memperjelas bahwa operasi penangkapan memang
dilakukan pada perairan yang tepat. Adapun waktu penelitian yang berlangsung
antara bulan Mei-Juni merupakan waktu awal penangkapan teri.
Berdasarkan data perikanan PPN Palabuhanratu (2012), sumberdaya teri
memang menjadi sumberdaya lokal di perairan tersebut. Dengan demikian,
pengoperasian bagan, baik dengan menggunakan cahaya yang kuat maupun
kurang kuat, tetap akan menghasilkan teri. Hasil wawancara dengan nelayan
menyebutkan penggunaan cahaya yang terlalu kuat akan mengakibatkan
ketidakefisienan penangkapan ikan dengan bagan.
Rebon memiliki migasi harian yang bergantung pada perubahan intensitas
cahaya matahari dan bulan. Keberadaannnya di dekat permukaan air pada siang
hari dan malam hari ketika bulan terang. Pada saat bulan gelap, rebon akan
kembali ke habitatnya di dasar perairan (Romimohtarto dan Juwana 2004).
Penggunaan CFL yang cahayanya lebih terang dibandingkan dengan lampu LED
pada pengoperasian bagan di sekitar pantai dapat menangkap rebon dalam jumlah
yang banyak. Menurut Syafrie (2012), penggunaan cahaya pada bagan
menyebabkan fitoplankton dan zooplankton berkumpul dan berkembang biak
dengan baik di sekitar bagan. Hal ini yang menyebabkan rebon berkumpul di atas
jaring bagan sehingga mudah tertangkap.
Organisma predator bukanlah target utama penangkapan dengan bagan.
Semuanya tidak sengaja tertangkap. Organisma predator berada di bawah bagan
lebih dikarenakan untuk mencari mangsa berupa organisma fototaksis positif yang
berada dekat dengan sumber cahaya. Dari pengamatan langsung di lapang,
organisma predator tampak selalu memburu dan memakan jenis organisma
fototaksis positif. Layur dan cumi-cumi terlihat naik ke permukaan air untuk
memangsa ikan-ikan kecil. Menurut Badrudin dan Wudianto (2004), layur dewasa
akan lebih aktif beruaya sampai ke kolom perairan untuk mencari makanan. Ikanikan kecil yang berada dekat dengan lampu bagan akan menarik perhatian jenis
organisma demersal tersebut untuk naik ke permukaan laut.
Selisih berat jenis organisma predator antara lampu LED dan CFL berbeda
jauh. Lampu LED lebih banyak menangkap jenis organisma predator seberat 66,8
kg, sedangkan CFL hanya seberat 9,7 kg dengan selisih 57,1 kg. Dengan
demikian, lampu LED lebih unggul dibandingkan dengan CFL karena jenis
organisma predator memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Hasil tangkapan dengan CFL hanya menangkap 2 jenis organisma, yakni
cumi-cumi dan layur sedangkan lampu LED dapat menangkap 7 jenis organisma
yang berbeda. Hal ini diduga karena CFL memiliki pancaran yang menyebar
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, organisma predator
yang merupakan perenang cepat, seperti layur akan sulit tertangkap karena berada
menyebar di sekeliling bagan.
Perbandingan Hasil Tangkapan berdasarkan Waktu Penangkapan
Jenis organisma yang tertangkap pada setiap waktu penangkapan berbeda.
Waktu penangkapan pertama antara pukul 18.00-21.00 WIB diperoleh 58,3 kg
atau sebesar 34,89% dari seluruh hasil tangkapan, waktu penangkapan kedua
(21.00-00.00 WIB) 42,9 kg (25,67%), waktu penangkapan ketiga (00.00-03.00
WIB) seberat 32,1 kg (19,21%) dan waktu penangkapan keempat (03.00-06.00

16

WIB) seberat 33,8 kg (20,23%). Berat tangkapan tertinggi terjadi pada selang
waktu penangkapan pertama antara pukul 18.00-21.00 WIB. Gambar 11
menunjukkan komposisi berat organisma hasil tangkapan berdasarkan waktu
penangkapan.
20

Layur

Pepetek

Teri nasi

Teri hitam

Teri putih

Kuwe

Selar

Tembang

Kembun
Kembung

Bulu ayam

Cumi cumi

Udang rebon

Berat (kg)

15

10

5

0
18.00-21.00

21.00-00.00

00.00-03.00

03.00-06.00

Waktu Penangkapan

Gambar 11 Berat hasil tangkapan bagan dengan lampu LED berdasarkan
jenis per waktu penangkapan
Berdasarkan Gambar 11, keragaman jenis hasil tangkapan lebih banyak
terdapat pada selang waktu 18.00-21.00 WIB dan 00.00-03.00 WIB sebanyak 9
spesies ikan, namun selang waktu penangkapan pertama (18.00-21.00 WIB) lebih
baik karena berat total hasil tangkapannya paling banyak diantara selang waktu
lainnya. Adapun keragaman spesies terendah adalah pukul 03.00-06.00 WIB
sebanyak 7 spesies ikan dan untuk berat hasil tangkapan terendah terdapat pada
selang waktu 00.00-03.00 yaitu seberat 32,1 kg.
Jenis tangkapan terberat adalah teri nasi seberat 16,2 kg. Keberadaan
plankton yang masih berlimpah pada saat senja ditambah dengan cahaya lampu
bagan mengakibatkan banyaknya teri yang tertangkap (Hutomo et al. 1987).
Kejadian seperti ini sama ketika matahari akan terbit. Hal ini terlihat dari hasil
tangkapan terbanyak pada waktu penangkapan keempat adalah teri nasi seberat
14,2 kg. Berbeda dengan selang waktu kedua dan ketiga yang masing-masing
hanya menangkap teri nasi seberat 7,2 kg dan 6,6 kg.
Hubungan predasi antara cumi-cumi dengan teri nasi terlihat pada Gambar
11. Cumi-cumi banyak tertangkap pada selang waktu pertama seberat 13,2 kg.
Ketika hasil tangkapan teri menurun, maka dibarengi pula dengan penurunan hasil
tangkapan cumi-cumi. Pada selang waktu ketiga hanya tertangkap seberat 2,2 kg.
Kemudian pada selang waktu penangkapan keempat, hasil tangkapan cumi-cumi
naik kembali seberat 5,7 kg atau tidak terlalu berbeda pada waktu penangkapan
kedua seberat 5,8 kg.
Keberadaan teri yang berkumpul di bawah bagan akan mengundang cumicumi datang. Hal ini dapat dilihat dari hasil tangkapan cumi-cumi yang banyak

17

tertangkap pada selang waktu pertama. Hubungan predator dengan sumber
makanan adalah alasan yang menguatkan bahwa cumi-cumi banyak tertangkap.
Tasywiruddin (1999) menyebutkan makanan cumi-cumi adalah zooplankton,
juvenil ikan dan ikan-ikan kecil seperti teri dan rebon.
Layur banyak tertangkap pada selang waktu penangkapan antara pukul
21.00-00.00 WIB seberat 6,5 kg. Sama halnya dengan udang rebon yang
tertangkap paling banyak pada selang waktu penangkapan kedua yaitu seberat 8,8
kg. Nontji (2005) menyebutkan makanan layur tersebut berupa udang rebon,
cumi-cumi, dan ikan kecil seperti ikan teri.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.
3.

Simpulan dari penelitian ini adalah:
Penggunaan lampu LED sebagai alat bantu penangkapan ikan pada bagan
tancap dapat diaplikasikan dan menjadi alternatif untuk CFL. Indikator
keberhasilannya dapat dilihat dari komposisi jenis dan berat organisma hasil
tangkapan bagan dengan lampu LED lebih banyak dibandingkan CFL;
Penggunaan lampu LED pada bagan menghasilkan 12 jenis organisma
tangkapan seberat 167,1 kg, atau lebih banyak dari CFL sejumlah 7
organisma dengan berat 128,2 kg; dan
Waktu operasi penangkapan terbaik bagan tancap yang menggunakan lampu
LED adalah antara pukul 18.00-21.00 yang menghasilkan tangkapan seberat
58,3 kg, sedangkan pukul 21.00-00.00, 00.00-03.00 dan 03.00-06.00
masing-masing hanya seberat 42,9 kg, 32,1 kg, dan 33,8 kg.
Saran

1.
2.

Saran yang dapat dikemukakan untuk perbaikan penelitian ini adalah:
Penelitian yang sama dilakukan pada perairan yang berbeda untuk
mendapatkan hasil yang lebih memuaskan; dan
Penelitian lanjutan mengenai analisis biaya antara penggunaan lampu LED
dengan beterai kering dan CFL dengan mesin generator.

18

DAFTAR PUSTAKA
Badrudin dan Wudianto. 2004. Biologi, habitat dan penyebaran ikan layur serta
beberapa aspek perikanannya. [Internet]. [diunduh 2013 Nov 12];
330(7500):1119-1120. Tersedia pada: http://www.cofish.net/uploaded/
reports/pdf.
Basmi J. 1995. Planktonologi: Produksi Primer. Bogor: Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor.
[BBPPI] Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. 2007. Klasifikasi Alat
Penangkapan Ikan Indonesia. Jakarta (ID): BBPPI. 95 hal.
Campbell, N.A. 2000. Biology, 3rdEdition. San Fransisco (US): Benyamin
Cuming Publising Company.
Cayless MA, AM Marsden. 1983. Lamps and lightening. 3rd edition. London:
Edward Arnold (publishers) Ltd. Includes indexes. Bibliography: p. [489499].
Diela T. 2013. Lampu LED. [Internet]. [diunduh 2013 Des 17]. Tersedia pada:
http://properti.kompas.com/index.php/read/2013/11/04/1846187/Lampu.LE
D.Hemat.Energi.tetapi.Mahal.
Fishbase. 2000. [Internet]. [diunduh 2014 Mei 23]. Tersedia pada:
http://www.fishbase.org
Froese R, Pauly D. 2003. Dynamics of overfishing. GEO Hamburg. p. 288-295.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknik Perikanan). Jakarta
(ID): Rineka Cipta.
Hindarto P. 2011. Mengenal jenis-jenis lampu. [Internet]. [diunduh 2013 Des 17].
Tersedia pada: http://www.astudioarchitect.com/2011/11/mengenal-jenisjenis-lampu-pijar.html.
Hutabarat L, Evans SM. 2006. Pengantar Oceanografi. Jakarta (ID): UI-Press.
159 hal.
Hutomo M, Burhanuddin A, Djamali A dan Martosewojo S. 1987. Sumberdaya
Ikan Teri di Indonesia. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Hayati Ikan.
Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Osenologi-LIPI. 80 hal.
Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta (ID): Djambatan. 372 hlm.
[PPN] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2012. Buku Laporan
Tahunan Statistik Perikanan Tangkap 2012 Pelabuhan Perikanan Nusantara
Palabuhanratu. Sukabumi (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap,
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal. 21-55.
Puspito G. 2008. Uji coba penggunaan tudung petromaks berbentuk kerucut pada
bagan apung. Jurnal Mangrove & Pesisir. 8(1): 1-11.
Rohanah S. 2012. Studi pendahuluan penggunaan lampu tabung bereflektor
terhadap hasil tangkapan bagan apung [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Romimohtarto K, Juwana S. 2004. Meroplankton Laut. Jakarta (ID): Djambatan.
Saputro HJ, Tejo S, Karnoto. 2013. Analisa penggunaan lampu LED pada
penerangan dalam rumah. Transmisi. 15(1):19-27.
Subani W, Barus HR. 1989. Alat penangkapan ikan dan udang laut di Indonesia.
Edisi Khusus. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta (ID): Balai

19

Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian. 248 hal.
Sutrisno. 1989. Seri Fisika Dasar (Fisika Modern). Bandung (ID): Penerbit ITB.
Syafrie H. 2012. Efektivitas lampu tabung pada perikanan bagan [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Syahbana RA. 2012. Uji coba pemanfaatan energi surya sebagai energi alternatif
sistem kelistrikan lampu navigasi pada kapal ikan. Buletin PSP IPB. 20(4):
369-377.
Ta’aliddin Z. 2000. Pemanfaatan lampu listrik dalam upaya peningkatan hasil
tangkapan pada bagan apung tradisional di Palabuhanratu [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Tampubolon N. 1990. Studi tentang perikanan cakalang dan tuna serta
kemungkinan pengembangannya di Palabuhanratu [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Tasywiruddin M. 1999. Sebaran kelimpahan cumi-cumi berdasarkan jumlah dan
posisi lampu pada operasi penangkapan dengan payang oras di perairan
Selat Alas, Nusa Tenggara Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Tupamahu A. 2003. Komparasi adaptasi retina ikan tembang dan selar yang
tertarik dengan cahaya lampu. Buletin PSP IPB. 10(1): 65-74.
Utami E. 2006. analisis respons tingkah laku ikan pepetek (Secutor insidiator)
terhadap intensitas cahaya berwarna [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Wewengkang I. 2002. Analisis sistem usaha penangkapan ikan layur (Trichiurus
savala) di Palabuhanratu dan kemungkinan pengembangannya [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

20

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

21

Lampiran 2 Alat dan bahan penelitian

Digital luxmeter

Kabel antena

Lampu LED

Corong

Meteran

Timah

Resistor

Bor tangan

CFL

Solder
Baterai kering
Timbangan

Charger
baterai kering

Lampu LED hasil
rancangan

Bagan tancap

22

Lampiran 3 Deskripsi alat dan bahan penelitian
No

Komponen
1 Light emitting
diode (LED)
2 Compact
flourescent lamp
(CFL)
3 Corong plastik
4 Resistor

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Timah solder
Mata bor
Solder
Kabel
Bor tangan
Meteran
Spidol
Multimeter
Digital luxmeter
Bagan tancap
Rangkaian
lampu LED
16 Baterai kering

Jumlah
400 buah

Spesifikasi
Ukuran 5 mm ultra bright 20 mA
warna putih
4 buah Merek Hannocs ukuran 24 watt
220-240 V 50 HzCool Daylight
1250 lm
4 buah Diameter 24 cm tinggi 26 cm
warna biru
400 buah 270 ohm kode warna kuning ungu
coklat perak
1 rol
Diameter 0,5 mm
1 buah Diameter 4,5 mm
1 buah 10 meter Diameter 0,05 mm
1 buah 1 buah Ukuran 100 m
1 buah 1 unit
1 buah Model LX1010B
2 unit
4 unit
1 buah

17 Underwater
luxmeter
18 Charger baterai
kering

1 unit

19 Timbangan

1 buah

1 buah

“PANASONIC” Valve Regulated,
Lead-Acid Battery
LC-R127R2PG1 12V 6 A
Tipe OSK 16648 Marine
Luxmeter
“EKO BATTERY_Charger”
10AAC input 220 V 50 Hz-60 Hz
DC output 6 V – 24 V
-

23

Lampiran 4

Perhitungan kelistrikan lampu LED

n1 = 50 rangkaian

n2 = 50 rangkaian

Diketahui :
Vsumber
Vled
Iled
R

= 12 volt
= 3,5 volt
= 25 mA = 0,025 A
= 270 ohm

Rumus:
V=IxR
P=VxI
*rangkaian seri:
- I=I1=I2=...=Ia
- V=V1+V2+...+Va
*paralel:
- I=I1+I2+...+Ia
- V=V1=V2=...=Va

V yang bekerja dalam satu rangkaian resistor = R x Iled = 0,025 A x 270 ohm
= 6,75 volt
I yang bekerja dalam satu rangkaian resistor = I pada lampu yang disusun seri
dan pararel.
*I seri = I1 = I2 = I3 = I4 = 0,025 A
*I pararel = n1 x Iseri = 50 x 0,025 A = 1,25 A
P yang bekerja dalam satu rangkaian = V x I = 6,75 V x 1,25 A = 8,4375 watt
*P pada n1 (P n1) = 50 / 8,4375 watt = 5,9259 watt
*P pada n1 = P pada n2 (P n2) = 5,9259 watt
Maka P total = P n1+ P n2 = 5,9259 watt +5,9259 watt = 11,8518 watt

24

Lampiran 5

Data iluminasi lampu LED dan CFL pada medium udara
Lampu LED
Sudut
0 / 360
10 / 350
20 /340
30 / 330
40 / 320
50 / 310
60 / 300
70 / 290
80 / 280
90 / 270

Iluminasi
(lux)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

Sudut
100 / 260
110 / 250
120 / 240
130 / 230
140 / 220
150 / 210
160 / 200
170 / 190
180

Iluminasi
(lux)
11
21
55
87
49
33
32
31
30

CFL
Sudut
0 / 360
10 / 350
20 /340
30 / 330
40 / 320
50 / 310
60 / 300
70 / 290
80 / 280
90 / 270

Iluminasi
(lux)
14
20
36
49
72
93
102
109
106
100

Sudut
100 / 260
110 / 250
120 / 240
130 / 230
140 / 220
150 / 210
160 / 200
170 / 190
180

Iluminasi
(lux)
106
121
127
142
128
122
119
109
96

25

Lampiran 6

Data iluminasi lampu LED dan CFL pada medium air

Lampu LED
Kedalaman
(m)
0
1
2
3
4
5
6
7
8