Distribusi Geospasial Parameter Lingkungan Dan Analisis Kesesuaian Daerah Penangkapan Rajungan (Portunus Pelagicus) Di Perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu

DISTRIBUSI GEOSPASIAL PARAMETER LINGKUNGAN
DAN ANALISIS KESESUAIAN DAERAH PENANGKAPAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN PULAU
LANCANG, KEPULAUAN SERIBU

INSANIAH RAHIMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul distribusi geospasial
parameter lingkungan dan analisis kesesuaian daerah penangkapan rajungan
(Portunus pelagicus) di perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Insaniah Rahimah
NIM C552140151

RINGKASAN
INSANIAH RAHIMAH. Distribusi Geospasial Parameter Lingkungan dan
Analisis Kesesuaian Daerah Penangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) di
Perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh VINCENTIUS P.
SIREGAR dan SYAMSUL B. AGUS.
Permasalahan yang dihadapi oleh pengelolaan rajungan di perairan Pulau
Lancang adalah minimnya informasi spasial berkaitan dengan distribusi parameter
serta lokasi yang sesuai untuk daerah penangkapan rajungan. Sementara
keberadaan rajungan di perairan dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan
yang berhubungan dengan habitat, migrasi dan kelimpahan makanan. Data
oseanografi mampu memberikan informasi kesesuaian daerah untuk dijadikan
daerah penangkapan (fishing ground) yang potensial. Untuk memperoleh data
oseanografi time series (deret waktu), akan membutuhkan waktu yang lama serta

biaya yang besar. Dinamika perairan yang terus berubah juga menjadi kendala
jika mengumpulkan data oseanografi secara manual. Dengan metode satelit
penginderaan jauh, data oseanografi dapat diperoleh secara real time, dengan
cakupan yang luas dan mampu menekan waktu dan biaya. Dengan diketahuinya
data oseanografi perairan secara spasial perlu diketahui juga data tangkapan
biologi rajungan, sehingga dapat diprediksi daerah potensial penangkapan
berdasarkan ukuran (size). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
(1)
Menganalisa karakteristik perairan yang sesuai untuk daerah penangkapan
rajungan; (2) Memetakan sebaran ukuran hasil tangkapan rajungan berdasarkan
analisis daerah kesesuian penangkapan rajungan; (3) Mengalisa parameter
lingkungan yang berpengaruh terhadap keberadaan rajungan; (4) Memetakan
sebaran ukuran hasil tangkapan rajungan berdasarkan parameter yang
berpengaruh.
Parameter lingkungan yang diukur yaitu salinitas, kedalaman, tipe substrat,
MPT, kecerahan, suhu, DO, TDS, Nitrat, Fosfat dan pH. Data temporal
menggunakan citra satelit Landsat-8 dengan sensor OLI yang diunduh dari situs
resmi USGS (United States Geological Survey). Kemudian data diolah
menggunakan perangkat lunak SIG dan pengolahan citra. Data tangkapan bulanan
rajungan diperoleh dari log book nelayan dan sampling rajungan serta wawancara

langsung metode partisipatory fishing ground mapping setiap bulan selama
periode penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter lingkungan secara umum
mendukung bagi pertumbuhan rajungan. Beberapa parameter seperti MPT, TDS,
kecerahan, fosfat, nitrat, kedalaman dan substrat merupakan daerah yang 100%
sangat sesuai. Sedangkan parameter salinitas, DO, pH dan suhu termasuk terdapat
daerah yang sesuai dan tidak sesuai. Hasil pembobotan dan reklasifikasi
parameter, daerah pertumbuhan rajungan di musim Timur 2015 dibagi menjadi
tiga daerah yaitu “sangat sesuai (SS)”, “sesuai (S)” dan “tidak sesuai (TS)”. Hasil
tangkapan rajungan menunjukan 40% rajungan ditangkap dengan ukuran karapas
kecil (7 – 11.83 cm) yang tergolong ke dalam ukuran lebar karapas yang dilarang
oleh pemerintah, 68% hasil tangkapan dengan bobot kecil (30 – 147 gram), nisbah
kelamin dalam kondisi tidak seimbang antara jantan dan betina (1 : 2), 35% hasil
tangkapan rajungan betina dalam kondisi membawa telur (BEF/barried female).

Rerata estimasi konsentrsi MPT per musim selama tahun 2014 – 2015 adalah 42.9
mg/l di musim peralihan 1 tahun 2014, 32.6 mg/l di musim Timur 2014, 43.3 mg/l
di musim peralihan 2 tahun 2014, 93.3 mg/l di musim Barat 2015, 21.9 mg/l di
musim peralihan 1 tahun 2015, 36.5 mg/l di musim Timur 2015 dan 104.6 mg/l di
musim peralihan 2 tahun 2015. Produksi tangkapan selama musim yang sama

dengan data citra berturut-turut adalah 3.007 kg, 5.450 kg, 2.840 kg, 4.484 kg,
16.565 kg dan 100.789 kg. Ada hubungan searah atau positif antara konsentrasi
MPT terhadap kelimpahan rajungan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar
0.68. Diduga diet rajungan berasal dari partikel melayang (MPT) dari jenis
biogeneous (makhluk hidup). Hasil uji ketelitian citra terhadap data lapangan
terdapat error (NMAE) sebesar 31.5%, yang disebabkan oleh perbedaan waktu
pengambilan data lapangan dengan perekaman citra serta adanya gangguan awan
tipis (haze) pada lokasi penelitian. Overlay hasil tangkapan rajungan dengan
konsentrasi MPT data Landsat di musim peralihan 2 tahun 2015 menunjukkan
rajungan banyak ditangkap pada konsentrasi rendah (87 – 102 mg/l) dan
konsentrasi sedang (102 – 116 mg/l). Hasil tangkapan di musim peralihan 2 tahun
2015 terlihat 29% dengan lebar karapas ukuran kecil (7.7-10.57 cm), 74% dengan
bobot rendah (30-112 gram), nisbah kelamin dalam kondisi seimbang antara
jantan dengan betina (1 : 1) dan 25% hasil tangkapan rajungan betina dalam
keadaan membawa telur (BEF/barried female).
Kata kunci: Analisis Daerah kesesuaian, geospasial, MPT, Pulau Lancang,
rajungan.

SUMMARY
INSANIAH RAHIMAH. Geospatial Distribution of Environmental Parameters

and Analysis Suitability of crab fishing areas (Portunus pelagicus) in the waters
of Pulau Lancang, Thousand Islands. Supervised by VINCENTIUS P. SIREGAR
and SYAMSUL B. AGUS.
Problems faced by the management of crabs in the waters of Pulau
Lancang is the lack of information relating to the spatial distribution of the
parameters as well as the appropriate location for small crab fishing area. While
the existence of small crab in the waters affected by oceanographic conditions
associated aquatic habitats, migration and abundance of food. Oceanographic data
area capable of providing compliance information to be used as a fishing ground
potential. To obtain oceanographic data time series, will take a long time and the
cost is great. Water dynamics are constantly changing also be an obstacle if
collect oceanographic data manually. With the method of remote sensing satellite,
oceanographic data can be obtained in real time, with extensive coverage and is
able to minimize time and cost. By knowing the waters oceanographic data
spatially need to know a small crab biology catch data, so it can be predicted
based on the size of the potential harvesting area (size). Aims of this research
were to (1) Analyze the characteristics of waters suitable for swimming crab
fishing areas; (2) Mapping the distribution of the size of the catches of crab based
on analysis of the suitability area catching crabs; (3) analyze of environmental
parameters that affect the existence of small crab; (4) Mapping the size

distribution of the catch crabs by influencing parameters.
Quantified environmental parameters are SSM, temperature, salinity,
brighness, TDS, DO, phosphate, nitrate, water depth and substrate type. Temporal
data used Landsat-8 image with 8 bands sensor OLI that downloaded from USGS
(United States Geological Survey). The data then was processed by using
geographical information system (GIS) software and images processor. Monthly
fish landing data of the crab was derived from fishermen log books and crabs
sampling and also direct interviews to fishermen using participatory fishing
ground mapping method every month as long as research period.
Research results show that environmental parameters commonly support
the crab growth. Some of the parameters such as TSS, TDS, clarity, phosphate,
nitrate, water depth, and substrate of the Lancang island water are suitable 100% .
Moreover, other parameters namely salinity, DO and temperature are some
conditionally suitable and unsuitable. According to parameters scoring and reclassification results, living areas of the crab on east monsoon in 2015 are divided
into three areas namely “very suitable”, “suitable”, and “unsuitable”. Fishing
results of the crab point out that 40% of the crab is fished in small carapace
dimension (7-11.83 cm length) that is classified into banned carapace dimension
by the government, 68% of fished crabs is grouped in low weight (30-147 grams).
Furthermore, ration sex between male and female is not balanced (1:2), and 32%
of the fished crabs are female carrying eggs (BEF/berried female). Average

estimated concentration TSS seasonly within period 2014 until 2015 are different.
Period 2014, there are 42.9 mg/l on 1st transition monsoon and 32.2 mg/l on east
monsoon, and 43.3 mg/l on 2nd transition monsoon. Farther in period, 93.3 mg/l

on west monsoon, 21.9 mg/l on 1st transition monsoon, 36.5 mg/l on east monsoon
and 104.6 mg/l in 2nd transition monsoon. Fishing production in the same season
with satellite images are 3. 007 kg, 5.450 kg, 2.840 kg, 4.484 kg, 16.565 kg and
100.789 kg, respectively. There is a positive relationship between SSD
concentration toward the crab abundance and coefficient correlation value (r) that
is 0.68. Allegedly crab diet comes from floating particles (TSS) on types
biogeneous (living things). The accuracy testing of satellite images towards field
data, there is an error (NMAE) as 31.5% that is caused by time gaps among field
data collecting, images recording and interference hazes at the research location.
Overlaying of fished crabs data and TSS concentration of Landsat data on 2nd
transition monsoon in 2015 shows that the crabs are captured mostly at low and
medium concentration, 87 – 102 mg/l and 102 – 116 mg/l, respectively. Fished
crabs on east to west monsoon are shown 29% of its carapaces is small size (7.710.57 cm), 74% of its weight is low (30-112 grams), ration between male and
female is in balanced (1 : 1) and 25% of the crabs is female carrying eggs
(BEF/berried female).
Keywords: Suitability areas analysis, geospatial, TSS, Lancang Island, swimming

crabs.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DISTRIBUSI GEOSPASIAL PARAMETER LINGKUNGAN
DAN ANALISIS KESESUAIAN DAERAH PENANGKAPAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN PULAU
LANCANG, KEPULAUAN SERIBU

INSANIAH RAHIMAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Setyo. B. Susilo, M.Sc

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini ialah
pemanfaatan data citra satelit. Tesis ini mengupas tentang bagaimana Distribusi
secara Spasial Parameter Lingkungan, Analisis Kesesuaian Daerah Penangkapan
Rajungan (P. pelagicus) serta hubungannya dengan Variabel Oseanografi Data

Landsat-8 di Perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu Jakarta.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Prof Dr Ir Vincentius P. Siregar, DEA selaku pembimbing utama, Bapak
Dr Syamsul B. Agus SPi, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan sumbangsih dan membimbing penulis dalam proses penyusunan tesis
ini serta Bapak Prof Dr Ir Setyo. B. Susilo, M.Sc selaku Penguji Luar Komisi
yang banyak memberikan masukan kepada penulis hingga mampu menyelesaikan
tesis ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih pada pihak-pihak yang
telah membantu penulis antara lain :
1. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan
Republik Indonesia.
2. Tim BOPTN Rajungan Pulau Lancang
3. Pimpinan dan seluruh staf Sekolah Pascasarjana IPB
4. Dosen dan staff program studi Teknologi Kelautan
5. Rekan-rekan kelas Pascasarjana TEK 2014
6. Rekan-rekan awardee LPDP-IPB
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini.
8. Terakhir dan paling utama buah hatiku “ananda Farah Khalidah Al Azizi”
yang setia menemani serta keluarga besar yang tiada henti mendoakan,

mengingatkan dan memberikan kasih sayang yang tak pernah putus.
Penulis menyadari bahwa isi tesis ini masih banyak memiliki kekurangan
dan jauh dari sempurna, maka dengan demikian penulis mengharapkan kritikan
dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan tesis ini agar menjadi lebih
baik dan mendekati sempurna.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016
Insaniah Rahimah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Hipotesa
Kerangka Pemikiran

1
1
3
3
4
4

2 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode
Prosedur Analisis Data

5
5
5
6
6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Perairan Pulau Lancang pada Musim Timur
Kesesuaian Daerah Penangkapan Rajungan
Sebaran Daerah Penangkapan Rajungan berdasarkan Kesesuian Daerah
Penangkapan
PCA untuk Penentuan Parameter Pendukung Keberadaan Rajungan
Hubungan MPT dengan Produksi (catch) Rajungan
Distribusi Spasial Rajungan berdasarkan Sebaran MPT dari Citra Satelit
Landsat 8 OLI di musim Timur – Barat tahun 2015

17
20
20

33

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

37
37
37

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

41

RIWAYAT HIDUP

51

22
25
27

DAFTAR TABEL
1. Kategori, jenis dan sumber data
2. Penentuan Kategori Kesesuaian Area
3. Eigenvalue dan persentase kontribusi setiap sumbu faktorial terhadap
total variansi
4. Waktu Akuisisi Citra dan Tutupan awan
5. Hasil Estimasi Konsentrasi MPT berdasarkan musim
6. Tabel 6. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

7
9
25
27
28
31

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

17.
18.

Kerangka pikir dan alur penelitian
Lokasi Penelitian dan stasiun sampling kualitas air
Ilustrasi konstruksi dan cara pengoperasian alat tangkap bubu
(a) Pengukuran lebar karapas, (b) Perbedaan jantan dan betina, (c)
Betina membawa telur (BEF)
Sebaran salinitas di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015
(musim timur)
Sebaran kedalaman di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015
(musim timur)
Sebaran tipe substrat di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015
(musim timur)
Sebaran MPT di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
Timur)
Sebaran kecerahan di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015
(musim timur)
Sebaran suhu di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
Timur)
Sebaran DO di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
timur)
Sebaran TDS di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
timur)
Sebaran nitrat di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
timur)
Sebaran fosfat di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
timur)
Sebaran pH di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
timur)
Peta kesesuaian daerah penangkapan rajungan berdasarkan parameter
lingkungan perairan Pulau Lancang dan sekitarnya Juni 2015 (musim
Timur)
Persentasi Hasil Tangkapan di periode Juni-September 2015 (musim
timur) (n=411)
Peta sebaran hasil tangkapan rajungan berdasarkan kesesuaian daerah
penangkapan di musim Timur 2015

5
6
7
8
13
13
14
15
16
17
17
18
19
20
20

21
23
25

19. Grafik analisis komponen utama parameter biofisik-kimia perairan
antara Komponen Utama Pertama (F1) dan Komponen Utama Kedua
(F2)
20. Sebaran Konsentrasi MPT Data Landsat-OLI Tahun 2014-2015
21. Hasil tangkapan bulanan nelayan rajungan yang didaratkan di Pulau
Lancang (kg) tahun 2014-2015
22. Hasil tangkapan nelayan rajungan yang didaratkan di Pulau Lancang
berdasarkan musim (2014-2015)
23. Hubungan Hasil Tangkapan Rajungan dengan Rerata Konsentrasi
MPT dari Citra Landsat-OLI
24. Persentasi Hasil Tangkapan periode bulan Oktober-Desember 2015
(musim peralihan 2) (n=220)
25. Distribusi hasil tangkapan rajungan berdasarkan sebaran konsentrasi
MPT citra Landsat-OLI di musim Timur – Barat 2015

26
29
30
30
32
33
35

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta tematik Kesesuaian Daerah Penangkapan Rajungan
2. Peta Sebaran Parameter

42
46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintah Indonesia dalam hal ini DPR RI dan Presiden RI (masa bakti
2009-2014) sepakat untuk menggunakan informasi geospasial untuk pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya serta penanggulangan bencana dalam
wilayah NKRI. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam bentuk UU no 4
tahun 2011 sebagai upaya mendorong percepatan pembangunan nasional. Dalam
UU tersebut dijelaskan bahwa geospasial adalah data atau informasi lokasi
geografis, dimensi atau ukuran, karakteristik objek alam atau buatan manusia
yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam
sistem koordinat tertentu.
Informasi geospasial merupakan terobosan ke depan dalam revolusi
informasi karena secara umum bersifat spasial, kegunaanya secara visual, terbuka,
mudah diakses sehingga dapat optimal dalam pemanfaatan. Informasi geospasial
yang dikelola melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai terobosan
teknologi dalam bentuk aplikasi merupakan solusi informasi geospasial yang
dikemas menjadi sebuah solusi yang terintegrasi antara perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), data, aplikasi analisis (metode) serta
pengguna peranti (manusia).
Dalam bidang kelautan dan perikanan, data diperlukan sebagai salah satu
sumber informasi dalam memantau sumber daya perikanan Indonesia. Perolehan
data geospasial dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: data survei
lapangan, data sensus, data statistik, data tracking dan data penginderaan jauh
(inderaja).
Kombinasi kemampuan SIG dan inderaja kelautan dapat menjadi sebuah
alternatif solusi pengelolaan, mengidentifikasi dan memantau sumberdaya alam
dan lingkungan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Kelebihan teknologi
penginderaan jauh adalah mampu merekam data dan informasi secara luas,
berulang dan lebih terinci mendeteksi perubahan habitat (Mumby et al, 2004).
Dengan perkembangan teknologi satelit penginderaan jauh, beberapa
informasi karakteristik lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk ekosistem
pesisir dan perikanan diantaranya; kandungan klorofil, suhu permukaan laut,
warna laut, konsentrasi muatan padatan tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS)
dan bahan organik terlarut (Coloured Dissolved Organic Matter, CDOM).
Perairan Pulau Lancang dan sekitarnya merupakan kelompok pulau kecil,
bagian dari gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Sebagai lokasi yang terletak
paling Selatan dan berdekatan dengan Teluk Jakarta, perairan ini mengalami
dampak degradasi paling tinggi yang mempengaruhi eksistensi berbagai
ekosistem serta organisme yang berasosiasi (Toruan et al, 2013). Kondisi angin di
Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi angin monsson yaitu Angin Musim Barat
(Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba
terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-November (Sachoemar, 2008).
Perairan Pulau Lancang memiliki potensi sumberdaya hayati laut khususnya
rajungan (Portunus pelagicus) yang sudah dieksploitasi dari tahun 70-an
(komunikasi penulis dengan nelayan/pelaku usaha rajungan). Bagi penduduk
setempat, rajungan merupakan hasil laut utama dimana sebagian besar nelayan

2
Pulau Lancang adalah nelayan rajungan dari hasil tangkapan perairan di
sekitarnya (termasuk perairan sekitar Pulau Laki dan Pulau Bokor). Permintaan
pasar ekspor yang tinggi dan diikuti nilai jual yang bagus, mendorong nelayan
Pulau Lancang untuk meningkatkan tangkapannya, sementara produksi rajungan
hanya mengandalkan hasil dari alam (wild catch). Ketidakseimbangan antara
pertumbuhan dan rekruitmen menyebabkan penurunan kemampuan pulih secara
alami (Zairion, 2013).
Salah satu upaya pemerintah untuk pengelolaan perikanan rajungan di
Indonesia dan mendukung global sertifikat ekolabel produk rajungan yang
dikeluarkan oleh pasar Amerika Serikat sebagai importir utama adalah,
dikeluarkannya persyaratan ukuran yang boleh ditangkap serta tidak
menangkapan rajungan yang mengerami telur (barried female, BEF). Syarat ini
dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP) No
1/2015.
Sebagai biota yang tergolong dalam family kepiting (Brachyura), rajungan
(Portunus pelagicus) juga dikenal dengan nama kepiting perenang (blue
swimming crab) yang termasuk hewan perenang aktif. Pada saat tidak aktif hewan
ini mengubur diri di dasar perairan hanya dengan mata, antena dan insang terbuka
yang tidak tertutupi (Firman 2008). Tergolong hewan scavenger (pemakan
bangkai), rajungan juga berburu dan menangkap hewan kecil serta binatangbinatang lain yang ada di laut dengan cara berenang di dekat permukaan (sekitar
1m) sampai kedalaman 56 meter (Maynou and Charles, 2000). Habitat rajungan
adalah di perairan pesisir yang dangkal, mulai dari estuari hingga kedalaman 50 m
(Tan and Ng 1998).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, peneliti bersama tim BOPTN
Pulau Lancang tahap I tahun 2015, diketahui dasar perairan Pulau Lancang
memiliki kisaran kedalaman 6-34 meter (Agus et al, 2015). Nelayan Pulau
Lancang melakukan aktifitas penangkapan rajungan sepanjang tahun. Alat
tangkap yang digunakan nelayan Pulau Lancang adalah bubu lipat dengan
kapal/perahu yang digunakan umumnya dengan kapasitas kecil (1000
>1.5

Fosfat (mg/l)

5

0.01-0.16

0.06-1.2

>1.2

Σwj

15

40
Lumpur
100

30m (Gambar 6).

14

Gambar 6. Kontur kedalaman di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015
(musim timur)
Tipe Substrat
Sebaran spasial substrat dasar perairan di sekitar perairan Pulau Lancang
terdiri dari substrat pasir, pasir berlumpur dan lumpur berpasir (Gambar 7).
Mayoritas substrat adalah lumpur berpasir yang meliputi kawasan sekitar Selatan
Pulau Lancang sampai ke Utara Pulau Lancang. Tingginya konsentrasi lumpur
pada kawasan tersebut berasal dari lumpur yang terbawa run off dari sungai.
Lokasi Pulau Lancang yang sangat dekat dengan daratan utama (mainland), serta
terdapat 13 sungai yang bermuara ke kawasan Teluk Jakarta menyebabkan lumpur
masih terbawa hingga ke laut dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Sebelah Barat
perairan Pulau Lancang memiliki substrat pasir berlumpur, dalam hal ini
konsentrasi lumpur telah berkurang dan didominasi oleh pasir. Kawasan perairan
Pulau Laki memiliki substrat dasar perairan yang didominasi oleh pasir.
MPT (mg/l)
MPT merupakan bahan-bahan tersuspensi yang berdiameter > 1 mikrometer
yang tertahan pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45 mikrometer.
MPT terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad renik yang terutama
disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.
Secara spasial kandungan MPT di perairan Pulau Lancang (Gambar 8) dapat
dilihat berada dalam kondisi yang tidak jauh berbeda secara signifikan, akan tetapi
kondisi di sebelah Selatan perairan Pulau Lancang yang dekat dengan kawasan
daratan utama (main land) memiliki nilai MPT yang lebih tinggi dibandingkan
dengan wilayah lainnya hal itu memungkinkan karena adanya pengaruh masukan
yang berasal dari daratan, mengingat sebelah Selatan perairan Pulau Lancang
masih dipengaruhi aktivitas yang berasal dari daratan.

15

Gambar 7. Sebaran substrat di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
timur)
Kecerahan (m)
Kecerahan perairan merupakan salah satu parameter yang mengukur tingkat
kejernihan suatu perairan. Kecerahan perairan menentukan ketebalan lapisan
produktif, dikarenakan dengan semakin cerahnya perairan dapat meningkatkan
kemampuan tumbuhan air seperti hal plankton untuk berfotosintesis (Effendi,
2003).
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa kecerahan perairan di
perairan pulau Lancang berada pada kisaran 1.37-5.45 m (Gambar 9). Rata-rata
nilai kecerahan di perairan Pulau Lancang sebesar 2.25 m, nilai tersebut masih di
bawah nilai baku mutu kecerahan yang ditetapkan oleh KEPMENLH No. 51
Tahun 2004 yaitu sebesar 3 m untuk kehidupan biota laut. Penyebab nilai
kecerahan perairan yang berada dibawah rata-rata ini salah satunya dikarenakan
lokasi Pulau Lancang yang masih dekat dengan kawasan daratan utama dan
kawasan pulau-pulau kecil disekitarnya. Secara spasial dapat diketahui bahwa
kondisi kecerahan di perairan Selatan Pulau Lancang dan sekitar Pulau Laki
secara umum memiliki nilai kecerahan yang rendah dibandingkan di sebelah
Utara.

16

Gambar 8. Sebaran MPT di perairan Pulau Lancang di bulan Juni 2015 (musim
timur)
Suhu (0C)
Faktor lingkungan utama yang mempengaruhi reproduksi P. Pelagius
adalah suhu air (Potter and de Lestang, 2000; de Lestang et al., 2003; Nugraheni
et al 2015). Dari hasil pengukuran diperoleh nilai kisaran suhu pada selang 27.8929.39 0C (Gambar 10). Secara spasial, suhu permukaan laut di perairan Pulau
Lancang sebelah Barat lebih rendah dibandingkan dengan bagian tengah (antara
Pulau Lancang dan Pulau Laki) dan Timur Pulau Lancang. Tingginya suhu di
bagian tengah perairan dipengaruhi oleh limpasan air sungai dari daratan Jawa,
yang umumnya lebih hangat dibandingkan dengan yang di bagian Barat Pulau
Laki yang terpengaruh asupan massa air dari perairan terbuka yang lebih dalam.
Demikian juga dengan pulau di bagian timur Pulau Lancang dan sekitar Pulau
Bokor, yang juga terpengaruh limpasan massa air tawar dari sungai-sungai yang
bermuara ke Teluk Jakarta.
DO (mg/l)
Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa sebaran kandungan DO di
perairan Pulau Lancang tidak berbeda secara signifikan di tiap stasiun. Kandungan
DO di permukaan laut perairan Pulau Lancang berkisar antara 5.09 – 9.17 mg/l
(Gambar 11). Stasiun yang memiliki kadar DO terendah terdapat di