Imobilisasi Urikase Dari Lactobacillus Plantarum Pada Karboksimetilselulose-Gelatin-Zeolit Untuk Meningkatkan Stabilitas Biosensor Asam Urat

IMOBILISASI URIKASE DARI Lactobacillus plantarum PADA
KARBOKSIMETILSELULOSE-GELATIN-ZEOLIT UNTUK
MENINGKATKAN STABILITAS BIOSENSOR ASAM URAT

NOVITA ROSE DIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Imobilisasi Urikase dari
Lactobacillus plantarum pada Karboksimetilselulose-Gelatin-Zeolit untuk
Meningkatkan Stabilitas Biosensor Asam Urat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Novita Rose Diana
NIM G451130201

4

RINGKASAN
NOVITA ROSE DIANA. Imobilisasi Urikase dari Lactobacillus plantarum pada
Karboksimetilselulose-Gelatin-Zeolit untuk Meningkatkan Stabilitas Biosensor
Asam Urat. Dibimbing oleh KOMAR SUTRIAH, DYAH ISWANTINI dan
NOVIK NURHIDAYAT.
Konsentrasi asam urat yang tinggi dalam darah mengindikasikan adanya
penyakit. Ada banyak metode yang umum digunakan untuk mengukur kadar asam
urat dalam darah, salah satunya adalah biosensor. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan stabilitas biosensor asam urat dengan cara mengimobilisasi bakteri
Lactobacillus plantarum (bioreseptor) pada matriks yang dibuat dari
karboksimetilselulosa-gelatin-zeolit. Biosensor asam urat digunakan sebagai alat

deteksi awal pasien yang menderita berbagai macam penyakit yang disebabkan
oleh tingginya kadar asam urat dalam darah seperti gout, penyakit kardiovaskular,
hipertensi, dan lain-lain. Penggunaan sensor ini dalam jangka panjang akan
mengurangi performa stabilitasnya, sehingga diperlukan metode untuk
meningkatkan stabilitas sensor. Urikase dan matriks didepositkan pada elektroda
pasta karbon dan dikarakterisasi menggunakan KCl dan K3Fe(CN)6. Elektroda
yang layak digunakan selanjutnya diukur menggunakan voltametrik siklik untuk
mengetahui arus yang dihasilkan. Kondisi optimum pengukuran diperoleh dengan
memvariasikan konsentrasi asam urat, massa zeolit, dan konsentrasi
glutaraldehida. Dari proses optimasi diketahui bahwa kinerja elektroda terbaik
adalah pada konsentrasi gltaraldehida 0 mM, massa zeolit 5 gram, dan konsentrasi
asam urat 2,3 mM. Parameter kinetik menghasilkan nilai KM dan Vmax berturutturut adalah 478,9 µM dan 9,7266 A. Stabilitas biosensor mencapai 23 hari.
Kata kunci: biosensor, imobilisasi, zeolit, Lactobacillus plantarum, asam urat,
urikase, voltametrik siklik

SUMMARY
NOVITA ROSE DIANA. Immobilization of Uricase from Lactobacillus
plantarum on carboximethylcellulose-gelatin-Zeolit matrix to Increase the
Stability of Uric Acid Biosensor. Supervised by KOMAR SUTRIAH, DYAH
ISWANTINI and NOVIK NURHIDAYAT.

The high concentration of uric acid in blood indicates several diseases.
There are many methods to measure this concentration, one of them is biosensor.
This study aimed to improve the stability of uric acid biosensor by immobilizing
the Lactobacillus plantarum cells (bioreceptor) on a matrix which is synthesized
by mixing carboximethylcellulose, gelatin, and zeolite. Uric acid biosesor
functioned as an initial sensor for patient who suffers from any diseases caused by
the high concentration of uric acid in blood such as gout, cardiovascular diseases,
hypertension, and many others. The using of this sensor will cause the degradation
of its performance from day to day, therefore it is needed to improve its stability.
The uricase and the matrix was deposited on the carbon paste electrode and was
characterized by using KCl and K3Fe(CN)6. The proper electrodes then was
measured by using cyclic voltametric to observe the current yielded. The optimum
performance of electrodes was observed by varying the uric acid concentration,
zeolite mass, and glutaraldehyde concentration. The optimization resulted the
optimum performance of electrodes attained at 0 mM of glutaraldehyde
concentration, 5 mg of zeolite mass, and uric acid concentration at 2,3 mM. The
kinetics parameters resulted KM and Vmax in the amounts of 478,9 µM and 9,7266
A respectively. The stability of the biosensor achieved 23 days.
Keywords: biosensor, immobilization, zeolite, Lactobacillus plantarum, uric
acid, uricase, cyclic voltametric


6

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IMOBILISASI URIKASE DARI Lactobacillus plantarum PADA
KARBOKSIMETILSELULOSE-GELATIN-ZEOLIT UNTUK
MENINGKATKAN STABILITAS BIOSENSOR ASAM URAT

NOVITA ROSE DIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Akhirudin Maddu, MSi

Judul Tesis • Imobilisasi Urikase dari Lactobacillus plantarum pada
Karboksimetilselulose-Gelatin-Zeolit untuk Meningkatkan
Stabilitas Biosensor Asam Urat
Nama

• Novita Rose Diana
• (5451130201

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Dr Komar Sutriah MS
Ketua

Dr No ik Nurhi a at

ProfDr Dy Iswantini. MSCAgr

ggota

Anggota

Diketahui Oleh

OLOG/


ascasarjana

Ketua Program Studi Kimia

40CA

Prof Dr Dy

yah, MSC Agr

Iswantini, MSCAgr

Tanggal Ujian:
29 Maret 2016

Tanggal Lulus:

20


2016

Judul Tesis : Imobilisasi Urikase dari Lactobacillus plantarum pada
Karboksimetilselulose-Gelatin-Zeolit untuk Meningkatkan
Stabilitas Biosensor Asam Urat
Nama
: Novita Rose Diana
NIM
: G451130201

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Komar Sutriah, MS
Ketua

Prof Dr Dyah Iswantini, MSc Agr
Anggota

Dr Novik Nurhidayat

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Dyah Iswantini, MSc Agr

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:
29 Maret 2016

Tanggal Lulus:

10

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini ialah
biosensor, dengan judul Imobilisasi Sel Lactobacillus plantarum pada
Karboksimetilselulose-Gelatin-Zeolit untuk Meningkatkan Stabilitas Biosensor
Asam Urat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Komar Sutriah, MS, Prof Dr Dyah
Iswantini, MSc Agr, dan Dr Novik Nurhidayat selaku pembimbing. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada bapak Acun Syamsuri dan ibu
Lusianawati dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong yang
telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium mikrobiologi. Kepada
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI), penulis sampaikan terimakasih
atas dana pendidikan yang telah diberikan melalui Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN). Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada suami, ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Novita Rose Diana


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Asam urat
Bakteri Lactobacillus plantarum
Enzim urikase
Biosensor asam urat
Zeolit
Gelatin

2
2
3
4
5
5
6

3 METODE
Waktu dan tempat
Bahan dan alat
Prosedur penelitian
Aktivasi zeolit
Preparasi zeolit
Pembuatan elektroda pasta karbon
Karakterisasi elektroda pasta karbon
Pembuatan media penumbuhan Lactobacillus plantarum
Penumbuhan dan pemanenan Lactobacillus plantarum
Pembuatan matriks CMC-gelatin-zeolit dan imobilisasi
Pengukuran Elektrokimia
Optimasi kinerja elektroda
Penentuan stabilitas biosensor
Penentuan kinetika urikase Lactobacillus plantarum

6
6
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
9
10
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi zeolit
Nilai KTK zeolit
Pembuatan dan karakterisasi elektroda pasta karbon
Penumbuhan dan pemanenan Lactobacillus plantarum
Matriks CMC-gelatin-zeolit dan imobilisasi
Optimasi kinerja elektroda
Stabilitas biosensor
Kinetika urikase Lactobacillus plantarum
Kelinearan, Limit Deteksi, dan Limit Kuantifikasi Biosensor

11
11
12
12
14
15
16
17
18
19

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

21
21

12

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Kombinasi konsentrasi asam urat, massa zeolit, dan konsentrasi
glutaraldehida untuk pengoptimuman kinerja elektroda
2 Hasil uji PSA : Sebaran ukuran zeolit
3 Hasil uji nilai KTK zeolit alam Bayah
4 Puncak arus oksidasi dari mediator K3[Fe(SCN)6], 2,3-dimetoksi-5metil-1,4 benzoquinon (Q0) dan ferosena
5 Perbandingan stabilitas

10
11
12
12
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9

10
11
12

Struktur asam urat
Mekanisme reaksi asam urat dengan enzim urikase
Mekanisme kerja biosensor urikase
Sebaran ukuran zeolit berdasarkan intensitas
Voltamogram karakterisasi elektroda pasta karbon
Proses penanaman bakteri ke media padat (a) Bakteri yang telah
tumbuh di media padat (b) Suspensi bakteri dalam buffer borat pH 8
(c)
Reaksi taut silang dengan glutaraldehida yang terjadi dalam campuran
gelatin-CMC (Asma 2014)
Voltamogram elektroda optimum
Pengaruh massa zeolit dan konsentrasi asam urat (a); pengaruh
konsentrasi glutaraldehida dan massa zeolit (b); pengaruh konsentrasi
glutaraldehida dan konsentrasi asam urat (c) terhadap perubahan
puncak arus
Diagram stabilitas biosensor
Grafik Hubungan 1/[asam urat] dengan 1/Ipa
Grafik kelinearan biosensor

3
4
5
11
13

14
15
16

17
17
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Diagram alir penelitian
Data optimasi elektroda pasta karbon
Data hasil pengukuran stabilitas elektroda
Penghitungan kinetika urikase L. plantarum
Penghitungan Kelinearan, LOD, dan LOQ

25
25
27
28
28

14

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Asam urat (2, 6, 8-trihidroksipurin) merupakan suatu hasil akhir dari
metabolisme purin dalam tubuh manusia. Kecepatan ekskresi asam urat
(kecepatan perubahan purinnukleotida dari asam nukleat menjadi produk ekskresi)
orang dewasa yang sehat adalah 0,6 g/24 jam (Devi & Pundir, 2013). Kadar asam
urat normal dalam serum adalah antara 0,13 dan 0,46 mM (2,18-7,7 mg.dl-1.
Apabila kadar asam urat normal dalam tubuh telah diketahui, maka adanya suatu
ketidaknormalan atau penyakit yang berhubungan dengan kelainan metabolisme
purin dapat ditentukan. Kadar asam urat yang tinggi dalam darah (hyperuricemia)
dapat mengindikasikan berbagai macam penyakit, seperti rematik, radang sendi,
penyakit kardiovaskular, penyakit saraf, resistansi insulin, hipertensi, dan penyakit
ginjal.
Telah banyak teknik yang dikembangkan untuk mengukur kadar asam urat
dalam tubuh manusia, misalnya spektrofotometrik, kolorimetrik, HPLC (Lorentz
& Berndt 1967), kemiluminesens (Chaudari et al. 2012), dan fluoresens (Bloch &
Lata 1970). Namun, teknik-teknik ini memiliki banyak kelemahan, seperti
kolorimetrik yang membutuhkan banyak waktu, dan kolorimetrik enzimatik yang
sangat mahal serta rentan terhadap interferensi. Saat ini telah dikembangkan
teknik biosensor untuk deteksi asam urat. Teknik ini memiliki banyak keuntungan
dari segi kemudahan, kecepatan, sensitivitas, dan biaya analisis. Komponen
terpenting dalam penerapan biosensor asam urat adalah enzim. Salah satu enzim
yang berperan mengkatalisis reaksi oksidasi asam urat adalah urikase. Enzim
urikase pada umumnya diperoleh dari hewan vertebrata, namun karena teknik
isolasi yang rumit, ketersediaan bahan atau sumber enzim yang minim, dan biaya
yang besar mendorong penggunaan sumber alternatif lain seperti kapang, khamir,
dan bakteri (Atalla et al. 2009). Salah satu bakteri penghasil protein enzim urikase
adalah Lactobacillus plantarum yang telah diketahui memiliki aktivitas yang baik
terhadap asam urat. Bakteri ini dipilih karena mudah diperoleh, ketahanan
hidupnya relatif tinggi, dan tidak sulit penanganannya (Rostini 2007).
Bakteri seringkali sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan, seperti udara,
kelembaban, dan suhu yang menyebabkan aktivitas dan kestabilannya sangat
rendah selama masa penyimpanan dan pemrosesan. Oleh karena itu, untuk
menjaga bakteri-bakteri tetap hidup dan aktif, diperlukan metode penanganan
khusus, misalnya imobilisasi. Penelitian ini menggunakan matriks
karboksimetilselulosa (CMC)-gelatin-zeolit sebagai media pengimobilisasi. Dari
pencampuran ketiga material ini diharapkan akan menghasilkan suatu matriks
pengimobilisasi yang lebih stabil dan kompak sehingga aktivitas urikase juga
lebih terjaga. Pada kombinasi CMC dan gelatin, gelatin akan menghilangkan sifat
kristal yang disebabkan oleh adanya interaksi elektostatik yang kuat antara rantai
makromolekul yang menyebabkan aglomerasi (Prasad & Kalyanasundaram 1995).
Pencampuran CMC dengan gelatin akan menghasilkan suatu fase padat yang kuat.

2

Berdasarkan penelitian oleh Iswantini et al (2013) dan Wijayanti (2014),
imobilisasi enzim pada zeolit dapat meningkatkan respon arus yang dihasilkan.
Ukuran zeolit dibuat dalam skala nano agar interaksi antara pengisi dan matriks
meningkat (Kohls & Beaucage 2002). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
aktivitas dan kestabilan protein enzim urikase L. plantarum yang diimobilisasi
pada CMC-gelatin-zeolit dengan metode elektrokimia, sehingga diperoleh teknik
imobilisasi protein enzim yang terbaik.

Perumusan Masalah

Imobilisasi sel bakteri Lactobacillus plantarum pada matriks CMC-gelatinzeolit mampu meningkatkan stabilitas biosensor.

Tujuan Penelitian

1.
2.

Membuat CMC-gelatin-zeolit sebagai media imobilisasi bakteri L. plantarum.
Meningkatkan kestabilan urikase dari bakteri L. plantarum yang diimobilasi
pada CMC-gelatin-zeolit.

Hipotesis

CMC-gelatin-zeolit mampu meningkatkan kestabilan urikase dari bakteri
L. plantarum.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Asam Urat

Metabolisme purin dalam tubuh manusia memproduksi suatu zat yang
disebut asam urat (2,6,8-trihidroksipurin). Asam urat dapat berfungsi sebagai
parameter diagnosis, karena konsentrasi asam urat yang tinggi dalam darah
(hiperurisemia) dapat menandakan adanya berbagai macam penyakit seperti
encok, radang sendi, penyakit jantung, penyakit saraf, resistensi insulin,
hipertensi, dan gagal ginjal, pneumonia, dan leukimia (Arora et al. 2007).

3

Gambar 1 Struktur asam urat (Ringertz 1966)
Kecepatan ekskresi asam urat dalam tubuh orang dewasa adalah 0,6 g/hari
dan jumlah asam urat yang dikeluarkan setara dengan perubahan purinnukleotida
dari asam urat (Devi & Pundir 2013). Kadar asam urat normal dalam serum
adalah antara 240-520 µM, sedangkan dalam urin 1,4-4,4 µM (Kannan & John
2008). Akibatnya, penentuan kadar asam urat menjadi hal yang sangat penting
dalam diagnosis dan manajemen medis penyakit yang disebabkan oleh kelainan
metabolisme purin. Banyak metode yang dapat digunakan untuk penentuan kadar
asam urat. Pendekatan yang dapat digunakan antara lain metode
chemiluminescence, fluroscence, voltammetric-coulometric, dan biosensor (Arora
et al. 2007).

Bakteri Lactobacillus plantarum

Bakteri L. plantarum merupakan jenis bakteri asam laktat homofermentatif
yang berasal dari kingdom Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacili, ordo
Lactobacillus, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. L. plantarum
memiliki efek fisiologis yang tinggi pada fungsi usus, sehingga sangat
mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan. Apabila tidak terenkapsulasi,
bakteri ini bersifat sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan, seperti udara,
kelembapan, suhu, pH lambung, dan larutan garam empedu (Trabelsi et al. 2013).
Salah satu sifat bakteri L. plantarum yang utama adalah aktivitas
antibakteri terhadap bakteri patogenik. Aktivitas antibakteri dapat ditunjukkan
oleh produksi zat-zat seperti asam organik, hidrogen peroksida, atau bakteriosin
oleh bakteri tersebut.
Bakteri L. plantarum dapat menghasilkan beberapa protein enzim yang
dapat dimanfaatkan sebagai komponen pengenal hayati biosensor. Protein enzim
yang dihasilkan oleh bakteri tersebut adalah piruvat oksidase (POX) yang
digunakan pada biosensor fosfat (a & Chaniotakis 2001), laktat oksidase (LOX)
yang digunakan pada biosensor asam laktat (Gamella et al. 2010), dan urikase
oksidase yang dapat digunakan untuk biosensor asam urat (Iswantini et al.
2009).

4

OH
-

N

N
OH

OH

HO

OH
HO

N

N
H

Asam urat

OH

Urikase

N

N

N

N
H

-

N

+ O2 + H2O

N
OH

N

HO

+ CO2 +H2O2

N
H

Alantoin

Gambar 2 Mekanisme reaksi asam urat dengan enzim urikase

Enzim Urikase

Enzim urikase, atau sering disebut urat oksidase merupakan enzim yang berperan
dalam jalur peluruhan purin, mengkatalisis oksidasi asam urat menjadi alantoin
dan hidrogen peroksida dengan bantuan oksigen. Katalisis ini dilakukan dengan
cara membuka cincin purin pada asam urat dengan keberadaan oksigen sebagai
oksidator untuk menghasilkan alantoin dan karbon dioksida. Sementara oksigen
tereduksi menjadi hidrogen peroksida. Reaksi oksidasi asam urat adalah sebagai
berikut:
Keberadaan urikase yang berlebih (terakumulasi) dalam tubuh manusia
dapat menyebabkan penyakit encok atau radang sendi (Devi & Pundir 2013).
Urikase memiliki spesifitas yang tinggi terhadap asam urat, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk diagnosis penyakit dan keperluan medis lainnya. Urikase
berperan penting dalam metabolisme nitrogen dan dapat digunakan untuk
keperluan medis sebagai reagen pendiagnosis. Enzim ini biasanya dibutuhkan
dalam jumlah yang banyak untuk analisis serum atau urin manusia sehingga
jumlah asam urat dapat diketahui, dengan begitu risiko akumulasi urat dapat
dikurangi.
Urikase sering dijumpai dalam hati hewan atau dalam mikroorganisme,
terutama dalam Bacillus pasteurii, Proteus mirabilis, Eschericia coli (Aly et al.
2013), dan Lactobacilus plantarum ( Iswantini et al. 2013).
Untuk memperoleh enzim urikase dapat dilakukan dengan menumbuhkan
bakteri penghasil urikase dalam medium cair yang berisi asam urat yang berfungsi
sebagai sumber nitrogen. Dari studi literatur, diketahui bahwa asam urat
merupakan media dan sumber nitrogen terbaik produksi urikase (Atalla et al.
2009). Urikase yang dihasilkan berupa supernatan koloni bakteri tersebut dan juga
cairan di dalam sel. Pertumbuhan bakteri dan produksi urikase bervariasi
berdasarkan induktor yang ditambahkan, medium yang digunakan, pH awal, dan
kecepatan pengguncangan (Aly 2013).

5

Biosensor Asam Urat

Biosensor merupakan komponen analitik yang bekerja dengan
mengkonversi respon biologis menjadi sinyal elektrik. Saat ini telah banyak sekali
dikembangkan biosensor yang berbasis enzim karena enzim memiliki kemampuan
untuk mengenali molekul target secara cepat dan akurat dalam sistem yang
kompleks. Telah banyak literatur mengenai bahan dan metode imobilisasi enzim
semenjak elektroda enzim ditemukan pertama kali oleh Clark dan Lyones pada
tahun 1962 (Pan et al. 2005).
Salah satu biosensor berbasis enzim yang mulai dikembangkan adalah
biosensor asam urat atau biosensor urikase. Urikase memiliki spesifitas yang
tinggi terhadap asam urat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk diagnosis penyakitpenyakit yang ditimbulkan oleh kelebihan kadar asam urat dalam tubuh seperti
encok, radang sendi, penyakit jantung, penyakit saraf, resistensi insulin,
hipertensi, gagal ginjal, pneumonia, dan leukimia (Arora et al. 2007) dan
keperluan medis lainnya. Urikase berperan penting dalam metabolisme nitrogen
dan dapat digunakan untuk keperluan medis sebagai reagen pendiagnosis.
Mekanisme kerja instrumen biosensor dimulai dari katalisis oksidasi asam
urat oleh enzim urikase sehingga membentuk alantoin, karbondioksida, dan
hidrogen peroksida. Katalisis ini dilakukan dengan cara membuka cincin purin
pada asam urat yang dibantu dengan keberadaan oksigen sebagai oksidator untuk
menghasilkan alantoin dan CO2. Sementara oksigen tereduksi menjadi hidrogen
peroksida. Reaksi redoks ini akan menghasilkan elektron yang akan berinteraksi
dengan elektroda. Kemudian elektroda akan mengirim sinyal menuju transduser.
Oleh transduser, sinyal ini akan diubah menjadi gelombang elektromagnetik yang
dapat dibaca dan terekam oleh recorder. Jumlah elektron yang berinteraksi
dengan elektroda setara dengan kadar asam urat dalam darah.

Zeolit

Zeolit merupakan material berpori mikro yang memiliki peran penting
dalam beberapa kajian teknologi, terutama karena spesifitas, kemampuan
mengabsorpsi, dan keberadaan pusat asam aktifnya. Akhir-akhir ini, zeolit banyak

Gambar 3 Mekanisme kerja alat biosensor urikase (Martin 2011)

6

digunakan sebagai agen penyangga dalam imobilisasi enzim karena keefektifan
dan kemudahannya dalam proses imobilisasi dan dapat digunakan untuk support
material dalam sistem enzimatik lebih lanjut karena bersifat inert. Zeolit
umumnya berupa aluminosilikat kristalin dengan struktur kombinasi
tridimensional tetrahedron TO4 (T = Si, Al) yang dihubungkan oleh atom oksigen
(Calgaroto et al. 2011).
Secara umum, terdapat dua macam zeolit, yaitu zeolit alami dan zeolit
sintetik. Zeolit alami terdiri dari sekitar 50 tipe (klinoptilolit, kabasit, mordenit,
dan lain-lain), sedangkan beberapa tipe zeolit sintetik yang banyak digunakan
untuk support material imobilisasi enzim adalah zeolit A, X, dan Y. Zeolit-zeolit
tersebut memiliki muatan negatif struktur aluminosilikat kristalin dengan rumus
kimia Nax(AlO2)x(SiO2)y]·zH2O (Chang & Chu 2007).

Gelatin

Gelatin merupakan suatu polipeptida dengan berat molekul tinggi. Gelatin
dapat diperoleh dari kolagen yang mengalami denaturasi termal. Gelatin banyak
dimanfaatkan dalam industri makanan dan obat-obatan. Menurut Gelatin
Manufactures of Europe, gelatin komersil paling banyak dihasilkan dari jaringan
babi dan sapi (Cho et al. 2005).
Gelatin dapat digunakan sebagai pelapis pada imobilisasi enzim.
Penambahan gelatin ini dapat meningkatkan stabilitas material support imobilisasi
(Trabelsi et al. 2013). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Emregul et al pada
tahun 2012, penggunaan gelatin sebagai material support dalam imobilisasi enzim
superoksida dismutase menghasilkan produk imobilasasi yang stabil. Selain itu,
gelatin juga dapat berinteraksi dengan glutaradehida membentuk agen ikat silang
(crosslinking) untuk mengikat enzim dengan kuat (Emregul et al. 2012).

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014-September 2015
bertempat di Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Bersama Departemen
Kimia FMIPA IPB, dan Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan, Puslit Biologi
LIPI Cibinong.

7

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bufer borat, sel L.
plantarum Mar8, NaCl 0,85% (Himedia, India), akuades, grafit, minyak parafin,
glukosa (Himedia, India), pepton (Himedia, India), natrium asetat (Himedia,
India), tween 80 (Applichem, Jerman), beef extract (Difco, USA), yeast extract
(Himedia, India, HCl 3 M (Merck, Jerman), 2,3-dimetoksi-5-metil-1,4
benzokuinon (QO) (Sigma, Jerman), asam urat (Nacalaic tesque, Japan),
karboksimetilselulosa, glutaraldehida, zeolit alami Bayah tipe mordenit dan
klinoptiloit, dan gelatin. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven,
tanur, inkubator (Sanyo), autoklaf (Hariyama), sentrifus (Kokusan H-1500 F),
seperangkat alat voltameter siklik (E-Daq potensiostat E-Corder 410), gelas piala,
labu takar, gelas pengaduk, termometer, pipet mikrometer (Gilson), pinset, pipet
mohr/volumetrik, pH meter (TOA DK HM-250), Particle Size Analyzer (PSA)
dan elektroda.

Prosedur Penelitian

Prosedur kerja pada penelitian ini, seperti disebutkan pada Lampiran 1,
meliputi aktivasi zeolit dan preparasi zeolit, pembuatan dan karakterisasi
elektroda pasta karbon, penumbuhan dan pemanenan bakteri L. plantarum,
pembuatan matriks CMC-gelatin-zeolit dan imobilisasi, pengukuran elektrokimia,
optimasi kinerja elektroda, penentuan stabilitas biosensor, dan penentuan
parameter kinetik biosensor.

Aktivasi Zeolit (modifikasi Cordoves et al. 2008, Arif 2011)
Sebanyak 50 gram zeolit halus dicuci dengan akuades sampai pH netral,
disaring, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105o C. Zeolit yang telah
dikeringkan diaktivasi dengan menambah 250 ml HCl 3 M dalam gelas piala dan
diaduk selama 1 jam. Zeolit yang telah diaktivasi disaring, kemudian dicuci
dengan akuades sampai pHnya netral. Larutan hasil saringan diuji kandungan
klorin dengan AgNO3 dan dicuci kembali dengan akuades sampai tidak
mengandung klorin. Setelah pHnya netral dan bebas klorin zeolit dikeringkan
pada suhu 300o C selama 3 jam. Zeolit yang telah diaktivasi kemudian dihaluskan
dan diayak dengan ayakan 100 mesh.

Preparasi Zeolit (Wahyudi et al. 2010)
Zeolit yang telah diaktivasi kemudian digerus dengan alat planetary ball
mill (PBM) dan diultrasonikasi. Ukuran partikel nano dikonfirmasi dengan PSA.

8

Pembuatan Elektroda Pasta Karbon (Ikeda et al. 1998, Huang 2005)
Pasta karbon dibuat dengan cara melarutkan Q0 ke dalam DMSO,
kemudian dicampur dengan grafit dan minyak parafin (2:1), lalu digerus dengan
mortar hingga terbentuk pasta. Setelah itu, pasta karbon dimasukkan ke dalam
badan elektroda. Permukaan elektroda dihaluskan dan dibersihkan dengan amplas
dan kertas minyak. Elektroda didiamkan selama 2 hari sebelum digunakan.

Karakterisasi Elektroda Pasta Karbon
Elektroda-elektroda yang telah dibuat selanjutnya dikarakterisasi dengan
tujuan untuk memperoleh sifat yang sama dan meminimalisasi pengaruh elektroda
terhadap hasil pengukuran. Karakterisasi elektroda meliputi karakterisasi dengan
larutan KCl 0.1 M dan larutan K3Fe(CN)6 0.01 M dalam KCl 0.1 M. Karakterisasi
dilakukan dengan menggunakan alat voltametri siklik yang telah dilengkapi
dengan perangkat lunak E-chem. Hasil karakterisasi ditentukan dengan melihat
terbentuknya puncak anodik dan katodik dari reaksi redoks yang terjadi di dalam
kedua larutan tersebut.

Pembuatan Media Penumbuhan L. plantarum (Triana et al 2006)
Dalam proses penumbuhan L. plantarum diperlukan dua jenis media, yaitu
media Glucose Yeast Peptone (GYP) padat dan GYP cair. Media GYP padat
dibuat dengan melarutkan 3,75 gram kalsium karbonat, 20 gram agar, 10 gram
glukosa, 5 gram pepton, 1,4 gram natrium asetat, 5 ml larutan garam, 10 ml tween
80, 2 gram beef extract, dan 10 gram yeast extract ke dalam 1000 ml akuades,
kemudian diaduk hingga larut. Setelah itu, larutan dipanaskan dengan
menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 oC . Selanjutnya media
dituang ke cawan petri dan dibiarkan dingin dan memadat sehingga siap
digunakan. Media GYP cair dibuat dengan cara yang sama namun tanpa
penambahan agar dan kalsium karbonat.
Penumbuhan dan Pemanenan L. plantarum
Inokulum digoreskan pada permukaan media GYP dalam cawan petri
dengan jarum pindah (lup inokulasi) kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama
2 hari. Bakteri yang tumbuh selanjutnya ditanam ke dalam 10 mL media GYP cair
sebagai strarter dan diinkubasi hingga mencapai nilai OD600=1. Sebanyak 500 µl
starter dimasukkan ke dalam 10 ml media GYP cair dan diinkubasi selama 3 jam
dalam suhu 37˚C. Sel bakteri dipanen dengan sentrifugasi pada kecepatan 10000
rpm (8000× g) selama 15 menit. Pelet dipisahkan dari supernatan, lalu dicuci
dengan air distilata dan diresuspensi dengan buffer borat pH 8.

9

Pembuatan Matriks CMC-Gelatin-Zeolit dan Imobilisasi (Modifikasi
Emregul et al. 2012)
Disiapkan campuran polimer (CMC-gelatin) dengan konsentrasi (0,1
w/w), kemudian campuran diambil sebanyak 0,75 gram. Selanjutnya campuran
matriks ini dilarutkan dalam 10 ml buffer borat pH 8 dengan bantuan sonikator
selama 20 menit pada suhu 50˚C. Larutan ini kemudian diambil sebanyak 1 ml
untuk dicampur dengan zeolit sebanyak 5; 7,5; dan 10 mg. Matriks yang telah siap
digunakan selanjutnya diambil sebanyak 30 µl dan ditambah dengan
glutaraldehida dengan konsentrasi 0; 0,005; dan 0,001 mM sebanyak 10 µl, dan 80
µl bakteri. 10 µl dari campuran ini lalu diteteskan pada permukaan elektroda pasta
karbon dan didiamkan hingga pelarutnya menguap. Selanjutnya permukaan
elektroda dilapisi dengan membran dialisis, ditutup dengan jaring nilon, dan
diikat dengan parafilm. Elektroda dapat langsung digunakan untuk
pengukuran aktivitas bakteri L. plantarum dengan metode voltametri siklik.
Elektroda direndam dalam bufer borat pH 8 pada suhu 4 ºC ketika tidak
digunakan untuk memberikan keadaan yang sama dengan lingkungan sebenarnya.

Pengukuran Elektrokimia
Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan metode voltametri siklik
menggunakan eDAQ potensiostat (Ecorder 410) yang dilengkapi perangkat lunak
Echem v 2.1.0. Elektroda yang digunakan adalah elektroda Ag/AgCl, platina, dan
pasta karbon yang berturut-turut sebagai elektroda pembanding, elektroda
pembantu (counter), dan elektroda kerja. Parameter pengukuran dibuat mode
cyclic, initial 0 mV, final 0 mV, rate 200 mV/s, step W 10 ms, upper E 1000mV,
lower E 0 mV, range 5 V, dan arus 100 μA. Sebanyak 2 ml larutan bufer borat
ditambahkan ke dalam sel pengukuran, lalu puncak arus yang terbentuk diamati
sebagai puncak blanko. Setelah itu, pengukuran dilanjutkan dengan asam urat
konsentrasi 0,3; 1,3; dan 2,3 lalu diamati puncak yang terbentuk.

Optimasi Kinerja Elektroda
Optimasi yang dilakukan meliputi konsentrasi asam urat (0,3; 1,3; dan 2,3
mM), massa zeolit (5; 7,5; dan 10 mg), dan konsentrasi glutaraldehida (0; 0,005;
dan 0,01 mM). Metode yang digunakan untuk optimasi adalah Respon Surface
Method. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan kombinasi faktor-faktor
peubah bebas pada perangkat lunak statistik minitab. Setelah itu, percobaan
dilakukan sesuai dengan kombinasi yang dihasilkan untuk mendapatkan nilai
aktivitas optimumnya.
Tabel 1 menampilkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas untuk
pengoptimuman kinerja elektroda.

10

Tabel 1 Kombinasi konsentrasi asam urat, massa zeolit, dan konsentrasi
glutaraldehida untuk pengoptimuman kinerja elektroda
Asam urat (mM)
0,3
2,3
1,3
1,3
0,3
1,3
2,3
0,3
1,3
0,3
1,3
1,3
1,3
0,3
1,3
1,3
1,3
2,3
2,3
2,3

Zeolit (mg)
5
5
7,5
5
7,5
7,5
10
10
7,5
10
7,5
7,5
7,5
5
7,5
10
7,5
7,5
5
10

Glutaraldehida (mM)
0
0
0
0,005
0,005
0,005
0,01
0
0,005
0,01
0,005
0,005
0,005
0,01
0,01
0,005
0,005
0,005
0,01
0

Penentuan Stabilitas Biosensor
Stabilitas diuji dengan melihat aktivitas relatif sampai terjadi penurunan.
Persen stabilitas biosensor diukur dengan persamaan:
Stabilitas =

Penentuan Kinetika Urikase L. plantarum
Penentuan kinetika didasarkan pada besar arus yang dihasilkan oleh
pengukuran elektroda dengan variasi konsentrasi asam urat. Dari data tersebut
kemudian ditentukan besar KM dan Vmax dengan metode Lineweaver-Burk seperti
pada persamaan berikut:

Keterangan:
V = laju reaksi
Vmax = laju reaksi maksimum

11

KM = konstanta Mechaelis-Menten
[S] = konsentrasi substrat

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi Zeolit

Zeolit yang telah diaktivasi kemudian digerus dengan alat planetary ball
mill (PBM) dan dihomogenasi dengan teknik ultrasonikasi. Selanjutnya, ukuran
zeolit dikonfirmasi dengan PSA untuk mengetahui apakah partikel terbentuk
dalam skala nano atau mikro. Tabel 2 dan Gambar 4 merupakan data hasil uji
PSA yang memberikan informasi sebaran ukuran zeolit setelah diberi perlakuan
planetary ball mill.
Tabel 2 Hasil uji PSA : Sebaran ukuran zeolit
Size (nm)
223,93
245,54
309,11
338,93
354,91
389,15
407,49
426,69
489,91
562,49
1,778,75
4,678,59
8,914,87

Intensity
1,00
1,00
1,00
1,00
0,51
1,00
0,56
1,00
0,69
1,00
0,49
0,44
0,31

Number
0,22
0,24
0,16
0,10
0,04
0,07
0,04
0,08
0,03
0,02
0,00
0,00
0,00

Gambar 4 Sebaran ukuran zeolit berdasarkan intensitas

Volume
0,02
0,03
0,05
0,04
0,02
0,04
0,03
0,06
0,03
0,04
0,03
0,15
0,46

12

Tabel 3 Hasil uji nilai KTK zeolit alam Bayah
No
Konsentrasi HCl (M)
1
0,5
2
1
3
3

Nilai KTK (me/100g)
81,45
76,20
68,14

Ukuran zeolit yang dihasilkan rata-rata sebesar 386,66 nm. Dari hasil
tersebut diketahui bahwa dalam penelitian ini, zeolit dalam ukuran nanometer
belum terbentuk. Suatu material dapat dikatakan berukuran nano apabila besar
partikelnya berada pada kisaran 1-100 nm, sehingga disimpulkan zeolit masih
dalam skala ukuran mikrometer. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh material
zeolit yang menggumpal kembali (beraglomerasi) setelah digerus karena sifat dari
zeolit itu sendiri. Aglomerasi ini mengakibatkan ukuran partikel kembali
meningkat dikarenakan adanya interaksi Van der Wasls antar partikel (Wahyudi et
al. 2011).

Nilai KTK Zeolit

Selanjutnya, nilai KTK zeolit diuji untuk mengetahui kondisi zeolit sebagai
matriks pengimobilisasi. Hasil nilai KTK yang diperoleh disajikan dalam Tabel 3.
Hasil pengujian KTK memperlihatkan bahwa konsentrasi HCl dalam
proses aktivasi zeolit mempengaruhi nilai KTK. Semakin tinggi konsentrasi HCl
yang digunakan, semakin kecil nilai KTK. Nilai KTK yang rendah menunjukkan
kadar Al yang rendah, sehingga interaksi Al dengan gugus NH3+ yang dimiliki
oleh gelatin dapat dihindari. Hal ini bertujuan agar gugus amina gelatin dapat
berikatan dengan aldehida dari glutaraldehida secara optimal.

Pembuatan dan Karakterisasi Elektroda Pasta Karbon

Pasta karbon dibuat dengan cara melarutkan Q0 ke dalam DMSO,
kemudian dicampur dengan grafit dan minyak parafin (2:1), lalu digerus dengan
mortar hingga terbentuk pasta. Setelah itu, pasta karbon dimasukkan ke dalam
badan elektroda. Permukaan elektroda dihaluskan dan dibersihkan dengan amplas
dan kertas minyak.
Tabel 4 Puncak arus oksidasi dari mediator K3[Fe(SCN)6], 2,3-dimetoksi-5-metil1,4 benzoquinon (Q0) dan ferosena
Mediator
Ipa (μA)
Q0
28,9267
Ferosena
5,3767
K3[Fe(SCN)6]
3,5700
(Iswantini, 2013)

13

Elektroda didiamkan selama 2 hari sebelum digunakan (Ikeda et al. 1998,
Huang 2005). Q0 berfungsi sebagai mediator yang dapat mempercepat tejadinya
proses transfer elektron dari bioreseptor ke transduser. Dalam Tabel 4, diketahui
bahwa mediator Q0 menampilkan profil penghasil arus tertinggi. Elektrodaelektroda yang telah dibuat selanjutnya dikarakterisasi dengan tujuan untuk
memperoleh sifat yang sama dan meminimalisasi pengaruh elektroda terhadap
hasil pengukuran asam urat. Karakterisasi elektroda meliputi karakterisasi dengan
larutan KCl 0.1 M dan larutan K3Fe(CN)6 0,01 M dalam KCl 0.1 M. KCl dan
K3Fe(CN)6 merupakan larutan elektrolit pendukung yang akan mengalami reaksi
redoks pada permukaan elektroda. Reaksi redoks yang terjadi pada larutan
K3Fe(CN)6 menyebabkan pembentukan puncak yang teramati pada voltamogram.
Reaksi redoks yang terjadi dalam larutan elektrolit K3Fe(CN)6 pada
polarisasi katodik (reduksi) dan anodik (oksidasi) adalah sebagai berikut:
K3[Fe(CN)6]  3K+ + [Fe(CN)6]3[Fe(CN)6]3- + e  [Fe(CN)6]4[Fe(CN)6]4-  [Fe(CN)6]3- +e

(reduksi)
(oksidasi)

Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan alat voltametri siklik yang
telah dilengkapi dengan perangkat lunak E-chem. Pembentukan voltamogram
dimulai dari potensial tertentu hingga reaksi berjalan dan membentuk puncak
oksidasi, selanjutnya voltamogram berjalan dengan arah sebaliknya hingga
membentuk puncak reduksi pada potensial yang hampir sama dengan potensial
pada reaksi oksidasi. Kedua reaksi ini berlangsung pada permukaan elektroda
yang sama namun dalam waktu yang berbeda. Kinerja elektroda ditentukan
dengan melihat terbentuknya puncak anodik dan katodik dari reaksi redoks yang
terjadi di dalam kedua larutan tersebut. Gambar 5 menunjukkan hasil karakterisasi
elektroda di dalam kedua larutan. Terbentuknya puncak pada voltamogram
menunjukkan kemampuan elektroda untuk melakukan transfer elektron dengan
baik sehingga reaksi redoks dapat belangsung. Selain itu, terbentukya kedua
puncak tersebut juga mengindikasikan bahwa reaksi berlangsung reversibel.
Dalam karakterisasi elektroda menggunakan teknik voltametrik siklik,
digunakan tiga buah elektroda, yaitu elektroda kerja berupa elektroda pastakarbon,
elektroda pembanding dan elektroda pembantu. Elektroda pembanding yang digu-

KCl 0.1 M
K3Fe(CN)6 0.05 M

0,000015

0,000010

I (A)

0,000005

0,000000

-0,000005

-0,000010

-0,000015
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

E (V)

Gambar 5 Voltamogram karakterisasi elektroda pasta karbon

14

nakan adalah Ag/AgCl. Elektroda pembanding berfungsi untuk membandingkan
besarnya potensial yang terjadi selama proses reaksi berlangsung, sehingga
besarnya potensial dalam elektroda ini harus tetap. Apabila ada arus yang
mengalir pada elektroda Ag/AgCl, maka konsentrasi Cl- dan harga potensial akan
berubah, sehingga diperlukan suatu elektroda bantu yang memiliki hambatan lebih
kecil daripada elektroda Ag/AgCl. Dengan begitu, arus yang mengalir menuju
elektroda pembanding menjadi sangat kecil dan dianggap nol. Elektroda bantu
yang digunakan adalah platina (Pt). Kelebihan dari elektroda Pt yaitu dapat
digunakan daerah potensial yang luas.

Penumbuhan dan Pemanenan L. Plantarum

Mula-mula satu ose koloni bakteri dipindahkan ke media padat dengan
bantuan jarum pindah. Selanjutnya bakteri diinkubasi selama 24 jam dalam suhu
37°C. Bakteri L.plantarum yang telah berkembang pada media padat kemudian
ditumbuhkan dalam media GYP cair dan diinkubasi selama 24 jam untuk
dijadikan starter. Sebanyak 500 µl starter ditumbuhkan kembali di dalam 10 ml
media GYP cair selama 3 jam dalam suhu 37°C. Setelah OD600 mencapai 0,5-1
bakteri siap dipanen untuk memproduksi enzim urikase. Dalam penelitian ini
digunakan sel utuh bakteri (tanpa pemecahan) karena enzim urikase yang
dihasilkan akan dikeluarkan oleh bakteri.
Pemanenan bakteri L.plantarum dilakukan dengan teknik sentrifugasi pada
kecepatan 10000 rpm (8000× g) selama 15 menit. Pelet dipisahkan dari
supernatan, lalu dicuci dengan air distilata dan diresuspensi dengan buffer borat
pH 8. Pelet berwarna putih, sehingga ketika diresuspensi akan menghasilkan
cairan keruh berwarna putih

(a)

(b)

(c)

Gambar 6 Proses penanaman bakteri ke media padat (a) Bakteri yang telah
tumbuh di media padat (b) Suspensi bakteri dalam buffer borat pH 8
(c)

15

Matriks CMC-Gelatin-Zeolit dan Imobilisasi

Gelatin merupakan polimer alam yang memiliki sifat sangat hidrofil dan
kemampuan mekanisnya relatif rendah sehingga membatasi aplikasi potensialnya.
Karena itu, penambahan bahan lain seperti CMC menjadi salah satu langkah
untuk meningkatkan sifat gelatin tersebut. CMC merupakan polisakarida endogen
yang berperan penting dalam pertumbuhan bakteri, diferensiasi, dan sebagai
buffer dalam perubahan tekanan. Karena sifat biologisnya yang baik, CMC sering
digunakan dalam bidang medis.
CMC dan gelatin menghasilkan campuran poliionik yang reversibel,
sedangkan penambahan glutaraldehida sebagai agen taut silang akan membentuk
jaringan kimia yang permanen dan resistensi mekanisnya telah terbukti
menjanjikan untuk perkembangan biomaterial yang dapat diperbarui (Asma et al
2014).
Dalam interaksinya dengan CMC, gelatin berfungsi untuk menghilangkan
sifat mengkristal CMC yang disebabkan oleh interaksi elektrostatik yang kuat
antar rantai makromolekul yang menyebabkan CMC teraglomerasi (Prasad &
Kalyanasundaram 1995).
Yao et al (2007) menyatakan bahwa teknik dan bahan yang digunakan
dalam imobilisasi akan mempengaruhi selektivitas dan stabilitas enzim yang
diimobilisasi. Oleh sebab itu, pemilihan bahan dan teknik imobilisasi yang sesuai
menjadi sangat penting. Dalam penelitian ini, matriks dibuat dengan cara
mencampur CMC, gelatin, dan zeolit. Prasad dan Kalyanasundaram (1993)
membuktikan bahwa gelatin meningkatkan stabilitas matriks ketika ditambahkan
pada CMC dengan metode taut silang. Dalam penelitiannya, Prasad dan
Kalyanasundaram menemukan bahwa matriks CMC yang tertaut silang
mengalami erosi homogen, sedangkan matriks yang mengandung gelatin
mengalami erosi heterogen sampai matriks habis bersamaan dengan release
exhaustion. Karena itu, penambahan gelatin dalam CMC dengan metode taut
silang akan meningkatkan integritas matriks. NaCMC bersifat kompatibel dengan
polimer bermuatan positif, gelatin, di bawah titik isoeletriknya sehingga
membentuk jaringan polimer yang interaktif (Prasad & Kalyanasundaram 1993).

Gambar 7 Reaksi taut silang dengan glutaraldehida yang terjadi dalam campuran
gelatin-CMC (Asma et al. 2014)

16

Asma et al (2014) meneliti bahwa penambahan CMC dalam gelatin dapat
meningkatkan fleksibilitas, sedangkan glutaraldehida sebagai agen taut silang
meningkatkan stabilitas matriks.
Matriks CMC-gelatin sangat berpori, sehingga zeolit ditambahkan untuk
mendapatkan matriks yang stabil dan kompak. Iswantini et al (2013) meneliti dan
membuktikan bahwa enzim yang diimobilisasi dengan zeolit akan mengalami
peningkatan aktivitas. Selain itu, kation-kation yang terkandung dalam zeolit
berperan dalam pertumbuhan bakteri, sehingga produktivitas urikase dari bakteri
dapat terjaga.

Optimasi Kinerja Elektroda

Proses optimasi diawali dengan pembuatan variasi pada variabel bebas
yang meliputi konsentrasi asam urat, konsentrasi glutaraldehida, dan massa zeolit
yang digunakan dengan metode Response Surface Method. Variasi yang diperoleh
selanjutnya diaplikasikan pada pembuatan elektroda, kemudian diukur
menggunakan potensiostat untuk mengetahui besarnya arus puncak yang
terbentuk.
Gambar 8 memperlihatkan kontur hubungan antar dua variabel yang
berpengaruh terhadap besarnya arus. Daerah optimum kinerja elektroda
ditunjukkan oleh warna kontur yang semakin gelap dan arus yang tinggi. Kinerja
elektroda terbaik adalah pada konsentrasi glutaraldehida 0 mM, massa zeolit 5
mg, massa CMC 0,1 g, dan massa gelatin 1 g, yaitu menghasilkan arus sebesar
0,0340 mA pada konsentrasi asam urat sebesar 2,3 mM. Besarnya respon arus
yang dihasilkan dari tiap elektroda dapat dilihat pada Lampiran 2. Kondisi
optimum elektroda ini kemungkinan disebabkan karena adanya glutaraldehida
dapat menghambat aktivitas urikase dan juga mempengaruhi masa hidup sel.
Selain itu tingginya konsentrasi asam urat yang menyebabkan arus yang terbentuk
semakin tinggi. Massa zeolit optimum adalah massa zeolit yang paling rendah,
sehingga menyebabkan bakteri yang diteteskan pada badan elektroda semakin baKarakterisasi K3[Fe(CN)6]
Blanko (Buffer pH 8)
Blanko+asam urat 0,3 mM
Blanko+asam urat 1,3 mM
Blanko+asam urat 2,3 mM

0,08
0,06
0,04

I (mA)

0,02
0,00
-0,02
-0,04
-0,06
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

E (V)

Gambar 8 Voltamogram elektroda optimum

17

nyak sehingga mampu mengikat lebih banyak asam urat, akibatnya arus yang
terukur juga semakin tinggi.

Hold Values
konsentrasi glutaraldehida (mM)

8

0

7

6

5

0,010

delta I (mA)
< 0,0050
– 0,0075
– 0,0100
– 0,0125
– 0,0150
– 0,0175
– 0,0200
> 0,0200

0,0050
0,0075
0,0100
0,0125
0,0150
0,0175

0,008

0,006

Hold Values
konsentrasi asam urat (mM)

2,3

0,004

0,002

0,000
0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00 2,25
konsentrasi asam urat (mM)

konsentrasi glutaraldehida (mM)

9
massa zeolit (mg)

0,010

delta I (mA)
< 0,005
0,005 – 0,010
0,010 – 0,015
0,015 – 0,020
> 0,020

konsentrasi glutaraldehida (mM)

10

delta I (mA)
< 0,0050
– 0,0075
– 0,0100
– 0,0125
– 0,0150
– 0,0175
– 0,0200
> 0,0200

0,0050
0,0075
0,0100
0,0125
0,0150
0,0175

0,008

0,006

Hold Values
massa zeolit (mg)

5

0,004

0,002

0,000
5

6

7
8
massa zeolit (mg)

9

10

0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00 2,25
konsentrasi asam urat (mM)

Gambar 9 Pengaruh massa zeolit dan konsentrasi asam urat (a); pengaruh
konsentrasi glutaraldehida dan massa zeolit (b); pengaruh
konsentrasi glutaraldehida dan konsentrasi asam urat (c) terhadap
perubahan puncak arus

Stabilitas Biosensor

waktu

Gambar 10 Diagram stabilitas biosensor

hari-23

hari-16

hari-14

hari-12

hari-9

hari-8

hari-7

hari-6

hari-5

3 jam

hari-2

2 jam

1 jam

120
100
80
60
40
20
0
0 jam

% stabilitas

Stabilitas elektroda ditentukan dengan pengukuran performa elektroda dari
waktu ke waktu. Elektroda yang digunakan adalah elektroda dengan kemampuan
pengukuran yang optimum. Selama proses pengukuran, elektroda disimpan dalam
buffer brat pH 8 dengan suhu 4°C ketika sedang tidak dipakai. Hal ini bertujuan
untuk memberi lingkungan yang sesuai untuk bakteri.
Dalam penelitian ini, stabilitas elektroda mencapai 23 hari. Sampai hari ke
23, presentase stabilitas elektroda adalah 71,57 %. Perhitungan stabilitas
selengkapnya disajikan dalam Lampiran 3. Perbandingan stabilitas elektroda
dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat dalam Tabel 5.

18

Tabel 5 Perbandingan stabilitas biosensor asam urat
Penelitian
Stabilitas (hari)
Sumber urikase
Pan et al (2005)
Jiang et al (2007)
Liu et al (2012)
Iswantini (2013)
Kamal (2013)
Penelitian ini
Tanpa imobilisasi

50
157
70
18
22
23
6

Hati babi (murni)
Aspergillus niger (murni)
Urikase murni
L. plantarum (sel utuh)
L. plantarum (sel utuh)
L. plantarum (sel utuh)
L. plantarum (sel utuh)

Persentase
Stabilitas
81,00 %
82,00 %
92,00 %
96,40 %
77,28 %
71,57 %
98,12 %

Stabilitas ini menyatakan masa atau lamanya suatu biosensor dapat bekerja
secara relevan. Performa kerja biosensor akan semakin menurun seiring lamanya
waktu biosensor tersebut digunakan.
Data stabilitas ini juga memberikan tambahan informasi bahwa bakteri L.
plantarum memproduksi urikase secara terus-menerus. Hal ini dapat dilihat dari
adanya aktivitas urikase pada setiap pengukuran sehingga menghasilkan data
stabilitas tertentu.

Kinetika Urikase L. plantarum

Pengukuran kinetika enzim urikase dilakukan untuk melihat kespesifikan
suatu enzim. Pengukuran kinetika enzim yang dilakukan adalah pengukuran
konstanta Michaelis-Menten nyata (KM) dan kecepatan reaksi nyata (Vmax) yang
dianalogikan dengan arus maksimum nyata (Imaks) pada pengukuran ini. Metode
yang digunakan adalah Lineweaver-Burk, Dixon, dan Eadie-Hofstee.
Besarnya nilai Vmax dalam hal ini dianalogikan dengan Imax. Grafik
pengukuran kinetika urikase L. plantarum ditunjukkan pada Gambar 11. Dari
ketiga metode, metode Lineweaver-Burk menghasilkan kelinearan atau nilai R2
terbesar yaitu 0,9937, dengan perhitungan seperti disajikan dalam Lampiran 4,
sehingga disimpulkan bahwa kinetika urikase L. plantarum mengikuti kinetika
Lineweaver-Burk. Besarnya nilai KM dan Vmax berturut-turut adalah 0,4789 mM
dan 9,7266 A, sedangkan nilai KM dan Vmax urikase murni berturut-turut sebesar
3,1397 10-3 mM dan 7,4936 A (Iswantini et al. 2013).
Perbedaan nilai parameter kinetik ini kemungkinan disebabkan karena
sumber urikase yang berbeda. Selain itu tingkat kemurnian urikase yang berbeda
juga dapat menjadi penyebab perbedaan afinitas enzim terhadap substrat dan
perbedaan kecepatan susbtrat mengisi sisi aktif enzim hingga jenuh.
Semakin tinggi nilai KM mengindikasikan bahwa jumlah enzim yang
dibutuhkan untuk menjenuhkan substrat semakin banyak, artinya afinitas enzim
terhadap substrat semakin rendah. Sedangkan Vmax menyatakan kecepatan enzim
mengkatalisis reaksi.

400

300
250
200
150
100
50
0

[S]/V (mMmA-1)

I max (mA-1)

19

y = 49,239x + 102,81
R² = 0,9937

300
200
y = 97,17x + 55,422
R² = 0,9916

100
0

0

1

2
1/[S]

3

0

4

1

(mM-1)

2

3

4

[S] (mM)

0,01
V (mA)

0,008
0,006
0,004
0,002

y = -0,4973x + 0,0099
R² = 0,9687

0
0

0,005

0,01

V/[S]

(mAmM-1)

0,015

Gambar 11 Grafik Hubungan 1/[asam urat] dengan 1/Ipa
Nilai KM urikase dari L plantarum 150 kali lebih besar daripada nilai KM
urikase murni. Artinya, untuk menghasilkan afinitas terhadap substrat yang mirip
dengan urikase murni, L. plantarum membutuhkan konsentrasi setidaknya 150
kali lebih besar daripada konsentrasi enzim murni. Hal ini kemungkinanan
disebabkan karena lingkungan dari urikase murni adalah dirinya sendiri, sehingga
gangguan atau hambatan dalam interaksi enzim-substrat lebih minimal daripada
urikase dari bakteri. Dari analisis RPD (Relative Percent Difference), diperoleh
perbedaan relatif antara nilai Vmax urikase murni dengan nilai Vmax L. plantarum
sebesar 2%.

Kelinearan, Limit Deteksi, dan Limit Kuantifikasi Biosensor
Hubungan yang linear antara respon biosensor (arus) dan konsentrasi asam
urat terjadi pada rentang pengukuran 0,2 sampai 2,5 mM dalam buffer asam borat
pH 8 seperti disajikan pada Gambar 12. Kelinearan ditunjukkan oleh nilai R2 yaitu
sebesar 0,995, artinya kelinearan hasil yang diperoleh dari pengukuran biosensor
pada rentang tersebut adalah sebesar 99,50%.

20

Dalam penelitian ini juga ditentukan besarnya limit of detection (LOD)
dan limit of quantification (LOQ). LOD merupakan konsentrasi asam urat
terendah yang dapat terdeteksi secara reliabel oleh biosensor namun belum
terkuantifikasi besar atau nilainya. Sedangkan LOQ adalah konsentrasi terendah
dari asam urat yang dapat ditentukan kuantitasnya secara presisi dan akurat. LOD
dan LOQ dapat ditentukan salah satunya dengan menggunaan garis regresi, dan
dihitung menurut persamaan sebagai berikut:

Q = LOD atau LOQ
k = nilai k berlaku 3 untuk LOD dan 10 untuk LOQ
sb = simpangan baku
b = kemiringan kurva (slope)
(Harmita 2004)
Dari perhitungan diperoleh besarnya LOD dan LOQ biosensor, yaitu
berturut-turut sebesar 0,23 dan 0,75 mM. Sehingga dinyatakan bahwa kemampuan
biosensor untuk mulai mendeteksi adanya substrat yaitu pada konsentrasi substrat
0,23 mM, dan mulai dapat mengkuantifikasi substrat secara baik pada konsentrasi
substrat 0,75 mM.
Konsentrasi asam urat normal dalam serum adalah sebesar 0,13-0,46 mM,
yang mana konsentrasi tersebut berada dalam wilayah kerja biosensor asam urat
yang dihasilkan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa biosensor asam urat
dari penelitian ini dapat digunakan untuk deteksi dini adanya indikasi suatu
penyakit tertentu yang disebabkan oleh kelebihan kadar asam urat dalam darah.
Perhitungan kelinearan, LOD, dan LOQ disajikan dalam Lampiran 5.

0,01

Imax (mA)

0,008
0,006
y = 0,0016x + 0,0039
R² = 0,995

0,004
0,002
0
0

1

2

3

[S] (mM)

Gambar 12 Grafik kelinearan biosensor

21

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Peningkatkan stabilitas biosensor dapat dilakukan salah satunya dengan
metode imobilisasi enzim. Dalam