Imobilisasi Sel Lactobacillus Plantarum Pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan Untuk Meningkatkan Stabilitas Biosensor Asam Urat

IMOBILISASI SEL Lactobacillus plantarum PADA MEMBRAN
ZEOLIT/KAPPA-KARAGINAN UNTUK MENINGKATKAN
STABILITAS BIOSENSOR ASAM URAT

WAHYUNING LESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Imobilisasi Sel
Lactobacillus plantarum pada Zeolit/Kappa-Karaginan untuk Meningkatkan
Stabilitas Biosensor Asam Urat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Wahyuning Lestari
G451130211

RINGKASAN
WAHYUNING LESTARI. Imobilisasi Sel Lactobacillus plantarum pada
Membran Zeolit/Kappa-Karaginan untuk Meningkatkan Stabilitas Biosensor
Asam Urat. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI, NOVIK NURHIDAYAT, dan
ZAENAL ABIDIN.
Kadar asam urat di dalam tubuh perlu di ukur secara akurat dan cepat agar
penyakit asam urat dapat dideteksi sejak dini sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam komplikasi penyakit. Pengukuran kadar asam urat secara klinis
dilakukan dengan memeriksa sampel darah di laboratorium dengan metode
spektrofotometri. Metode spektrofotometri memiliki kelemahan sehingga
diperlukan suatu alat pendeteksi alternatif pengganti metode konvesional salah
satunya adalah biosensor. Biosensor asam urat berbasis enzim urikase telah
banyak dikembangkan akan tetapi, proses pemurnian enzim tergolong rumit serta
mahal sehingga diperlukan sumber urikase lain diantaranya menggunakan sel
Lactobacillus plantarum yang lebih mudah penanganannya dan murah. Masalah

yang timbul pada biosensor adalah kestabilan,
Kestabilan biosensor asam urat erat kaitannya dengan metode imobilisasi
yang digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup bioreseptor sehingga waktu
hidup dan aktivitas bioreseptor tetap terjaga. Adsorpsi merupakan metode
imobilisasi sel yang paling sederhana. Namun, interaksi yang terjadi antara
mikroorganisme dengan material pengimobilisasi pada proses adsorpsi merupakan
ikatan yang lemah sehingga dengan mudah mikroorganisme yang terimobilisasi
akan lepas dan secara langsung berdampak pada stabilitas biosensor. Metode lain
yang dapat digunakan untuk imobilisasi mikroorganisme adalah entrapment atau
penjeratan. Metode mampu menjaga stabilitas bioreseptor dengan baik. Tujuan
penelitian ini adalah meningkatkan stabilitas biosensor asam urat dengan
mengimobilisasi L.plantarum pada membran zeolit/kappa-karaginan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai konstanta Michaeles-Menten
(KM) dan Vmax pada penelitian ini berturut-turut 2.86 mM dan 0.0018 mA
Linearitas pengukuran 2-2.6 mM dengan nilai r2 = 0.9959. Limit deteksi dan limit
kuantitas berturut-turut 0.478 mM dan 1.598 mM. Stabilitas biosensor asam urat
adalah 23 hari dengan aktivitas sebesar 80.43%. Imobilisasi sel L.plantarum pada
membran zeolit/kappa-karaginan mampu meningkatkan kinerja biosensor asam
urat.
Kata kunci: biosensor asam urat, Lactobacillus plantarum, zeolit, kappakaraginan


SUMMARY
WAHYUNING LESTARI. Immobilization of Lactobacillus plantarum Cell on
Zeolite/Kappa-Carrageenan Membrane to Increase Uric Acid Biosensor Stability.
Supervised by DYAH ISWANTINI, NOVIK NURHIDAYAT, and ZAENAL
ABIDIN.
Levels of uric acid in the body need to be measured accurately and quickly
to detect gout disease early. Measurement of uric acid levels is clinically done by
examining a blood sample in a laboratory with spectrophotometric method.
Spectrophotometric method has the disadvantage that needed alternative detector
conventional methods one of which is a biosensor. Uric acid enzyme-based
biosensors have been developed. However, the enzyme purification process is
complex and expensive so we need other sources such uricase of Lactobacillus
plantarum cells are easier to handle and inexpensive. Although this biosensor is
known for its instability.
The stability of uric acid biosensor is closely related to immobilization
method used to maintain the viability of bioreseptor so bioreseptor life time and
activity is maintained. Adsorption is a cell immobilization method is the simplest.
However, interaction between microorganisms with immobilization material. The
adsorption process is weak bonds so easily immobilized microorganisms will be

loose and have a direct impact on the stability of the biosensor. Another method
that can be used for the immobilization of microorganisms is entrapment. This
methods can maintain stability of bioreseptor. The purpose of this research is to
improve the stability of uric acid biosensor by immobilized L.plantarum on
zeolite/ kappa-carrageenan membrane.
The results of this study indicate that the Michaeles-Menten constant (KM)
and Vmax in this study successively 2.86 mM and 0.0018 mA. Linearity
measurements at 2-2.6 mM with R2 = 0.9959. Limit of detection and limit of
quantity respectively 0,478 mM and 1.598 mM. The stability of uric acid
biosensor is 23 days with the activity of 80.43%. L.plantarum cell immobilized on
zeolite/ kappa-carrageenan membrane is able to improve the performance of the
uric acid biosensor.
Keywords:

uric acid biosensor,
carrageenan.

Lactobacillus plantarum, zeolite, kappa-

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IMOBILISASI SEL Lactobacillus plantarum PADA MEMBRAN
ZEOLIT/KAPPA-KARAGINAN UNTUK MENINGKATKAN
STABILITAS BIOSENSOR ASAM URAT

WAHYUNING LESTARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Akhiruddin Maddu, M.Si

Judul Penelitian :
Nama
NRP

Imobilisasi Sel Lactobacillus Plantarum pada Membran
Zeolit/Kappa-Karaginan untuk Meningkatkan Stabilitas
Biosensor Asam Urat
: Wahyuning Lestari
: G451130211

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing


Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc. Agr
Ketua

Dr Novik Nurhidayat
Anggota

Dr Zaenal Abidin
Anggota

Diketahui oleh

Ketua program studi Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc. Agr

Dr Ir Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian: 5 April 2016


Tanggal Lulus:

Judul Penelitian
Nama
NRP

Imobilisasi Sel Lactobacillus Plantarum pada Membran
Zeolit/Kappa-Karaginan untuk Meningkatkan Stabilitas
Biosensor Asam Urat

• Wahyuning Lestari

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Prof Dr Dvah Iswantini Pradono. MSc. Agr
Ketua

Dr No ik Nu Ida at

ggot

Dr Zaenal Abidin
Anggota

Diketahui oleh

Ketua program studi Kimia

asarjana

4

Prof Dr Dyah Isw

Pradono, MSc. Agr

Tanggal Ujian: 5 April 2016

Dr Ir Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Lulus:

25

APR 2016

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai September
2015 ini ialah biosensor asam urat, dengan judul Imobilisasi Sel Lactobacillus
plantarum pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan untuk Meningkatkan Stabilitas
Biosensor Asam Urat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Dyah Iswantini Pradono
MSc. Agr, Bapak Dr Novik Nurhidayat dan Bapak Dr Zaenal Abidin selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Acun Samsuri dan Mbak Lusianawati dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) yang telah membantu saya untuk menumbuhkan bakteri. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, teman-teman S2 Kimia angkatan 2013

serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas dana pendidikan yang telah diberikan kepada
penulis melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016
Wahyuning Lestari

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

viii

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Hipotesis

4

Manfaat penelitian

4

2 METODE PENELITIAN

4

Waktu dan Tempat Penelitian

4

Bahan dan Alat

4

Lingkup Kerja

5

Aktivasi Zeolit

5

Prosedur Pengujian Nilai KTK Zeolit

5

Pembuatan Elektroda Pasta Karbon

6

Pembuatan Membran Zeolit/Kappa-Karaginan

6

Pembuatan Media GYP (Glucose Yeast Pepton)

6

Penumbuhan dan Pemanenan sel L. plantanum

6

Imobilisasi L. Plantanum Pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan

7

Pengukuran Elektrokimia

7

Optimasi Aktivitas Sel L. Plantarum yang Diimobilisasi pada Membran
Zeolit/Kappa-Karaginan

7

Penentuan Parameter Analitik

9

Penentuan Stabilitas Biosensor Asam Urat

9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Zeolit

9
9

Pembuatan dan Pencirian Elektroda Pasta Karbon

11

Penumbuhan dan Pemanenan Sel L. plantanum

12

Imobilisasi Sel L.plantarum pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan dan
Pengujian Aktivitas

12

Optimasi L. plantarum pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan

14

Analisis Parameter Kinetika Enzim Urikase dari Sel L.plantarum

16

Pengukuran Parameter Analitik Biosensor Asam Urat

17

Stabilitas Biosensor Asam Urat

18

4 SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kombinasi berat zeolit, konsentrasi karaginan, dan konsentrasi asam urat
untuk optimasi aktivitas sel L.plantarum
8
Tabel 2 Hasil uji nilai KTK zeolit alam Bayah
9
Tabel 3 Puncak arus dari aktivitas sel L.plantarum yang diimobilisasi pada
membran zeolit/kappa-karaginan dengan berbagai konsentrasi HCl
10
Tabel 4 Puncak arus oksidasi dari mediator K3[Fe(SCN)6],
2,3-dimetoksi-5-metil-1,4 benzoquinon (Q0) dan ferosena
11
Tabel 5 Hasil analisa pengaruh variabel terhadap arus
15
Tabel 6 Perkembangan Biosensor Asam Urat
19

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Voltamogram aktivitas sel L.plantarum yang diimobilisasi pada
membran dengan variasi konsentrasi HCl
Gambar 2 Voltamogram karakterisasi elektroda pasta karbon menggunakan
larutan K3[Fe(CN)6] 0.01 M
Gambar 3 Mekanisme pendeteksian biosensor asam urat
Gambar 4 Voltamogram sel L.plantarum yang terimobilisasi
Gambar 5 Kontur (a) pengaruh konsentrasi kappa-karaginan dan konsentrasi
asam urat terhadap arus, (b) pengaruh berat zeolit dan konsentrasi
asam urat terhadap arus, (c) pengaruh berat zeolit dan konsentrasi
kappa-karaginan terhadap arus
Gambar 6 Grafik hubungan 1/[S] dengan 1/I
Gambar 7 Linearitas biosensor asam urat
Gambar 8 Stabilitas biosensor asam urat

10
11
13
14

15
16
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian
Lampiran 2 Hasil kombinasi Response Surface Methods
Lampiran 3 Stabilitas Biosensor Asam Urat

23
24
24

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin pada sel tubuh.
Asam urat berperan sebagai antioksidan apabila kadarnya di dalam darah tidak
berlebih, namun apabila kadarnya berlebih asam urat akan berperan sebagai
prooksidan. Kadar asam urat di dalam tubuh manusia dapat diketahui melalui
pemeriksaan darah ataupun urin. Kadar asam urat normal pada laki-laki yaitu 3.68.2 mg/dL sedangkan pada perempuan yaitu 2.3-6.1 mg/dL. Kadar asam urat yang
tidak normal akan berakibat munculnya berbagai macam penyakit antara lain
hiperurisemia, gout, sindrom Lesch-Nyhan, dan gagal ginjal (Luo et al 2006).
Kadar asam urat di dalam tubuh perlu di ukur secara akurat dan cepat agar
penyakit asam urat dapat dideteksi sejak dini sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam komplikasi penyakit. Pengukuran kadar asam urat secara klinis
dilakukan dengan memeriksa sampel darah di laboratorium dengan metode
spektrofotometri (Mateo et al. 2007).
Metode spektrofotometri memiliki kelemahan antara lain kurang spesifik,
mahal, dan sangat peka terhadap cahaya untuk itu diperlukan suatu alat yang dapat
mengatasi kelemahan tersebut. Biosensor merupakan alat pendeteksi alternatif
pengganti metode konvensional karena memiliki banyak kelebihan yaitu
sensitivitas tinggi, kecepatan waktu analisis, portabilitas dan efisiensi biaya.
Biosensor asam urat berbasis enzim urikase telah banyak dikembangkan. Enzim
urikase merupakan katalis oksidasi dari asam urat ketika berikatan dengan oksigen
sebagai agen pengoksidasinya. Hasil inilah yang nantinya akan dideteksi oleh
biosensor. Enzim urikase banyak ditemukan dari hewan vertebrata, namun enzim
tersebut sulit diisolasi sehingga harga enzim urikase murni menjadi mahal, oleh
sebab itu penggunaan mikroba yang dapat menghasilkan enzim tersebut
digunakan sebagai solusi untuk menekan biaya (Attala et al. 2009). Mikroba
penghasil enzim urikase salah satunya adalah Lactobacillus plantarum yang
diketahui memiliki aktivitas yang baik terhadap asam urat, mudah diperoleh,
memiliki ketahanan hidup yang tinggi, dan tidak sulit penanganannya (Rostini
2007).
Pengukuran aktivitas urikase dari protein L. plantarum pada berbagai
variasi suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat serta kestabilan telah
dilakukan oleh Mardiah (2010) dengan metode spektrofotometri. Aktivitas dan
kestabilan protein L. plantarum yang mengandung enzim urikase masih sangat
rendah. Kestabilan enzim urikase dari protein L. plantarum hanya bertahan
selama dua hari. Rendahnya aktivitas dan kestabilan tersebut dipengaruh oleh
tidak adanya imobilisasi enzim. Enzim bebas bersifat tidak stabil untuk itu
diperlukan suatu teknik imobilisasi enzim agar enzim mudah dikendalikan.
Imobilisasi enzim merupakan suatu proses penahanan suatu enzim dalam suatu
pori. Teknik yang digunakan untuk imobilisasi enzim bebas juga beragam antara
lain entrapment, cross-linking, adsorpsi, enkapsulasi, ataupun penggabungan
antara beberapa teknik tersebut. Teknik yang digunakan tersebut bergantung pada
material yang digunakan sebagai media pengimobilisasi (Elnashar et al. 2014).
Sedangkan material yang banyak digunakan sebagai media imobilisasi enzim

2

adalah zeolit, selulosa, agar, karaginan, kitosan, polimer sintetik seperti polianilin
dan polistirena (Bhatia et al. 2000).
Zeolit merupakan salah satu material yang dapat digunakan untuk media
imobilisasi enzim. Zeolit memiliki struktur berpori yang dapat berfungsi sebagai
adsorben ion maupun molekul. Molekul ataupun ion akan masuk ke dalam pori
zeolit. Sifat inilah yang mendasari penggunaan zeolit sebagai media imobilisasi
enzim (Xing et al. 2000). Terdapat dua jenis zeolit yaitu zeolit sintetik dan alam.
Zeolit sintetik memiliki nilai KTK diatas 100 cmol/kg, namun zeolit ini harganya
mahal. Sedangkan, zeolit alam kelimpahannya sangat banyak dan harga relatif
murah (Arif 2011).
Penelitian mengenai biosensor asam urat berbasis enzim dari sel
L. plantarum yang diimobilisasi pada zeolit alam telah dilaporkan oleh
Widyatmoko (2012) hasilnya stabilitas mampu bertahan selama 6 hari bila
disimpan pada suhu 28ºC dan aktivitas urikase meningkat ketika enzim dari
L. plantarum diimobilisasi pada zeolit. Penelitian lain yang memanfaatkan zeolit
sebagai media pengimobilisasi telah dilakukan oleh Weniarti (2011) yang
menggunakan zeolit sebagai media pengimobilisasi ekstrak enzim superoksida
dismutase Deinococcus radiodurans yang digunakan untuk biosensor antioksidan
dan penelitian Liyonawati (2013) yang memanfaatkan zeolit alam sebagai media
imobilisasi ekstrak Escherichia coli untuk biosensor antioksidan. Zeolit sebagai
media pengimobilisasi berinteraksi dengan bahan yang diimobilisasi melalui
adsorpsi. Adsorpsi merupakan metode imobilisasi sel yang paling sederhana.
Teknik ini didasarkan pada interaksi fisik antara mikroorganisme dengan
permukaan material pengimobilisasi (Monsan et al. 1987, Krekeler et al. 1990).
Interaksi yang terjadi antara mikroorganisme dengan material pengimobilisasi
merupakan ikatan yang lemah seperti gaya van der Walls, ikatan ionik, ikatan
hidrogen maupun interaksi hidrofobik sehingga dengan mudah mikroorganisme
yang terimobilisasi akan lepas dan secara langsung berdampak pada stabilitas
biosensor yang dibuat (Hsu et al. 2004; Gorecka & Jastrzebska 2011). Metode
lain yang dapat digunakan untuk imobilisasi mikroorganisme adalah entrapment
atau penjeratan. Mikroorganisme akan dijerat di dalam suatu matrik sehingga
akan tercipta suatu penghalang di sekitar ruang gerak mikroorganisme. Kombinasi
antara metode imobilisasi penjeratan dengan adsoprsi fisik diharapkan mampu
meningkatkan stabilitas dari biosensor asam urat yang akan dibuat. Matrik yang
digunakan untuk menjerat mikroorganisme merupakan matrik berpori salah
satunya adalah karaginan (Lopez et al. 1997; Ramakrishna & Prakasham 1999).
Karaginan adalah suatu hidrokoloid yang termasuk dalam senyawa
polisakarida yang diekstrak dari alga merah. Terdapat berbagai jenis karaginan
antara lain lambda, iota, dan kappa-karaginan. Kappa-karaginan merupakan jenis
karaginan yang menghasilkan gel yang kuat. Struktur dari kappa-karaginan adalah
D-galaktosa dan gugus 2-sulfat ester yang terdapat pada 3,6-anhidro-D-galaktosa.
Kappa-karaginan akan berinteraksi dengan enzim melalui metode penjebakan
(entrapment). Kemampuan kappa-karaginan dalam membentuk gel inilah yang
dimanfaatkan untuk media imobilisasi. Kekuatan gel yang terbentuk dari kappakaraginan menyebabkan enzim yang terjebak di dalamnya akan sulit untuk lepas.
Dengan demikian diharapkan stabilitasnya akan lebih meningkat.
Penelitian mengenai kappa-karaginan yang dimanfaatkan sebagai media
imobilisasi enzim telah banyak dilakukan antara lain oleh Takata et al (1977)

3

yang melakukan screening terhadap beberapa matrik untuk media imobilisasi
mikrobakteri. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kappa-karaginan mempunyai
kekuatan gel yang lebih tinggi dan aktivitas enzim yang tinggi dibanding
polisakarida lain seperti alginat. Penelitian tersebut dilanjutkan oleh Tosa et al
(1979) yang melakukan imobilisasi enzim dan mikrobakteri pada matrik
kappa-karaginan, hasilnya kappa-karaginan mampu meningkatkan aktivitas enzim
sebesar 69% dengan stabilitas mencapai 686 hari. Pada tahun 1991 Moon et al
melaporkan bahwa Bacillus firmus dapat diimobilisasi menggunakan kappakaraginan, Buyukgungor (1992) melaporkan bahwa Lactobacillus bulgaris yang
diimobilisasi pada gel kappa-karaginan mempunyai stabilitas yang tinggi
dibanding dengan Ca-alginat, Cordoves et al (1993) menggunakan karaginan
untuk imobilisasi enzim horseradish peroksidase dan kolesterol oksidase yang
diaplikasikan untuk biosensor kolesterol.
Penelitian lain dilakukan oleh Campanella et al (1999) yang menggunakan
kappa-karaginan untuk media imobilisasi enzim superoxidase dismutase yang
diaplikasikan pada biosensor antioksidan, hasilnya stabilitas biosensor mampu
bertahan selama 30 hari. Elnashar et al (2014) melaporkan imobilisasi
β-galaktosidase menggunakan kappa-karaginan mampu meningkatkan aktivitas
enzim sebesar 60% dan nilai KM yang dihasilkan 61.6 mM sedangkan enzim tanpa
imobilisasi menghasilkan nilai KM sebesar 22.9 mM. Rodriquez et al (2014) telah
mencoba memanfaatkan kappa-karaginan yang dikombinasikan dengan dadih
untuk mengimobilisasi L. plantarum dengan hasil matriks yang dibentuk antara
kappa-karaginan/dadih memiliki ketahanan yang tinggi dan mempunyai
viskoelastis yang tinggi sehingga L. plantarum terjerat kuat pada matrik tersebut.
Melihat keberhasilan kappa-karaginan sebagai media imobilisasi enzim maupun
mikroorganisme, maka penelitian ini akan menggunakan kappa-karaginan yang
akan dikombinasi dengan zeolit sebagai media imobilisasi L. plantarum dengan
harapan stabilitas dapat meningkat.

Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang yang tersaji di atas dapat diambil suatu
rumusan masalah yaitu stabilitas dan aktivitas biosensor asam urat berbasis
mikroorganisme L. plantarum yang diimobilisasi dalam media zeolit alam masih
relatif rendah jika dibandingkan dengan media pengimobilisasi lain seperti gel
kappa karaginan, sehingga diperlukan suatu media pengimobilisasi lain dan teknik
imobilisasi yang berbeda yang nantinya dapat dikombinasikan dengan media
zeolit. Jadi, permasalahannya adalah apakah imobilisasi L. plantarum pada
membran zeolit/kappa-karaginan mampu meningkatkan stabilitas biosensor asam
urat.

4

Tujuan Penelitian
1.
2.

Membuat zeolit-kappa karaginan sebagai media imobilisasi bakteri L.
plantarum.
Menentukan parameter kinetik urikase sel L. plantarum yang diimobilasi
pada membran zeolit/kappa-karaginan, parameter analitik dan stabilitas
biosensor asam urat.

Hipotesis
Media imobilisasi membran zeolit/kappa-karaginan mampu meningkatkan
stabilitas dari L. plantarum.

Manfaat penelitian
Memberikan informasi mengenai stabilitas, parameter analitik, dan
parameter kinetik L. plantarum yang diimobilisasi pada membran zeolit/kappakaraginan.

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2014 – September 2015
bertempat di Laboratorium Kimia Fisik dan Laboratorium Bersama Departemen
Kimia FMIPA IPB, Laboratorium Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian IPB, serta Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan Puslit Biologi LIPI
Cibinong.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bufer borat, sel L. plantarum Mar 8, NaCl
0,85 % (Himedia, India), grafit, minyak parafin, glukosa (Himedia, India),
akuades, CH3COONa (Himedia, India), pepton (Himedia, India), larutan garam,
tween 80 (Applichem, Jerman), beef extract (Difco, USA), yeast extract
(Himedia, India), HCl 32% (Merck, Jerman), 2,3-dimetoksi-5-metil-1,4benzokuinon/ Q0 (Sigma, Jerman), DMSO, urikase (Sigma, Jerman), asam urat

5

(Nacalaic tesque, Jepang), Kappa-karaginan, dan zeolit alam Bayah. Alat yang
digunakan adalah eDAQ Potensiotat yang dilengkapi Echem v2.1.0 dengan sistem
3 elektroda, oven, tanur, inkubator, autoklaf (Hariyama), sentrifuga (Kokusann H1500F), pH meter, spektrofotometer UV-Vis, pipet mikro, serta alat gelas lainnya.

Lingkup Kerja
Penelitian ini dimulai dengan aktivasi zeolit dan pengujian, pembuatan
media GYP (Glucose Yeast Pepton) sebagai media penanaman bakteri
L. plantarum, penumbuhan dan pemanenan bakteri L. plantarum, pembuatan
elektroda pasta karbon, imobilisasi L. plantanum pada membran, pengukuran
elektrokimia, optimasi, penentuan stabilitas biosensor, penetuan parameter
analitik, dan penentuan kinetika enzim urikase dari bakteri L. plantarum.

Aktivasi Zeolit (Modifikasi Cordoves et al. 2008; Arif 2011)
Zeolit bayah berukuran 400 mesh sebanyak 50 g ditambahkan 250 mL HCl
dengan konsentrasi masing-masing 0, 0.5, 1, dan 3 M dan diaduk selama 1 jam,
didekantasi dan dicuci dengan akuades sampai pH netral. Larutan tersebut diuji
kandungan klorin dengan AgNO3 dan dicuci kembali sampai tidak mengandung
klorin. Setelah pH netral dan bebas klorin dikeringkan pada suhu 300ºC selama 3
jam. Selanjunya zeolit ditentukan nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation).

Prosedur Pengujian Nilai KTK Zeolit (SNI 13-3494-1994)
Penentuan pengujian KTK diawali dengan pencucian pasir silika dengan
larutan HCl 0,1 N panas, kemudian dicuci dengan air distilasi sampai netral.
Kolom penukar ion diisi dengan glass wool pada bagian bawah setinggi 2 cm dan
pasir silika pada bagian atas setinggi 0.2 cm. Larutan CH3COONH4 0.1 N
diteteskan pada pasir silika dan glass wool sampai ketinggian 1 cm, kemudian
serbuk zeolit sebanyak 0.2-0.3 g dimasukkan ke dalam kolom dan dinding kolom
dibilas dengan larutan CH3COONH4 sampai ketinggian 5 cm. Kemudian Volume
hasil titrasi contoh dan blanko dicatat. Nilai KTK zeolit ditentukan dengan rumus:
���

� ⁄

� =

� − � � �

�� �

Dimana:
V1
= volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi sampel (mL)
V2
= volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (mL)
N HCl = normalitas HCl

6

Pembuatan Elektroda Pasta Karbon (Ikeda et al. 1998; Huang 2005)
Pembuatan pasta karbon diawali dengan pembuatan pasta karbon yang
ditambahkan mediator didalamnya. Sebanyak 3 mg Q0 ditambahkan dengan 1 mL
DMSO, kemudian ditambahkan grafit sebanyak 100 mg. Campuran tersebut
didiamkan selama 2 jam, kemudian dioven selama 2 jam dan ditambahkan parafin
sebanyak 50 μL. Pasta karbon yang terbentuk siap digunakan untuk membuat
eletroda dengan cara memasukkan pasta karbon ke dalam gelas kaca yang telah
diberi kawat tembaga, selanjutnya permukaan elektroda pasta karbon tersebut
dihaluskan dan dibersihkan dengan amplas dan kertas minyak. Elektroda yang
telah siap dikarakterisasi menggunakan larutan KCl 0.1 M dan K3[Fe(CN)6]
0.01 M dalam larutan KCl 0.1 M.

Pembuatan Membran Zeolit/Kappa-Karaginan
(Modifikasi Campanella et al. 1999)
Zeolit ditimbang sesuai dengan berat kemudian di larutkan dalam 10 mL
akuades dengan cara di ultrasonikasi selama 10 menit. Kemudian ditambahkan
karaginan sesuai dengan berat yang diperlukan dan diultrasonikasi kembali pada
suhu 50°C-60°C selama 5 menit. Campuran yang berbentuk koloid tersebut
kemudian dicetak di atas cetakan dengan diameter 10 cm. Kemudian membran di
diamkan selama 5 jam, selanjutnya membran dipotong ukuran 3 mm. Membran
kemudian didiamkan kembali pada suhu 4 °C.

Pembuatan Media GYP (Glucose Yeast Pepton) (Triana et al 2006)
Media GYP padat dibuat dengan mencampurkan 10 g glukosa, 10 g yeast
extract, 2 g beef extract, 5 g pepton, 1.4 g CH3COONa, 5 mL larutan garam (0.1
g MgSO4.7H2O, 0.1 g MnSO4.4H2O, 0.1 g FeSO4.7H2O, 0.1 g NaCl, 50 mL
akuades), 10 mL Tween 80, 20 g agar, dan 3.75 g CaCO3 dalam 1 liter akuades.
Selanjutnya, media dipanaskan dan disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit
pada 121ºC. Media dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan membeku.
Setelah dingin digunakan untuk menumbuhkan sel bakteri. Sedangkan media
GYP cair dibuat sama dengan cara di atas tetapi tanpa penambahan agar dan
CaCO3.

Penumbuhan dan Pemanenan sel L. plantanum
Inokulum digoreskan pada permukaan media GYP padat dalam cawan petri
dengan jarum inokulasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari.
Bakteri yang tumbuh ditanam pada 20 mL media GYP cair sebagai starter dan

7

diinkubasi semalam hingga mencapai nilai OD600=1. Sebanyak 500 μL starter
diinokulasi kedalam 10 mL media GYP dan diinkubasi selama 3 jam. Sel bakteri
tersebut dipanen dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 15
menit. Pelet yang terbentuk dicuci dengan akuades dan ditambahkan buffer borat
pH 8.

Imobilisasi L. Plantanum Pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan
(Modifikasi Campanella et al. 1999)
Membran direndam
dalam 20 μL Lactobacillus plantarum yang
diresuspensi dengan buffer borat pH 8 selama 3 jam. Membran yang telah
direndam kemudian diletakkan pada permukaan elektroda, dilapisi dengan dengan
membran dialisis, dan diikat dengan O-Ring rubber. Apabila elektroda tidak
digunakan, elektroda direndam pada bufer borat pH 8 dan disimpan pada suhu
4°C.

Pengukuran Elektrokimia
Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan metode voltametri siklik
menggunakan eDAQ potensiostat (Ecorder 410) yang dilengkapi perangkat lunak
Echem v2.1.0. Elektrode yang digunakan adalah elektrode Ag/AgCl, platina, dan
pasta karbon yang berturut-turut sebagai elektrode pembanding, elektrode
pembantu, dan elektrode kerja. Parameter pengukuran dibuat sebagai berikut:
Mode
: Cyclic
Initial
: 0 mV
Final
: 0 mV
Rate
: 200 mV/s
Step W
: 20 ms
Upper E
: 1000 mV
Lower
: 0 mV
Range
:2V
Larutan bufer borat dengan pH 8 sebanyak 2 mL ditambahkan ke dalam sel
pengukuran, lalu puncak arus yang terbentuk diamati sebagai puncak
blanko. Setelah itu, ditambahkan 2 mL asam urat dan diukur kembali perubahan
puncak arus anoda yang terjadi.

Optimasi Aktivitas Sel L. Plantarum yang Diimobilisasi pada Membran
Zeolit/Kappa-Karaginan
Optimasi dilakukan untuk aktivitas urikase dari sel L.plantarum adalah
variasi berat zeolit (10-50 mg), konsentrasi asam urat (0.1-3.0 mM), dan

8

konsentrasi kappa-karaginan (1-3 %, w/v). Metode yang digunakan untuk
pengoptimuman aktivitas urikase adalah Respon Surface Method. Metode ini
mengkombinasikan variabel bebas yang nantinya kombinasi tersebut digunakan
untuk mendapatkan nilai aktivitas yang optimum. Kombinasi variabel bebas untuk
optimasi aktivitas sel L.plantarum disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kombinasi berat zeolit, konsentrasi karaginan, dan konsentrasi asam urat
untuk optimasi aktivitas sel L.plantarum
No

Berat zeolit (mg)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

30
30
50
10
10
50
10
50
30
50
30
30
30
30
10
30
30
30
10
50

Konsentrasi kappakaraginan (%)
2
2
3
1
1
2
3
3
2
1
2
3
2
2
2
1
2
2
3
1

Konsentrasi asam
urat (mM)
1.55
3.00
0.10
0.10
3.00
1.55
3.00
3.00
1.55
0.10
1.55
1.55
1.55
0.10
1.55
1.55
1.55
1.55
0.10
3.00

Penentuan Parameter Kinetika
Penentuan parameter kinetik enzim urikase yang berasal dari sel
Lactobacillus plantarum yang diimobilisasi ditentukan dengan menggunakan
persamaan Michealis-Menten, yaitu :
���
]
� [
=
�� + [
]

���
dengan �
adalah respon arus maksimal yang terukur (apperent), �� adalah
konstanta Michaelis-Menten dan [Asam urat] adalah konsentrasi asam urat.
Persamaan yang diperoleh selanjutnya dibuat turunannya berupa plot LineweaverBurk.

9

Penentuan Parameter Analitik (Harmita 2004)
Penentuan parameter yang dilakukan pada percobaan ini antara lain
linearitas, limit deteksi, dan limit kuantitas. Liniearitas ditentukan dengan melihat
nilai koefisien korelasi. Limit deteksi dan limit kuantitas ditentukan dengan
rumus:
.
�=

Keterangan:
Q
: LOD (Limit deteksi) atau LOQ (Limit Kuantitas)
Sb
: simpangan baku
k
: 3 (LOD), k=10 (LOQ)
b
: kemiringan atau slope.

Penentuan Stabilitas Biosensor Asam Urat
Stabilitas diuji dengan melihat aktivitas relatifnya sampai terjadi penurunan
stabilitas. Persen aktivitas urikase diukur dengan rumus:
� �

� �

=



� � − ��
��

%

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi Zeolit
Sampel yang diambil adalah zeolit alam dihaluskan hingga mencapai ukuran
400 mesh. Menurut Wennerstrum et al (2002), pengubahan ukuran sampel
dimaksudkan untuk meningkatkan luas permukaan bidang kontak, menghasilkan
ukuran partikel yang sesuai untuk kegunaannya. Serbuk zeolit kemudian di
aktivasi menggunakan metode kimia dengan penambahan HCl dengan konsentrasi
bervariasi antara 0.5 M, 1M, dan 3 M. Zeolit teraktivasi kemudian dilakukan
pengujian nilai KTK. Hasil uji nilai KTK dari beberapa sampel zeolit disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji nilai KTK zeolit alam Bayah
No
1
2
3
4

Konsentrasi HCl (M)
0
0.5
1
3

Nilai KTK (me/100g)
82.05
81.45
76.20
68.14

10

Pada penelitian ini digunakan zeolit dengan aktivasi HCl 0.5 M, hal ini
dikarenakan zeolit tersebut memiliki nilai KTK tinggi meskipun nilai tersebut
lebih rendah dibandingkan dengan nilai KTK zeolit tanpa aktivasi. Hal ini
dikarenakan, perlakuan asam akan menurunkan nilai KTK namun disisi lain
logam pengotor pada permukaan zeolit hilang sehingga kemurnian zeolit menjadi
lebih tinggi. Zeolit yang teraktivasi dengan zeolit 0.5 M dipilih dibanding dengan
zeolit teraktivasi lain karena nilai KTK yang lebih tinggi sehingga lebih bersifat
hidrofilik dan daya adsorpsi lebih kuat sehingga cocok digunakan untuk media
pengimobilisasi sel L.plantarum (Ozkan & Ulku, 2005).
Berdasarkan puncak arus yang dihasilkan, zeolit yang diaktivasi
menggunakan HCl 0.5 M menunjukkan arus yang lebih tinggi dibanding dengan
aktivasi menggunakan HCl dengan konsentrasi lain. Arus yang lebih tinggi
menunjukkan bahwa aktivitas dari sel L.plantarum yang diimobilisasi pada
membran zeolit/kappa-karaginan tinggi. Tabel 3 dan Gambar 1 menunjukkan
puncak arus dari aktivitas sel L.plantarum yang diimobilisasi pada membran
zeolit/kappa-karaginan dengan berbagai macam konsentrasi HCl yang digunakan
untuk aktivasi zeolit.
Tabel 3

Puncak arus dari aktivitas sel L.plantarum yang diimobilisasi pada
membran zeolit/kappa-karaginan dengan berbagai konsentrasi HCl

No
1
2
3
4

Konsentrasi HCl (M)
0
0.5
1
3

I (mA)
0.0036
0.0126
0.0035
0.0061

HCl 0 M
HCl 0,5 M
HCl 1 M
HCl 3 M

0,00004
0,00003

I (mA)

0,00002
0,00001
0,00000
-0,00001
-0,00002
0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

E (V)

Gambar 1 Voltamogram aktivitas sel L.plantarum yang diimobilisasi pada
membran dengan variasi konsentrasi HCl

11

Pembuatan dan Pencirian Elektroda Pasta Karbon
Elektroda pasta karbon difabrikasi dari serbuk grafit, Q0 (2,3-dimetoksi-5metil-1,4-benzoquinon) sebagai mediator dan parafin sebagai agen pengikat
dengan perbandingan antara grafit dan parafin adalah 2:1 (w/v). Q0 digunakan
sebagai mediator dikarenakan respon arus oksidasi yang dihasilkan Q0 paling
tinggi diantara mediator lain (Widyatmoko 2012). Mediator berperan dalam
proses transfer elektron dari bioreseptor ke transduser sehingga arus yang
dihasilkan menjadi lebih baik (Trivadila 2011). Hasil pengukuran respon arus
oksidasi pada beberapa mediator ditunjukkan oleh Tabel 4.
Elektroda pasta karbon kemudian dikarakterisasi menggunakan larutan
K3[Fe(CN)6] 0.01 M dalam larutan KCl 0.1 M. Pengukuran dilakukan
menggunakan metode voltametri siklik dengan rentang potensial 0-1000 mV
sebanyak 5 siklik. Hasil karakterisasi ditunjukkan pada Gambar 2.
Tabel 4 Puncak arus oksidasi dari mediator K3[Fe(SCN)6], 2,3-dimetoksi-5-metil1,4 benzoquinon (Q0) dan ferosena
Mediator
Q0
Ferosena
K3[Fe(SCN)6]
(Widyatmoko 2012)

Ipa (μA)
28,9267
5,3767
3,5700

I (mA)

KCl 0,1 M
K3[Fe(CN)6] 0,01 M
1,0x10

-5

5,0x10

-6

0,0

-5,0x10

-6

-1,0x10

-5

-1,5x10

-5

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

E (V)

Gambar 2 Voltamogram karakterisasi elektroda pasta karbon menggunakan
larutan K3[Fe(CN)6] 0.01 M

12

Voltamogram larutan blangko KCl 0.1 M tidak menunjukkan adanya
puncak sedangkan voltamogram larutan K3[Fe(CN)6] 0.01 M menunjukkan
adanya puncak arus anodik dan pada tegangan sekitar 0.500 V dan puncak arus
katodik pada tegangan sekitar 0.300 V. Puncak arus anodik dan katodik
mengindikasikan bahwa elektroda tersebut mampu mengalirkan elektron dengan
baik sehingga reaksi redoks dapat berlangsung.
Munculnya puncak anodik dan katodik terjadi karena di dalam sel
elektrokimia terjadi reaksi redoks yang bersifat reversibel pada keadaan
setimbang. Reaksi yang terjadi pada saat karakterisasi adalah:
Reaksi reduksi

: [Fe(CN)6 ]3- + e →[Fe(CN)6 ]4-

Reaksi oksidasi

: [Fe(CN)6 ]4- →[Fe(CN)6 ]3- + e

Penumbuhan dan Pemanenan Sel L. plantanum
Sel bakteri yang digunakan merupakan sel L.plantarum Mar 8 yang
merupakan bakteri yang menghasilkan enzim urikase dengan aktivitas yang lebih
besar dari bakteri penghasil enzim urikase lain seperti Bacillus. Penelitian
mengenai bakteri penghasil enzim urikase telah dilakukan oleh Mardiah (2010)
yang meneliti aktivitas urikase yang dihasilkan dari sel L.plantarum sedangkan
Nurjayati (2010) meneliti aktivitas urikase dari sel Bacillus. Hasilnya sel
L.plantarum memiliki aktivitas sebesar 0,0842-0,1073 U/mL sedangkan sel
Bacillus memiliki aktivitas sebesar 0,0322-0,0570 U/mL sehingga untuk
penelitian ini digunakan sel L.plantarum sebagai penghasil enzim urikase.

Imobilisasi Sel L.plantarum pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan dan
Pengujian Aktivitas
Suatu sel atau mikroorganisme lain umumnya memilki sifat yang kurang
stabil sehingga dibutuhkan suatu media yang berfungsi untuk menjaga agar sel
tetap terjaga ketika diaplikasikan sebagai bioreseptor pada biosensor. Proses
imobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai teknik salah satunya adsorbsi
menggunakan zeolit. Zeolit yang digunakan adalah zeolit jenis klinoptilolit yang
memiliki luas permukaan 6.35 m2 dan jari-jari 16.23 Å (Ginting et al. 2007). Jarijari pori yang sangat kecil tersebut menyebabkan sel L.plantarum tidak mampu
masuk ke dalam pori, namun hanya teradsopsi pada permukaan zeolit.
Cara lain yang dapat ditempuh agar sel L.plantarum mampu teradsorpsi
adalah dengan proses aktivasi dan memperluas permukaan bidang sentuh dengan
cara memperkecil ukuran zeolit. penambahan kappa-karaginan dalam membran
juga diharapkan mampu menjadi media penjerat sel sehingga sel mampu bertahan
lebih lama.

13

Mekanisme pendeteksian biosensor asam urat menggunakan sel
L. plantarum yang telah diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan
ditunjukkan pada Gambar 3. Puncak arus yang keluar pada voltamogram terjadi
karena adanya reaksi antara bioreseptor dengan substrat. Mula-mula sel L.
plantarum yang telah diimobilisasi pada membran zeolit/kapppa-karaginan akan
mensekresikan enzim urikase. Apabila ke dalam sel pengukuran ditambahkan
dengan substrat dalam penelitian ini asam urat maka akan terjadi reaksi
pemecahan cincin purin pada struktur asam urat sehingga akan diperoleh produk
allantoin dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tersebut yang akan
mengalami reaksi redoks sehingga terjadi transfer elektron. Proses percepatan
transfer elektron dibantu oleh mediator Q0. Sinyal yang keluar dari hasil reaksi
tersebut selanjutnya diubah oleh transduser menjadi sinyal yang bisa dibaca,
dalam penelitian ini sinyal tersebut diubaah menjadi kuat arus yang terbaca pada
puncak katoda maupun anoda. Berikut reaksi yang terjadi:
OH
N
HO

O

H
N
OH + O2 + H2O
N

urikase

N

O
H2N

asam urat

NH

O
N
H

alantoin

+ CO2 + H2O2

N
H

+

H2O2 ↔ O2 + 2H + 2e
Voltamogram aktivitas sel yang telah terjerat pada membran zeolit-kappa
karaginan dapat dilihat pada Gambar 4. Keberhasilan imobilisasi sel pada
membran tersebut dapat dilihat adanya puncak oksidasi yang dihasilkan akibat
adanyan reaksi antara sel dengan asam urat sebagai analitnya pada tegangan 0,40,7 volt (Widyatmoko 2012).

Sel + zeolit/kppa-karaginan

Gambar 3 Mekanisme pendeteksian biosensor asam urat

14

I (mA)

Buffer borat pH 8
Buffer borat + asam urat 3 mM
1,4x10

-5

1,2x10

-5

1,0x10

-5

8,0x10

-6

6,0x10

-6

4,0x10

-6

2,0x10

-6

0,0
-2,0x10

-6

-4,0x10

-6

-6,0x10

-6

-8,0x10

-6

-1,0x10

-5

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

E (V)

Gambar 4 Voltamogram sel L.plantarum yang terimobilisasi
Proses penjeratan dilakukan melalui proses penyerapan larutan sel
L.plantarum oleh membran. Membran akan mengembang ketika ditetesi sel, hal
ini dikarenakan adanya pori dan ketiadaan air pada membran. Membran yang
mengembang mengindikasikan bahwa sel telah terjerat di dalamnya (Campanella
et al. 1999). Kekuatan gel dari karaginan menentukan proses imobilisasi sel. Gel
yang kuat mampu mempersempit pori-pori sehingga sel yang telah terjerat tidak
akan mudah lepas. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dari sel
tersebut (Tosa et al. 1979).
Pada penelitian ini, imobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan
menghasilkan arus puncak sebesar 0.0148 mA. Hasil ini tiga kali lebih tinggi dari
puncak arus yang dihasilkan oleh penelitian sebelumnya yang hanya
menggunakan zeolit sebagai media imobilisasi sel L.plantarum yang berkisar
antara 0.0042 mA (Widyatmoko 2012) dan 0.0051 mA (Kamal 2013) sehingga
dapat dikatakan bahwa imobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan mampu
meningkatkan arus puncak yang dihasilkan.

Optimasi L. plantarum pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan
Metode yang digunakan untuk optimasi adalah Respon Surface Method.
Variabel yang diuji pengaruhnya antara lain berat zeolit, konsentrasi kappakaraginan (w/v), dan konsentrasi asam urat terhadap arus. Hasil optimasi
menunjukkan konsentrasi asam urat berpengaruh secara signifikan terhadap arus
yang dihasilkan, hal ini dilihat dari nilai P < 0.05. Hasil analisis pengaruh variabel
terhadap arus dapat dilihat pada Tabel 5. Kontur antara berbagai variabel dengan
arus ditunjukkan pada Gambar 5.

15

Tabel 5 Hasil analisa pengaruh variabel terhadap arus
Faktor
Konstanta
Berat zeolit
Konsentrasi karaginan
Konsentrasi asam urat
R-sq = 92.81 %

Koefisien
5.45 x 10-3
1.39 x 10-3
-0.36 x 10-3
2.19 x 10-3
R-sq (adj) = 82.02 %

3,0

2,0

Hold Values
berat zeolit 50

1,5

1,0

0,5

1,0

Arus (mA)
< 0,002
– 0,004
– 0,006
– 0,008
– 0,010
– 0,012
– 0,014
> 0,014

0,002
0,004
0,006
0,008
0,010
0,012

2,5
konsentrasi asam urat

konsentrasi asam urat

3,0

Arus (mA)
< 0,004
0,004 – 0,006
0,006 – 0,008
0,008 – 0,010
0,010 – 0,012
0,012 – 0,014
> 0,014

2,5

P
0.000
0.064
0.582
0.008

2,0

Hold Values
konsentrasi karaginan 2

1,5

1,0

0,5

1,5
2,0
2,5
konsentrasi karaginan

3,0

10

20

30
berat zeolit

40

(b)

(a)

3,0

konsentrasi karaginan

50

Arus (mA)
< 0,002
– 0,004
– 0,006
– 0,008
– 0,010
– 0,012
– 0,014
> 0,014

0,002
0,004
0,006
0,008
0,010
0,012

2,5

Hold Values
konsentrasi asam urat

2,0

3

1,5

(c)
1,0
10

20

30
berat zeolit

40

50

Gambar 5 Kontur (a) pengaruh konsentrasi kappa-karaginan dan konsentrasi
asam urat terhadap arus, (b) pengaruh berat zeolit dan konsentrasi
asam urat terhadap arus, (c) pengaruh berat zeolit dan konsentrasi
kappa-karaginan terhadap arus
Warna pada kontur menunjukkan besarnya arus pengukuran. Kontur dengan
warna hijau tua menunjukkan bahwa arus yang terukur merupakan arus
maksimum. Gambar 5 menunjukkan bahwa sel L.plantarum memberikan respon
arus optimum ketika diimobilisasi pada membran dengan komposisi zeolit 50 mg
(Gambar 5b dan 5c) serta konsentrasi kappa karaginan 2% (Gambar 5a).
Sedangkan konsentrasi asam urat optimum pada konsentrasi 3 mM (Gambar 5a
dan 5b). Dengan menggunakan Response Optimizer pada software minitab
diperoleh hasil bahwa kondisi optimum aktivitas sel L.plantarum pada konsentrasi

16

karaginan 2%, berat zeolit 50 mg, dan konsentrasi asam urat 3 mM. Pada proses
optimasi digunakan pH 8 dan suhu 32.5°C ± 2.5 °C.

Analisis Parameter Kinetika Enzim Urikase dari Sel L.plantarum
Pengukuran kinetika enzim urikase dilakukan untuk melihat kespesifikan
suatu enzim. Pengukuran kinetika enzim yang dilakukan adalah pengukuran
konstanta Michaelis-Menten nyata (KM) dan kecepatan reaksi nyata (Vmax) yang
dianalogikan dengan arus maksimum nyata (Imaks) pada pengukuran ini. Metode
yang digunakan adalah Lineweaver-Burk. Besarnya nilai KM dan Vmax dalam hal
ini dianalogikan dengan Imax. Grafik hubungan antara 1/[asam urat] dengan 1/Ipa
ditunjukkan pada Gambar 6. Besarnya nilai KM dan Vmax berturut-turut adalah
2.86 mM dan 1.8 µA.
Besarnya nilai KM dan Vmax urikase dari sel L.plantarum yang digunakan
berbeda dengan hasil yang diperoleh dari pengukuran parameter kinetik urikase
murni yang bersumber dari Candida utilitis. Pada penelitian sebelumnya nilai KM
dan Vmax yang diperoleh sebesar 3.1397 x 10-3 mM dan 7.4936 µA (Iswantini et
al. 2013). Nilai KM mengindikasikan kuat lemahnya suatu enzim dalam mengikat
substrat. Semakin besar nilai KM semakin lemah enzim mengikat substrat dan
sebaliknya. Pada penelitian ini, nilai KM yang diperoleh besar yang artinya enzim
kurang terikat kuat pada substrat. Hal ini dikarenakan bebrapa faktor antara lain
perbedaan sumber enzim urikase yang digunakan. Enzim urikase yang digunakan
pada penelitian ini merupakan urikase yang dihasilkan oleh sel L.plantarum tanpa
pemurnian, sedangkan enzim yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah
enzim urikase murni yang diisolasi dari Candida utilitis. Selain itu, tidak
dilakukannya optimasi jumlah enzim urikase yang dihasilkan oleh sel L.plantarum
pada penelitian ini juga dimungkinkan berpengaruh terhadap jumlah enzim yang
dihasilkan oleh sel, semakin sedikit jumlah urikase yang dihasilkan akan
mempengaruhi kuat lemahnya ikatan dengan substrat.
300,00

1/I (mA-1)

250,00
200,00
y = 157,22x + 54,782
R² = 0,9603

150,00
100,00
50,00
0,00
0,30

0,50

0,70

0,90

1,10

1,30

1/[S] (mM-1)

Gambar 6 Grafik hubungan 1/[S] dengan 1/I

1,50

17

Pengukuran Parameter Analitik Biosensor Asam Urat
Parameter analitik yang diukur dari biosensor asam urat meliputi linearitas,
limit deteksi, dan limit kuantitas. Rentang linearitas biosensor asam urat pada
penelitian ini sebesar 2-2.6 mM dengan linearitas 99.59%. Grafik yang terbentuk
dapat dilihat pada Gambar 7. Sedangkan, limit deteksi dan limit kuantitas
berturut-turut 0.478 mM dan 1.598 mM. Limit deteksi menunjukkan konsentrasi
jumlah terkecil analit yang dapat dideteksi dan memberikan respon secara
signifikan dibandingkan dengan blangko (Harmita 2004). Pada penelitian ini limit
deteksi yang diperoleh lebih baik dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
Hamzah et al (2013) yang memperoleh nilai limit deteksi sebesar 0,58 mM untuk
biosensor asam urat dengan enzim urikase murni. Sedangkan limit kuantitas
menunjukan jumlah terkecil analit yang masih memenuhi kriteria cermat dan
seksama (Harmita 2004).
Dalam penelitian ini, limit kuantitas yang diperoleh sebesar 1.598 mM
artinya pada pengukuran asam urat sebesar 1.598 mM memberikan respon yang
cermat dan seksama. Sensitivitas biosensor asam urat dari besarnya persamaan
regresi adalah 0.8 μA mM-1 artinya setiap perubahan konsentrasi substrat 1 mM
biosensor asam urat mampu memberikan perubahan respon arus sebesar 0.8 μA.
Hasil ini masih jauh lebih rendah dibanding dengan hasil Kamal (2013) yang
memperoleh nilai sensitivitas 3,47 μA mM-1. Masih rendahnya nilai sensitivitas
yang diperoleh pada penelitian ini dikarenakan teknik entrapment yang digunakan
pada penelitian ini memiliki kekurangan yaitu adanya hambatan difusi pada
membran sehingga hal ini mempengaruhi respon sensor terhadap substrat yang
diukur. Untuk memperkecil hambatan difusi sehbaiknya membran dibuat dalam
bentuk thick layer.
y = 0,0008x - 0,0015
R² = 0,9959

8,E-04
7,E-04

ΔI (mA)

6,E-04
5,E-04
4,E-04
3,E-04
2,E-04
2

2,1

2,2

2,3

2,4
2,5
2,6
[asam urat] (mM)

2,7

Gambar 7 Linearitas biosensor asam urat

2,8

2,9

3

18

Stabilitas Biosensor Asam Urat
Pengukuran stabilitas dilakukan dengan cara membandingkan arus pada
setiap waktu dengan arus awal pengukuran. Hasil pengukuran stabilitas biosensor
ditampilkan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa sel L.plantarum yang
diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan mempunyai stabilitas yang
jauh lebih lama jika dibandingkan dengan tanpa proses imobilisasi.
Sel yang diimobilisasi mampu bertahan hingga 23 hari dengan sisa aktivitas
sebesar 80.43 %, sedangkan sel yang tidak diimobilisasi hanya mampu bertahan
selama 7 hari dengan sisa aktivitas sebesar 54.17 %. Pada penelitian sebelumnya
stabilitas biosensor asam urat mampu bertahan selama 22 hari dengan sisa
aktivitas sebesar 45.26% (Widyatmoko 2012) dan 77.28% (Kamal 2013).
Mulyasuryani dan Srihardiastutie (2011) melaporkan bahwa stabilitas biosensor
asam urat menggunakan enzim urikase murni yang diimobilisasi pada membran
nata de coco hanya bertahan selama 3 hari. Ali et al (2011) melaporkan bahwa
biosensor asam urat yang menggunakan enzim urikase murni sebagai bioreseptor
hanya bertahan selama 3 minggu dengan aktivitas sebesar 80%. Hal ini
menunjukkan bahwa biosensor asam urat menggunakan sel L.plantarum yang
diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan mampu meningkatkan
stabilitas biosensor asam urat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

110

Aktivitas relatif (%)

100

sel tidak
terimobilisasi

90

sel terimobilisasi

80
70
60
50
40
0

1

2

3

5

6
7
8
9
Waktu (Hari ke-)

12

14

16

Gambar 8 Stabilitas biosensor asam urat

23

19

Tabel 6 Perkembangan Biosensor Asam Urat
Stabilitas
Sisa aktivitas
Rentang
Linieritas
Linearitas
LOD
LOQ
%RSD
Sensitivitas
Pengimobilisasi

Widyatmoko 2012
22 hari
45.26%
zeolit

Kamal 2013
22 hari
77.28%
0.4-4 mM
97%
3.47 μA mM-1
zeolit

Penelitian ini
>23 hari
80.43%
2-2.6 mM
99%
0.478 mM
1.598 mM
3.44 %
0.80 μA mM-1
zeolit/κ-karaginan

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Imobilisasi urikase dari sel L.plantarum pada membran zeolit/kappakaraginan terbukti mampu meningkatkan aktivitas dan stabilitas dari biosensor
asam urat. Pada penelitian ini nilai konstanta Michaeles-Menten (KM) dan Vmax
pada penelitian ini berturut-turut 2.86 mM dan 0.0018 mA. Linearitas, limit
deteksi, dan limit kuantitas berturut-turut 0.9959, 0.478 dan 1.598 mM. Stabilitas
biosensor mampu bertahan selama 23 hari dengan sisa aktivitas sekitar 80%.

Saran
Imobilisasi urikase dari sel L.plantarum pada membran zeolit/kappakaraginan dapat diaplikasikan sebagai bioreseptor dalam biosensor asam urat.
Namun, untuk meningkatkan rentang analisis substrat perlu dilakukan optimasi
konsentrasi bakteri yang digunakan. Penambhan nutrisi bakteri juga dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan masa hidup dari
bakteri. Selain itu, perlu adanya peningkatan rentang liniaeritas dan sensitivitas
dari biosensor tersebut.

20

DAFTAR PUSTAKA
Ali SMU, Alvi NH, Ibupoto Z, Nur O, Willander M, Danielsson, B. 2011.
Selective potentiometric determination of uric acid with uricase immobilized
on ZnO nanowires. Sensors and Actuators B. 152: 241-247.
doi:10.1016/j.snb.2010.12.015.
Arif Z. 2011. Karakterisasi dan modifikasi zeolit alam sebagai bahan media
pendeteksi studi kasus: kromium heksavalen [Tesis]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Attala MM et al. 2009. Optimum conditions uricase enzyme production by
Gliomastix gueg. J Microbiol. 5:45-50.
Bhatia R, Gupta AK, Anup KS, Brinker CJ. 2000. Aqueous Sol-Gel Process for
Protein Encapsulation. Chem Mater. 12: 2434-2441. doi: 10.1021/cm000260f
CCC.
Buyukgungor H. 1992. Stability of Lactobacillus bulgaricus Immobilized in rccarrageenan bels. J Chem Tech Biotechnol.53: 173-175.
Campanella L, Favero G, Tomasetti M. 1999. Superoxide Dismutase biosensors
for superoxide radical analysis. Analytical Letters. 32 (13): 2559-2581. doi:
10.1080/00032719908542988.
Cordoves AIP, Valdes MG, Fernandes JCT, Luis GP, Garcia-Calzon JA, Garcia
Crumbliss AL, Stonehuerner JG, Henkens RW. 1993. A carrageenan
hydrogel stabilized colloidal gold multi-enzyme biosensor electrode
utilizing
immobilized horseradish
peroxidase
and cholesterol
oxidaselcholesterol esterase to detect cholesterol in serum and whole
blood. Biosensor&Bioelectronics. 331-337.
Elnashar MM, Awad GE, Ha