Penentuan Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari Sel Escherichia coli Menggunakan Zeolit Bayah sebagai Biosensor Antioksidan

PENENTUAN AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA
DISMUTASE DARI SEL Escherichia coli MENGGUNAKAN
ZEOLIT BAYAH SEBAGAI BIOSENSOR ANTIOKSIDAN

DINIE DIANITA BAKRI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Aktivitas
dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari sel Escherichia coli menggunakan

Zeolit Bayah sebagai Biosensor Antioksidan adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Dinie Dianita Bakri
NIM G44080049

iv

v

ABSTRAK
DINIE DIANITA BAKRI. Penentuan Aktivitas dan Stabilitas Superoksida
Dismutase dari Sel Escherichia coli menggunakan Zeolit Bayah sebagai
Biosensor Antioksidan. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO,

NOVIK NURHIDAYAT, dan DEDEN SAPRUDIN.
Biosensor antioksidan merupakan inovasi dalam mengukur aktivitas dan
kapasitas antioksidan yang lebih mudah, ketepatan hasil yang tinggi, dan
memanfaatkan makhluk hidup. Bakteri Escherichia coli diketahui menghasilkan
suatu enzim bernama SOD (superoksida dismutase) yang dapat dijadikan sebagai
sensor senyawa antioksidan. Kondisi optimum aktivitas antioksidan yang
diperoleh berdasarkan response optimizer adalah suhu 30 oC, pH 9, dan zeolit 150
mg untuk sel bakteri utuh E. coli dan suhu 40 oC, pH 9, dan zeolit 150 mg untuk
ekstrak E. coli. Nilai KM app dan Vmaks app SOD dari sel bakteri utuh E. coli
ditentukan dengan metode Hones-Wolf. Nilai KM app sebesar 0.2691 mM dan Vmaks
app sebesar 1.1806 µA. Stabilitas biosensor antioksidan sel bakteri utuh yang
diperoleh hanya berkisar 2-4 jam dengan aktivitas antioksidan sebesar 56.35%.
Kata kunci: biosensor antioksidan, E. coli, superoksida dismutase.

ABSTRACT
DINIE DIANITA BAKRI. Superoxide Dismutase Activity and Stability from
Escherichia coli cell on Bayah Zeolites as Antioxidant Biosensor. Supervised by
DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK NURHIDAYAT, and DEDEN
SAPRUDIN.
Biosensor is an innovation in measuring antioxidant activity and antioxidant

capacity that is easier, higher accuracy, by utilizing living things. Escherichia coli
has been known to produce SOD (superoxide dismutase), which can be a good
antioxidant sensor. The optimum conditions for antioxidant activity obtained by
response optimizer were 30 oC, pH 9, and 150 mg zeolites for E. coli whole cells
and 40 oC, pH 9, and 150 mg zeolites for the E. coli extract. KM app and Vmaks app
values of the SOD from E. coli cells were determined by Hones-Wolf method.
The KMapp and Vmaks app values were 0.2691 mM and 1.1806 µA, respectively.
Stability of antioxidants biosensor using bacterial cells was relatively stable
between 2 and 4 hours, and the antioxidant activity was only 56.35%.
Keywords: antioxidant biosensor, E. coli, superoxide dismutase.

vi

vii

PENENTUAN AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA
DISMUTASE DARI SEL Escherichia coli MENGGUNAKAN
ZEOLIT BAYAH SEBAGAI BIOSENSOR ANTIOKSIDAN

DINIE DIANITA BAKRI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

viii

Judul

Nama
NIM


Penentuan Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase Ui:111
Sel Escherichia coli Menggunakan Zeolit Bayah sebagai
Biosensor Antioksidan
Dinie Dianita Bakri

G44080049

Disetujui oleh

MScA

Dr Deden Sa rudin MS
Pembimbing III

MS

Tanggal Lulus:

1 0 SEP 2013


ix

Judul

:

Nama
NIM

:
:

Penentuan Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari
Sel Escherichia coli Menggunakan Zeolit Bayah sebagai
Biosensor Antioksidan
Dinie Dianita Bakri
G44080049

Disetujui oleh


Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc Agr
Pembimbing I

Dr Novik Nurhidayat
Pembimbing II

Dr Deden Saprudin, MS
Pembimbing III

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

x

xi


PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas hidayah dan anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Penentuan Aktivitas dan
Stabilitas Superoksida Dismutase dari Sel Escherichia coli menggunakan Zeolit
Bayah sebagai Biosensor Antioksidan”. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli
2012 – Februari 2013 di Laboratorium Genetika Mikrobiologi LIPI Cibinong,
Laboratorium Bersama IPB, dan Laboratorium Kimia Fisik IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dyah Iswantini Pradono
MSc Agr selaku pembimbing pertama, Dr Novik Nurhidayat selaku pembimbing
kedua, dan Dr Deden Saprudin MS selaku pembimbing ketiga yang telah
memberikan ilmu, bimbingan, dan saran selama penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Acun, Pak Mail, Mas Eko,
Pak Wawan, Mbak Ratih, dan Bu Ai yang telah membimbing selama penelitian
berlangsung. Kepada Liyonawati, Okik Widyatmoko, Lukman La Gia, dan Kak
Yuanita Eka selaku teman seperjuangan dalam penelitian biosensor.
Tak lupa untuk Papa, Mama, Kak Raisa Baharuddin, Wenny Oktalisa,
Fauziah Husnu, Hafizhia Dhikrul, Abang Citra Yanto, Kak Felicia Nanda, temanteman Kimia Angkatan 45 dan teman-teman karate yang juga telah memberikan
doa dan semangat untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan ilmu yang tertulis bisa

menjadi berkah bagi semuanya. Terima kasih.

Bogor, Juli 2013
Dinie Dianita Bakri

xii

xiii

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Biosensor Antioksidan
Escherichia coli dan Superoksida Dismutase
Zeolit Bayah
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Aktivasi Zeolit

Pembuatan Elektrode Pasta Karbon dengan Mediator Ferosena
Pengukuran Arus Elektrode Pasta Karbon
Penumbuhan Sel Bakteri E. coli dan Ekstraksi Sel E. coli
Optimasi Aktivitas Antioksidan Sel E. coli dan Ekstrak kasar E. coli
Pengukuran Aktivitas Antioksidan Sel E. coli
Penentuan Stabilitas Biosensor Antioksidan Sel Bakteri E. coli
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penumbuhan Sel E. coli dan Ekstraksi Sel E. coli
Arus Elektroda Pasta Karbon
Optimasi Aktivitas Antioksidan Sel E. coli
Aktivitas Antioksidan Sel E. coli
Stabilitas Biosensor Antioksidan Sel Bakteri E. coli
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xii
xii
1

3
3
4
5
6
6
6
6
7
7
7
8
8
8
8
9
10
13
15
17
17
21
30

xiv

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Skema alat biosensor antioksidan
Mekanisme pengukuran biosensor antioksidan
Morfologi Escherichia coli
Struktur zeolit jenis klipnotilolit
Voltamogram siklik arus elektroda pasta karbon
Voltamogram siklik sel bakteri dengan penambahan zeolit
Kontur sel bakteri dengan penambahan zeolit
Kontur ekstrak SOD dengan zeolit
Hubungan konsentrasi xantina dengan aktivitas antioksidan sel E. coli
dengan zeolit
10 Rentang linier antara xantina dengan aktivitas antioksidan sel E. coli dengan
zeolit
11 Alur Hanes – Woolf sel bakteri E. coli dengan zeolit
12 Kurva stabilitas biosensor antioksidan berbabasil sel bakteri E. coli dengan
penambahan zeolit

3
3
4
5
9
11
12
13
14
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Kombinasi faktor-faktor peubah bebas bakteri E. coli dengan penambahan
zeolit
3 Hasil optimasi bakteri E. coli dengan penambahan zeolit
4 Kombinasi faktor peubah bebas ekstrak kasar SOD E. coli dengan
penambahan zeolit
5 Hasil optimasi ekstrak kasar SOD E. coli dengan penambahan zeolit
6 Hasil pengukuran optimasi substrat xantina
7 Analisa kinetika dasar optimasi E. coli dengan metode Hones-Woolf
8 Stabilitas aktivitas bakteri E. coli

21
22
23
24
25
26
27
29

xv

1

1

PENDAHULUAN
Antioksidan adalah senyawa yang dapat memperlambat atau mencegah
proses oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas (Hudson 1990). Antioksidan
juga berfungsi sebagai pencegah munculnya radikal bebas yang dapat
mengganggu kesehatan tubuh. Tubuh mempunyai mekanisme antioksidan atau
antiradikal bebas secara endogenik (Dyatmiko et al. 2000). Namun, antioksidan
endogen tidak dapat mengatasi jumlah radikal bebas berlebih di dalam tubuh.
Oleh karena itu, penambahan antioksidan eksogen berupa asupan sayur dan buahbuahan sangat diperlukan untuk menangkal radikal bebas. Saat ini, senyawa
antioksidan juga dapat diaplikasikan pada produk kecantikan dan pengawet
makanan antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid (Bjelakovic et al.
2007). Adanya perkembangan teknologi menyebabkan metode konvensional
untuk pengukuran antioksidan semakin ditinggalkan dan beralih ke metode yang
lebih praktis salah satunya, yaitu biosensor.
Biosensor antioksidan merupakan salah satu inovasi baru dalam mengukur
aktivitas dan kapasitas antioksidan yang lebih mudah, ketepatan hasil yang tinggi,
dengan memanfaatkan makhluk hidup sebagai komponen pengenal hayati.
Biosensor merupakan metode penentuan kapasitas antioksidan yang tidak
dipengaruhi oleh cahaya dan diukur berdasarkan arus yang dihasilkan, salah
satunya adalah biosensor elektrokimia. Keunggulan biosensor antara lain lebih
sensitif dan sampel yang dibutuhkan sedikit sehingga dapat mendeteksi aktivitas
biosensor dengan baik serta dapat menentukan jumlah enzim yang dihasilkan oleh
sel mikroba (Ikeda et al. 1998 dan 2000). Penelitian menggunakan biosensor telah
banyak dilakukan, antara lain pengembangan sensor kolin dengan imobilisasi
kolin oksidase ke lapisan nanoporus (Langer et al. 2004), pengukuran hibridasi
DNA berdasarkan interaksi nanokomposit PANI (Wu et al. 2005), pengukuran
aktivitas penangkapan radikal bebas berbasis sitokrom c (Cortina-Puig et al.
2007), dan biosensor glukosa menggunakan mikroba asal Indonesia sebagai
komponen pengenal hayati (Iswantini et al. 2011).
Biosensor antioksidan menggunakan enzim murni memiliki kekurangan,
yaitu biaya yang mahal dan kestabilan enzim yang rendah. Kekurangan tersebut
dapat diatasi dengan penggunaan mikroba yang menghasilkan enzim sebagai
sensor. Sensor menggunakan mikroba memiliki keunggulan, yaitu sensor mikroba
lebih tahan lama dan biaya lebih murah karena tidak memerlukan pengisolasian
dan pemurnian enzim aktif. Selain itu, penggunaan sel bakteri dapat lebih mudah
diperoleh melalui perkembangbiakan dan enzim yang terkandung dalam sel
bakteri lebih banyak dan lebih terbaru dibandingkan dengan enzim murni.
Salah satu modifikasi yang dilakukan dalam penelitian biosensor, yaitu
penambahan matrik imobilisasi yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan
efisiensi enzim. Matriks imobilisasi yang sering digunakan antara lain biopolimer
seperti selulosa, karagenan, kitin, dan kitosan (Nazaruddin 2007), polimer sintetik
seperti polianilin dan polistirena, dan bahan anorganik seperti alumina berpori,
silika (Bhatia et al. 2000) dan zeolit (Balal et al. (2009), Goriushkina et al.
(2010).
Zeolit merupakan mineral dari abu vulkanik yang secara kimia memiliki
struktur tetrahedral berikatan dengan oksigen membentuk pori berukuran nano.

2

Zeolit sering digunakan sebagai penjerap, penukar kation, dan katalis. Hal tersebut
diakibatkan karena zeolit memiliki kemampuan selektivitas, stabil pada suhu
tinggi, stuktur yang stabil, dan stabil pada tekanan mekanik yang tinggi (Valdes et
al. 2006).
Zeolit terdiri dari zeolit sintetik dan zeolit alam. Zeolit sintetik memiliki
kelemahan yaitu cukup mahal dengan pembuatan yang cukup rumit dan kelebihan
yaitu nilai KTK tinggi diatas 100 cmol/kg. Kelebihan zeolit alam yaitu sudah
tersedia di alam sedangkan kekurangannya yaitu nilai KTK lebih rendah
dibandingkan dengan zeolit sintetik. Berdasarkan Arif (2011) jumlah zeolit alam
di Indonesia sangatlah banyak dengan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang
hampir diatas 50 cmol/kg (cukup baik untuk dijadikan matriks imobilisasi). Dari
hal inilah, zeolit dalam penelitian biosensor antioksidan menggunakan zeolit alam
berasal dari Bayah, Jawa Barat.
Penelitian menggunakan zeolit telah dilakukan oleh Goriushkina et al
(2010) dalam imobilisasi glukosa oksidase, dan Balal et al (2009) untuk
memodifikasi elektrode pasta karbon untuk mengukur kadar dopamin dan
triptofan. Hasil kedua penelitian tersebut, zeolit dapat meningkatkan nilai arus dan
stabilitas lebih tinggi untuk percobaan yang dilakukan secara berulang-ulang.
Selain itu, pengukuran yang diperoleh menjadi lebih selektif dan sensitif sesuai
dengan syarat efektivitas suatu biosensor.
Penelitian tentang biosensor antioksidan dengan menggunakan zeolit Bayah
telah dilakukan oleh Weniarti (2011). Penelitian tersebut menggunakan zeolit
pada ekstrak enzim SOD (superoksida dismutase) Deinococcus radiodurans
diperoleh nilai aktivitas SOD cenderung stabil selama 8 jam. Namun dalam
penelitian tersebut zeolit yang digunakan belum diaktivasi, penentuan konsentrasi
optimum ekstrak enzim SOD, dan stabilitas elektrode pasta karbon belum
dilakukan. Selain itu, zeolit Bayah juga digunakan dalam penelitian Liyonawati
(2013) dengan kestabilan biosensor selama 4 jam. Ini membuktikan bahwa zeolit
Bayah, cocok untuk dijadikan sebagai matriks imobilisasi.
Selain itu, penelitian Weniarti menggunakan bakteri D. radiodurans sebagai
sumber enzim SOD. Bakteri tersebut merupakan suatu bakteri non patogen
berbentuk bulat dengan diameter 3-5 µm serta memiliki dinding sel tebal
(Makarova et al 2001) sehingga sulit untuk mengekstraksi SOD. Selain itu,
bakteri ini memerlukan media yang cukup kompleks untuk menghasilkan koloni.
Oleh karena itu, dicoba menggunakan bakteri lain penghasil SOD, yaitu
Escherichia coli.
Proses penumbuhan bakteri E.coli tergolong lebih mudah karena cukup
ditumbuhkan pada media sederhana serta mudah dalam penanganannya. Bakteri
E. coli memiliki tingkat stabilitas yang tinggi dan lebih potensial sebagai
biosensor dibandingkan dengan bakteri lainnya seperti B. subtilis dan T. filiformis
(Ikeda et al. 2001). Salah satu biosensor antioksidan menggunakan E. coli telah
dilakukan oleh Liyonawati (2013) dimana E. coli diimobilisasi dalam elektroda
pasta karbon. Berdasarkan beberapa alasan sebelumnya, maka penelitian ini
bertujuan menentukan aktivitas dan stabilitas enzim SOD dari sel bakteri E. coli
menggunakan zeolit Bayah.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Biosensor Antioksidan
Biosensor merupakan perangkat sensor yang menggabungkan senyawa
biologi dengan suatu transduser. Senyawa aktif biologi tersebut berinteraksi
dengan molekul yang akan dideteksi (molekul sasaran). Hasil interaksi berupa
arus listrik, panas, potensial listrik yang ditunjukan oleh transduser dan diproses
menjadi sinyal (Gambar 1). Biosensor terdiri dari tiga unsur, yaitu unsur biologi,
transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal. Unsur biologi digunakan untuk
mendesain biosensor seperti enzim, DNA, jaringan, organel, bakteri dan jasad
renik.

Gambar 1 Skema umum tahapan operasi suatu biosensor secara elektrokimia
(Rivas et al. 2005)
Suatu biosensor berbasis elektrokimia pada dasarnya terdiri dari suatu
elektrode yang dimodifikasi. Proses modifikasi menyebabkan interaksi dengan
sampel melalui pengenalan urutan komplementernya, antara lain pH, kekuatan
ion, dan temperatur tertentu (Marraza 1999). Prinsip penelitian biosensor
elektrokimia berdasarkan pada daya hantar listrik yang memanfaatkan potensial
reduksi dari reaksi reduksi-oksidasi dimana reaksi redoks akan menghasilkan arus
yang akan sebanding dengan konsentrasi analat yang dianalisis (Martin 2011).
Salah satu biosensor yang sudah sering diujikan adalah biosensor
antioksidan. Biosensor antioksidan ini menggunakan mekanisme pengukuran
kapasitas antioksidan melalui reaksi redoks. Suatu enzim pengikat radikal (SOD)
akan mengoksidasi radikal superoksida yang berasal dari substrat menjadi O 2 dan
H2O2. Hasil dari reaksi tersebut dideteksi oleh elektrode tranduser sebagai sinyal
listrik dan menghasilkan grafik arus listrik yang menunjukan reaksi oksidasi dan
reduksi.

Gambar 2 Mekanisme pengukuran biosensor antioksidan
Kelebihan dari biosensor antioksidan berdasarkan penelitian terdahulu
antara lain hasil aktivitas arus yang dihasilkan tinggi, selektif, dan spesifikasi
reaksi yang dikatalisnya (Mateo et al. 2007). Selain itu, menggunaan sampel dari
bahan alami seperti teh dan produk herbal (Campanella et al. 2003), anggur

4

merah dan anggur putih (Campanella et al. 2004). Hasil korelasi yang sangat baik
antara metode biosensor dengan voltrametri siklik.

Escherichia coli dan Superoksida Dismutase
Bakteri Escherichia coli berasal dari filum Proteobacteria, kelas Gamma
Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, family Enterobacteriaceae, genus
Escherichia, dan spesies Escherichia coli (Holt et al. 1994). Bakteri ini memiliki
diameter 0.5 µm dengan panjang tubuh 2 µm dan berbentuk batang (Gambar 3).
Bakteri E. coli termasuk dalam bakteri gram negatif dan biasa hidup di kisaran
suhu 20-40 oC dengan suhu optimum 37 oC . Habitat alami E. coli terletak di
dalam splotan usus manusia dan hewan tingkat tinggi lainnya (Herawati 2012).
Selain itu, kelebihan bakteri ini antara lain memiliki tingkat stabilitas yang tinggi
dengan ketahanan periode hidup dan suhu tinggi (Iswantini et al. 2011).

Gambar 3 Morfologi Echerichia coli
Bakteri E. coli mengandung berbagai macam enzim didalam sitoplasma dan
permukaan periplasmanya. Enzim yang terdapat di bagian periplasma E. coli
antara lain glukosadehidrogenase (GDH) dan superoksida dismutase (SOD). SOD
merupakan suatu metaloenzim dan enzim detoksifikasi yang dapat mengoksidasi
radikal bebas menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (Mc Cord dan Fridovich
1969). Enzim SOD dihasilkan oleh bakteri yang mengkonsumsi oksigen dimana
enzim ini berperan sebagai pertahanan tubuh terhadap spesi oksigen reaktif hasil
efek samping metabolisme dan respirasi. Bakteri penghasil SOD lainnya adalah
Thermothrix sp., Deinococcus radiodurans, Rhodothermus sp., dan Bacillus sp
(Benov et al. 1996).
Berdasarkan kofaktor logam utamanya, SOD terbagi atas Cu/Zn-SOD, MnSOD, Fe-SOD, dan Ni-SOD (Buyukuslu et al. 2006). Mekanisme pembentukan
SOD berasal dari hasil oksidasi xantina dengan katalis xantina oksidae
(Campanella et al 2004), dengan mengkatalis radikal O2- menjadi hidrogen
peroksida (H2O2 dan oksigen) (Emregul 2005).
Xantin + H2O2 + O2 + Xantin oksidase  asam urat + 2H+ + O2
O2- + O2- + 2H+  O2 + H2O2
Kelebihan enzim SOD antara lain spesifik mengatalis radikal superoksida
menjadi oksigen dan peroksida, serta tahan terhadap panas saat diaplikasikan pada
makanan (Donnely et al. 1989). Faktor inilah yang menyebabkan SOD dapat
dimanfaatkan sebagai biosensor antioksidan.
Penelitian menggunakan E. coli sebagai biosensor telah sering dilakukan,
namun berbatas pada analisis enzim GDH sebagai biosensor glukosa. Iswantini et
al. (2011) menggunakan enzim didalam bakteri E. coli sebagai pengganti enzim

5

murni untuk biosensor glukosa dan metode elektrokimia dalam pengukuran
aktivitas enzim. Metode tersebut cukup efektif karena penggunaan enzim aktif
tidak memerlukan proses pemurnian. Selain itu, penggunaan E. coli sebagai
biosensor antioksidan juga telah dilakukan oleh Liyonawati (2013) dimana bakteri
dan ektrak kasar E. coli diimobilisasi dalam sebuah elektrode pasta karbon dan
diukur aktivitasnya. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa ekstrak E. coli
imobilisasi lebih stabil dibandingkan dengan bakteri E. coli imobilisasi.

Zeolit Bayah
Zeolit adalah batuan mineral berasal dari silika berbentuk halus dan
merupakan produk sekunder yang stabil pada kondisi permukaan yang berasal
dari proses pelapukan, sedimentasi, maupun aktivitas hidrotermal (Hamdan 2005).
Zeolit terdiri dari pori yang terbuka ke permukaan luar partikel sehingga terjadi
transfer massa. Pori memerangkap molekul atau ion dengan berbagai ukuran atau
melepaskan molekul lain yang tidak sesuai pori.
Sistem penjerapan zeolit dalam mengikat cairan yang direaksikan antara lain
karena faktor pori berukuran nano yang dimilikinya. Pori berukuran nano tersebut
bervariasi tergantung pada zeolit yang digunakan. Akibat adanya variasi bentuk
tersebut, pori memerangkap molekul atau ion dengan berbagai ukuran atau
sebaliknya melepaskan molekul lain yang tidak sesuai dengan ukuran pori.
Sintesis polimer anorganik in situ dalam zeolit alam menghasilkan material baru
yang memiliki kandungan sifat fisik dan kimia yang sangat berbeda
(Hadiyawarman et al. 2008).
Salah satu zeolit yang digunakan sebagai matriks imobilisasi biosensor
antioksidan adalah zeolit Bayah. Menurut PTBIN-BATAN, zeolit alam Bayah
mempunyai diameter tinggi, tahan terhadap suhu tinggi, berstruktur sangkar dan
termasuk dalam zeolit jenis klipnotilolit. Rumus molekul zeolit klipnotilolit yaitu
(Na4K4) (Al8Si40O96).24H2O dengan nilai kapasitas tukar kation pada zeolit Bayah
sebesar 48 cmol/kg (Arif 2011). Nilai kapasitas zeolit ini lebih rendah
dibandingkan dengan zeolit sintesis sekitar 250-450 cmol/kg (Supandi 1998).

Gambar 4 Struktur zeolit jenis klipnotilolit (Arif 2011)

6

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah sel bakteri Escherichia coli, media
pertumbuhan bakteri, xantina oksidase (XO), xantina, etanol 8%, grafit, ferosena,
larutan bufer fosfat pH 7-11, parafin cair, zeolit bayah, dan dimetil sulfoksida
(DMSO).
Alat-alat yang digunakan adalah eDAQ, Potentiostat-Galvanostat yang
dilengkapi dengan perangkat lunak Echem v2.1.0, sel elektrokimia,
DNA/Protein/Enzyme
Analyzer
BioSpec-1601
Shimadzu,
Ultrasonic
Homogenizer UH-150, laminar air flow, High Speed Refrigerated Centrifuge
KUBOTA 6500, eppendorf Centrifuge 5415 R, inkubator, autoklaf, pipet mikro,
dan alat kaca lazim.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu aktivasi zeolit, pembuatan
elektrode pasta karbon dengan mediator ferosena, pengukuran arus elektrode,
penumbuhan sel bakteri dan ekstraksi SOD, optimasi aktivitas sel E. coli dan
ekstrak SOD E. coli, pengukuran optimasi aktivitas antioksidan sel bakteri, dan
penentuan stabilitas biosensor antioksidan sel bakteri E. coli.
Aktivasi Zeolit
Zeolit sebanyak 50 gram dicuci dengan akuades hingga netral, disaring, dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC. Zeolit yang telah dikeringkan
diaktivasi dengan menambahkan larutan HCl 3M sebanyak 250 mL dalam gelas
piala dan diaduk selama 1 jam. Zeolit yang telah diaktivasi disaring dan dicuci
dengan akuades sampai netral. Larutan hasil saringan diuji kandungan klorin
dengan AgNO3 dan dicuci kembali dengan akuades sampai tidak mengandung
klorin. Setelah larutan netral dan bebas klorin, zeolit dikeringkan pada suhu 300
o
C selama 3 jam. Zeolit yang telah diaktivasi kemudian dihaluskan dan diayak
dengan ayakan 100 mesh.

Elektrode Pasta Karbon dengan Mediator Ferosena
Bubuk ferosena sebanyak 3 mg dilarutkan dengan 1 mL DMSO, kemudian
ditambahkan dengan grafit sebanyak 100 mg. Campuran grafit didiamkan hingga
cukup kering selama 2 jam dan diuapkan dengan pengering vakum. Grafit yang
telah kering ditambahkan dengan larutan parafin sebanyak 35 µL hingga terbentuk
pasta. Pasta karbon dimasukkan ke dalam batang elektrode hingga cukup padat
dan dihaluskan dengan amplas dan kertas minyak (Trivadilla 2011).

7

Pengukuran Arus Elektrode Pasta Karbon
Elektrode pasta karbon yang telah diperoleh selanjutnya diukur besar
arusnya dengan larutan elektrolit bufer fosfat pH 9. Elektrode dengan arus
tertinggi digunakan sebagai elektrode dalam penelitian. Elektrode pasta karbon
yang digunakan harus seragam panjang kawat Cu, besar diameter batang
elektrode, dan tinggi grafit pasta karbon pada elektrode.
Penumbuhan Sel E. coli dan Ekstraksi Sel E.coli
Bakteri ditumbuhkan pada media LB (Luria Bertani) miring selama 24 jam
dengan suhu inkubator sebesar 37 oC. Bakteri yang telah tumbuh dipindahkan ke
media LB cair 5 mL sebagai starter dan diinkubasi selama 24 jam sehingga
mencapai nilai OD610 = 0.5-1.0. Bakteri kemudian diinokulasi ke dalam media LB
cair 50 mL dan diinkubasi kembali selama 24 jam dengan suhu 37 oC. Sel bakteri
dipanen dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit
dan dicuci dengan akuades steril sebanyak 100 µL selama 10 menit. Setelah itu,
sel bakteri diresuspensikan dengan larutan buffer fosfat pH 7.5.
Pada pemecahan sel bakteri menjadi ekstrak kasar bakteri, suspensi
biomassa sel bakteri yang telah terpisah disonikasi dengan Ultrasonic
Homogenizer dengan pulse 50% dan output 5, dengan interval 10 x 2 menit
dengan interval berhenti setiap 1 menit. Sel bakteri yang telah disonikasi
kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit.
Ekstrak kasar bakteri diukur konsentrasinya dengan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm.
Optimasi Aktivitas Sel E.coli dan Ekstrak kasar E. coli
Sel bakteri dicampur dengan nanokomposit zeolit. Zeolit disuspensikan ke
dalam 5 mL larutan bufer fosfat yang telah dimasukkan sel bakteri sebanyak 20
µL. Campuran diaduk secara konstan selama beberapa saat. Hal ini bertujuan
untuk memberikan keadaan yang sama dengan lingkungan sebenarnya bagi
bakteri. Elektrode pasta karbon dimasukkan dan dilakukan pengukuran aktivitas.
Ekstrak kasar bakteri dicampur dengan nanokomposit zeolit. Zeolit
disuspensikan ke dalam 5 mL larutan bufer fosfat yang telah dimasukkan ekstrak
kasar bakteri sebanyak 20 µL. Campuran diaduk secara konstan selama beberapa
saat. Elektrode pasta karbon dimasukkan dan dilakukan pengukuran aktivitas.
Optimasi Aktivitas Antioksidan Sel E. coli dan Ekstrak kasar E. coli
Pengukuran secara elektrokimia dengan metode voltametri siklik
menggunakan seperangkat alat potensiostat/galvanostat eDAQ dan komputer
dengan perangkat lunak pengolah data Echem V2.1.0. Elektrode yang digunakan
antara lain elektrode Ag/AgCl sebagai pembanding, elektrode Pt/Ti sebagai
elektrode bantu, dan elektrode pasta karbon sebagai elektrode kerja. Parameter
yang digunakan dalam pengukuran antara lain, Mode: Clyclic, Initial E: -400 mV,

8

Final E: -400 mV, Rate: 250 mV/s, Step W: 20 ms, Upper E: 600 mV, Lower E: 400 mV, dan Range: 100 µV.
Senyawa radikal superoksida dihasilkan melalui reaksi enzimatis xantinaXO (xantin oksidase). Radikal tersebut didismustasi menghasilkan senyawa O 2
dan H2O2 dengan SOD. Larutan XO 0,1 U/mL sebanyak 100 μL ditambahkan
pada sel pengukuran dan puncak blangko adalah puncak arus anode yang
terbentuk. Selanjutnya seluruh enzim baik yang ekstrak bakteri maupun sel bakteri
utuh diukur masing-masing aktivitasnya. Substrat xantina 2,1 mM sebanyak 1 mL
ditambahkan dan diukur kembali perubahan puncak arus anode yang terjadi
(Trivadila 2011).
Variasi optimasi yang dilakukan pada sel dan ekstrak kasar bakteri meliputi
suhu 20-40 oC, pH 7-11, dan jumlah zeolit 50-250 mg. Variasi optimasi ini
diperoleh menggunakan perangkat lunak statistika Minitab dengan metode
Response Surface Method (RSM). Kombinasi yang diperoleh selanjutnya
dilakukan untuk mendapatkan nilai aktivitas optimumnya.
Pengukuran Aktivitas Antioksidan Sel E. coli
Proses uji aktivitas dilakukan pada rentang konsentrasi xantina 0,20 – 1,00
mM dengan interval 0,1 mM pada prosedur pengukuran elektrokimia. Selanjutnya
dibuat kurva hubungan antara konsentrasi xantina dan aktivitas bakteri E. coli.
Penentuan Stabilitas Biosensor Antioksidan Sel Bakteri E. coli
Elektrode pasta karbon yang telah buat kemudian digunakan untuk
mengukur aktivitas E. coli secara langsung. Seluruh nilai aktivitas yang diperoleh
pada pengukuran awal dianggap sebesar 100%. Aktivitas diukur kembali selama 8
jam dengan interval 2 jam. Persen aktivitas SOD diukur dengan menggunakan
rumus :

I saat ke-jam (A)
I saat awal (A)

× 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penumbuhan Sel E. coli dan Ekstraksi Sel E. coli
Pertumbuhan bakteri merupakan penambahan jumlah atau volume atau
ukuran sel bakteri mengikuti pola pertumbuhan tertentu berupa kurva
pertumbuhan sigmoid. Kurva pertumbuhan sigmoid terdiri dari empat fase, yaitu
fase log (fase lambat), fase eksponensial (fase cepat), fase stasioner (fase statis),
dan fase kematian populasi. Fase eksponensial merupakan fase metabolisme sel
paling aktif, dan sintesis badan sel sangat cepat dengan jumlah konstan hingga
fase habis. Media pertumbuhan bakteri salah satunya adalah LB. Media ini
mengandung tripton sebagai vitamin, NaCl sebagai sumber mineral, dan ekstrak
khamir sebagai nutrisi makanan bagi bakteri.

9

Proses pertumbuhan bakteri pada penelitian ini diawali dengan peremajaan
bakteri ke dalam media LB miring dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah tumbuh,
bakteri dipindahkan ke dalam media LB cair dan diinkubasi hingga mencapai nilai
OD610= 0.5. Nilai OD merupakan nilai kekeruhan kultur bakteri, dimana nilai
kekeruhan kultur berbanding lurus dengan jumlah sel bakteri (Purwoko 2007).
Selanjutnya bakteri dipisahkan dari media tumbuhnya dengan cara di sentrifugasi
dan direndam dengan larutan NaCl 0.85%. Larutan NaCl 0.85% berfungsi sebagai
pelarut yang disamakan dengan habitat hidup bakteri.
Bakteri E. coli merupakan bakteri Gram negatif dimana kandungan enzim
lebih banyak terdapat di dalam sitoplasma tubuhnya sehingga harus dilakukan
pemecahan sel bakteri. Enzim merupakan suatu molekul biologis bersifat selektif
untuk substrat yang ditargetkan dan memiliki aktivitas katalitik yang tinggi
(Putzbach 2013). Dinding sel bakteri yang berukuran sekitar 10-15 nm dipecah
menggunakan Ultrasonic Homogenizer dengan konsentrasi yang diperoleh
10680.60 µg/mL. Sel bakteri utuh dan ekstrak kasar bakteri yang diperoleh
kemudian diukur aktivitasnya.

Arus Elektroda Pasta Karbon
Penyeragaman elektroda pasta karbon dilakukan secara fisik dan kimia.
Perlakuan fisik dilakukan dengan menyamakan panjang kawat Cu sebesar 10 cm,
diameter batang elektrode sebesar 0.1 mm, dan tinggi grafit pasta karbon sebesar
0.1 mm. Perlakuan kimia dilakukan dengan pengukuran arus elektroda pasta
karbon menggunakan larutan elektrolit bufer fosfat pH 9. Larutan bufer fosfat
akan bereaksi dengan permukaan pasta karbon untuk menghasilkan arus berupa
voltamogram. Berikut contoh voltamogram yang dihasilkan oleh pasta karbon.
0.00002

Arus (µA)

0.00001

0.00000

-0.00001

-0.00002

-0.00003

-0.00004
-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

Potensial (V)

Gambar 5 Voltamogram siklik pengukuran arus elektroda pasta karbon
Gambar 5 merupakan bentuk voltamogram siklik elektroda pasta karbon
yang telah dilakukan secara berulang-ulang. Garis pertama yang muncul pada

10

voltamogram menunjukan garis proses oksidasi dengan adanya puncak arus
oksidasi. Garis kedua menunjukan proses reduksi yang terjadi pada elektrode
pasta karbon. Elektrode yang memiliki puncak arus oksidasi-reduksi dan rentang
voltamogram yang cukup seragam digunakan untuk pengukuran optimasi, uji
aktivitas, dan stabilitas biosensor selanjutnya.

Optimasi Aktivitas Antioksidan Sel
Optimasi sel bakteri dengan penambahan zeolit
Metode pengukuran optimasi aktivitas sel bakteri menggunakan metode
voltametri siklik. Voltametri siklik adalah metode analisis elektrokimia yang
didasarkan pada pengukuran arus listrik sebagai fungsi aliran potensial, dengan
potensial awal sama dengan potensial akhir (Hattu 2009). Analisis voltammetri
siklik sering dilakukan untuk analisis kimia salah satunya mempelajari reaksi
katalisis enzimatik dimana lebih ditekankan pada kinetika dan dinamika reaksi
(Skoog dkk.1998).
Optimasi aktivitas sel bakteri dilakukan beberapa variasi seperti suhu dan
pH larutan bufer fosfat (Lampiran 2). Campuran kemudian ditambahkan dengan
larutan XO dan xantina. Penambahan XO dan xantina pada bakteri akan terjadi
reaksi enzimatis xantina dengan xantina oksidae menghasilkan radikal
superoksida. Radikal superoksida akan didismutasi membentuk O 2 dengan katalis
enzim SOD sebagai reaksi :
+

•-

SOD

O2 + H2O2
2H + 2O2
Persamaan tersebut menjelaskan reaksi oksidasi-reduksi dalam
voltamogram yang secara bertahap menyebabkan kenaikan arus. Voltamogram
merupakan grafik hubungan antara arus dan potensial listrik dengan reaksi reduksi
dan oksidasi didalamnya (Hattu 2009). Berdasarkan hasil voltamogram, arus
puncak oksidasi meningkat seiring ditambahkan larutan. Hal ini menandakan
adanya aktivitas antioksidan berupa transfer elektron antara enzim dari sel E. coli
pada larutan dengan permukaan elektrode pasta karbon.
Hasil voltamogram menunjukan terjadi peningkatan arus oksidasi yang
menandakan bahwa zeolit mempengaruhi aktivitas antioksidan sel bakteri
(Gambar 6). Kondisi tersebut disebabkan zeolit memiliki kemampuan adsoprsi
terhadap adsorbat tertentu. Selain itu, kapasitas tukar ion dan selektivitas yang
tinggi dalam zeolit bisa digunakan untuk pengembangan biosensor (Valdes et al.
2006).
Mekanisme pengukuran biosensor antioksidan menggunakan elektrokimia
antara lain radikal bebas yang telah terikat dengan enzim SOD akan menghasilkan
elektron-elektron. Elektron-elektron tersebut akan ditangkap oleh mediator dan
terjadi reaksi bolak-balik yang akan menghasilkan elektron bebas. Elektron bebas
akan ditangkap oleh permukaan elektrode dan dikirimkan kepada transduser untuk
diolah menjadi data, dalam bentuk voltamogram.

11

PK nonfer
PK fer
PK fer+fer
bufer+fer+XO
bufer+fer+xo+xan

60

40

Arus (A)

20

0

-20

-40

-60
-0.4

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

Potensial (V) Vs Ag/AgCl

Gambar 6 Voltamogram siklik sel bakteri dengan penambahan zeolit
Hasil analisis RSM menunjukkan plot kontur yang baik dengan bulatan
sempurna pada bulatan lebih gelap yang menjelaskan nilai arus tertinggi. Kontur
merupakan garis-garis yang menunjukan nilai ekspektasi respon aktivitas berupa
arus minimum hingga maksimum. Plot kontur menunjukan Hold Values yang
akan digunakan sebagai Starting Value pada Response Optimizer. Response
Optimizer berfungsi untuk menganalisis kondisi optimum aktivitas antioksidan
dari sel bakteri. Hasil optimum yang diperoleh untuk sel bakteri dengan zeolit,
yaitu suhu 30 oC, pH 9, dan zeolit 150 mg (Gambar 7).
Hasil optimasi sel bakteri dengan penambahan zeolit ini berbeda dengan
hasil penelitian Weniarti (2011). Weniarti (2011) menunjukan bahwa dengan
menggunakan sel bakteri Deinococcus radiodurans dengan variasi pH, suhu, dan
zeolit yang sama, plot kontur tidak menunjukan nilai puncak maksimum sehingga
bakteri tidak memiliki aktivitas untuk meningkatkan puncak oksidasi. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa sel bakteri E. coli lebih baik digunakan sebagai
komponen pengenal hayati biosensor antioksidan dibandingkan dengan
Deinococcus radiodurans.

12

Gambar 7 Kontur sel bakteri dengan penambahan zeolit
Optimasi ekstrak kasar bakteri dengan penambahan zeolit
Bakteri E. coli mengandung beberapa enzim, antara lain enzim glukosa
dehidrogenase (GDH), enzim betalaktamase, enzim protease, dan enzim SOD.
Enzim SOD yang terkandung dalam E. coli terdiri dari dua jenis, yaitu Mn-SOD
yang terdapat dalam sitoplasma dan Cu/Zn-SOD yang terdapat dalam periplasma
(Gort 1999). Pada pengukuran optimasi ekstrak, dilakukan pemecahan sel bakteri
utuh (tanpa pemurnian). Hal ini dilakukan untuk memperoleh kandungan enzim
SOD yang lebih banyak. Selain itu, enzim merupakan komponen makhluk hidup
yang secara bertahap akan kehilangan aktivitasnya. Sehingga dibutuhkan
komponen tambahan lain berupa matriks imobilisasi seperti silika dan zeolit.
Pengukuran ekstrak kasar bakteri dengan penambahan zeolit dilakukan
variasi jumlah ulangan yang sama persis dengan sel bakteri utuh. Hasil plot kontur
pada metode ini memberikan nilai Hold Values dengan suhu 30 oC, bufer fosfat
pH 9, dan jumlah zeolit 150 mg (Gambar 8). Namun, arus maksimum tidak
terlihat pada grafik, tidak terjadi bulatan sempurna seperti pada plot kontur sel
bakteri, dan tidak memberikan nilai Response Optimizer. Hal dapat disebabkan
oleh rusaknya enzim SOD pada ekstrak kasar E. coli selama proses pengukuran.
Hasil penelitian apabila dibandingkan dengan Liyonawati (2013) sangat
berbeda, dimana ekstrak kasar E. coli memberikan nilai Response Optimizer
dengan suhu 40 oC, pH 7, dan jumlah zeolit 30 mg. Perbedaan tersebut disebabkan
oleh perbedaan proses pengukuran aktivitas. Liyonawati (2013) menggunakan
teknik imobilisasi enzim dimana ekstrak kasar dengan zeolit ditaruh dalam
permukaan elektrode pasta karbon. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa
perlakuan ekstrak kasar E. coli tidak cocok untuk dianalisa secara langsung.

13

Gambar 8 Kontur ekstrak SOD dengan zeolit

Aktivitas Antioksidan Sel E.coli
Uji aktivitas optimum substrat xantina dilakukan pada rentang 0.20-1.00
mM (interval 0.1 mM) menggunakan bufer fosfat pH 9.14, suhu 25 oC, zeolit
142.9293 mg. Variasi konsentrasi xantina dilakukan untuk mengetahui selisih arus
maksimum aktivitas antioksidan terhadap xantina. Suhu yang digunakan sebesar
25 oC bertujuan untuk memudahkan aplikasi biosensor antioksidan sehingga dapat
langsung digunakan pada suhu ruang.
Gambar 9 menunjukan grafik hasil variasi konsentrasi xantina terhadap
aktivitas antioksidan sel bakteri E. coli dengan penambahan zeolit yang identik
dengan kurva Michaelis-Menten. Gambar 9 memperlihatkan aktivitas antioksidan
yang berubah-ubah pada konsentrasi 0.5 mM dan 0.8 mM mengalami penurunan
arus. Pada konsentrasi selanjutnya arus mengalami peningkatan hingga mencapai
arus tertinggi di konsentrasi substrat xantina 0.7 mM. Hasil ini diambil rentang
linieritas sel bakteri E. coli 0.2-0.7 mM.
Hasil ini berbeda dengan reaksi katalisis oleh enzim pada berbagai
konsentrasi substrat yang seharusnya mengalami 2 fase, yaitu (1) jika konsentrasi
substrat masih rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya terikat
substrat (2) jika jumlah molekul substrat meningkat maka daerah yang aktif terikat
seluruhnya oleh substrat (Trivadilla 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas
antioksidan sel bakteri yang mengandung SOD belum seluruhnya terikat dengan
substrat xantina.

Aktivitas Antioksidan Sel E. coli
(µA)

14

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

[xantina] (mM)

Aktivitas Antioksidan Sel E. coli
((µA)

Gambar 9 Hubungan konsentrasi xantina dengan aktivitas antioksidan sel E. coli
dengan zeolit
1.2
1
0.8

y = 0.475x + 0.501
R² = 0.726

0.6
0.4
0.2

0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

[xantina] (mM)

Gambar 10 Rentang linier antara xantina dengan aktivitas antioksidan sel E. coli
dengan zeolit
Gambar 10 menunjukkan linieritas xantina dan aktivitas sel E. coli. Nilai
kisaran linieritas yang diperoleh masih cukup rendah sebesar 0.726. Hal ini
disebabkan hanya kandungan enzim SOD dalam periplasma E. coli yang berikatan
dengan substrat. Enzim SOD pada sitoplasma belum seluruhnya berinteraksi
dengan substrat.
Penentuan kinetika enzim menggunakan parameter konstanta MichaelisMenten (KM app) dan laju reaksi maksimum nyata (Vmaks app). Parameter tersebut
dimasukkan ke dalam metode Lineweaver-Burk, Hanes-Woolf, dan EadieHofstee. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2), nilai metode Hanes-Woolf
lebih besar dibandingkan dengan kedua metode lainnya sehingga pada penelitian
sel E. coli + zeolit secara langsung mengikuti metode Hanes-Woolf.
Berdasarkan metode Hanes-Woolf diperoleh persamaan garis y=0.847x +
0.228 dengan R2=0.851. Melalui persamaan ini diperoleh nilai KM app sebesar
0.2691 mM dan Vmaks sebesar 1.1806 µA. Nilai KM app merupakan nilai perkiraan

15

disosiasi konstan antara enzim dengan substrat, semakin kecil nilai KM app maka
semakin kuat enzim mengikat substrat. Nilai Vmaks adalah indikator aktivitas enzim
dimana semakin besar nilainya maka semakin tinggi aktivitas enzim. Dari nilai KM
app dapat dikatakan bahwa enzim SOD E. coli lebih kuat mengikat substrat xantina
dan melalui nilai Vmaks dapat dikatakan bahwa aktivitas enzim SOD E. coli sangat
tinggi.
Nilai KM app ini lebih kecil dibandingkan nilai KM app pada penelitian Weniarti
(2011), yaitu 1.096 mM hampir mendekati nilai KM app SOD murni sebesar 0.355
mM (Sigma-Aldrich 2011). Perbedaan nilai tersebut berhubungan dengan
perbedaan jenis bakteri penghasil SOD dan tingkat kemurnian enzim. Pada sel
bakteri E. coli, enzim SOD terdapat dalam periplasma tubuh dengan jumlah yang
lebih kecil sehingga enzim bisa lebih kuat mengikat substrat. Dapat disimpulkan
bahwa perbedaan sumber enzim akan mempengaruhi nilai aktivitas karena adanya
pengaruh respon terhadap lingkungan.

1.2

[xantina]/I

1
0.8

y = 0.847x + 0.228
R² = 0.851

0.6
0.4
0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

[xantina] (mM)

Gambar 11 Plot Hanes – Woolf sel bakteri E. coli dengan zeolit
Stabilitas Biosensor Antioksidan Sel Bakteri E. coli
Stabilitas aktivitas bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kestabilan elektrode, pengaruh matriks imobilisasi, serta pengaruh lingkungan
seperti suhu dan pH. Salah satu elektrode kerja yang memiliki kestabilan cukup
tinggi yaitu elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan pada pemilihan elektrode kerja, antara lain sifat redoks analit,
arus latar belakang pada daerah potensial pengukuran, keberulangan permukaan
elektrode, dan biaya pembuatannya (Wang 2000). Penambahan ferosena berfungsi
sebagai mediator untuk meningkatkan sensitivitas karena sifatnya stabil, memiliki
potensial redoks yang lebih rendah dari potensial analat, tidak bereaksi langsung
dengan substrat enzim, dan kurang sensitif terhadap pH dan efek kekuatan ion
(Trivadilla 2011). Selain itu, pemilihan matriks imobilisasi menggunakan zeolit
alam yang memiliki sisi aktif pada permukaan pori untuk lebih melindungi bakteri
dari perubahan suhu dan pH ekstrem.

16

Pengukuran stabilitas aktivitas bakteri E.coli dilakukan dengan konsentrasi
maksimum substrat xantina 0.7 mM, pH 9.14, suhu 25 oC, dan zeolit sebanyak
150 mg dengan waktu pengukuran selama 8 jam. Kurva stabilitas (Gambar 12)
menunjukan hubungan antara waktu pengukuran dengan aktivitas antioksidan
(%). Hasil stabilitas menunjukan nilai grafik yang cenderung menurun setiap dua
jamnya. Pada dua jam pertama, nilai stabilitas aktivitas stabil, namun, pada jam
ke-4 stabilitas mulai turun hingga mencapai 56.35%, nilai ini masih dikatakan
cukup stabil karena masih berada diatas 50%. Pada jam ke-enam, nilai stabilitas
mulai menurun drastis hingga mencapai 31.33% dan terus menurun hingga
24.83%. Berdasarkan nilai ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas bakteri E. coli
secara langsung yang diukur dengan metode elektrokimia hanya stabil selama 2 4 jam.

Aktivitas antioksidan relatif (%)

120
100.00
100

97.86

80
56.35

60
40

31.33
24.83

20
0
0

2

4

6

8

Waktu (jam)

Gambar 12 Kurva stabilitas biosensor antioksidan berbasis sel bakteri E. coli
dengan penambahan zeolit

17

SIMPULAN
Simpulan
SOD pada sel bakteri dengan penambahan zeolit alam menghasilkan
optimasi aktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak kasar bakteri yang
ditambahkan zeolit alam. Nilai Km app sel bakteri E. coli dengan zeolit sebesar
0.2691 mM dengan kestabilan aktivitas yang selama 2 - 4 jam. Hal ini
menunjukan bahwa pengukuran aktivitas sel bakteri E. coli lebih baik secara
langsung dibandingkan dengan proses imobilisasi.

Saran
Penelitian lanjutan menggunakan matriks imobilisasi selain zeolit alam serta
penggunaan mikroba lain selain E. coli sebagai penghasil enzim SOD perlu
dilakukan untuk meningkatkan kestabilan dan kinerja biosensor antioksidan.
Penggunaan jenis bakteri E. coli selain ATC220 untuk melihat seberapa banyak
kandungan enzim SOD didalam sel. Selain itu, penambahan rentang konsentrasi
substrat untuk memperoleh nilai maksimum aktivitas sel bakteri E. coli sebagai
biosensor antioksidan.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Z. 2011. Karakterisasi dan modifikasi zeolit alam sebagai bagan media
pendeteksi studi kasus: kromium heksavalen. [Tesis]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Balal K, Mohammad H, Bahareh, Ali B, Maryam H, Mozhgan Z. 2009. Zeolite
nanoparticle modified carbon paste elektrode as a biosensor for
simultaneous determination of dopamine and tryptophan. J Chin Chem 56:
789-796.
Battista JR et al. 2003. The structure of Deinococcus radiodurans. Science 302:
567-568.
Bhatia R, Gupta AK, Anup KS, Brinker CJ. 2000. Aqueous sol-gel process for
protein encapsulation. Chem. Mater 12: 2434-2441.
Benov LT, Beyer Jr WF, Stevens RD, Fridovich I. 1996. Purification and
characterization of the Cu, Zn SOD from Escherichia coli. Free Rad Bio
Med 21 (1): 117-121.
Bjelakovic G et al. 2007. Mortality in randomized trials of antioxidant
supplements for primary and secondary prevention: systematic review and
meta-analysis. JAMA 297 (8): 842-857.

18

Brooks BW, Murray RCE. 1981. Nomenclature for Micrococcus radiodurans and
other radiation-resistant cocci: Deinococcaceae fam. nov. and Deinococcus
gen. nov., including five species. J of Sys Bact 31: 353-360.
Buyukuslu N, Celik O, Atak C. 2006. The effect of magnetic field on the activity
of superoxide dismutase. J Cell Mol Bio 5: 57 – 62.
Campanella L, Bonnani A, Tommaseti M. 2004. Biosensors for determination of
total and natural antioxidant capacity of red and white wines: comparison
with other spectrophotometric and flourimetric methods. J Biosen Bioelect
19 : 641-651.
Campanella L, Martini E, Tommaseti M. 2005. Antioxidant capacity of the algae
using a biosensor method. J Talanta. 902-911.
Cortina-Puig M & Camp M. 2007. Electrochemichal biosensors as a tool for
antioxidant capacity assessment. J Sens Actup 129:459 – 466.
Dai Z, Liu S, Ju H. 2004. Direct electron transfer of cytochrome c immobiliced on
a NaY zeolite matrix and its application in biosensing. J Elec Act 49:21392144.
Dalimartha S and Soedibyo M. 1998. Awet Muda dengan Tumbuhan Obat dan
Diet Suplemen. Trubus Agriwidya. Jakarta
Donnelly JK, McLellan KM, Walker JL, Robinson DS. 1989. Superoxide
Dismutase in Foods. A Review. J Food Chem 33: 243 - 270.
Dyatmiko W, Santosa MH, Hafid AF. 2000. Aktifitas Penangkapan Radikal
Bebas dalam Sistem Molekuler dan Seluler Sari Air Rimpang Tanaman
Obat Zingiberaceae. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Pusat
Penelitian Obat Tradisional Univ. Airlangga. Surabaya.
Emregul E. 2005. Development of a new biosensor for superoxide radicals. Anal
Bioanal Chem 383 : 947 – 954.
Goriushkina TB, Kurc BA, Jr. AS, Dzyadevych SV. 2010. Application of zeolites
for immobilization of glucose oxidase in amperometric biosensors. Sensors
Electronics and Microsystem Technologies 1:36-42.
Gort AS, Ferber DM, Imlay JA. 1999. The regulation and role the periplasmatic
copper, zinc superoxide dismutase of Escherichia coli. Molecular
Microbiology 32 (1) 179-191.
Hadiyawarman, Rijal A, Nuryadin BW, Abdullah M, Khairurrijal. 2008. Fabrikasi
Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan Transparan Menggunakan
Metode Simple Mixing. J Nano Nanotek 1:14 – 21.
Hamdan H. 2005. Nanomaterials as catalysts in the production of fine chemicals.
Akta Kimindo 1:1 – 10.
Hattu N. 2009. Studi voltametri dan analisis antihistamin setirezin dihidroklorida
dan deksklorfeniramin maleat dalam medium surfaktan menggunakan
elektroda pasta karbon. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Hudson BJF. 1990. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science. New York.
Holt et al. 1994. Determinative Bacteriology. NSA: Lippincot William & Wilkins.
Ikeda et al. 1998. Electrochemical monitoring of in vivo recronstitution of glucose
dehydrogenase in Escherichia coli cells with externally added
pyrroloquinoline quinone. J. Electroanal. Chem. 449: 219–224.

19

Iswantini D, Nurhidayat N, Trivadila. 2011. Glucose biosensor using selected
Indonesia bacteria. Microbiology Indonesia 5:9-14.
Kirdeciler SK et al. 2011. A novel urea conductometric biosensor based on zeolite
immobilized urease. J Talanta 85:1435-1441.
Li H, Liu S, Dai Z, Bao J, Yang X. 2009. Applications of Nanomaterials in
Electrochemical Enzyme Biosensors. Sensors. 9. : 8547-8561.
Liu ZQ, Ma L, Zhou B, Yang L, Liu Z. 2000. Antioxidative effects of green tea
polyphenols on free radical initiated and photosensitized peroxidation of
human low density lipoprotein. J. Chem Phy Lip. 106 : 53-63.
Liu Song, Guo Xuefeng. 2012. Carbon nanomaterials field-effect-transistor-based.
Biosensors. NPG Asia Materials E23 (4)
Liyonawati. 2013. Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari Ekstrak
Escherichia coli Diimobilisasi pada Zeolit Alam sebagai Biosensor
Antioksidan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Makarova KS, Aravind L, Wolf YI, Tatusov RL, Minton KW, Koonin EV, Daly
MJ. 2001. Genome of the extremely radiation resistant bacterium
Deinococcus radiodurans viewed from the perspective of comparative
genomics. Microbiol Mol Biol Rev 65: 44-79.
Marraza G, Chianella I, Mascini M. 1999. Disposable SNA electrochemical
sensor for hybridization detection. Bisens. Bioelectron 14:43-51.
Martin
C.
2011.
Prinsip
biosensor.
[terhubung
berkala].
http://www.newsmedical.net.health/Biosensor-Principle-(Indonesian).aspx.
[2 April 2012].
Mateo C, Palono JM, Fernandez-Lorente G, Guisan JM, Fernandez-Lafuente R.
2007. Improvement of enzyme activity, stability and selectivity via
immobilization techniques. J. enzmictec 40:1451-1463.
McCord JM, Fridovich I. 1969. Superoxide dismutase An enzyme for
eryrhrocuprein (hemocuprein). J. Biol. Chem. 224 (22): 6049–6055.
Nazaruddin. 2007. Biosensor Urea Berbasis Biopolimer Khitin sebagai Matriks
Imobilisasi. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 6: 41-44.
Purwoko T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara.
Putzbach W, Ronkainen NJ. 2013. Immobilization Techniques in the Fabrication
of Nanomaterial-Based Electrochemical Biosensors: A Review. Sensors 13:
4811-4840
Rivas G, Pedano ML, Ferreyra N. 2005. Electrochemical biosensor for sequencespecific DNA detection. Anal. Letters 38:2653-2703.
Saiapina OY et al. 2011. Conductometric enzyme biosensors based on natural
zeolite clinoptilolite for urea determination. J Mat Sci Eng 31:1490-1497.
Sigma-Aldrich.
2011.
Product
information.
[terhubung
berkala].
http://www.sigmaaldrich.com/etc/medialib/docs/Sigma/Datasheet/2/s8160d
at.Par.0001.File.tmp/s8160dat.pdf. [2 des 2012]
Skoog DA, Holler