Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Adaptasi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus morio Owen, 1837) di Taman Satwa Cikembulan Garut

TEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERILAKU ADAPTASI ORANGUTAN
KALIMANTAN (Pongo pygmaeus morio Owen, 1837)
DI TAMAN SATWA CIKEMBULAN GARUT

VENTIE ANGELIA NAWANGSARI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pemeliharaan
dan Perilaku Adaptasi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus morio Owen,
1837) di Taman Satwa Cikembulan Garut adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Ventie Angelia Nawangsari
NIM E34100009

ABSTRAK
VENTIE ANGELIA NAWANGSARI. Teknik Pemeliharaan dan Perilaku
Adaptasi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus morio Owen, 1837) di Taman
Satwa Cikembulan Garut. Dibimbing oleh ABDUL HARIS MUSTARI dan
BURHANUDDIN MASY’UD.
Orangutan kalimantan merupakan spesies primata yang mengalami
penurunan populasi di alam dan terancam punah. Hal ini memerlukan upaya
konservasi eksitu, salah satunya di Taman Satwa Cikembulan. Teknik
pemeliharaan dan adaptasi orangutan di habitat eksitu perlu diperhatikan. Tujuan
penelitian ini untuk mengkaji teknik pemeliharaan dan menilai respon orangutan
kalimantan terhadap perlakuan warna baju di Taman Satwa Cikembulan. Adaptasi
orangutan dilakukan dengan memberikan perlakuan pengenaan warna baju yang

berbeda (hitam, merah, biru, dan kuning) pada pengamat. Pengumpulan data
pemeliharaan orangutan dilakukan dengan observasi lapang, wawancara, dan studi
literatur. Orangutan kalimantan memberikan respon terbaik terhadap pengamat
berbaju merah. Manajemen kandang belum ideal karena tidak tersedia kandang
karantina dan pengayaan kandang masih kurang, manajemen pakan sudah ideal
meskipun tidak ada penimbangan pakan, dan manajemen kesehatan belum ideal
karena belum tersedia klinik bagi satwa sakit.
Kata kunci: adaptasi, manajemen pemeliharaan, orangutan

ABSTRACT
VENTIE ANGELIA NAWANGSARI. Captive Breeding Management and
Behaviour Adaptation Borneo Orangutan (Pongo pygmaeus morio Owen, 1837)
in Cikembulan Animal Park Garut. Supervised by ABDUL HARIS MUSTARI
and BURHANUDDIN MASY’UD.
Borneo orangutan is endangered primate species due to the declining of its
population in the wild and endangered. Its existence required conservation effort,
through the exsitu conservation. Captive breeding management and adaptation in
the ex-site effort has to be considered. The objectives of this research was to study
captive breeding management and valuating response of orangutans in Animal
Park Cikembulan Garut West Java. Orangutan adaptation was observed through

an experiment in which the experiment in which different color drees (black, red,
blue, and yellow). Data of captive breeding management has done by observation
such us interview to worker and study literatures. Orangutan gave positive
response to was observer using red drees. Cage management wasa not ideal, due
to lack of quarantine cage and cage enrichment. However, feeding management
was considered ideal despite the lack of feed weighing. Health management was
not ideal, since there was not only clinic available for sick animals.
Keywords: adaptation, captive breeding management, orangutan

TEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERILAKU ADAPTASI ORANGUTAN
KALIMANTAN (Pongo pygmaeus morio Owen, 1837)
DI TAMAN SATWA CIKEMBULAN GARUT

VENTIE ANGELIA NAWANGSARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Adaptasi Orangutan Kalimantan
(Pongo pygmaeus morio Owen, 1837) di Taman Satwa
Cikembulan Garut
Nama
: Ventie Angelia Nawangsari
NIM
: E34100009

Disetujui oleh

Dr Ir Abdul Haris Mustari, MScF
Pembimbing I


Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan April 2014 ini ialah
adaptasi, dengan judul Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Adaptasi Orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus morio Owen, 1837) di Taman Satwa Cikembulan
Garut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Haris Mustari,
MsCF dan Bapak Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS selaku pembimbing tugas
akhir dan telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis

sampaikan kepada Bapak Rudi Arifin, SE, Manager Taman Satwa Cikembulan
yang telah mengijinkan penulis untuk penelitian, beserta pegawai Taman Satwa
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta sahabat Nepenthes
rafflesiana 47 atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Ventie Angelia Nawangsari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Jenis Data

2

Metode Pengumpulan Data

5

Analisis Data


7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknik Pemeliharaan
Adaptasi
SIMPULAN DAN SARAN

9
9
19
23

Simpulan

23

Saran

23


DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Orangutan kalimantan yang terdapat di Taman Satwa Cikembulan
Data respon orangutan kalimantan terhadap perlakuan warna baju
Jenis dan metode pengumpulan data adaptasi
Jenis, ukuran, dan konstruksi kandang orangutan kalimantan di Taman
Satwa Cikembulan

5 Jenis pakan orangutan kalimantan di Taman Satwa Cikembulan
6 Jenis penyakit dan cara pengobatan penyakit orangutan kalimantan di
Taman Satwa Cikembulan
7 Pengaruh nyata warna baju terhadap respon orangutan kalimantan

3
4
6
9
15
17
20

DAFTAR GAMBAR
1 Individu orangutan kalimantan di Taman Satwa Cikembulan
2 Kandang display (peraga) orangutan kalimantan di Taman Satwa
Cikembulan berbentuk terbuka
3 Kandang karantina orangutan kalimantan di Taman Satwa Cikembulan
berbentuk tertutup
4 Kandang istirahat orangutan kalimantan di Taman Satwa Cikembulan
5 Grafik suhu dan kelembaban udara kandang orangutan kalimantan di
Taman Satwa Cikembulan
6 Jenis pakan yang diberikan pada orangutan kalimantan
7 Persentase waktu aktivitas harian orangutan kalimantan di Taman
Satwa Cikembulan

4
10
11
12
14
15
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Aktivitas orangutan kalimantan pada pagi, siang, dan sore hari di
Taman Satwa Cikembulan
2 Respon orangutan jantan (Jana) terhadap pengamat pada perlakuan
warna baju
3 Respon orangutan jantan (Jeni) terhadap pengamat pada perlakuan
warna baju
4 Respon orangutan jantan (Unyil) terhadap pengamat pada perlakuan
warna baju
5 Respon orangutan jantan (Amel) terhadap pengamat pada perlakuan
warna baju
6 Pengaruh nyata respon orangutan terhadap perlakuan warna baju

27
27
28
28
29
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio Owen, 1837) merupakan
primata yang masuk dalam Appendik I Convention on International Trade in
Endangered Species (CITES) dan tergolong dalam status endangered species
(IUCN 2013). Penentuan status tersebut didasarkan pada populasi orangutan
kalimantan di alam yang semakin menurun. Penurunan populasi orangutan
disebabkan oleh kebakaran hutan, perburuan illegal, pembalakan, fragmentasi
habitat, dan pembukaan lahan misalnya untuk pemukiman dan perkebunan
(Soehartono et al. 2007). Keterancaman populasi orangutan kalimantan di alam
memerlukan upaya konservasi insitu maupun eksitu agar keberadaan orangutan
kalimantan tetap lestari. Salah satu lembaga konservasi eksitu yang memelihara
orangutan kalimantan adalah Taman Satwa Cikembulan, Garut. Taman satwa
berfungsi sebagai perawatan dan perkembangbiakan satwa berdasarkan prinsip
kesejahteraan satwa, perlindungan dan pelestarian jenis, pendidikan, penelitian,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta rekreasi (PERMENHUT
2006).
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemeliharaan orangutan di eksitu
adalah adaptasi orangutan pada lingkungan baru. Hal ini karena perilaku adaptasi
akan memengaruhi keberhasilan perkembangbiakan dan keberlanjutan hidup serta
gambaran kondisi kesejahteraan hidup orangutan tersebut. Prinsip kesejahteraan
satwa tersebut antara lain bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari
ketidaknyamanan lingkungan, bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, bebas dari
rasa takut dan tertekan, dan bebas untuk mengekspresikan perilaku alami (Dirjen
PHKA 2011).
Pemantauan orangutan di habitat eksitu sangat dibutuhkan. Hasil
pemantauan tersebut nantinya digunakan untuk menilai tingkat adaptasi orangutan
di lingkungan barunya. Perkembangan perilaku adaptasi terkait dengan proses
pemeliharaan orangutan sangat penting untuk dikaji. Hal tersebut karena
kurangnya informasi mengenai teknik pemeliharaan dan perkembangan adaptasi
orangutan di Taman Satwa Cikembulan. Adaptasi orangutan dapat dinilai dari
jarak orangutan merespon terhadap perubahan lingkungan. Batasan untuk menilai
adaptasi orangutan dilakukan dengan melakukan perlakuan warna baju yang
berbeda terhadap orangutan. Perlakuan tersebut untuk melihat dan menilai respon
orangutan terhadap perubahan lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya kajian
khusus mengenai teknik pemeliharaan dan adaptasi orangutan di habitat eksitunya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji teknik pemeliharaan orangutan dan
menilai respon perilaku adaptasi orangutan kalimantan terhadap perlakuan warna
baju di Taman Satwa Cikembulan, Garut.

2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah menyediakan informasi mengenai
perilaku adaptasi dan teknik pemeliharaan orangutan kalimantan di Taman Satwa
Cikembulan, Garut. Informasi tersebut diharapkan sebagai masukan bagi upaya
pengembangan pengelolaan perbaikan, serta peningkatan pengelolaan orangutan
kalimantan khususnya di Taman Satwa Cikembulan, Garut. Selain itu, informasi
perilaku orangutan bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Satwa Cikembulan, Kecamatan
Kadungora Kabupaten Garut Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan 10 - 30
Maret 2014.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi termometer, pita ukur, kamera, kalkulator,
panduan wawancara, tally sheet, kaos (merah, biru, kuning, dan hitam) dan alat
tulis. Sedangkan objek yang diamati adalah orangutan Kalimantan.

Jenis Data
Data primer yang dikumpulkan meliputi dua aspek utama yakni teknik
pemeliharaan orangutan dan adaptasi orangutan di Taman Satwa Cikembulan.
Data Teknik Pemeliharaan
Jenis data yang dikumpulkan yang terkait dengan sistem pemeliharaan
orangutan kalimantan meliputi:
1.
Pengelolaan perkandangan meliputi (i) jenis kandang (ii) jumlah dan ukuran
kandang; (iii) konstruksi kandang; (iv) perlengkapan kandang; (v) suhu dan
kelembaban kandang dilakukan pada pagi sampai sore hari (pukul 08.00 17.00) dengan cara menggantungkan termometer di dalam kandang dengan
pengulangan sebanyak tiga kali; (vi) pengelolaan dan perawatan kandang;
(vii) pengelolaan air dan pembuangan limbah.
2.
Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, sumber pakan, jumlah pemberian
pakan, waktu pemberian pakan, frekuensi pemberian pakan, dan cara
pemberian pakan.
3.
Pengelolaan penyakit dan perawatan kesehatan meliputi jenis penyakit yang
pernah, sering, dan sedang diderita orangutan kalimantan serta cara
pencegahan dan pengobatan penyakit yang diderita orang utan kalimantan
tersebut.

3
Data Perilaku Adaptasi
Adaptasi adalah suatu penyesuaian perilaku untuk mengatasi perubahan
lingkungan untuk bertahan hidup dan berkembang biak (Smit dan Wandel 2006).
Adaptasi orangutan di Taman Satwa Cikembulan dibatasi atau hanya dengan
menilai respon orangutan. Pengumpulan data adaptasi orangutan meliputi respon
orangutan terhadap perubahan lingkungan. Respon orangutan dilihat dengan
memberikan perlakuan pengenaan warna baju berbeda (kuning, merah, biru, dan
hitam) oleh pengamat dan setiap petugas pemelihara (keeper). Perlakuan warna
didasarkan pada kebiasaan orangutan dalam membedakan warna buah yang sudah
matang dan daun sebagai pakan secara visual (Regan et al. 2000). Selain itu,
upaya dalam mempercepat dan memperkuat proses adaptasi pada satwa dapat
dilakukan dengan memanipulasi suara (bunyi) dan warna (Sukriyadi et al. 2006).
Perlakuan tersebut akan menunjukkan respon yang diterima orangutan sama atau
berbeda dalam setiap warna baju. Prinsipnya semua satwa akan memberikan
respon atas setiap stimulans yang diterima melalui pendengaran berupa bunyi atau
suara dan penglihatan berupa cahaya atau warna. Perlakuan ini bertujuan untuk
melihat dan menilai respon orangutan terhadap perubahan lingkungan. Hal ini
mengacu pada penelitian rusa totol yang diberi perlakuan warna baju (Sukriyadi et
al. 2006).
Pemakaian warna baju yang sama oleh keeper dan pengamat pada saat
memberikan makan kepada orangutan. Respon orangutan terhadap warna baju
dinilai dengan mengukur jarak respon orangutan terhadap pengamat. Perlakuan ini
diberikan selama 12 hari setiap pagi dan sore secara berturut-turut dan diamati
respon orangutan terhadap perlakuan tersebut. Perilaku orangutan diamati dengan
melihat respon orangutan sebelum perlakuan dan setelah melakukan perlakuan.
Orangutan yang dijadikan sampel dalam penelitian berjumlah empat individu
yang terdiri dari dua jantan dan dua betina (Tabel 1 dan Gambar 1). Indikator
proses penguatan ditunjukkan oleh perilaku orangutan yang jinak dan bisa
dipegang atau benar-benar dekat dengan pengamat lain (orang baru). Peubah yang
diukur adalah ada tidaknya respon aktivitas orangutan terhadap perlakuan. Ada
dua kategori respon aktivitas orangutan yang diamati, yakni:
a.
Acuh tidak acuh, artinya orangutan tidak memberikan respon oleh perlakuan
dan tetap melakukan aktivitas seperti kondisi awal,
b.
Mendekat, artinya orangutan yang sedang istirahat atau makan atau aktivitas
lain memberikan respon dengan bergerak (berjalan/berlari) mendekati
keeper.
Tabel 1 Orangutan kalimantan yang terdapat di Taman Satwa Cikembulan
No.
1
2
3
4

Nama orangutan
Jana
Jeni
Unyil
Amel

Jenis Kelamin
Jantan
Betina
Jantan
Betina

Umur
6 tahun
6 tahun
4 tahun
4 tahun

Asal
Penangkaran
Penangkaran
Alam, hasil sitaan
Alam, Hasil Sitaan

4

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1 Individu orangutan kalimantan di Taman Satwa Cikembulan, Amel (a),
Jana (b), Jeni (c), dan Unyil (d)
Respon orangutan sebelum perlakuan diamati dengan cara pengamat
berinteraksi langsung (memberi makan kepada orangutan) serta wawancara
kepada keeper mengenai respon awal ketika orangutan baru datang ke TS
Cikembulan. Hal ini dilakukan untuk memperkuat perlakuan adaptasi orangutan.
Data respon orangutan yang diambil dilihat dari jarak orangutan merespon adanya
pengamat (Tabel 2).
Tabel 2 Data respon orangutan Kalimantan terhadap perlakuan warna baju
No.
1
2
3
4

Perlakuan

0

Jarak (meter)
1-5
6 - 10
11 - 15

16 - 20

Baju hitam
Baju merah
Baju biru
Baju kuning

Pencatatan data jarak orangutan dengan pengamat dan keeper sebagai
respon terhadap perlakuan digunakan pendekatan perkiraan jarak dari posisi awal
ke posisi akhir yakni mendekati atau acuh tidak acuh terhadap pengamat.

5
Sukriyadi et al. (2006) menyatakan jarak yang menunjukkan respon orangutan
diberi skor sebagai berikut: jarak 0 m = 1, jarak 1 – 5 m = 2, jarak 6 – 10 m = 3,
jarak 11–15 m = 4, dan jarak 16 – 20 m = 5. Perilaku adaptasi orangutan
kalimantan yang diamati dibatasi oleh perilaku antara lain:
1.
Makan merupakan segala aktivitas dimana orangutan secara aktif makan,
memproses dan mempersiapkan makanan, pergerakan saat makan, minum
dan penggunaan alat untuk makan.
2.
Istirahat merupakan kondisi saat orangutan sama sekali tidak melakukan
aktivitas apapun sebagai aktivitas utamanya.
3.
Pergerakan merupakan semua aktivitas perpindahan lokasi yang dilakukan
oleh orangutan, termasuk pula perpindahan lokasi yang dilakukan bersama
individu orangutan lain. Tetapi aktivitas ini tidak termasuk saat orangutan
melakukan pergerakan ketika aktivitas makan berlangsung.
4.
Sosial merupakan aktivitas yang melibatkan interaksi orangutan sasaran
dengan orangutan lain, baik salah satu orangutan sasaran lain maupun
orangutan bukan sasaran yang menjadi pelaku dan penerima selama kontak
berlangsung.
5.
Kawin merupakan aktivitas hubungan seksual antara orangutan jantan
dengan betina, dimulai dengan aktivitas untuk menarik perhatian lawan
jenis dan kemudian dilanjutkan kopulasi.
Data sekunder adalah data yang didapat secara tidak langsung dari objek
penelitian dan merupakan data yang sudah ada yang dikumpulkan oleh pihak lain
dengan berbagai metode. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi studi literatur
yang mendukung mengenai teknik pemeliharaan dan adaptasi orangutan.

Metode Pengumpulan Data
Teknik pemeliharaan
Data teknik pemeliharan orangutan meliputi pengelolaan perkandangan,
pengelolaan pakan, penyakit dan perawatan kesehatan, pengelolaan reproduksi,
dan pemanfaatan satwa peraga. Pengumpulan data teknik pemeliharaan masingmasing dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan studi literature.
Adaptasi
Pengumpulan data adaptasi dilakukan dengan cara memberikan tratment,
pengamatan, wawancara, dan studi literatur (Tabel 3). Pengamatan perilaku
orangutan dilakukan dengan menggunakan metode focal animal sampling
merupakan suatu metode pengamatan langsung yang digunakan untuk mengamati
semua perilaku dari satu individu atau kelompok individu tertentu berdasarkan
waktu periode pengamatan yang telah ditentukan (Altman 1974). Perilaku yang
diamati dicatat secara continuous recording.
Focal animal sampling dilakukan dengan cara mengamati satu invidu secara
berkelanjutan selama satu peride waktu, dan semua perilaku yang teramati
dilakukan secara naluri tanpa ada gangguan. Individu yang diamati dipilih secara
acak. Tantangan yang dihadapi dalam metode ini adalah individu yang terpilih
dapat bergerak dari pandangan atau meninggalkan tempat mereka sebelum
periode waktu pengamatan berakhir.

6
Tabel 3 Jenis dan metode pengumpulan data perilaku adaptasi
No.
1

2

Data yang
diambil
Penilaian
respon
orangutan
terhadap
perlakuan yang
dinilai dari
jarak respon
orangutan
Pengamatan
perilaku

Jenis Data
Primer




Sekunder

Metode Pengumpulan Data
Observasi
Studi
Wawancara
lapang
Literatur












Perilaku yang dilakukan oleh orangutan meliputi perilaku makan (ingestive),
berpindah (locomotion), istirahat, membuang kotoran, sosial dan kawin. Makan
(ingestive), yaitu aktivitas yang dimulai ketika satwa mulai melihat makanan atau
minuman, memilih, mengambil, membawa memasukkan makanan ke dalam
mulut, menggigit, mengunyah, dan menelannya sampai satwa berhenti makan.
Posisi tubuh orangutan pada saat melakukan perilaku makan terdiri atas berdiri,
duduk, dan menggantung. Posisi berdiri dilakukan dengan sikap tubuh dan kepala
yang lurus dan posisi kaki sedikit menekuk (mendekati lurus). Posisi duduk
dilakukan dengan menempelkan bagian belakang bawah tubuhnya (pantat) pada
dahan atau lantai, dengan kaki ditekuk, atau diluruskan. Posisi menggantung
dilakukan dengan cara memegang dahan dengan dua atau tiga tungkainya,
sedangkan tungkai lainnya digunakan untuk mengambil dan memasukkan
makanan kedalam mulutnya.
Berpindah/bergerak (locomotion), yaitu semua pergerakan satwa dari satu
tempat ke tempat lain, meliputi Berjalan/berlari, yaitu posisi tubuh dengan cara
berdiri di atas keempat tungkainya dilanjutkan dengan melangkahkan tangan ke
tangan. Sedangkan berjalan dan berlari dibedakan berdasarkan kecepatannya.
Melompat, dilakukan dengan pijakan awal yang diikuti dengan lompatan.
Memanjat, dilakukan dengan cara memegang batang/dahan dengan keempat
tungkainya kemudian bergerak ke arah vertikal. Berayun/bergantungan, dilakukan
dengan menggunakan keempat kakinya, yang dimulai dengan tangan kanan, kaki
kiri, tangan kiri disusul dengan kaki kanan atau kombinasi keduanya atau berayun
yang dimulai dengan tangan kanan kemudian tangan kiri atau sebaliknya.
Istirahat, yaitu aktivitas dian yang meliputi duduk dan tidur. Posisi duduk
dilakukan dengan menempelkan bagian belakang tubuhnya (pantat) pada dahan
atau lantai, dengan posisi kaki ditekuk atau diluruskan. Aktivitas tidur dilakukan
dengan berbagai variasi posisi tubuh, yaitu sambil duduk atau berbaring. Posisi
berbaring dilakukan dengan menempelkan seluruh tubuhnya didahan atau lantai.
Membuang kotoran (eliminatif), meliputi defokasi (pembuangan feses) dan urinasi
(pembuangan air seni).
Aktivitas sosial meliputi bermain (playing), yaitu aktivitas yang biasanya
dilakukan oleh anak-anak sampai individu remaja seperti kejar-kejaran, tarik-

7
menarik ekor, dan berguling sambil bergulat. Berkelahi (agonistic), yaitu aktivitas
yang ditandai dengan ancaman mimik muka atau gerak badan, memburu serta
baku hantam dan diakhiri dengan kekalahan lawan. Ancaman mimik muka dilihat
dari raut muka yang menunjukkan ancaman atau menunjukkan gigi. Memburu
merupakan aktivitas mengejar lawan, sedangkan baku hantam ditandai dengan
adanya kontak fisik dengan lawan. Grooming, yaitu aktivitas mencari kotoran dari
tubuh sendiri atau tubuh individu lain. Aktivitas ini dimulai dengan mencari di
sela-sela rambut tubuh, menjilat, kemudian mengunyahnya. Kawin, yaitu aktivitas
hubungan seksual antara jantan dengan betina, dimulai dengan aktivitas untuk
menarik perhatian lawan jenis dan kemudian dilanjutkan dengan kopulasi
(persetubuhan).
Observasi lapang mengenai sistem pemeliharaan orangutan dilakukan
dengan mengamati secara langsung terhadap orangutan yang dipelihara di TS
Cikembulan yakni (i) manajemen kandang (meliputi jenis kandang, jumlah dan
ukuran kandang, konstruksi kandang, perlengkapan kandang, suhu dan
kelembaban kandang dilakukan pada pagi sampai sore hari (pukul 08.00 - 17.00
WIB) dengan cara menggantungkan termometer di dalam kandang dengan
pengulangan sebanyak tiga kali, dan perawatan kandang) (ii) manajemen pakan
(meliputi: jenis pakan yang diberikan, jumlah, waktu, frekuensi dan cara
pemberian pakan), (iii) manajemen kesehatan (jenis penyakit yang pernah, sering,
dan sedang diderita orangutan kalimantan, cara mencegah serta mengatasi
penyakit yang diderita orang utan kalimantan tersebut).
Wawancara dilakukan kepada pengelola Taman Satwa Cikembulan, Garut
secara mendalam. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan
wawancara berupa daftar pertanyaan asal dan umur orangutan kalimantan,
adaptasi orangutan pertama kali datang ke TS Cikembulan, manajemen kandang,
manajeman pakan, dan manajemen kesehatan. Wawancara dilakukan secara
mendalam, santai, terbuka dan tidak kaku.
Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui berbagai informasi yang terkait
dengan teknik pemeliharaan dan adaptasi orangutan kalimantan. Studi pustaka
juga dilakukan untuk mempertajam dan memperkuat analisis terhadap hasil-hasil
penelitian. Selain itu, juga dilakukan penelusuran informasi yang mendukung dan
mempertajam analisis mengenai perilaku adaptasi dan teknik pemeliharaan
orangutan kalimantan.
Analisis Data
Data teknik pemeliharaan yang terkumpul dianalisis secara statistik
deskriptif yakni menyesuaikan setiap aspek teknik pemeliharaan orangutan
disertai dengan tabel dan gambar yang relevan. Data yang diolah dan dianalisis
meliputi manajemen kandang, pengelolaan pakan, dan perawatan kesehatan.
Data adaptasi yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif. Penentuan ada
atau tidaknya suatu respon orangutan kalimantan terhadap perlakuan pengenaan
warna baju yang berbeda oleh pengamat dan keeper diuji dengan uji Chi-Square
(� ), yang dinotasikan sebagai berikut :
� =[

∑ � − ��
]
��

8
Keterangan:

: Nilai chi-kuadrat
��
: Frekuensi yang diharapkan

: Frekuensi yang diperoleh/diamati
Kriteria uji �tabel = � ( (0,05); Db =(b-1)(c-1)) yang digunakan sebagai berikut:

Hipotesis yang diuji dirumuskan sebagai berikut:
H0 : x=0, tidak ada respon orangutan kalimantan terhadap perlakuan pengenaan
warna baju yang berbeda
H1 : x≠0, terdapat respon orangutan kalimantan terhadap perlakuan pengenaan
warna baju yang berbeda
Kriteria uji pemeriksaan atau perolehan hipotesis ditentukan dengan ketentuan:
Jika �hitung ≤ �tabel, maka terima H0
Jika �hitung > �tabel, maka tolak H0
Berdasarkan hasil dari Chi-square, jika hipotesis �hitung > �tabel, maka terima H1
atau tolak H0, dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui warna yang
berbeda nyata terhadap respon orangutan yang diberikan perlakuan. Menurut
Walpole (2005) uji duncan dilakukan dengan menghitung selisih rata-rata �̅ −
�̅ perlakuan dengan nilai Rp . nilai Rp dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut :
� = �� �√
Keterangan :
: Kuadrat tengah galat
rp
n
Rp

: wilayah terstudenkan nyata
: jumlah perlakuan
: wilayah nyata terkecil



, 5 ,v = k n−

)

Kriteria uji pemeriksaan atau perolehan hipotesis ditentukan dengan ketentuan:
Jika �̅ − �̅ < Rp maka hasilnya tidak berbeda nyata (sama)
Jika �̅ − �̅ > Rp maka hasilnya berbeda nyata

Data mengenai perilaku adaptasi orangutan kalimantan di Taman Satwa
Cikembulan dianalisis secara kuantitatif. Perilaku orangutan kalimantan disajikan
dalam bentuk tabel. Persentase setiap perilaku yang dilakukan oleh orangutan
dihitung dengan rumus:
% Perilaku =

Lama aktivitas (menit) x 100%
Total pengamatan (menit)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknik Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan orangutan kalimantan di TS Cikembulan
menggunakan sistem intensif. Sistem intensif merupakan sistem pengelolaan yang
berarti seluruh kebutuhan satwa diatur oleh pengelola. Manajemen pemeliharaan
orangutan kalimantan meliputi tiga aspek yaitu manajemen kandang, manajemen
pakan, dan manajemen kesehatan.
Manajemen kandang
Kandang berfungsi sebagai habitat buatan bagi satwa. Sebagai habitat
buatan kandang harus memenuhi semua kebutuhan hidup satwa, seperti luas
kandang harus cukup agar satwa dapat bergerak secara bebas, suhu dan
kelembaban yang cukup, adanya komponen pendukung dalam kandang seperti
tempat berlindung dan tempat beristirahat, dan terjaganya sanitasi kandang dari
penyakit. Pembuatan kandang harus mempertimbangkan kebiasaan orangutan di
alam.
Jenis kandang, ukuran, dan konstruksi kandang
Terdapat tiga jenis kandang orangutan kalimantan di TS Cikembulan yaitu
kandang peragaan (kandang display), kandang karantina, dan kandang tidur
(Tabel 4).
Tabel 4 Jenis, ukuran, dan konstruksi kandang orangutan kalimantan di Taman
Satwa Cikembulan
Jenis
kandang
Kandang
peragaan
(kandang
display)

Ukuran
kandang
0.2 ha

2

Kandang
karantina

2.1x1.6x2 m3

3

Kandang
shelter

1x1x1 m3

No
1

Konstruksi
kandang
Dikelilingi
oleh Kaca,
besi, beton,
pintu besi,
batu dan
lantai tanah
berumput
Beton dan
besi, lantai
teerbuat dari
semen, pintu
besi
Besi dan
beton

Jumlah
kandang
1

3

4

Fasilitas kandang
Tempat bermain
(ayunan), tempat
minum permanen,
kandang istirahat,
dan jembatan

Tempat ayunan

-

Kandang peraga
Kandang peraga atau kandang display berfungsi sebagai tempat tinggal
orangutan yang di pertontonkan kepada pengunjung. Kandang peraga ini
berukuran sekitar 0.2 ha. Kandang ini dikelilingi pagar yang terbuat dari besi dan
kaca. Bagian dalam pagar kandang dikelilingi oleh kolam, dengan kedalaman

10
sekitar 2 m. Hal ini dijadikan sebagai sekat yang bertujuan agar orangutan tidak
keluar dari kandang dan mendekat kepada pengunjung yang datang. Selain itu,
untuk menghindari pengunjung memberi makan pada orangutan. Kondisi kolam
tersebut berwarna keruh. Kandang peraga orangutan kalimantan yang terdapat di
TS Cikembulan berbentuk terbuka (Gambar 2).

Gambar 2 Kandang display (peraga) orangutan kalimantan di Taman Satwa
Cikembulan berbentuk terbuka
Kandang utama berbentuk terbuka menyebabkan sirkulasi udara cukup baik
dan sinar matahari dapat langsung masuk. Konstruksi kandang utama ini
dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari kaca dan beton serta pintu yang terbuat
dari besi. Fasilitas yang ada di dalam kandang utama diantaranya tempat bermain
seperti kayu-kayu dan ban bekas masing-masing sebanyak dua buah yang
digantungkan dan dilengkapi dengan tali atau rantai besi yang dipasang saling
berhubungan dengan yang lain. Hal ini bertujuan untuk dijadikan tempat
orangutan bergelantungan. Selain itu, terdapat batang pohon sebanyak dua buah
yang digunakan sebagai tempat ayunan oleh orangutan. Jambatan besi yang ada di
dalam kandang ini berfungsi untuk menghubungkan antara kandang peraga
dengan kandang karantina. Fasilitas yang berada di dalam kandang peraga ini
bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi orangutan kalimantan seperti
berada di habitat alaminya dan dapat terhindar dari stres akibat perubahan habitat.
Fasilitas kandang disesuaikan dengan kebutuhan yang biasa dilakukan oleh
orangutan kalimantan.
Berdasarkan pengamatan kandang orangutan yang ada di TS Cikembulan
belum memenuhi semua syarat minimum kandang. Dirjen PHKA (2011)
menyatakan syarat kandang dalam pengelolaan dan perawatan satwa diantaranya
luas kandang harus cukup untuk satwa bergerak secara bebas, enhrichment
(tersedia pohon), konstruksi kandang harus kuat tidak membahayakan satwa,
terdapat tempat untuk berlindung satwa, ketersediaan udara yang segar, dan
ketersediaan kualitas air. Tempat bergerak orangutan dalam kandang peraga
seluas 620.5 m2. Berdasarkan Commission on Life Sciences National Research
Council (1996) untuk kelompok kera yang memiliki berat badan lebih dari 35 kg
luas kandang minimal 1.35 m2 untuk satu individu. Hal ini berarti luas kandang
peraga yang ada di Taman Satwa Cikembulan sudah memenuhi kebutuhan satwa
untuk bergerak.

11
Pengayaan dalam kandang peraga orangutan masih kurang, tidak terdapat
pohon meskipun dengan sistem perkandangan terbuka dengan sirkulasi udara
yang cukup baik satwa dapat bergerak secara bebas. Selain itu, ketersediaan air
bersih masih kurang. Kandang juga harus disesuaikan dengan habitat satwa di
alam. Kehidupan orangutan di habitat alam sangat tergantung pada pohon untuk
melakukan aktivitasnya sehari-hari. MacKinnon (1974) menyatakan orangutan
merupakan hewan arboreal, yakni hewan yang segala aktivitasnya dilakukan di
atas pohon. Rijksen (1978) menyatakan struktur hutan yang dihuni orangutan
terdiri atas pohon-pohon tinggi sebesar 35 - 50 meter. Kandang tidak hanya
digunakan untuk melindungi satwa yang akan melarikan diri dan membatasi
pengunjung, tetapi juga harus didesain menjadi tempat yang cocok bagi satwa
sesuai dengan habitat satwa di alam, tingkah laku, dan kehidupan satwa
(Manangsang 2002).
Kandang Karantina
Kandang karantina merupakan kandang yang berfungsi untuk
mengadaptasikan orangutan yang baru datang ke TS Cikembulan dan mengisolasi
orangutan yang terkena penyakit. Kandang ini terletak di dalam kandang peraga,
jauh dari pengunjung, dan apabila menuju kandang peraga harus melewati
kandang karantina terlebih dahulu. Kandang peraga dan kandang display
dihubungkan oleh jembatan. Kandang karantina berjumlah tiga buah dan masingmasing memiliki ukuran 2.1x1.6x2 m3. Konstruksi kandang ini terbuat dari beton
dan besi. Fasilitas yang ada di dalam kandang ini berupa tempat bermain (ban
yang digantungkan dengan rantai). Kondisi kandang karantina yang ada di TS
Cikembulan baik dan terawat. Salah satu kandang karantina juga digunakan oleh
keeper untuk tempat memandikan orangutan. Keeper yang akan memberi makan
pada orangutan harus melewati kandang ini terlebih dahulu. Berdasarkan
wawancara dengan pengelola orangutan yang baru datang ditempatkan di dalam
kandang karantina selama satu minggu. Menurut Sajuthi (1984) masa karantina
orangutan minimal selama enam bulan.

Gambar 3 Kandang karantina orangutan kalimantan di Taman Satwa Cikembulan
berbentuk tertutup
Berdasarkan hasil pengamatan kandang karantina yang ada di TS
Cikembulan masih belum memenuhi syarat minimum kandang karantina. Hal ini

12
dilihat dari bentuk kandang yang tertutup, sehingga cahaya matahari kurang dapat
masuk ke dalam kandang sehingga menyebabkan kandang lembab. Selain itu,
kandang ini juga berfungsi untuk memandikan, memberi makan orangutan, dan
biasanya dijadikan sebagai tempat bermain satwa. Kandang karantina seharusnya
hanya digunakan apabila satwa sakit dan untuk mengadaptasikan satwa yang baru
datang. Dirjen PHKA (2011) menyatakan kandang karantina satwa harus
mendapat sinar matahari yang cukup, sirkulasi udara lancar, lokasi terisolir dan
tertutup untuk umum, dan jauh dari kandang peraga, terdapat sistem pembuangan
limbah, dan mudah dibersihkan.
Kandang Istirahat
Kandang istirahat digunakan sebagai tempat istirahat dan tidur oleh
orangutan. Kandang istirahat ini terletak di dalam kandang peraga. Selain itu juga,
digunakan sebagai shelter oleh orangutan dari sinar matahari dan hujan. Kandang
ini berjumlah empat dan masing-masing kandang memiliki ukuran 1x1x1 m3 dan
1x1.5x1 m3. Kandang istirahat ini tidak terdapat fasilitas. Kandang istirahat yang
satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan besi dan tali. Besi dan tali tersebut
biasanya juga digunakan untuk bergelantungan oleh orangutan. Konstruksi
kandang ini terbuat dari beton dan besi. Kondisi kandang istirahat orangutan
kalimantan yang terdapat di TS Cikembulan dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Kandang istirahat orangutan kalimantan di Taman Satwa Cikembulan
Perawatan Kandang
Perawatan kandang dilakukan bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang
agar tetap bersih dan orangutan nyaman tinggal didalamnya. Selain itu,
pembersihan kandang bertujuan untuk mencegah dan menghindari berkembang
biaknya bakteri penyakit. Perawatan kandang orangutan dilakukan satu kali dalam
sehari. Pembersihan kandang ini dilakukan setiap hari pada pagi hari sebelum
pemberian pakan pada orangutan sekitar pukul 07.00 WIB. Pembersihan kandang
dilakukan dengan cara membersihkan kotoran dari sisa-sisa makanan dan feses
orangutan. Selain itu, dilakukan pembersihan tempat minum sebanyak dua kali
dalam seminggu. Air yang digunakan untuk minum oleh orangutan bersumber
dari sumur. Pengelola melakukan perawatan kandang ini hanya menyapu kandang
dan tidak dilakukan penyemprotan kandang dengan desinfektan. Pembersihan di
luar kandang meliputi pembersihan sampah di sekitar kandang. Kegiatan

13
pembersihan ini perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan
orangutan. Menurut Sajuthi (1984) pembersihan kandang minimal dilakukan satu
kali dalam sehari.
Menurut Setio dan Takandjandji (2007), tindakan yang dibutuhkan untuk
menjaga kebersihan kandang adalah :
a. Mengeruk, menyikat dan menyapu kotoran yang melekat pada bagian-bagian
kandang untuk dibuang pada tempat pembuangan yang telah disiapkan.
b. Menyemprot atau menyiram dengan air pada bagian kandang yang telah
dibersihkan secara rutin dua kali sehari.
c. Menyemprot kandang dengan desinfektan secara reguler satu bulan sekali.
Pengolahan Limbah
Limbah yang dihasilkan di kandang peraga orangutan berupa limbah padat.
Limbah ini berasal dari sisa-sisa makanan orangutan berupa kulit rambutan,
jagung, jambu, kulit pisang, kulit kacang tanah, kulit telur, kulit pepaya, dan feses
orangutan. Limbah-limbah tersebut dikumpulkan setiap pagi, kemudian dibuang
ke dalam kolam yang ada di kandang peraga. Limbah tersebut seharusnya tidak
dibuang kedalam kolam melainkan pada penampungan limbah. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran pada kolam tersebut, sehingga menyebabkan
ikan yang ada di dalam kolam akan mati. Selain itu juga, berpengaruh terhadap
kesehatan orangutan karena orangutan yang ada di dalam kandang peraga
biasanya minum air kolam tersebut.
Berdasarkan pernyataan, seharusnya dibuat penampungan limbah sehingga
limbah tidak dibuang pada kolam. Limbah-limbah tersebut dibuang pada
penampungan limbah terakhir. Limbah padat ini dapat dijadikan sebagai pupuk
kandang yang dapat membuat subur tanaman. Pupuk organik ini dapat bermanfaat
untuk peningkatan produksi tanaman, mengurangi pencemaran lingkungan karena
berasal dari bahan-bahan yang alami, dan dapat juga meningkatkan kualitas dari
tanah. Berbeda dengan pupuk buatan yang dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan maupun terhadap produksi tanaman.
Suhu dan Kelembaban Kandang
Berdasarkan hasil pengukuran suhu kandang orangutan Kalimantan di
Taman Satwa Cikembulan menunjukkan kondisi suhu relatif stabil. Suhu rata-rata
harian di kandang sebesar 24.8°C. Suhu kandang pada pagi hari sebesar 23.4°C,
siang hari sebesar 27.2°C, dan sore hari sebesar antara 25.1°C (Gambar 5). Hal ini
berbeda dengan suhu rata-rata kandang orangutan yang ada di TSI sebesar 200C
dan PPS sebesar 300C (Ragil 2008). Kelembaban rata-rata harian di kandang
orangutan sebesar 80 - 92% (Gambar 5). Berdasarkan penelitian Ragil (2008)
kelembaban rata-rata di TSI sebesar 60 - 70% dan kelembaban rata-rata PPS sebesar
30 - 50%. Pengukuran suhu dan kelembaban kandang yang dilakukan hasilnya
tidak berbeda jauh dengan pengukuran kandang yang dilakukan oleh pengelola.
Berdasarkan hasil pengukuran pengelola suhu kandang orangutan berkisar 22oC 28oC dan kelembaban kandang sebesar 65 - 85%.
Aktivitas makan akan menurun ketika suhu udara tinggi. Aktivitas istirahat
akan meningkat ketika suhu udara tinggi, sedangkan lokomosi tidak
memperlihatkan pengaruh yang signifikan (Hill dan Barrett 2004) Menurut Yani

14

28

Suhu (oC)

27

88
25.3
84

26
25

26.7

83

26.6
83

82
81

23.4

90
88
86
25.184
82
80
78
76
74
89

27
26.2

81

24
23

26.5

27.2

79

22
21

87
25.8

Kelembaban udara (%)

et al. (2007) faktor-faktor yang dapat memengaruhi suhu di dalam kandang antara
lain:
a. Radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam kandang,
b. Produksi panas oleh tubuh satwa
c. Kondisi konstruksi kandang mencakup tinggi, luas lantai, dan bukan atap
kandang.

Waktu
Suhu

Kelembaban

Gambar 5 Grafik suhu dan kelembaban udara kandang orangutan kalimantan di
Taman Satwa Cikembulan
Manajemen Pakan
Makanan merupakan faktor pembatas dalam suatu pengelolaan satwa yang
mempengaruhi kelangsungan hidup suatu satwa. Pakan orangutan dapat berupa
daun, buah, bunga, telur burung, dan serangga. Berdasarkan penelitian Napier dan
Napier (1985), bahwa pakan orangutan dapat berubah-ubah tergantung jenis
pakan yang sedang tersedia. Pakan orangutan ketika sedang musim buah, pakan
orangutan dapat 100% berupa buah. Namun, pada saat tidak musim buah,
alternatif pakan orangutan adalah dedaunaan (25%), kulit kayu (37%), buah
(21%), dan serangga (7%). Galdikas (1984) menyatakan orangutan termasuk
satwa frugivora (pemakan buah). Pakan diberikan oleh pengelola sebanyak dua
kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari. Waktu pemberian pakan biasanya
dilakukan pada pukul 09.00 WIB dan 15.00 WIB. Pakan tersebut langsung
diberikan dan tidak ditimbang terlebih dahulu oleh pengelola. Sebagian pakan
yang diberikan sudah ditakar oleh penyedia pakan (distributor) terutama pisang.
Jenis pakan yang diberikan pada orangutan berupa buah-buahan seperti pisang,
jagung, rambutan, dan jambu biji (Tabel 5). Sebelum pakan tersebut diberikan
dibersihkan (dicuci) terlebih dahulu dengan air, kemudian ditempatkan pada
ember. Di kandang peraga tidak terdapat tempat makan secara permanen.
Komposisi pakan yang diberikan oleh orangutan setiap pagi dan sore hari
berbeda-beda. Hal ini dilakukan oleh pengelola untuk menghindari kejenuhan
yang dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan orangutan. Namun, pakan
yang selalu diberikan setiap kali makan adalah pisang.

15
Tabel 5 Jenis pakan orangutan kalimantan di Taman Satwa Cikembulan
No

Jenis Pakan

Pakan Utama
1Pisang
2Jagung
3Rambutan
4Jambu biji
Pakan Tambahan
1Kacang tanah
2Wortel
3Pepaya
4Telur

Jumlah
(kg/buah/ikat)

Cara pemberian

5 kg
8 buah
2 ikat
8 buah

Di cuci dan langsung di berikan
Dicuci dan di potong-potong
Dicuci dan langsung di kasih
Di cuci dan langsung di kasih

2 genggam
8 buah
1 buah
12 buah

Di cuci
Di cuci
Di cuci dan di potong-potong
Di rebus

Pakan yang diberikan pada pagi hari biasanya berupa pisang, rambutan, dan
pakan tambahan berupa kacang tanah. Sedangkan pada sore hari biasanya berupa
pisang, jagung, jambu, dan pakan tambahan berupa pepaya. Selain itu, orangutan
juga diberikan telur rebus sebagai pakan tambahan. Telur ini biasanya diberikan
dua kali dalam seminggu. Jenis pakan yang diberikan orangutan kalimantan dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Jenis pakan yang diberikan pada orangutan kalimantan di Taman Satwa
Cikembulan
Pemberian pisang ditujukan sebagai sumber energi karena pisang
mengandung karbohidrat, vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin C (Endra 2006).
Karbohidrat memiliki fungsi sebagai sumber energi sedangkan vitamin dapat
membantu dalam pembentukan dan pemeliharaan sel- sel tubuh (Tilman et al.
1998). Telur sebagai protein berfungsi sebagai bahan pembangun tubuh dan
pengganti jaringan rusak, bahan baku pembentukan enzim, hormon, dan antibodi
(zat kekebalan), serta metabolisme energi (Soemadi dan Mutholib 1995). Kacang
tanah mengandung lemak yang berfungsi sebagai sumber energi, mengatur suhu
tubuh, melindungi organ tubuh, membawa vitamin (A, D, E dan K), membawa
asam lemak esensial, dan sebagai bahan baku pembentukan hormon steroid
(Soemadi dan Mutholib 1995). Jagung mengandung karbohidrat yang berfungsi

16
sebagai sumber energi, membakar lemak, membantu memperkecil oksidasi
protein menjadi energi, dan memelihara fungsi alat pencernaan makanan agar
berjalan normal (Soemadi dan Mutholib 1995). Sumber pakan yang diberikan
pengelola pada orangutan berasal dari distributor. Pepaya dan wortel diberikan
secara insidental tergantung persediaan, apabila jumlah pepaya yang terdapat di
penangkaran berlebih akan diberikan pada orangutan sebagai makanan tambahan.
Pengelola menilai kualitas pakan yang diberikan pada satwa dilihat dari kondisi
fisik pakan tersebut. Apabila pakan secara fisik tidak mengalami kebusukan, maka
pakan tersebut dapat diberikan pada satwa.
Berdasarkan hasil pengamatan orangutan kalimantan lebih suka makan
rambutan dari semua pakan yang diberikan oleh pengelola. Hal ini dilihat dari
makanan yang pertama dimakan dan lebih cepat habis adalah rambutan.
Umumnya pakan yang lebih disukai (memiliki preferensi yang tinggi) akan lebih
mudah dicerna hewan daripada pakan yang lebih bernutrisi tetapi preferensinya
rendah (Morrison 1959). Menurut Ungar (1995), orangutan lebih menyukai buah
yang matang, mengandung banyak air, dan berukuran besar. Buah yang dipilih
kadang manis ataupun masam.
Menurut Church dan Pond (1988), satwa memiliki sifat selektif terhadap
makanannya, begitu juga dengan orangutan. Selektivitas ini timbul akibat faktor
internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam tubuh satwa, misalnya
kondisi kesehatan satwa dan preferensi satwa terhadap pakan. Faktor eksternal
yang mempengaruhi diantaranya cita rasa, tekstur, ukuran, dan konsistensi pakan.
Ketersediaan rambutan di TS Cikembulan bersifat musiman. Apabila tidak musim
rambutan, biasanya pakan diganti dengan buah pear atau apel. Pakan yang disukai
oleh orangutan kalimantan belum tentu memiliki kandungan gizi yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pemilihan jenis pakan tersebut timbul akibat
bekerjanya indra penciuman, peraba, dan perasa (McDonald et al. 1995 dalam
Zuhra 2009).
Sumber pakan alami orangutan di alam yang sangat penting adalah Ficus
spp. (Zuraida 2004). Ficus spp. mampu menyediakan buah sepanjang tahun.
Ketersediaan pakan orangutan di alam dipengaruhi oleh musim berbuah dan
ketersediaan jenis tumbuhan pakan tersebut (Krisdijantoro 2007). Konsumsi
pakan orangutan di alam ditentukan oleh kandungan nutrisi pakan. Asupan nutrisi
memiliki korelasi positif terhadap bobot badan dan umur. Orangutan dengan umur
lebih tua dan bobot tubuh yang tinggi akan mengkonsumsi pakan dengan
kandungan nutrisi yang lebih tinggi (Zuraida 2004). Berbeda dengan ketersediaan
pakan di TS Cikembulan tidak dipengaruhi oleh musim. Hal ini merupakan salah
satu kelebihan dimana orangutan yang ada di TS Cikembulan dapat
mengkonsumsi jenis pakan yang disukai secara berkelanjutan. Menurut Dirjen
PHKA (2011) syarat pakan dan air minum bagi satwa diantaranya pakan harus
bersih, segar, dan bebas dari kontaminasi, cocok dan sesuai selera satwa (tidak
menimbulkan gangguan metabolisme, pakan harus dalam jumlah yang cukup,
mutu baik, seimbang dan bervariasi, air minum harus diganti setiap hari, dan
tempat pakan maupun minum harus dibersihkan setiap hari agar tidak berlumut.
Beberapa hal yang terpenting yang harus diberikan dalam pengelolaan
pakan adalah jenis pakan, jumlah konsumsi dan kualitas gizi pakan. Gizi pakan
sangat penting untuk pertumbuhan dan pertambahan bobot badan orangutan
sehingga dibutuhkan pemilihan jenis pakan yang tepat yang dapat menunjang

17
pertumbuhan dan pertambahan bobot badan dari orangutan. Kualitas pakan sangat
ditentukan oleh nilai gizi yang dikandung dalam pakan tersebut. Pengelolaan
pakan orangutan kalimantan ini ada empat hal yang sangat mempengaruhi gizi
pakan diantarnya kuantitas bahan pakan yang diberikan, kualitas pakan
(penyimpanan, bentuk, dan rasa atau bau), penyediaan pakan yang teratur, dan
teknik pemberian pakan. Menurut Borror et al. (1992) di alam ketersediaan pakan
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan kelimpahan
satwa dan kualitas habitatnya termasuk penyebarannya. Ketersediaan pakan di
alam tersebut memberikan pengaruh yang juga hampir menyerupai kondisi di
penangkaran. Ketersediaan pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangbiakan dan jumlah satwa yang dapat bertahan di penangkaran. Selain
itu, ketersediaan pakan yang ada setiap saat juga dapat mempengaruhi pola
perilaku alaminya.
Kebutuhan minum orangutan dipenuhi dengan menyediakan tempat minum
secara permanen. Tempat minum tersebut berbentuk bersegi berukuran 1x1 m
yang terbuat dari semen. Berdasarkan hasil pengamatan orangutan jarang
melakukan aktivitas minum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Galdikas (1986)
bahwa aktivitas minum orangutan hanya dilakukan satu kali dalam sehari.
Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Kudiati (1992) bahwa aktivitas
minum orangutan hanya dilakukan 1,25% dari aktivitas lain yang dilakukan oleh
orangutan.
Manajemen Kesehatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan keeper dan tenaga medis di TS
Cikembulan, penyakit yang biasa ditemukan menyerang orangutan adalah sakit
mata, diare, flu, dan luka. Tidak ada batasan umur tertentu pada orangutan yang
mengalami penyakit tersebut. Jenis penyakit dan cara pengobatan penyakit
orangutan (Tabel 6).
Tabel 6 Jenis dan cara pengobatan penyakit orangutan kalimantan di Taman
Satwa Cikembulan
No
1

2

3

4

Jenis
Gejala
penyakit
Sakit
Mata berwarna
mata
merah dan
terdapat belek
Flu
Keluar ingus
dan nafsu
makan
berkurang
Diare
Diare dan nafsu
makan
berkurang
Luka
Terbukanya
jaringan tubuh

Penyebab

Cara Pengobatan

Disebabkan Pemberian obat tetes mata
oleh
(Insto) yang diberikan rutin
bakteri
setiap hari pagi dan sore
Virus
Pemberian obat flu yang
influenza
sama dikonsumsi oleh
manusia
Cacing
Strongillus

Pemberian obat diare
(diapet) dua kali sehari (pagi
dan sore hari)
Perkelahian Dibiarkan sembuh dan
dilakukan pengontrolan

18
Berdasarkan buku riwayat kesehatan medik yang ada di TS Cikembulan
selama ini orangutan tidak pernah terkena penyakit yang serius seperti hepatitis,
TBC, dan sebagainya. Sakit mata biasanya ditandai dengan mata berwarna merah
dan belekan. Pegobatan terhadap sakit mata tersebut dilakukan secara langsung
dan rutin setiap hari. Keeper biasanya mengobati sakit mata tersebut dengan
menggunakan obat insto yang diteteskan rutin setiap pagi dan sore. Orangutan
yang terkena flu dan diare diberikan obat yang sama dikonsumsi dengan manusia.
Luka merupakan salah satu media perantara yang mudah menyebarkan penyakit,
bukan hanya pada manusia melainkan juga dapat terjadi pada satwa. Luka dapat
terinfeksi oleh bakteri, virus ataupun jamur sehingga dapat mengganggu
kesehatan satwa. Luka ini terjadi akibat perkelahian antara individu orangutan
dengan individu lainnya. Luka pada tubuh orangutan ini biasanya dibiarkan saja
dan tetap dilakukan pengontrolan. Orangutan yang terkena penyakit tidak
dipindahkan pada kandang karantina, tetapi tetap berada pada kandang peraga.
Pengecekan kesehatan orangutan dilakukan setiap hari pada pagi hari.
Pengecekan kesehatan ini dilakukan dengan cara melihat kondisi fisik satwa dan
nafsu makan pada satwa. Apabila terjadi penurunan nafsu makan pada orangutan,
pengelola biasanya memberikan vitamin. Vitamin yang diberikan biasanya fitkom
sebanyak dua buah. Vitamin tersebut diberikan langsung pada orangutan.
Pemberian vitamin pada orangutan ini berbeda dengan satwa lain yang ada di TS
Cikembulan. Satwa lain diberikan vitamin dengan cara menyisipkan vitamin
tersebut ke dalam makanannya. Namun, pemberian vitamin pada orangutan
dilakukan secara langsung tanpa disisipkan ke dalam makanan.
Tindakan pencegahan penyakit pada orangutan yang dilakukan oleh
pengelola meliputi pemeriksaan kondisi tubuh dan nafsu makan satwa,
pembersihan kandang dan lingkungan sekitar kandang, dan pemberian pakan yang
tepat. Selain itu dilakukan tindakan pencegahan penyakit dengan cara pemberian
vaksin rabies terhadap orangutan. Namun, pemberian vaksin ini tidak rutin
dilakukan setiap tahun. Pemeriksaan kondisi tubuh orangutan dilakukan dengan
melihat tanda-tanda atau gejala kelainan pada fisik orangutan. Pemeriksaan
kondisi tubuh orangutan biasanya dilakukan pada saat pemberian pakan maupun
pada saat membersihkan kandang dan tubuh orangutan. Jika terdapat luka atau
gejala-gejala penyakit lain, keeper langsung melaporkan kejadian tersebut