Performa sapi perah friesian holstein (fh) yang diberi silase pada peternakan rakyat pangalengan

PERFORMA SAPI PERAH Friesian Holstein (FH) YANG
DIBERI SILASE PADA PETERNAKAN
RAKYAT PANGALENGAN

HENI MA’RIFAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Sapi Perah
Friesian Holstein (FH) yang Diberi Silase pada Peternakan Rakyat Pangalengan
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Heni Ma’rifah
NIM D24100071

ABSTRAK
HENI MA’RIFAH. Performa Sapi Perah Friesian Holstein (FH) yang Diberi
Silase pada Peternakan Rakyat Pangalengan. Dibimbing oleh DESPAL dan IDAT
GALIH PERMANA.
Silase merupakan salah satu teknik pengawetan hijauan pada kadar air
tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh bakteri asam laktat yang
berlangsung secara anaerob. Meskipun teknologi ini sudah dikenal lama di
Indonesia, namun penerapannya pada peternakan rakyat masih terbatas. Penelitian
ini bertujuan menganalisis dampak penggunaan silase dalam ransum sapi perah di
peternakan rakyat anggota KPBS terhadap performa sapi perah Friesian Holstein
dan membandingkannya dengan yang tidak diberi silase. Penelitian ini melibatkan
10 peternak dan 36 ekor sapi perah FH. Metode yang dilakukan dalam penelitian,
yaitu wawancara, pengukuran pemberian pakan, kecernaan, fermentabilitas, bobot
badan (BB), body condition score (BCS), produksi dan kualitas susu. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah bahan kering
(BK) ransum yang dikonsumsi antara kedua perlakuan, namun pada ransum yang
diberi silase, proporsi konsentrat lebih tinggi 49% dibandingkan yang tanpa
menggunakan silase 38%. Fermentabilitas protein ransum yang diberi silase lebih
rendah, namun fermentabilitas bahan organiknya lebih tinggi. Pemberian silase
meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan meskipun belum signifikan
menunjukkan peningkatan pada BB, BCS dan produksi susu.
Kata kunci : fermentabilitas, kecernaan, silase

ABSTRACT
HENI MA’RIFAH. Performance of Friesian Holstein Dairy Cattle Fed Silages in
Pangalengan Farm. Supervised by DESPAL and IDAT GALIH PERMANA.
Silage is a forage preservation techniques at certain moisture content
through lactic acid bacteria fermentation in anaerobic condition. Although this
technology has been known for a long time in Indonesia, but its application at
traditional farmes is still limited. This study aims to analyze the impact of the use
of silage in the ration of dairy cows in farm people KPBS members on the
performance of Holstein Friesian dairy cattle and compared with those not given
silage. The study involved 10 farmers and 36 heads FH cows. The study used
interview, measuring feed and nutrient consumption, digestibility, fermentability,

and body weight (BW), body condition score (BCS), milk production and milk
quality. The results showed that there was no difference in the amount of dry
matter (DM) intake between the two treatments, but the silage treatment fed,
concentrate a higher proportion (of 49%) compared to that without silages (38%).
Protein fermentability of silage contens ration was lower, but its organic
fermentability was higher. The silage treatment improved the quality of milk
produced significantly but not BW, BCS and milk production.
Key words : digestibility, fermentability, silage

PERFORMA SAPI PERAH Friesian Holstein (FH) YANG
DIBERI SILASE PADA PETERNAKAN
RAKYAT PANGALENGAN

HENI MA’RIFAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan


DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Performa Sapi Perah Friesian Holstein (FH) yang Diberi Silase
pada Peternakan Rakyat Pangalengan
Nama
: Heni Ma’rifah
NIM
: D24100071

Disetujui oleh

Dr Despal, SPt MScAgr
Pembimbing I

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah pemanfaatan silase,
dengan judul Performa Sapi Perah Friesian Holstein (FH) yang Diberi Silase pada
Peternakan Rakyat Pangalengan.
Tema ini dipilih karena ketersediaan hijauan di Indonesia dipengaruhi oleh
faktor musim, maka dibutuhkan suatu teknologi pengawetan hijauan seperti silase
untuk menghasilkan pakan yang dapat tersedia di setiap waktu. Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis dampak penggunaan silase dalam ransum sapi

perah di peternakan rakyat anggota KPBS terhadap performa sapi perah Friesian
Holstein (FH) dan membandingkannya dengan yang tidak diberi silase.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi peternak kecil,
pembaca dan penulis.

Bogor, November 2014

Heni Ma’rifah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat

Lokasi dan Waktu Penelitian
Prosedur Percobaan
Rancangan Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Pakan
Pemberian Pakan
Fermentabilitas dan Kecernaan Pakan
Performa Sapi Perah
Produksi Susu
Kualitas Susu
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

xi
xi

x
1
2
2
2
2
2
4
4
4
6
7
9
9
9
10
10
11
11
13

15
15

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.

Komposisi pakan dan ransum sapi perah
Pemberian pakan sapi perah
Kadar fermentabilitas dan kecernaan
Produksi susu
Kualitas susu

5
6
7
9

10

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Bobot badan
Body condition score (BCS)
Produksi susu
Kualitas susu
Kadar NH3
Kadar asam lemak terbang (VFA)
Kadar koefisien cerna bahan kering (KCBK)
Kadar koefisien cerna bahan organik (KCBO)


13
13
13
13
13
14
14
14

PENDAHULUAN
Sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia adalah sapi perah Friesian
Holstein (FH). Sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang memiliki tingkat
produksi susu tertinggi dengan kadar lemak yang relatif rendah dibandingkan sapi
perah lainnya (Blakely dan Blade 1998). Untuk meningkatkan kapasitas produksi
susu dalam negeri diperlukan peningkatan jumlah populasi sapi perah dan
produktivitas sapi perah dalam negeri. Produktivitas sapi perah sendiri
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas genetik ternak, tata laksana
pemberian pakan, umur beranak pertama, periode laktasi, frekuensi pemerahan,
masa kering kandang, dan kesehatan (Schmidt et al. 1988).
Jenis pakan yang diberikan pada sapi perah dapat mempengaruhi produksi
dan kualitas susu, serta dapat berpengaruh terhadap kesehatan sapi perah. Pakan
sapi perah yang sedang berproduksi susu terdiri dari sejumlah hijauan dan
konsentrat (Siregar 2001). Peranan hijauan pakan menjadi lebih penting karena
berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan. Pemberian hijauan yang
lebih banyak menyebabkan kadar lemak susu tinggi karena kadar lemak dalam
susu tergantung dari kandungan serat kasar dalam pakan (Arora 1995).
Ketersediaan hijauan di Indonesia sendiri sebenarnya cukup banyak,
namun dipengaruhi oleh faktor musim. Musim penghujan merupakan puncak
ketersediaan hijauan tertinggi, sedangkan pada musim kemarau hijauan sulit untuk
didapat, karena ketersediannya sangat rendah. Upaya yang dilakukan untuk
menanggulangi ketersediaan hijauan ini dengan melakukan teknik pengawetan
hijauan, salah satunya dengan cara silase. Silase adalah teknik pengawetan pakan
atau hijauan pada kadar air tertentu melalui proses fermentasi mikrobial oleh
bakteri asam laktat yang disebut ensilase dan berlangsung secara anaerob di dalam
tempat yang disebut silo (McDonald et al. 2002).
Meskipun teknologi ini sudah dikenal sejak lama, namun di peternakan
rakyat, silase belum banyak digunakan, disebabkan banyak faktor, seperti
kurangnya pengetahuan peternak dalam pembuatan silase, kondisi hijauan yang
kurang sesuai untuk dibuat silase (tinggi kadar air dan rendah water soluble
carbohydrats (WSC)) dan keterbatasan alat dalam pembuatan silase. Silase dapat
dibuat dari hijauan dan limbah pertanian. Kualitas silase dipengaruhi oleh tingkat
kematangan hijauan, kadar air, WSC, protein kasar, ukuran partikel bahan,
penyimpanan pada saat ensilase dan pemakaian aditif (Moran 2005).
Pembuatan silase yang baik mencegah kerusakan dan kehilangan bahan,
serta meningkatkan efisiensi pemberian pakan. Teknologi pembuatan silase yang
baik dan alat- alat yang diperlukan telah di introduksikan kepada peternak di
berbagai koperasi melalui program sustainable dan inclusive dairy business.
Dampak dari penggunaan silase tersebut terhadap efisiensi pemberian pakan dan
performa ternak perlu dikaji secara ilmiah. Silase diharapkan dapat membantu
peternak dalam pemberian pakan ternak menjadi lebih efisien, meningkatkan
produksi susu dan kualitas susu.
Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak penggunaan silase dalam
ransum sapi perah di peternakan rakyat anggota Koperasi Peternak Bandung
Selatan (KPBS) terhadap performa sapi perah Friesian Holstein dan
membandingkannya dengan yang tidak diberi silase.

2

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 36 ekor sapi perah
Friesian Holstein betina yang sedang laktasi milik 10 peternak, 27 ekor sapi perah
milik 5 peternak yang menggunakan silase dan 9 ekor sapi perah milik 5 peternak
yang tidak menggunakan silase. Sampel yang dianalisis adalah sampel hijauan
rumput, konsentrat dan silase sebagai pakannya. Sampel susu juga dianalisis untuk
diuji kualitas susunya.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya, timbangan,
botol sampel susu, gelas ukur 2000 mL, wadah plastik, pita ukur, pH meter,
Lactoscan type S_L, peralatan analisis proksimat dan analisis kecernaan In vitro.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Rakyat Pangalengan, Bandung,
Jawa Barat. Analisis In vitro dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor dan analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pusat Antar
Universitas (PAU). Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2013 sampai Maret 2014.
Prosedur Percobaan
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan melibatkan 10 peternak di 5 lokasi
yang berbeda, 5 peternak yang menggunakan silase dan 5 peternak tidak
menggunakan silase. Peternak diwawancarai untuk memberikan informasi
mengenai ternak yang dipelihara dan manajemen pemeliharaan ternak.
Pengukuran Pemberian Pakan
Pakan hijauan dan konsentrat yang diberikan pada ternak diukur dengan
menggunakan timbangan pada saat peternak akan memberi pakan dan
pengambilan sampel pakan yang diberikan. Jumlah pakan yang diberikan dicatat
dalam satuan kg. Sampel hijauan dan konsentrat diambil untuk dianalisis
kandungan proksimat.
Pengukuran Bobot Badan
Pendugaan bobot badan dilakukan dengan mengukur lingkar dada (LD)
setiap ternak yang dijadikan sampel. Pendugaan bobot badan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus Schoorl (Sudono 2003) yaitu: BB = (LD + 22)2 /100
Keterangan :
BB
: bobot badan (kg)
LD
: lingkar dada (cm)

3
Penilaian Body Condition Score (BCS)
Penilaian kondisi tubuh dilakukan dengan cara pengamatan dan perabaan
terhadap deposit lemak pada bagian tubuh ternak, yaitu pada bagian punggung dan
seperempat bagian belakang, seperti pada bagian processus spinosus, processus
spinosus ke processus transversus, processus transversus, flank (legok lapar),
tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber ischiadicus (pins), antara tuber
coxae kanan dan kiri, dan pangkal ekor ke tuber ischiadicus dengan skor 1-5 (skor
1 = sangat kurus, skor 3 = sedang, dan skor 5 = sangat gemuk) skala 0.25
(Edmonson et al. 1989).
Pengukuran Produksi Susu
Pengukuran produksi susu dilakukan dengan cara mengukur susu yang
dihasilkan oleh setiap sapi laktasi pada saat pemerahan pagi dan sore hari.
Pengukuran susu dilakukan dengan menggunakan gelas ukur 2000 mL. Jumlah
produksi susu yang telah diukur dicatat dalam satuan L.
Pengujian Kualitas Susu
Sampel susu hasil pemerahan pagi dan sore tiap ekor sapi laktasi diambil
sebanyak 20 mL. Sampel susu kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel susu.
Kualitas susu diuji dengan menggunakan Lactoscan type S_L.
Analisis Laboratorium
Analisis Proksimat (Metode AOAC 1988). Berdasarkan hasil analisis
penelitian lapang diperoleh pakan yang digunakan oleh peternak Pangalengan.
Sampel pakan yang ada dikoleksi untuk analisis proksimat dan diperoleh hasil
analisis kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar.
Analisis In vitro. Ransum yang digunakan peternak direkonstruksi dan
diformulasi untuk pengujian In vitro. Prosedur pengujian koefisien cerna bahan
kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) dilakukan dengan metode Tilley dan
Terry (1963). Konsentrasi NH3 diukur dengan menggunakan metode Mikrodifusi
Conway sedangkan VFA diukur dengan menggunakan teknik destilasi uap
(General Laboratory Procedure 1966). Konsentrasi NH3 dihitung berdasarkan
rumus berikut :
N NH3 (mM) = volume titrasi (mL) x N H2SO4 x 1000
bobot sampel (g) x BK sampel (%)
Konsentrasi VFA dihitung menggunakan rumus berikut :
VFA total (mM) =
(a-b) x N HCl x 1000/5
bobot sampel (g) x BK sampel (%)
Keterangan : a = volume titran blanko (mL)
b = volume titran sampel (mL)
KCBK dan KCBO dihitung berdasarkan rumus :
KCBK (%) = BK sampel (g) – (BK residu (g) – BK blanko (g)) x 100%
BK sampel (g)
KCBO (%) = B0 sampel (g) – (BO residu (g) – BO blanko (g)) x 100%
BO sampel (g)

4
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan. Ulangan berdasarkan jumlah
ternak yang digunakan, yaitu 27 ulangan untuk perlakuan pertama dan 9 ulangan
untuk perlakuan kedua. Perlakuan yang diujikan pada penelitian adalah sebagai
berikut :
P1 : ternak yang diberi silase ransum komplit + hijauan + konsentrat
P2 : ternak yang diberi hijauan + konsentrat
Model matematik dari rancangan tersebut adalah :
Xij = μ + τi + εij
Keterangan :
Xij
= nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= eror perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi pakan, NH3,
VFA, koefisien cerna bahan kering dan bahan organik, produksi susu dan kualitas
susu.
Analisis Data
Data peubah dianalisis dengan uji T untuk membandingkan perlakuan
yang menggunakan silase dengan perlakuan yang tidak menggunakan silase.
Software SPSS (versi 16.0 for Windows) digunakan untuk uji statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Pakan
Pakan yang digunakan peternak di Pangalengan berupa hijauan dan
konsentrat. Hijauan yang diberikan pada ternak sapi perah berupa rumput gajah,
rumput lapang, daun jagung dan silase. Konsentrat yang diberikan berupa mako
(konsentrat produksi KPBS), pellet, pollard dan onggok. Silase yang digunakan
peternak berbahan dasar daun jagung, konsentrat, molases dan master pit (starter).
Peternak juga ada yang menggunakan rumput gajah sebagai hijauan yang
digunakan dalam membuat silase. Nutrien pada komposisi pakan dan ransum sapi
perah dari hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 1.
Kualitas pakan hijauan dan konsentrat yang digunakan pada peternak
relatif sama. Kadar bahan kering (BK), abu, lemak kasar (LK), protein kasar (PK),
serat kasar (SK) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tidak jauh berbeda dari
sampel hijauan rumput, daun jagung, silase, konsentrat dan onggok dari masingmasing peternak. Penambahan silase pada P1 dapat meningkatkan bahan kering
(BK) dalam ransum. Hijauan rumput yang digunakan peternak mempunyai kadar
PK tertinggi dibandingkan bahan pakan lainnya. Kemungkinan disebabkan oleh

5
defoliasi tanaman umur muda sehingga kadar protein kasarnya tinggi. Selain itu,
dari kandungan tanah yang memiliki kandungan nutrien yang baik sehingga
berpengaruh terhadap kandungan nutrisi tanaman yang dihasilkan (Heath et al.
1985).
Penambahan silase dapat meningkatkan lemak kasar (LK) dalam ransum,
kemungkinan disebabkan kadar LK silase yang cukup tinggi, sehingga kadar LK
ransum yang diberi silase lebih tinggi dari ransum yang tidak diberi silase.
Kualitas konsentrat yang digunakan para peternak belum memenuhi standar untuk
pakan sapi perah yang berproduksi tinggi. Pakar nutrisi sapi perah
merekomendasikan, bahwa kualitas konsentrat untuk sapi perah yang berproduksi
susu tinggi minimal mengandung 18% protein kasar (Siregar 1996). Konsentrat
pada peternak yang menggunakan silase hanya mengandung protein kasar 12.64%
dan pada peternak yang tidak menggunakan silase protein kasarnya 12.04%.
Tabel 1 Komposisi pakan dan ransum sapi perah
Jenis pakan
Silase
Hijauan rumput
Daun jagung
Konsentrat
Onggok
*Total ransum

Hijauan rumput
Daun jagung
Konsentrat
Onggok
*Total ransum

BK
(%)

Abu
(% BK)

31.72 ±
0.86
20.20 ±
0.49
21.49
91.50 ±
1.42
20.63
57.30 ±
8.15

8.51 ±
1.41
8.29 ±
0.98
7.57
9.41 ±
4.30
1.14
8.84 ±
0.81

20.39 ±
0.51
21.49
91.72 ±
1.54
20.58
52.27 ±
16.60

8.87 ±
1.88
7.57
9.89 ±
4.26
1.14
9.97 ±
1.76

LK
(% BK)
Perlakuan 1
2.69 ±
0.39
1.66 ±
0.57
1.36
4.66 ±
2.13
0.35
3.16 ±
1.05
Perlakuan 2
2.10 ±
0.55
1.36
4.61 ±
1.50
0.35
2.94 ±
0.51

PK
(% BK)

SK
(% BK)

BETN
(% BK)

9.36 ±
1.10
13.18 ±
2.75
9.43
12.64 ±
2.73
2.49
12.08 ±
0.13

22.23 ±
1.36
23.15 ±
2.81
20.24
13.40 ±
4.71
16.74
17.99 ±
1.41

57.21 ±
3.04
53.71 ±
2.02
61.40
59.90 ±
7.67
79.28
57.94 ±
1.09

14.57 ±
3.39
9.43
12.04 ±
2.99
2.49
13.24 ±
2.71

22.43 ±
2.81
20.24
14.52 ±
5.04
16.74
19.01 ±
0.68

52.03 ±
4.00
61.40
58.94 ±
7.69
79.28
54.84 ±
4.62

Hasil Analisis Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor (2014); Perlakuan 1 :
ternak yang diberi silase, Perlakuan 2 : ternak yang tidak diberi silase; BK : bahan kering, LK : lemak kasar,
PK : protein kasar, SK : serat kasar, BETN : bahan ekstrak tanpa nitrogen; Silase : hijauan 75% dan
konsentrat 25%; Hijauan rumput : rumput gajah dan rumput lapang; Konsentrat : mako dan pellet; *Total
ransum dihitung dari jumlah pemberian pakan dikali nutrien pakan; Total Ransum P1 : hijauan (silase,
hijauan rumput, daun jagung) + konsentrat (mako, pellet, onggok) dan total ransum P2 : hijauan (hijauan
rumput, daun jagung) + konsentrat (mako, pellet, onggok).

Semakin rendah SK maka semakin tinggi kecernaan ransum, namun kadar
SK yang terlalu rendah dapat mengganggu sintesis lemak susu yang berdampak
pada penurunan produksi susu. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kadar SK yang
rendah menghasilkan pola fermentasi VFA dengan proporsi molar propionat yang

6
lebih banyak. Propionat lebih banyak digunakan untuk cadangan energi dan
sedikit untuk sintesis lemak susu.
Pemberian Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha peternakan. Jenis
pakan yang diberikan akan mempengaruhi produksi, kualitas susu dan kesehatan
sapi perah (Siregar 2001). Data pemberian pakan sapi perah pada penelitian dapat
dilihat pada Tabel 2.

Jenis Pakan

Tabel 2 Pemberian pakan sapi perah
Perlakuan
P1

Silase
BS (kg ekor-1 hari-1)
BK (kg ekor-1 hari-1)
BS (% BB)
BK (% BB)
Hijauan
BS (kg ekor-1 hari-1)
BK (kg ekor-1 hari-1)
BS (% BB)
BK (% BB)
Konsentrat
BS (kg ekor-1 hari-1)
BK (kg ekor-1 hari-1)
BS (% BB)
BK (% BB)
Total BK ransum (kg ekor-1 hari-1)
% BB
Imbangan Silase : Hijauan : Konsentrat
% BK

P2

10
3.19 ± 0.07
2.06 ± 0.15
0.66 ± 0.05
31.48 ± 21.43
6.35 ± 4.27
6.70 ± 4.93
1.35 ± 0.98

59.44 ± 47.79
12.25 ± 9.90
13.54 ± 11.89
2.79 ± 2.46

12.67 ±
8.98 ±
2.63 ±
1.86 ±
18.52 ±
3.62 ±

8.89 ±
7.53 ±
1.91 ±
1.60 ±
19.78 ±
4.39 ±

4.57
1.18
1.02
0.29
4.94
1.25

17 : 34 : 49

2.15
2.60
0.38
0.46
8.03
2.12

62 : 38

Silase (P1) : hijauan 75% dan konsentrat 25%, Hijauan (P1) : hijauan rumput (rumput gajah dan
rumput lapang), daun jagung; konsentrat (P1) : mako, pellet, onggok. Hijauan (P2) : hijauan
rumput (rumput gajah, rumput lapang, daun jagung); konsentrat (P2) : mako, pellet, onggok. BS :
bahan segar; BK : bahan kering; BB : bobot badan.

Rata-rata pemberian hijauan lebih banyak pada ternak yang tidak diberi
silase dibandingkan ternak yang menggunakan silase. Pemberian hijauan
berdasarkan bahan segar pada ternak yang tidak diberi silase sudah memenuhi
standar dibandingkan ternak yang diberi silase, yaitu 10% dari bobot badan
(Sudono et al. 2003). Imbangan hijauan dan konsentrat dalam % BK pada ternak
yang diberi silase (P1) lebih kecil dibandingkan ternak yang tidak diberi silase
(P2). Ternak yang diberi silase, jumlah konsentrat yang diberikan lebih banyak
dari jumlah hijauan yang diberikan dalam % BK. Imbangan hijauan dan
konsentrat dalam pemberian pakan sapi perah juga harus diperhatikan, karena
imbangan hijauan dan konsentrat dalam pakan dapat mempengaruhi produksi susu
sapi perah.

7
Pemberian hijauan yang yang lebih sedikit pada P1 dapat disebabkan oleh
pemberian silase pada ternak. Pemberian silase yang sudah dipotong dapat
meningkatkan efisiensi konsumsi karena tidak banyak pakan yang terbuang.
Imbangan hijauan : konsentrat untuk mutu pakan yang baik berdasarkan bahan
keringnya adalah 60% : 40%, sehingga akan diperoleh koefisien cerna yang tinggi
(Sudjatmogo 1998). Pakan yang mengandung konsentrat tinggi akan
meningkatkan produksi susu sapi perah, sedangkan pemberian hijauan dalam
jumlah yang cukup akan berpengaruh terhadap kadar lemak susu, karena hijauan
akan diubah oleh mikroba rumen menjadi VFA yang terdiri atas 65% asam asetat,
20% asam propionat dan 15% asam butirat (Barret dan Larkin 1979).
Asam asetat merupakan bahan baku utama untuk membentuk lemak susu.
Kadar lemak susu akan menurun dua sampai tiga bulan pertama periode laktasi,
kemudian akan meningkat lagi dengan bertambahnya bulan laktasi (Foley et al.
1973). Kadar lemak susu sangat ditentukan oleh kandungan serat kasar dalam
pakan. Pakan yang banyak mengandung hijauan akan menyebabkan kadar lemak
susu tinggi dan pakan yang banyak mengandung konsentrat akan menyebabkan
kadar lemak susu rendah (Sudono et al. 2003).
Fermentabilitas dan Kecernaan Pakan
Fermentabilitas ransum mencerminkan mudah tidaknya ransum tersebut
didegradasi oleh mikroba di dalam rumen. Fermentabilitas dicerminkan dari
amonia (NH3) dan asam lemak terbang (VFA) yang dihasilkan. Ransum yang
mudah didegradasi oleh mikroba rumen ditandai oleh produksi NH3 dan VFA
yang tinggi. Mikroba rumen seperti bakteri akan selalu merombak protein ransum
menjadi NH3. NH3 dibutuhkan oleh bakteri untuk sintesis protein mikrobial.
Konsentrasi NH3 yang tinggi dapat menunjukkan proses degradasi protein pakan
lebih cepat dibandingkan proses pembentukan protein mikroba, sehingga amonia
yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen.
Pakan yang defisien protein menyebabkan konsentrasi amonia dalam
rumen rendah dan pertumbuhan mikroba rumen lambat sehingga kecernaan
pakannya akan turun (McDonald et al. 2002). Produksi NH3 dan VFA dalam
cairan rumen sebagai akibat dari perlakuan pada ransum disajikan pada Tabel 3.

Kadar
NH3 (mM)
VFA (mM)
KCBK (%)
KCBO (%)

Tabel 3 Kadar fermentabilitas dan kecernaan
Perlakuan
Ransum P1
Ransum P2
7.85 ± 0.69
9.14 ± 0.89
128.64 ± 10.74
105.59 ± 20.48
57.83 ± 2.94
55.98 ± 5.50
56.54 ± 2.70
54.82 ± 5.32

Uji T
0.002*
0.010*
0.360
0.375

P1 : ransum yang diberi silase; P2 : ransum yang tidak diberi silase; Ransum P1 : 51% Hijauan
(silase, hijauan rumput, daun jagung) + 49% Konsentrat (mako, pellet, onggok); Ransum P2 :
62% Hijauan (hijauan rumput, daun jagung) + 38% Konsentrat (mako, pellet, onggok); KCBK :
koefisien cerna bahan kering; KCBO : koefisien cerna bahan organik; * berbeda nyata (p0.05). Penggunaan silase
tidak mempengaruhi bobot badan, body condition score (BCS) dan produksi susu
sapi perah. Namun, hasil uji statistik yang tidak berbeda nyata juga dapat
disebabkan oleh faktor lain, misalnya periode laktasi pada ternak dan manajemen
dalam pemeliharaan sapi perah di dalam kandang. BCS pada kedua perlakuan
masih di bawah rekomendasi Penn State (2004) yang menyatakan bahwa nilai
BCS sepanjang laktasi minimum dan maksimum adalah 3.00-3.25.
Kualitas Susu
Kualitas susu meliputi cita rasa, aroma susu, kandungan bakteri, sifat-sifat
fisik dan sifat kimiawinya. Hubungan produksi susu dengan kadar lemak susu
terjadi korelasi negatif, artinya pada saat produksi susu mencapai puncaknya,
kadar lemaknya mencapai posisi terendah (Soetarno 2000). Kualitas susu sapi
perah pada penelitian disajikan pada Tabel 5.
Rata-rata kadar lemak susu sapi perah pada peternak yang menggunakan
silase lebih tinggi dibandingkan kadar lemak yang tidak menggunakan silase.
Berdasarkan uji statistik, kualitas susu pada peternak yang menggunakan silase
berbeda nyata dengan peternak yang tidak menggunakan silase (p0.05).

Komposisi
Berat jenis (g mL-1)
SNF (%)
Lemak (%)
Protein (%)
Laktosa (%)
Air (%)
Temperatur (°C)
Titik beku (°C)
Garam (%)

Tabel 5 Kualitas susu
P1
P2
1.027 ± 1.13
1.026 ± 1.66
7.78 ± 0.29
7.34 ± 0.38
4.32 ± 0.74
3.72 ± 0.58
2.86 ± 0.13
2.72 ± 0.14
4.30 ± 0.16
4.06 ± 0.21
4.27 ± 3.08
10.16 ± 5.02
24.07 ± 0.7
23.52 ± 0.61
-0.51 ± 0.02
-0.47 ± 0.03
0.65 ± 0.03
0.61 ± 0.03

Uji T
0.053
0.009*
0.024*
0.016*
0.009*
0.008*
0.037*
0.004*
0.003*

P1 : ternak yang diberi silase, P2 : ternak yang tidak diberi silase; SNF = solid non fat; *berbeda
nyata (p