Evaluasi Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Rakyat Di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor

(1)

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN SAPI PERAH FRIESIAN

HOLSTEIN PETERNAKAN RAKYAT DI DESA CIBEUREUM

CISARUA KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI RIKA JULIANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

RINGKASAN

Rika Juliani. D14061007. 2011. Evaluasi Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Rakyat di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, M.Si.

Produktifitas sapi perah dapat ditingkatkan dengan perbaikan dari genetik, lingkungan serta manajemen pemeliharaan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan teknis beternak peternak sapi perah di Desa Cibeureum. Penelitian dilakukan di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor karena daerah ini cocok untuk pemeliharaan sapi perah, sumber daya alam yang cukup serta minat untuk usaha peternakan sapi di Desa Cibeureum masih tinggi.

Penelitian dilakukan selama 6 bulan dari bulan Maret sampai Agustus 2010. Metode yang digunakan adalah metode survei, dengan jumlah sampel (peternak sebagai responden) sebanyak 40 orang. Parameter yang diamati yaitu struktur kepemilikan ternak, karakteristik peternak, cara pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disusun berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Data primer didapat dengan wawancara menggunakan kuesioner, teknik observasi dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran lingkar dada, produksi susu, dan pakan yang diberikan). Data sekunder didapatkan dari kantor Kepala Desa dan KUD Giri Tani Desa Cibeureum. Data dianalisa secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square (X2).

Hasil analisis yang didapatkan yaitu penerapan teknis pemeliharaan sapi perah di Desa Cibeureum masih kurang sesuai dengan yang diharapkan. Karakteristik peternak berdasarkan usia dan pengalaman beternak di Desa Cibeureum sudah cukup baik hanya saja tingkat pendidikan dari peternak masih kurang. Rataan kepemilikan ternak masih jauh dari nilai ekonomis. Penerapan aspek pemeliharaan dari yang paling rendah sampai tinggi yaitu pembibitan dan reproduksi (75,42%), kandang dan peralatan (77,6%), pengelolaan (86,5%), kesehatan hewan (86,5%) dan tertinggi makanan ternak (88,85%). Perlunya perhatian yang lebih pada pembibitan dan reproduksi terutama dalam cara penyeleksian sapi perah sehingga diharapkan produktifitas ternak dapat meningkat.

Kata-kata kunci : Sapi perah, faktor penentu, teknis pemeliharaan, peternakan rakyat, Desa Cibeureum


(3)

ABSTRACT

Technical Evaluation of Dairy Management Friesian Holstein in Small Holder Dairy Farm at Cibeureum Cisarua Bogor

Juliani, R., B.P. Purwanto, and A. Murfi

This research was conducted to evaluate Farming practices of small holder (breeding and reproduction, feeding, management, housing and equipment, and animal health) at dairy farm Cibeureum located in Cisarua Bogor. This research was carried out from March to August 2010. Data were collected from 40 farms using survey method based on field observation, interview with farmers, and direct measurement. Secondary data were collected from local subdistrict and Giri Tani cooperative. The data were frequency tabulated and analyzed using. The the differences between observation and expectation value were analyzed ysing chi-square test (X2). The result showed that farmers knowledge and skills of dairy farming practices were lower than expectated value for breeding and reproduction (75,42%), selection method (34,37%). Therefore, improving farmers knowledge and skill and skill on the most critical point such as cattle selection can be used as a strategy to improve productivity on their farms.

Key words: Dairy cattle, dairy management, impact points, Cibeureum


(4)

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN SAPI PERAH FRIESIAN

HOLSTEIN PETERNAKAN RAKYAT DI DESA CIBEUREUM

CISARUA KABUPATEN BOGOR

RIKA JULIANI D14061007

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

Judul : Evaluasi Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Friesian HolsteinPeternakan Rakyat di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor

Nama : Rika Juliani

NIM : D14061007

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr.) (Ir. Andi Murfi, M.Si.) NIP: 19600503 198503 1 003 NIP: 19631229 198903 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1989 di Sukabumi, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN Ir. H. Djuanda Kota Sukabumi. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Islam Al-Azhar 07 Kota Sukabumi dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), di Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama mengikuti pendidikan di Tingkat Persiapan Bersama, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa (Kopma). Penulis juga aktif dalam kepanitiaan di IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum ilmu teknologi pengolahan daging. Selain aktif dalam keorganisasian intra kampus, penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah yaitu Ikatan Mahasiswa Sukabumi (Ikamasi).


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa di panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaiakan. Skripsi yang berjudul

Evaluasi Pemeliharaan Sapi Perah Peternakan Rakyat di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Sapi perah merupakan salah satu usaha peternakan yang diminati oleh penduduk Desa Cibeureum karena didukung dengan kondisi lingkungan dan sumber daya yang memungkinkan. Keberhasilan usaha peternakan sapi perah ditentukan dar i manajemen pemeliharaan yang baik. Dirjen Peternakan (1983) sudah membuat acuan yang dapat digunakan peternak untuk menilai bagaimana teknis pemeliharaan sapi perah yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana teknis pemeliharaan sapi perah peternak di Desa Cibeureum. Diharapkan dengan mengetahui kekurangan dari teknis pemeliharaan sapi perah di Desa Cibeureum dapat menjadi acuan untuk perbaikan para peternak dalam mengelola usaha peternakannya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Amin.

Bogor, Januari 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Sapi Perah Friesian Holstein ... 3

Peternakan Sapi Perah ... 3

Faktor Penentu Sapi Perah ... 4

Pembibitan dan Reproduksi ... 4

Pakan Sapi Perah ... 5

Pengelolaan ... 7

Kandang dan Peralatan ... 9

Kesehatan Hewan ... 10

MATERI DAN METODE ... 12

Lokasi dan Waktu ... 12

Materi ... 12

Prosedur ... 12

Persiapan Kuesioner ... 16

Survei dan Wawancara ... 17

Pengamatan ... 17

Peubah yang Diamati ... 17

Struktur Kepemilikan Ternak ... 17

Pembibitan dan Reproduksi ... 18

Pakan Sapi Perah ... 18

Pengelolaan ... 18

Kandang dan Peralatan ... 18


(9)

Rancangan dan Analisis Data ... 19

Rancangan Data ... Analisis Deskriptif ... 19

Analisis Statistik ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 20

Karakteristik Peternak dan Komposisi Sapi Perah ... 20

Umur Responden ……….…… ... 21

Pendidikan ... 22

Pengalaman Beternak ... 22

Struktur Kepemilikan Ternak ... 22

Faktor Penentu Usaha Peternakan Sapi Perah ... 24

Pembibitan dan Reproduksi ……… 25

Makanan Ternak ... 29

Pengelolaan ... 33

Kandang dan Peralatan ... 40

Kesehatan Hewan ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

UCAPAN TERIMA KASIH ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan

Reproduksi ... 13 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Makanan Ternak.. 14 3. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pengelolaan ... 15 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kandang dan

Peralatan ... 16 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kesehatan Hewan 16 6. Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di

Desa Cibeureum ... 21 7. Rataan Kepemilikan Sapi Perah Peternak di Desa Cibeureum ... 23 8. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan dan Pengetahuan

Keterampilan Peternak di Desa Cibeureum ... 24 9. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Pembibitan dan Reproduksi (40 Responden) ... 26 10. Penerapan Aspek Pembibitan dan Reproduksi Sapi Perah di

Desa Cibeureum ... 27 11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Makanan Ternak (40 Responden) ... 30 12. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Desa

Cibeureum ... 31 13. Kandungan Nutrisi Pakan Peternak di Desa Cibeureum ... 33 14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Pengelolaan (40 Responden) ... 34 15. Penerapan Aspek Pengelolaan Sapi Perah di Desa Cibeureum .. 35 16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Kandang dan Peralatan (40 Responden) ... 40 17. Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Perah di Desa

Cibeureum ... 41 18. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Kesehatan Hewan (40 Responden) ... 43 19. Penerapan Aspek Kesehatan Hewan Sapi Perah di Desa

Cibeureum ... 44

x xi


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Konsentrat yang Diberikan pada Ternak ... 32 2. Peternak sedang Membersihkan Kandang ... 36 3. Kandang Peternak di Desa Cibeureum ... 42


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner yang Digunakan untuk Mengumpulkan Data ... 52 2. Peta Lokasi Penelitian (Desa Cibeureum) ... 56


(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sapi perah merupakan ternak yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Tujuan utama dari pemeliharaan sapi perah adalah produksi air susu yang melebihi kebutuhan untuk anaknya yang mengandung zat gizi yang baik untuk tubuh manusia. Sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia yaitu sapi perah Friesian Holstein (FH) karena memiliki produksi susu paling tinggi diantara bangsa sapi perah lainnya. Produksi susu sapi FH di Indonesia berkisar 4000 liter per ekor laktasi (Anggraeni et al., 2008).

Produksi susu lokal masih sangat rendah hanya mampu memasok sekitar 30% dari permintaan, sehingga sekitar 70% kebutuhan susu dalam negeri masih bergantung dari susu impor (Balitnak, 2010). Besarnya kontribusi susu impor mengakibatkan harga susu di pasaran dalam negeri sangat ditentukan oleh pihak asing dan seringkali tidak sesuai dengan harga yang diinginkan peternak sehingga menyebabkan kesejahteraan peternak menurun.

Produksi air susu dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan. Faktor genetik dapat dikendalikan dengan cara seleksi bibit dan pencatatan (recording) yang baik. Faktor lingkungan dapat dikendalikan dengan cara pengaturan kandang yang baik, sehingga ternak nyaman berada di kandang. Selain itu manajemen pemeliharaan harus dilakukan dengan baik sehingga ternak dapat meningkatkan produksi susunya. Diharapkan dengan perbaikan dari kedua faktor ini dapat meningkatkan produksi susu dari ternak.

Desa Cibeureum merupakan salah satu lokasi peternakan rakyat sapi perah yang berada di Kabupaten Bogor. Dilihat dari segi lokasi, daerah ini cocok untuk peternakan sapi perah. Desa Cibeureum berada pada ketinggian 955 m di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu lingkungan berkisar antara 18-22oC. Kondisi seperti ini memungkinkan sapi perah berproduksi secara optimal, karena tingkat stres lingkungan dari ternak dapat dikurangi. Pangestu et al. (2000) menyatakan bahwa sapi perah FH pada daerah di atas 500 m dpl memiliki produksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang berada kurang dari 500 m dpl, ketinggian daerah ini juga mempengaruhi suhu lingkungan sekitar, sehingga sapi dapat beradaptasi dengan baik. Selain kondisi lingkungan di Desa Cibeureum yang mendukung untuk usaha


(14)

peternakan, ketersediaan sumber daya alam (rumput) yang cukup dan baik juga membuat usaha ini dapat berjalan dengan lancar.

Pengetahuan teknis beternak sapi perah sangat penting diketahui oleh peternak karena manajemen pemeliharaan merupakan salah satu kunci utama dalam usaha peternakan. Dirjen Peternakan (1983) menyatakan faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan. Dengan diterapkannya teknis beternak yang sesuai dengan dinas peternakan ini diharapkan dapat meningkatkan produktifitas ternak.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi teknis pemeliharaan (pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan) peternakan sapi perah rakyat di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, membandingkan teknis pemeliharaan yang dilakukan saat ini dengan rekomendasi Dirjen Peternakan (1983) serta memberikan masukan kepada peternak terhadap usaha perbaikan yang mungkin dilakukan.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah dan hitam. Keunggulan sapi ini yaitu memiliki rataan produksi susu tertinggi dibandingkan bangsa sapi perah lainnya sehingga sapi ini cocok untuk pemeliharaan tujuan pemerahan. Berdasarkan USDA Tahun 2002 produksi susu sapi FH mencapai 11.000 l per laktasi (Tyler & Ensminger, 2006). Nilai ini tentu sangat jauh bila dibandingkan dengan produksi sapi FH di Indonesia yang masih rendah.

Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang dengan kisaran suhu 13-18oC dan kelembaban 55% untuk mencapai produksi maksimalnya. Kondisi seperti ini menyebabkan sapi FH sangat peka terhadap perubahan suhu dan kelembaban. Ternak akan menyesuaikan secara fisiologis dan tingkah laku pada suhu yang lebih tinggi. Usaha peternakan sapi FH di Indonesia yang pada umumnya terdapat pada daerah ketinggian lebih dari 800 m dpl ditujukan untuk penyesuaian lingkungan yang dibutuhkan sapi FH (Yani & Purwanto, 2006).

Peternakan Sapi Perah

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono, 1999). Peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat di samping usaha taninya sehingga sifat pemeliharaannya masih tradisional berdasarkan pada pengalaman orang tuanya yang turun-temurun hingga beberapa generasi dengan skala kepemilikan ternak sapi perah berkisar antara 2-10 ekor sapi laktasi.

Sudono (1999) menyatakan bahwa faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi peternakan yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan ternak dan pemasaran yang baik. Keuntungan usaha peternakan sapi perah yaitu peternakan sapi perah termasuk usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang


(16)

tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003).

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah

Faktor-faktor penentu (impact points) ternak sapi perah merupakan indikator untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak. Faktor-faktor penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian dari Dirjen Peternakan (1983) yaitu (1) Pembibitan dan reproduksi, (2) Makanan ternak, (3) Pengelolaan, (4) Kandang dan peralatan, dan (5) Kesehatan hewan.

Pembibitan dan Reproduksi

Bibit sapi perah yang akan dipelihara menentukan keberhasilan usaha ternak sapi perah. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah menurut Blakely dan Bade (1994) yaitu:

1. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang produktivitasnya tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua akan menurun pada anaknya

2. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat 3. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah harus

proporsional, badan dan ambing yang berimbang, kapasitas perut yang besar serta garis atas badan dan punggung yang lurus dan panjang. Sapi juga tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, jarak kaki kanan dengan kaki kiri cukup lebar (baik kaki depan maupun kaki belakang) serta bulu mengilat. Ambing besar, lunak, dan lentur untuk menunjukkan bahwa kelenjar susunya aktif. Besar tubuh tidak menjamin atau tidak menentukan kuantitas atau jumlah susu yang dihasilkan dan ketahanannya terhadap penyakit

4. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan bobot badan sekitar 300 kg, sementara itu umur pejantan 2 tahun dengan bobot badan sekitar 350 kg.

Tujuan tata laksana yang baik pada periode keremajaan adalah untuk menghasilkan sapi dara yang besar dan cepat tumbuh dengan biaya yang murah dan


(17)

dapat memulai laktasi lebih awal. Sapi dara dengan asupan nutrisi yang tinggi akan berahi pertama pada umur 9-11 bulan, jika asupan nutrisinya kurang baik maka berahi pertama pada umur 18-20 bulan (Ensminger, 1971). Laktasi pertama pada umur 24 bulan sapi menghasilkan rata-rata 75% susu yang dihasilkan oleh sapi dewasa, dan meningkat ketika laktasi ke-2 85% sampai laktasi ke-5 yaitu 99%. (Schmidt & Van Vleck, 1974). Tyler & Ensminger (2006) menambahkan pubertas dari sapi dara tercapai ketika bobot badan sekitar 35% dari bobot dewasa tubuh (sekitar umur 7-9 bulan). Lama berahi tergantung umur, sapi dara pada umumnya mempunyai masa berahi lebih pendek dibandingkan sapi dewasa. Siklus berahi berkisar antara 18-24 hari (± 21 hari).

Lama bunting sapi perah adalah 9 bulan (Sudono et al., 2003). Salah satu yang mempengaruhi produksi susu yaitu interval beranak. Sapi dengan selang beranak antara 12-15 bulan akan berproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan sapi yang selang beranaknya 10-12 bulan tanpa masa kering yang cukup (Ensminger, 1971). Bila interval beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7-9% pada laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya, sedangkan bila interval beranak diperpanjang sampai 450 hari, maka laktasi yang sedang berlaku dan laktasi yang akan datang akan meningkatkan produksi susu 3,5% tetapi bila ditinjau dari segi ekonomi akan rugi karena hasil yang didapat tidak sesuai dengan makanan yang diberikan (Sudono, 1999).

Perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kawin alam dan kawin suntik (inseminasi buatan). Kawin alam biasa dilakukan oleh peternak besar dengan biaya yang relatif mahal karena harus memelihara pejantan. Peternak kecil biasa melakukan kawin suntik dengan biaya yang lebih murah karena tidak harus memelihara pejantan (Sudono et al., 2003).

Pakan Sapi Perah

Pakan merupakan hal yang sangat penting untuk ternak. Nutrisi dari pakan digunakan untuk kebutuhan hidup pokok ternak seperti menjaga kondisi tubuh, untuk menyeimbangkan suhu tubuhnya dengan lingkungan, menyimpan energi untuk proses penting dalam tubuh, untuk bergerak, dan yang paling penting untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (Tyler & Ensminger, 2006). Lukuyu et al. (2007) menambahkan pemberian pakan yang baik dan benar memungkinkan sapi


(18)

tumbuh dengan sehat, menghasilkan anakan (pedet) yang sehat, dan dapat menghasilkan susu untuk anaknya yang sisanya dapat dikonsumsi sendiri ataupun dijual. Pemberian pakan pada sapi perah harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar lemak susu, dan produksi susu sapi tersebut.

Pakan yang diberikan harus memiliki kualitas dan palatabilitas yang tinggi. Sapi yang memiliki produksi tinggi, tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya apabila tidak diberi pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Rasio pemberian pakan merupakan imbangan antara pemberian pakan konsentrat dengan hijauan. Rasio pemberian pakan pada sapi laktasi biasanya diformulasi berdasarkan protein dan energi saja. Namun untuk mendapatkan produksi yang maksimal, rasio pemberian pakan harus seimbang dengan memperhatikan karbohidrat nonstruktural, protein tidak terdegradasi rumen, dan protein terlarut. Rasio pemberian pakan biasanya diformulasikan untuk memaksimalkan jumlah mikroba rumen dan kebutuhan untuk asam amino yang tidak terdegradasi dalam rumen (Lee, 2009)

Kebutuhan pokok dan produksi susu sapi perah dapat dipenuhi selain dengan pemberian hijauan sebagai makanan pokoknya, juga dengan penambahan konsentrat. Fungsi utama konsentrat yaitu untuk menyuplai energi tambahan yang diperlukan agar sapi berproduksi optimal. Fungsi kedua yaitu untuk menyesuaikan tingkat protein ransum tertentu (Blakely & Bade, 1994). Hijauan berperan sebagai sumber serat bagi ternak. Hijauan yang diberikan minimal sebanyak 40% dari total bahan kering ransum atau diperkirakan sebanyak 1,5% dari bobot ternak. Pemberian konsentrat dalam ransum dapat ditekan, apabila kualitas hijauan dapat ditingkatkan (Sudono, 1999). Konsentrat menyediakan sumber energi yang mudah dicerna, namun harganya lebih mahal dibanding dengan hijauan (Tyler & Ensminger, 2006). Jumlah pemberian konsentrat ditentukan oleh jumlah hijauan yang dikonsumsi, jumlah produksi susu, dan komposisi (% lemak) yang diproduksi susu (Lee, 2009).

Energi merupakan sumber tenaga bagi semua proses hidup dan produksi. Kekurangan energi pada usia muda dapat menghambat pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin (Sutardi, 1981). Sudono (1999) menyatakan selain energi, protein juga merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein penting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu dan


(19)

perkembangan fetus sapi perah. Protein juga digunakan untuk membentuk hormon yang mengontrol reaksi kimia dalam tubuh (Tyler & Ensminger, 2006).

Keberhasilan pemberian pakan dalam usaha peternakan ditentukan oleh kebutuhan dari ternak itu sendiri. Kebutuhan ternak dapat dilihat dari anatomi tubuhnya dan bentuk fisiologinya. Pengetahuan tentang komposisi nutrisi dari pakan, interaksi antar pakan, kebutuhan nutrisi ternak, efek dari lingkungan, dan sistem pemberian pakan harus diperhatikan untuk menentukan jumlah pemberian pakan dan jenis pakan yang diberikan pada ternak (Tyler & Ensminger, 2006).

Vitamin dan mineral juga perlu diperhatikan dalam penyusunan ransum untuk pakan. Mineral merupakan elemen anorganik yang biasa ditemui dalam garam ataupun di elemen organik dan anorganik. Mineral dibutuhkan untuk fungsi pengaturan dan struktural. Sebanyak 14 mineral dibutuhkan baik dalam jumlah banyak ataupun sedikit untuk mempertahakan fungsi kesehatan dan produktivitas. Diagnosa kekurangan mineral tidak ditunjukkan secara langsung bisa ditunjukkan dengan tanda tidak teraturnya metabolik, nutrisional, atau masalah kesehatan atau tanda yang tidak spesifik (Hill & Andrew, 2000). Mineral dibagi dalam 2 kelompok yaitu makromineral seperti kalsium, posfor, magnesium, potassium, dan sulfur serta mikromineral kobalt, tembaga, iodine, zat besi, mangan, selenium dan seng. Vitamin adalah kompleks bahan organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi dan kesehatan. Vitamin juga digunakan untuk mengoptimalkan performa dari ternak (NRC, 1988).

Air dalam jumlah besar penting bagi sapi untuk kapasitas maksimum produksinya, menjaga keseimbangan air dan ion dalam tubuh, pencernaan, penyerapan, dan metabolisme nutrisi. Air didapat dari ternak yaitu air minum dan air yang terkandung dalam pakan. Air yang diberikan pada ternak sebaiknya air yang bersih yang bebas dari bakteri. Air merupakan salah satu komponen yang paling banyak dalam tubuh sapi perah dan kandungan susu memiliki kandungan air yang tinggi sehingga pemberiannya tidak boleh kurang (NRC, 1988).

Pengelolaan

Kebersihan kandang harus selalu dijaga yaitu dengan cara membersihkan tempat pakan dan minum, membersihkan lantai kandang dan memiliki tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang. Kandang yang bersih dapat


(20)

meminimalisir patogen masuk ke kandang. Kandang dimana tempat sapi itu diperah harus dibersihkan atau dicuci dahulu dan dihilangkan dari bau-bauan sebelum sapi diperah, hal ini disebabkan karena air susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas air susu (Sudono, 1999).

Sapi sebaiknya dimandikan terlebih dahulu sebelum diperah. Namun jika sapi hendak diperah dan kondisinya kotor, sapi tersebut dapat dimandikan dengan syarat hanya membersihkan bagian tubuh yang kotor disiram dengan air, menyikat bagian tubuh yang kotor dari punggung ke perut dan menjatuhkan bulu-bulu yang lepas. Sudono (1999) menyatakan sebelum sapi diperah hendaknya bagian badan sapi sekitar lipat paha dan bagian belakang dicuci atau dibersihkan untuk mencegah kotoran-kotoran yang menempel pada bagian-bagian tersebut jatuh dalam susu pada waktu sapi itu diperah.

Pemerahan banyak dilakukan dengan menggunakan mesin. Penggunaan mesin ini memberikan keuntungan yaitu karena membutuhkan lebih sedikit tenaga pekerja. Meskipun cara pemerahan yang dilakukan berbeda, tetapi dalam pengerjaan harus sesuai dengan spesifikasinya. Cara pemerahan harus (1) cermat dalam pemerahan tanpa merusak ambing, (2) menghasilkan susu yang bersih, (3) konsumsi konsentrat yang cukup untuk sapi yang berproduksi tinggi, (4) memberikan kenyamanan untuk peternak, dan (5) memiliki peralatan yang mudah dibersihkan dengan efek rendah (Schmidt & Van Vleck, 1974)

Peternakan rakyat biasanya masih manual yakni menggunakan tangan. Penggunaan mesin biasanya dilakukan pada perusahaan-perusahaan besar. Cara pemerahan yakni dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lainnya, lalu kelima jari tangan meremas-remas sampai susu keluar. Cara lain yaitu dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan dan menarik ke bawah sampai susu mengalir. Pemerahan cara ini umumnya dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu panjang. Namun sebaiknya dihindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah. Sudono (1999) menyarankan selesai diperah puting dibersihkan dan


(21)

dicelupkan ke dalam larutan desinfektan chlor atau iodophor dengan kepekatan 0,01%.

Susu dipindahkan dari peternakan ke konsumen melalui 3 tahap yaitu (1) Susu dikumpulkan kemudian ditransportasikan ke tempat pemrosesan (2) Pemrosesan dan pengemasan ke dalam berbagai produk susu dan (3) Pendistribusian susu yang telah dikemas atau penjualan langsung kepada konsumen. Proses seperti ini dilakukan dengan cepat karena susu merupakan produk makanan yang mudah rusak (Tyler & Ensminger, 2006). Penyaringan dilakukan untuk mengeluarkan kotoran agar tidak ikut masuk ke dalam susu.

Usaha peternakan sapi perah tergantung pada keberhasilan program pembesaran pedet dan dara sebagai replacement stock untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan produksi susu (Sudono, 1999). Pertumbuhan sapi dara ini tergantung dari cara pemeliharaan dan pemberian pakannya. Pada kondisi normal, ternak yang diberikan pakan baik untuk pertumbuhan dan produksi susu memiliki masalah yang sedikit mengenai pembibitan yang disebabkan oleh kesalahan nutrisi. Kekurangan nutrisi pada ternak dapat mengakibatkan masalah reproduksinya (Etgen,

et al., 1987)

Sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan harus dikeringkan artinya tidak boleh diperah lagi. Cara mengeringkan sapi adalah dengan pemerahan berselang atau penghentian secara mendadak (Sudono, 1999). Tujuan pengeringan yaitu untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberikan istirahat kepada sapi supaya produksi yang akan datang optimal dan menjamin pertumbuhan fetus di dalam kandungan agar tetap berkembang dengan baik.

Kandang dan Peralatan

Kandang merupakan investasi utama yang mahal dalam pengoperasian peternakan. Menurut Schmidt & Van Vleck (1974) setiap kandang harus dapat digunakan oleh ternak untuk :

(1) Menyediakan kenyamanan untuk sapi sehingga sapi dapat berproduksi maksimal sesuai dengan kemampuan genetiknya

(2) Meminimalisir ternak terluka

(3) Meminimalisir ternak terkena penyakit dan stres


(22)

(5) Tempat untuk menghasilkan susu yang berkualitas (6) Menyediakan lingkungan yang nyaman untuk peternak (7) Efisiensi tinggi untuk pekerjanya dalam mengendalikan sapi (8) Ekonomis.

Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi udara cukup dan mendapat sinar matahari agar kandang tidak lembab (kelembaban ideal yaitu 60-70%), lantai kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari (Sudono et al., 2003).

Peralatan yang digunakan dalam peternakan sapi perah yaitu gerobak pakan, elevator, peralatan susu, dan peralatan kebersihan. Setiap peralatan yang ada di kandang harus memiliki nilai guna, konstruksi yang sederhana, tahan lama, murah, mudah dipindahkan, mudah diakses, menghemat pakan, mengurangi jumlah pekerja (Ensminger, 1971). Peralatan susu yang digunakan untuk menampung dan menyimpan susu segar berupa ember perah dan milk can (Sudono et al., 2003). Peralatan susu lainnya yaitu saringan susu dan gelas ukur.

Kesehatan hewan

Sapi perah maupun pedaging biasanya mendapat penyakit yang sama, tetapi beberapa penyakit lebih serius pada sapi perah dibandingkan pedaging. Sakit yang diderita ternak dapat masuk ke dalam susu lalu dampaknya terhadap manusia yang mengkonsumsi susu tanpa dipasteurisasi terlebih dahulu. Beberapa penyakit, seperti tuberculosis dan brucellosis, dapat mengganggu kesehatan sapi maupun manusia yang mengkonsumsi susunya. Susu dengan grade yang baik dilakukan pemeriksaan dengan ring test untuk tuberculosis dan darahnya diperiksa untuk penyakit brucellosis Taylor & Field, 2004).

Brucellosis disebabkan oleh organisme Brucella abortus yang dapat menurunkan fertilitas pada sapi serta dapat menularkan kepada manusia yang dikenal sebagai undulant fever. Vaksinasi harus dilakukan pada dara agar dapat menimbulkan imunitas. Penyakit lain yang mudah menyerang pada ternak yaitu mastitis yakni inflamasi atau infeksi pada kelenjar ambing. Penyakit ini menyerang jaringan, menghalangi produksi susu, dan menurunkan kualitas susu (Taylor & Field, 2004).


(23)

Kesehatan sapi dalam peternakan harus diperhatikan, karena hal ini akan berpengaruh terhadap sifat produksi dan reproduksinya. Penularan penyakit ini sebenarnya dapat dicegah yakni dengan cara memelihara kebersihan kandang, sapi, bahkan peternaknya. Ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati dulu hingga sembuh (Darmono, 1993).


(24)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus 2010. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian karena Cibeureum berada di daerah dataran tinggi sekitar 922 m dpl yang baik untuk budidaya sapi perah dan umumnya mata pencaharian penduduk Desa Cibeureum beternak sapi perah.

Materi

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan responden yaitu peternak sebanyak 40 orang. Peralatan yang digunakan yaitu pita ukur merk Nasco, timbangan gantung, gelas ukur, alat tulis, dan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui keterampilan peternak. kuesioner dibuat berdasarkan Dirjen Peternakan (1983).

Prosedur

Penelitian dilakukan dengan metode survei, yakni dengan mengambil informasi atau data dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan jumlah sampel sebanyak 40 peternak dari jumlah populasi 65 peternak. Pengambilan sampel sebanyak 40 peternak dilakukan karena data yang didapat dari KUD tidak sesuai dengan jumlah peternak yang ada.

Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari responden melalui wawancara dari kuesioner dan melihat langsung ke lapangan untuk melihat gejala yang ada pada objek-objek penelitian serta pengukuran langsung yang meliputi pengukuran lingkar dada, pengukuran jumlah susu yang dihasilkan, serta jenis dan jumlah pakan yang diberikan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keadaan umum daerah Desa Cibeureum, peta wilayah Desa Cibeureum dan data peternak yang tergabung dalam KUD Giri Tani yang diambil dari kantor kepala desa dan KUD Giri Tani.

Data yang dikumpulkan yaitu karakteristik peternak responden, jumlah dan komposisi sapi perah, aspek pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan. Tabel 1 sampai 5


(25)

memperlihatkan faktor-faktor penentu ternak sapi perah yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan (1983).

Tabel 1. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan Reproduksi

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1 Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni b. Peranakan FH c. Persilangan d. Lain-lain 30 20 15 10

2 Cara seleksi a. Produksi susu

b. Silsilah c. Bentuk luar

40 30 10

3 Cara kawin a. IB

b. Alam dengan pejantan unggul

c. Alam dengan pejantan tidak unggul

40 30

10

4 Pengetahuan berahi a. Faham

b. Kurang faham c. Tidak faham

40 20 10

5 Umur beranak pertama a. 2½ tahun

b. 3 tahun

c. Lebih dari 3 tahun

40 20 10 6 Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari

b. 60-90 hari

c. Lebih dari 90 hari

40 20 10

7 Calving interval a. 1 tahun

b. 1-1½ tahun

c. Lebih dari 1½ tahun

10 5 2


(26)

Sumber : Dirjen Peternakan (1983)

Tabel 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Makanan Ternak

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

Hijauan Makanan Ternak (HMT)

1. Cara pemberian a. Setelah diperah

b. Sebelum diperah

25 15

2. Jumlah pemberian a. Cukup

b. Berlebihan c. Kurang

40 35 20

3. Kualitas HMT a. Unggul

b. Campuran c. Lapangan

45 35 25

4. Frekuensi pemberian a. Dua kali

b. Satu kali c. Tidak teratur

20 10 5 Konsentrat

5. Cara pemberian a. Sebelum diperah

b. Sedang diperah c. Setelah diperah

15 10 5

6. Jumlah pemberian a. Cukup

b. Berlebihan c. Kurang

35 30 20

7. Kualitas konsentrat a. Baik dan lengkap

b. Baik dan kurang

mineral c. Kurang baik

35 20 10

8. Frekuensi pemberian a. Dua kali

b. Satu kali c. Tidak teratur

15 10 5

9. Air minum a. Tersedia terus menerus

b. Dua kali perhari c. Tidak teratur

30 20 10


(27)

Tabel 3. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pengelolaan

Sumber : Dirjen Peternakan (1983)

No Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1 Membersihkan sapi a. Tiap hari

b. Kadang-kadang c. Jarang

20 10 5

2 Membersihkan kandang a. Dua kali perhari

b. Satu kali perhari c. Jarang

20 10 5

3 Cara pemerahan a. Benar dan baik

b. Kurang baik c. Salah

40 30 10

4 Penanganan pasca panen a. Benar dan baik

b. Kurang benar c. Salah

35 25 10 5 Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik

b. Kurang baik c. Salah

35 25 10

6 Pengeringan sapi laktasi a. 2 bulan sebelum

beranak

b. 1½ bulan sebelum beranak

c. Kurang dari 1 bulan

30 20 10

7 Pencatatan usaha a. Ada dan baik

b. Ada dan tidak baik c. Tidak ada

20 10 5


(28)

Tabel 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kandang dan Peralatan

Sumber : Dirjen Peternakan (1983)

Tabel 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kesehatan Hewan

Sumber : Dirjen Peternakan (1983) Persiapan Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola usaha beternak sapi perah. Kuesioner dibuat dari poin-poin yang terdapat dalam ketentuan dari Dirjen Peternakan Tahun 1983. Aspek teknis meliputi pembibitan dan

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1 Tata letak a. Tersendiri

b. Jadi satu dengan rumah

10 5

2 Konstruksi kandang a. Memenuhi syarat

b. Kurang memenuhi syarat c. Tidak memenuhi syarat

25 15 5

3 Drainase kandang a. Baik

b. Kurang baik c. Tidak baik

15 10 5

4 Tempat kotoran a. Baik

b. Tidak baik c. Tidak ada

10 5 2

5 Peralatan kandang a. Lengkap

b. Kurang lengkap c. Tidak lengkap

15 10 5

6 Peralatan susu a. Lengkap dan sesuai persyaratan

b. Kurang lengkap dan tidak memenuhi persyaratan

c. Tidak lengkap

25 15 5

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1 Pengetahuan penyakit a. Baik

b. Cukup c. Kurang

40 30 10

2 Pencegahan penyakit a. Teratur

b. Tidak teratur c. Tidak pernah

100 50

5

3 Pengobatan a. Dilakukan dengan benar

b. Dilakukan kurang benar c. Tidak dilakukan

60 30 5


(29)

reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan.

Survei dan Wawancara

Dilakukan survei terlebih dahulu ke Desa Cibeureum dengan melihat data peternak yang tergabung dalam KUD Giri Tani yang merupakan wadah peternakan sapi perah di Desa Cibeureum. Pemilihan responden dilakukan secara acak. Dilakukan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

Pengamatan

Pengamatan langsung dilakukan pada objek penelitian bersamaan dengan wawancara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih jelas keterampilan teknis peternak. Selain itu dilakukan pengukuran langsung di lapangan yaitu :

1. Produksi susu, diukur dengan cara mengukur susu yang dihasilkan oleh seekor sapi setelah pemerahan pagi hari dan sore hari. Pengukuran susu dilakukan pada saat peternak menyetorkan susu kepada petugas KUD.

2. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan rongga dada di belakang sendi bahu (Os scapula) dengan menggunakan pita ukur (cm). Lingkar dada digunakan untuk mengestimasi bobot badan (Darmono, 1993).

3. Pakan, pakan hijauan dan konsentrat diukur dengan menggunakan timbangan pada saat peternak akan memberikannya pada ternak. Timbangan yang digunakan adalah timbangan gantung.

Peubah yang Diamati

1. Struktur Kepemilikan Ternak

Populasi ternak dihitung berdasarkan satuan ternak. Perhitungan dilakukan dengan mencatat jumlah ternak yang ada di setiap kandang. Komposisi ternak yang diamati adalah :

1. Pedet yaitu sapi jantan atau betina berumur kurang dari 1 tahun, dihitung sama dengan 0,25 satuan ternak

2. Sapi dara yaitu sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah beranak, dihitung sama dengan 0,5 satuan ternak


(30)

3. Sapi laktasi yaitu sapi betina yang sedang dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak

4. Sapi kering kandang yaitu sapi betina dewasa yang tidak dalam masa menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak

5. Sapi jantan muda yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang dari 2 tahun, dihitung sama dengan 0,50 satuan ternak

6. Sapi jantan dewasa yaitu sapi jantan yang telah berumur 2 tahun, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak (Sudono, 1999).

2. Pembibitan dan Reproduksi

Peubah yang diamati meliputi bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi, cara kawin, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak dan calving interval.

3. Makanan Ternak

Peubah yang diamati meliputi cara pemberian, jumlah pemberian, frekuensi pemberian, kualitas Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan konsentrat, serta pemberian air minum. Jumlah pemberian pakan dilihat dengan melihat kebutuhan TDN (Total Digestible Nutrien), PK (Protein Kasar) dan BK (Bahan Kering) sapi perah dengan jumlah yang diberikan pada ternak dengan rasio pemberian pakan hijauan dan konsentrat 60:40.

4. Pengelolaan

Peubah yang diamati meliputi kebersihan ternak, kebersihan kandang, cara pemerahan oleh peternak, penanganan pasca panen, pemeliharaan pedet dan dara, pengeringan sapi laktasi dan pencatatan usaha.

5. Kandang dan Peralatan

Peubah yang diamati meliputi tata letak, konstruksi, drainase, tempat kotoran, peralatan kandang dan peralatan susu.


(31)

6. Kesehatan Hewan

Peubah yang diamati meliputi pengetahuan peternak tentang penyakit dengan menanyakan gejala-gejala ternak jika terserang penyakit, cara pencegahan dan pengobatan penyakit.

Rancangan dan Analisis Data Rancangan Data

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji chi-square yakni uji yang menyangkut keselarasan goodness of fit atau uji kebebasan tentang distribusi empiris ataupun teoritis. Wibisono (2009) menyatakan uji ini didasarkan pada seberapa baik keselarasan antara frekuensi pengamatan dengan frekuensi yang diharapkan dari distribusi teoritis yang diharapkan. Bentuk persamaan uji ini yaitu :

=

Keterangan :

oi = nilai yang diamati, kategori ke- i ei = nilai yang diharapkan, kategori ke-i n = jumlah kategori

Analisis Data

1. Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati meliputi umur, pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan keterampilan teknis beternak.

2. Analisa Statistik

Keterampilan teknis peternak akan dinilai dengan menggunakan uji chi-kuadrat untuk membandingkan nilai hasil pengamatan dengan nilai harapan faktor penentu ternak sapi perah menurut Dirjen Peternakan (1983) dan kemudian dijelaskan lebih rinci bagaimana kondisi peternakan di Desa Cibeureum.


(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Desa Cibeureum merupakan salah satu dari 9 (sembilan) desa dan 1 (satu) kelurahan di dalam Wilayah Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Luas wilayah Desa Cibeureum yaitu 1.128,62 Ha. Batas wilayah Desa Cibeureum yaitu sebelah Utara dengan kelurahan Cisarua dan Desa Batu Layang, sebelah Timur dengan Desa Tugu Selatan, sebelah Selatan dengan kabupaten Cianjur, dan sebelah Utara dengan Desa Citeko.

Desa Cibeureum termasuk daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian 955 m dpl. Curah hujan sekitar 4600 mm/tahun dengan jumlah hari curah hujan terbanyak yaitu 90-100 mm/hari. Temperatur lingkungan berada antara 18-22 oC. Kondisi lingkungan di Desa Cibeureum cocok untuk usaha peternakan sapi perah.

Peternak di Desa Cibeureum dibagi dalam 3 kelompok ternak dalam satu wadah yaitu KUD Giri Tani. Kelompok ternak dibagi berdasarkan cakupan wilayah dalam desa itu yang terdiri dari kelompok Baru Tegal, Baru Sireum, dan Bina Warga. Pembagian kelompok ternak ini diperuntukkan untuk memudahkan dalam pengelolaan peternakan, seperti dalam hal pengumpulan susu, penyaluran informasi, pendistribusian pakan dan lain-lain. Jumlah keseluruhan peternak di Desa Cibeureum berdasarkan data yang didapat dari KUD sebanyak 65 orang.

Karakteristik Peternak dan Komposisi Sapi Perah

Pengukuran yang dilakukan pada responden untuk karakteristik peternak meliputi umur, pendidikan, dan pengalaman beternak ditampilkan pada Tabel 6. Umur peternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak muda (20-35 tahun), sedang (35-51 tahun) dan tua (>52 tahun), sedangkan untuk pengalaman beternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak baru (<8 tahun), berpengalaman (9-15 tahun) dan peternak sangat berpengalaman (>16 tahun). Pendidikan dilihat berdasarkan pendidikan terakhir dari peternak.


(33)

Tabel 6. Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di Desa Cibeureum

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1 Umur (tahun)

20-35 (muda) 11 27,5

36-51 (sedang) 26 65,0

>52 (tua) 3 7,5

2 Pendidikan

SD 25 62,5

SMP 6 15

SMA 5 12,5

Perguruan Tinggi 4 10

3 Pengalaman Beternak

2-8 (baru) 6 15

9-15 (berpengalaman) 11 27,5

16-22 (sangat berpengalaman) 23 57,5

Sumber: Data Primer, Diolah (2010) Umur Responden

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa peternak di Desa Cibeureum umumnya berada di usia produktif yaitu pada umur 20-51 tahun sebanyak 92,5%. Ini menunjukkan bahwa masih banyaknya potensi tenaga kerja di Desa Cibeureum. Kemampuan fisik peternak usia produktif akan lebih baik jika dibandingkan dengan usia non produktif. Hernanto (1989) menyatakan bahwa kemampuan kerja seseorang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, kesehatan, dan faktor alam. Minat peternak muda di Desa Cibeureum juga tinggi untuk melakukan kegiatan peternakan. Umumnya peternak muda yang berada di Desa Cibeureum melanjutkan usaha peternakan dari orang tuanya. Banyaknya peternak yang masih dalam usia produktif, diharapkan dapat meningkatkan produktifitas dari peternak sehingga produksi dari sapi pun dapat optimal. Peternak dengan usia yang sudah tidak produktif di Desa Cibeureum hanya sebanyak 3 orang (7,5%).


(34)

Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam pengelolaan peternakan, karena berperan dalam pola berpikir, kemampuan belajar, dan taraf intelektual. Mubyarto (1986) menyatakan dengan pendidikan formal maupun informal maka peternak akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga lebih mudah merespon suatu inovasi yang menguntungkan bagi usahanya. Berdasarkan hasil yang didapatkan dalam Tabel 6 bahwa sebesar 62,5% berpendidikan SD, 15% berpendidikan SMP, 12,5% berpendidikan SMA, dan 10% berpendidikan Perguruan Tinggi. Komposisi ini cukup baik dalam pelaksanaan peternakan. Peternak yang memiliki tingkatan ilmu lebih tinggi dapat mengajarkan dan memberikan contoh kepada peternak yang memiliki latar pendidikan yang lebih rendah. Peternak yang memiliki pengetahuan menengah dapat menyalurkan pengetahuan dengan cara yang mudah dimengerti sehingga setiap informasi yang berkaitan dengan usaha peternakan dapat terlaksana dengan baik.

Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak merupakan lamanya waktu peternak melakukan kegiatan usaha peternakan. Berdasarkan hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 85% peternak di Desa Cibeureum sudah berpengalaman, karena didapatkan hasil bahwa umumnya mereka sudah >9 tahun melaksanakan kegiatan usaha peternakan, sedangkan 15% lainnya masih peternak baru.

Pengalaman beternak merupakan hal yang sangat penting. Peternak yang sudah berpengalaman dapat mengatasi dengan baik masalah-masalah dalam peternakan. Hal ini juga merupakan salah satu indikasi bahwa usaha peternakan memiliki daya tarik tersendiri dan usaha yang menguntungkan di Desa Cibeureum, sehingga mereka bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Struktur Kepemilikan Ternak

Rataan kepemilikan sapi perah di Desa Cibeureum ditampilkan pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 rataan kepemilikan ternak di Desa Cibeureum yaitu 5,55 ekor ternak atau setara dengan 4,07 satuan ternak. Nilai jumlah kepemilikan ternak ini masih rendah, tetapi nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan rataan kepemilikan ternak di Desa Cilumber (Akilah, 2008). Berdasarkan Tabel 7 didapatkan bahwa


(35)

persentase sapi laktasi yang dimiliki setiap peternak di Desa Cibeureum yaitu 47,35%. Sapi laktasi yaitu sapi yang baru melahirkan dan menghasilkan susu. Ini menunjukkan bahwa peternakan di Desa Cibeureum tidak efisien dan ekonomis. Seharusnya peternak meningkatkan jumlah sapi laktasi dalam peternakannya, karena sapi laktasi merupakan sumber pendapatan utama dalam usaha peternakan. Persentase sapi laktasi merupakan faktor yang penting pada tata laksana yang baik dalam suatu peternakan untuk menjamin pendapatan ternak. Peternakan sapi perah yang mempunyai sapi laktasi sebanyak >60% adalah yang paling menguntungkan (Sudono, 1999).

Tabel 7. Rataan Kepemilikan Sapi Perah Peternak di Desa Cibeureum

Kelompok Persentase

Ternak Ekor ST (%)

Pedet

Jantan 27 6,75 12,01

Betina 22 5,5 8,01

Dara 45 22,5 22,58

Dewasa

Kering 21 21 7,44

Laktasi 99 99 47,35

Jantan 8 8 2,61

Jumlah 222 162,75 100

Rataan 5,55 4,07

Sumber : Data Primer, Diolah (2010)

Peternak di Desa Cibeureum selain memelihara sapi-sapi yang berproduksi, mereka juga memelihara sapi yang tidak berproduksi seperti sapi pedet, kering kandang, serta jantan. Biaya pemeliharaan sapi-sapi yang tidak berproduksi ini menjadi tanggungan sapi yang sedang berproduksi, sehingga jumlah sapi berproduksi harus sesuai.

Peternak umumnya tidak memelihara sapi jantan, karena membuat biaya produksi menjadi lebih tinggi dan sapi jantan tidak berproduksi setiap hari. Pedet jantan biasanya dipelihara hanya beberapa bulan lalu dijual. Hanya beberapa peternak memelihara pejantan dengan tujuan untuk menjualnya untuk dijadikan sapi


(36)

pedaging. Pemeliharaan pedet betina dan dara dilakukan untuk dijadikan sebagai ternak pengganti sapi-sapi dewasa. Jumlah sapi-sapi peremajaan (replacement stock) sebaiknya disesuaikan dengan jumlah sapi yang berproduksi agar usaha peternakan tetap efisien. Pedet dan dara yang dimiliki peternak merupakan hasil dari pembesaran dan pemeliharaan sendiri, jadi mereka tidak memperhatikan jumlah ternak penggantinya. Menurut Foley et al. dalam Agustina et al. (2001) jumlah ternak peremajaan yang baik yaitu sebanyak 20-30% dari jumlah sapi dewasa. Berdasarkan hasil yang didapat persentase pedet betina dan dara yaitu 30,59% nilai ini sudah cukup baik.

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah

Faktor penentu ternak sapi perah adalah indikator untuk mengetahui keterampilan teknis dan pengetahuan beternak sapi perah dari peternak. Penentuan keterampilan dan pengetahuan peternak ini mengacu pada Dirjen Peternakan (1983) yang meliputi lima aspek yaitu:

1. Pembibitan dan reproduksi 2. Makanan ternak

3. Pengelolaan

4. Kandang dan peralatan 5. Kesehatan hewan.

Tabel 8 menunjukkan hasil pengamatan dari keterampilan dan pengetahuan peternak dari kelima aspek tersebut.

Tabel 8. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Pengetahuan dan Keterampilan Peternak di Desa Cibeureum

No Aspek Pengamatan Nilai Pengamatan

Harapan (%)

1. Pembibitan dan reproduksi 181** ± 16,6 240 75,42

2. Makanan ternak 231** ± 13,9 260 88,85

3. Pengelolaan 173** ± 4,73 200 86,5

4. Kandang dan peralatan 77,6** ± 2,53 100 77,6

5. Kesehatan hewan 173** ± 5,43 200 86,5

Rataan 167,2 200 82,98


(37)

Berdasarkan Tabel 8 penerapan teknik beternak belum sesuai dengan harapan (P>0,01) dan persentase penerapan keseluruhannya sudah mencapai 82,98%. Nilai ini sudah cukup baik, tetapi peternak harus tetap meningkatkan pengetahuan dan keterampilan beternak mereka agar sapi yang mereka pelihara dapat berproduksi optimal sesuai kemampuan genetiknya. Nilai terendah terdapat pada pembibitan dan reproduksi selanjutnya kandang dan peralatan, pengelolaan, kesehatan hewan, dan tertinggi makanan ternak. Ini menunjukkan bahwa peternak lebih fokus pada aspek pakan dibandingkan dengan yang lainnya, padahal kelima aspek ini saling berkaitan satu dengan lainnya.

Pembibitan dan Reproduksi

Aspek pembibitan dan reproduksi yang diamati meliputi: 1. Bangsa sapi yang dipelihara

2. Cara seleksi 3. Cara kawin

4. Pengetahuan berahi 5. Umur beranak pertama

6. Saat dikawinkan setelah beranak 7. Calving interval

Hasil pengamatan di Desa Cibeureum ditampilkan di Tabel 9. Beberapa aspek dalam pembiakan dan reproduksi masih jauh dari nilai harapan (P<0,01) setelah dilakukan perhitungan dengan khi-kuadrat.

Berdasarkan Tabel 9 untuk bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi, pengetahuan berahi, dan saat dikawinkan setelah beranak memiliki masih jauh dari harapan (P<0,01), sedangkan untuk cara kawin, umur beranak pertama dan calving interval sudah sesuai dengan harapan yakni berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Cara seleksi memiliki nilai paling rendah diantara sub aspek lainnya. Penyeleksian bibit yang baik tentu akan menghasilkan sapi dengan kualitas produksi yang optimal dan dapat meminimalkan kerugian, karena pemeliharaan sapi perah yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Bangsa sapi yang dipelihara peternak di Desa Cibeureum yaitu Peranakan Friesian Holstein (PFH). Berdasarkan SNI 01-2735-1992 sapi peranakan FH yaitu sapi peranakan yang telah disilang-balikkan (back crossing) dengan pejantan FH


(38)

terus-menerus sampai generasi ketiga dengan penurunan darah 87,5% yang berasal dari luar negeri. Hal ini kurang sesuai dengan harapan, bangsa sapi yang sebaiknya dipelihara yaitu sapi FH murni. Pemeliharaan sapi FH murni diharapkan dapat menghasilkan produksi susu lebih baik daripada sapi PFH. Sapi yang didapat oleh peternak didapatkan dari peternak lain yang ingin menjualnya ataupun dari peternakan dengan membeli bibit dara. Banyak pula ternak yang dipelihara dari anakan ternak.

Tabel 9. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pembibitan dan Reproduksi (40 Responden)

No Aspek Pengamatan Nilai Pengamatan

Harapan (%)

1. Bangsa sapi yang dipelihara 20** ± 0,00 30 66,67

2. Cara seleksi 13,75** ± 10,05 40 34,37

3. Cara kawin 40 ± 0,00 40 100

4. Pengetahuan berahi 33,25** ± 10,71 40 83,12

5. Umur beranak pertama 37,37 ± 6,10 40 93,42

6. Saat dikawinkan setelah beranak

28,75** ± 13,05 40 71,87

7. Calving interval 7,52 ± 2,72 10 84

Keterangan : ** = Sangat nyata (P<0,01)

Kesuksesan pengembangbiakan sapi perah ditentukan oleh kemampuan dari peternak untuk menyeleksi sapi yang akan menjadi induk untuk generasi selanjutnya. Terdapat 3 cara untuk menyeleksi yaitu nilai dari individu, silsilah, dan keturunan. Peternak di Desa Cibeureum umumnya memilih ternak berdasarkan bentuk tubuh luar yakni dari bentuk badan, kaki, serta ambing. Tabel 10 menunjukkan penerapan aspek pembibitan dan reproduksi yang dilakukan oleh peternak.

Berdasarkan Tabel 10 juga dapat dilihat hanya 5 (12,5%) peternak yang menyeleksi sapi berdasarkan produksi susu dan sisanya (87,5%) menyeleksi ternak berdasarkan bentuk tubuh luar ternak. Hal tersebut terjadi karena peternak masih beranggapan bentuk tubuh luar yang terlihat baik akan menghasilkan produksi susu yang lebih tinggi. Ensminger (1971) menyatakan bahwa ketika susu menjadi sumber utama pemasukan, seleksi akan lebih mudah. Produksi susu sapi diurutkan berdasarkan nilai terendah sampai tertinggi, jika produksi susu sapi tinggi maka sapi


(39)

dipertahankan, jika rendah maka sapi dijual. Glantz et al. (2009) menyatakan bahwa pemilihan bibit ternak yang baik akan meningkatkan kualitas (komponen) susu dan kemudahan dalam pemrosesan.

Tabel 10. Penerapan Aspek Pembibitan dan Reproduksi Sapi Perah di Desa Cibeureum

No. Uraian

Jumlah Peternak

Orang %

1. Bangsa sapi yang dipelihara

a. FH murni 0 0

b. Peranakan FH 40 100

c. Persilangan 0 0

d. Lain-lain 0 0

2. Cara seleksi

a. Produksi susu 5 12,5

b. Silsilah 0 0

c. Bentuk luar 35 87,5

3. Cara kawin

a. IB 40 100

b. Alam dengan pejantan unggul 0 0

c. Alam dengan pejantan tidak unggul 0 0

4. Pengetahuan berahi

a. Faham 28 70

b. Kurang faham 12 30

c. Tidak faham 0 0

5. Umur beranak pertama

a. 2½ tahun 32 80

b. 3 tahun 5 12,5

c. Lebih dari 3 tahun 3 7,5

6. Saat dikawinkan setelah beranak

a. 60 hari 22 55

b. 60-90 hari 9 22,5

c. Lebih dari 90 hari 9 22,5

7. Calving Interval

a. 1 tahun 22 72,5

b. 1-1 ½ tahun 15 20

c. lebih dari 1 ½ tahun 3 7,5

Seluruh peternak di Desa Cibeureum mengawinkan ternaknya dengan cara Inseminasi Buatan (IB). Hal ini dikarenakan peternak tidak ingin menambah biaya produksi dengan memelihara pejantan. Peternak melakukan IB dengan bantuan


(40)

petugas yang ada di KUD. Peternak memberi tahu pihak KUD bahwa ada ternaknya yang sedang berahi dan siap untuk diinseminasi lalu membayar biaya administrasi.

Deteksi berahi seharusnya diketahui dengan baik oleh peternak, karena jika sapi terlambat dikawinkan peternak akan rugi karena harus menunggu sapi berahi kembali (15-20 hari). Tanda-tanda sapi berahi menurut Hosein & Gibson (2006) yaitu:

1. Sapi gelisah

2. Frekuensi sapi mengeluarkan urin meningkat

3. Vulva terlihat lebih merah, keluar lendir, dan bengkak 4. Diam dinaiki

5. Keluarnya darah yang menandakan bahwa masa berahi sudah terlewat

Peternak di Desa Cibeureum umumnya kurang begitu memahami tanda berahi pada ternak. Berdasarkan Tabel 9 nilai yang didapat masih tidak sesuai dengan harapan (P<0,01). Tanda-tanda berahi yang umumnya diketahui oleh peternak di Desa Cibeureum yaitu keluarnya lendir, bagian vulva membengkak, serta sapi yang gelisah. Melihat tanda ini biasanya peternak langsung mengawinkan sapi dengan cara Inseminasi Buatan (IB). Berdasarkan Tabel 10 sebanyak 28 orang peternak yang memahami ciri berahi dan sisanya masih kurang memahami ciri berahi pada ternak.

Sapi perah di Desa Cibeureum rata-rata beranak pertama pada umur 2 ½ tahun. Dara biasanya dikawinkan setelah mencapai usia sekitar 21 bulan. Hal ini dilakukan agar ternak mencapai dewasa tubuh dahulu. Sudono (1999) menyatakan rata-rata ternak beranak pertama ± 3 tahun. Ternak bisa beranak pertama pada umur ± 2 tahun, asalkan pemeliharaan ternak dilakukan dengan baik dan ternak sudah mencapai bobot badan 350 kg (Blakely & Bade, 1994).

Ternak yang sudah melahirkan seharusnya cepat dikawinkan kembali. Peternak di Desa Cibeureum umumnya mengawinkan ternaknya setelah 2 bulan beranak atau 60 hari. Peternak yang mengawinkan ternaknya lebih dari 60 hari dikarenakan sapi yang telah di IB gagal bunting sehingga untuk dikawinkan lagi harus menunggu selama berahi kembali atau ±21 hari. Sebanyak 18 peternak (45%) mengawinkan ternak kembali setelah 60 hari. Kegagalan dalam IB disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi pakan dan waktu inseminasi yang kurang tepat. Tyler & Ensminger (2006) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan


(41)

gagalnya reproduksi yaitu kesalahan dalam menginseminasi, mendeteksi berahi, serta adanya penyakit.

Calving Interval (CI) yaitu selang waktu beranak sampai beranak selanjutnya. Selang waktu yang ideal yaitu 12-13 bulan sehingga sapi memiliki waktu yang tepat untuk masa pemerahan dan pengeringan. Selang beranak dalam waktu yang lebih lama akan meningkatkan produksi susu namun tidak efisien. Penerapan CI di Desa Cibeureum sudah sesuai dengan nilai harapan. Jarak ternak melahirkan setelah melahirkan pertama yaitu 12 bulan. Berdasarkan Tabel 10 sebanyak 72,5% peternak memiliki sapi yang jarak melahirkannya 12 bulan dan sisanya (27,5%) lebih dari 12 bulan.

Makanan Ternak

Pakan merupakan hal yang sangat penting untuk ternak. Pemberian pakan yang baik dengan jumlah yang cukup akan mendapatkan sapi dengan produksi yang optimal. Aspek yang diamati untuk makanan ternak yaitu :

1. Cara pemberian hijauan 2. Jumlah pemberian hijauan 3. Kualitas hijauan

4. Frekuensi pemberian hijauan 5. Cara pemberian konsentrat 6. Jumlah pemberian konsentrat 7. Kualitas konsentrat

8. Frekuensi pemberian konsentrat 9. Pemberian air minum.

Hasil pengamatan aspek makanan ternak di Desa Cibeureum ditampilkan Tabel 11. Beberapa aspek masih jauh dari nilai harapan (P<0,01) setelah dilakukan perhitungan dengan khi-kuadrat.

Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam usaha peternakan. Biaya yang paling tinggi dikeluarkan dalam peternakan yaitu untuk pakan. Pemberian pakan yang baik akan menghasilkan ternak dengan performa yang baik. Pemberian pakan diharapkan sesuai dengan kebutuhan ternak karena jika berlebih ataupun kurang usaha peternakan tidak baik, selain itu mengeluarkan biaya yang lebih tinggi.


(42)

Berdasarkan Tabel 11 penerapan yang sudah baik dilakukan yaitu cara pemberian hijauan, frekuensi dan jumlah pemberian hijauan, frekuensi dan jumlah pemberian konsentrat, kualitas konsentrat, dan pemberian air minum. Sub Aspek yang penerapannya belum sesuai dengan harapan yaitu kualitas hijauan dan cara pemberian konsentrat. Cara pemberian konsentrat memiliki nilai yang paling rendah.

Tabel 11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Makanan Ternak (40 responden)

No. Aspek Pengamatan Nilai Pengamatan

Harapan (%)

1. Cara pemberian hijauan 24,25 ± 2,67 25 97

2. Jumlah pemberian hijauan 34,4 ± 5,21 40 86

3. Kualitas hijauan 34,5** ± 5,04 45 76,7

4. Frekuensi pemberian hijauan 20 ± 0,00 20 100

5. Cara pemberian konsentrat 10,37** ± 4,98 15 69,13

6. Jumlah pemberian konsentrat 30,5 ± 1,52 35 87,14

7. Kualitas konsentrat 32 ± 5,8 35 91,43

8. Frekuensi pemberian

konsentrat

15 ± 0,00 15 100

9. Pemberian air minum 30 ± 0,00 30 100

Keterangan : ** : Sangat nyata (P<0,01)

Pemberian pakan hijauan dan konsentrat dilakukan dua sampai tiga kali sehari (pagi dan sore hari), hal ini sudah sesuai dengan nilai harapan. Sniffen & Robinson (1984) menyatakan bahwa peningkatan frekuensi pemberian pakan, akan akan menstimulir ternak mengkonsumsi pakan dan pertumbuhan. Hijauan yang diberikan pagi hari adalah hijauan yang diambil pada hari sebelumnya, sedangkan hijauan yang diberikan pada sore hari hijauan segar yang baru diambil pada pagi hari setelah pemerahan. Hijauan didapatkan oleh peternak dari daerah sekitar Desa Cibeureum.

Hijauan sebaiknya diberikan kepada ternak setelah diperah. Hal ini dikarenakan ternak menjadi lapar dan akan makan dengan jumlah lebih banyak dibandingkan waktu lainnya (Bernard & Montgomery, 1997). Pemberian pakan hijauan setelah ternak diperah juga bertujuan agar mikroba dalam rumen dapat dimanfaatkan dan karbohidrat dapat tercerna. Peternak di Desa Cibeureum memberikan hijauan pada ternak setelah dilakukan pemerahan. Hal ini sudah sesuai dengan yang diharapkan (P<0,01). Tabel 12 menunjukkan jumlah peternak yang telah menerapkan aspek makanan ternak di Desa Cibeureum.


(43)

Tabel 12. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Desa Cibeureum

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1. Cara pemberian hijauan

a. Setelah diperah 37 92,5

b. Sebelum diperah

3 7,5

2. Jumlah pemberian hijauan

a. Cukup 7 17,5

b. Berlebihan 29 72,5

c. Kurang

4 10

3. Kualitas hijauan

a. Unggul 4 10

b. Campur 30 75

c. Lapangan

6 15

4. Frekuensi pemberian hijauan

a. Dua kali 40 100

b. Satu kali 0 0

c. Tidak teratur

0 0

5. Cara pemberian konsentrat

a. Sebelum diperah 21 52,5

b. Sedang diperah 1 2,5

c. Setelah diperah

18 45

6. Jumlah pemberian konsentrat

a. Cukup 4 10

b. Berlebihan 36 90

c. Kurang

0 0

7. Kualitas konsentrat dan mineral

a. Baik dan lengkap 33 82,5

b. Baik dan kurang mineral 7 17.5

c. Kurang baik

0 0

8. Frekuensi pemberian konsentrat

a. Dua kali 40 100

b. Satu kali 0 0

c. Tidak teratur

0 0

9. Air minum

a. Tersedia terus menerus 40 100

b. Dua kali 0 0

c. Tidak teratur 0 0

Berdasarkan Tabel 12 sebanyak 3 (7,5%) peternak memberikan hijauan sebelum diperah. Hal ini disebabkan karena ternak mereka tidak tenang saat pemerahan sehingga diberikan hijauan agar tidak menyulitkan saat pemerahan.


(44)

Menurut DeVries & Keyserlingk (2005) pemberian pakan segar akan merangsang ternak untuk makan lebih banyak.

Berdasarkan hasil perhitungan seluruh peternak di Desa Cibeureum dalam pemberian hijauan cukup (17,5%) dan berlebihan (72,5%) dari jumlah yang dibutuhkan oleh ternak. Peternak umumnya tidak memperhitungkan jumlah pakan yang mereka berikan sehingga pemberiannya berlebih. Pemberian pakan yang berlebihan pada ternak tidak efisien karena akan menjadikan biaya produksi lebih tinggi. Pemberian pakan berlebihan tidak selalu membuat ternak akan menghasilkan susu lebih banyak. Pakan yang diberikan yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput alam dan rumput gajah.

Kualitas hijauan yang diberikan pada ternak adalah kualitas campuran bukan kualitas yang unggul. Sapi dapat berproduksi 70% dari kemampuan genetiknya ketika diberikan pakan hijauan dengan kualitas yang baik. Hijauan yang berkualitas tinggi adalah hijauan yang memiliki karakteristik fisik dan kimia umum dengan palatabilitas dan kaya akan nutrisi (Ensminger, 1971). Peternak di Desa Cibeureum kurang begitu memperhatikan kualitas hijauan yang didapatnya. Mereka memberikan pakan sesuai dengan yang didapatkannya di lapang.

Gambar 1. Konsentrat yang Diberikan pada Ternak

Konsentrat merupakan pakan dengan kandungan energi yang tinggi dan rendah serat. Biasanya dibagi dalam tiga kelas yaitu protein rendah, protein sedang dan protein tinggi. Pemilihan konsentrat sebaiknya memperhatikan palatabilitas, kualitas dalam susu yang dihasilkan, dan biaya (Ensminger, 1971). Pemberian konsentrat sebaiknya dilakukan sebelum pemerahan. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa peternak di Desa Cibeureum belum sesuai dengan harapan (P>0,01). Peternak di Desa Cibeureum memberikan konsentrat setelah pemerahan. Hal ini disebabkan karena peternak tidak sempat untuk memberikan pakan sebelum


(45)

pemerahan. Peternak harus segera kembali ke kandang setelah mencari rumput pada siang hari kemudian membersihkan kandang dan mereka langsung memerah. Selain itu, peternak juga umumnya tidak mengetahui tujuan dari perbedaan waktu pemberian pakan konsentrat.

Konsentrat yang diberikan pada ternak di Desa Cibeuruem yaitu konsentrat dari KUD dan ampas tahu sebagai tambahannya. Penambahan ampas tahu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dari ternak karena peternak beranggapan konsentrat dari KUD belum cukup memenuhi kebutuhan dan juga dikarenakan harga ampas tahu yang relatif murah. Pemberian konsentrat untuk ternak di Desa Cibeureum berlebih. Hal ini kurang baik karena akan menurunkan konsumsi hijauan sehingga menurunkan produksi dan kualitas dari susu. Ampas tahu dan konsentrat KUD diaduk terlebih dahulu kemudian diberikan kepada ternak seperti pada Gambar 1. Hal ini dilakukan agar pakan tidak terlalu kering dan ternak tidak memilih konsentrat yang akan dimakan. Kandungan nutrisi pakan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Kandungan Nutrisi Pakan Peternak di Desa Cibeureum

No. Jenis Bahan Pakan BK (%) Komposisi (%BK)

TDN PK Ca P

1. Rumput Lapang1 24,4 56,2 8,2 0,37 0,23

2. Rumput Gajah2 21 50 8,3 0,59 0,29

3. Konsentrat KUD 80 55 14 - -

4. Ampas Tahu3 23 79 23,7 0,73 0,45

Sumber : 1) Sutardi (1980) 2)Anggraeni dan Umiyasih (2007) 3)Siregar (1994)

Air minum merupakan hal yang sangat penting bagi ternak, karena sebagian besar tubuh ternak terdiri dari air. Pemberian air minum pada ternak di Desa Cibeureum ad libitum. Hal ini dikarenakan Desa Cibeureum berada di daerah dataran tinggi sehingga jumlah pasokan air sangat mencukupi untuk kebutuhan peternakan. namun peternak kurang memperhatikan kualitas dari air tersebut.

Pengelolaan

Pengelolaan peternakan harus dilakukan dengan baik. Peternakan yang dikelola dengan baik tentunya akan menghasilkan ternak yang baik. Pengamatan yang dilakukan pada aspek pengelolaan meliputi:


(46)

2. Membersihkan kandang 3. Cara pemerahan

4. Penanganan pasca panen

5. Pemeliharaan anak sapi dan dara 6. Pengeringan sapi laktasi

7. Pencatatan usaha

Hasil rataan dan simpangan baku pengelolaan peternakan di Desa Cibeureum dapat dilihat di Tabel 14.

Tabel 14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pengelolaan (40 responden)

No Aspek Pengamatan Nilai Pengamatan

Harapan (%)

1. Membersihkan sapi 20 ± 0,00 20 100

2. Membersihkan kandang 20 ± 0,00 20 100

3. Cara pemerahan 30** ± 0,00 40 75

4. Penanganan pasca panen 35 ± 0,00 35 100

5. Pemeliharaan anak sapi dan dara 33,25 ± 3,85 35 95

6. Pengeringan sapi laktasi 29,5 ± 2,20 30 98,33

7. Pencatatan usaha 5** ± 0,00 20 25

Keterangan : ** : Sangat nyata (P<0,01)

Berdasarkan Tabel 14 dalam aspek pengelolaan sudah baik dalam hal kebersihan sapi, kebersihan kandang, penanganan pasca panen, pemeliharaan anak sapi dan dara, dan pengeringan sapi laktasi. Aspek yang masih jauh dengan nilai harapan yaitu cara pemerahan dan pencatatan usaha. Pencatatan usaha memiliki nilai yang paling rendah. Peternak di Desa Cibeureum tidak ada yang mencatat hasil kegiatan usahanya. Peternak seharusnya membuat pencatatan usaha yang baik, agar peternak mengetahui secara rinci bagaimana usaha peternakannya dan apa saja yang kurang dalam melaksanakan usahanya. Peternak umumnya beralasan tidak sempat untuk mencatat segala kegiatan usahanya serta umumnya mereka tidak begitu memahami tujuan dari pencatatan tersebut. Tabel 15 menunjukkan penerapan aspek pengelolaan di Desa Cibeureum yang dilakukan oleh peternak.


(47)

Tabel 15. Penerapan Aspek Pengelolaan di Desa Cibeureum

No. Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1. Membersihkan sapi

a. Tiap hari 40 100

b. Kadang-kadang 0 0

c. Jarang 0 0

2. Membersihkan kandang

a. Dua kali per hari 40 100

b. Satu kali perhari 0 0

c. Jarang 0 0

3. Cara pemerahan

a. Benar dan baik 0 0

b. Kurang benar 40 100

c. Salah 0 0

4. Penanganan pasca panen

a. Benar dan baik 40 100

b. Kurang benar 0 0

c. Salah 0 0

5. Pemeliharaan anak sapi dan dara

a. Baik 33 82,5

b. Kurang baik 7 17,5

c. Salah 0 0

6. Pengeringan sapi laktasi

a. 2 bulan sebelum beranak 38 95

b. 1 ½ bulan sebelum beranak 2 5

c. Kurang dari 1 bulan sebelum beranak 0 0

7. Pencatatan usaha

a. Ada dan baik 0 0

b. Ada dan tidak baik 0 0

c. Tidak ada 40 100

Ensminger (1971) menyatakan bahwa salah satu persyaratan untuk menghasilkan susu yang berkualitas yaitu ternak yang bersih. Peternak harus membersihkan bagian samping dan ambing saat pemerahan untuk mencegah kotoran masuk ke dalam susu. Peternak di Desa Cibeureum membersihkan sapi 2x sehari. Cara mereka membersihkan sapi yaitu dengan cara menyiram dengan air lalu menyikat seluruh bagian tubuhnya sampai bersih. Cara memandikan seperti ini dilakukan peternak pada pagi hari, pada sore hari umumnya mereka memandikan sapi hanya fokus pada bagian sekitar ambing yaitu bagian belakang, ekor, ambing, serta kaki. Hal ini dilakukan agar saat pemerahan kotoran tidak masuk ke dalam susu


(48)

dan mengotori susu. Seharusnya peternak memandikan sapi dengan membersihkan seluruh bagian tubuh sapi tetapi mereka beralasan pada sore hari tidak sempat untuk membersihkan keseluruhan badan karena susu harus segera dikumpulkan.

Berdasarkan pengujian menggunakan khi-kuadrat, untuk aspek kebersihan sapi peternak di Desa Cibeureum telah sesuai dengan yang diharapkan. Peternak menjaga dengan baik kebersihan sapi. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas susu, karena jika sapi tidak dimandikan terlebih dahulu kotoran yang menempel pada tubuh sapi kemungkinan akan masuk ke dalam susu dan membuat kualitasnya akan turun sehingga harga jual susu ke KUD rendah. Sudono (1999) menyatakan sebelum sapi diperah hendaknya bagian badan sapi sekitar lipat paha dan bagian belakang dicuci atau dibersihkan untuk mencegah kotoran-kotoran yang menempel pada bagian-bagian tersebut jatuh dalam susu pada waktu sapi itu diperah.

Peternak di Desa Cibeureum membersihkan kandang setiap hari, umumnya melakukan 2-3x/hari. Kandang dibersihkan saat sapi akan diperah dengan tujuan tidak mencemari susu saat sedang diperah. Lantai kandang peternak dibuat dari semen, hanya 2 orang peternak yang menggunakan bedding. Peternak membersihkan kandang dengan cara membuang kotoran dengan sekop, lalu lantai dibersihkan dengan air tanpa disikat. Penyikatan kandang dilakukan hanya sesekali oleh peternak. Gambar 2 menunjukkan peternak yang sedang membersihkan kandang.

Gambar 2. Peternak sedang Membersihkan Kandang

Kotoran dialirkan ke dalam saluran yang selanjutnya akan diolah langsung menjadi biogas dilakukan oleh peternak di kelompok Baru Tegal dan Bina Warga, sedangkan untuk kelompok ternak Baru Sireum belum terdapat instalasi biogas, jadi kotoran langsung dibuang diluar kandang ataupun dibuang ke selokan. Tempat pakan dan tempat minum sapi juga dibersihkan setiap hari. Sanitasi kandang merupakan hal


(49)

yang patut diperhatikan untuk pencegahan penyakit dan kontrol parasit. Kandang harus dibuat agar mudah untuk dibersihkan agar kebersihan dapat selalu dijaga (Ensminger, 1971).

Berdasarkan hasil yang didapat dari pengujian khi-kuadrat untuk aspek kebersihan kandang sesuai dengan harapan peternak di Desa Cibeureum sangat memperhatikan kebersihan dari kandang mereka. Berdasarkan Tabel 14 seluruh peternak melakukan proses pembersihan kandang dengan baik. Kandang yang tidak bersih dapat membuat sapi mudah terserang penyakit dan juga dapat mempengaruhi kualitas susu. Sudono (1999) menyatakan kandang dimana tempat sapi itu diperah harus dibersihkan atau dicuci dahulu dan dihilangkan dari bau-bauan sebelum sapi diperah, hal ini disebabkan karena air susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas air susu.

Pemerahan sapi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu manual yaitu dengan menggunakan tangan dan dapat pula dengan menggunakan mesin. Pemerahan yang dilakukan dalam peternakan rakyat biasanya masih manual dengan menggunakan tangan Penggunaan mesin biasanya dilakukan pada perusahaan-perusahaan besar. Pemerahan sebaiknya dilakukan dengan cara meremas puting bukan dengan menarik puting. Penarikan puting ini tidak baik karena akan memperpanjang puting. Abeni et al. (2005) menyatakan pemerahan dengan manual ataupun mesin menghasilkan susu dengan kualitas yang sama.

Cara pemerahan yang dilakukan oleh Peternak di Desa Cibeureum yaitu saat sebelum diperah mereka tidak melakukan pembersihan ambing dengan air hangat, padahal dengan melakukan ini akan merangsang pengeluaran air susu. Pelicin yang digunakan oleh peternak saat melakukan pemerahan yaitu margarin ataupun minyak goreng. Penggunaan pelicin ini ditujukan untuk mempermudah proses pemerahan. Peternak melakukan pemerahan dengan cara menarik-narik puting sapi, pemerahan dengan cara seperti ini seharusnya dihindari karena akan membuat puting menjadi panjang. Pemerahan dilakukan peternak 2x/hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pencelupan puting setelah pemerahan tidak dilakukan oleh peternak. Air susu yang keluar saat pemerahan pertama dan terakhir tidak dimasukkan ke dalam ember untuk dijual, air susu ini langsung di buang. Berdasarkan pengamatan ini didapat bahwa peternak di Desa Cibeureum masih kurang memperhatikan cara pemerahan mereka.


(50)

Pencucian milk can dengan pembilasan air panas hanya dilakukan oleh beberapa peternak. Susu yang telah didapatkan kemudian dikirimkan ke tempat penampungan yaitu KUD Giri Tani yang selanjutnya dilakukan pengiriman kembali kepada produsen susu olahan yang terdapat di Cisarua. Pemeriksaan susu dilakukan di KUD dan tempat penjualan susu, namun pemeriksaan susu di KUD tidak rutin dilakukan. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan yaitu Berat Jenis (BJ), kadar lemak, kadar air, dan total bakteri. Selang waktu dari mulai peternak melakukan pemerahan, dikumpulkan di KUD sampai susu diterima oleh produsen ± 30 menit. Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa susu segar dapat bertahan hingga 3 jam dengan syarat peralatan yang bersih.

Berdasarkan perhitungan khi-kuadrat untuk aspek penanganan pasca panen yang dilakukan peternak sesuai dengan harapan (P<0,01). Penanganan susu telah dilakukan dengan baik oleh peternak. Peternak di Desa Cibeureum umumnya sangat memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan langsung dengan kualitas susu agar harga jual susu mereka tidak rendah atau bahkan tidak diterima. Penanganan susu sebainya dilakukan dengan baik karena susu merupakan produk makanan yang mudah rusak.

Pemeliharaan anak sapi (pedet) dan dara harus diperhatikan dengan baik, hal ini disebabkan karena anak sapi dan dara akan dijadikan sebagai ternak pengganti (replacement stock). Sudono (1999) menyatakan usaha peternakan sapi perah tergantung pada keberhasilan program pembesaran pedet dan dara sebagai

replacement stock. Pemberian ransum harus diawasi agar sapi tidak terlalu gemuk ataupun pertumbuhannya terhambat.

Berdasarkan hasil pengamatan peternak memelihara anak sapi dan dara sesuai dengan harapan. Sebanyak 7 orang peternak (17,5%) kurang memperhatikan saat pemeliharaan pedet dan dara. Kandang untuk pedet tidak dipisah. Pemberian pakan untuk pedet dan dara juga tidak begitu mereka perhatikan. Peternak memberi susu kepada pedet hanya sampai berumur 4 minggu, selanjutnya peternak sudah mulai memberikan rumput dan konsentrat secara bertahap. Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa pedet yang baru lahir seharusnya sampai berusia 6-7 minggu diberi susu 5 liter/hari, setelah itu pemberian susu dikurangi sampai umur 2-3 bulan


(1)

(2)

Lampiran 1. Kuesioner yang Digunakan untuk Mengumpulkan Data A. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama peternak :

2. Alamat :

3. Kelompok peternak : 4. Tanggal kunjungan :

5. Umur :

6. Pengalaman :

7. Pendidikan :

B. KEPEMILIKAN TERNAK

Kelompok Ternak Jumlah (ekor) Keterangan

1. Pedet  Jantan  Betina 2. Dara 3. Dewasa

 Kering  Laktasi 4. Jantan

C. BREEDING DAN REPRODUKSI 1. Bangsa sapi yang dipelihara

a. FH murni b. Peranakan FH c. Persilangan d. Lain-lain 2. Cara seleksi

a. Produksi susu b. Silsilah c. Bentuk luar 3. Cara Kawin

a. IB b. Alam dengan pejantan unggul c. Alam dengan pejantan tidak unggul 4. Pengetahuan berahi

Ciri-ciri berahi yang diketahui peternak:

1. ………. 2. ……….


(3)

3. ………. 4. ………. 5. ………. 6. ………. 7. ………. 5. Umur beranak tahun pertama

a.2½ tahun b. 3 tahun c. Lebih dari 3 tahun 6. Saat dikawinkan setelah beranak

a.60 hari b. 60-90 hari c. Lebih dari 90 hari 7. Calving interval

a.1 tahun b. 1-1½ tahun c. Lebih dari 1½ tahun D. MAKANAN TERNAK

1. Cara pemberian hijauan

a. Setelah diperah b. Sebelum diperah 2. Cara pemberian konsentrat

a. Sebelum diperah b. Sedang diperah c. Sesudah diperah 3. Frekuensi pemberian hijauan

a. Dua kali per hari b. Satu kali c. Tidak teratur 4. Jumlah dan kualitas hijauan

No. Hijauan Jumlah (kg) Kualitas

1. Rumput Alam ……….. Baik, Sedang, Buruk

2. Rumput Gajah ……….. Baik, Sedang, Buruk

3. ………… ……….. Baik, Sedang, Buruk

4. ………… ……….. Baik, Sedang, Buruk

5. ………… ……….. Baik, Sedang, Buruk

5. Jumlah dan kualitas konsentrat

No. Konsentrat dan Mineral Jumlah (kg) Keterangan

1 Konsentrat Jadi ……….. TDN=…… PK=……

BK=……..


(4)

2 Ampas Tahu ……….. TDN=…… PK=…… BK=……..

3 Mineral Mix ……….. Mikro & Makro, Makro, Mikro

4 ………. ……….. TDN=…… PK=……

BK=……..

5 ………. ……….. TDN=…… PK=……

BK=……..

6. Air minum

a. Tersedia terus menerus b. Dua kali perhari c. Tidak teratur E. PENGELOLAAN

1. Membersihkan sapi

a. Tiap hari b. Kadang-kadang c. Jarang 2. Membersihkan kandang

a. Dua kali perhari b. Satu kali perhari c. Jarang 3. Cara pemerahan

a. Benar dan baik b. Kurang benar c. salah 4. Penanganan pasca panen

a. Benar dan baik b. Kurang benar c. Salah 5. Pemeliharaan anak sapi dan dara

a. Baik b. Kurang baik c. Salah

6. Pengeringan sapi laktasi

a. 2 bulan sebelum beranak b. 1½ bulan sebelum beranak c. Kurang dari 1 bulan sebelum beranak

7. Pencatatan usaha

a. Ada dan baik b. Ada dan tidak baik c. Tidak ada F. KANDANG DAN PERALATAN

1. Tata letak kandang

a. Tersendiri b. Jadi satu dengan rumah 2. Konstruksi kandang


(5)

b. Bahan struktur : Tiang Kayu Beton Campur c. Kuda-kuda atap : Kayu Beton Besi

d. Lantai kandang: Tanah Kayu Konkret e. Ukuran kandang (Panjang x Lebar)

 Sapi dewasa : …..x…..  Sapi pejantan : …..x…..  Sapi dara/jantan muda : …..x…..

 Sapi pedet : …..x…..

3. Drainase kandang

a. Baik b. Kurang baik c. Tidak baik 4. Tempat kotoran

a. Baik b. Tidak baik c. Tidak ada 5. Peralatan kandang

a. Sekop : Ada/Tidak ada b. Selang air : Ada/Tidak ada c. Ember : Ada/Tidak ada d. Sikat : Ada/Tidak ada e. Sapu Lidi : Ada/Tidak ada 6. Peralatan susu

a. Ember perah : Stainles steel Plastik Lainnya……

b. Milk can : Stainles steel Plastik Lainnya……

c. Saringan : Kain kassa Saringan santan Lainnya……

d. Pelicin : Vaselin Lainnya……

e. Teat dipping : Clor Alkohol Lainnya……

G. KESEHATAN HEWAN 1. Pengetahuan penyakit

Ciri-ciri ternak sakit :

a. ………

b. ………

c. ………

d. ………


(6)

e. ………

f. ………

2. Pencegahan penyakit (vaksinasi) a. Teratur b. Tidak teratur 3. Pengobatan penyakit

a. Dilakukan dengan benar b. Dilakukan kurang benar c. Tidak dilakukan