Ektomikoriza pada Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor

EKTOMIKORIZA PADA Shorea spp. DI KAWASAN HUTAN
HAURBENTES JASINGA BOGOR

FAJAR ISLAM SITANGGANG

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ektomikoriza pada
Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Fajar Islam Sitanggang
NIM G34090019

ABSTRAK
FAJAR ISLAM SITANGGANG. Ektomikoriza pada Shorea spp. di
Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor. Dibimbing oleh NAMPIAH
SUKARNO dan SRI LISTIYOWATI.
Shorea spp. merupakan anggota famili Dipterocarpaceae. Shorea spp.
merupakan tanaman hutan hujan tropis yang bernilai ekonomi penting karena
kualitas produk kayu dan non kayunya yang tinggi. Cendawan ektomikoriza
digunakan sebagai pupuk hayati untuk Shorea spp. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari morfotipe akar ektomikoriza Shorea spp. dan mengisolasi serta
mengidentifikasi cendawan ektomikorizanya. Sebanyak enam puluh sampel akar
diambil dari tegakan Shorea saminis (plot 1), Shorea palembanica (plot 2), dan
Shorea stenoptera (plot 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tanaman
berasosiasi dengan cendawan ektomikoriza dengan persentase kolonisasi sekitar
60%. Kelimpahan akar ektomikoriza paling banyak ditemukan pada plot 2,
kemudian diikuti plot 3, dan paling sedikit pada plot 1. Data analisis akar

menunjukkan bahwa terdapat 5 macam morfotipe utama, yakni irregular pinnate
cokelat, irregular pinnate hitam, irregular pinnate perak, monopodial pinnate
cokelat, dan monopodial pinnate hitam. Irregular pinnate cokelat ialah morfotipe
dominan dengan persentase sebesar 60.9%. Sebanyak 15 isolat yang memiliki
morfologi koloni berbeda berhasil diisolasi dari 3 macam morfotipe ektomikoriza,
yaitu irregular pinnate cokelat, irregular pinnate hitam, dan monopodial pinnate
cokelat. Seluruh isolat merupakan miselia sterilia. Beberapa cendawan memiliki
karakteristik miselium khusus dengan membentuk anastomosis hifa dan
menghasilkan percabangan miselium yang intensif.
Kata kunci :

Anastomosis, miselia sterilia, morfotipe akar ektomikoriza,
percabangan miselium intensif, Shorea

ABSTRACT
FAJAR ISLAM SITANGGANG. Ectomycorrhiza of Shorea spp. in
Haurbentes Research Forest Jasinga Bogor. Supervised by NAMPIAH
SUKARNO and SRI LISTIYOWATI.
Shorea spp. are member of Dipterocarpaceae family. They are tropical
rainforest plant which have high economic value due to high quality of their

timber and non-timber products. Ectomycorrhizal fungi had been used as
biofertilizer for Shorea spp. This research aimed to study the ectomycorrhizal root
morphotypes, isolation and identification of ectomycorrhizal fungi associated with
Shorea spp. Sixty ectomycorrhyzal root tip samples were taken from Shorea
saminis (plot 1), Shorea palembanica (plot 2), and Shorea stenoptera (plot 3). The
results showed that all plants associated with ectomycorrhiza, with percentage of
roots colonization around 60%. The highest abundance of associated root was
found at plot 2, followed by plot 3, and the lowest was found at plot 1. Data of
root morphotype analysis indicated that there were 5 major of root tip
morphotypes. There were brown irregular pinnate, black irregular pinnate, silver
irregular pinnate, brown monopodial pinnate, and black monopodial pinnate.
Brown irregular pinnate was the dominant root tips morphotypes with the
frequency was 60.9%. A total of 15 different isolates were isolated from 3
ectomycorrhizal root tips morphotypes, e.g. brown irregular pinnate, black
irregular pinnate, and brown monopodial pinnate. All of the isolates were mycelia
sterilia. Some of the fungi had special mycelial characteristics by producing
hyphal anastomosis and produce intensive branching mycelium.
Keywords: Anastomosis, ectomycorrhyzal root tip morphotype, intensive
branching mycelium, mycelia sterilia, Shorea.


EKTOMIKORIZA PADA Shorea spp. DI KAWASAN HUTAN
HAURBENTES JASINGA BOGOR

FAJAR ISLAM SITANGGANG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Ektomikoriza pada Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes
Jasinga Bogor
Nama

: Fajar Islam Sitanggang
NIM
: G34090019

Disetujui oleh

Dr Ir Nampiah Sukarno
Pembimbing I

Dr Sri Listiyowati, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Ektomikoriza pada Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes. Jasinga Bogor.
Kegiatan Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret-September 2013 di
Laboratorium Mikologi Departemen Biologi IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Nampiah Sukarno selaku
pembimbing I dan pemberi dana penelitian, Dr. Sri Listiyowati, MSi selaku
pembimbing II atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan, dan Hadi
Sunarso, MSi selaku penguji atas saran dan masukannya. Terima kasih kepada
Buya, Ibu, serta seluruh keluarga atas segala dukungan baik semangat, materi,
serta doa selama penulis menempuh pendidikan hingga karya ilmiah ini
terselesaikan. Ungkapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Emi, Bapak
Kusnadi, Bapak Adi, Kak Erwin, Ivan Permana Putra, Sepriyadi Rihi, Nicho
Nurdebyandaru, Muhammad Ginanjar dan teman-teman Biologi 46 untuk bantuan
dan kerja samanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua.

Bogor, Juni 2014
Fajar Islam Sitanggang


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE


2

Bahan dan Alat

2

Pengukuran Kondisi Lingkungan

3

Koleksi Ektomikoriza dari Kawasan Hutan Haurbentes

3

Pembersihan Sampel Akar

3

Identifikasi Morfotipe Ektomikoriza dan Analisis Data


3

Isolasi Cendawan Ektomikoriza

3

Pemurnian Isolat Cendawan

4

Analisis Morfologi

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

4
4


Kondisi Lingkungan Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga

4

Analisis Morfotipe Ektomikoriza

5

Isolasi Ektomikoriza, Pemurnian, dan Analisis Morfologi Isolat Cendawan 6
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

9
12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

DAFTAR TABEL
1 Jenis pohon dan kondisi lingkungan pengambilan sampel
ektomikoriza dari Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes .................... 4
2 Persentase kolonisasi ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan Hutan
Haurbentes .................................................................................................... 6
3 Kelimpahan relatif morfotipe ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan
Hutan Haurbentes (Lampiran 1-5) ................................................................ 7
4 Analisis morfologi mikroskopis dan makroskopis isolat cendawan
ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes ............................ 8

DAFTAR GAMBAR
1 Morfotipe ektomikoriza yang berasal dari Kawasan Hutan Haurbentes
Jasinga: (a) Irregular pinnate cokelat (b) Irregular pinnate hitam (c)
Irregular pinnate perak (d) Monopodial pinnate cokelat (e)
Monopodial pinnate hitam ............................................................................. 5
2 Ciri mikroskopis isolat cendawan ektomikoriza hasil isolasi: (A)
P14118a (B) P13211 (C) P14118a (D) P14118a (E dan F) P23157.
Anastomosis (a), struktur hifa gelap (b), sekat hifa (c), klamidospora
(d), dan percabangan hifa intensif (e dan f) .................................................. 9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Jumlah akar irregular pinnate cokelat per plot
15
Jumlah akar irregular pinnate hitam per plot
16
Jumlah akar irregular pinnate perak per plot
17
Jumlah akar monopidial pinnate cokelat per plot
18
Jumlah akar monopodial pinnate hitam per plot
19
Ciri-ciri morfologi koloni isolat cendawan
20
Mikroskopis dan makroskopis isolat cendawan hasil isolasi.................... 1121

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Genus Shorea merupakan anggota dari famili Dipterocarpaceae. Anggota
famili Dipterocarpaceae berjumlah kurang lebih 512 jenis yang termasuk ke
dalam 16 genus dan 3 subfamili, yakni Dipterocarpaceae, Pakaraimoideae dan
Monotoideae. Jenis Dipterocarpaceae umumnya berupa pohon menjulang
(emergent trees) yang pertumbuhannya lambat. Kebanyakan jenis tersebut berupa
pohon-pohon besar dengan tajuk yang sangat dominan (Al Rasyid et al. 1991).
Sebagian besar dari jenis Dipterocarpaceae terdapat pada daerah beriklim
basah, memiliki kelembapan tinggi, memiliki ketinggian tempat 0 – 800 m dpl,
serta curah hujan di atas 2.000 mm/th dengan rentang musim kemarau yang
pendek. Jenis yang mampu tumbuh di ketinggian tempat di atas 800 m dpl sangat
sedikit, di antaranya adalah anggota dari genus Shorea, Dipterocarpus dan Vatica.
(Al Rasyid et al. 1991).
Sebagian besar Dipterocarpaceae menyukai hidup di tanah yang kering,
masam, dan liat, meskipun sebagian kecil di antaranya dapat tumbuh di tanah
dengan kondisi berkapur, berpasir, dan gambut. Pada kondisi tanah asam,
Dipterocarpaceae seringkali berasosiasi dengan cendawan membentuk
ektomikoriza sebagai cara bertahan hidup di lingkungan cekaman asam (Fajri
2008)
Ektomikoriza merupakan simbiosis mutualisme antara cendawan
ektomikoriza dengan akar tumbuhan (Brundrett 2004). Simbiosis ektomikoriza
dicirikan dengan terbentuk struktur tubuh buah jamur di luar akar, jalinan hifa
yang menyelubungi akar tanaman (mantel), hifa eksternal untuk mengeksplorasi
tanah yang berfungsi sebagai perpanjangan akar, dan jaringan hartig pada
epidermis maupun korteks akar (Olsson et al. 2000). Pembentukan struktur ini
menyebabkan bentuk akar menjadi khas, yakni pendek, menebal, dan memiliki
warna yang berbeda karena diselubungi hifa atau mantel cendawan (Brundrett et
al. 1996).
Ektomikoriza berperan penting dalam memacu pertumbuhan inang, di
antaranya karena hifa eksternal berfungsi meningkatkan penyerapan unsur hara
dan air untuk tanaman sehingga meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan
defisiensi hara. Selain itu, jaringan hifa mantel meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap serangan patogen (Smith dan Read 1997). Cendawan ektomikoriza
memperoleh unsur karbon hasil fotosintesis tumbuhan inang dari proses
pertukaran nutrisi antara cendawan dan tumbuhan inang di jaringan hartig (Smith
dan Read 1997).
Ektomikoriza pada Shorea spp. ditemukan di hutan-hutan tropis di banyak
negara. Amornpitak et al (2006) melaporkan keberadaan asiosiasi Theleporaceae
sp. pada Shorea farinosa, Tomentella sp. pada Shorea roxburghii dan Shorea
guiso, Scleroderma bovista pada S. roxburghii, dan Lepiota sp. pada Shorea
obtusa di hutan Thailand. Sedangkan Nuhamara (1987) melaporkan keberadaan
cendawan ektomikoriza pada Shorea javanica yaitu Amanita hemibapha,
Cantharellus cibarius, Russula sp., Lactarius spp., dan Scleroderma sp.
Identifikasi cendawan ektomikoriza dapat dilakukan melalui pendekatan
morfologi. Ektomikoriza menghasilkan struktur yang bersifat khas sebagai hasil
perkembangan dan adaptasi cendawan ektomikoriza dengan tumbuhan inangnya,

2

sehingga struktur ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi morfotipenya
(Agerer 1996).
Ektomikoriza dapat digunakan sebagai pupuk hayati. Penelitian
Martiningsih (2000) menunjukkan perlakuan ektomikoriza Pisolitus sp. terhadap
Shorea sp. memiliki perbedaan positif yang signifikan terhadap parameter
pertumbuhan, seperti tinggi tajuk, diameter batang, berat basah, dan nisbah pucuk
akar. Namun, penggunaan ektomikoriza sebagai pupuk hayati untuk tanaman
Shorea di Indonesia belum maksimal. Hal ini karena biologi ektomikoriza
termasuk keragaman jenis cendawan ektomikoriza, dan keragaman morfotipe
pada tanaman Dipeterocarpaceae belum dipelajari dengan baik, termasuk di
Kawasan Hutan Haurbentes. Oleh karena itu biologi ektomikoriza
Dipterocarpaceae di Kawasan Hutan Haurbentes perlu dipelajari.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan
digunakan pada penelitian ini yaitu masih sedikit penelitian yang melaporkan
tentang data biologi ektomikoriza termasuk keragaman jenis cendawan
ektomikoriza, dan keragaman morfotipe ektomikoriza pada tanaman
Dipeterocarpaceae terutama di Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfotipe ektomikoriza pada
Dipterocarpaceae khususnya Shorea, mengisolasi dan mengkarakterisasi
cendawan ektomikoriza melalui analisis morfologi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data mengenai keragaman
cendawan ektomikoriza dan keragaman morfotipe ektomikoriza pada tanaman
Dipeterocarpaceae. Data tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitian
lanjutan mengenai ektomikoriza pada Dipterocarpaceae di Kawasan Hutan
Haurbentes.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis morfotipe ektomikoriza,
persentase kolonisasi masing-masing morfotipe pada setiap plot dan kelimpahan
relatif morfotipe pada setiap plot. Adapun cakupan yang lain yaitu mengisolasi
cendawan ektomikoriza dan mengkarakterisasinya secara makroskopis maupun
mikroskopis.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel akar Shorea yang bersimbiosis dan
yang tidak bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza yang diperoleh dari
Kawasan Hutan Haurbentes, dan medium Modified Merlin Nokrans (MMN).
Alat–alat yang digunakan ialah autoklaf, inkubator, Laminar Air Flow Cabinet,
mikroskop stereo, mikroskop cahaya, tabung 1.5 mL, dan peralatan laboratorium
lain yang umum digunakan.

3

Pengukuran Kondisi Lingkungan
Parameter yang diukur pada lokasi pengambilan sampel meliputi suhu,
kelembapan, dan intensitas cahaya.
Koleksi Ektomikoriza dari Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga
Pengambilan sampel dilakukan dengan membuat plot berukuran 20 m x 20
m sebanyak 3 ulangan. Sebanyak 5 pohon Dipterocarpaceae dipilih secara acak
dari setiap plot, kemudian pada masing-masing pohon ditentukan 4 titik
pengambilan akar. Pengambilan akar dilakukan dengan metode perunutan akar.
Sampel akar diambil dengan menggali akar utama sampai mendapat akar yang
memiliki struktur ektomikoriza. Sampel akar yang diambil kemudian dimasukkan
ke dalam wadah plastik dan diberi keterangan tiap plot pengambilan dan
ulangannya sebagai identitas sampel.
Pembersihan Sampel Akar
Sampel akar diletakkan pada saringan plastik dan dicuci menggunakan air
mengalir. Akar dipisahkan dari tanah dan dibersihkan dengan menggunakan kuas.
Akar yang sudah dicuci dibagi ke dalam dua bagian, yaitu untuk analisis
morfotipe dan isolasi cendawan.
Identifikasi Morfotipe Ektomikoriza dan Analisis Data
Analisis data morfotipe dihitung dengan metode grid line berukuran 1x1 cm,
yaitu akar dipotong dengan ukuran 1 cm kemudian disebar secara acak ke dalam
cawan grid line. Selanjutnya potongan akar yang sudah tersebar secara acak
tersebut diamati dengan mikroskop stereo dan mikroskop cahaya, kemudian difoto
dan dicatat. Sampel akar yang diketahui memiliki struktur ektomikoriza kemudian
sebagian disimpan dalam formaldehid: asam asetat: alkohol= 1: 0.5: 5 (FAA).
Masing-masing morfotipe kemudian dihitung. Persentase kolonisasi (K) dan
kelimpahan relatif (KR) dihitung dengan menggunakan rumus:
K =
KR =

x 100%
x 100%
Isolasi Cendawan Ektomikoriza

Isolasi cendawan ektomikoriza merujuk pada metode Brundrett et al.
(1996). Akar tumbuhan Dipterocarpaceae yang terkolonisasi cendawan
ektomikoriza dipotong-potong dengan ukuran sekitar 0.5 cm sebanyak sepuluh
potong untuk tiap morfotipe pada masing-masing sampel. Potongan akar
kemudian disterilisasi permukaannya dengan diawali perendaman dalam air steril
selama 15 menit sebanyak tiga kali. Akar kemudian direndam dalam etanol 75%
selama 10 menit, direndam kembali dalam air steril selama 10 menit, direndam
dalam larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 1% selama 30 detik. Selanjutnya akar
direndam kembali dengan air steril selama 5 menit dan dikeringkan dengan kertas
tisu steril. Potongan akar kemudian diletakkan pada cawan berisi medium MMN
steril yang mengandung antibiotik chloramphenicol (500 mg/liter), selanjutnya
cawan diinkubasi pada suhu ruang hingga tumbuh hifa cendawan.

4

Pemurnian Isolat Cendawan
Hifa cendawan yang tumbuh dari akar Dipterocarpaceae, dimurnikan pada
medium MMN yang mengandung antibiotik chloramphenicol hingga diperoleh
kultur murni cendawan.
Analisis Morfologi
Pengamatan morfologi terhadap cendawan dilakukan menggunakan
metode Riddle (1950), yaitu menumbuhkan cendawan pada potongan MMN yang
diletakkan pada bagian tengah kaca objek steril. Kaca objek yang telah diberi kaca
penutup dimasukkan ke dalam cawan petri steril yang mengandung kertas saring
steril yang lembap dan diinkubasi selama 15-30 hari. Kaca penutup yang
ditumbuhi cendawan dipindahkan ke kaca objek steril yang telah ditetesi larutan
shears. Morfologi cendawan diamati dengan mikroskop cahaya pada perbesaran
400 dan 1000 kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Lingkungan Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga
Suhu rata-rata seluruh plot pada saat pengambilan sampel adalah 29.7oC
dengan suhu terendah adalah 28.4oC dan suhu tertinggi 31.2oC (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis pohon dan kondisi lingkungan pengambilan sampel ektomikoriza
dari Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes
Plot

Jenis Pohon

p1.1
Shorea saminis
p1.2
S.saminis
p1.3
S.saminis
p1.4
S.saminis
p1.5
S.saminis
Rentang
p2.1
Shorea palembanica
p2.2
S. palembanica
p2.3
S. palembanica
p2.4
S. palembanica
p2.5
S. palembanica
Rentang
p3.1
Shorea stenoptera
p3.2
S. stenoptera
p3.3
S. stenoptera
p3.4
S. stenoptera
p3.5
S. stenoptera
Rentang

Intensitas Cahaya (Lux)
352
412
355
374
360
352-412
286
325
238
283
257
238-325
752
850
519
461
720
461-850

Kelembapan
(%)
65.2
66.3
69.1
67.3
66.2
65.2-69.1
66.3
66.2
67.9
67.6
65.3
65.3-67.9
70.9
72.2
66.1
67.3
67.5
66.1-72.2

Suhu
(o C)
29.6
29.6
29.6
29.3
29.1
29.1-29.6
30.2
29.9
29.3
29.7
29.4
29.3-30.2
28.4
28.4
30.5
31.1
31.2
28.4-31.2

5

Pemilihan pohon dilakukan secara acak sesuai pemilihan tempat plot.
Sampel akar diambil dari 3 jenis Shorea, yakni S. saminis, S. palembanica, dan S.
stenoptera Burck. Masing-masing plot memiliki faktor kondisi lingkungan yang
berbeda. Plot 3 memiliki intensitas paparan cahaya yang paling tinggi, sedangkan
plot 2 memiliki intensitas paparan cahaya paling rendah. Kelembapan tertinggi
terdapat pada plot 3, sedangkan kelembapan terendah pada plot 1.
Analisis Morfotipe Ektomikoriza
Morfologi ektomikoriza berdasarkan Colour Atlas of Ectomycorrhizae
(Agerer 1996), menunjukkan bahwa potongan akar yang berasal dari tiga plot
pengamatan tergolong ke dalam 5 tipe percabangan morfotipe utama, yaitu
irregular pinnate hitam, irregular pinnate cokelat, irregular pinnate perak,
monopodial pinnate cokelat, dan monopodial pinnate hitam (Gambar 1).

b

a

d

c

e

Gambar 1 Morfotipe ektomikoriza yang berasal dari Kawasan Hutan Haurbentes
Jasinga: (a) Irregular pinnate cokelat (b) Irregular pinnate hitam, (c)
Irregular pinnate perak, (d) Monopodial pinnate cokelat, (e)
Monopodial pinnate hitam.
Persentase kolonisasi cendawan ektomikoriza pada seluruh sampel
ditemukan kurang dari 60%, sehingga akar yang tidak terkolonisasi memiliki
porsi yang lebih kecil pada perakaran. Masing-masing plot memiliki persentase
kolonisasi yang berbeda. Persentase kolonisasi tertinggi ditemukan pada plot 3
(59,5%), diikuti plot 2 (53,7%), dan plot 1 (49,4%).
Persentase kolonisasi pada masing-masing plot menunjukkan komposisi
morfotipe yang berbeda. Persentase kolonisasi morfotipe pada plot 1 dan 2
memiliki pola urutan yang serupa, yakni irregular pinnate cokelat sebagai
morfotipe dengan persentase kolonisasi tertinggi (37,5% dan 36,6%), diikuti
dengan irregular pinnate hitam, monopodial pinnate cokelat, dan irregular
pinnate perak. Morfotipe monopodial pinnate hitam tidak ditemukan pada plot 1
dan 2, hanya ditemukan pada plot 3 (Tabel 2)

6

Tabel 2 Persentase kolonisasi ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan Hutan
Haurbentes
Morfotipe
Irregular pinnate cokelat
Irregular pinnate hitam
Irregular pinnate perak
Monopodial cokelat
Monopodial hitam
Total

Persentase Kolonisasi Per plot (%)
1
2
3
37.5
36.6
29.3
7.4
14.8
21.3
0.9
0.3
0.3
3.7
2.0
6.4
0
0
2.2
49.5
53.7
59.5

Sebanyak 2211 potong akar ektomikoriza berhasil diamati dari 60 sampel
yang berasal dari tiga plot pengamatan. Jumlah akar ektomikoriza paling banyak
terdapat pada plot pengamatan 2 dan jumlah ektomikoriza yang paling sedikit
terdapat pada plot 1 (Tabel 3). Morfotipe Irregular pinnate cokelat memiliki
kelimpahan relatif tertinggi yaitu sebesar 60.9% (1347 potong akar). Sedangkan
morfotipe dengan kelimpahan relatif terendah yaitu monopodial hitam sebesar
0.7% (16 potong akar) (Tabel 3). Kelimpahan relatif morfotipe pada masingmasing plot memiliki pola yang serupa dengan persentase kolonisasinya.
Tabel 3 Kelimpahan relatif morfotipe ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan
Hutan Haurbentes (Lampiran 1-5)
Jumlah (potong)
Kelimpahan
Morfotipe
Total
Relatif (%)
Plot 1
Plot 2
Plot 3
Irregular pinnate
423
489
435
1347
60.9
cokelat
Irregular pinnate
108
329
206
643
29.0
hitam
Irregular pinnate
19
2
8
29
1.3
perak
49
29
98
176
7.9
Monopodial cokelat
0
0
16
16
0.7
Monopodial hitam
599
849
763
2211
100
Total
Isolasi Ektomikoriza, Pemurnian, dan Analisis Morfologi Isolat Cendawan
Tingkat pertumbuhan hifa cendawan ektomikoriza dari akar yang
terkolonisasi pada medium sintetis sangat rendah (3.5%), begitu pula tingkat
keberhasilan pemurniannya, sehingga hanya diperoleh 15 isolat cendawan
(Lampiran 7). Hasil pengamatan menunjukkan, cendawan yang diperoleh
memiliki ciri-ciri makroskopis yang berbeda, namun keseluruhan isolat
merupakan cendawan yang tidak bersporulasi (mycelia sterilia) (Tabel 4).
Karakterisasi koloni cendawan mengacu pada Lampiran 6.
Pengamatan mikroskopis menunjukkan masing-masing isolat memiliki ciri
yang berbeda, namun sebagian besar memiliki hifa gelap, septat (bersekat),
membentuk klamidospora dan membentuk jembatan antar hifa (anastomosis).
Beberapa di antara isolat cendawan memiliki struktur percabangan hifa intensif
(Tabel 4, Gambar 2, Lampiran 7).

Tabel 4 Analisis morfologi mikroskopis dan makroskopis isolat cendawan ektomikoriza Shorea spp. Kawasan Hutan Haurbentes
Diameter
30 hari
(mm)

Morfotipe
Akar

P113
(22)

Irregular
Pinnate
Hitam

20

Rhizoid

Cream

Cream

Flat

Felty

Immersed

Filiform

-

P123
(27)

Irregular
Pinnate
cokelat

16

Circular

Hijau
kecokelatan

Hijau
Kecokelatan

Raised

Cottony

Aerial

Filiform

-

Flat

Felty
dengan
struktur
gumpalan
hifa
menyerupai
tubuh buah

Immersed

Undulate

-

Filiform

Berwarna
Jingga

P123
(28)

Monopodial
Pinnate
Cokelat

P123
(29)

Irregular
Pinnate
cokelat

P132
(11)

Bentuk
Koloni

Warna
Koloni
Permukaan
Bawah
Medium
Medium

Kode
Isolat

Putih dengan
lingkaran
Cokelat

Elevasi
Koloni

Tekstur
Koloni

Miselium

Tepian
Koloni

Efek pada
Medium

Irregular

Putih
kecokelatan

12

Irregular

Cokelat
kejinggaan
dengan
gumpalan
hifa putih

Cokelat
kejinggaan

Flat

Velvety

Aerial
dan
Immersed

Monopodial
Pinnate
Cokelat

15

Circular

Hijau-cokelat

Hijau-cokelat

Raised
–convex

Cottony

Aerial

Filiform

-

P133
(24)

Irregular
Pinnate
Hitam

13

Filamentous

Hijau-cokelat

Hijau-cokelat

Raised

Cottony

Aerial

Filiform

-

P141
(18A)

Irregular
Pinnate
Cokelat

21

Filamentous

Putih-Cream

Putih

Flat

Felty

Immersed

Filiform

-

P141
(18B)

Irregular
Pinnate
Cokelat

Irregular

Putih dengan
lingkaran
abu-abu
terang

Putih

Flat

Felty

Immersed

Undulate

-

30

23

Ciri-ciri
Mikroskopis
Hifa
Bersekat,
membentuk
anastomosis dan
klamidospora
Gelap bersekat,
membentuk
anastomosis

Bersekat,
membentuk
anastomosis

Bersekat,
membentuk
anastomosis, dan
struktur hifa gelap
bulat bertumpuk
Gelap bersekat,
membentuk
anastomosis
Gelap bersekat,
membentuk
anastomosis dan
struktur gumpalan.
Gelap bersekat,
membentuk
anastomosis,
klamidospora
Gelap bersekat,
membentuk
klamidospora

7

8
Tabel 4 Lanjutan Analisis morfologi mikroskopis dan makroskopis isolat cendawan ektomikoriza Shorea spp. Kawasan Hutan Haurbentes
Kode
Isolat

P141
(18C)
P223
(7)
P223
(87)

Morfotipe
Akar
Irregular
Pinnate
Cokelat
Monopodial
Pinnate
Cokelat
Irregular
Pinnate
Cokelat

Warna
Koloni
Permukaan
Bawah
Medium
Medium
Putih
Putihdengan hifa
hijau
cokelat

Diameter
30 hari
(mm)

Bentuk
Koloni

16

CircularRhizoid

15

Circular

Hijaucokelat

Circular

Kuning
kehijauan
dengan
tepian putih

Irregular

Hitam-hijau
dengan
bintik
cokelat

Hitam

Flat

Felty

Immersed

Undulate

-

Hitam

Flat

Velvety

Immersed
dan
Aerial

Undulate

-

12

Elevasi
Koloni

Tekstur
Koloni

Miselium

Tepian
Koloni

Efek
pada
Medium

Flat

Felty

Immersed

Filiform

-

Hijaucokelat

Raisedconvex

Cottony

Aerial

Filiform

-

Putih

Crateriform

Felty

Immersed

Entire

-

P231
(57)

Irregular
Pinnate
Hitam

P312
(62)

Irregular
Pinnate
Cokelat

18

Irregular

Abu-abu
gelap
dengan
gumpalan
hifa putih

P312
(63)

Monopodial
Pinnate
Cokelat

25

Filamentous

Putih

Putih

Flat

Felty

Immersed

Filiform

-

P353
(105)

Irregular
Pinnate
Cokelat

Irregular

Hitam-hijau
dengan
bintik
cokelat

Hitam

Flat

Felty

Immersed

Undulate

-

13

17

Ciri-ciri Mikroskopis
Hifa
Gelap bersekat,
membentuk
klamidospora
Gelap bersekat,
membentuk
anastomosis
Bersekat, membentuk
anastomosis dan
klamidospora
Gelap bersekat,
membentuk
anastomosis,
klamidospora, dan
struktur percabangan
hifa intensif
Bersekat, membentuk
struktur hifa gelap
memanjang,
anastomosis, dan
klamidospora
Bersekat, membentuk
anastomosis dan
klamidospora
Gelap bersekat,
membentuk
anastomosis,
klamidospora, dan
struktur percabangan
hifa intensif

9

Gambar 2 Ciri mikroskopis isolat cendawan ektomikoriza hasil isolasi: (A)
P14118a, (B) P13211, (C) P14118a, (D) P14118a, (E) dan (F)
P23157. Anastomosis (a), struktur hifa gelap (b), sekat hifa (c),
klamidospora (d), dan percabangan hifa intensif (e dan f)
Pembahasan
Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga merupakan hutan hujan tropis dataran
rendah (250 m dpl). Kawasan ini memiliki curah hujan rata-rata sebesar 4276 mm
per tahun. Jenis tanah yang mendominasi ialah podsolik merah kuning, regosol,
dan acid brown forest soil. Sebanyak 13 jenis Shorea, 5 jenis Hopea, 2 jenis
Dipterocarpus, dan 1 jenis Anisoptera telah ditanam di Haurbentes sampai dengan
tahun 1997, seluruhnya telah beradaptasi yang ditandai dengan telah terjadinya
regenerasi secara alami (Balitbanghut 2007). Pohon-pohon S. stenoptera di
Haurbentes tumbuh dari benih yang berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat
sekitar 40 tahun yang lalu (Suzuki dan Gadrinab 1989).
Hasil karakterisasi morfologi ektomikoriza berdasarkan Colour Atlas of
Ectomycorrhizae (Agerer 1996), menunjukkan bahwa ke-2211 potong akar
tergolong ke dalam 5 tipe ramifikasi morfotipe utama, yaitu irregular pinnate
hitam, irregular pinnate cokelat, irregular pinnate perak, monopodial pinnate
cokelat, dan monopodial pinnate hitam dengan persentase yang berbeda pada tiap
plot sampel (Gambar 1).
Persentase kolonisasi per plot menunjukkan bahwa kolonisasi oleh
cendawan ektomikoriza pada akar relatif cukup besar, yakni mendekati 60%. Hal
ini terjadi karena kondisi lingkungan Haurbentes cocok untuk pertumbuhan

10

optimal ektomikoriza. Faktor yang mempengaruhi perkembangan cendawan
ektomikoriza pada rizosfer di antaranya faktor suhu dan kondisi tanah. Cendawan
ektomikoriza berkembang dengan baik dalam kondisi tanah yang masam dan
lembap. Faktor suhu juga berperan penting dalam perkembangan cendawan
ektomikoriza. Cendawan ektomikoriza memiliki suhu optimum yang berbeda tiap
jenisnya, namun 80% Pisolithus sp. mampu berkembang pada suhu 34 oC (Hadi
1999).
Isolat cendawan yang berhasil dimurnikan hanya berasal dari potongan akar
ektomikoriza dengan morfotipe irreguler pinnate cokelat, irregular pinnate hitam
dan monopodial pinnate cokelat. Masing-masing potongan akar bermorfotipe
sama menghasilkan isolat cendawan dengan karakteristik morfologi yang berbeda,
baik secara makroskopis maupun mikroskopis.
Perbedaan karakteristik isolat cendawan yang tumbuh dari potongan akar
bermorfotipe utama yang sama dapat terjadi karena perbedaan ciri-ciri dalam taraf
khusus yakni bentuk ujung akar, bentuk khas permukaan mantel, dan bentuk
rhizomorf atau hifa yang berada di sekitar akar ektomikoriza. Struktur yang
berbeda pada akar ektomikoriza dapat saja menunjukkan bahwa cendawan yang
bersimbiosis dengan akar tersebut berbeda (Agerer1996). Kondisi lingkungan
abiotik seperti suhu, intensitas cahaya dan kelembapan mempengaruhi ramifikasi,
persentase ramifikasi akar, dan struktur khusus ektomikoriza (Santoso 1997).
Identifikasi morfotipe akar ektomikoriza merupakan metode estimasi
langsung mengenai kekayaan dan keragaman spesies cendawan ektomikoriza
yang bersimbiosis tanpa bergantung pada tubuh buah yang ditemukan. Tubuh
buah cendawan ektomikoriza biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat
sedikit sehingga tidak efektif dalam penelitian mengenai kekayaan dan diversitas
cendawan ektomikoriza (Moser et al. 2005).
Becerra et al. (2005) melaporkan beberapa genus cendawan berdasarkan
morfotipenya pada tanah asam. Morfotipe irregular pinnate yang ditemukan
merupakan hasil simbiosis akar Alnus acuminata dengan cendawan Tomentella
sp., Russula sp., dan Alnirhiza sp. Morfotipe monopodial pinnate merupakan
simbiosis dengan cendawan Naucoria sp. dan Lactarius sp. Selanjutnya morfotipe
yang menyerupai irregular pinnate-monopodial pinnate ditemukan pada
simbiosis cendawan Gyrodon sp. dan Tomentella sp. dengan akar Quercus
garryana. Tomentella sp. memiliki morfotipe monopodial pinnate berwarna hitam
dengan ujung putih (Moser et al. 2009).
Informasi mengenai simbiosis ektomikoriza pada akar Shorea spp. di
Kawasan Hutan Haurbentes dilaporkan oleh Sukarno et al. (2013). Berdasarkan
analisis morfotipe dan molekuler diperoleh 50 morfotipe ektomikoriza yang terdiri
dari 43 cluster cendawan. Beberapa morfotipe tersebut di antaranya unramified
hitam dikolonisasi oleh Pleurotus ostreatus, dan Russula sp. Morfotipe
monopodial pinnate coklat, irregular pinnate cokelat, dan irregular pinnate hitam
dikolonisasi oleh Russula sp.
Sebanyak sepuluh isolat cendawan yang berhasil diisolasi yaitu P113(22),
P123(27), P123(29), P141(18A), P141(18B), P141(18C), P223(87), P231(57),
P312(62), dan P353(105) diduga memiliki kesamaan morfotipe akar dengan akar
terkolonisasi yang ditemukan oleh Sukarno et al. (2013). Hasil analisis molekuler
akar terkolonisasi tersebut menunjukkan adanya kolonisasi oleh Russula sp.,
yakni uncultured Russula type OTU LH88. Hal ini diperkuat dengan laporan Nara

11
(2006) yang menyebutkan bahwa ektomikoriza yang umum ditemukan pada
hutan-hutan tua merupakan jenis dari genus Russula, Amanita, dan Cortinarius.
Namun demikian, dugaan perbandingan tersebut diperlukan analisis lanjutan
berupa analisis molekuler terhadap akar-akar yang terkolonisasi tersebut.
Isolat cendawan yang berhasil dimurnikan sebagian besar berasal dari plot 1,
yakni 9 isolat. Isolat cendawan yang berhasil dimurnikan yang berasal dari plot 2
dan plot 3 masing-masing 3 isolat cendawan. Hal ini mungkin terjadi akibat lama
penyimpanan yang berbeda sebelum diisolasi. Pengerjaan sampel dilakukan
secara berurut, sehingga identifikasi morfotipe akar dan isolasi akar pada plot 1
dilakukan dalam kondisi akar yang lebih segar daripada plot 2 dan plot 3.
Lama waktu penyimpanan sampel akar sebelum diisolasi memungkinkan
cendawan ektomikoriza menjadi rusak atau cendawan tidak mampu tumbuh
secara optimal (Smith dan Read 1997). Selain itu, cendawan non ektomikoriza
yang tumbuh di sekitar ektorizosfer diduga memiliki kemampuan saprofitik lebih
tinggi sehingga dapat bersaing dengan cendawan ektomikoriza ketika
ditumbuhkan pada medium MMN, walaupun telah dilakukan sterilisasi
permukaan (Marx dan Kenny 1982). Hal ini diduga menjadi penyebab tingkat
keberhasilan isolasi yang rendah.
Sebagian besar ciri mikroskopis isolat cendawan yang berhasil diisolasi
ialah hifa bersekat, tidak memiliki sambungan apit, membentuk jembatan antar
hifa (anastomosis) dan membentuk klamidospora. Beberapa di antara isolat
cendawan memiliki hifa gelap berwarna cokelat kehitaman. Nurhayat (2012)
berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi cendawan ektomikoriza pada pohon
pinus secara morfologi dan molekuler yakni Cenococcum. Karakteristik morfologi
baik secara mikroskopis maupun makroskopis cendawan Cenococcum memiliki
kesamaan dengan beberapa isolat cendawan yang berhasil diisolasi pada
penelitian ini, yakni isolat dengan kode P132(11) dan P223(7), meskipun
morfotipe akarnya berbeda. Karakteristik Cenococcum yakni miselium berwarna
hitam, memiliki diameter pertumbuhan miselium yang relatif lambat, hifa
berwarna cokelat kehitaman, hifa septat, tidak memiliki sambungan apit (clamp
connection), dan terdapat fusi antar hifa atau anastomosis. Berdasarkan kesamaan
morfologi ini, terdapat kemungkinan bahwa isolat cendawan tersebut memiliki
genus yang sama yakni Cenococcum, namun masih membutuhkan identifikasi
molekuler untuk memastikannya.
Cendawan ektomikoriza termasuk cendawan yang sulit ditumbuhkan diluar
habitat aslinya. Banyak cendawan ektomikoriza memiliki pertumbuhan yang
sangat rendah pada medium buatan. Medium MMN merupakan medium khusus
yang digunakan untuk mengisolasi cendawan yang sulit ditumbuhkan di luar
habitat alamiahnya seperti cendawan ektomikoriza (Brundrett et. al. 1996).
Medium MMN merupakan medium kaya nutrisi yang menunjang pertumbuhan
cendawan ektomikoriza.

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebanyak 2211 potong akar ektomikoriza berhasil diamati dari 60 sampel
yang berasal dari tiga plot pengamatan. Jumlah akar ektomikoriza paling banyak
terdapat pada plot pengamatan 2 dan jumlah ektomikoriza yang paling sedikit
terdapat pada plot 1. Hasil karakterisasi morfologi ektomikoriza menunjukkan
bahwa terdapat 5 ramifikasi morfotipe utama ektomikoriza pada Shorea spp. di
Kawasan Hutan Haurbentes yaitu Irregular pinnate cokelat, Irregular pinnate
hitam, Irregular pinnate perak, monopodial pinnate cokelat, dan monopodial
pinnate hitam. Morfotipe irregular pinnate cokelat merupakan tipe yang
mendominasi sampel akar ektomikoriza pada setiap plot dengan persentase
sebesar 60.9 % Sebanyak 15 isolat berbeda diisolasi dari morfotipe ektomikoriza.
Seluruh isolat tersebut tidak bersporulasi. Beberapa cendawan memiliki
karakteristik miselium khusus dengan memproduksi anastomosis dan
menghasilkan percabangan miselium intensif.
Saran
Diperlukan metode sampling dan pengerjaan sampel yang tepat agar
penyimpanan sampel tidak terlalu lama sehingga menyebabkan akar dan
cendawan rusak. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi isolat
cendawan hasil isolasi pada penelitian ini secara molekuler untuk mengetahui
jenis cendawan tersebut. Selain itu diperlukannya uji sintesis simbiosis untuk
memastikan isolat cendawan yang berhasil diisolasi ialah cendawan ektomikoriza.

13

DAFTAR PUSTAKA
Agerer R. 1996. Colour Atlas of Ectomycorrhizae. Schwabish Gmund (DE):
Einhorn-Verlag.
Al Rasyid H, Marfuah H, Wijayakusuma, Hendarsyah D. 1991. Vademikum
Dipterocarpaceae. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kehutanan.
Amornpitak TW, Vichitsoonthonkul T, Tanticharoen M, Cheevadhanarak S,
Ratchadawong S. 2006. Diversity of Ectomycorrhyzal Fungi of
Dipterocarpaceae in Thailand. J. Bio. Sci 6 (6): 1059-1064.
Ashton PS. 1982. Dipterocarpaceae. In: Van Steenis, C.G.G.J (ed.) Flora
Malesiana (9): 237-552.
[Balitbanghut] Badan Penelitan dan Pengembangan Kehutanan. 2007. Kawasan
Hutan dengan Tujuan Khusus Haurbentes. [internet]. Bogor: [diunduh 2013
Des 7]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/951.
Becerra A et al. 2005. Ectomycorrhizal colonization of Alnus acumiata Kunth in
northwestern Argentina in relation to season and soil parameters. Ann. For.
Sci 65: 325-332.
Brundrett M. 2004. Diversity and Classification of Mycorrhizal Associations.
Biol.Rev 79:473–495.
Brundrett M, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working With
Mycorrhizae in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): Monograph
ACIAR.
Fajri M. 2008. Pengenalan Umum Dipterocarpaceae, Kelompok Jenis Bernilai
Ekonomi Tinggi. Inf. Tek. Dipter 2(1): 9-21.
Hadi S. 1999. Status ektomikoriza pada tanaman hutan di Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Mikoriza I; [Bogor 15-16 Nov 1999] Bogor (ID):
Asosiasi Mikoriza Indonesia.
Martiningsih SH. 2000. Pengaruh Bio-Stimulant dan Inokulasi Cendawa
Ektomikoriza Pisolithus tinctorius Coker and Couch Terhadap Pertumbuhan
Semai Shorea leprosula Miq [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Marx DH, Kenney DS. 1982. Production of ectomycorrhizal fungus inoculum.
Schenk NC, editor. Minnesota (US): The American Phytopathological.
Moser AM, Petersen CA, D’Allura JA, Southworth D. 2005 Comparison of
ectomycorrhyzas of Quercus garryana (Fagaceae) on serpentine and nonserpentine soils in southwestern Oregon. Am. Jour. Bot 92 (2): 224-230.
Moser AM, Frank JL, D’Allura JA, Southworth D. 2009. Ectomycorrhizal
communities of Quercus garryana are similar on serpentine and
nonserpentine soils. Plant Soil 305: 185-194.
Nara K. 2006. Ectomycorrhizal network and seedling establishment during early
primary succesion. New Phyt 169: 169-78.
Nuhamara ST. 1987. Mycorrhizae in Agroforestry: A Case Study. Biotropia 1(1):
53-57.
Nurhayat OD. 2012. Ektomikoriza Pinus merkusii di Bagian Kesatuan Pemangku
Hutan (BKPH) Lembang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Olsson PA, Munzenberger B, Mahmood S, Erland S. 2000. Molecular and
anatomical evidence for three way association between Pinus sylvestris and

14
the ectomycorrhizal fungi Suillus bovinus and Gomphidius roseus. J. Mycol
16 (1): 8-9.
Riddle RW. 1950. Permanent stained mycological preparation obtained by slide
culture. Mycol Res 42:265-270.
Santoso E. 1997. Hubungan Perkembangan Ektomikoriza dengan Populasi Jasad
Renik dalam Rizosfer dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Eucalyptus
pellita dan Eucalyptus urophylla [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Smith SE, Read DJ. 1997. Mychorrhizal symbiosis. Second edition. London (GB):
Academic Press.
Sukarno N, Listiyowati S, Nurcahyo OD, Retnowati A, Nara K 2013. Diversity of
Shorea ectomycorrhyza. Proceeding of International Conference on
Mycorrhiza; [Sendai 16 Nov 2013] Sendai,(JP): Tohoku University.
Suzuki E, Gadrinab LU. 1989. Fruit Production of A Six Year Old Shorea
stenoptera Plantation at Haurbentes Bogor, Indonesia. Biotropia 2: 1-7.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah Akar irregular pinnate cokelat per plot
PLOT 1
P111
P112
P113
P114
Subtotal
P121
P122
P123
P124
Subtotal
P131
P132
P133
P134
Subtotal
P141
P142
P143
P144
Subtotal
P151
P152
P153
P154
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
15
0
32
34
81
21
20
34
28
103
12
23
40
17
92
25
26
9
24
84
12
25
22
4
63
423

PLOT 2
P211
P212
P213
P214
Subtotal
P221
P222
P223
P224
Subtotal
P231
P232
P233
P234
Subtotal
P241
P242
P243
P244
Subtotal
P251
P252
P253
P254
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
6
12
38
10
66
9
0
23
11
43
28
0
42
9
79
29
36
26
17
108
39
20
63
71
193
489

PLOT 3
P311
P312
P313
P314
Subtotal
P321
P322
P323
P324
Subtotal
P331
P332
P333
P334
Subtotal
P341
P342
P343
P344
Subtotal
P351
P352
P353
P354
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
10
0
16
32
58
12
33
35
34
114
27
22
17
15
81
21
27
48
0
96
16
24
34
12
86
435

16

Lampiran 2 Jumlah akar irregular pinnate hitam per plot
PLOT 1
P111
P112
P113
P114
Subtotal
P121
P122
P123
P124
Subtotal
P131
P132
P133
P134
Subtotal
P141
P142
P143
P144
Subtotal
P151
P152
P153
P154
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
15
13
18
9
55
0
0
0
0
0
0
13
16
0
29
0
10
0
0
10
0
9
5
0
14
108

PLOT 2
P211
P212
P213
P214
Subtotal
P221
P222
P223
P224
Subtotal
P231
P232
P233
P234
Subtotal
P241
P242
P243
P244
Subtotal
P251
P252
P253
P254
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
5
20
0
25
0
21
10
0
31
29
38
17
0
84
49
15
51
31
146
5
5
29
4
43
329

PLOT 3
P311
P312
P313
P314
Subtotal
P321
P322
P323
P324
Subtotal
P331
P332
P333
P334
Subtotal
P341
P342
P343
P344
Subtotal
P351
P352
P353
P354
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
28
0
12
40
7
17
31
20
75
0
0
13
21
34
13
0
0
29
42
0
15
0
0
15
206

17

Lampiran 3 Jumlah akar irregular pinnate perak per plot
PLOT 1
P111
P112
P113
P114
Subtotal
P121
P122
P123
P124
Subtotal
P131
P132
P133
P134
Subtotal
P141
P142
P143
P144
Subtotal
P151
P152
P153
P154
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
0
12
0
12
0
0
0
0
0
0
0
7
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19

PLOT 2
P211
P212
P213
P214
Subtotal
P221
P222
P223
P224
Subtotal
P231
P232
P233
P234
Subtotal
P241
P242
P243
P244
Subtotal
P251
P252
P253
P254
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
2
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2

PLOT 3
P311
P312
P313
P314
Subtotal
P321
P322
P323
P324
Subtotal
P331
P332
P333
P334
Subtotal
P341
P342
P343
P344
Subtotal
P351
P352
P353
P354
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
0
0
0
0
0
8
0
0
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8

18

Lampiran 4 Jumlah akar monopodial pinnate cokelat
PLOT 1
P111
P112
P113
P114
Subtotal
P121
P122
P123
P124
Subtotal
P131
P132
P133
P134
Subtotal
P141
P142
P143
P144
Subtotal
P151
P152
P153
P154
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
0
0
0
0
10
0
16
0
26
0
9
0
4
13
0
0
0
10
10
0
0
0
0
0
49

PLOT 2
P211
P212
P213
P214
Subtotal
P221
P222
P223
P224
Subtotal
P231
P232
P233
P234
Subtotal
P241
P242
P243
P244
Subtotal
P251
P252
P253
P254
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
0
0
0
0
0
3
7
0
10
0
10
0
0
10
0
8
0
0
8
0
1
0
0
1
29

PLOT 3
P311
P312
P313
P314
Subtotal
P321
P322
P323
P324
Subtotal
P331
P332
P333
P334
Subtotal
P341
P342
P343
P344
Subtotal
P351
P352
P353
P354
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
9
0
0
9
6
0
8
0
14
4
4
0
12
20
24
0
15
10
49
0
6
0
0
6
98

19

Lampiran 5 Jumlah akar monopodial pinnate hitam
PLOT 1
P111
P112
P113
P114
Subtotal
P121
P122
P123
P124
Subtotal
P131
P132
P133
P134
Subtotal
P141
P142
P143
P144
Subtotal
P151
P152
P153
P154
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

PLOT 2
P211
P212
P213
P214
Subtotal
P221
P222
P223
P224
Subtotal
P231
P232
P233
P234
Subtotal
P241
P242
P243
P244
Subtotal
P251
P252
P253
P254
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

PLOT 3
P311
P312
P313
P314
Subtotal
P321
P322
P323
P324
Subtotal
P331
P332
P333
P334
Subtotal
P341
P342
P343
P344
Subtotal
P351
P352
P353
P354
Subtotal
Total

JUMLAH
AKAR
0
0
0
0
0
0
0
6
9
15
1
0
0
0
16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16

20

Lampiran 6 Ciri-ciri morfologi koloni isolat cendawan

21
Lampiran 7 Mikroskopis dan makroskopis isolat hasil isolasi
Kode
Isolat

Morfotipe

P113
(22)

Irregular
pinnate
cokelat

P123
(27)

Irregular
Pinnate
cokelat

P123
(28)

Monopodial
Pinnate
Cokelat

P123
(29)

Irregular
Pinnate
cokelat

P132
(11)

Monopodial
pinnate
Cokelat

Mikroskopis

Makroskopis

22
Lampiran 7 Lanjutan Mikroskopis dan makroskopis isolat hasil isolasi
Kode
Isolat

Morfotipe

P134 (24)

Irregular
Pinnate
hitam

P141
(18A)

Irregular
Pinnate
Cokelat

P141
(18B)

Irregular
Pinnate
Cokelat

P141
(18C)

Irregular
Pinnate
Cokelat

P223 (7)

Monopodial
Pinntae
Cokelat

Mikroskopis

Makroskopis

23
Lampiran 7 Lanjutan Mikroskopis dan makroskopis isolat hasil isolasi
Kode
Isolat

Morfotipe

P223 (87)

Irregular
Pinnate
Cokelat

P231 (57)

Irregular
Pinnate
Hitam

P312 (62)

Irregular
Pinnate
Cokelat

P312 (63)

Irregular
Pinnate
Cokelat

P353
(105)

Irregular
Pinnate
Cokelat

Mikroskopis

Makroskopis

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Deli Serdang pada tanggal 16 April
1991 dari ayah Dr Ir. H Masri Sitanggang dan ibu Dra.Khairita
Thamrin. Penulis merupakan anak ke 4 dari 10 bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikannya di SDN 101764 Tembung
2003, SMPN 1 P.S. Tuan pada tahun 2006, SMAN 11 Medan
pada tahun 2009. Tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Biologi Cendawan pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis aktif di
beberapa organisasi, di antaranya sebagai Kepala Departemen Pendidikan Bina
Desa FMIPA pada tahun 20010-2011 dan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa
Biologi pada tahun 2011-2012.
Tahun 2010, penulis melakukan Studi Lapang di Hutan Pendidikan Gunung
Walat Sukabumi Jawa Barat dengan judul laporan “Ekologi Goa Kapur Hutan
Pendidikan Gunung Walat”. Tahun 2012, penulis melakukan Praktik Kerja
Lapang di PT. Sinar Pusaka Lestari dari bulan Juli sampai bulan Agustus dengan
judul laporan “Pemantauan Kualitas Air Kolam Tambak Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di PT. Sinar Pusaka Lestari ”.
Sebagai salah satu syarat kelulusan studi di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Ektomikoriza
pada Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor” di bawah
bimbingan Ibu Dr Ir Nampiah Sukarno dan Ibu Dr Sri Listiyowati, MSi.