Karakteristik biometrik pohon Shorea leprosula Miq. studi kasus pada hutan tanaman haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor
KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Shorea leprosula Miq.
(Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
ALFIETA NUR BAROROH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Shorea leprosula Miq.
(Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
ALFIETA NUR BAROROH
E 14102019
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kehutanan
pada
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
: KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON
Shorea leprosula Miq. (Studi Kasus pada Hutan Tanaman
Haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
: ALFIETA NUR BAROROH
NRP
: E14102019
Departemen
: Manajemen Hutan
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS
NIP. 130 933 588
Ir. Iwan Hilwan, MS
NIP. 132 578 802
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
hidayah-Nya penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada
waktunya. Berkat bimbingan Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta
dorongan dari keluarga, teman-teman, dan Pembimbing berbagai hambatan dapat
diatasi. Maka dari itu, selain syukur kepada Allah SWT, penulis menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada para pihak, sebagai berikut :
1.
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS sebagai Pembimbing I dan Ir. Iwan
Hilwan, MS sebagai Pembimbing II yang dengan sabar membimbing,
memberi saran, dan bantuan selama penelitian berlangsung sampai
tersusunnya skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil
Hutan, dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc selaku dosen penguji dari Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
3.
Kelompok Peneliti Silvikultur pada Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam Bogor atas izinnya dalam pengambilan data serta izin penelitian di
Hutan Tanaman Haurbentes.
4.
Kedua orang tua Penulis, Chizni, dan Arsyad atas segala support dan doanya
yang telah mendukung selama Penulis melakukan penelitian, terutama untuk
mama yang selalu mendoakan Penulis dengan tulus.
5.
Pak Arsyad, Pak Ondi, dan Pak Suwandi atas bantuan pengambilan data di
Hutan Tanaman Haurbentes.
6.
Yuni, Linda, Teti, Adit, Indah, Ona, Dodi, Wien, teman-teman MNH 39,
BDH 39, THH 39, dan KSH 39, Perwira 50 gals. Terima kasih banyak ya.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak
yang membutuhkan.
Bogor, 4 September 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta 9 Juni 1985 dari ayah Lukman Nul Hakim
dan ibu Widia Asriatun. Penulis merupakan putri kedua dari 3 bersaudara.
Pada tahun 1990, penulis bersekolah di SDS Trisula 3 Jakarta, kemudian
melanjutkan ke tingkat menengah, yaitu di SLTPN 74 Jakarta pada tahun 1996 dan di
SMUN 21 Jakarta pada tahun 1999. Penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2002 melalui jalur USMI dan memilih Fakultas Kehutanan dengan
Manajemen Hutan sebagai jurusannya, selanjutnya penulis memfokuskan pada
bidang biometrika hutan.
Kegiatan praktek lapang yang pernah diikuti antara lain Praktek Umum
Kehutanan (PUK) di daerah Baturaden yaitu BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan) Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur
dan di daerah Cilacap yaitu BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat serta Praktek
Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) bersama mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM di
Getas (KPH Ngawi) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kemahasiswaan seperti
menjadi anggota IFSA (International Forestry Student Association). Selain itu,
penulis juga pernah menjadi asisten beberapa mata kuliah, seperti menjadi asisten
MK Biologi untuk mahasiswa TPB pada tahun 2004 dan asisten MK Dendrologi
untuk mahasiswa kehutanan pada tahun 2004.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan, pada
tahun 2006 penulis melakukan penelitian dengan judul Karakteristik Biometrik
Pohon Shorea leprosula Miq. (Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor).
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Famili Dipterocarpaceae ............................................................................. 3
Tinjauan Umum Shorea leprosula Miq. ..................................................... 3
Model Arsitektur Shorea leprosula Miq ..................................................... 5
Parameter Individu Pohon........................................................................... 6
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas .......................................................................................... 11
Tanah dan Topografi ................................................................................. 11
Iklim dan Curah Hujan.............................................................................. 12
Flora .......................................................................................................... 12
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 13
Alat dan Bahan Penelitian......................................................................... 13
Metode Penelitian ..................................................................................... 14
Analisis Data ............................................................................................. 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Sekunder Hasil Pengukuran Dimensi Pohon.....................................23
Sebaran Pohon Contoh...............................................................................24
Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya.........25
Penyusunan Persamaan Regresi.................................................................27
Hubungan antara Diameter Batang Relatif dengan Tinggi Batang
Relatif.........................................................................................................32
Penyusunan Persamaan Taper ...................................................................32
Angka Bentuk Batang Rata-rata Shorea leprosula Miq. ...........................34
Hubungan antara Rasio Diameter dengan Angka Bentuk Pohon ..............35
Penyusunan Persamaan Rasio Diameter ....................................................36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................38
Saran.......................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40
LAMPIRAN......................................................................................................... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kelas kelerengan areal Hutan Tanaman Haurbentes ....................................... 12
2 Deskripsi statistik dimensi pohon .................................................................... 23
3 Sebaran data pohon contoh berdasarkan dbh ................................................... 24
4 Deskripsi statistik dimensi pohon contoh ........................................................ 25
5 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada ......... 27
6 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal.................. 29
7 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang ......... 30
8 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk ...................... 31
9 Persamaan Taper.............................................................................................. 33
10 Simpangan rata-rata dan simpangan agregatif yang diuji dengan
menggunakan angka bentuk batang ................................................................. 35
11 Persamaan regresi dari rasio diameter.............................................................. 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Model arsitektur Shorea leprosula...................................................................... 6
2 Bentuk geometrik bagian-bagian batang pohon.................................................. 9
3 Pembagian batang (seksi) pada pohon contoh .................................................. 15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rekapitulasi data pengukuran dimensi pohon................................................... 43
2 Korelasi data dan model umum dimensi pohon................................................ 47
3 Korelasi data dan model umum persamaan taper ............................................. 52
4 Nilai Simpangan Rata-rata dan Simpangan Agregat dari rata-rata angka
bentuk setinggi dada.......................................................................................... 54
5 Nilai Simpangan Rata-rata dan Simpangan Agregat dari rata-rata angka
bentuk absolut ................................................................................................... 55
6 Perhitungan nilai rasio diameter dan angka bentuk pohon ............................... 56
7 Korelasi data dan model umum rasio diameter................................................. 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan hujan tropika di Indonesia dengan luas sekitar 143 juta hektar terdiri
dari banyak jenis pohon. Secara alami hutan ini didominasi oleh famili
Dipterocarpaceae yang terdiri dari sembilan genus dengan ratusan jenis dan tersebar
antara lain di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Beberapa species
dari famili Dipterocarpaceae merupakan pohon-pohon raksasa yang memiliki nilai
ekonomis tinggi.
Di Haurbentes yang terletak di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor telah
dibangun Hutan Tanaman koleksi Dipterocarpaceae seluas 100 Ha yang dikelola oleh
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Litbang Departemen Kehutanan.
Sampai dengan tahun 1997 di Haurbentes telah ditanam 21 jenis Shorea, enam jenis
Hopea, dua jenis Dipterocarpus, dua jenis Dryobalanops, satu jenis Vatica, dan satu
jenis Anisoptera. Seluruh jenis dinilai mampu beradaptasi dengan keadaan tempat
tumbuh di areal hutan tersebut yang ditandai dengan adanya regenerasi secara alami
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000).
Setiap pohon mempunyai penampilan fisik yang sama sehingga untuk dapat
menggambarkan suatu pohon berbeda dengan pohon yang lain diperlukan
karakteristik pohon yang khas. Karakteristik biometrik diperoleh dengan mengukur
dimensi pohon yang dapat menggambarkan pohon tersebut. Informasi karakteristik
setiap dimensi pohon pada berbagai tingkat umur memegang peran penting dalam
kunci gambaran suatu jenis pohon.
Karakteristik utama yang stabil dari suatu jenis pohon terletak pada bagian
batang pohon tersebut. Salah satu karakteristik yang bisa menggambarkan kekhasan
jenis Shorea leprosula adalah bentuk batang. Penentuan bentuk batang pohon penting
mengingat batang pokok pohon tidak hanya terdiri dari satu bentuk benda putar saja.
Oleh karena itu untuk dapat menggambarkan variasi bentuk batang pohon S.
leprosula adalah dengan menggunakan pendekatan model taper.
2
Fungsi taper ini disusun dalam bentuk hubungan antara diameter batang
relatif (d/D) dan tinggi batang relatif (h/H), dimana parameter D (diameter setinggi
dada) dan H (tinggi pohon) dipengaruhi oleh tingkat umur tegakan, kesuburan tanah,
dan kerapatan tegakan. Fungsi taper yang disusun oleh satu atau lebih pohon contoh
pada suatu kelompok akan dapat menggambarkan pola bentuk batang lainnya dalam
kelompok tersebut.
Dalam penelitian ini dipelajari keragaman karakteristik biometrik pohon yaitu
dimensi-dimensi pohon yang dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif, untuk
jenis S. leprosula. Selanjutnya akan dianalisis keragaman setiap macam dimensi
pohon yang diukur pada berbagai tingkat umur dan hubungan antar karakteristik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai berbagai
macam karakteristik biometrik pohon S. leprosula pada berbagai tingkat umur dan
hubungan antar karakteristik yang dipelajari
TINJAUAN PUSTAKA
Famili Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae merupakan salah satu famili terpenting di antara familifamili lain dunia pembuka kelompok di Indonesia. Spesies-spesies dari famili ini
umumnya mendominasi hutan hujan tropika. Pada saat ini suku Dipterocarpaceae
sudah tercatat memiliki 512 jenis dalam 16 marga. Di Indonesia dijumpai sembilan
marga yaitu Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Anisoptera, Vatica,
Parashorea, Upuna, dan Cotylelobium (Djamhuri, Hilwan, Istomo, dan Soerianegara
2002).
Menurut Heyne (1987), pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae umumnya
besar dan tinggi, batang lurus, silinder, dan berbanir. Sedangkan menurut Newman,
Burgess, dan Whitmore (1999), ciri-ciri umum famili Dipterocarpaceae adalah :
pohonnya berukuran kecil sampai sangat besar, kayunya mengandung damar, serta
batang utama biasanya berbentuk silinder, jarang berlekuk, dan umumnya memiliki
banir.
Pulau Kalimantan merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman
Dipterocarpaceae terbesar di dunia. Pulau ini merupakan habitat asli famili
Dipterocarpaceae yang pada umumnya tumbuh pada ketinggian 300–400 m di atas
permukaan laut (Hamzah 1982 dalam Putro 1993).
Tinjauan Umum Shorea leprosula Miq.
1. Habitus
Menurut Sutamo dan Riswan (1997), S. leprosula tergolong pohon besar dan
mempunyai tinggi maksimal 60 meter, batang bebas cabang sampai 35 m, diameter
maksimum mencapai 175 cm. Umumnya S. leprosula juga mempunyai banir
berukuran tinggi 2.5 m serta lebar 2.5 m.
4
2. Batang
Seperti pada famili Dipterocarpaceae lainnya, batang S. leprosula bulat, lurus
sekali, dan baru bercabang pada kira-kira 60% dari tinggi total pohon (Ardikoesoema
dan Noerkamal 1955). S. leprosula merupakan jenis pohon dengan batang yang lurus
atau agak lurus dan berbanir kecil kuat. Umumnya jenis ini berasal dari Palembang
dimana kulit kayunya mengeluarkan damar (Heyne 1987).
3. Daun
Daun berbentuk lonjong, jorong atau bundar telur sungsang; berukuran 5.914.5 cm x 3.5-7.3 cm, ujung luncip pendek atau tumpul, pangkal berbentuk pasak
atau membundar (Newman et al. 1999).
4. Buah
Buah S. leprosula berbentuk bulat telur, ujungnya agak lancip, berbulu halus
berwarna pucat, mempunyai tiga sayap dengan panjang 6-9 cm, dan lebar
pertengahan sayap 1-1.5 cm dimana dua sayap pendek berbentuk garis (Sutamo dan
Riswan 1997).
5. Tajuk
Tajuknya selalu menghijau atau melebar dalam lapisan tajuk teratas dan hanya
mempunyai sedikit cabang besar. Dari jauh tajuknya mudah dikenal karena warnanya
tembaga atau tembaga kekuning-kuningan. Di waktu muda tajuknya agak tebal tetapi
menjadi tipis setelah tua (Ardikoesoema dan Noerkamal 1955).
6. Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Marga Shorea memiliki 194 jenis yang dibagi-bagi ke dalam empat kelompok
berdasarkan keadaan dan sifat kayu diantaranya yaitu Meranti merah, Meranti
kuning, Meranti putih, dan Balau. Meranti merupakan salah satu jenis
Dipterocarpaceae yang merupakan pohon-pohon penghasil kayu utama dari hutan
hujan tropika di Indonesia Bagian Barat, Malasyia, Brunei, Filipina dan menyebar ke
5
arah timur sampai Irian Jaya dan Papua Nugini. Kebanyakan berupa pohon-pohon
besar yang mencapai puncak tajuk dan banyak yang merupakan penjulang (Djamhuri
et al. 2002).
Penyebaran S. leprosula di Indonesia meliputi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, P. Bangka, dan P.
Belitung. Tempat tumbuhnya yaitu pada tanah datar kering. Umumnya terdapat pada
tanah-tanah liat dalam hutan campuran Dipterocarpaceae, sampai ketinggian 700 m
(Sutamo dan Riswan 1997).
7. Sifat-sifat Pohon
S. leprosula merupakan jenis penting dalam hutan hujan tropika. Jenis ini
tergolong meranti merah dan biasa dikenal dengan nama dagang meranti tembaga
Kebanyakan jenis pohon S. leprosula merupakan pohon-pohon setengah toleran.
Selain memiliki karakteristik seperti golongan Shorea spp yang pada
umumnya memiliki tinggi total (TT) dan diameter setinggi dada (DBH) yang besar,
jenis S. leprosula memiliki sifat cepat tumbuh (fast growth) dengan rata-rata riap
tahunan 1.2 cm. Dengan riap tersebut maka S. leprosula akan memerlukan waktu
yang lebih singkat untuk membentuk DBH dan TT yang sama dibandingkan dengan
jenis Shorea yang lain (Hidayanto 2006).
Model Arsitektur Shorea leprosula Miq.
Pohon hutan memiliki pola pertumbuhan yang khas bagi setiap jenis. Pola
pertumbuhan pohon dapat dijadikan ciri pengenal suatu jenis pohon. Pada
hakekatnya, setiap jenis pohon memiliki satu model pertumbuhan. Namun,
sebaliknya satu model pertumbuhan dapat dimiliki oleh berbagai jenis pohon, baik
dari satu marga maupun dari marga atau bahkan dari suku yang berbeda.
Pola perkembangan jenis pohon merupakan sifat yang menurun (genetik) dan
dikenal dengan istilah Model Arsitektur. Setiap jenis pohon memiliki satu model
arsitektur yang tetap. Sedangkan satu model arsitektur dapat dimiliki oleh berbagai
jenis pohon dari suku yang sama ataupun dari suku yang berbeda. Unsur atau
6
perangkat yang membentuk suatu model arsitektur adalah perkembangan batang
pokok, perkembangan cabang, serta letak bunga atau pembungaan.
Model arsitektur dari S. leprosula yaitu model Roux. Dari model ini terlihat
bahwa batang S. leprosula bersifat monopodial yaitu perkembangan batang pokok
yang tidak terbagi dan cabang yang arah pertumbuhannya menuju ke samping
(plagiotropik). Pada model Roux cabang-cabang pohon tidak ritmik tetapi menerus
pada batang yaitu apabila satu cabang tumbuh pada ketinggian tertentu pada batang
pokok diikuti cabang-cabang lain dan tidak jelas berulangnya. Model Roux dapat
terlihat seperti pada Gambar 1 (Sutisna, Kalima, dan Purnadjaja 1998).
Gambar 1. Model Arsitektur Shorea leprosula
(Sumber : Sutisna et al. 1998)
Parameter Individu Pohon
1. Umur Pohon
Umur merupakan jarak waktu antara tahun tanam hingga waktu kini dan yang
akan datang. Umur suatu pohon dapat diperoleh dari register tahun tanam, hitungan
jumlah lingkaran tahun, dan hitungan jumlah lingkaran cabang. Jumlah lingkaran
tahun didapat melalui hasil pengeboran pohon dengan alat ukur berupa bor riap
(Belyea 1950).
7
2. Diameter Pohon
Menurut Husch, Miller, dan Beers (1971), diameter merupakan salah satu
parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang
potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam mengukur diameter, yang lazim
dipilih adalah diameter setinggi dada karena pengukurannya paling mudah
Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah
titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya.
Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh
karena itu dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh),
yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah
(Husch, Beers, dan Kershaw 2003).
Di negara-negara yang menggunakan sistem metrik, diameter setinggi dada
biasanya diukur pada ketinggian batang 1.3 meter dari atas permukaan tanah. Untuk
pohon-pohon berbanir lebih dari 1.3 meter dari atas permukaan tanah, pengukuran
diameter dilakukan pada 20 cm di atas banir (Belyea 1950).
3. Tinggi Pohon
Husch et al. (2003) mengemukakan bahwa tinggi pohon merupakan jarak
antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar
yang melalui titik bawah (pangkal pohon).
Loetsch, Zohrer, dan Haller (1973) memberikan definisi dari tinggi yang
digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan, yaitu :
a. Tinggi total, yaitu jarak vertikal antara pangkal pohon dengan puncak dari pohon
tersebut.
b. Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan tanah
sampai cabang pertama untuk jenis daun lebar atau crown point untuk jenis
konifer, dan
c. Tinggi tunggak, yaitu tinggi pangkal pohon yang ditinggalkan pada waktu
penebangan.
8
4. Bentuk Batang
4.1 Angka Bentuk
Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai/angka
hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang
dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut :
•
Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan
volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada
yang sama
•
Merupakan suatu angka pecahan (< 1) hasil dari pembagian antara volume
sebenarnya pohon oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter
setinggi dada dan tinggi yang sama.
Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan
untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada, dan normal
(Husch 1963).
4.2 Kusen Bentuk
Kusen bentuk dapat diartikan sebagai angka hasil perbandingan antara
diameter atas dan diameter bawah. Kusen bentuk dapat dipastikan ada mengingat
umumnya batang pohon tidak silindris sehingga ada faktor keruncingan.
Macam kusen bentuk ada dua yaitu kusen bentuk normal yang merupakan
perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan
diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan
antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada
ketinggian 10% tinggi dari pangkal pohon (Belyea 1950).
4.3 Taper
Menurut Husch (1963) bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, yaitu :
1. Excurrent, yaitu bentuk batang yang teratur dan lurus memanjang dan
biasanya terdapat pada jenis-jenis conifer atau daun jarum.
9
2. Deliquescent, yaitu pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada
ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenisjenis kayu daun lebar.
Menurut Husch et al. (2003), bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu
pohon ada 4 macam, yaitu silinder, paraboloid, kerucut, dan neiloid. Keempat macam
bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai
adalah bentuk neiloid, kerucut, dan paraboloid.
Husch et al. (2003) menggambarkan bagian-bagian batang pohon yang
bentuknya teratur yang menyusun suatu pohon, disusun berturut-turut dari pangkal
sampai puncak oleh bentuk batang neiloid, paraboloid, dan kerucut, seperti yang
terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk geometrik bagian-bagian batang pohon
(Sumber Husch et al. 2003)
Menurut Husch et al. (2003), Taper diartikan sebagai suatu bentuk yang
meruncing sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin
mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya.
Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk.
Taper atau bentuk batang pohon bervariasi tergantung dari jenis, diameter,
umur, dan tinggi pohon. Menurut Gray (1956) dalam Wahjono (1989), dalam satu
jenis pohon yang sama bentuk tapernya akan bervariasi berdasarkan umurnya.
Semakin tua umur pohon pertumbuhan bentuk tapernya akan cenderung mengerucut.
10
Laasasenaho (1993) menyatakan bahwa bentuk kurva taper hampir sama pada
pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga
memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi
relatif. Bentuk persamaan umumnya adalah sebagai berikut :
( d/D ) = f ( h/H ) atau ( d/D) = f{1 – ( h/H) }.
dimana :
d
= diameter ujung batang relatif
D = diameter setinggi dada (dbh)
H = tinggi batang pohon dari atas permukaan tanah
h
= tinggi batang bebas cabang
5. Tajuk
Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk
sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dan titik ujungnya pada garis
lingkaran tajuk (Husch 1963). Diameter tajuk dapat diukur menggunakan meteran
dengan cara mengukur proyeksi vertikal panjang garis yang melalui pangkal pohon
dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran menggunakan
meteran dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan
hasilnya dirata-ratakan (Husch et al. 2003).
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas
Hutan Tanaman Haurbentes secara administrasi Pemerintahan termasuk ke
dalam desa Curug, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Sedangkan menurut
administrasi Kehutanan termasuk Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jasinga, Bagian
Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jasinga, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Lokasi Hutan Tanaman
Haurbentes secara astronomis terletak pada 6°32’ LU – 6°33’ LS dan 106°26’ BT106°27’ BT.
Luas Hutan Tanaman ini adalah 100 ha yang dibangun pada tahun 1940 di
areal kawasan hutan milik Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Sampai tahun 1997
Hutan Tanaman Haurbentes terbagi menjadi 177 petak, dimana di dalamnya terdapat
66 jenis asli dan enam jenis eksotik (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
2000).
Tanah dan Topografi
Tanah di Hutan Tanaman Haurbentes terdiri dari tiga jenis tanah yaitu : tanah
Podsolik Merah Kuning, Regosol, dan Acid Brown Forest Soil.
Berdasarkan hasil pengukuran planimetrik di atas Peta Topografi, keadaan
topografi di areal Hutan Tanaman Haurbentes dapat dilihat pada Tabel 1. Secara
makro keadaan topografi Hutan Tanaman Haurbentes berbukit-bukit dengan lereng
agak curam sampai curam yang mengarah ke Utara dengan kemiringan lereng ratarata lebih dari 16%. Hutan Tanaman Haurbentes terletak pada ketinggian ± 250 meter
dpl (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000).
12
Tabel 1 Kelas kelerengan areal Hutan Tanaman Haurbentes
No
Bentuk
Kelas Kemiringan Lereng (%)
Luas (Ha)
Wilayah
1
Datar
0-8
0,13
2
Landai
8-15
5,95
3
Agak curam
15-25
1,35
4
Curam
25-45
33,66
5
Sangat curam
> 45
8,91
Jumlah
50,00
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000
Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, tipe curah hujan di wilayah
Hutan Tanaman Haurbentes adalah tipe A dan tidak memiliki bulan kering. Curah
hujan rata-rata di Hutan Tanaman Haurbentes sebesar 3000-4000 mm/tahun dan
jumlah hari hujan rata-rata 140-260 hari/tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan 2000).
Flora
Sejak tahun 1940 sampai dengan tahun 1997 di Hutan Tanaman Haurbentes
telah ditanam sebanyak 66 jenis tumbuh-tumbuhan, terdiri dari 22 jenis rotan dan 44
jenis pohon. Dari 44 jenis pohon yang ditanam sebanyak 33 jenis adalah jenis-jenis
Dipterocarpaceae, yang terdiri dari marga Anipsotera satu jenis, Dipterocarpus dua
jenis, Dryobalanops dua jenis, Shorea 21 jenis, Hopea enam jenis, dan Vatica satu
jenis. Koleksi Hutan Tanaman Haurbentes terdiri dari jenis rotan, jenis pohon dari
famili Dipterocarpaceae serta penangkaran rusa dan burung betet (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan 2000).
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor. Pengambilan data sekunder dilakukan pada awal Juni sampai
pertengahan Juni 2006. Pengukuran pohon contoh dilakukan selama satu bulan yaitu
awal pertengahan Juni sampai dengan pertengahan Juli 2006. Kegiatan yang
dilakukan adalah pengukuran dimensi pohon jenis S. leprosula pada berbagai tingkat
umur serta pengambilan data sekunder hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Ada dua macam alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu yang
digunakan untuk keperluan pengambilan data di lapangan yang terdiri dari :
1. Pita ukur
2. Spiegel Relascope Bitterlich tipe Wide scale
3. Haga hypsometer
4. Alat tulis
5. Tangga
6. Parang
7. Kamera
Alat yang kedua yaitu yang digunakan untuk keperluan pengolahan data,
terdiri dari :
1. Kalkulator
2. Komputer dengan software Minitab Ver.13 dan Microsoft Excel
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon contoh jenis S.
leprosula dengan melakukan pengukuran dimensi pada berbagai umur, yaitu 13, 20,
21, 37, 54, dan 66 tahun. Terdapat dua macam data yang akan dikumpulkan dalam
penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil berupa
data dimensi pohon yaitu : diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas
14
cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang, tinggi total serta
tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh. Data sekunder yang diambil meliputi
data dimensi pohon hasil pengukuran Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan serta keadaan umum lokasi penelitian.
Metode Penelitian
1. Pemilihan Pohon Contoh.
Pohon yang diambil sebagai pohon contoh dipilih secara purposive sampling,
yaitu pohon contoh diambil dengan sengaja berdasarkan sebaran umur dengan tetap
memperhatikan keterwakilan dari diameter pohon tersebut.
Pohon-pohon yang dipilih sebagai pohon contoh dan diukur dimensinya
adalah pohon-pohon S. leprosula yang memiliki bentuk batang baik dan sehat ditinjau
dari segi ekonomis yaitu yang tidak mengandung cacat, tidak miring atau bengkok,
dan mempunyai diameter setinggi dada lebih dari 20 cm.
2. Pengukuran Dimensi Pohon
Pohon yang diukur dimensinya pada berbagai tingkat umur diambil sebanyak
lima pohon dengan memperhatikan keterwakilan diameter setinggi dadanya. Dimensi
pohon yang diukur yaitu : diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas
cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, serta
panjang seksi.
3. Pembagian Batang
Setiap batang pohon contoh yang dipilih dibagi menjadi beberapa bagian
(seksi). Pembagian batang ini dimulai dari pangkal batang sampai tinggi bebas
cabang secara sistematis dengan pertambahan panjang dua meter. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
15
Keterangan :
Ht
= tinggi pohon total
H
= tinggi pohon bebas cabang
hi
= tinggi batang dari atas tanah sampai ketinggian pada diameter ujung
seksi ke-i
di
= diameter ujung seksi ke-i
pi
= panjang seksi
h1
= ht, tinggi diameter pangkal pohon
Gambar 3. Pembagian batang (seksi) pada pohon contoh
4. Perhitungan Volume Pohon Contoh
Volume batang pohon contoh sebagai volume aktual dihitung dengan cara
menjumlahkan volume seksi-seksi batang yang membentuknya. Volume tiap seksi
dihitung dengan menggunakan rumus Smalian yang ditulis oleh Husch et al. (2003),
yaitu : Vs = {(Gp + Gu) / 2} x l
16
n
Vp = ∑ Vsi
i =1
dimana :
Vs = volume seksi batang
Vp = volume pohon sebenarnya
Gp = luas bidang dasar pangkal seksi batang
Gu = luas bidang dasar ujung seksi batang
l
= panjang seksi batang
n
= jumlah seksi batang
5. Penentuan Angka Bentuk Batang Pohon.
Angka bentuk batang (f) ditentukan dengan cara membandingkan volume
aktual yang diperoleh dengan menggunakan rumus Smalian dengan volume
silindernya, dimana :
f =
Vp
Vs
Keterangan :
Vp = volume pohon
Vs = volume silinder, dengan menganggap diameter dengan tinggi silinder
Dalam penelitian ini akan dicari dua macam angka bentuk pohon, yaitu :
•
Angka bentuk setinggi dada (fbh)
fbh =
•
Vp
0.25π (dbh) 2 Tbc
Angka bentuk absolut (fabs)
fabs =
Vp
0.25π (dp ) 2 Tbc
dimana :
Vp = volume pohon sebenarnya
dbh = diameter setinggi dada
Tbc = tinggi pohon bebas cabang
dp = diameter pangkal pohon
fbh = angka bentuk setinggi dada
fabs = angka bentuk absolut
17
Analisis Data
1. Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya
Berdasarkan hipotesis yang ada maka akan dicari hubungan antara diameter
setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total
serta tinggi bebas cabang. Setiap dimensi tersebut akan dicari korelasinya untuk
menentukan dimensi apa yang paling menggambarkan karakteristik S. leprosula.
Tingkat keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien
korelasi (r) dengan rumus :
n
⎛ n ⎞⎛ n ⎞
r = ∑ xi yi − ⎜ ∑ xi ⎟⎜ ∑ yi ⎟
i =1
⎝ i=1 ⎠⎝ i=1 ⎠ n
2
n
⎛ n
⎛ n 2 ⎛ n ⎞2 ⎞ ⎞
⎜ x 2 − ⎛⎜ x ⎞⎟
⎜ y − ⎜ y ⎟ ⎟⎟
∑
∑ i
i
i
i
n
⎜∑
⎜∑
⎝ i=1 ⎠
⎝ i=1 ⎠ ⎟⎠ ⎟⎠
⎝ i=1
⎝ i=1
Keterangan : xi = diameter pohon ke-i
yi = dimensi pohon lainnya ke-i
n = jumlah pohon
Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan
diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi negatif sempurna dan
sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya
merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan
antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya ( Walpole
1993). Dalam menentukan dimensi yang paling dapat menggambarkan S. leprosula
maka pada awalnya akan dicari matrik korelasi dari setiap dimensi yang ada.
2. Hubungan antara Diameter Relatif dengan Tinggi Relatif
Asumsi dasar yang mendasari penyusunan persamaan taper adalah adanya
hubungan antara diameter batang relatif dengan tinggi batang relatif. Besarnya
keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r).
18
3. Hubungan antara Rasio Diameter dengan Angka Bentuk Pohon
Besarnya keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai
koefisien korelasi (r). Maksud dari mencari hubungan antara rasio diameter dengan
angka bentuk ini adalah dalam hal keefisienan pangukuran, dimana jika didapat
korelasi yang besar maka tanpa menghitung angka bentuk pohon kita dapat
mengetahui volume pohon hanya dengan menghitung rasio diameter pohon
4. Penyusunan Persamaan Regresi
Penelitian ini menggunakan peubah bebas berupa diameter pohon dan
peubah tidak bebas yaitu dimensi pohon lainnya, bisa berupa diameter ataupun tinggi
pohon untuk melihat hubungan yang nyata antara dimensi pohon untuk keperluan
penggambaran karakteristik biometrik pohon. Data hasil pengamatan di lapangan
berupa diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter
tajuk, tinggi total serta tinggi bebas cabang dianalisis secara statistik untuk
mendapatkan bentuk persamaan regresi hubungan analisis data tersebut.
Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara diameter pohon dengan
dimensi pohon lainnya terdapat hubungan yang nyata. Model-model persamaan yang
dibuat umumnya menggunakan hubungan peubah-peubah sebagai berikut :
D’ = f (D)
atau
H = f(D)
Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya yaitu
Y = bo + b1xi + ei
5. Penyusunan Persamaan Taper
Data dengan panjang seksi tiap dua m yang didapat di lapangan kemudian
dianalisis secara statistik untuk mendapatkan persamaan regresi. Persamaan yang
akan dianalisis antara lain :
(d/D) = f { (h/H) }
(d/D)2 = f { (h/H) }
(d/D) = f { (h/H), (h/H)2 }
(d/D)2 = f { (h/H), (h/H)2 }
(d/D) = f { (h/H), (h/H)2, (h/H)3 }
(d/D)2 = f { (h/H), (h/H)2, (h/H)3 }
19
6. Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter
Persamaan regresi ini menggunakan peubah bebas berupa rasio diameter dan
peubah tidak bebas yaitu angka bentuk pohon. Maksud dari mencari persamaan
regresi antara rasio diameter dengan angka bentuk ini adalah dalam hal keefisienan
pengukuran, dimana hanya dengan menghitung rasio diameter maka kita dapat
mengetahui angka bentuk pohon.
Model-model persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan
peubah-peubah sebagai berikut :
f abs = f (d/d’)
atau f bh = f (d/d’)
dimana :
d
= diameter pohon
fabs = angka bentuk absolut
fbh = angka bentuk setinggi dada
Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya yaitu
Y = bo + b1xi + ei
7. Pemilihan Model Terbaik Persamaan Regresi dan Persamaan Taper
Dari hasil penyusunan model menggunakan beberapa persamaan regresi yang
telah ditetapkan maka dilakukan penentuan untuk memilih model terbaik dengan
menggunakan beberapa kriteria yaitu sebagai berikut :
1) Uji keberartian model
Uji keberartian model merupakan pengujian peranan peubah bebas terhadap
peubah tidak bebasnya. Pada pengujian ini dilakukan uji signifikansi F-test dengan
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel.
Hipotesis yang digunakan
Ho : βi sama dengan nol, untuk semua i
H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi yang tidak sama dengan nol
Kriteria yang digunakan
Jika nilai F hitung > F tabel maka tolak Ho
Jika nilai F hitung ≤ F tabel maka terima Ho
20
Uji nilai F hitung > F tabel pada tingkat nyata 5% atau 1% maka hubungan
regresi antara peubah tidak bebas dengan peubah bebasnya adalah sangat nyata atau
nyata.
2) Uji keterandalan model
Pemilihan model terbaik sebagai bentuk umum persamaan regresi menurut
Suhendang (1990) dilakukan dengan cara pengujian keterandalan model dari setiap
pendekatan yang dilakukan. Beberapa besaran yang dipakai dalam penilaian
keterandalan model ini adalah koefisien determinasi (R2), koefisien determinasi yang
terkoreksi (R2adj), besarnya peluang untuk menolak Ho padahal Ho benar
berdasarkan pada data yang ada (nilai-p) pada pengujian koefisien regresi, serta nilai
simpangan baku (s). Adapun kriteria yang dipakai dalam pengujian keterandalan
model berdasarkan setiap besaran tersebut adalah sebagai berikut :
a)
Koefisien determinasi
Perhitungan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk melihat
tingkat ketelitian dan keeratan hubungan, dimana koefisien determinasi adalah suatu
ukuran yang menyatakan besarnya proporsi dari variabilitas di sekitar y rata-rata yang
disebabkan oleh regresi (pengaruh x terhadap y).
R2 = JKregresi
x 100 %
JKtotal
b)
Koefisien determinasi terkoreksi
Perhitungan Ra2 ini dimaksudkan untuk menambah keyakinan dalam
penerimaan model terbaik. Perhitungan nilai koefisien determinasi terkoreksi dengan
rumus
Ra2 = 1- (JKS)/(n-p) x 100%
(JKT)/(n-1)
Keterangan :JKS = jumlah kuadrat sisa
JKT = jumlah kuadrat total
(n-p) = derajat bebas sisaan
(n-1) = derajat bebas total
21
c)
Besarnya peluang untuk menolak Ho padahal Ho benar berdasarkan data
yang ada (nilai-p) pada pengujian koefisien regresi.
Dari bentuk persamaan regresi dapat dilihat bahwa persamaan regresi yang
ada hanya dapat berarti apabila sedikitnya ada satu β dari β1, β2, ..., βk yang tidak
bernilai 0. Apabila hal ini tidak dapat dipenuhi maka peubah-peubah bebas X tidak
akan dapat dipakai untuk menduga peubah tidak bebas Y. Untuk mengetahui hal ini
biasanya dilakukan pengujian terhadap hipotesis :
Ho
: β1, β2, ..., βk = 0
H1
: minimal ada satu βi yang tidak sama dengan nol (i = 1, 2, ..., k)
Ukuran dari keterandalan pengujian hipotesis ini biasanya dicirikan oleh
besarnya nilai-p. Adapun kriteria uji keterandalan menurut besaran ini adalah jika
nilai-p < 5% maka model cukup terandalkan dan sebaliknya jika nilai-p > 5% model
tidak cukup terandalkan.
d)
Simpangan baku (s)
Model yang dianggap layak adalah model dengan nilai simpangan bakunya
kecil. Nilai s menunjukkan besarnya penyimpangan antara data aktual dengan dugaan
model, yang akan makin terandalkan dengan nilai s yang semakin kecil. Nilai s
ditentukan dengan rumus :
s = s2 =
∑ ei
2
(n − p)
dimana :
S2 = kuadrat tengah sisaan
ei = sisaan ke-i
Menurut Brusch dalam Husch (1963), tingkat keakuratan suatu model dapat
ditentukan oleh besarnya Simpangan rata-rata (SR) dan Simpangan agregatif (SA)
Simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat (SA) digunakan untuk
mengukur keakuratan suatu pendugaan model volume pohon yang ditunjukkan oleh
besarnya selisih antara hasil pendugaan berdasarkan model dengan kenyataan yang
ada. Semakin besar nilai SR dan SA maka model yang ada mempunyai tingkat
22
keakuratan yang semakin rendah. Nilai SA yang terbaik adalah nilai SA yang paling
mendekati nol.
Perhitungan SR dan SA dengan menggunakan rumus :
⎛ Vai − Vti
Vti
i =1
SR =
n
n
∑ ⎜⎜⎝
n
SA =
⎞
⎟⎟ *100%
⎠
n
∑Vti − ∑Vai
i =1
n
n
∑Vti
*100%
i =1
Keterangan : SR = simpangan rata-rata
SA = simpangan agregat
Vai = volume pohon ke-i melalui rumus Smalian
Vti = volume dugaan pohon ke-i melalui angka bentuk
n = jumlah pohon contoh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Sekunder Hasil Pengukuran Dimensi Pohon
Berdasarkan data hasil pengukuran dimensi pohon yang pengukurannya
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan maka dapat diperoleh
informasi lengkap nilai terkecil, terbesar, dan rata-rata diameter setinggi dada, tinggi
total, dan tinggi bebas cabang dari seluruh pohon S. leprosula. Deskripsi data statistik
dimensi pohon pada berbagai umur (tahun) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Deskripsi statistik dimensi pohon
Umur
N
(th)
dbh
Ttot
min
max
ratarata
min
Tbc
max
ratarata
min
max
ratarata
11
200
3.8
30.2
17.5
2.0
15.0
9.7
0.8
10.0
5.6
18
42
15.0
46.2
31.9
13.5 29.0
22.3
4.5
18.0
13.9
19
95
11.7
48.7
29.4
7.0
29.0
19.0
3.5
18.0
12.2
35
11
21.8
63.2
43.4
24.0 32.0
28.6
10.0 21.0
15.7
52
69
26.8
84.7
50.9
22.0 35.0
30.3
10.0 23.0
17.0
64
3
102.7 121.4 109.5 34.0 36.0 35.3 21.0 24.0 22.3
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, diolah lebih lanjut oleh
peneliti
Keterangan : dbh = diameter setinggi dada
Ttot = tinggi total pohon
Tbc = tinggi bebas cabang
N = jumlah pohon
Dengan adanya data tersebut maka dapat diperoleh tolak ukur nilai diameter
setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang S. leprosula. Jumlah pohon pada
setiap umur berbeda sehingga masih memungkinkan terjadi penyimpangan. Banyak
sekali terjadi penyimpangan pada pohon berumur 18 tahun dan 19 tahun.
24
Terjadi penyimpangan nilai minimun diameter setinggi dada pada pohon
berumur 19 tahun, dimana nilainya lebih kecil dibandingkan pada pohon berumur 18
tahun, sehingga hal ini berpengaruh pada nilai rata-rata diameter setinggi dada. Hal
yang sama terjadi pada nilai minimum tinggi total pada pohon berumur 19 tahun,
dimana nilainya juga lebih kecil dibandingkan pada pohon berumur 18 tahun.
Pada Tabel 2 dapat terlihat bahwa semakin bertambah umur S. leprosula maka
akan semakin bertambah pula ukuran dimensi pohon yang bersangkutan baik itu
diameter setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Hal ini sesuai dengan
karakteristik suatu pohon, dimana setiap pohon akan bertambah ukurannya
dikarenakan pohon tersebut mengalami pertumbuhan.
Sebaran Pohon Contoh
Pengukuran pohon contoh dilakukan pada pohon berdiri sebanyak 30 pohon
yang terbagi menjadi 177 seksi batang. Pohon contoh ini berasal dari 13 petak S.
leprosula yang tersebar di Hutan Tanaman Haurbentes, yaitu pada petak 33, 35, 37,
47, 49, 53, 82, 84, 88, 100c, 164, 173, dan petak 174. Data yang diukur meliputi
diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter per seksi,
diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, serta panjang seksi.
Pohon contoh dipilih secara disengaja (purposive sampling) dengan
memperhatikan sebaran diameter dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi
keterwakilan data dan menghasilkan ragam yang kecil. Keterwakilan diameter
setinggi dada dalam menentukan pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Sebaran data pohon contoh berdasarkan dbh
No
Dbh
Tbc
4.8-7.7
Jumlah
7.8-10.7
10.8-13.7
13.8-16.7
16.8-19.7
19.8-22.7
1
16.7-35.6
6
2
2
1
11
2
35.7-54.6
4
2
3
1
10
3
54.7-73.6
4
73.7-92.6
5
92.7-111.6
6
112.7-130.7
Jumlah
3
1
3
1
2
1
2
1
3
1
30
25
Pohon-pohon contoh tersebut tergolong dalam umur 13 tahun, 20 tahun, 21
tahun, 37 tahun, 54 tahun, dan 66 tahun. Karena keterbatasan umur pohon maka
hanya enam umur pohon yang dapat diukur dimensinya. Deskripsi data statistik
dimensi pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Deskripsi statistik dimensi pohon contoh
Dimensi
Nilai minimum
Nilai maksimum
Rata-rata
Diameter setinggi dada
16.7
125.5
50.1
Diameter pangkal
17.5
126.1
51.7
Diameter bebas cabang
10.0
77.0
34.4
Diameter tajuk
2.1
10.4
5.1
Tinggi total
12.0
39.0
25.6
Tinggi bebas cabang
4.8
20.8
10.3
Deskripsi statistik dimensi yang terlihat pada Tabel 4 merupakan rekapitulasi
data hasil pengukuran dimensi pohon contoh pada berbagai umur yang diperoleh dari
pengukuran langsung di lapangan.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa diameter maksimum pohon S. leprosula di
Haurbentes adalah sebesar 125.5 cm dimana hal ini tidak melewati batasan
karakteristik biometrik S. leprosula yaitu bahwa diameter S. leprosula maksimum
mencapai 175 cm (Sutamo dan Riswan 1997). Hal ini juga berlaku untuk tinggi total
dan tinggi bebas cabang, dimana nilai yang ada tidak melebihi karakteristik biometrik
S. leprosula menurut Sutamo dan Riswan (1997) yaitu bahwa tinggi total maksimum
60 m dan batang bebas cabang maksimum mencapai 35 m.
Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya
Hubungan antara diameter dengan dimensi pohon lainnya dapat diukur dari
besarnya nilai koefisien korelasi (r). Dari seluruh data diameter dan dimensi pohon
lainnya yang ada mencakup diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas
cabang, diameter tajuk, tinggi total serta tinggi bebas cabang dicari matriks
26
korelasinya untuk melihat hubungan antara dimensi apa yang paling erat. Matriks
korelasi diameter dengan dimensi pohon lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Keeratan hubungan antara diameter setinggi dada dengan dimensi pohon
lainnya berdasarkan tingginya nilai korelasi secara berurutan yaitu diameter pangkal,
diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang.
Berdasarkan matrik korelasi terlihat bahwa diameter setinggi dada mempunyai
hubungan yang tinggi dengan diameter pangkal dengan nilai korelasi sebesar 0.999.
Nilai ini menggambarkan bahwa hubungan antara kedua peubah tersebut kuat dimana
setiap peningkatan diameter setinggi dada akan diikuti dengan peningkatan diameter
pangkal pohon.
Diameter pangkal mempunyai korelasi yang paling erat dengan diameter
setinggi dada. Korelasi lainnya dengan diameter pangkal secara berurut berdasarkan
semakin eratnya hubungan yaitu diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total,
serta tinggi bebas cabang.
Nilai korelasi antara diameter pangkal dengan tinggi total pohon adalah 0.713,
nilai ini menggambarkan keeratan hubungan yang tinggi antara diameter pangkal
dengan tinggi total dan korelasi yang bernilai positif menunjukkan bahwa setiap
peningkatan diameter pangkal akan diikuti dengan peningkatan tinggi total pohon.
Diameter bebas cabang juga berkorelasi erat dengan tinggi total pohon. Hal ini
terlihat dari tingginya nilai korelasi yaitu sebesar 0.699.
Sama halnya dengan diameter lainnya, diameter bebas cabang juga
mempunyai hubungan yang erat dengan diameter pangkal, diameter setinggi dada,
diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Korelasi yang paling erat dengan
diameter bebas cabang adalah diameter pangkal, yang terlihat dari nilai korelasinya
sebesar 0.918.
Nilai korelasi antara diameter tajuk dengan diameter bebas cabang serta
dengan diameter setinggi dada sama eratnya. Hal ini terlihat dari kesamaan nilai
korelasi antara diameter tajuk dengan diameter setinggi dada serta diameter tajuk
dengan diameter pangkal, yaitu sebesar 0.913. Diameter tajuk mempunyai korelasi
yang rendah dengan tinggi bebas cabang yaitu 0.516.
27
Dari nilai korelasi yang ada maka dapat diketahui bahwa hubungan yang
paling erat dengan tinggi total pohon adalah diameter setinggi dada dan diameter
pangkal. Tinggi bebas cabang pohon mempunyai hubungan yang erat dengan
diameter setinggi dada dan diameter pangkal pohon, terlihat dari tingginya nilai
korelasi yaitu sebesar 0.634 dan 0.621.
Dari keseluruhan nilai korelasi yang ada maka dapat diketahui bahwa dimensi
yang menjadi variabel kunci adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal, tinggi
total pohon, dan tinggi bebas cabang. Dengan adanya variabel kunci ini maka untuk
dapat mengetahui gambaran S. leprosula dapat diperoleh dengan melihat hubungan
antara dimensi pohon tersebut.
Penyusunan Persamaan Regresi
Persamaan ini menggunakan peubah bebas berupa diameter pohon dan peubah
tidak bebas yaitu dimensi pohon lainnya, berupa diameter pohon dan tinggi pohon.
Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara diameter pohon dengan dimensi
pohon lainnya terdapat hubungan yang nyata.
Persamaan regeresi dengan menggunakan peubah bebas berupa diameter
setinggi dada dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada
No
Persamaan
R-sq
Rsq(adj)
S
Nilai
-p
F-hit
1
Ttot = 14.8 + 0.214 DBH
53.5
51.8
5.834
0.000
32.21*
2
TBC = 5.37 + 0.0988 DBH
40.1
38.0
3.530
0.000
18.78*
3
D.pangkal = 1.67 + 0.998 DBH
99.8
99.9
1.284
0.000
14467.53*
4
D.bbscab = 6.57 + 0.555 DBH
84.3
83.7
7.014
0.000
149.98*
5
D.tajuk = 1.58 + 0.0695 DBH
83.3
82.7
0.9102
0.000
139.94*
F0.05 (1;28) = 4.2
F0.01 (1;28) = 7.64
* = sangat nyata
28
Berdasarkan nilai pengujian keterandalan model dapat diketahui bahwa
diameter setinggi dada dapat menjelaskan variasi diameter pangkal, diameter bebas
cabang, diameter tajuk serta tinggi total secara memuaskan. Sedangkan variasi tinggi
bebas cabang kurang dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada.
Koefisien determinasi (R2) dari model yang terbentuk antara diameter setinggi
dada dengan diameter pa
(Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
ALFIETA NUR BAROROH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON Shorea leprosula Miq.
(Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
ALFIETA NUR BAROROH
E 14102019
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kehutanan
pada
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
: KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON
Shorea leprosula Miq. (Studi Kasus pada Hutan Tanaman
Haurbentes, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
: ALFIETA NUR BAROROH
NRP
: E14102019
Departemen
: Manajemen Hutan
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS
NIP. 130 933 588
Ir. Iwan Hilwan, MS
NIP. 132 578 802
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
hidayah-Nya penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada
waktunya. Berkat bimbingan Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta
dorongan dari keluarga, teman-teman, dan Pembimbing berbagai hambatan dapat
diatasi. Maka dari itu, selain syukur kepada Allah SWT, penulis menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada para pihak, sebagai berikut :
1.
Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS sebagai Pembimbing I dan Ir. Iwan
Hilwan, MS sebagai Pembimbing II yang dengan sabar membimbing,
memberi saran, dan bantuan selama penelitian berlangsung sampai
tersusunnya skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil
Hutan, dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc selaku dosen penguji dari Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
3.
Kelompok Peneliti Silvikultur pada Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam Bogor atas izinnya dalam pengambilan data serta izin penelitian di
Hutan Tanaman Haurbentes.
4.
Kedua orang tua Penulis, Chizni, dan Arsyad atas segala support dan doanya
yang telah mendukung selama Penulis melakukan penelitian, terutama untuk
mama yang selalu mendoakan Penulis dengan tulus.
5.
Pak Arsyad, Pak Ondi, dan Pak Suwandi atas bantuan pengambilan data di
Hutan Tanaman Haurbentes.
6.
Yuni, Linda, Teti, Adit, Indah, Ona, Dodi, Wien, teman-teman MNH 39,
BDH 39, THH 39, dan KSH 39, Perwira 50 gals. Terima kasih banyak ya.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak
yang membutuhkan.
Bogor, 4 September 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta 9 Juni 1985 dari ayah Lukman Nul Hakim
dan ibu Widia Asriatun. Penulis merupakan putri kedua dari 3 bersaudara.
Pada tahun 1990, penulis bersekolah di SDS Trisula 3 Jakarta, kemudian
melanjutkan ke tingkat menengah, yaitu di SLTPN 74 Jakarta pada tahun 1996 dan di
SMUN 21 Jakarta pada tahun 1999. Penulis berhasil masuk Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2002 melalui jalur USMI dan memilih Fakultas Kehutanan dengan
Manajemen Hutan sebagai jurusannya, selanjutnya penulis memfokuskan pada
bidang biometrika hutan.
Kegiatan praktek lapang yang pernah diikuti antara lain Praktek Umum
Kehutanan (PUK) di daerah Baturaden yaitu BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan) Gunung Slamet Barat, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Banyumas Timur
dan di daerah Cilacap yaitu BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat serta Praktek
Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) bersama mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM di
Getas (KPH Ngawi) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di desa Sinarsari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif pada kegiatan kemahasiswaan seperti
menjadi anggota IFSA (International Forestry Student Association). Selain itu,
penulis juga pernah menjadi asisten beberapa mata kuliah, seperti menjadi asisten
MK Biologi untuk mahasiswa TPB pada tahun 2004 dan asisten MK Dendrologi
untuk mahasiswa kehutanan pada tahun 2004.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan, pada
tahun 2006 penulis melakukan penelitian dengan judul Karakteristik Biometrik
Pohon Shorea leprosula Miq. (Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor).
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan ......................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Famili Dipterocarpaceae ............................................................................. 3
Tinjauan Umum Shorea leprosula Miq. ..................................................... 3
Model Arsitektur Shorea leprosula Miq ..................................................... 5
Parameter Individu Pohon........................................................................... 6
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas .......................................................................................... 11
Tanah dan Topografi ................................................................................. 11
Iklim dan Curah Hujan.............................................................................. 12
Flora .......................................................................................................... 12
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 13
Alat dan Bahan Penelitian......................................................................... 13
Metode Penelitian ..................................................................................... 14
Analisis Data ............................................................................................. 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Sekunder Hasil Pengukuran Dimensi Pohon.....................................23
Sebaran Pohon Contoh...............................................................................24
Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya.........25
Penyusunan Persamaan Regresi.................................................................27
Hubungan antara Diameter Batang Relatif dengan Tinggi Batang
Relatif.........................................................................................................32
Penyusunan Persamaan Taper ...................................................................32
Angka Bentuk Batang Rata-rata Shorea leprosula Miq. ...........................34
Hubungan antara Rasio Diameter dengan Angka Bentuk Pohon ..............35
Penyusunan Persamaan Rasio Diameter ....................................................36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................38
Saran.......................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40
LAMPIRAN......................................................................................................... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kelas kelerengan areal Hutan Tanaman Haurbentes ....................................... 12
2 Deskripsi statistik dimensi pohon .................................................................... 23
3 Sebaran data pohon contoh berdasarkan dbh ................................................... 24
4 Deskripsi statistik dimensi pohon contoh ........................................................ 25
5 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada ......... 27
6 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter pangkal.................. 29
7 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter bebas cabang ......... 30
8 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter tajuk ...................... 31
9 Persamaan Taper.............................................................................................. 33
10 Simpangan rata-rata dan simpangan agregatif yang diuji dengan
menggunakan angka bentuk batang ................................................................. 35
11 Persamaan regresi dari rasio diameter.............................................................. 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Model arsitektur Shorea leprosula...................................................................... 6
2 Bentuk geometrik bagian-bagian batang pohon.................................................. 9
3 Pembagian batang (seksi) pada pohon contoh .................................................. 15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Rekapitulasi data pengukuran dimensi pohon................................................... 43
2 Korelasi data dan model umum dimensi pohon................................................ 47
3 Korelasi data dan model umum persamaan taper ............................................. 52
4 Nilai Simpangan Rata-rata dan Simpangan Agregat dari rata-rata angka
bentuk setinggi dada.......................................................................................... 54
5 Nilai Simpangan Rata-rata dan Simpangan Agregat dari rata-rata angka
bentuk absolut ................................................................................................... 55
6 Perhitungan nilai rasio diameter dan angka bentuk pohon ............................... 56
7 Korelasi data dan model umum rasio diameter................................................. 57
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan hujan tropika di Indonesia dengan luas sekitar 143 juta hektar terdiri
dari banyak jenis pohon. Secara alami hutan ini didominasi oleh famili
Dipterocarpaceae yang terdiri dari sembilan genus dengan ratusan jenis dan tersebar
antara lain di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Beberapa species
dari famili Dipterocarpaceae merupakan pohon-pohon raksasa yang memiliki nilai
ekonomis tinggi.
Di Haurbentes yang terletak di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor telah
dibangun Hutan Tanaman koleksi Dipterocarpaceae seluas 100 Ha yang dikelola oleh
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Litbang Departemen Kehutanan.
Sampai dengan tahun 1997 di Haurbentes telah ditanam 21 jenis Shorea, enam jenis
Hopea, dua jenis Dipterocarpus, dua jenis Dryobalanops, satu jenis Vatica, dan satu
jenis Anisoptera. Seluruh jenis dinilai mampu beradaptasi dengan keadaan tempat
tumbuh di areal hutan tersebut yang ditandai dengan adanya regenerasi secara alami
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000).
Setiap pohon mempunyai penampilan fisik yang sama sehingga untuk dapat
menggambarkan suatu pohon berbeda dengan pohon yang lain diperlukan
karakteristik pohon yang khas. Karakteristik biometrik diperoleh dengan mengukur
dimensi pohon yang dapat menggambarkan pohon tersebut. Informasi karakteristik
setiap dimensi pohon pada berbagai tingkat umur memegang peran penting dalam
kunci gambaran suatu jenis pohon.
Karakteristik utama yang stabil dari suatu jenis pohon terletak pada bagian
batang pohon tersebut. Salah satu karakteristik yang bisa menggambarkan kekhasan
jenis Shorea leprosula adalah bentuk batang. Penentuan bentuk batang pohon penting
mengingat batang pokok pohon tidak hanya terdiri dari satu bentuk benda putar saja.
Oleh karena itu untuk dapat menggambarkan variasi bentuk batang pohon S.
leprosula adalah dengan menggunakan pendekatan model taper.
2
Fungsi taper ini disusun dalam bentuk hubungan antara diameter batang
relatif (d/D) dan tinggi batang relatif (h/H), dimana parameter D (diameter setinggi
dada) dan H (tinggi pohon) dipengaruhi oleh tingkat umur tegakan, kesuburan tanah,
dan kerapatan tegakan. Fungsi taper yang disusun oleh satu atau lebih pohon contoh
pada suatu kelompok akan dapat menggambarkan pola bentuk batang lainnya dalam
kelompok tersebut.
Dalam penelitian ini dipelajari keragaman karakteristik biometrik pohon yaitu
dimensi-dimensi pohon yang dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif, untuk
jenis S. leprosula. Selanjutnya akan dianalisis keragaman setiap macam dimensi
pohon yang diukur pada berbagai tingkat umur dan hubungan antar karakteristik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai berbagai
macam karakteristik biometrik pohon S. leprosula pada berbagai tingkat umur dan
hubungan antar karakteristik yang dipelajari
TINJAUAN PUSTAKA
Famili Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae merupakan salah satu famili terpenting di antara familifamili lain dunia pembuka kelompok di Indonesia. Spesies-spesies dari famili ini
umumnya mendominasi hutan hujan tropika. Pada saat ini suku Dipterocarpaceae
sudah tercatat memiliki 512 jenis dalam 16 marga. Di Indonesia dijumpai sembilan
marga yaitu Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Anisoptera, Vatica,
Parashorea, Upuna, dan Cotylelobium (Djamhuri, Hilwan, Istomo, dan Soerianegara
2002).
Menurut Heyne (1987), pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae umumnya
besar dan tinggi, batang lurus, silinder, dan berbanir. Sedangkan menurut Newman,
Burgess, dan Whitmore (1999), ciri-ciri umum famili Dipterocarpaceae adalah :
pohonnya berukuran kecil sampai sangat besar, kayunya mengandung damar, serta
batang utama biasanya berbentuk silinder, jarang berlekuk, dan umumnya memiliki
banir.
Pulau Kalimantan merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman
Dipterocarpaceae terbesar di dunia. Pulau ini merupakan habitat asli famili
Dipterocarpaceae yang pada umumnya tumbuh pada ketinggian 300–400 m di atas
permukaan laut (Hamzah 1982 dalam Putro 1993).
Tinjauan Umum Shorea leprosula Miq.
1. Habitus
Menurut Sutamo dan Riswan (1997), S. leprosula tergolong pohon besar dan
mempunyai tinggi maksimal 60 meter, batang bebas cabang sampai 35 m, diameter
maksimum mencapai 175 cm. Umumnya S. leprosula juga mempunyai banir
berukuran tinggi 2.5 m serta lebar 2.5 m.
4
2. Batang
Seperti pada famili Dipterocarpaceae lainnya, batang S. leprosula bulat, lurus
sekali, dan baru bercabang pada kira-kira 60% dari tinggi total pohon (Ardikoesoema
dan Noerkamal 1955). S. leprosula merupakan jenis pohon dengan batang yang lurus
atau agak lurus dan berbanir kecil kuat. Umumnya jenis ini berasal dari Palembang
dimana kulit kayunya mengeluarkan damar (Heyne 1987).
3. Daun
Daun berbentuk lonjong, jorong atau bundar telur sungsang; berukuran 5.914.5 cm x 3.5-7.3 cm, ujung luncip pendek atau tumpul, pangkal berbentuk pasak
atau membundar (Newman et al. 1999).
4. Buah
Buah S. leprosula berbentuk bulat telur, ujungnya agak lancip, berbulu halus
berwarna pucat, mempunyai tiga sayap dengan panjang 6-9 cm, dan lebar
pertengahan sayap 1-1.5 cm dimana dua sayap pendek berbentuk garis (Sutamo dan
Riswan 1997).
5. Tajuk
Tajuknya selalu menghijau atau melebar dalam lapisan tajuk teratas dan hanya
mempunyai sedikit cabang besar. Dari jauh tajuknya mudah dikenal karena warnanya
tembaga atau tembaga kekuning-kuningan. Di waktu muda tajuknya agak tebal tetapi
menjadi tipis setelah tua (Ardikoesoema dan Noerkamal 1955).
6. Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Marga Shorea memiliki 194 jenis yang dibagi-bagi ke dalam empat kelompok
berdasarkan keadaan dan sifat kayu diantaranya yaitu Meranti merah, Meranti
kuning, Meranti putih, dan Balau. Meranti merupakan salah satu jenis
Dipterocarpaceae yang merupakan pohon-pohon penghasil kayu utama dari hutan
hujan tropika di Indonesia Bagian Barat, Malasyia, Brunei, Filipina dan menyebar ke
5
arah timur sampai Irian Jaya dan Papua Nugini. Kebanyakan berupa pohon-pohon
besar yang mencapai puncak tajuk dan banyak yang merupakan penjulang (Djamhuri
et al. 2002).
Penyebaran S. leprosula di Indonesia meliputi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, P. Bangka, dan P.
Belitung. Tempat tumbuhnya yaitu pada tanah datar kering. Umumnya terdapat pada
tanah-tanah liat dalam hutan campuran Dipterocarpaceae, sampai ketinggian 700 m
(Sutamo dan Riswan 1997).
7. Sifat-sifat Pohon
S. leprosula merupakan jenis penting dalam hutan hujan tropika. Jenis ini
tergolong meranti merah dan biasa dikenal dengan nama dagang meranti tembaga
Kebanyakan jenis pohon S. leprosula merupakan pohon-pohon setengah toleran.
Selain memiliki karakteristik seperti golongan Shorea spp yang pada
umumnya memiliki tinggi total (TT) dan diameter setinggi dada (DBH) yang besar,
jenis S. leprosula memiliki sifat cepat tumbuh (fast growth) dengan rata-rata riap
tahunan 1.2 cm. Dengan riap tersebut maka S. leprosula akan memerlukan waktu
yang lebih singkat untuk membentuk DBH dan TT yang sama dibandingkan dengan
jenis Shorea yang lain (Hidayanto 2006).
Model Arsitektur Shorea leprosula Miq.
Pohon hutan memiliki pola pertumbuhan yang khas bagi setiap jenis. Pola
pertumbuhan pohon dapat dijadikan ciri pengenal suatu jenis pohon. Pada
hakekatnya, setiap jenis pohon memiliki satu model pertumbuhan. Namun,
sebaliknya satu model pertumbuhan dapat dimiliki oleh berbagai jenis pohon, baik
dari satu marga maupun dari marga atau bahkan dari suku yang berbeda.
Pola perkembangan jenis pohon merupakan sifat yang menurun (genetik) dan
dikenal dengan istilah Model Arsitektur. Setiap jenis pohon memiliki satu model
arsitektur yang tetap. Sedangkan satu model arsitektur dapat dimiliki oleh berbagai
jenis pohon dari suku yang sama ataupun dari suku yang berbeda. Unsur atau
6
perangkat yang membentuk suatu model arsitektur adalah perkembangan batang
pokok, perkembangan cabang, serta letak bunga atau pembungaan.
Model arsitektur dari S. leprosula yaitu model Roux. Dari model ini terlihat
bahwa batang S. leprosula bersifat monopodial yaitu perkembangan batang pokok
yang tidak terbagi dan cabang yang arah pertumbuhannya menuju ke samping
(plagiotropik). Pada model Roux cabang-cabang pohon tidak ritmik tetapi menerus
pada batang yaitu apabila satu cabang tumbuh pada ketinggian tertentu pada batang
pokok diikuti cabang-cabang lain dan tidak jelas berulangnya. Model Roux dapat
terlihat seperti pada Gambar 1 (Sutisna, Kalima, dan Purnadjaja 1998).
Gambar 1. Model Arsitektur Shorea leprosula
(Sumber : Sutisna et al. 1998)
Parameter Individu Pohon
1. Umur Pohon
Umur merupakan jarak waktu antara tahun tanam hingga waktu kini dan yang
akan datang. Umur suatu pohon dapat diperoleh dari register tahun tanam, hitungan
jumlah lingkaran tahun, dan hitungan jumlah lingkaran cabang. Jumlah lingkaran
tahun didapat melalui hasil pengeboran pohon dengan alat ukur berupa bor riap
(Belyea 1950).
7
2. Diameter Pohon
Menurut Husch, Miller, dan Beers (1971), diameter merupakan salah satu
parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang
potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam mengukur diameter, yang lazim
dipilih adalah diameter setinggi dada karena pengukurannya paling mudah
Diameter pohon adalah panjang garis lurus yang menghubungkan dua buah
titik pada lingkaran luar pohon dan melalui titik pusat penampang melintangnya.
Besarnya diameter pohon bervariasi menurut ketinggian dari permukaan tanah. Oleh
karena itu dikenal istilah diameter setinggi dada atau diameter breast height (dbh),
yaitu diameter yang diukur pada ketinggian setinggi dada dari permukaan tanah
(Husch, Beers, dan Kershaw 2003).
Di negara-negara yang menggunakan sistem metrik, diameter setinggi dada
biasanya diukur pada ketinggian batang 1.3 meter dari atas permukaan tanah. Untuk
pohon-pohon berbanir lebih dari 1.3 meter dari atas permukaan tanah, pengukuran
diameter dilakukan pada 20 cm di atas banir (Belyea 1950).
3. Tinggi Pohon
Husch et al. (2003) mengemukakan bahwa tinggi pohon merupakan jarak
antara titik atas pada batang pohon dengan titik proyeksinya pada bidang mendatar
yang melalui titik bawah (pangkal pohon).
Loetsch, Zohrer, dan Haller (1973) memberikan definisi dari tinggi yang
digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan, yaitu :
a. Tinggi total, yaitu jarak vertikal antara pangkal pohon dengan puncak dari pohon
tersebut.
b. Tinggi bebas cabang, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang di permukaan tanah
sampai cabang pertama untuk jenis daun lebar atau crown point untuk jenis
konifer, dan
c. Tinggi tunggak, yaitu tinggi pangkal pohon yang ditinggalkan pada waktu
penebangan.
8
4. Bentuk Batang
4.1 Angka Bentuk
Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai/angka
hasil perbandingan antara volume pohon dan volume silinder yang besarnya kurang
dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan sebagai berikut :
•
Merupakan konstanta untuk mengkoreksi volume silinder guna mendapatkan
volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter setinggi dada
yang sama
•
Merupakan suatu angka pecahan (< 1) hasil dari pembagian antara volume
sebenarnya pohon oleh volume silinder yang memiliki dimensi diameter
setinggi dada dan tinggi yang sama.
Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan
untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada, dan normal
(Husch 1963).
4.2 Kusen Bentuk
Kusen bentuk dapat diartikan sebagai angka hasil perbandingan antara
diameter atas dan diameter bawah. Kusen bentuk dapat dipastikan ada mengingat
umumnya batang pohon tidak silindris sehingga ada faktor keruncingan.
Macam kusen bentuk ada dua yaitu kusen bentuk normal yang merupakan
perbandingan antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan
diameter setinggi dada dan kusen bentuk absolut yang merupakan perbandingan
antara diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada
ketinggian 10% tinggi dari pangkal pohon (Belyea 1950).
4.3 Taper
Menurut Husch (1963) bentuk batang dibagi menjadi dua tipe, yaitu :
1. Excurrent, yaitu bentuk batang yang teratur dan lurus memanjang dan
biasanya terdapat pada jenis-jenis conifer atau daun jarum.
9
2. Deliquescent, yaitu pohon yang berbentuk tidak teratur, dimana pada
ketinggian tertentu bercabang-cabang besar dan banyak dijumpai pada jenisjenis kayu daun lebar.
Menurut Husch et al. (2003), bentuk-bentuk batang yang menyusun suatu
pohon ada 4 macam, yaitu silinder, paraboloid, kerucut, dan neiloid. Keempat macam
bentuk batang tersebut tidak selalu ada pada pohon, namun yang sering dijumpai
adalah bentuk neiloid, kerucut, dan paraboloid.
Husch et al. (2003) menggambarkan bagian-bagian batang pohon yang
bentuknya teratur yang menyusun suatu pohon, disusun berturut-turut dari pangkal
sampai puncak oleh bentuk batang neiloid, paraboloid, dan kerucut, seperti yang
terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bentuk geometrik bagian-bagian batang pohon
(Sumber Husch et al. 2003)
Menurut Husch et al. (2003), Taper diartikan sebagai suatu bentuk yang
meruncing sedangkan definisi taper pohon adalah pengurangan atau semakin
mengecilnya diameter batang atau seksi batang pohon dari pangkal hingga ujungnya.
Taper pohon ini secara umum disebut pula bentuk batang atau lengkung bentuk.
Taper atau bentuk batang pohon bervariasi tergantung dari jenis, diameter,
umur, dan tinggi pohon. Menurut Gray (1956) dalam Wahjono (1989), dalam satu
jenis pohon yang sama bentuk tapernya akan bervariasi berdasarkan umurnya.
Semakin tua umur pohon pertumbuhan bentuk tapernya akan cenderung mengerucut.
10
Laasasenaho (1993) menyatakan bahwa bentuk kurva taper hampir sama pada
pohon-pohon yang berbeda ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga
memungkinkan model taper dapat dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi
relatif. Bentuk persamaan umumnya adalah sebagai berikut :
( d/D ) = f ( h/H ) atau ( d/D) = f{1 – ( h/H) }.
dimana :
d
= diameter ujung batang relatif
D = diameter setinggi dada (dbh)
H = tinggi batang pohon dari atas permukaan tanah
h
= tinggi batang bebas cabang
5. Tajuk
Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran tajuk
sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dan titik ujungnya pada garis
lingkaran tajuk (Husch 1963). Diameter tajuk dapat diukur menggunakan meteran
dengan cara mengukur proyeksi vertikal panjang garis yang melalui pangkal pohon
dan dua titik pada proyeksi garis lingkaran tajuknya. Pengukuran menggunakan
meteran dilaksanakan dua kali dengan posisi pengukuran yang saling tegak lurus dan
hasilnya dirata-ratakan (Husch et al. 2003).
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas
Hutan Tanaman Haurbentes secara administrasi Pemerintahan termasuk ke
dalam desa Curug, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Sedangkan menurut
administrasi Kehutanan termasuk Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jasinga, Bagian
Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jasinga, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Lokasi Hutan Tanaman
Haurbentes secara astronomis terletak pada 6°32’ LU – 6°33’ LS dan 106°26’ BT106°27’ BT.
Luas Hutan Tanaman ini adalah 100 ha yang dibangun pada tahun 1940 di
areal kawasan hutan milik Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Sampai tahun 1997
Hutan Tanaman Haurbentes terbagi menjadi 177 petak, dimana di dalamnya terdapat
66 jenis asli dan enam jenis eksotik (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
2000).
Tanah dan Topografi
Tanah di Hutan Tanaman Haurbentes terdiri dari tiga jenis tanah yaitu : tanah
Podsolik Merah Kuning, Regosol, dan Acid Brown Forest Soil.
Berdasarkan hasil pengukuran planimetrik di atas Peta Topografi, keadaan
topografi di areal Hutan Tanaman Haurbentes dapat dilihat pada Tabel 1. Secara
makro keadaan topografi Hutan Tanaman Haurbentes berbukit-bukit dengan lereng
agak curam sampai curam yang mengarah ke Utara dengan kemiringan lereng ratarata lebih dari 16%. Hutan Tanaman Haurbentes terletak pada ketinggian ± 250 meter
dpl (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000).
12
Tabel 1 Kelas kelerengan areal Hutan Tanaman Haurbentes
No
Bentuk
Kelas Kemiringan Lereng (%)
Luas (Ha)
Wilayah
1
Datar
0-8
0,13
2
Landai
8-15
5,95
3
Agak curam
15-25
1,35
4
Curam
25-45
33,66
5
Sangat curam
> 45
8,91
Jumlah
50,00
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2000
Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, tipe curah hujan di wilayah
Hutan Tanaman Haurbentes adalah tipe A dan tidak memiliki bulan kering. Curah
hujan rata-rata di Hutan Tanaman Haurbentes sebesar 3000-4000 mm/tahun dan
jumlah hari hujan rata-rata 140-260 hari/tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan 2000).
Flora
Sejak tahun 1940 sampai dengan tahun 1997 di Hutan Tanaman Haurbentes
telah ditanam sebanyak 66 jenis tumbuh-tumbuhan, terdiri dari 22 jenis rotan dan 44
jenis pohon. Dari 44 jenis pohon yang ditanam sebanyak 33 jenis adalah jenis-jenis
Dipterocarpaceae, yang terdiri dari marga Anipsotera satu jenis, Dipterocarpus dua
jenis, Dryobalanops dua jenis, Shorea 21 jenis, Hopea enam jenis, dan Vatica satu
jenis. Koleksi Hutan Tanaman Haurbentes terdiri dari jenis rotan, jenis pohon dari
famili Dipterocarpaceae serta penangkaran rusa dan burung betet (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan 2000).
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor. Pengambilan data sekunder dilakukan pada awal Juni sampai
pertengahan Juni 2006. Pengukuran pohon contoh dilakukan selama satu bulan yaitu
awal pertengahan Juni sampai dengan pertengahan Juli 2006. Kegiatan yang
dilakukan adalah pengukuran dimensi pohon jenis S. leprosula pada berbagai tingkat
umur serta pengambilan data sekunder hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Ada dua macam alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu yang
digunakan untuk keperluan pengambilan data di lapangan yang terdiri dari :
1. Pita ukur
2. Spiegel Relascope Bitterlich tipe Wide scale
3. Haga hypsometer
4. Alat tulis
5. Tangga
6. Parang
7. Kamera
Alat yang kedua yaitu yang digunakan untuk keperluan pengolahan data,
terdiri dari :
1. Kalkulator
2. Komputer dengan software Minitab Ver.13 dan Microsoft Excel
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon contoh jenis S.
leprosula dengan melakukan pengukuran dimensi pada berbagai umur, yaitu 13, 20,
21, 37, 54, dan 66 tahun. Terdapat dua macam data yang akan dikumpulkan dalam
penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil berupa
data dimensi pohon yaitu : diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas
14
cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang, tinggi total serta
tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh. Data sekunder yang diambil meliputi
data dimensi pohon hasil pengukuran Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan serta keadaan umum lokasi penelitian.
Metode Penelitian
1. Pemilihan Pohon Contoh.
Pohon yang diambil sebagai pohon contoh dipilih secara purposive sampling,
yaitu pohon contoh diambil dengan sengaja berdasarkan sebaran umur dengan tetap
memperhatikan keterwakilan dari diameter pohon tersebut.
Pohon-pohon yang dipilih sebagai pohon contoh dan diukur dimensinya
adalah pohon-pohon S. leprosula yang memiliki bentuk batang baik dan sehat ditinjau
dari segi ekonomis yaitu yang tidak mengandung cacat, tidak miring atau bengkok,
dan mempunyai diameter setinggi dada lebih dari 20 cm.
2. Pengukuran Dimensi Pohon
Pohon yang diukur dimensinya pada berbagai tingkat umur diambil sebanyak
lima pohon dengan memperhatikan keterwakilan diameter setinggi dadanya. Dimensi
pohon yang diukur yaitu : diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas
cabang, diameter per seksi, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, serta
panjang seksi.
3. Pembagian Batang
Setiap batang pohon contoh yang dipilih dibagi menjadi beberapa bagian
(seksi). Pembagian batang ini dimulai dari pangkal batang sampai tinggi bebas
cabang secara sistematis dengan pertambahan panjang dua meter. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
15
Keterangan :
Ht
= tinggi pohon total
H
= tinggi pohon bebas cabang
hi
= tinggi batang dari atas tanah sampai ketinggian pada diameter ujung
seksi ke-i
di
= diameter ujung seksi ke-i
pi
= panjang seksi
h1
= ht, tinggi diameter pangkal pohon
Gambar 3. Pembagian batang (seksi) pada pohon contoh
4. Perhitungan Volume Pohon Contoh
Volume batang pohon contoh sebagai volume aktual dihitung dengan cara
menjumlahkan volume seksi-seksi batang yang membentuknya. Volume tiap seksi
dihitung dengan menggunakan rumus Smalian yang ditulis oleh Husch et al. (2003),
yaitu : Vs = {(Gp + Gu) / 2} x l
16
n
Vp = ∑ Vsi
i =1
dimana :
Vs = volume seksi batang
Vp = volume pohon sebenarnya
Gp = luas bidang dasar pangkal seksi batang
Gu = luas bidang dasar ujung seksi batang
l
= panjang seksi batang
n
= jumlah seksi batang
5. Penentuan Angka Bentuk Batang Pohon.
Angka bentuk batang (f) ditentukan dengan cara membandingkan volume
aktual yang diperoleh dengan menggunakan rumus Smalian dengan volume
silindernya, dimana :
f =
Vp
Vs
Keterangan :
Vp = volume pohon
Vs = volume silinder, dengan menganggap diameter dengan tinggi silinder
Dalam penelitian ini akan dicari dua macam angka bentuk pohon, yaitu :
•
Angka bentuk setinggi dada (fbh)
fbh =
•
Vp
0.25π (dbh) 2 Tbc
Angka bentuk absolut (fabs)
fabs =
Vp
0.25π (dp ) 2 Tbc
dimana :
Vp = volume pohon sebenarnya
dbh = diameter setinggi dada
Tbc = tinggi pohon bebas cabang
dp = diameter pangkal pohon
fbh = angka bentuk setinggi dada
fabs = angka bentuk absolut
17
Analisis Data
1. Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya
Berdasarkan hipotesis yang ada maka akan dicari hubungan antara diameter
setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total
serta tinggi bebas cabang. Setiap dimensi tersebut akan dicari korelasinya untuk
menentukan dimensi apa yang paling menggambarkan karakteristik S. leprosula.
Tingkat keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien
korelasi (r) dengan rumus :
n
⎛ n ⎞⎛ n ⎞
r = ∑ xi yi − ⎜ ∑ xi ⎟⎜ ∑ yi ⎟
i =1
⎝ i=1 ⎠⎝ i=1 ⎠ n
2
n
⎛ n
⎛ n 2 ⎛ n ⎞2 ⎞ ⎞
⎜ x 2 − ⎛⎜ x ⎞⎟
⎜ y − ⎜ y ⎟ ⎟⎟
∑
∑ i
i
i
i
n
⎜∑
⎜∑
⎝ i=1 ⎠
⎝ i=1 ⎠ ⎟⎠ ⎟⎠
⎝ i=1
⎝ i=1
Keterangan : xi = diameter pohon ke-i
yi = dimensi pohon lainnya ke-i
n = jumlah pohon
Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka hubungan
diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi negatif sempurna dan
sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya
merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati -1 atau +1 maka hubungan
antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya ( Walpole
1993). Dalam menentukan dimensi yang paling dapat menggambarkan S. leprosula
maka pada awalnya akan dicari matrik korelasi dari setiap dimensi yang ada.
2. Hubungan antara Diameter Relatif dengan Tinggi Relatif
Asumsi dasar yang mendasari penyusunan persamaan taper adalah adanya
hubungan antara diameter batang relatif dengan tinggi batang relatif. Besarnya
keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien korelasi (r).
18
3. Hubungan antara Rasio Diameter dengan Angka Bentuk Pohon
Besarnya keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai
koefisien korelasi (r). Maksud dari mencari hubungan antara rasio diameter dengan
angka bentuk ini adalah dalam hal keefisienan pangukuran, dimana jika didapat
korelasi yang besar maka tanpa menghitung angka bentuk pohon kita dapat
mengetahui volume pohon hanya dengan menghitung rasio diameter pohon
4. Penyusunan Persamaan Regresi
Penelitian ini menggunakan peubah bebas berupa diameter pohon dan
peubah tidak bebas yaitu dimensi pohon lainnya, bisa berupa diameter ataupun tinggi
pohon untuk melihat hubungan yang nyata antara dimensi pohon untuk keperluan
penggambaran karakteristik biometrik pohon. Data hasil pengamatan di lapangan
berupa diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter
tajuk, tinggi total serta tinggi bebas cabang dianalisis secara statistik untuk
mendapatkan bentuk persamaan regresi hubungan analisis data tersebut.
Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara diameter pohon dengan
dimensi pohon lainnya terdapat hubungan yang nyata. Model-model persamaan yang
dibuat umumnya menggunakan hubungan peubah-peubah sebagai berikut :
D’ = f (D)
atau
H = f(D)
Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya yaitu
Y = bo + b1xi + ei
5. Penyusunan Persamaan Taper
Data dengan panjang seksi tiap dua m yang didapat di lapangan kemudian
dianalisis secara statistik untuk mendapatkan persamaan regresi. Persamaan yang
akan dianalisis antara lain :
(d/D) = f { (h/H) }
(d/D)2 = f { (h/H) }
(d/D) = f { (h/H), (h/H)2 }
(d/D)2 = f { (h/H), (h/H)2 }
(d/D) = f { (h/H), (h/H)2, (h/H)3 }
(d/D)2 = f { (h/H), (h/H)2, (h/H)3 }
19
6. Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter
Persamaan regresi ini menggunakan peubah bebas berupa rasio diameter dan
peubah tidak bebas yaitu angka bentuk pohon. Maksud dari mencari persamaan
regresi antara rasio diameter dengan angka bentuk ini adalah dalam hal keefisienan
pengukuran, dimana hanya dengan menghitung rasio diameter maka kita dapat
mengetahui angka bentuk pohon.
Model-model persamaan yang dibuat umumnya menggunakan hubungan
peubah-peubah sebagai berikut :
f abs = f (d/d’)
atau f bh = f (d/d’)
dimana :
d
= diameter pohon
fabs = angka bentuk absolut
fbh = angka bentuk setinggi dada
Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya yaitu
Y = bo + b1xi + ei
7. Pemilihan Model Terbaik Persamaan Regresi dan Persamaan Taper
Dari hasil penyusunan model menggunakan beberapa persamaan regresi yang
telah ditetapkan maka dilakukan penentuan untuk memilih model terbaik dengan
menggunakan beberapa kriteria yaitu sebagai berikut :
1) Uji keberartian model
Uji keberartian model merupakan pengujian peranan peubah bebas terhadap
peubah tidak bebasnya. Pada pengujian ini dilakukan uji signifikansi F-test dengan
membandingkan nilai F hitung dengan F tabel.
Hipotesis yang digunakan
Ho : βi sama dengan nol, untuk semua i
H1 : sekurang-kurangnya ada satu βi yang tidak sama dengan nol
Kriteria yang digunakan
Jika nilai F hitung > F tabel maka tolak Ho
Jika nilai F hitung ≤ F tabel maka terima Ho
20
Uji nilai F hitung > F tabel pada tingkat nyata 5% atau 1% maka hubungan
regresi antara peubah tidak bebas dengan peubah bebasnya adalah sangat nyata atau
nyata.
2) Uji keterandalan model
Pemilihan model terbaik sebagai bentuk umum persamaan regresi menurut
Suhendang (1990) dilakukan dengan cara pengujian keterandalan model dari setiap
pendekatan yang dilakukan. Beberapa besaran yang dipakai dalam penilaian
keterandalan model ini adalah koefisien determinasi (R2), koefisien determinasi yang
terkoreksi (R2adj), besarnya peluang untuk menolak Ho padahal Ho benar
berdasarkan pada data yang ada (nilai-p) pada pengujian koefisien regresi, serta nilai
simpangan baku (s). Adapun kriteria yang dipakai dalam pengujian keterandalan
model berdasarkan setiap besaran tersebut adalah sebagai berikut :
a)
Koefisien determinasi
Perhitungan besarnya nilai koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk melihat
tingkat ketelitian dan keeratan hubungan, dimana koefisien determinasi adalah suatu
ukuran yang menyatakan besarnya proporsi dari variabilitas di sekitar y rata-rata yang
disebabkan oleh regresi (pengaruh x terhadap y).
R2 = JKregresi
x 100 %
JKtotal
b)
Koefisien determinasi terkoreksi
Perhitungan Ra2 ini dimaksudkan untuk menambah keyakinan dalam
penerimaan model terbaik. Perhitungan nilai koefisien determinasi terkoreksi dengan
rumus
Ra2 = 1- (JKS)/(n-p) x 100%
(JKT)/(n-1)
Keterangan :JKS = jumlah kuadrat sisa
JKT = jumlah kuadrat total
(n-p) = derajat bebas sisaan
(n-1) = derajat bebas total
21
c)
Besarnya peluang untuk menolak Ho padahal Ho benar berdasarkan data
yang ada (nilai-p) pada pengujian koefisien regresi.
Dari bentuk persamaan regresi dapat dilihat bahwa persamaan regresi yang
ada hanya dapat berarti apabila sedikitnya ada satu β dari β1, β2, ..., βk yang tidak
bernilai 0. Apabila hal ini tidak dapat dipenuhi maka peubah-peubah bebas X tidak
akan dapat dipakai untuk menduga peubah tidak bebas Y. Untuk mengetahui hal ini
biasanya dilakukan pengujian terhadap hipotesis :
Ho
: β1, β2, ..., βk = 0
H1
: minimal ada satu βi yang tidak sama dengan nol (i = 1, 2, ..., k)
Ukuran dari keterandalan pengujian hipotesis ini biasanya dicirikan oleh
besarnya nilai-p. Adapun kriteria uji keterandalan menurut besaran ini adalah jika
nilai-p < 5% maka model cukup terandalkan dan sebaliknya jika nilai-p > 5% model
tidak cukup terandalkan.
d)
Simpangan baku (s)
Model yang dianggap layak adalah model dengan nilai simpangan bakunya
kecil. Nilai s menunjukkan besarnya penyimpangan antara data aktual dengan dugaan
model, yang akan makin terandalkan dengan nilai s yang semakin kecil. Nilai s
ditentukan dengan rumus :
s = s2 =
∑ ei
2
(n − p)
dimana :
S2 = kuadrat tengah sisaan
ei = sisaan ke-i
Menurut Brusch dalam Husch (1963), tingkat keakuratan suatu model dapat
ditentukan oleh besarnya Simpangan rata-rata (SR) dan Simpangan agregatif (SA)
Simpangan rata-rata (SR) dan simpangan agregat (SA) digunakan untuk
mengukur keakuratan suatu pendugaan model volume pohon yang ditunjukkan oleh
besarnya selisih antara hasil pendugaan berdasarkan model dengan kenyataan yang
ada. Semakin besar nilai SR dan SA maka model yang ada mempunyai tingkat
22
keakuratan yang semakin rendah. Nilai SA yang terbaik adalah nilai SA yang paling
mendekati nol.
Perhitungan SR dan SA dengan menggunakan rumus :
⎛ Vai − Vti
Vti
i =1
SR =
n
n
∑ ⎜⎜⎝
n
SA =
⎞
⎟⎟ *100%
⎠
n
∑Vti − ∑Vai
i =1
n
n
∑Vti
*100%
i =1
Keterangan : SR = simpangan rata-rata
SA = simpangan agregat
Vai = volume pohon ke-i melalui rumus Smalian
Vti = volume dugaan pohon ke-i melalui angka bentuk
n = jumlah pohon contoh
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Sekunder Hasil Pengukuran Dimensi Pohon
Berdasarkan data hasil pengukuran dimensi pohon yang pengukurannya
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan maka dapat diperoleh
informasi lengkap nilai terkecil, terbesar, dan rata-rata diameter setinggi dada, tinggi
total, dan tinggi bebas cabang dari seluruh pohon S. leprosula. Deskripsi data statistik
dimensi pohon pada berbagai umur (tahun) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Deskripsi statistik dimensi pohon
Umur
N
(th)
dbh
Ttot
min
max
ratarata
min
Tbc
max
ratarata
min
max
ratarata
11
200
3.8
30.2
17.5
2.0
15.0
9.7
0.8
10.0
5.6
18
42
15.0
46.2
31.9
13.5 29.0
22.3
4.5
18.0
13.9
19
95
11.7
48.7
29.4
7.0
29.0
19.0
3.5
18.0
12.2
35
11
21.8
63.2
43.4
24.0 32.0
28.6
10.0 21.0
15.7
52
69
26.8
84.7
50.9
22.0 35.0
30.3
10.0 23.0
17.0
64
3
102.7 121.4 109.5 34.0 36.0 35.3 21.0 24.0 22.3
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, diolah lebih lanjut oleh
peneliti
Keterangan : dbh = diameter setinggi dada
Ttot = tinggi total pohon
Tbc = tinggi bebas cabang
N = jumlah pohon
Dengan adanya data tersebut maka dapat diperoleh tolak ukur nilai diameter
setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang S. leprosula. Jumlah pohon pada
setiap umur berbeda sehingga masih memungkinkan terjadi penyimpangan. Banyak
sekali terjadi penyimpangan pada pohon berumur 18 tahun dan 19 tahun.
24
Terjadi penyimpangan nilai minimun diameter setinggi dada pada pohon
berumur 19 tahun, dimana nilainya lebih kecil dibandingkan pada pohon berumur 18
tahun, sehingga hal ini berpengaruh pada nilai rata-rata diameter setinggi dada. Hal
yang sama terjadi pada nilai minimum tinggi total pada pohon berumur 19 tahun,
dimana nilainya juga lebih kecil dibandingkan pada pohon berumur 18 tahun.
Pada Tabel 2 dapat terlihat bahwa semakin bertambah umur S. leprosula maka
akan semakin bertambah pula ukuran dimensi pohon yang bersangkutan baik itu
diameter setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Hal ini sesuai dengan
karakteristik suatu pohon, dimana setiap pohon akan bertambah ukurannya
dikarenakan pohon tersebut mengalami pertumbuhan.
Sebaran Pohon Contoh
Pengukuran pohon contoh dilakukan pada pohon berdiri sebanyak 30 pohon
yang terbagi menjadi 177 seksi batang. Pohon contoh ini berasal dari 13 petak S.
leprosula yang tersebar di Hutan Tanaman Haurbentes, yaitu pada petak 33, 35, 37,
47, 49, 53, 82, 84, 88, 100c, 164, 173, dan petak 174. Data yang diukur meliputi
diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas cabang, diameter per seksi,
diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, serta panjang seksi.
Pohon contoh dipilih secara disengaja (purposive sampling) dengan
memperhatikan sebaran diameter dan kondisi pohon sehingga dapat memenuhi
keterwakilan data dan menghasilkan ragam yang kecil. Keterwakilan diameter
setinggi dada dalam menentukan pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Sebaran data pohon contoh berdasarkan dbh
No
Dbh
Tbc
4.8-7.7
Jumlah
7.8-10.7
10.8-13.7
13.8-16.7
16.8-19.7
19.8-22.7
1
16.7-35.6
6
2
2
1
11
2
35.7-54.6
4
2
3
1
10
3
54.7-73.6
4
73.7-92.6
5
92.7-111.6
6
112.7-130.7
Jumlah
3
1
3
1
2
1
2
1
3
1
30
25
Pohon-pohon contoh tersebut tergolong dalam umur 13 tahun, 20 tahun, 21
tahun, 37 tahun, 54 tahun, dan 66 tahun. Karena keterbatasan umur pohon maka
hanya enam umur pohon yang dapat diukur dimensinya. Deskripsi data statistik
dimensi pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Deskripsi statistik dimensi pohon contoh
Dimensi
Nilai minimum
Nilai maksimum
Rata-rata
Diameter setinggi dada
16.7
125.5
50.1
Diameter pangkal
17.5
126.1
51.7
Diameter bebas cabang
10.0
77.0
34.4
Diameter tajuk
2.1
10.4
5.1
Tinggi total
12.0
39.0
25.6
Tinggi bebas cabang
4.8
20.8
10.3
Deskripsi statistik dimensi yang terlihat pada Tabel 4 merupakan rekapitulasi
data hasil pengukuran dimensi pohon contoh pada berbagai umur yang diperoleh dari
pengukuran langsung di lapangan.
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa diameter maksimum pohon S. leprosula di
Haurbentes adalah sebesar 125.5 cm dimana hal ini tidak melewati batasan
karakteristik biometrik S. leprosula yaitu bahwa diameter S. leprosula maksimum
mencapai 175 cm (Sutamo dan Riswan 1997). Hal ini juga berlaku untuk tinggi total
dan tinggi bebas cabang, dimana nilai yang ada tidak melebihi karakteristik biometrik
S. leprosula menurut Sutamo dan Riswan (1997) yaitu bahwa tinggi total maksimum
60 m dan batang bebas cabang maksimum mencapai 35 m.
Hubungan antara Diameter Pohon dengan Dimensi Pohon Lainnya
Hubungan antara diameter dengan dimensi pohon lainnya dapat diukur dari
besarnya nilai koefisien korelasi (r). Dari seluruh data diameter dan dimensi pohon
lainnya yang ada mencakup diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter bebas
cabang, diameter tajuk, tinggi total serta tinggi bebas cabang dicari matriks
26
korelasinya untuk melihat hubungan antara dimensi apa yang paling erat. Matriks
korelasi diameter dengan dimensi pohon lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Keeratan hubungan antara diameter setinggi dada dengan dimensi pohon
lainnya berdasarkan tingginya nilai korelasi secara berurutan yaitu diameter pangkal,
diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang.
Berdasarkan matrik korelasi terlihat bahwa diameter setinggi dada mempunyai
hubungan yang tinggi dengan diameter pangkal dengan nilai korelasi sebesar 0.999.
Nilai ini menggambarkan bahwa hubungan antara kedua peubah tersebut kuat dimana
setiap peningkatan diameter setinggi dada akan diikuti dengan peningkatan diameter
pangkal pohon.
Diameter pangkal mempunyai korelasi yang paling erat dengan diameter
setinggi dada. Korelasi lainnya dengan diameter pangkal secara berurut berdasarkan
semakin eratnya hubungan yaitu diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total,
serta tinggi bebas cabang.
Nilai korelasi antara diameter pangkal dengan tinggi total pohon adalah 0.713,
nilai ini menggambarkan keeratan hubungan yang tinggi antara diameter pangkal
dengan tinggi total dan korelasi yang bernilai positif menunjukkan bahwa setiap
peningkatan diameter pangkal akan diikuti dengan peningkatan tinggi total pohon.
Diameter bebas cabang juga berkorelasi erat dengan tinggi total pohon. Hal ini
terlihat dari tingginya nilai korelasi yaitu sebesar 0.699.
Sama halnya dengan diameter lainnya, diameter bebas cabang juga
mempunyai hubungan yang erat dengan diameter pangkal, diameter setinggi dada,
diameter tajuk, tinggi total, dan tinggi bebas cabang. Korelasi yang paling erat dengan
diameter bebas cabang adalah diameter pangkal, yang terlihat dari nilai korelasinya
sebesar 0.918.
Nilai korelasi antara diameter tajuk dengan diameter bebas cabang serta
dengan diameter setinggi dada sama eratnya. Hal ini terlihat dari kesamaan nilai
korelasi antara diameter tajuk dengan diameter setinggi dada serta diameter tajuk
dengan diameter pangkal, yaitu sebesar 0.913. Diameter tajuk mempunyai korelasi
yang rendah dengan tinggi bebas cabang yaitu 0.516.
27
Dari nilai korelasi yang ada maka dapat diketahui bahwa hubungan yang
paling erat dengan tinggi total pohon adalah diameter setinggi dada dan diameter
pangkal. Tinggi bebas cabang pohon mempunyai hubungan yang erat dengan
diameter setinggi dada dan diameter pangkal pohon, terlihat dari tingginya nilai
korelasi yaitu sebesar 0.634 dan 0.621.
Dari keseluruhan nilai korelasi yang ada maka dapat diketahui bahwa dimensi
yang menjadi variabel kunci adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal, tinggi
total pohon, dan tinggi bebas cabang. Dengan adanya variabel kunci ini maka untuk
dapat mengetahui gambaran S. leprosula dapat diperoleh dengan melihat hubungan
antara dimensi pohon tersebut.
Penyusunan Persamaan Regresi
Persamaan ini menggunakan peubah bebas berupa diameter pohon dan peubah
tidak bebas yaitu dimensi pohon lainnya, berupa diameter pohon dan tinggi pohon.
Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara diameter pohon dengan dimensi
pohon lainnya terdapat hubungan yang nyata.
Persamaan regeresi dengan menggunakan peubah bebas berupa diameter
setinggi dada dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Persamaan regresi menggunakan peubah bebas diameter setinggi dada
No
Persamaan
R-sq
Rsq(adj)
S
Nilai
-p
F-hit
1
Ttot = 14.8 + 0.214 DBH
53.5
51.8
5.834
0.000
32.21*
2
TBC = 5.37 + 0.0988 DBH
40.1
38.0
3.530
0.000
18.78*
3
D.pangkal = 1.67 + 0.998 DBH
99.8
99.9
1.284
0.000
14467.53*
4
D.bbscab = 6.57 + 0.555 DBH
84.3
83.7
7.014
0.000
149.98*
5
D.tajuk = 1.58 + 0.0695 DBH
83.3
82.7
0.9102
0.000
139.94*
F0.05 (1;28) = 4.2
F0.01 (1;28) = 7.64
* = sangat nyata
28
Berdasarkan nilai pengujian keterandalan model dapat diketahui bahwa
diameter setinggi dada dapat menjelaskan variasi diameter pangkal, diameter bebas
cabang, diameter tajuk serta tinggi total secara memuaskan. Sedangkan variasi tinggi
bebas cabang kurang dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada.
Koefisien determinasi (R2) dari model yang terbentuk antara diameter setinggi
dada dengan diameter pa