Struktur dan Potensi Tegakan Hutan Tanaman Meranti (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes Kabupaten Bogor

STRUKTUR DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN TANAMAN
MERANTI (Shorea spp.) DI KHDTK HAURBENTES
KABUPATEN BOGOR

LUTFI HERSANDI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur dan Potensi
Tegakan Hutan Tanaman Meranti (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes Kabupaten
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Nopember 2014
Lutfi Hersandi
NIM E14090077

ABSTRAK
LUTFI HERSANDI. Struktur dan Potensi Tegakan Hutan Tanaman Meranti
(Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HERRY
PURNOMO dan LUTFY ABDULAH.
Bentuk struktur dan potensi tegakan meranti (Shorea spp.) di Kawasan
Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Haurbentes sangat menarik untuk
dipelajari. KHDTK Haurbentes merupakan kawasan hutan tanaman yang telah
dibangun sejak tahun 1940-1986. Komposisi jenis dan tutupan vegetasi mendekati
kondisi hutan alam. Indeks Nilai Penting (INP) dapat digunakan untuk mempelajari
struktur tegakan. Melalui INP dapat diketahui komposisi suatu jenis pada berbagai
level pertumbuhan di plot-plot pengamatan. Selain itu, potensi tegakan perlu diduga
melalui pengujian model penduga volume yang sudah dibangun sebelumnya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode garis berplot. Pada plot
pengamatan, struktur tegakan di KHDTK Haurbentes membentuk kurva “J”
terbalik. Jenis yang memiliki INP tertinggi pada tingkat semai, pancang, tiang dan

pohon berturut-turut adalah Shorea pinanga (47.1%), Shorea pinanga (80.1%),
Shorea mecisopteryx (90.9%), dan Shorea selenica (87.3%). Potensi tegakan
meranti di KHDTK Haurbentes sebesar 434.66-551.94 m3/ha. Model penduga
volume meranti di KHDTK Haurbentes adalah V = 0.000234423 Dbh2.37 .
Kata kunci: INP, meranti, persamaan volume, potensi, struktur

ABSTRACT
LUTFI HERSANDI. Structure and Potency of Meranti (Shorea spp.) Plantation
Forest in FASP (Forest Area with a Specific Purpose) Haurbentes, Bogor County.
Supervised by HERRY PURNOMO dan LUTFY ABDULAH.
Structure and potency of forest stand meranti (Shorea spp.) in Forest Area
with a Specific Purpose (FASP) Haurbentes is very interesting to be studied. FASP
Haurbentes is a plantation forest area that built in 1940-1986. Variety compositions
and vegetation covers of FASP Haurbentes are similar to the natural forest condition.
Important Value Index (IVI) are used to measure the forest stand structure. IVI can
be used to determine the compositions of vegetation type in various stage of growth
level on the observation plots. Furthermore, forest stand potency needs to be
estimated through volume estimation testing models that is already made. Research
method use a line plots method. In the observation plots, forest stands structure in
FASP Haurbentes forms an inverted J curve. Varieties that have the highest IVI in

seedlings, saplings, poles and trees stage respectively are Shorea pinanga (47.1%),
Shorea pinanga (80.1%), Shorea mecisopteryx (90.9%), and Shorea selenica
(87.3%). Meranti Stands potency in FASP Haurbentes is in the amount of 434.66551.94 m3/ha. Meranti volume estimation model in FASP Haurbentes is
V = 0.000234423 Dbh2.37 .
Keywords: IVI, meranti, potential, structure, volume equation

STRUKTUR DAN POTENSI TEGAKAN HUTAN TANAMAN
MERANTI (Shorea spp.) DI KHDTK HAURBENTES
KABUPATEN BOGOR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Struktur dan Potensi Tegakan Hutan Tanaman Meranti (Shorea spp.)
di KHDTK Haurbentes Kabupaten Bogor
Nama
: Lutfi Hersandi
NIM
: E14090077

Disetujui oleh

Prof.Dr.Ir.Herry Purnomo, M.Comp
Pembimbing I

Lutfy Abdulah, S.Hut, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir.Ahmad Budiaman, M.Sc F.Trop

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah struktur
dan potensi tegakan hutan tanaman meranti (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes
Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Herry Purnomo,
M.Comp dan Bapak Lutfy Abdullah S.Hut, M.Si selaku pembimbing yang telah
memberikan banyak pembelajaran dan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak kepala Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan, Kementerian
Kehutanan dan pihak pengelola KHDTK Haurbentes yang telah menyediakan
tempat dan membantu dalam pengambilan data. Ucapan terima kasih disampaikan
kepada rekan-rekan Manajemen Hutan 46 atas dukungan, bantuan, dan motivasi.
Skripsi ini dipersembahkan kepada ayah, ibu, kakak, dan seluruh keluarga besar
yang telah memberikan doa, inspirasi, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Nopember 2014
Lutfi Hersandi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu


2

Alat dan Bahan

2

Batasan Penelitian

2

Pengumpulan Data

2

Pengolahan Data

4

Analisis Data


6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8
8

Struktur Tegakan

10

Potensi Tegakan

22

Uji Beda Model Penduga Volume

23


SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jenis-jenis tanaman di KHDTK Haurbentes
Nilai K dan KR pada setiap jenis dan tingkat pertumbuhan di KHDTK
Haurbentes
Perbandingan kerapatan di KHDTK Haurbentes, LOA, dan Hutan
Primer
Nilai F dan FR pada tiap jenis dan tingkat pertumbuhan di KHDTK
Haurbentes
Perbandingan frekuensi di KHDTK Haurbentes, LOA, dan Hutan
Primer
Nilai D dan DR beberapa jenis pada plot pengamatan di KHDTK
Haurbentes
Nilai INP jenis Shorea spp. tiap tingkat pertumbuhan di KHDTK
Haurbentes
Distribusi jenis kelompok Shorea spp. berdasarkan tingkat
pertumbuhan di KHDTK Haurbentes
Perhitungan potensi tegakan (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes
Hasil uji z potensi tegakan
Perbandingan nilai parameter pemilihan model terbaik

9
11
13
14
15
16
17
19
22
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Penampang peletakkan jalur pengamatan
Bentuk plot pengamatan vegetasi
Uji 2 pihak
Areal KHDTK Haurbentes
Sebaran jenis menurut petak dan tahun tanam
Perbandingan kerapatan di KHDTK Haurbentes, LOA, dan Hutan
Primer
Perbandingan nilai frekuensi KHDTK Haurbentes terhadap LOA dan
hutan alam primer
INP setiap jenis meranti di plot pengamatan
Struktur tegakan di dalam plot pengamatan
Struktur tegakan pada hutan primer (VF) dan bekas tebangan (LOA)
(Hilwan 2012)
Struktur tegakan pada hutan primer dan bekas tebangan RKL (Utami
2007)

3
4
7
8
10
13
16
19
20
21
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai INP jenis Shorea spp. setiap tingkat pertumbuhan di Hutan Penelitian
Haurbentes
27
2 Potensi Tegakan Meranti (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya hutan di Indonesia khususnya hasil hutan kayu mengalami
penurunan baik secara kuantitas (deforestation) maupun kualitas (forest
degradation), seiring dengan perubahan tata ruang dan wilayah serta laju
permintaan kayu dan biaya pembangunan hutan yang tinggi. Hal ini menyebabkan
potensi hutan alam Indonesia mengalami penurunan. Pada Tahun 2003 riap ratarata tahunan hutan alam Indonesia mencapai 1.1-1.4 m3/ha/th. Sementara pada
tahun 2007 sebesar 0.46 m3/ha/th, dan pada tahun 2009 sebesar 0.25 m3/ha/th
(Wahyudi 2011). Salah satu upaya untuk meningkatkan riap hutan alam adalah
melalui pembangunan hutan tanaman yang sesuai dengan lokasi, jenis dan
peruntukkannya. Hasil penelitian Lahjie (2013), menunjukkan bahwa jenis Shorea
johorensis di hutan tanaman PT BFI Kalimantan Timur dengan model Restorasi
Sistem Silvikultur Indonesia (RSSI) panen kayu pertama pada umur 30 tahun
dengan total volume 212.26 m3/ha untuk jarak tanam 10 x 3 m.
Upaya lain yang telah ditempuh Pemerintah adalah melalui pengelolaan
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK). KHDTK Haurbentes
merupakan kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan penelitian dan
pengembangan peningkatan produktivitas hutan yang dikelola oleh Puslitbang
Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut) di Bogor. KHDTK Haurbentes
dibangun pada tahun 1940 di areal kawasan hutan milik Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat dengan status hak pakai dengan luas 100 ha. Penanaman pohon sejak
tahun 1940 sampai tahun 2003 sebanyak 73 jenis terdiri dari 51 jenis pohon dan 22
jenis rotan. Jenis-jenis pohon suku Dipterocarpaceae mendominasi KHDTK, yaitu
sebanyak 33 jenis, dimana 21 jenis diantaranya termasuk marga Shorea spp. Saat
ini Badan Litbang Kehutanan memiliki 33 KHDTK yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kehutanan. KHDTK tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
dengan luas total sekitar 37.000 ha, yang mencakup berbagai tipe hutan dan kondisi
sosial budaya (Kemenhut 2011).
KHDTK Haurbentes memiliki potensi yang besar dan dapat dijadikan
model pembangunan hutan tanaman meranti atau perbaikan areal hutan bekas
tebangan di Indonesia. KHDTK Haurbentes memiliki komposisi jenis meranti yang
beragam (21 jenis), menyerupai komposisi hutan alam. Berbagai penelitian terkait
aspek sosial dan ekologi sudah banyak dilakukan antara lain, model pendugaan
struktur dan potensi tegakan sudah dihasilkan. Namun masih berdasarkan jenis per
jenis dan belum menggambarkan efektivitas penggunaan model tersebut. Penelitian
mengenai struktur dan potensi tegakan meranti (Shorea spp.) di KHDTK
Haurbentes ini penting dilakukan sehingga membuat satu model pendugaan potensi
tegakan untuk semua jenis meranti.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur tegakan melalui Indeks
Nilai Penting dan menduga penduga potensi tegakan melalui uji model penduga
meranti (Shorea spp.) yang telah dibangun sebelumnya di Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) Haurbentes.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai
struktur dan potensi tegakan hutan tanaman meranti (Shorea spp.) sebagai acuan
model pembangunan hutan tanaman meranti (Shorea spp.) yang dapat mendukung
pemulihan potensi atau perbaikan areal hutan produksi bekas tebangan.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 di Kawasan Hutan dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) Haurbentes, Kabupaten Bogor.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah pita ukur, Phi band, alat tulis,
kalkulator, GPS, kompas, tali plastik, tally sheet, laptop dan software Microsoft
Word 2013, dan Microsoft Excel 2013. Bahan yang digunakan dalam penelitian
meliputi hutan tanaman meranti (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes.

Batasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada jenis meranti dari tingkat semai, pancang,
tiang dan pohon sesuai dengan ukuran plot yang sudah ditentukan. Parameter yang
diukur adalah jumlah individu setiap jenis pada tingkat semai, pancang, tiang dan
pohon serta diameter pada tingkat tiang dan pohon.

Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah berupa data primer dan
data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data
mengenai keadaan umum lokasi penelitian di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peningkatan Produktivitas Hutan di Bogor. Data primer adalah data yang
didapatkan dari pengukuran langsung di lapangan. Data primer terdiri dari diameter
pohon dan jumlah individu setiap jenis.

3
Penentuan jalur pengamatan
Pengukuran dilakukan dalam plot berbentuk jalur. Penentuan unit contoh
pertama (jalur pertama) dilakukan secara acak yang kemudian dilanjutkan dengan
penentuan jalur secara berurutan (systematic sampling with random start). Asumsi
pemilihan metode ini adalah umur tegakan yang sudah tua sehingga permudaan
alam menyebar merata di semua plot pengamatan sehingga metode survey potensi
dan struktur tegakan menggunakan metode survey di hutan alam.
Penentuan sampling di lapangan dibagi atas 2 tahapan (Simon 2007), yakni:
1. Penentuan jumlah jalur, dengan rumus:
Panjang baseline
Lebar jalur
8 m
Jalur =
m

Jalur =

= 64 Jalur

2. Penentuan jalur pengamatan
Jumlah jalur contoh ditetapkan sesuai intensitas sampling (IS). Adapun
intensitas sampling pada penelitian ini adalah 5%, sehingga jumlah jalur contoh
pada penelitian ini adalah:
Jalur contoh = Jalur x IS
= 3 Jalur
Jalur pertama dipilih secara acak. Jalur selanjutnya ditempatkan secara
sistematik dengan interval (k) sebagai berikut:
k=

Panjang baseline
Jalur contoh
=

8 m

= 426 m

k

Jalur 1

k

Baseline
Gambar 1 Penampang peletakkan jalur pengamatan

4
Pembuatan plot pengamatan
Plot pengamatan dibuat dengan menggunakan metode gabungan antara
metode jalur dengan metode garis berplot dengan panjang jalur 100 m dan lebar
jalur 20 m pada masing-masing titik pengamatan (Indriyanto 2008). Pengambilan
plot contoh dari jalur tersebut dibagi-bagi ke dalam plot-plot pengamatan yang lebih
kecil (nested sampling) dengan ukuran sebagai berikut:
a. 2 m x 2 m (4 m2 atau 0.0004 ha) untuk pengamatan tingkat semai.
b. 5 m x 5 m (25 m2 atau 0.0025 ha) untuk pengamatan tingkat pancang.
c. 10 m x 10 m (100 m2 atau 0.0100 ha) untuk pengamatan tingkat tiang.
d. 20 m x 20 m (400 m2 atau 0.0400 ha) untuk pengamatan tingkat pohon.

Keterangan :
a=2mx2m
b=5mx5m
c = 10 x 10 m
d = 20 x 20 m

Gambar 2 Bentuk plot pengamatan vegetasi
Untuk menentukan tingkat permudaan, digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Semai (seedling), yaitu permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1.50 m.
b. Pancang (sapling), yaitu permudaan yang tingginya ≥ 1.50 m sampai pohon
muda yang berdiameter ≤ 10 cm.
c. Tiang (pole), yaitu pohon muda yang berdiameter 10-20 cm.
d. Pohon dewasa (tree), yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 20 cm.

Pengolahan Data
Pengolahan data yaitu menganalisis vegetasi semai, pancang, tiang dan
pohon. Parameter kualitatif yang digunakan untuk melakukan analisis vegetasi
menurut (Indriyanto 2008) adalah kerapatan, frekuensi, dominansi/luas penutupan,
dan Indeks Nilai Penting (INP).
Perhitungan Kerapatan
Kerapatan atau densitas adalah jumlah individu per unit luas atau per unit
volume. Dengan kata lain, densitas merupakan jumlah individu organisme per
satuan ruang.

5
ℎ�


=

� �



Dengan demikian kerapatan spesies ke-I dapat dihitung sebagai K-i dan
kerapatan relatif setiap spesies ke-i terhadap kerapatan total dapat dihitung sebagai
KR-i.
ℎ�

−� =

� �



�−� =






−�





� = ∑ ��



−�
%

�=

Perhitungan Frekuensi
Frekuensi digunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang
berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel. Frekuensi spesies
tumbuhan adalah jumlah plot contoh tempat ditemukannya suatu spesies dari
sejumlah plot contoh yang dibuat. Dengan demikian frekuensi dapat
menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari. Untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan, frekuensi spesies (F), frekuensi spesies
ke-I (F-i) dan frekuensi relatif spesies ke-I (FR-i) dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
�=
�−� =







�� − � =





ℎ �
ℎ �

















�� = ∑ ���





−�

�=







−�

%

Perhitungan Dominansi/Luas Penutupan
Dominansi adalah proporsi antara luas bidang dasar yang ditempati oleh
spesies tumbuhan dengan luas total habitat, khusus tingkat tiang dan pohon. Untuk
kepentingan analisis komunitas tumbuhan, luas bidang dasar spesies (D), luas
bidang dasar spesies ke-I (D-i) dan luas bidang dasar relatif spesies ke-i (DR-i) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
�=









6
�−� =
�� − � =


� �
� �
















�� = ∑ ���



−�



−�
%

�=

Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting (Importance Value Index) adalah parameter kuantitatif
yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan)
spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. INP sebagai penjumlahan dari
kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif. Dengan demikian Indeks
Nilai Penting (INP) dan indeks nilai penting untuk spesies ke-i (INP-i) dapat
dituliskan dengan rumus sebagai berikut:
INP = KR+FR (untuk tingkat semai dan pancang)
INP = KR+FR+DR (untuk tingkat tiang dan pohon)
INP-i = Kr-i+FR-i+DR-i
Pendugaan Volume Meranti (Shorea spp.)
Volume pohon dapat diduga menggunakan persamaan dan tabel volume
yang telah tersedia. Dimensi pohon (diameter setinggi dada, Dbh) dari masingmasing pohon contoh digunakan untuk menduga volume pohon melalui persamaan
1 (Ulfah 2012) dan persamaan 2 (Andhika 2012) sebagai berikut:
V = 0.0002 Dbh2.47

(1)
2.37

V = 0.000234423 Dbh

(2)

Keterangan:
V = volume pohon (m3)
Dbh = diameter setinggi dada (cm)
1 = untuk jenis Shorea mecisopteryx Ridl
2 = untuk jenis Shorea stenoptera Burck

Analisis Data
Uji beda nyata dua persamaan penduga volume dilakukan uji-z yakni
dengan membandingkan nilai zhitung dan ztabel. Dalam pengujian hipotesis dengan z
ada beberapa langkah yang perlu ditempuh (Riduwan 2011). Langkah-langkah
pengujian adalah sebagai berikut:

7
Hipotesis (H0 dan H1)
H0: Tidak terdapat perbedaan antara persamaan penduga volume pohon
meranti (V1) dengan persamaan penduga volume pohon meranti (V2)
Atau dapat ditulis sebagai berikut:
H0: Potensi tegakan (V1) = Potensi tegakan (V2)
H1: Terdapat perbedaan antara persamaan penduga volume pohon meranti
(V1) dengan persamaan penduga volume pohon meranti (V2)
Atau dapat ditulis sebagai berikut:
H1: Potensi tegakan (V1) ≠ Potensi tegakan (V2)
Kriteria Uji
-Ztabel ≤ Zhitung < +Ztabel, terima H0, tolak H1
Uji yang dilakukan adalah uji dua pihak dengan gambar wilayah penerimaan
dan penolakan Ho seperti disajikan pada Gambar 3.

Wilayah
Penolakan H0

Wilayah
Penolakan H0

Wilayah
Penerimaan H0
α/2

α/2

µ =0

Gambar 3 Uji 2 pihak
Bentuk umum uji-Z adalah:
=
Keterangan:
z


n

: uji: variance 1
: variance
: jumlah pengamatan 1

̅ − ̅








+�
n : jumlah pengamatan 2
̅ : rata-rata berdasarkan persamaan 1
̅ : rata-rata berdasarkan persamaan 2

Kriteria Penerimaan Hasil Uji
Taraf nyata α/2 = 0.05/2 =0.025, maka daerah penerimaan H0 diantara -1.96
dan +1.96.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokasi KHDTK (Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus) Haurbentes
terletak pada 6º32’-6º33’ LS dan 106º26’ BT. Secara administrasi pemerintah
KHDTK Haurbentes termasuk dalam kampung Haurbentes, Desa Jugalajaya,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, sedangkan menurut administrasi kehutanan
termasuk ke dalam wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jasinga, Bagian
Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jasinga, Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) Bogor.
KHDTK Haurbentes ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 288/Kpts-II/2003
tanggal 26 Agustus 2003. Luas keseluruhan KHDTK Haurbentes adalah 100 ha,
mulai dibangun pada tahun 1940 oleh ahli kehutanan dari Badan Litbang Kehutanan
di areal kawasan hutan milik Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. KHDTK
Haurbentes memiliki jarak ±60 Km dari Bogor dan dapat ditempuh menggunakan
kendaraan roda empat dengan waktu 3-4 jam. Letak dan luas lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Areal KHDTK Haurbentes
Data keadaan iklim dari Stasiun Klimatologi KHDTK Haurbentes
menunjukan rata-rata suhu tertinggi pada bulan September yaitu sebesar 28ºC dan
terendah pada bulan Februari sebesar 23ºC. Curah hujan tertinggi sebesar 475 mm
pada bulan April dan terendah sebesar 199 mm pada bulan Agustus sedangkan ratarata curah hujan tahunan sebesar 3348 mm. Menurut klasifikasi Schmidt dan

9
Ferguson, tipe curah hujan di wilayah KHDTK Haurbentes ini termasuk tipe A tidak
memiliki bulan kering. Secara makro keadaan topografi berbukit-bukit dengan
lereng agak curam sampai curam dengan kemiringan lereng rata-rata >16% dengan
ketinggian ± 250 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah di KHDTK Haurbentes
terdiri dari tiga jenis tanah yaitu podsolik merah kuning, regosol dan brown forest
soil.
Sejak tahun 1940 sampai dengan tahun 1998 di KHDTK Haurbentes telah
ditanam sebanyak 66 jenis tumbuh-tumbuhan, terdiri dari 22 jenis rotan dan 44 jenis
pohon. Dari 44 pohon yang ditanam sebanyak 33 jenis adalah jenis-jenis
Dipterocarpus, Dryobalanops, Shorea, Hopea dan Vatica, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis-jenis tanaman di KHDTK Haurbentes
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
1
2

Nama jenis
Jenis Dipterocarpaceae
Anipsotera costata Korth
Dipterocarpus grandiflorus Blanco
Dipterocarpus tehempes V.SL
Dryobalanops lanceolata Burck
Dryobalanops rappa Becc
Shorea acuminatissima Sym
Shorea compressa Burck
Shorea chrysophylla Ridl
Shorea guiso Bl
Shorea javanica K.et.V
Shorea laevifolia Endert
Shorea laevis Ridl
Shorea leptoclados Sym
Shorea leprosula Miq
Shorea martiniana Scheff
Shorea mecistopteryx Ridl
Shorea Ovalis Bl
Shorea palembanica Miq
Shorea peltata Brewne non Sym
Shorea pinanga Scheff
Shorea platicados V.Sl
Shorea selanica Bi
Shorea seminis V. Sl
Shorea stenoptera Burck
Shorea parvifolia Dyer
Shorea pauciflora King
Hopea bancana V. Sl
Hopea dryobalanoides Miq
Hopea mengarawan Miq
Hopea odorata Roxb
Hopea sangal Korth
Hopea sp.
Vatica sumatrana V. Sl
Non Dipterocarpaceae
Duabanga moluccana Bl
Durio ziberthinus Murr

Nama daerah
Marsawa Hijau
Keruing Hijau
Keruing
Dapur Tanduk
Kalansau
Meranti Pakit
Tengkawang Rombai
Marandungan
Giso
Damar Kucing
Meranti Benua
Benua Pering
Merkujung
Meranti Tembaga
Tengkawang Bani
Tengkawang
Pelekpek
Kelungkung Daun
Tengkawang Majau
Tengkawang Layar
Meranti Lemahan
Kayu Bapa
Terindak
Tengkawang Tungkul
Bancana
Renggang Wokoh
Merawan
Thinganu
Damar Kaca
Resak
Kalanggo
Durian

10
Tabel 1 Jenis-jenis tanaman di KHDTK Haurbentes (lanjutan)
No
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Nama jenis
Enterelobium cyclocarpum Griseb
Eucalyptus alba Reinw
Eucalyptus deglupta Bl
Gmelina arborea Roxb
Liquidombar styraciflua L
Maesopsis eminil Engl
Parinarium corymbosum Miq
Pericopsis mooniana Thw
Swietenia candollet Pitter

Nama daerah
Sengon Buto
Ampupu
Leda
Kayu Afrika
Merbatu
Kayu Kuku
Mahoni

Penanaman dilakukan hingga tahun 2003 bertambah sebanyak 73 jenis
terdiri dari 51 jenis pohon dan 22 jenis rotan. Pembangunan KHDTK Haurbentes
terutama jenis meranti dimulai sejak tahun 1940-1986. Berikut adalah waktu
penanaman pada plot-plot penanaman Gambar 5.

Tahun Tanam

Gambar 5 Sebaran jenis menurut petak dan tahun tanam di KHDTK Haurbentes
Plot pengamatan yang telah dibuat berada di petak 11, 12, 14, 17, 48, 49,
dan 100B.
Struktur Tegakan
Struktur tegakan dapat dibedakan menjadi struktur horizontal dan struktur
vertikal. Struktur tegakan hutan horizontal dapat dilihat dari hubungan antara
kerapatan dengan kelas diameter, sedangkan struktur tegakan vertikal ditunjukkan
melalui stratifikasi tajuk tegakan. Pendekatan struktur tegakan secara horizontal
dapat digunakan untuk menjelaskan struktur dan pertumbuhan tegakan serta
memungkinkan untuk menduga keadaan tegakan di masa yang akan datang Vanclay
(1994) dalam Muhdin et al. (2011). Smith (1962) dalam Abdurachman (2008)
menyatakan bahwa struktur suatu tegakan hutan sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon penyusunnya seperti faktor

11
biotik dan genetik yang dimiliki setiap jenis pohon dan faktor lingkungannya.
Jumlah batang pada setiap kelas diameter selalu berubah menurut waktu. Perubahan
tersebut disebabkan oleh adanya kecepatan petumbuhan diameter pohon dalam
kelas diameter dan variasi ruang tumbuh yang diperlukan dalam pertumbuhan
pohon.
Bentuk struktur tegakan dapat dipelajari dengan mengetahui kelimpahannya.
Kelimpahan jenis ditentukan berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan dan
dominasi setiap jenis. Jenis yang menyebar merata mempunyai nilai frekuensi yang
besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil
mempunyai daerah sebaran yang kurang luas. Kerapatan dalam suatu jenis
merupakan nilai yang menunjukkan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan
luas. Dominansi suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan penguasaan suatu
jenis terhadap komunitas (Abdullah dan Yulianti 2013).
Kerapatan
Kerapatan (K) adalah jumlah individu suatu spesies di dalam suatu unit areal
atau ruang. Nilai kerapatan ditentukan oleh perhitungan aktual terhadap jumlah
individu. Tingkat kerapatan suatu jenis dalam komoditas menentukan struktur
komunitas yang bersangkutan. Untuk menentukan nilai penting atau dominansi
suatu jenis terhadap jenis lain dalam tegakan, dibutuhkan juga nilai kerapatan relatif
(KR) yaitu % jumlah individu dari suatu jenis dari jumlah individu seluruh jenis
yang terdapat dalam komunitas. Nilai kerapatan dan kerapatan relatif beberapa jenis
pada plot pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai K dan KR pada setiap jenis dan tingkat pertumbuhan di KHDTK
Haurbentes
Strata Pertumbuhan dan Jenis
Semai
Shorea pinanga
Shorea leprosula
Shorea mecistopteryx
Shorea selanica
Shorea stenoptera Br.
Shorea palembanica
Shorea stenoptera Bm.
Shorea martiniana

K
(individu/ha)

KR
(%)

Total

11563
10000
11250
8500
1813
313
188
125
43750

26.43
22.86
25.71
19.43
4.14
0.71
0.43
0.29
100

Total

1610
730
340
410
100
40
3230

49.85
22.60
10.53
12.69
3.10
1.24
100

Pancang
Shorea pinanga
Shorea mecistopteryx
Shorea leprosula
Shorea selanica
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.

12
Tabel 2 Nilai K dan KR pada setiap jenis dan tingkat pertumbuhan di KHDTK
Haurbentes (lanjutan)
Strata Pertumbuhan dan Jenis
Tiang
Shorea mecistopteryx
Shorea selanica
Shorea pinanga
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea leprosula

K
(individu/ha)

KR
(%)

Total

60
45
33
18
20
13
188

32.00
24.00
17.33
9.33
10.67
6.67
100

Total

93
69
49
44
19
11
4
2
1
1
292

31.69
23.55
16.92
15.20
6.64
3.64
1.28
0.64
0.21
0.21
100

Pohon
Shorea selanica
Shorea mecistopteryx
Shorea pinanga
Shorea leprosula
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea seminis
Shorea guiso
Shorea palembanica
Shorea platiclados

Jenis yang memiliki kerapatan yang tinggi pada tingkat semai adalah Shorea
pinanga dengan kerapatan relatif sebesar 26.43%, Shorea mecistopteryx 25.71%,
dan Shorea leprosula sebesar 22.86%. Secara keseluruhan kerapatan pada tingkat
semai adalah 43 750 individu/ha. Jenis yang memiliki kerapatan yang tinggi pada
tingkat pancang adalah Shorea pinanga dengan kerapatan relatif sebesar 49.85%
dan Shorea mecistopteryx 22.60%. Kerapatan tingkat pancang secara keseluruhan
adalah 3230 individu/ha. Sementara itu untuk tingkat tiang, jenis dengan kerapatan
tinggi adalah Shorea mecistopteryx dengan kerapatan relatif sebesar 32%, Shorea
selanica dengan kerapatan relatif sebesar 24% dan Shorea pinanga sebesar 17.33%.
Kerapatan total pada tingkat tiang adalah sebesar 188 individu/ha. Pada tingkat
pohon, jenis yang memiliki kerapatan tinggi adalah Shorea selanica dengan nilai
kerapatan relatifnya sebesar 31.7% dan Shorea mecistopteryx sebesar 23.6%. Total
kerapatan pada tingkat pohon di KHDK Haurbentes adalah 292 pohon/ha.
Tabel 3 menunjukan perbandingan antara kerapatan di KHDK Haurbentes
dengan Logged Over Area (LOA), dan Hutan Primer. Kondisi kerapatan di KHDTK
Haurbentes lebih besar jika dibandingkan Logged Over Area (LOA), namun lebih
kecil dari hutan primer yang belum ditebang, kecuali pada tingkat tiang, dimana
kerapatan KHDTK Haurbentes pada tingkat pohon lebih tinggi dibandingkan pada
hutan primer. Kerapatan tingkat pohon di KHDTK Haurbentes sebesar 292
pohon/ha, hutan primer 162 pohon/ha, dan sangat kecil pada Logged Over Area

13
(LOA) yaitu 32 pohon/ha. Pada Logged Over Area (LOA), rendahnya kerapatan
dikarenakan oleh adanya dampak dari pembalakan seperti arah rebah yang salah
dan pembuatan jalan (PWH). Kerapatan KHDTK Haurbentes yang tinggi pada
tingkat pohon disebabkan KHDTK Haurbentes merupakan hutan tanaman dan tidak
ada kegiatan penebangan sejak ditanam pada tahun 1940, sehingga regenerasi alami
tidak terjadi seperti di hutan alam. Keberadaan pohon-pohon besar sejak awal
penanaman di tahun 1940 dan penanaman selanjutnya menyebabkan tegakan tiang
di KHDTK Haurbentes tertekan dan kalah bersaing dengan tingkat pohon.
Tabel 3 Perbandingan kerapatan di KHDTK Haurbentes, LOA, dan Hutan Primer
Tingkat
Pertumbuhan

KHDTK
Haurbentes

Semai

LOA
(Maluku)

Hutan Primer
(Kalimantan)

43 750

5 825

61 950

3 230

952

6 808

Tiang

188

136

510

Pohon

292

32

162

Pancang

Keterangan: Data LOA merupakan hasil penelitian Abdulah dan Yulianti (2013), data hutan primer
dari hasil penelitian Utami (2007)

. Perbandingan kerapatan KHDTK Haurbentes, LOA, dan hutan primer
terlihat pada Gambar 6.

Kerapatan (N/ha)

61950
60000
55000
50000
45000
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0

43750

6808
5825

3230
952

510
188
136

Semai

Pancang

162
292

Tiang

32

Pohon

Strata Pertumbuhan
Haurbentes

LOA (Maluku)

Hutan Primer (Kalimantan)

Gambar 6 Perbandingan kerapatan di KHDTK Haurbentes, LOA, dan Hutan Primer
Frekuensi
Penyebaran suatu jenis dalam suatu masyarakat tumbuhan atau tegakan
hutan dapat diketahui melalui nilai frekuensinya. Frekuensi (F) merupakan ukuran
uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis dalam komunitas. Frekuensi
yaitu perbandingan banyaknya petak yang terisi oleh suatu jenis terhadap jumlah
petak seluruhnya, yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Untuk menghitung
nilai penting atau dominansi diperlukan pula besaran frekuensi relatif (FR) yaitu
persen frekuensi suatu jenis terhadap jumlah frekuensi seluruh jenis. Nilai frekuensi
dan frekuensi relatif beberapa jenis di plot pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.

14
Tabel 4 Nilai F dan FR pada tiap jenis dan tingkat pertumbuhan di KHDTK
Haurbentes
Strata pertumbuhan dan jenis
Semai
Shorea pinanga
Shorea leprosula
Shorea mecistopteryx
Shorea selanica
Shorea stenoptera Br.
Shorea palembanica
Shorea stenoptera Bm.
Shorea martiniana

FR
(%)

F

Total

0.3
0.35
0.28
0.3
0.1
0.05
0.1
0.03
1.45

20.69
24.14
18.97
20.69
6.90
3.45
3.45
1.72
100

Total

0.33
0.20
0.25
0.23
0.05
0.03
1.08

30.23
18.60
23.26
20.93
4.65
2.33
100

Total

0.20
0.20
0.15
0.10
0.08
0.05
0.77

25.81
25.81
19.35
12.90
9.68
6.45
100

Total

0.48
0.35
0.28
0.20
0.15
0.10
0.08
0.03
0.03
0.03
1.70

27.94
20.59
16.18
11.76
8.82
5.88
4.41
1.47
1.47
1.47
100

Pancang
Shorea pinanga
Shorea mecistopteryx
Shorea leprosula
Shorea selanica
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Tiang
Shorea mecistopteryx
Shorea selanica
Shorea pinanga
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea leprosula
Pohon
Shorea selanica
Shorea mecistopteryx
Shorea pinang
Shorea leprosula
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea seminis
Shorea guiso
Shorea palembanica
Shorea platiclados

15
Jenis yang memiliki frekuensi yang tinggi pada tingkat semai adalah Shorea
leprosula dengan frekuensi relatif sebesar 24.14 %, Shorea pinanga sebesar 20.67%,
Shorea selanica 20.67 %. Secara keseluruhan frekuensi pada tingkat semai adalah
1.45. Pada tingkat pancang jenis yang memiliki frekuensi tinggi adalah Shorea
pinanga dengan frekuensi relatif sebesar 30.23% dan Shorea leprosula 23.26 %.
Frekuensi tingkat pancang secara keseluruhan adalah 1.08. Sementara itu untuk
tingkat tiang, jenis dengan frekuensi tinggi adalah Shorea mecistopteryx dengan
frekuensi relatif sebesar 25.81%, Shorea selanica dengan frekuensi relatif sebesar
25.81%. Frekuensi total pada tingkat tiang adalah sebesar 0.77. Pada tingkat pohon,
jenis yang memiliki frekuensi tinggi adalah Shorea selanica dengan nilai frekuensi
relatifnya sebesar 27.94% dan Shorea mecistopteryx sebesar 20.59%. Total
frekuensi pada tingkat pohon di KHDK Haurbentes adalah 1.70. Dalam hal ini
tingkat pohon dapat ditemukan pada setiap plot. Perbedaan jenis pada tingkat tiang
dan pohon dengan nilai frekuensi tertinggi disebabkan karena perbedaan
karakteristik dari individu setiap jenis dan persebaran yang tidak merata. Pada Tabel
5 disajikan perbandingan nilai frekuensi di KHDTK Haurbentes, Logged Over Area
(LOA), dan hutan primer.
Tabel 5 Perbandingan frekuensi di KHDTK Haurbentes, LOA, dan Hutan Primer
Tingkat
Pertumbuhan

KHDTK
Haurbentes

LOA
(Maluku)

Hutan Primer
(Kalimantan)

Semai

1.45

1.33

2.60

Pancang

1.08

1.27

4.66

Tiang

0.77

1.18

4.22

Pohon

1.70

1.49

4.50

Total

4.10

5.27

11.98

Keterangan: Data LOA merupakan hasil penelitian Abdulah dan Yulianti (2013), data hutan primer
dari hasil penelitian Utami (2007)

Tabel 5 terlihat bahwa nilai frekuensi di KHDTK Haurbentes lebih kecil
dari hutan alam primer pada semua tingkat pertumbuhan. Jika dibandingkan dengan
Logged Over Area (LOA), frekuensi di KHDTK Haurbentes pada tingkat semai dan
pohon lebih besar, dan sebaliknya pada tingkat pancang dan tiang lebih kecil. Hal
tersebut disebabkan KHDTK Haurbentes merupakan hutan tanaman campuran
dimana setiap petak ditanam dengan jenis-jenis tertentu, sehingga persebaran
jenisnya tidak merata, akibatnya ada jenis-jenis tertentu yang nilai frekuensinya
kecil. Sementara itu, nilai frekuensi di Logged Over Area (LOA) pada tingkat pohon
kecil disebabkan kegiatan penebangan yang terjadi pada jenis-jenis tertentu
(komersial). Perbandingan nilai frekuensi KHDTK Haurbentes terhadap Logged
Over Area (LOA) dan hutan alam primer tersaji pada Gambar 7.

Frekuensi

16
5
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

4.66

4.5

4.22

2.6
1.33

1.27

1.45

1.08

Semai

1.7 1.49

1.18
0.77

Pancang

Tiang

Pohon

Strata Pertumbuhan
Haurbentes

LOA (Maluku)

Hutan Primer (Kalimantan)

Gambar 7 Perbandingan nilai frekuensi KHDTK Haurbentes terhadap LOA dan
hutan alam primer
Dominansi dan INP
Dominansi (D) adalah proporsi antara luas bidang dasar yang ditempati oleh
spesies tumbuhan dengan luas total habitat, khusus untuk tingkat tiang dan pohon.
Dominansi relatif (DR) suatu jenis menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap
jenis yang lain dalam tegakan yang dinyatakan berdasarkan besaran luas bidang
dasar setinggi dada, untuk itu diameter menjadi parameter yang sangat penting.
Nilai dominansi dan dominansi relatif beberapa jenis meranti pada plot pengamatan
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai D dan DR beberapa jenis pada plot pengamatan di KHDTK
Haurbentes
Strata pertumbuhan dan jenis
Tiang
Shorea mecistopteryx
Shorea selanica
Shorea pinanga
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea leprosula
Total
Pohon
Shorea selanica
Shorea mecistopteryx
Shorea pinanga
Shorea leprosula
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea seminis

D
(m2/ha)

DR
(%)

1.22
0.92
0.56
0.33
0.39
0.26
3.68

33.09
25.04
15.28
8.89
10.73
6.96
100

9.53
6.17
5.72
4.41
6.89
0.84
0.32

27.70
17.93
16.62
12.82
20.03
2.45
0.92

17
Tabel 6 Nilai D dan DR beberapa jenis pada plot pengamatan di KHDTK
Haurbentes (lanjutan)
Strata pertumbuhan dan jenis
Shorea guiso
Shorea palembanica
Shorea platiclados
Total

D
(m2/ha)
0.34
0.13
0.06
34.42

DR
(%)
0.97
0.37
0.18
100

Jenis dengan dominansi tertinggi pada tingkat tiang adalah Shorea
mecistopteryx dengan dominansi relatif sebesar 33.09%. Secara keseluruhan
dominansi pada tingkat tiang adalah dan 3.68 m2/ha. Sedangkan pada tingkat pohon,
jenis dengan dominansi tertinggi adalah Shorea selanica dengan nilai dominansi
relatifnya sebesar 27.70%. Total dominansi pada tingkat pohon di KHDK
Haurbentes adalah 34.42 m2/ha, artinya luas penutupan di KHDTK Haurbentes di
dominasi oleh pohon.
Tingkat dominansi suatu jenis dari jenis lainnya dapat menggunakan
besaran-besaran seperti kerapatan, persen penutupan tajuk (tajuk atau luas bidang
dasar), volume, biomas atau produktivitas. Untuk menetapkan dominansi atau
tingkat penguasaan seluruh jenis dalam tegakan pada penelitian ini dengan
menggunakan Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan penjumlahan dari
kerapatan relatif, frekuensi relatif dan luas bidang dasar relatif untuk tingkat tiang
dan pohon sehingga nilai maksimal INP adalah 300%. Sedangkan untuk tingkat
semai dan pancang dengan menjumlahkan kerapatan relatif dan frekuensi relatif
sehingga nilai maksimal INP adalah 200% (Utami 2007).
Tabel 7 Nilai INP jenis Shorea spp. tiap tingkat pertumbuhan di KHDTK
Haurbentes
Strata pertumbuhan dan jenis
Semai
Shorea pinanga
Shorea leprosula
Shorea mecistopteryx
Shorea selanica
Shorea stenoptera Br.
Shorea palembanica
Shorea stenoptera Bm.
Shorea martiniana
Total
Pancang
Shorea pinanga
Shorea mecistopteryx
Shorea leprosula

INP
(%)
47.12
47.00
44.7
40.12
11.04
4.16
3.88
2.01
200
80.08
41.21
33.78

18
Tabel 7 Nilai INP jenis Shorea spp. tiap tingkat pertumbuhan di KHDTK
Haurbentes (lanjutan)

Total

INP
(%)
33.62
7.75
3.56
200

Total

90.90
74.85
51.97
31.13
31.08
20.07
300

Total

87.33
62.07
49.71
39.79
35.49
11.98
6.62
3.09
2.06
1.87
300

Strata pertumbuhan dan jenis
Shorea selanica
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Tiang
Shorea mecistopteryx
Shorea selanica
Shorea pinanga
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea leprosula
Pohon
Shorea selanica
Shorea mecistopteryx
Shorea pinang
Shorea leprosula
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea seminis
Shorea guiso
Shorea palembanica
Shorea platiclados

Pada tingkat semai, jenis yang dominan dengan nilai INP terbesar adalah
Shorea pinanga dan Shorea leprosula, masing-masing sebesar 47.17% dan 47%.
Sementara itu, pada tingkat pancang jenis yang dominan adalah Shorea pinanga
dengan INP sebesar 80.08%. Sementara itu pada tingkat tiang, jenis yang dominan
adalah Shorea mecistopteryx dengan nilai INP 90.9% dan pada tingkat pohon
adalah Shorea selanica yaitu dengan nilai INP sebesar 87.33%. Jenis dominan di
KHDTK Haurbentes yang berbeda-beda pada tingkat pertumbuhan disebabkan oleh
perbedaan karakteristik dari masing-masing jenis spesies tersebut. Karena INP
dipengaruhi oleh kerapatan, frekuensi, dan dominansi. Faktor perlakukan jenis pada
petak yang berbeda, kemampuan perbanyakan jenis, kemampuan jenis bersaing
dengan tumbuhan lainnya baik jenis sama maupun jenis berbeda ikut berpengaruh.
Semakin tinggi INP suatu jenis maka semakin tinggi penguasaannya di dalam suatu
komunitas tempat spesies tersebut tumbuh. INP pada setiap jenis meranti berbentuk
kurva gelombang yakni terjadi peningkatan dan penurunan setiap strata
pertumbuhan tergantung pada masing-masing jenis meranti. Pola ini menunjukkan

19
bahwa pertumbuhan meranti sangat didominasi oleh kebutuhan ruang tumbuh
untuk memperoleh cahaya matahari yang cukup. INP setiap jenis meranti pada plot
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 8.
100

INP (%)

80
60
40
20
0
semai

pancang

tiang

pohon

Strata Pertumbuhan
Shorea selanica
shorea leprosula
Shorea seminis
Shorea platiclados

shorea mecisopteryx
shorea stenoptera Br.
Shorea guiso
Shorea martiniana

shorea pinanga
Shorea stenoptera Bm.
Shorea palembanica

Gambar 8 INP setiap jenis meranti di plot pengamatan di KHDTK Haurbentes
Pada Tabel 8 jenis Shorea spp. di KHDTK Haurbentes yang dapat
ditemukan pada semua tingkat pertumbuhan yaitu Shorea selanica, Shorea
mecistopteryx, Shorea pinanga, Shorea leprosula dan Shorea stenoptera Br. Jenis
Shorea seminis, Shorea guiso dan Shorea platiclados merupakan jenis yang hanya
ditemukan pada tingkat pohon dan jumlahnya sangat sedikit. Jenis Shorea
martiniana juga ditemukan hanya pada tingkat semai. Hal ini disebabkan oleh
kebutuhan cahaya untuk pertumbuhan pada level muda tidak mencukupi sehingga
tertekan dan tidak tumbuh optimal pada level pertumbuhan berikutnya. Jumlah
yang sedikit sangat dipengaruhi oleh kesesuaian dengan tempat tumbuh.
Tabel 8 Distribusi jenis kelompok Shorea spp. berdasarkan tingkat pertumbuhan di
KHDTK Haurbentes
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jenis
Shorea selanica
Shorea mecistopteryx
Shorea pinanga
Shorea leprosula
Shorea stenoptera Br.
Shorea stenoptera Bm.
Shorea seminis
Shorea guiso
Shorea palembanica
Shorea platiclados
Shorea martiniana

Semai









Tingkat Pertumbuhan
Pancang
Tiang
Pohon






















20
Struktur tegakan di KHDTK Haurbentes menunjukan struktur tegakan
berbentuk kurva “J” terbalik. Kurva “J” terbalik merupakan struktur umum yang
dijumpai di hutan alam, dimana jumlah pohon yang terbanyak berada di kelas
diameter kecil. Struktur tersebut masuk kategori populasi prareproduktif, yaitu
populasi yang sebagian besar anggotanya adalah individu-individu berumur muda.
Populasi demikian merupakan populasi yang sedang berkembang pesat (Indriyanto
2008).
Gambar 9 menunjukan hubungan kelas diameter (x) terhadap jumlah
individu (y). Hubungan keduanya menghasilkan persamaan matematis y = 0.0373x2
- 4.9487x + 167.7 dengan nilai R2 sebesar 97.7% dan R2 (adj) sebesar 97.0%, artinya
97.0% variabel jumlah individu (y) mampu diduga dari variabel kelas diameter (x),
sisanya dari variabel lainnya.
80

70

Kerapatan (n/ha)

60
50
40
30
20
10
0
22.5

27.5

32.5

37.5

42.5

47.5

52.5

57.5

62.5

Diameter (cm)

Gambar 9 Struktur tegakan di dalam plot pengamatan di KHDTK Haurbentes
Bentuk kurva struktur tegakan di KHDTK Haurbentes pada penelitian ini
sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hilwan (2012) di hutan bekas
tebangan dan hutan primer di PT Salaki Summa Sejahtera Sumatera Barat, Utami
(2007) di hutan bekas tebangan dan hutan primer di PT. Sarmiento Parakantja
Timber Kalimantan Tengah, yaitu sama-sama berbentuk kurva huruf J-terbalik.
Hilwan (2012) melaporkan frekuensi (N/ha) individu pada hutan primer
untuk tingkat semai sebesar 20 625 individu/ha, pancang 3 980 individu/ha, tiang
215 individu/ha, dan pohon sebesar 200 individu/ha. Sementara itu frekuensi pada
hutan bekas tebangan (LOA) 5 tahun untuk tingkat semai adalah 26 000 individu/ha,
pancang 3 020 individu/ha, tiang 185 individu/ha, dan pohon sebesar 144
individu/ha.
Gambar 10 menunjukkan struktur tegakan hutan bekas tebangan (LOA) dan
hutan primer (VF) sama-sama berbentuk kurva huruf J-terbalik. Perbedaannya
hanya pada kerapatan di setiap kelas diameter atau strata pertumbuhan. Pada hutan
bekas tebangan, kerapatan pada kelas diameter yang kecil lebih tinggi jika
dibandingkan pada hutan primer, hal tersebut disebabkan terbukanya kanopi akibat
kegiatan penebangan sehingga mendukung jenis-jenis intoleran untuk tumbuh

21
dalam jumlah banyak, namun kemampuan pohon untuk tumbuh ke kelas diameter
yang lebih besar kurang karena tingginya persaingan di lokasi bekas tebangan.
Persaingan dapat terjadi antara individu dalam satu jenis maupun antar berbagai
jenis, sehingga tidak semua individu mendapatkan kesempatan untuk tumbuh
secara normal meskipun tidak mati.
800
700

Kerapatan (n/ha)

600
500

VF

400

LOA 2010

300

LOA 2009
LOA 2008

200

LOA 2011
100
0
5

15

25

35

45

55

65

75

85

Diameter (cm)

Gambar 10 Struktur tegakan pada hutan primer (VF) dan bekas tebangan (LOA)
(Hilwan 2012)
Utami (2007) melakukan penelitian terkait struktur tegakan hutan bekas
tebangan dan hutan alam di IUPHHK PT Sarmiento Prakantja Timber, Kalimantan
Tengah. Penelitian tersebut membandingkan struktur tegakan hutan primer (VF)
dengan hutan bekas tebangan pada RKL 1 sampai RKL 7 di IUPHHK PT Sarmiento
Prakantja Timber.
140

Kerapatan (n/ha)

120
100
80
Poly. (VF)
60

Poly. (RKL 2)

40

Poly. (RKL 7)

20
0
12.5 17.5 22.5 27.5 32.5 37.5 42.5 47.5 52.5 57.5 62.5 67.5

Diameter (cm)

Gambar 11 Struktur tegakan pada hutan primer dan bekas tebangan RKL (Utami
2007)

22
Gambar 11 menunjukan struktur tegakan pada RKL 2 merupakan struktur
tegakan yang paling mendekati struktur tegakan hutan primer, sementara RKL 7
memiliki struktur tegakan yang paling jauh dengan struktur tegakan hutan primer.
Hal tersebut terkait pemulihan hutan. Pemulihan hutan adalah keadaan dimana
kondisi tegakan hutan setelah pemanenan mendekati kondisi hutan sebelum
pemanenan (hutan primer). Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai faktor antara
lain struktur tegakan, komposisi jenis, penutupan vegetasi, jumlah jenis, kepadatan
tanah, dan bahan organik tanah. Lamanya waktu pemulihan setelah gangguan
terhadap hutan tropika bervariasi dikarenakan kompleknya spasial dan temporal
perubahan penutupan lahan Garcia-Romero et al. (2005) dalam Setiawan (2013).
Keragaman kondisi hutan alam bekas tebangan menyebabkan pertumbuhan tegakan
menjadi beragam pula. Ada hutan yang dapat tumbuh dengan relatif cepat atau
sebaliknya. Kecepatan pertumbuhan tersebut mencerminkan kemampuan upaya
pemulihan hutan alam bekas tebangan dalam mencapai atau mendekati keadaan
semua sebelum ditebang. Waktu pemulihan juga tergantung tingkat kerusakan yang
dipengaruhi teknik pemanenan yang diterapkan.
Struktur tegakan berbentuk kurva j-terbalik tidak terlepas dari berbagai
spesies tumbuhan penyusunnya. Pada hutan alam primer maupun bekas tebangan
jenis yang yang paling dominan adalah jenis klimaks. Jenis klimaks memiliki
karakteristik seperti perkecambahan biji terjadi di bawah tajuk yang kemudian
berkembang menjadi semai dalam jumlah melimpah (seedling bank) dan mampu
hidup di bawah naungan (shade tolerant). Akibat dari kondisi ini terjadi regenerasi
in-situ (di bawah naungan tajuk) sehingga dari strata anakan hingga dewasa
terkumpul di suatu tempat. Adanya persaingan tempat tumbuh menyebabkan
frekuensi pohon yang berdiameter besar menjadi berkurang. Hal inilah yang
menciptakan struktur tegakan berbentuk j-terbalik (Hilwan 2012).

Potensi Tegakan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Haurbentes dengan
menggunakan persamaan pendugaan volume Ulfah (2012) dan Andhika (2012)
didapatkan total keseluruhan potensi tegakan Shorea Spp. di KHDTK Haurbentes
masing-masing sebesar 551.94 m3/ha dan 461.85 m3/ha. Pada Tabel 9 disajikan
potensi tegakan menggunakan persamaan Ulfah (2012) untuk kelas diameter 40 cmup, 50 cm-up, dan 60 cm-up berturut-turut sebesar 104.39 m3/ha, 50.36 m3/ha, dan
42.33 m3/ha. Sementara perhitungan potensi tegakan menggunakan persamaan
Andhika (2012) untuk kelas diameter 40 cm-up, 50 cm-up, dan 60 cm-up berturutturut sebesar 83.69 m3/ha, 39.59 m3/ha, dan 32.75 m3/ha.
Tabel 9 Perhitungan potensi tegakan (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes
Kelas
Diameter
20-25
25-30
30-35
35-40

n/ha

m3
79
53
44
39

Ulfah 2012
m3/ha

59.07
61.23
78.56
97.06

36.92
38.27
49.10
60.66

Andhika 2012
m3
m3/ha
50.57
51.51
63.46
79.17

31.60
32.19
39.66
49.48

23
Tabel 9 Perhitungan potensi tegakan (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes
(lanjutan)
Kelas
Diameter
40-45
45-50
50-55
55-60
60-65
65-70
70-75
75-80
80-85
85-90
90-95
95-100
>100
Total

n/ha

m3
28
16
9
4
6
1
2
2
1
1
2
1
3
292

Ulfah 2012
m3/ha

96.32
70.70
55.55
25.03
53.90
13.82
25.54
27.12
22.65
25.06
44.36
16.28
110.9
883.11

60.20
44.19
34.72
15.64
33.69
8.64
15.96
16.95
14.16
15.67
27.72
10.18
69.3
551.94

Andhika 2012
m3
m3/ha
77.53
56.37
43.73
19.61
41.80
10.61
19.44
20.59
17.05
18.78
33.02
12.07
80.14
738.96

48.46
35.23
27.33
12.26
26.12
6.63
12.15
12.87
10.65
11.74
20.64
7.55
50.1
434.66

Uji Beda Model Penduga Volume
Pada Tabel 10 dapat dilihat karena tingkat nyata yang diambil α/2 = 0.05/2
= 0.025, maka wilayah penerimaan H1 (ztabel) diantara -1.96 dan +1.96. Nilai zhitung
yang didapatkan berada pada wilayah penolakan H0, maka H1 diterima atau H0
ditolak. Artinya, bahwa ada perbedaan yang nyata antara penggunaan persamaan
Ulfah (2012) dan Andhika (2012) dalam menduga potensi tegakan (Shorea spp.) di
KHDTK Haurbentes.
Tabel 10 Hasil uji z potensi tegakan
No

Parameter Pengujian

Nilai

1

Z hitung

2.02

2

Z tabel(0.025)

1.96

Hasil uji Z menunjukan adanya perbedaan yang nyata antara penggunaan
kedua persamaan, sehingga harus dipilih persamaan mana yang terbaik untuk
menduga potensi tegakan. Tabel 11 menyajikan nilai parameter pemilihan
persamaan/model terbaik.

24
Tabel 11 Perbandingan nilai parameter pemilihan model terbaik

No

Model

Simpangan
baku (S)

Standart
Error (SE)

KV
(Koefisien
Varians)

R2 (%)
(Koefisien
Determinasi)

1

Ulfah (2012)

3.44

0.16

1.82

98.6

2

Andhika (2012)

2.49

0.12

1.68

99.1

Pemilihan model terbaik yang dapat digunakan untuk menduga potensi
tegakan (Shorea spp.) di KHDTK Haurbentes dapat juga dilakukan dengan
membandingkan nilai parameter S, SE, KV dan R2 seperti pada Tabel 11. Dari
kedua model diatas yang memenuhi kriteria sebagai model terbaik adalah model
Andhika (2012) karena model Andhika menghasilkan nilai S, SE, dan KV yang
lebih kecil dan R2 yang lebih besar jika dibandingkan model Ulfah (2012). Hasan
(2003) menyatakan bahwa ciri-ciri penduga parameter yang baik adalah suatu
penduga dikatakan efisien bagi parameternya apabila penduga tersebut memiliki
ragam yang kecil dan nilai standart error yang semakin kecil menunjukkan bahwa
nilai dugaan dari model tersebut semakin teliti. Apabila terdapat lebih dari satu
penduga, penduga yang efisien adalah yang memiliki ragam terkecil. Nilai KV yang
semakin kecil maka data semakin seragam (homogen) artinya sebaran rata-rata
potensi tegakan lebih mendekati nilai tengahnya. Koefisien determinasi (R2)
dihitung untuk mengetahui sejauh mana variasi peubah bebas (diameter) dapat
menjelaskan variasi tidak bebasnya (volume) dalam sebuah model regresi. Dari
tabel di atas koefisien determinasi pada kedua model lebih dari 50% yang
merupakan batas minimal yang digunakan dalam penyusunan tabel volume yang
dianggap cukup memadai, dan nilai tertinggi yaitu pada model Andhika (2012)
dengan nilai 99.1%.

SIMPUL