Analisis Bangkitan Debu Jatuh Udara Ambien dari Lima Jenis Tanah Utama di Pulau Jawa

ANALISIS BANGKITAN DEBU JATUH UDARA AMBIEN
DARI LIMA JENIS TANAH UTAMA DI PULAU JAWA

LIA AMALIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Bangkitan Debu
Jatuh Udara Ambien dari Lima Jenis Tanah Utama di Pulau Jawa adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Lia Amaliah
NIM F451130126

RINGKASAN
LIA AMALIAH. Analisis Bangkitan Debu Jatuh Udara Ambien dari Lima Jenis
Tanah Utama di Pulau Jawa. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO dan
BUDI MULYANTO.
Debu jatuh merupakan salah satu parameter kualitas udara dan dapat
menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Tujuan penelitian ini antara
lain: (1) Menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin,
kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan pada lima jenis tanah utama di Pulau
Jawa; (2) Mendeskripsikan pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah, dan
persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh; dan (3) Menyusun
gambaran mengenai dampak negatif bangkitan debu jatuh berdasarkan distribusi
ukuran partikel dari setiap jenis tanah.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013-Maret 2014. Pengukuran di
lapangan dilakukan pada lahan terbuka dengan jenis tanah Inceptisol di Kota
Bogor, Ultisol di Kab. Bogor, Andisol di Kab. Kuningan, Entisol di Kab.
Karawang, dan Vertisol di Kab. Madiun. Pengukuran di laboratorium dilakukan di

Lab. Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.Alat dan
bahan yang digunakan selama pengukuran meliputi: dustfall canister [AS-2011-1],
kipas angin [Hercules; Ø 60 cm; 220 V; 170 W], digital anemometer [Lutron AM4201], digital moisture tester [OGA TA-5],terowongan [panjang 7.6 m; lebar 0.76
m; tinggi 2.4 m], neraca analitik [OHAUS Aventuror Pro], cawan petri [Ø=80
mm], filter paper 10μ [Whatmann #41], dan universal oven [UNB 400] .
Hasil analisis menunjukkan bahwa bangkitan debu jatuh berkorelasi positif
dengan kecepatan angin serta berkorelasi negatif dengan kadar air tanah dan
persentase tutupan lahan. Pengaruh kecepatan angin terhadap bangkitan debu
jatuh dari tanah Inceptisol pada pengukuran di lapangan dan di laboratorium
masing-masing sebesar 19.6% dan 51.0%, tanah Ultisol 36.6% dan 88.6%, tanah
Andisol 23.2% dan 84.3%, tanah Entisol 68.3% dan 61.7%, serta tanah Vertisol
63.5% dan 68.9%. Pengaruh kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh dari
tanah Inceptisol pada pengukuran di lapangan dan di laboratorium masing-masing
sebesar 27.4% dan 44.1%, tanah Ultisol 37.5% dan 84.1%, tanah Andisol 29.4%
dan 59.4%, tanah Entisol 42.8% dan 42.1%, serta tanah Vertisol 74.8% dan 49.7%.
Pengaruh persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah
Inceptisol adalah 95.0%, tanah Ultisol 82.9%, tanah Andisol 84.5%, tanah Entisol
87.6%, dan tanah Vertisol 80.4%.
Berdasarkan distribusi ukuran partikelnya, dampak negatif debu jatuh tanah
Vertisol terhadap kesehatan manusia diduga paling tinggi dibandingkan jenis

tanah lainnya karena debu jatuh tanah Vertisol mempunyai ukuran partikel halus
yang paling banyak (76.9%) sehingga partikel tersebut berpotensi tersimpan
dalam alveoli dan menganggu sistem pernafasan, sedangkan tanah Andisol dan
Inceptisol diduga berdampak rendah terhadap kesehatan manusia karena partikel
yang berukuran kecil relatif sedikit, yaitu 16.0% untuk tanah Andisol dan 11.1%
untuk tanah Inceptisol. Namun demikian, debu jatuh berukuran kasar dapat
menurunkan jarak pandang, mengganggu proses fotosintesis maupun ekosistem.
Kata kunci: Andisol, debu jatuh, Entisol, Inceptisol, Ultisol, Vertisol

SUMMARY
LIA AMALIAH. Analysis of Dustfall Generation in Ambien Air from Five Major
Soil Types in Java Island. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and BUDI
MULYANTO.
Dustfall is one of the parameters of air quality and can cause upper
respiratory tract infections. The objective of the research were to: (1) Analyze the
correlation between dustfall, soil moisture content, wind speed, and the percentage
of land cover on five main types of soil found in Java Island; (2) Describe the
influence of wind speed, soil moisture content, and the percentage of land cover
on dustfall generation; and (3) Arrange a negative impacts of dustfall generation
based on particle size distribution of any type of soil.

This study was carried out in February 2013-March 2014. The field
experiment were carried out over an open area of Inceptisol soil in the Bogor
Municipality, Ultisol soil in the Bogor District, Andisol soil in the Kuningan
District, Entisol soil in the Karawang District, and Vertisol soil in the
MadiunDistrict. The laboratory experiment was conducted in the laboratory of
Environmental Engineering of the Department of Civil and Environmental
Engineering. The materials and instruments used during the field and laboratory
experiments were a set of dustfall canister [AS-2011-1], blower [Hercules; Ø 60
cm; 220 V; 170 W], digital anemometer [Lutron AM-4201], digital moisture
tester [OGA TA-5], tunnel [7.6 m length; 0.76 m width; 2.4 m height], analytical
balance [OHAUS Aventuror Pro], Petri dish [Ø=80 mm], filter paper 10μ
[Whatmann #41], anduniversal oven [UNB 400].
The results of analysis showed that the generation of dustfall correlated
positively with wind speed and correlated negatively with soil moisture content
and the percentage of land cover. Effect of wind speed on the generation of
dustfall Inceptisol soil on the measurements in the field and in the laboratory
19.6% and 51.0% respectively, Ultisol soil 36.6% and 88.6%, Andisol soil 23.2%
and 84.3%, Entisol soil 68.3% and 61.7%, and Vertisol soil 63.5% and
68.9%.Effect of soil moisture content on the generation of dustfall Inceptisol soil
on the measurements in the field and in the laboratory 27.4% and 44.1%

respectively, Ultisol soil 37.5% and 84.1%, Andisol soil 29.4% and 59.4%,
Entisol soil 42.8% and 42.1%, and Vertisol soil 74.8% and 49.7%. Effect of the
percentage of land cover on dustfall generation on Inceptisol soil is 95.0%, Ultisol
soil 82.9%, Andisol soil 84.5%, Entisol soil 87.6%, and Vertisol soil 80.4%.
Based on the distribution of size particle, the negative impact of dustfall of
Vertisol soil on human health allegedly the highest compared to other types of soil
because dustfall on Vertisol soil have most high fine particles (76.9%) so the
particles can be deposited in the alveoli and interfere with the respiratory system,
while the Andisol and Inceptisol soil allegedly low impact on human health
because relatively fine particles is low, 16.0% for Andisol soil and 11.1% for
Inceptisol soil. However, dustfall which have coarse particles can reduce visibility,
disturbing the process of photosynthesis and ecosystem.
Keywords:Andisol, dustfall, Entisol, Inceptisol, Ultisol, Vertisol

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS BANGKITAN DEBU JATUH UDARA AMBIEN
DARI LIMA JENIS TANAH UTAMA DI PULAU JAWA

LIA AMALIAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Erizal, MAgr

Judul Tesis : Analisis Bangkitan Debu Jatuh Udara Ambien dari Lima Jenis
Tanah Utama di Pulau Jawa
Nama
: Lia Amaliah
NIM
: F451130126

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc
Ketua

Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Satyanto K Saptomo, STP, MSi

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
yang telah diberikan sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Juli 2013-April 2014 dengan judul Analisis Bangkitan
Debu Jatuh Udara Ambien dari Lima Jenis Tanah Utama di Pulau Jawa.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyusunan tesis ini, yaitu Dr.Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc dan Prof. Dr.

Ir. Budi Mulyanto, M.Sc selaku dosen pembimbing, kedua orang tua penulis dan
rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan
2012 dan 2013.
Tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diperlukan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga ide dalam tesis ini dapat
tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Agustus 2014
Lia Amaliah

DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1

2
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Debu (partikulat)
Debu Jatuh (Dustfall)
Lima Jenis Tanah Utama di Pulau Jawa
Analisis Korelasi dan Regresi

3
3
5
6
9
10

3 METODE

Kerangka Penelitian
Alat dan Bahan
Pengambilan Data
Prosedur Analisis Data

12
12
13
14
17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Lapangan
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Laboratorium
Analisis Bangkitan Debu Jatuh Tanah Inceptisol
Analisis Bangkitan Debu Jatuh Tanah Ultisol
Analisis Bangkitan Debu Jatuh Tanah Andisol
Analisis Bangkitan Debu Jatuh Tanah Entisol
Analisis Bangkitan Debu Jatuh Tanah Vertisol
Distribusi Ukuran Partikel dan Analisis Dampak Negatif

17
17
19
21
23
25
26
28
30

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

32
32
33

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

38

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan
Output minitab korelasi pengukuran di lapangan
Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium
Output minitab korelasi pengukuran di laboratorium

18
18
20
20

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Alat penangkap debu jatuh “dustfall canister”
Daerah deposisi partikel udara pada saluran pernapasan
Diagram alir penelitian
Metode pengukuran konsentrasi debu jatuh
Terowongan untuk pengukuran debu jatuh
Tutupan lahan menggunakan tanaman padi yang diaplikasikan pada
terowongan
Pengukuran bangkitan debu jatuh pada sampel tanah
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di lapangan tanah Inceptisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di laboratorium tanah Inceptisol
Korelasi antara debu jatuh vs. tutupan lahan tanah Inceptisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di lapangan tanah Ultisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di laboratorium tanah Ultisol
Korelasi antara debu jatuh vs tutupan lahan tanah Ultisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di lapangan tanah Andisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di laboratorium tanah Andisol
Korelasi antara debu jatuh vs. tutupan lahan tanah Andisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di lapangan tanah Entisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di laboratorium tanah Entisol
Korelasi antara debu jatuh vs. tutupan lahan tanah Entisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di lapangan tanah Vertisol
Korelasi antara debu jatuh vs. kecepatan angin (a); debu jatuh vs.
kadar air tanah (b) pada pengukuran di laboratorium tanah Vertisol
Korelasi antara debu jatuh vs. tutupan lahan tanah Vertisol
Distribusi ukuran partikel debu jatuh

8
9
13
15
16
17
19
21
22
22
23
24
24
25
25
26
27
27
28
28
29
29
30

DAFTAR LAMPIRAN
1. Gambaran kondisi lokasi penelitian
2. Model tutupan lahan pada terowongan
3. Definisi debu dalam fisika tanah dan debu jatuh dalam pencemaran
udara
4. Hasil analisis mikroskop optik

38
40
42
43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terjadinya pencemaran udara luar ruangan (outdoor) terutama di jalanan
umum sangat membahayakan kesehatan manusia. Menurut Setiawan (1992),
penyakit batuk, sakit tenggorokan, bronkhitis akut dan kronik, asma, pneumonia,
dan kanker paru merupakan manifestasi penyakit saluran pernapasan akibat
adanya pemaparan terhadap pencemar udara secara terus menerus dan
berlangsung cukup lama. Debu jatuh yang merupakan salah satu parameter
pencemaran udara adalah salah satu penyebab infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA).
Secara alamiah debu jatuh dapat dihasilkan dari permukaan tanah yang
tidakbervegetasi dan dalam kondisi kering (Smith dan Lee 2003). Kecepatan
angin tertentu dapat mengakibatkan terangkatnya fraksi-fraksi halus dari
permukaan tanah sehingga menghasilkan debu jatuh (Fecan et al. 1999; Hai et al.
2007; Shang et al. 2012). Berdasarkan penelitian Liu et al. (2004), konsentrasi
debu jatuh meningkat dengan meningkatnya erosi tanah akibat angin. Dilihat dari
pola pergerakannya oleh angin ini, debu jatuh dapat berdampak secara lokal
maupun global terhadap ekosistem (McTainsh dan Strong 2007). Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa tanah berpasir merupakan sumber debu jatuh
yang dapat mengganggu kesehatan (Kellogg dan Griffin 2006; Laurent et al.
2006; Feng et al. 2008).
Bangkitan debu jatuh dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, permukaan
tanah, dan stabilitas atmosfer (Kang et al. 2011; Akpinar et al. 2009). Berdasarkan
penelitian Akpinar et al. (2009), tingkat pencemaran udara termasuk debu jatuh
pada daerah tertentu berkorelasi dengan kombinasi dari berbagai faktor
meteorologi setempat. Menurut Laurent et al. (2006), bangkitan debu jatuh yang
dipengaruhi oleh angin setempat merupakan fungsi dari kekasaran permukaan,
tekstur tanah dan kadar air tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah
yaitu: energi (erosivitas), kepekaan tanah (erodibilitas), dan proteksi tanah
(Morgan 1998; Koren dan Kaufman 2004; Washington et al. 2003; Shang et al.
2012; Yoshioka et al. 2005).
Ketiadaan data mengenai besarnya bangkitan debu jatuh dari permukaan
tanah yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan iklim setempat di Indonesia
merupakan salah satu faktor kendala para pemangku kepentingan dalam
menentukan konsentrasi debu jatuh di udara ambien. Atas dasar tersebut,
penelitian ini dilakukan untuk memperoleh korelasi antara bangkitan debu jatuh,
kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan pada lima jenis
tanah utama di Pulau Jawa berdasarkan Soil Survey Staff (2010) yaitu tanah
Inceptisol, Ultisol, Andisol, Entisol dan Vertisol. Selain itu, penelitian ini juga
dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai dampak negatif debu jatuh
berdasarkan distribusi ukuran partikel dari kelima jenis tanah tersebut. Hasil yang
diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk memprediksi besarnya konsentrasi
debu jatuh di udara ambien sehingga mempermudah para pemangku kepentingan
pengelolaan kualitas udara di Indonesia dalam menerapkan metode pengendalian
pencemar udara yang efektif pada suatu rencana kegiatan.

2

Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur bangkitan debu jatuh dengan
variasi kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan pada lima
jenis tanah utama di Pulau Jawa. Ide penelitian muncul karena debu jatuh yang
berasal dari permukaan tanah pada kondisi tertentu merupakan masalah yang
sering dijumpai dan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia.
Dibutuhkan perhatian khusus pada lokasi-lokasi yang berpotensi menimbulkan
debu jatuh dengan konsentrasi tinggi sehingga dampak negatif bagi manusia
maupun lingkungan sekitar dapat diminimalisasi. Oleh karena itu dalam penelitian
ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, kadar air tanah,
dan persentase tutupan lahan pada lima jenis tanah utama di Pulau Jawa.
2. Pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan
terhadap bangkitan debu jatuh yang terbentuk di udara ambien.
3. Distribusi ukuran partikel debu jatuh pada lima jenis tanah utama di
Pulau Jawa dan perkiraan dampak negatif yang ditimbulkan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin,
kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan pada lima jenis tanah utama
di Pulau Jawa.
2. Mendeskripsikan pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah, dan
persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh yang terbentuk
serta menyusun gambaran mengenai dampak negatif bangkitan debu
jatuhtersebut berdasarkan distribusi ukuran partikel dari setiap jenis tanah.

Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini:
1. Sebagai rujukan dalam menentukan perkiraan bangkitan debu jatuh dari
permukaan tanah sehingga dampak negatif terhadap manusia dan
lingkungan sekitar dapat diantisipasi.
2. Sebagai masukan kepada pemerintah daerah dan pihak terkait dalam
memantau dan menangani kondisi lingkungan akibat pencemaran debu
jatuh sehingga memenuhi baku mutu Peraturan Pemerintah RI No. 41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
3. Sebagai dasar dalam penyusunan faktor emisi bangkitan debu jatuh dari
lima jenis tanah utama di Pulau Jawa.

3

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini:
1. Penelitian dilakukan pada lima jenis tanah utama di Pulau Jawa
berdasarkan Soil Survey Staff (2010), yaitu: jenis tanah Inceptisol,
Ultisol, Andisol, Entisol dan Vertisol.
2. Penelitian ini hanya membahas mengenai pengaruh kadar air tanah,
kecepatan angin, dan persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu
jatuh yang terbentuk serta dampak negatif yang ditimbulkan berdasarkan
distribusi ukuran partikel yang dihasilkan.

1 TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Pengertian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 Tahun 1999, pencemaran
udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain
ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya. Udara dikatakan tercemar apabila komposisi udara normal
mengalami perubahan dan melebihi baku mutu yang ditetapkan sehingga
menimbulkan efek negatif bagi manusia, hewan, tumbuhan maupun lingkungan
lainnya. Kehadiran bahan atau zat-zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu
serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama dapat mengganggu kehidupan
manusia, hewan dan tumbuhan. Sesuai PP No 41 Tahun 1999, pengendalian
pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber
bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak
bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi
dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara
ambien.
Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau
polusi cahaya dianggap sebagai polusi atau pencemar udara. Sesuai PP No. 41
Tahun 1999, sumber pencemar merupakan setiap usaha dan/atau kegiatan yang
mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu
dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa
padatan, cairan atau gas yang yang masuk ke udara dan kemudian menyebar ke
lingkungan sekitarnya (Wardhana 2004).

Sumber Pencemar Udara
Secara garis besar sumber pencemar udara dibagi menjadi dua, yaitu yang
bersifat alami dan bersifat antropogenik. Sumber pencemar udara yang bersifat
alami ini dihasilkan dari proses atau gejala alam yang menyebabkan perubahan
kualitas udara sekitarnya. Contoh dari sumber alami adalah kebakaran hutan, erosi
angin, letusan gunung berapi, emisi biogenic dan lainnya. Sumber polusi udara

4

yang bersifat antropogenik dihasilkan dari aktivitas manusia, seperti aktivitas
transportasi kendaraan bermotor, pertanian, perkebunan, industri (termasuk
pembangkit listrik berbahan bakar fosil) dan rumah tangga.
Seinfeld (2006) secara terperinci membagi sumber pencemar udara alami
dan antropogenik ke dalam kelas primer dan sekunder. Jenis pencemar udara
dalam hal ini diklasifikasikan berdasarkan langsung atau tidaknya zat atau polutan
pencemar udara terbentuk di atmosfer. Pencemar primer merupakan pencemar
yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara seperti CO 2 yang
dihasilkan dari pembakaran. Polutan primer ini memiliki waktu paruh yang tinggi
karena sifatnya yang stabil secara kimia-fisik, misalnya CO, CO2, NO2, SO2, CFC,
Cl2, debu dan sebagainya. Sedangkan pencemar sekunder merupakan pencemar
yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer seperti
pembentukan ozon (O3) dalam smog fotokimia.
Berdasarkan WHO (2005), sumber pencemaran udara dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1. Sumber sebuah titik (point source) yang berasal dari sumber individual
menetap dan dibatasi oleh luas wilayah kurang dari 1 x 1 km 2 termasuk
di dalamnya industri dan rumah tangga. Sumber pencemar udara yang
termasuk ke dalam klasifikasi ini meliputi asap pabrik, instalasi
pembangkit tenaga listrik, asap dapur, pembakaran sampah rumah tangga
dan lain sebagainya.
2. Garis (line source) atau sumber pencemar udara yang tidak menetap (non
point source) seperti gas buang kendaraan bermotor, pesawat udara,
kereta api dan kegiatan-kegiatan lain yang menghasilkan gas emisi
dengan lokasi berpindah-pindah.
3. Sumber pencemar udara campuran (compound area source) adalah
sumber pencemaran yang berasal dari sumber titik tetap maupun garis
seperti: bandara, terminal, pelabuhan dan kawasan industri.
PP No. 41/1999 menggolongkan sumber pencemaran udara menjadi lima
kelompok, yakni :
1. Sumber bergerak, yaitu sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada
suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor.
2. Sumber bergerak spesifik, yaitu sumber pencemar udara serupa dengan
sumber bergerak namun berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal,
laut dan kendaraan berat lainnya.
3. Sumber tidak bergerak, yaitu sumber emisi yang tetap pada suatu tempat.
4. Sumber tidak bergerak spesifik, yaitu sumber pencemar udara serupa
dengan sumber tidak bergerak namun berasal dari kebakaran hutan dan
pembakaran sampah.
5. Sumber gangguan, yaitu sumber pencemar yang menggunakan media
udara atau padat untuk penyebarannya. Sumber ini dapat berupa
kebisingan, getaran, kebauan dan gangguan lain.
Sumber pencemar udara dapat juga dikelompokkan berdasarkan mobilitas,
bentuk dan keterkendaliannya. Berdasarkan mobilitasnya sumber pencemar udara
dibagi menjadi sumber bergerak dan tidak bergerak. Menurut bentuknya sumber
pencemar udara terdiri dari sumber titik (point source), sumber ruang (volume

5

source), sumber area (area source) dan sumber garis (line source). Berdasarkan
keterkendaliannya, sumber pencemar udara terbagi menjadi sumber pencemar
fugitive dan terpusat (Deputi Bidang Tata Lingkungan-Kementerian Lingkungan
Hidup 2007).
Berdasarkan keadaan fisiknya, Soedomo (2001) membedakan sumber
pencemar udara menjadi:
- Partikel (debu, aerosol, timah hitam)
- Gas (CO, NOx)
- Energi (suhu dan kebisingan)

Debu (partikulat)
Menurut IUPAC (1990), partikulat merupakan partikel padat, kering,
berukuran kecil yang berada di udara karena adanya kekuatan alam, seperti angin,
letusan vulkanik, dan denganprosesmekanis atau karena adanya aktivitas manusia.
Partikulat merupakan suatu campuran kompleks yang ringan dengan senyawa
organik dan anorganik. Pencemaran partikulat merupakan istilah yang digunakan
untuk campuran partikel padat dan tetesan cairan yang ditemukan di udara
(Modaihsh 1997). Polusi partikulat terdiri dari sejumlah komponen, termasuk
asam (seperti nitrat dan sulfat), bahan kimia organik, logam, dan partikel tanah
atau debu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 terdapat empat
parameter partikulat, yaitu: partikel materi