Analisis Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah

ANALISIS KORELASI ANTARA BANGKITAN
DEBU JATUH, KECEPATAN ANGIN
DAN KADAR AIR TANAH

LIA AMALIAH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Korelasi
antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin dan Kadar Air Tanah adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Lia Amaliah
NIM F44090007

ABSTRAK
LIA AMALIAH. Analisis Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan
Angin dan Kadar Air Tanah. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO.
Secara alamiah debu jatuh dapat dihasilkan dari tanah kering yang terbawa
oleh angin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi antara bangkitan
debu jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah pada tiga jenis tanah utama di
Pulau Jawa sesuai dengan Refisi Standar SNI 13-4703-1998. Hasil analisis
menunjukkan bahwa bangkitan debu jatuh berkorelasi positif dengan kecepatan
angin dan berkorelasi negatif dengan kadar air tanah. Pengaruh kecepatan angin
terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah Inceptisol adalah 19.6%, Ultisol 36.6%,
dan Andisol 22.5%. Pengaruh kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh pada
tanah Inceptisol adalah 27.4% pada pengukuran di lapangan dan 72.6% pada
pengukuran di laboratorium, tanah Ultisol 37.5% pada pengukuran di lapangan
dan 79.5% pada pengukuran di laboratorium, dan tanah Andisol 29.3% pada

pengukuran di lapangan dan 78.7% pada pengukuran di laboratorium. Banyaknya
pengaruh faktor luar pada pengukuran di lapangan mengakibatkan korelasi yang
dihasilkan lebih rendah daripada pengukuran di laboratorium.
Kata kunci: Andisol, debu jatuh, Inceptisol, kadar air tanah, kecepatan angin,
Ultisol

ABSTRACT
LIA AMALIAH. Analysis Correlations Between Dustfall, Wind Speed and Soil
Moisture Content. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO.
Naturally dustfall can be generated from dry soil that carried away by the
wind. The aim of the research is to analyze the correlations between dustfall, wind
speed, and soil moisture content on three main types of soil found in Java Island
according to Standard Rev. SNI 13-4703-1998. The results of analysis showed
that the generation of dustfall correlated positively with wind speed and correlated
negatively with soil moisture content. Effect of wind speed on the generation of
dustfall on Inceptisol soil is 19.6%, Ultisol is 36.6%, and Andisol is 22.5%. Effect
of soil moisture content on the generation of dustfall on Inceptisol soil is 27.4%
on the measurements in the field and 72.6% on the measurements in the
laboratory, Ultisol soil is 37.5% on the measurements in the field and 79.5% on
the measurements in the laboratory, Andisol soil is 29.3% on the measurements in

the field and 78.7% on the measurements in the laboratory. Many outside factors
influence on the measurements in the field resulted in the resulting correlation
lower than measurements in the laboratory.
Keywords: Andisol, dustfall, Inceptisol, soil moisture content, Ultisol, wind speed

ANALISIS KORELASI ANTARA BANGKITAN
DEBU JATUH, KECEPATAN ANGIN
DAN KADAR AIR TANAH

LIA AMALIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin,
dan Kadar Air Tanah
Nama
: Lia Amaliah
NIM
: F44090007

Bogor, Mei 2013
Disetujui,
Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc
NIP. 19660321 199003 1 012

Diketahui oleh

Dr. Yudi Chadirin, S. TP., M. Agr

Plh. Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
yang telah diberikan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan bulan Februari-Mei 2013 dengan judul Analisis Korelasi antara
Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin dan Kadar Air Tanah.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyusunan skripsi ini, yaitu Dr.Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku
dosen pembimbing akademik, Dr.Ir. Erizal, M.Agr dan Allen Kurniawan, ST. MT
selaku dosen penguji ujian akhir, kedua orang tua penulis dan rekan-rekan
mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2009.
Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga ide yang disampaikan
dalam skripsi ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi
pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2013
Lia Amaliah


DAFTAR ISI
Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

Waktu dan Tempat

3

Alat dan Bahan

3

Prosedur Penelitian

3

Teknik Pengukuran

4

Prosedur Analisis Data


5

Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Lapangan

6

Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Laboratorium

7

Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah
pada Tanah Inceptisol
9
Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah
pada Tanah Ultisol
11
Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah
pada Tanah Andisol
12
Simpulan


14

Saran

14

DAFTAR TABEL
1. Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan
2. Output minitab korelasi pengukuran di lapangan
3. Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium
4. Output minitab korelasi pengukuran di laboratorium

7
7
8
8

DAFTAR GAMBAR
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Diagram alir penelitian
Metode pengukuran konsentrasi debu jatuh
Terowongan untuk pengukuran debu jatuh
Pengukuran bangkitan debu jatuh pada sampel tanah
Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Inceptisol
Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Inceptisol
Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Ultisol
Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Ultisol
Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Andisol
Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Andisol


4
5
6
8
9
10
11
12
13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terjadinya pencemaran udara luar ruangan (outdoor) terutama di jalanan
umum sangat membahayakan kesehatan manusia. Menurut Setiawan (1992),
penyakit batuk, sakit tenggorokan, bronchitis akut dan kronik, asma, pneumonia,
dan kanker paru merupakan manifestasi penyakit saluran pernapasan akibat
adanya pemaparan terhadap pencemar udara secara terus menerus dan
berlangsung cukup lama. Debu jatuh (dustfall) merupakan salah satu parameter
pencemaran udara yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA).
Debu jatuh merupakan partikel dengan ukuran di atas 500
dan memiliki
kemampuan menetap setelah penghentian sementara di udara (Gorham 2002).
Secara alamiah debu jatuh dapat dihasilkan dari tanah kering yang terbawa oleh
angin. Bangkitan debu jatuh dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, permukaan
tanah, dan stabilitas atmosfer (Gillette dan Passi 1998; Kang et al. 2011). Menurut
Marticorena dan Bergametti (1995), bangkitan debu jatuh yang dipengaruhi oleh
angin setempat merupakan fungsi dari kekasaran permukaan, tekstur tanah dan
kadar air tanah. Berdasarkan PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara, baku mutu debu jatuh untuk daerah pemukiman adalah 10
ton/km2.bulan dan untuk daerah industri adalah 20 ton/km2.bulan. Penentuan
kadar debu jatuh di udara dapat dilakukan sesuai dengan standar SNI 13-47031998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh
(Dustfall Collector).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tanah berpasir merupakan
sumber debu jatuh yang dapat mengganggu kesehatan (Kellogg dan Griffin 2006;
Laurent et al. 2006; Feng et al. 2008). Kecepatan angin tertentu dapat
mengakibatkan terangkatnya fraksi-fraksi halus dari permukaan tanah sehingga
menghasilkan debu jatuh (FAO 1960; Hai et al. 2007; Zhou 2010). Berdasarkan
penelitian Liu et al. (2004), konsentrasi debu jatuh meningkat dengan
meningkatnya erosi tanah akibat angin. Dilihat dari pola pergerakannya oleh angin
ini, debu jatuh dapat berdampak secara lokal maupun global terhadap ekosistem
(McTainsh dan Strong 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah yaitu
(Morgan 1998; Koren dan Kaufman 2004; Washington et al. 2003; Fecan et al.
1990; Shang et al. 2012; Niu et al. 2004; Yoshioka et al. 2005): (1) Energi
(erosivitas), meliputi kemampuan potensial hujan dan limpasan permukaan/angin;
(2) Kepekaan tanah (erodibilitas), bergantung pada sifat fisik, mekanik dan kimia
tanah; dan (3) Proteksi, berhubungan dengan penutupan lahan. Berdasarkan
Akpinar et al. (2009), tingkat pencemaran udara termasuk debu jatuh pada daerah
tertentu berkorelasi dengan kombinasi dari berbagai faktor meteorologi setempat.
Atas dasar tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh korelasi antara
bangkitan debu jatuh, kecepatan angin dan kadar air tanah pada tiga jenis tanah
utama di Pulau Jawa berdasarkan Soil Survey Staff (1998) yaitu tanah Inceptisol,
Ultisol, dan Andisol. Hasil yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk
menentukan faktor emisi bangkitan debu jatuh berdasarkan jenis tanah yang
spesifik di Indonesia.

2

Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengukur bangkitan debu jatuh dengan
variasi kecepatan angin dan kadar air tanah. Ide penelitian muncul karena debu
jatuh yang berasal dari permukaan tanah pada kondisi tertentu merupakan masalah
yang sering dijumpai dan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia.
Perhatian khusus dibutuhkan pada lokasi-lokasi yang berpotensi menimbulkan
debu jatuh dengan konsentrasi tinggi, sehingga dampak negatif bagi manusia
maupun lingkungan sekitar dapat diminimalisasi. Oleh karena itu dalam penelitian
ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Kuantitas bangkitan debu jatuh yang terbentuk pada kecepatan angin dan
kadar air tanah tertentu.
2. Bagaimana korelasi antara bangkitan debu jatuh dengan kadar air tanah.
3. Bagaimana korelasi antara bangkitan debu jatuh dengan kecepatan angin
pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengukur bangkitan debu jatuh dengan variasi kecepatan angin dan
kadar air tanah.
2. Menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh dan kecepatan angin.
3. Menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh dan kadar air tanah
pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa.

Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini:
1. Memberikan informasi mengenai besarnya pengaruh kecepatan angin dan
kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh.
2. Memperkirakan bangkitan debu jatuh yang terbentuk pada kondisi
kecepatan angin dan kadar air tanah tertentu sehingga dampak negatif
bagi manusia dan lingkungan sekitar dapat diantisipasi.
3. Sebagai maasukan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam
memantau dan menangani kondisi lingkungan akibat pencemaran debu
jatuh sehingga memenuhi baku mutu.
4. Dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan faktor emisi bangkitan debu
jatuh.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini:
1. Penelitian dilakukan pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa
berdasarkan Soil Survey Staff (1998), yaitu tanah Inceptisol, Ultisol, dan
Andisol.

3
2.

Penelitian ini membahas tentang pengaruh kadar air tanah dan kecepatan
angin terhadap bangkitan debu jatuh yang terbentuk.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2013. Pengukuran
dilakukan pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa berdasarkan Soil Survey
Staff (1998), yaitu:
1. Tanah Inceptisol di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor
2. Tanah Ultisol di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor
3. Tanah Andisol di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan
4. Sampel tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol di Rumah Kompos
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Dustfall collector [Model AS-2011-1]
2. Kipas angin [Hercules; = 24”; 220 V; 50 Hz: 170 W]
3. Digital Anemometer [Lutron AM-4201]
4. Digital Grain Moisture [OGA Model TA-5]
5. Terowongan (tunnel) [Dimensi P = 7.6 m; L = 0.76 m; T = 2.4 m]
6. Neraca analitik [OHAUS; Aventuror Pro]
7. Cawan petri [Ø=80 mm]
8. Kertas filter 10μ [Whatmann #41]
9. Universal Oven UNB 400
10. Pencatat waktu
11. Air destilasi
12. Sampel tanah [Inceptisol, Ultisol, Andisol]
13. Program perhitungan (spreadsheet) debu jatuh [© Arief Sabdo Yuwono,
2012]

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode gravimetrik sesuai Refisi Standar
SNI 13-4703-1998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap
Debu Jatuh (Dustfall Collector). Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.

4

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Teknik Pengukuran
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Lapangan
Langkah-langkah pengukuran konsentrasi debu jatuh di lapangan adalah
sebagai berikut:
1. Penentuan lokasi pengukuran.
2. Penempatan alat Dustfall Collector dilakukan pada 3 titik yang mewakili
lokasi penelitian yang bersangkutan.
3. Frekuensi pengukuran kecepatan angin dan kadar air tanah dilakukan 3
kali ulangan.
4. Teknik pengukuran (Gambar 2).

5
Filter dioven selama 1-2
jam

Filter dimasukkan ke
dalam desikator 2-3
jam

Berat filter awal
ditimbang (W1)

Filter dimasukkan
pada Dustfall
Ccllector

Sampel tanah diambil
untuk diukur kadar
airnya

Dicatat waktu
pengukuran (t)
dalam jam dan
kecepatan angin (v)
dalam m/dt

Kertas filter pada
Dustfall Collector
diambil

Dustfall Collector
dan alat pengukur
kecepatan angin
dipasang di lokasi

Kertas filter dari Dustfall
Collector dimasukkan
kembali pada oven dan
desikator masingmasing selama 2 jam

Berat filter akhir
ditimbang (W2)

Selisih berat filter
awal dan akhir
merupakan berat
dustfall yang
terbentuk (W)

Bangkitan debu
jatuh (dustfall)
dihitung dengan
menggunakan
persamaan 1

Gambar 2 Metode pengukuran konsentrasi debu jatuh
C=
Keterangan:

(1)
W = berat dustfall (ton)
A = luas permukaan bejana (km2)
C = bangkitan debu jatuh (ton/km2.bulan)
T = waktu pengukuran (bulan)

Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Laboratorium
Langkah-langkah pengukuran konsentrasi debu jatuh di laboratorium adalah
sebagai berikut:
1. Sampel tanah setebal 3 cm ditempatkan di atas lantai dari terowongan
(Gambar 3) yang terbuat dari bahan multipleks.
2. Peralatan utama yang dipasang pada terowongan mencakup kipas angin,
pengukur kecepatan angin (Anemometer), dan pengukur kadar air tanah
(Digital Grain Moisture Meter).
3. Kecepatan angin 1.2 m/dt dihembuskan pada sampel tanah dalam
terowongan, sehingga bangkitan debu jatuh terbentuk di udara ambien
dan terjadi perubahan kadar air tanah.
4. Pengukuran bangkitan debu jatuh dilakukan pada variasi kadar air tanah.
5. Pengukuran kecepatan angin dilakukan pada tiga ketinggian, yaitu:
0.4 m, 1.2 m, dan 2 m untuk diambil nilai rata-ratanya.
6. Bangkitan debu jatuh diukur dengan langkah-langkah seperti pada
Gambar 2.

Prosedur Analisis Data
Mengacu pada Sugiyono (2011), teknik analisis data yang digunakan dalam
menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, dan kadar air
tanah pada penelitian ini adalah Teknik Korelasi Pearson. Analisis data dilakukan
dengan bantuan komputer menggunakan program olah data Minitab.

6

Gambar 3 Terowongan untuk pengukuran debu jatuh

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Lapangan
Secara umum bangkitan debu jatuh di lapangan berada di bawah baku mutu
menurut PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara kecuali
pada pengukuran di pembukaan lahan Perumahan The Forestry. Bangkitan debu
jatuh di lokasi pembukaan lahan Perumahan The Forestry memiliki nilai yang
tinggi dikarenakan tanah pada lokasi tersebut termasuk tanah terganggu akibat
aktivitas manusia, sehingga kecenderungan bangkitan debu jatuh yang dihasilkan
lebih besar, sementara bangkitan debu jatuh di Taman Nasional Gunung Ciremai
(TNGC) diperoleh nilai yang relatif rendah dikarenakan pada lokasi ini kondisi
tanah relatif terjaga dengan masih banyak terdapatnya pohon-pohon dan
sedikitnya aktivitas manusia yang dilakukan di sekitar lokasi pengukuran.
Pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan dipengaruhi oleh keadaan lokal
seperti gedung-gedung tinggi dan pohon; topografi (keadaan lembah dan
pegunungan) dan cuaca atau faktor meteorologi setempat. Gambaran kondisi
lokasi pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan hasil analisis korelasi dengan Teknik Korelasi Pearson, Pvalue
yang dihasilkan pada pengukuran di lapangan kurang dari nilai α (0.05). Dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan nyata antara
bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah pada jenis tanah
Inceptisol, Ultisol, maupun Andisol.
Koefisien Korelasi Pearson yang dihasilkan menunjukkan adanya korelasi
negatif antara bangkitan debu jatuh dengan kadar air tanah dan adanya korelasi

7
positif antara bangkitan debu jatuh dengan kecepatan angin pada ketiga jenis
tanah. Hal ini berarti semakin tinggi kadar air tanah maka akan semakin rendah
bangkitan debu jatuh yang terbentuk. Akan tetapi, dengan semakin tingginya
kecepatan angin, maka bangkitan debu jatuh yang terbentuk akan tinggi pula. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fecan et al. (1990) bahwa
peningkatan kadar air tanah akan meningkatkan kekuatan kohesif antara partikel
tanah, sehingga diperlukan kecepatan angin yang lebih tinggi untuk mengangkat
fraksi-fraksi halus dari permukaan tanah dalam kondisi basah tersebut. Hasil
pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil
output minitab pada pengukuran secara langsung di lapangan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 1 Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan
Jenis tanah
Inceptisol
Ultisol
Andisol

Bangkitan debu jatuh
(ton/km2.bulan)
0.4-16.8
0.8-17.7
1.9-14.6

Kecepatan
angin (m/dt)
0.2-0.4
0.3-1.2
0.2-1.2

Kadar air tanah
(%)
18.9-24.7
22.7-26.8
18.9-35.3

Tabel 2 Output minitab korelasi pengukuran di lapangan
Parameter
Koefisien Pearson debu jatuh dan kadar air
tanah
P-Value
Hubungan linier
R-Sq (%)
Hubungan kuadratik
Koefisien Pearson debu jatuh dan kecepatan
angin
P-Value
Hubungan linier
R-Sq (%)
Hubungan kuadratik

Jenis Tanah
Inceptisol Ultisol Andisol
-0.511
0.011
26.1
27.4

-0.613
0.045
37.5
40.0

-0.542
0.02
29.4
58.7

0.434
0.034
18.8
19.2

0.605
0.049
36.6
44.3

0.475
0.047
22.5
54.3

Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Laboratorium
Berbeda dengan pengukuran secara langsung di lapangan pada lahan
terbuka, pengaruh faktor luar pada pengukuran di laboratorium dengan
menggunakan terowongan lebih rendah. Hal ini dikarenakan pengukuran di
laboratorium lebih terkontrol dibandingkan dengan pengukuran di lapangan. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa bangkitan debu jatuh pada ketiga jenis tanah
berbeda-beda pada kondisi kadar air tanah yang relatif sama. Hal ini disebabkan
oleh sifat fisik dan kimia dari ketiga jenis tanah tersebut berbeda sehingga
besarnya pengaruh kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh juga berbeda.
Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium pada ketiga jenis tanah
dapat dilihat pada Tabel 3.

8

Tabel 3 Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium
Jenis tanah
Inceptisol
Ultisol
Andisol

Bangkitan debu jatuh
(ton/km2.bulan)
2.9- 19.2
8.5-35.6
2.1-25.1

Kecepatan
angin (m/dt)
1.2
1.2
1.2

Kadar air tanah
(%)
20.6-21.6
21.8-22.2
17.4-24.3

Pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium dilakukan dengan
memperhitungkan luas terowongan berdimensi panjang 7.6 m, lebar 0.76 m dan
tinggi 2.4 m. Pengukuran bangkitan debu jatuh pada sampel tanah dengan
terowongan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengukuran bangkitan debu jatuh pada sampel tanah
Adanya korelasi juga ditunjukkan untuk hubungan antara bangkitan debu
jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah pada pengukuran di laboratorium
dengan nilai Pvalue yang dihasilkan kurang dari α (0.05). Koefisien Pearson yang
dihasilkan menunjukkan bahwa kadar air tanah berkorelasi negatif dengan
bangkitan debu jatuh. Hasil output minitab untuk pengukuran di laboratorium
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Output minitab korelasi pengukuran di laboratorium
Parameter
Koefisien Pearson debu jatuh dan kadar air
tanah
P-Value
Hubungan linier
R-Sq (%)
Hubungan kuadratik

Jenis Tanah
Inceptisol Ultisol Andisol
-0.852
0.004
72.6
83.9

-0.892
0.001
79.5
79.5

-0.886
0.000
78.7
94.1

9
Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air
Tanah pada Tanah Inceptisol
Korelasi antara bangkitan debu jatuh dan kecepatan angin pada tanah
Inceptisol adalah kuadratik dengan R-Sq sebesar 19.6% untuk kecepatan angin
0.1-1.0 m/dt (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa bangkitan debu jatuh pada
tanah Inceptisol dipengaruhi oleh kecepatan angin setempat sebesar 19.6%.

Gambar 5 Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Inceptisol
Bangkitan debu jatuh dan kadar air tanah mempunyai hubungan kuadratik
pada pengukuran di lapangan dan mempunyai hubungan linier pada pengukuran
di laboratorium yang disajikan pada Gambar 6. Hubungan kuadratik ini
menunjukkan bahwa peningkatan kadar air tanah sampai batas tertentu tidak akan
berpengaruh signifikan terhadap penurunan bangkitan debu jatuh yang terbentuk.
Kadar air tanah mempengaruhi 27.4% (R-Sq=27.4%) terhadap bangkitan debu
jatuh pada pengukuran di lapangan dengan kadar air tanah 20.5-32.5%, sedangkan
untuk pengukuran di laboratorium pada kadar air tanah 20.5-21.7% diperoleh
R-sq sebesar 72.6%.

(a)

10

Gambar 6 Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Inceptisol di lapangan
(a); dan di laboratorium (b)
Rendahnya pengaruh kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh pada
pengukuran di lapangan dikarenakan masih terdapat faktor lain yang tidak
diperhitungkan dalam penelitian ini. Selain kecepatan angin, faktor meteorologi
lain yang mempengaruhi pengukuran debu jatuh secara langsung di lapangan
yaitu suhu, kelembapan relatif dan tekanan atmosfer (Akpinar 2009). Berdasarkan
penelitian Naddafi et al. (2006), kelembapan relatif mempengaruhi 58.1%,
kecepatan angin 66.9%, dan kadar air tanah 52.8% terhadap bangkitan debu jatuh
yang terbentuk untuk pengukuran debu jatuh secara langsung di lapangan.
Tekstur tanah diduga juga mempengaruhi korelasi antara bangkitan debu
jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah. Tekstur tanah merupakan faktor
penting dalam erodibilitas tanah karena tekstur tanah menentukan konsistensi,
kohesi, dan mobilitas tanah (Nandi 2012). Berdasarkan penelitian Sukartaatmadja
et al. (2003), tanah Inceptisol mempunyai kandungan liat 70.71%, lempung
23.74%, dan pasir 5.55%. Kandungan liat yang tinggi pada tanah Inceptisol ini
mengakibatkan tekstur tanah yang cenderung lengket dalam keadaan basah dan
kekuatan kohesif antar butiran tanah yang tinggi. Akibatnya, bangkitan debu jatuh
yang terbentuk menjadi rendah.
Selain tekstur tanah, rendahnya pengaruh kecepatan angin dan kadar air
tanah terhadap bangkitan debu jatuh pada pengukuran di lapangan diduga
dipengaruhi oleh kandungan C-organik. Kandungan C-organik pada tanah
mempengaruhi sifat fisik tanah tersebut karena berfungsi sebagai perekat antar
partikel tanah. Berdasarkan Airoldi dan Critter (1997), kandungan C-organik pada
tanah Inceptisol adalah 3.3% per gram tanah yang ditentukan dengan titrasi
sampel tanah dalam media asam.

11
Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air
Tanah pada Tanah Ultisol
Korelasi antara bangkitan debu jatuh dengan kecepatan angin pada tanah
Ultisol adalah linier pada kecepatan angin 0.2-1.2 m/dt dengan R-Sq sebesar
36.6%. Grafik regresi linear yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Ultisol
Hasil analisis korelasi juga menunjukkan adanya hubungan linier antara
kadar air tanah dan bangkitan debu jatuh pada tanah Ultisol. Kadar air tanah
mempengaruhi bangkitan debu jatuh sebesar 37.5% (R-Sq=37.5%) untuk
pengukuran di lapangan pada kondisi kadar air tanah 22.5-27.5%, sedangkan
kadar air tanah mempengaruhi sebesar 79.5% (R-Sq=79.5%) untuk pengukuran di
laboratorium pada kadar air tanah 21.8-23%. Kondisi setiap lokasi pengukuran
yang berbeda pada pengukuran secara langsung di lapangan dapat menyebabkan
rendahnya korelasi antara debu jatuh dengan kadar air tanah yang dihasilkan.
Akibatnya nilai R-Sq untuk hubungan antara debu jatuh dengan kadar air tanah
pada pengukuran di laboratorium lebih mendekati 100% daripada pengukuran di
lapangan. Grafik regresi linear yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.
Kecepatan angin dan kadar air tanah berpengaruh lebih tinggi terhadap
bangkitan debu jatuh pada tanah Ultisol daripada bangkitan debu jatuh pada tanah
Inceptisol pada pengukuran di lapangan. Hal ini diduga disebabkan oleh
kandungan C-organik dan liat tanah Ultisol lebih rendah daripada tanah Inceptisol.
Tanah Ultisol pada lahan terbuka mempunyai kandungan liat sebesar 56.15%,
lempung 14.06%, dan pasir 29.79% (Teh 2012). Berdasarkan Budianta (2010),
kandungan C-organik tanah Ultisol sangat rendah sampai sedang dengan nilai
2.05% di lapisan top soil (0-20 cm) dan turun menjadi 0.7% pada lapisan sub soil
(20-40 cm). Rendahnya kandungan C-organik pada tanah Ultisol ini menyebabkan
tanah tersebut peka terhadap erosi (Prasetyo et al. 2006).

12

(a)

Gambar 8 Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Ultisol di lapangan (a);
dan di laboratorium (b)

Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air
Tanah pada Tanah Andisol
Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan linier antara
bangkitan debu jatuh dan kecepatan angin pada tanah Andisol dengan kecepatan
angin 0.2-1.2 m/dt. Pengaruh kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh pada
jenis tanah Andisol adalah 22.5% (R-Sq=22.5%). Adapun grafik regresi linear
yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 9.

13

Gambar 9 Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Andisol
Hubungan linier antara bangkitan debu jatuh dan kadar air tanah pada tanah
Andisol dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil pengukuran di lapangan
menunjukkan bahwa kadar air tanah mempengaruhi 29.4% (R-Sq=29.4%)
terhadap bangkitan debu jatuh pada kadar air tanah 18.5-36.5%, sedangkan pada
pengukuran di laboratorium dengan kadar air tanah 17.5-25.5% diperoleh R-Sq
sebesar 78.7%.
Berdasarkan penelitian Baskoro (2007), Andisol merupakan tanah dengan
bahan organik tinggi, yaitu sekitar 12.2%, sehingga cenderung mempunyai
struktur yang baik dan stabil. Meskipun kandungan C-organik tanah Andisol jauh
di atas kandungan C-organik tanah Inceptisol maupun Ultisol, hasil analisis
menunjukkan kecepatan angin dan kadar air tanah berpengaruh lebih tinggi
terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah Andisol daripada tanah Inceptisol pada
pengukuran di lapangan. Hal ini dapat dikarenakan pengukuran di lapangan pada
tanah Andisol umumnya dilakukan pada tegalan sawah (tanah terganggu),
sehingga tekstur tanah dan kandungan C-organik pada tanah akan rusak pada
tanah yang terganggu seperti tegalan sawah tersebut.

(a)

14

(b)
Gambar 10 Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Andisol di lapangan (a);
dan di laboratorium (b)

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Bangkitan debu jatuh berkorelasi positif dengan kecepatan angin dan
berkorelasi negatif dengan kadar air tanah. Pengaruh kecepatan angin terhadap
bangkitan debu jatuh pada tanah Inceptisol adalah 19.6%, Ultisol 36.6%, dan
Andisol 22.5%. Pengaruh kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh pada
tanah Inceptisol adalah 27.4% pada pengukuran di lapangan dan 72.6% pada
pengukuran di laboratorium, Ultisol 37.5% pada pengukuran di lapangan dan
79.5% pada pengukuran di laboratorium, dan Andisol 29.3% pada pengukuran di
lapangan dan 78.7% pada pengukuran di laboratorium.
Saran
1.
2.
3.

Perlu dilakukan penelitian pada jenis tanah lainnya yang umum di
Indonesia, yaitu tanah Vertisol dan Entisol.
Faktor-faktor meteorologi lain seperti kelembapan udara, suhu, dan
intensitas matahari perlu diperhitungkan dalam menentukan bangkitan
debu jatuh dari permukaan tanah.
Penelitian mengenai pengaruh tekstur tanah, kandungan C-organik, dan
persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh perlu dilakukan
sehingga hasil analisis dapat lebih meyakinkan.

15

DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1960. Soil
erosion by wind and measures for its control on agricultural lands. FAO
Agricultural Development Paper. No. 71.
Airoldi C, Critter SAM. 1997. Brazilian red Inceptisol a typic soil as an
exchanger: a thermodynamic study involving Cu, Zn, Cd, Hg, Pb, Ca and Na.
Clays and Clay minerals. 45(2): 125-131
Akpinar EA, Akpinar S, Oztop HF. 2009. Statistical analysis of meteorological
factors and air pollution at winter months in Elazig, Turkey. Journal of Urban
and Environmental Engineering. 3(1): 7-16.
Baskoro DPT, Tarigan SD. 2007. Karakteristik kelembapan tanah pada beberapa
jenis tanah. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 9(2): 77-81.
Budianta D, Wiralaga AYA, Lestari W. 2010. Changes in some soil chemical
properties of Ultisol applied by mulch from empty fruit bunches in an oil
palm plantation. J. Trop Soil. 15(2): 111-118.
Fecan F, Marticorena B, Bergametti G. 1999. Parametrization of the increase of
the aeolian erosion threshold wind friction velocity due to soil moisture for
arid and semi-arid areas. Annales Geophysicae. 17: 149–157.
Feng JL, Zhu LP, Ju JT, Zhou LP, Zhen XL, Zhang W, Gao SP. 2008. Heavy
Dustfall in Beijing, on April 16-17, 2006: Geochemical properties and
indications of the dust provenance. Geochemical Journal. 42: 221-236.
Gillette DA, Passi R. 1998. Modeling dust emission caused by wind erosion.
Journal of Geophysical Research. 93: 14233–14242.
Gorham R. 2002. Air Pollution From Ground Transportation; An assessment of
Causes, Strategies and Tactics, and Proposed Actions For The International
Community, United Nations.
Hai C, Yuan C, Liu G, Li X, Zhang F, Zhang X. 2007. Research on the
component of dustfall in Hohhot in comparison with surface soil components
in different lands of inner Mongolia Plateau. Water, Air, and Solid Pollution.
190: 27-34.
Kang J, Yoon S, Shao Y, Kim S. 2011. Comparison of vertical dust flux by
implementing three dust emissionss schemes in WRF/CHEM. Journal of
Geopghysical Research. 116(D9): 1-18.
Kellogg CA, Griffin DW. 2006. Aerobiology and the global transport of desert
dust. Trends in Ecology & Evolution. 21: 638–644.
Koren I, Kaufman YJ. 2004. Direct wind measurements of saharan dust events
from terra and aqua satellites. Geophysical Research Letters. 31(6) (art. no.L06122).
Laurent B, Marticorena B, Bergametti G, Mei F. 2006. Modeling mineral dust
emissions from Chinese and Mongolian deserts. Global and Planetary Change.
52: 121–141.
Liu LY, Shi PJ, Gao SY, Zou XY, Erdon H, Yan P, Li XY, Ta WQ, Wang JH,
Zhang CL. 2004. Dustfall in China’s Western Loess Plateau as influenced by
dust storm and haze events. Atmospheric Environment. 38: 1699-1703.
Marticorena B, Bergametti G. 1995. Modeling the atmospheric dust cycle. part 1:
Design of a soil-derived dust emission scheme. J. Ge.ophys. 100: 16415-16430.

16
McTainsh G, Strong C. 2007. The role of aeolian dust in ecosystems.
Geomorphology. 89: 39–54.
Morgan RPC. 1998. Soil Erosion and Conservation. Hong Kong (HK): Longman
Group.
Naddafi K, Nabizadeh R, Soltanianzadeh R, Ehrampoosh MH. 2006. Evaluation
of dustfall in the air of Yazd. Iran. J. Environ. Health. 3(3): 161-168.
Nandi A, Luffman I. 2012. Erosion related changes to physicochemical properties
of Ultisols distributed on calcareous sedimentary rocks. Journal of Sustainable
Development. 5(8): 52-68.
Niu RY, Zhou ZJ, Liu YW, Yang YQ. 2004. Causes of abnormal decreasing of
dusty weather in China during the spring of 2003. Climatic and Environmental
Research. 9(1): 24-33.
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara.
Prasetyo BH, Suriadikarta DA. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi
pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 39-47.
Setiawan T. 1992. Pengaruh polusi asap pabrik terhadap kesehatan lingkungan.
Jurnal PSL Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia. 12(4): 217-228.
Shang Z, Cheng L, Yu Q, He L, Lu Z. 2012. Changing Characteristics on Dust
Strom in Jiangsu. Open Journal of Air Pollution. 1: 67-73.
SNI 13-4703-1998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap
Debu Jatuh (Dustfall Collector).
Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy. Washington DC (US): World
Soil Resources Staff, Natural Resources Conservation.
Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta.
Sukartaatmadja S, Satol Y,Yamaij E. 2003. The effect of rainfall intensity on soil
erosion and runoff for Inceptisol soil in Indonesia. Bul. Agron. 31(2): 71- 79.
Teh CBS. 2012. The stability of individual macroaggregate size fractions of
Ultisol and Oxisol soils. J. Agr. Sci. Tech. 14: 459-466.
Washington R, Todd MC, Middleton NJ, Goudie AS. 2003. Dust storm source
areas determined by the total ozone monitoring spectrometer and surface
observations. Annals of the Association of American Geographers. 93 (2): 297313.
Yoshioka M, Mahowald NM, Dufresne JL, Luo C. 2005. Simulation of absorbing
aerosol indices for african dust. Journal of Geophysical Research. 110 (D18)
(art. no.D18S17).
Zhou XL. 2010. Discussion on some terms used for sand dust weather in the
national standard. Scientia Meteorologica Sinica. 30(2): 234-238.

17

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambaran kondisi lokasi penelitian
Lokasi

Gambar

Jenis Tanah

Kampung Carangpulang,
Desa Cikarawang, Kec.
Darmaga, Kab. Bogor

Inceptisol

Gymnasium Kampus IPB,
Darmaga, Bogor

Inceptisol

Pembukaan lahan
perumahan The Foresty
Bogor di Jalan Cifor Desa
Bubulak, Kel. Bubulak,
Kab. Bogor

Inceptisol

Perbatasan Kec. Jasinga
dengan Desa Cigudeg,
Kab. Bogor

Ultisol

GOR Jasinga, Kec.
Jasinga, Kab. Bogor

Ultisol

19
Lampiran 1 (lanjutan)
Lokasi

Gambar

Jenis Tanah

Taman Nasional Gunung
Ciremai (TNGC)

Andisol

Lapangan terbuka SD 1
Cisantana, Kec. Cigugur,
Kab. Kuningan

Andisol

Kampung Palutungan,
Kec. Cigugur, Kab.
Kuningan

Andisol

Kampung Pasir, Kec.
Cigugur, Kab. Kuningan

Andisol

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kab. Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 19 Mei 1992
dari ayah Amud dan ibu N. Aliah. Penulis adalah putri pertama dari tiga
bersaudara, kakak dari Fajar Sidiq dan Annisa Salsabila. Pada tahun 2006 penulis
lulus dari MTsN Model Cigugur dan diterima di SMAN 3 Kuningan. Penulis
lulus dari SMA pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima di
IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Analisis
Struktur semester genap tahun ajaran 2011/2012. Selain itu penulis pernah
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2012. Penulis juga
pernah aktif pada beberapa kepanitian dan pada tahun 2012 penulis menjadi
anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL)
divisi keprofesian.