Penambahan Rumpon untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Kelong Tancap di Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Dibawah bimbingan MULYONO S. BASKORO dan FIS PURWANGKA

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN
HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH
KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN
RIAU

DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN

SKRIPSI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

ABSTRAK
DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN. Penambahan Rumpon untuk Meningkatkan
Hasil Tangkapan Kelong Tancap di Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang,
Kepulauan Riau. Dibawah bimbingan MULYONO S. BASKORO dan FIS
PURWANGKA.
Kelong tancap termasuk kedalam alat tangkap lift net, pengoperasian alat tangkap

ini dengan cara menurunkan jaring ke dalam perairan hingga kedalaman tertentu dan
selanjutnya menunggu waktu hauling. Pengoperasian kelong tancap menggunakan alat
bantu lampu petromaks. Dalam perkembangannya, selain lampu, kelong tancap jarang
sekali menggunakan rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimental fishing.
Setelah data primer dan sekunder
terkumpul, dilakukan uji kenormalan Liliefors untuk melihat kenormalan data. Dari hasil
analisis diketahui data hasil tangkapan kedua kelong tancap tidak menyebar normal.
Sehingga uji statistika non parametrik perlu dilakukan. Uji yang digunakan adalah uji
pangkat bertanda Wilcoxon, analisis menggunakan program SPSS versi 11,5. Dari hasil
analisis untuk data hasil diperoleh nilai Thitung (5) < Ttabel (30), nilai zhitung (-3,258) > ztabel
(-1,645) dan nilai probabilitas (0,0005) < 0,05. Semua nilai tersebut mengindikasikan
tolak Ho. Artinya penggunaan rumpon pada kelong tancap berpengaruh nyata terhadap
peningkatan hasil tangkapan ikan. Untuk data hauling diperoleh nilai Thitung (5) < Ttabel
(30), nilai zhitung (-2,804) > ztabel (-1,645) dan nilai probabilitas (0,0025) < 0,05. Semua
nilai tersebut mengindikasikan tolak Ho. Artinya penggunaan rumpon pada kelong
tancap berpengaruh nyata terhadap laju akumulasi ikan.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI


Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

“Penambahan Rumpon untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Kelong Tancap di
Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang, Kepulauan Riau”
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi
yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2005

David Octavianus Siahaan
C54101074

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL
TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL,
KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU


Oleh :
DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN
C54101074

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul skripsi
Nama Mahasiswa

: Penambahan Rumpon unt uk Meningkatkan Hasil Tangkapan
Kelong Tancap di Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang,

Kepulauan Riau
: David Octavianus Siahaan

NRP

: C 54101074

Departemen

: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc.
Ketua

Fis Purwangka, S.Pi., M.Si.
Anggota


Diketahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan pada Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “Penambahan Rumpon untuk Meningkatkan
Hasil Tangkapan Kelong Ta ncap di Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang, Provinsi
Kepulauan Riau”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. dan Bapak Fis Purwangka, S.Pi., M.Si.
selaku Ketua Komisi Pembimbing,, dan Anggota Komisi Pembimbing atas segala
koreksi, saran, arahan dan bimbingan yang diberikan dalam penyusunan hasil
penelitian ini;
2. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu, M.Phil. sebagai Ketua Komisi Akademik
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor;
3. Kepala dan Karyawan Kantor Cabang Dinas Perikanan Kawal;
4. Pihak yang telah menyediakan akomodasi, dan membantu terlaksananya penelitian ini
dari awal hingga trip penangkapan berakhir; serta
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
dan kemampuan penulis, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
penyempurnaan skripsi ini. Semoga bermanfaat bagi mereka yang memerlukan.
Bogor, Desember 2005

David Octavianus Siahaan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Oktober 1981 di Air
Molek, Provinsi Riau, dari Orang tua bernama Saut Siahaan dan D
Sonti br Silalahi. Penulis adalah anak kedelapan dari - delapan
bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai pada TK Bhayangkara
di Pekanbaru pada


tahun 1987-1988.

Pada tahun 1994 penulis menyelesaikan

Pendidikan di Sekolah Dasar Santa Maria Pekanbaru. Selanjutnya pada tahun 1997,
penulis lulus dari SLTP Katolik Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pada tahun 2000,
penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1
Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Pada tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, melalui jalur UMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan sebagai Sekretaris umum (Periode
2003/2004), dan aktif sebagai anggota organisasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia (PMKRI) cabang Bogor (2002).

Penulis pernah menjadi Asisten

luar biasa mata kuliah Ekologi Perairan (periode tahun 2002-2003, 2003-2004), Asisten
dosen mata kuliah Biologi Laut (periode tahun 2003-2004), dan terlibat sebagai panitia

penerimaan mahasiswa baru Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Ombak 2003),
panitia penyambutan mahasiswa baru PSP (2003), serta panitia Diskusi Nasional Trawl
(2003).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..…………………………………………………………......... ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..........

x

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..........

xi

1 PENDAHULUAN ................................................................................................

1

1.1 Latar Belakang …………………………………......................................... 1

1.1 Tujuan Penelitian ………………………………………….......................... 3
1.2 Manfaat Penelitian …………………………………………………............ 3
2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7

Rumpon ……………………….....................................................................
Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon …………........................................
Alat Tangkap Kelong Tancap ………………………………………...........
Reaksi Ikan Terhadap Cahaya ………………………………......................
Daerah Pengoperasian Kelong Tancap ........................................................
Waktu Pengoperasian Kelong Tancap ………………………….................
Hasil Tangkapan Kelong Tancap ………………………………..................

4

4
7
8
9
11
11
12

3 METODOLOGI ................................................................................................... 14
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………........... 14
3.2 Alat dan Bahan ……………………………...………………………......... 14
3.2.1 Alat ................................................................................................... 14
3.2.2 Bahan ................................................................................................ 14
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................ 21
3.3.1 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 24
3.3.2 Metode Analisis Data ....................................................................... 25
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ................................................ 29
4.1 Keadaan Umum Daerah Kawal …………………………………….......... 29
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap ……………………………….......... 30
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................

5.1 Rumpon ...................................................................................................... 35
5.2 Hasil Tangkapan ......................................................................................... 40
5.2.1 Komposisi Hasil Tangkapan per Jenis Ikan ................................... 40
5.2.2 Hasil Tangkapan (kg) per Trip ...................................................... 45
5.2.3 Hasil Tangkapan Rata-rata hauling Setiap Trip Penangkapan Ikan ................................................................. 51
5.2 Laju Akumulasi Ikan ................................................................................. 52

35

5.3 Frekuensi Ikan Tertangkap ........................................................................ 55
5.4 Kemunculan Ikan per Waktu Hauling ....................................................... 59
6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 62
6.1 Kesimpulan …………………………………………………………......... 62
6.2 Saran …………………………………………………………………....... 63
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….......... 65
LAMPIRAN …………………………………………………………………........ 68

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Spesifikasi rumpon (bahan,ukuran, jumlah dan kegunaan) ………………...... 15

2

Alat tangkap di Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001) ................................ 31

3

Armada penangkapan di Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001) ………… 32

4

Nilai hasil laut Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001) ………....................

5

Komposisi total jenis ikan hasil tangkapan kelong dengan rumpon ………..... 41

6

Komposisis total jenis ikan hasil tangkapan kelong tanpa rumpon ………...... 43

7

Berat hasil tangkapan tiap trip kelong tancap dengan rumpon …………......... 47

8

Berat hasil tangkapan tiap trip kelong tancap tanpa rumpon ……………........ 48

9

Frekuensi ikan tertangkap pada kelong dengan rumpon …………………......

33

57

10 Frekuensi ikan tertangkap pada kelong tanpa rumpon ………………………. 58
11 Total hasil tangkapan dan jumlah hauling kelong tancap dengan rumpon ......

61

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN
HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH
KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN
RIAU

DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN

SKRIPSI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

ABSTRAK
DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN. Penambahan Rumpon untuk Meningkatkan
Hasil Tangkapan Kelong Tancap di Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang,
Kepulauan Riau. Dibawah bimbingan MULYONO S. BASKORO dan FIS
PURWANGKA.
Kelong tancap termasuk kedalam alat tangkap lift net, pengoperasian alat tangkap
ini dengan cara menurunkan jaring ke dalam perairan hingga kedalaman tertentu dan
selanjutnya menunggu waktu hauling. Pengoperasian kelong tancap menggunakan alat
bantu lampu petromaks. Dalam perkembangannya, selain lampu, kelong tancap jarang
sekali menggunakan rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimental fishing.
Setelah data primer dan sekunder
terkumpul, dilakukan uji kenormalan Liliefors untuk melihat kenormalan data. Dari hasil
analisis diketahui data hasil tangkapan kedua kelong tancap tidak menyebar normal.
Sehingga uji statistika non parametrik perlu dilakukan. Uji yang digunakan adalah uji
pangkat bertanda Wilcoxon, analisis menggunakan program SPSS versi 11,5. Dari hasil
analisis untuk data hasil diperoleh nilai Thitung (5) < Ttabel (30), nilai zhitung (-3,258) > ztabel
(-1,645) dan nilai probabilitas (0,0005) < 0,05. Semua nilai tersebut mengindikasikan
tolak Ho. Artinya penggunaan rumpon pada kelong tancap berpengaruh nyata terhadap
peningkatan hasil tangkapan ikan. Untuk data hauling diperoleh nilai Thitung (5) < Ttabel
(30), nilai zhitung (-2,804) > ztabel (-1,645) dan nilai probabilitas (0,0025) < 0,05. Semua
nilai tersebut mengindikasikan tolak Ho. Artinya penggunaan rumpon pada kelong
tancap berpengaruh nyata terhadap laju akumulasi ikan.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

“Penambahan Rumpon untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan Kelong Tancap di
Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang, Kepulauan Riau”
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun semua sumber data dan informasi
yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2005

David Octavianus Siahaan
C54101074

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL
TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL,
KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

Oleh :
DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN
C54101074

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul skripsi
Nama Mahasiswa

: Penambahan Rumpon unt uk Meningkatkan Hasil Tangkapan
Kelong Tancap di Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang,
Kepulauan Riau
: David Octavianus Siahaan

NRP

: C 54101074

Departemen

: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc.
Ketua

Fis Purwangka, S.Pi., M.Si.
Anggota

Diketahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan pada Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “Penambahan Rumpon untuk Meningkatkan
Hasil Tangkapan Kelong Ta ncap di Daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang, Provinsi
Kepulauan Riau”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. dan Bapak Fis Purwangka, S.Pi., M.Si.
selaku Ketua Komisi Pembimbing,, dan Anggota Komisi Pembimbing atas segala
koreksi, saran, arahan dan bimbingan yang diberikan dalam penyusunan hasil
penelitian ini;
2. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu, M.Phil. sebagai Ketua Komisi Akademik
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor;
3. Kepala dan Karyawan Kantor Cabang Dinas Perikanan Kawal;
4. Pihak yang telah menyediakan akomodasi, dan membantu terlaksananya penelitian ini
dari awal hingga trip penangkapan berakhir; serta
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
dan kemampuan penulis, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
penyempurnaan skripsi ini. Semoga bermanfaat bagi mereka yang memerlukan.
Bogor, Desember 2005

David Octavianus Siahaan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Oktober 1981 di Air
Molek, Provinsi Riau, dari Orang tua bernama Saut Siahaan dan D
Sonti br Silalahi. Penulis adalah anak kedelapan dari - delapan
bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai pada TK Bhayangkara
di Pekanbaru pada

tahun 1987-1988.

Pada tahun 1994 penulis menyelesaikan

Pendidikan di Sekolah Dasar Santa Maria Pekanbaru. Selanjutnya pada tahun 1997,
penulis lulus dari SLTP Katolik Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pada tahun 2000,
penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1
Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Pada tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, melalui jalur UMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan sebagai Sekretaris umum (Periode
2003/2004), dan aktif sebagai anggota organisasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia (PMKRI) cabang Bogor (2002).

Penulis pernah menjadi Asisten

luar biasa mata kuliah Ekologi Perairan (periode tahun 2002-2003, 2003-2004), Asisten
dosen mata kuliah Biologi Laut (periode tahun 2003-2004), dan terlibat sebagai panitia
penerimaan mahasiswa baru Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Ombak 2003),
panitia penyambutan mahasiswa baru PSP (2003), serta panitia Diskusi Nasional Trawl
(2003).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..…………………………………………………………......... ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..........

x

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..........

xi

1 PENDAHULUAN ................................................................................................

1

1.1 Latar Belakang …………………………………......................................... 1
1.1 Tujuan Penelitian ………………………………………….......................... 3
1.2 Manfaat Penelitian …………………………………………………............ 3
2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7

Rumpon ……………………….....................................................................
Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon …………........................................
Alat Tangkap Kelong Tancap ………………………………………...........
Reaksi Ikan Terhadap Cahaya ………………………………......................
Daerah Pengoperasian Kelong Tancap ........................................................
Waktu Pengoperasian Kelong Tancap ………………………….................
Hasil Tangkapan Kelong Tancap ………………………………..................

4
4
7
8
9
11
11
12

3 METODOLOGI ................................................................................................... 14
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………........... 14
3.2 Alat dan Bahan ……………………………...………………………......... 14
3.2.1 Alat ................................................................................................... 14
3.2.2 Bahan ................................................................................................ 14
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................ 21
3.3.1 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 24
3.3.2 Metode Analisis Data ....................................................................... 25
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ................................................ 29
4.1 Keadaan Umum Daerah Kawal …………………………………….......... 29
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap ……………………………….......... 30
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
5.1 Rumpon ...................................................................................................... 35
5.2 Hasil Tangkapan ......................................................................................... 40
5.2.1 Komposisi Hasil Tangkapan per Jenis Ikan ................................... 40
5.2.2 Hasil Tangkapan (kg) per Trip ...................................................... 45
5.2.3 Hasil Tangkapan Rata-rata hauling Setiap Trip Penangkapan Ikan ................................................................. 51
5.2 Laju Akumulasi Ikan ................................................................................. 52

35

5.3 Frekuensi Ikan Tertangkap ........................................................................ 55
5.4 Kemunculan Ikan per Waktu Hauling ....................................................... 59
6 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 62
6.1 Kesimpulan …………………………………………………………......... 62
6.2 Saran …………………………………………………………………....... 63
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….......... 65
LAMPIRAN …………………………………………………………………........ 68

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Spesifikasi rumpon (bahan,ukuran, jumlah dan kegunaan) ………………...... 15

2

Alat tangkap di Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001) ................................ 31

3

Armada penangkapan di Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001) ………… 32

4

Nilai hasil laut Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001) ………....................

5

Komposisi total jenis ikan hasil tangkapan kelong dengan rumpon ………..... 41

6

Komposisis total jenis ikan hasil tangkapan kelong tanpa rumpon ………...... 43

7

Berat hasil tangkapan tiap trip kelong tancap dengan rumpon …………......... 47

8

Berat hasil tangkapan tiap trip kelong tancap tanpa rumpon ……………........ 48

9

Frekuensi ikan tertangkap pada kelong dengan rumpon …………………......

33

57

10 Frekuensi ikan tertangkap pada kelong tanpa rumpon ………………………. 58
11 Total hasil tangkapan dan jumlah hauling kelong tancap dengan rumpon ......

61

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Bentuk umum rumpon dan cara pemangsaan ikan oleh pemangsa .................

11

2

Bentuk dan ukuran mata jaring pada kelong tancap..........................................

18

3 Kerangka pemikiran kegiatan penelitian .........................................................

24

4

Hasil laut Kecamatan Gunung Kijang (tahun 2001) .......................................

33

5 Bentuk dan konstruksi rumpon .......................................................................

36

6

Posisi pemasangan rumpon pada kelong tancap ……………..........................

38

7 Posisi pemasangan rumpon tampak atas .........................................................

39

8

Komposisi total jenis ikan hasil tangkapan kelong tancap dengan rumpon
dan kelong tancap tanpa rumpon ......................................................................

44

Perbandingan hasil tangkapan pada kedua kelong tancap ................................

49

10 Rata-rata hasil tangkapan per hauling setiap trip kelong tancap dengan
rumpon dan kelong tancap tanpa rumpon...........................................................

52

9

11 Jumlah hauling per trip kelong tancap dengan rumpon dan kelong tancap
tanpa rumpon ..................................................................................................... 54
12 Frekuensi hauling kelong tancap dengan rumpon dan kelong tancap dengan
Rumpon ............................................................................................................. 54
13 Frekuensi ikan tertangkap pada kelong tancap denga n rumpon ........................ 58
14 Frekuensi ikan tertangkap pada kelong tancap tanpa rumpon ........................... 59

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Peta lokasi penelitian …....…………………………………………….........

69

2 Tanggal operasi penangkapan kedua kelong tancap, dan umur bulan ...........

70

3 Hasil tangkapan per trip kelong tancap dengan rumpon dan kelong
tancap tanpa rumpon .....................................................................................

71

4

Rata-rata hasil tangkapan per hauling setiap trip kelong tancap
dengan rumpon dan kelong tancap tanpa rumpon .........................................

72

5 Jumlah hauling kelong tancap dengan rumpon dan
kelong tancap tanpa rumpon ………………………………………………..

73

6

Frekuensi hauling kelong tancap dengan rumpon
dan kelong tancap tanpa rumpon ………………………………………......

74

7

Hasil uji kenormalan data hasil tangkapan kelong dengan rumpon ..............

75

8

Hasil uji kenormalan data hasil tangkapan kelong tanpa rumpon .................

76

9

Hasil analisis uji Wilcoxon terhadap hasil tangkapan dengan
menggunakan program SPSS versi 11,5 antara kelong tancap
dengan menggunakan rumpon dan kelong tancap tanpa rumpon ..................

77

10 Hasil analisis uji Wilcoxon terhadap jumlah hauling dengan
menggunakan program SPSS versi 11,5 antara kelong tancap
dengan menggunakan rumpon dan kelong tancap tanpa rumpon ..................

78

11 Atraktor daun kelapa, dan atraktor lampu petromaks 2 buah ......................

79

12 Hasil tangkapan kelong tancap......................................................................

80

13 Dokumentasi selama penelitian berlangsung ...............................................

82

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu propinsi yang memiliki garis
pantai yang panjang. Wilayah perairan daerah ini lebih luas jika dibandingkan dengan
wilayah daratannya.

Sebagai Provinsi yang memiliki wilayah perairan yang luas,

Kepulauan Riau memiliki sumberdaya hayati laut yang besar.

Hal ini terlihat dari

besarnya hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan yang ada di daerah ini.
Target pasar komoditi perikanan Provinsi Kepulauan Riau tidak hanya untuk
memenuhi permintaan pasar daerah saja tetapi ikut memenuhi permintaan pasar luar
negeri seperti Malaysia, Singapura, dan serta beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.
Sumberdaya yang dipasarkan ke luar negeri sangat beragam, diantaranya jenis ikan
pelagis besar, pelagis kecil, ikan demersal, molusca, dan crustacea. Salah satu jenis ikan
yang memiliki nilai jual yang tinggi adalah jenis ikan pelagis kecil.

Aktivitas

penangkapan ikan pelagis kecil di Provinsi Kepulauan Riau cukup tinggi.
Salah satu daerah penyuplai kebutuhan ekspor ikan pelagis kecil di Provinsi
Kepulauan Riau adalah Kecamatan Gunung Kijang, tepatnya daerah Kawal.
Pemanfaatan ikan pelagis di daerah ini sangat baik. Alat tangkap yang biasa digunakan
adalah jaring insang. Selain ikan pelagis besar, daerah ini juga kaya akan sumberdaya
ikan pelagis kecil.

Metode penangkapan ikan pelagis kecil di daerah ini adalah

pengoperasian jaring-jaring besar pada bangunan berpanggung yang tidak bergerak dan
berjangkar di laut. Metode ini diperkenalkan pertama kali dan merupakan ciri khas dari
nelayan Melayu dari Hongkong, Malaysia, dan Indonesia. Meskipun definisinya belum
jelas, alat tangkap ini disebut Kelong di Malaysia.
Di Malaysia, kelong merupakan bangunan berpanggung besar yang tidak bergerak
dengan memiliki rumah untuk perlindungan dan akomodasi kehidupan nelayan. Pada
panggung ini pengangkatan jaring dioperasikan dengan bantuan alat derek yang mudah
dikendalikan tangan. Jaring tempat hasil tangkapan diturunkan dan dinaikkan pada
bagian tengah panggung ini. Kelong yang ada di Malaysia sebagian besar merupakan
kelong tancap, atau oleh masyarakatnya lebih dikenal dengan sebutan stationery kelong.

Alat tangkap kelong banyak dijumpai di sepanjang perairan Selat Malaka. Oleh
nelayan yang ada di Semenanjung Malaka, kelong dikembangkan dan dimodifikasi.
Untuk memaksimalkan fungsi alat tangkap ini dalam menangkap ikan, nelayan
memodifikasi kelong agar dapat berpindah tempat.

Artinya nelayan membuat alat

tangkap yang serupa namun menggunakan beberapa pelampung, alat ini dikenal dengan
sebutan kelong apung atau mobile kelong. Dalam pengoperasiannya kelong apung dapat
dipindahkan, kelong dapat ditarik ke daerah penangkapan ikan yang baru dan dapat pula
ditarik ke arah pantai sewaktu-waktu bila diinginkan oleh nelayan. Sementara itu kelong
tancap tidak dapat dipindahkan.
Menurut Brandt (1984), pengoperasian alat tangkap kelong secara umum sama
dengan pengoperasian alat tangkap bagan. Bahkan alat tangkap ini termasuk dalam salah
satu dari sepuluh klasifikasi alat tangkap yang ada di Indonesia, yaitu lift net. Perbedaan
terbesar kelong dan bagan terletak pada bangunan panggungnya. Pada kelong, rumah
tunggu nelayan lebih besar dibandingkan pada bagan. Nelayan kelong menempatkan
rumah tunggunya pada tepi salah satu sisinya agar tidak mengganggu aktivitas
menaikkan dan menurunkan jaring, sedangkan rumah tunggu pada bagan diposisikan di
tengah panggung dan ukurannya jauh lebih kecil. Teknis pengoperasian kelong tancap
diasumsikan sama dengan alat tangkap bagan.
Daerah Kawal merupakan daerah dengan perairan yang cukup potensial untuk
usaha perikanan kelong. Letak geografis, keadaan oseanografis, dan keanekaragaman
biotanya sangat mendukung usaha perikanan kelong.

Hal ini ditunjukkan dengan

banyaknya kelong yang dioperasikan oleh nelayan setempat. Kebanyakan kelong di
perairan Kawal adalah jenis kelong apung dan kelong tancap.
Kelong tancap terbuat dari rangkaian kayu, dalam pengoperasiannya selama ini,
kelong hanya menggunakan cahaya lampu sebagai penarik perhatian ikan. Agar cahaya
ini dapat memikat perhatian ikan dengan maksimal, maka pengoperasian kelong
dilakukan pada malam hari, karena pada umumnya ikan pelagis kecil memiliki respon
yang cukup tinggi terhadap cahaya, atau dengan kata lain ikan pelagis kecil kebanyakan
bersifat fototaksis positif.
Penggunaan pemikat tambahan selain lampu dalam pengoperasian kelong belum
pernah dikenal dan diujicobakan oleh nelayan kelong tancap di Daerah Kawal,

Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, oleh sebab itu penelitian ini sangat perlu
dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu uji coba penambahan pemikat yang
baru dalam pengoperasian alat tangkap kelong yaitu penambahan rumpon.
Rumpon yang dimaksud terdiri dari ban sepeda motor bekas, dan daun kelapa
yang dirangkai menggunakan tali. Pemasangan daun kelapa, pada rangkaian tali dan ban
sepeda motor bekas dimaksudkan untuk menjadikan rumpon sebagai tempat berlindung
ikan.

Penelitian ini mencoba menelaah pengaruh penggunaan rumpon dalam

pengoperasian

kelong

tancap

untuk

meningkatkan

produktivitas

dan

efisiensi

penangkapan ( Subani, 1986).
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menentukan dan mengetahui
pengaruh penggunaan rumpon ditinjau dari hasil tangkapan perikanan kelong tancap serta
jumlah dan komposisi hasil tangkapan kelong tancap.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat bagi penulis, diharapkan penelitian ini mampu menambah pemahaman
dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang perikanan kelong tancap dalam
melakukan suatu analisa mengenai pengaruh penambahan rumpon pada pengoperasian
alat tangkap kelong tancap. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan informasi
kepada nelayan tradisional mengenai kegunaan rumpon sebagai penarik ikan pelagis kecil
pada kelong tancap dalam upaya peningkatan jumlah hasil tangkapan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumpon
Penggunaan dan penelitian rumpon atau Fish Agregating Device untuk memikat
ikan sudah dimulai sejak tahun 1900-an.

Monintja (1990) mengemukakan bahwa

rumpon telah digunakan di Indonesia sejak dahulu dan diketahui telah digunakan lebih
dari 30 tahun di banyak daerah sekitar Pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Utara.
Rumpon adalah suatu konstruksi bangunan yang dipasang di dalam air dengan tujuan
untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan penangkapan
ikan di suatu tempat (Monintja 1995 diacu dalam Zulkarnain 2002). Rumpon telah lama
dikenal baik di Indonesia maupun di negara- negara lain seperti Filipina dan negaranegara Pasifik Barat.
Rumpon biasanya dijadikan alat bantu penangkapan karena alat ini hanya
dijadikan sebagai alat tambahan yang digunakan sebagai pengumpul ikan pada suatu
tempat atau titik untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan bedasarkan alat tangkap
yang dikehendaki (Subani, 1986).
Definisi rumpon menurut SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat bantu
penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut.

Selanjutnya

dijelaskan dalam SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97 tentang pemasangan dan
pemanfaatan rumpon, ada tiga jenis rumpon, yaitu :
1. rumpon perairan dasar
adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar
perairan laut;
2. rumpon perairan dangkal
adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan
laut hingga kedalaman 200 meter;
3. rumpon perairan dalam
adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan
laut dengan kedalaman di atas 200 meter.

Lebih lanjut di dalam SK Mentan tersebut dijelaskan bahwa pada rumpon
perairan dasar dan dangkal, pengaturan pemasangan dan pemanfaatannya diatur lebih
lanjut oleh Pemerintah Daerah sebagai berikut :
1. sampai dengan jarak 3 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada waktu air
surut dari setiap pulau, diatur oleh Pemerintah Daerah Tingkat II;
2. di atas 3 sampai dengan 12 mil laut diukur dari garis pasang surut terendah pada
waktu air surut dari setiap pulau, diatur oleh Pemerintah Daerah Tingkat I;
Berdasarkan SK Mentan No.51/Kpts/IK.250/1/97, dijelaskan bahwa jarak antar
rumpon untuk rumpon laut dalam adalah 10 mil yang tidak boleh dipasang dengan cara
pemasangan yang mengakibatkan efek pagar (zig- zag).
Subani (1986) menjelaskan bahwa rumpon laut dangkal umumnya dipasang pada
kedalaman antara 30 sampai dengan 75 meter. Setelah dipasang, kedudukan rumpon ini
ada yang dapat diangkat-angkat, tetapi ada pula yang bersifat tetap, tergantung kepada
pemberat yang digunakan.

Rumpon di Indonesia merupakan FAD skala kecil dan

sederhana yang umumnya di buat dari bahan tradisional. Rumpon tersebut di tempatkan
pada kedalaman perairan yang dangkal dengan jarak 5 sampai 10 mil laut (9 sampai
dengan 18 km) dari pantai, dan umumnya tidak lebih dari 10 sampai dengan 20 mil laut
(35 km) dari pangkalan terdekat (Monintja, 1995).
Desain rumpon baik rumpon dasar, rumpon laut dangkal, dan rumpon laut dalam
secara garis besar terdiri atas empat (4) komponen utama, yaitu :
1. pelampung tanda atau float;

2. pemberat atau sinker;

3. tali atau rope;

4. pemikat atau atraktor.

Tali yang menghubungkan pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisipsisipkan daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya setelah dibelah menjadi dua.
Panjang tali bervariasi, tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman laut tempat
rumpon tersebut ditanam (Subani, 1986).

Selain daun kelapa ada appendage atau

pemikat lain yang dapat digunakan seperti sisa atau bekas jaring, kumpulan tali temali,
ilalang, daun nipah, daun pinang.
Menurut Tim Pengkajian Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987), persyaratan
umum dari komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah sebagai berikut :
1. Pelampung,

- mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik
- konstruksi cukup kuat
- tahan terhadap gelombang dan air
- mudah dikenali dari jarak jauh
- bahan pembuatnya mudah didapat;
2. Pemikat,
- mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan
- tahan lama
- mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah
- melindungi ikan- ikan kecil
- terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah;
3. Tali temali,
- terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk
- harganya relatif murah
- mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda benda lainnya dan terhadap arus
- tidak bersimpul (less knot);
4. Pemberat,
- bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh
- permukaannya tidak licin sehingga dapat mencengkram dasar perairan dan memiliki massa jenis yang besar.
Prinsip suatu penangkapan ikan dengan menggunakan alat bant u rumpon adalah
untuk mengumpulkan ikan, sehingga nantinya ikan akan lebih mudah ditangkap dengan
alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon
karena rumpon berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dan mencari makan.
Adanya ikan di sekitar rumpon menciptakan suatu hubungan makan dan dimakan,
dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga sejak rumpon dipasang di perairan.
Hal ini dikarenakan proses pembusukan daun yang terjadi. Selanjutnya hewan- hewan
kecil dari golongan zooplankton akan datang untuk mencari makan. Akhirnya ikan- ikan
kecil akan berdatangan, begitu pula halnya dengan ikan- ikan besar akan datang untuk

mencari makan dengan memangsa ikan- ikan pelagis kecil (Hela dan Laevastu, 1981;
Subani, 1986; Sondita, 1986; Takayama, 1959 diacu dalam Zulkarnain 2002).
Lebih lanjut Monintja (1990), menyatakan bahwa manfaat yang didapat dari
penggunaan rumpon adalah sebagai berikut :
1. efisiensi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian
2. meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan
3. meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi
ukuran ikan.
2.2 Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon
Pengembangan usaha dibidang penangkapan ikan tidak terlepas dari pengetahuan
yang cukup tentang tingkah laku ikan target baik secara individu maupun berkelompok.
Pengetahuan tentang tingkah laku ikan merupakan dasar dari metode- metode
penangkapan yang ada, dan juga merupakan kunci bagi perbaikan metode penangkapan
yang telah diketahui, serta penemuan-penemuan metode yang baru (Yusfiandayani,
2003).
Dalam hal mengumpulkan ikan, Gunarso (1985) mengungkapkan bahwa hal
tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain rangsangan kimia, rangsangan
terhadap

penglihatan,

rangsangan

terhadap

pendengaran,

rangsangan

terhadap

penciuman, rangsangan dengan menggunakan aliran listrik, dan rangsangan dengan
menyediakan tempat berlindung. Laevastu dan Hela (1981), menyatakan bahwa cahaya
dapat mempengaruhi beberapa tingkah laku ikan, seperti merangsang ikan untuk makan,
menghindarkan diri dari alat tangkap, serta mendekati cahaya tersebut.

Menurut

Yusfiandayani (2003), proses pembentukan rantai makanan pada rumpon dimulai dengan
proses pembusukan yang dilakukan oleh kolonisasi perifiton yang diikuti dengan
berkumpulnya pemangsa perifiton, dan kemudian plankton- feeder.
Subani (1989) mengemukakan bahwa teori tertariknya ikan yang berada disekitar
rumpon, disebabkan karena :
1. rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis ik an tertentu;
2. rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan- ikan tertentu;
3. rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telur bagi ikan- ikan tertentu;
4. rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan- ikan tertentu;

5. rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan- ikan tertentu
yang beruaya.
2.3 Alat Tangkap Kelong Tancap
Berdasarkan klasifikasi FAO (1959), di Indonesia terdapat sepuluh klasifikasi alat
tangkap yang digunakan untuk mengeksploitasi sumberdaya hayati laut. Pengelompokan
alat tangkap ini berdasarkan teknik pengoperasiannya. Secara garis besar alat tangkap lift
net terdiri atas jaring yang dilengkapi frame untuk membuat jaring terbuka dan alat untuk
menaikkan dan menurunkan jaring diantaranya tali, kayu dan bahan logam. Salah satu
kelompok alat tangkap yang popular di Indonesia adalah kelompok alat tangkap lift net.
Menurut Brandt (1984), lift net adalah alat tangkap yang menggunakan jaring dan
dalam pengoperasian jaring pada alat ini diangkat dan dinaikkan untuk menangkap ikan.
Alat tangkap yang termasuk dalam lift net diantaranya jaring krendet untuk menangkap
lobster, scoop net, alat lain adalah alat tangkap yang terdiri atas jaring besar yang
menyerupai selimut yang dikenal dengan istilah blanket nets.

Alat tangkap yang

termasuk blanket nets diantaranya bagan. Bagan memiliki banyak jenisnya seperti bagan
apung, bagan tancap, dan bagan perahu. Bagan perahu ada yang dioperasikan dengan
satu perahu dan ada pula yang dioperasikan dengan dua perahu. Alat tangkap lain yang
termasuk dalam blanket nets adalah kelong.
Kelong kurang lazim terdengar dalam klasifikasi alat tangkap di Indonesia, karena
alat tangkap ini diadopsi dari kegiatan perikanan di Hongkong dan Malaysia. Penyebaran
alat tangkap ini juga tidak seluas penyebaran alat tangkap bagan.

Alat tangkap ini

banyak dijumpai di perairan sekitar Selat Malaka. Seperti halnya bagan, kelong terbagi
lagi menjadi dua jenis yaitu kelong tancap dan kelong apung.
Dalam pengoperasiannya, kelong juga menggunakan cahaya lampu sebagai
pemikat utamnya dalam mengumpulkan ikan. Lampu yang digunakan adalah lampu
petromaks yang merupakan alat bantu utama pengoperasian alat tangkap ini. Karena alat
tangkap ini menggunakan lampu, maka terkadang alat tangkap ini juga diklasifikasikan
ke dalam perikanan light fishing.
Perairan tempat kelong tancap dioperasikan berkisar pada kedalaman 5 hingga 10
meter. Sedangkan kelong apung dapat dipindahkan dari satu daerah penangkapan ke
daerah penangkapan lainnya (Subani, 1986). Kelong apung ditarik dengan menggunakan

satu perahu yang posisinya terpisah dengan bangunan kelong.

Perahu ini berfungsi

sebagai penarik bangunan kelong saat kelong akan dipindahkan.
Secara umum kelong tancap terdiri dari rangkaian kayu yang dirangkai
sedemikian rupa seperti bentuk panggung, bangunan ini memiliki rumah tunggu, roller,
lampu petromaks, jaring dan serok (scoop net).

Pada waktu operasi penangkapan

dilakukan, jaring diturunkan dengan menggunakan roller atau penggulung jaring ke
perairan dengan kedalaman tertentu. Teknik pengoperasian kelong tancap sama halnya
dengan teknik pengoperasian bagan. Setelah ikan terkumpul di bawah lampu, kemudian
dilakukan penangkapan ikan dengan menggunakan jaring yang telah tersedia (Ayodhyoa,
1981).

Kemudian dengan menggunakan serok atau scoop net hasil tangkapan

dikumpulkan dan dipindahkan ke dalam keranjang ikan (Baskoro et al, 1998 diacu dalam
Zulkarnain 2002).
2.4 Reaksi Ikan Terhadap Cahaya
Masyahoro (1998), menyebutkan bahwa daya pemikat bagi ikan adalah
rangsangan atau tanda-tanda.

Rangsangan yang dapat diberikan kepada ikan dapat

berupa rangsangan cahaya, bunyi, mekanis dan kimia.
Menangkap ikan dengan menggunakan cahaya sudah dilakukan dari dahulu
dengan berbagai cara yang berbeda serta berbagai teknik yang dipakai. Sumber cahaya
yang pertama kali digunakan untuk mengumpulkan ikan adalah obor, lalu dengan
perkembangan teknologi, mulailah digunakan lampu minyak tanah, gas karbit dan
terakhir menggunakan lampu listrik (Ruivo, 1959).
Kekuatan cahaya yang diperlukan dalam suatu usaha penangkapan ikan sangat
bervariasi. Hela dan Laevastu (1981) menyatakan bahwa, ikan diketahui memberikan
reaksi terhadap cahaya antara 0,1 hingga 0,001 lux, tergantung pada adaptasi sebelumnya
terhadap cahaya atau kegelapan.
Ben Yami (1976) diacu dalam Zulkarnain 2002, mengemukakan bahwa ada dua
pola reaksi ikan terhadap cahaya, yaitu fototaksis dan fotokenesis. Fototaksis merupakan
gerakan spontan dari ikan yang mendekati atau menjauhi sumber cahaya.

Gerakan

spontan dari ikan yang mendekati sumber cahaya disebut fototaksis positif dan gerakan
spontan ikan yang menjauhi sumber cahaya dinamakan fototaksis negatif. Fotokenesis
merupakan respon ikan yang ditimbulkan oleh hewan dalam kebiasaan hidup.

Ikan pada umumnya akan membentuk schooling atau kerumunan pada saat terang
dan akan menyebar pada saat gelap. Ikan akan lebih mudah diserang oleh pemangsa
apabila posisi ikan di dalam perairan terpencar-pencar atau terpisah dari kelompoknya.
Adanya rangsangan cahaya pada malam hari yang dipakai pada alat tangkap kelong
tancap akan menarik perhatian ikan untuk mendekati daerah yang diterangi cahaya
tersebut, dan akan cenderung membentuk schooling. Hal ini akan lebih mengamankan
posisi ikan dari ancaman pemangsa.
Ben Yami (1987), Subani dan Barus (1989), selanjutnya menyatakan bahwa
keberhasilan operasi penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya selain ditentukan oleh
lampu dan besarnya intensitas cahaya, juga ditentukan oleh faktor lain yaitu kecerahan
perairan, gelombang, angin, arus, sinar bulan dan pemangsaan.
Bentuk umum rumpon dan cara pemangsaan ikan oleh predator akan terlihat jelas
pada Gambar 1 berikut ini:

Sumber :. Balai Penelitian Perikanan Laut (1986)
Gambar 1 Bentuk umum rumpon dan cara pemangsaan ikan oleh pemangsa
2.5 Daerah Pengoperasian Kelong Tancap
Sama halnya dengan bagan tancap dan bagan apung, kelong tancap dan kelong
apung biasanya dioperasikan di wilayah perairan yang cukup subur, keadaan perairan
cukup tenang, tidak banyak dipengaruhi oleh laut lepas seperti gelombang yang besar,

dan angin yang kencang serta arus yang kuat.

Daerah tersebut umumnya berada di

wilayah teluk yang cukup terlindungi dari faktor luar (Subani, 1989).

Daerah

penangkapan ikan dengan kelong tancap pada umumnya berada di dekat pulau serta
wilayah perairan lain yang cukup tenang. Daerah penangkapan untuk kelong tancap juga
mempertimbangkan keadaan lingkungan sekitar kelong agar dapat bertahan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Sehingga biaya untuk perbaikan atau perawatan kelong tancap
dapat dikurangi seminimal mungkin.
2.6 Waktu Pengoperasian Kelong Tancap
Karena dalam pengoperasiannya alat tangkap kelong tancap menggunakan alat
bantu lampu, maka alat tangkap ini tidak baik bila dioperasikan pada siang hari. Bahkan
pada saat terang bulan alat tangkap ini sangat tidak efisien dan tidak efektif, karena sinar
bulan merata di wilayah permukaan perairan dengan intensitas cahaya yang lebih besar
dari intensitas cahaya yang digunakan di kelong, sebaran ikan pun merata di wilayah
perairan. Waktu operasi penangkapan ikan dengan menggunakan kelong tancap dimulai
pada saat matahari mulai terbenam hingga menjelang fajar.
Ikan dengan sifat fototaksis positif akan lebih aktif dan menunjukkan sifat
fototaksis positif yang maksimum sebelum tengah malam dan beberapa saat setelah
tengah malam, hal ini karena intensitas cahaya pada saat tersebut sangat rendah sehingga
cahaya yang merambat di dalam air maksimal. Dengan mengetahui sifat fototaksis ini,
kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan sebelum tengah malam atau sesudah tengah
malam akan lebih efektif (Gunarso, 1985).
2.7 Hasil Tangkapan Kelong Tancap
Menurut Brandt (1984) jenis tangkapan kelong tancap dan bagan tancap sama,
alat tangkap kelong juga digunakan untuk menangkap ikan pelagis. Menurut Nomura
dan Yamazaki (1977), jenis spesies yang sering tertangkap dengan menggunakan alat
tangkap bagan adalah teri (Stolephorus sp), kembung (Rastrelliger sp), layur (Trichiurus
sp), tembang (Sardinella fimbriata), cumi-cumi (Loligo sp), tenggiri (Scomberomerus
sp), tongkol (Auxis sp), bawal (Pampus argentus), pepetek (Leiognathus sp), selar (Selar
crumenopathalmus), cakalang (Katsuwonus pelamis), layang (Sardinella longiceps),
lemuru (Decapterus sp), dan alu-alu (Sphyraena sp). Bahkan Monintja (1989)

menambahkan dua spesies lainnya disamping spesies yang telah disebutkan di atas yaitu
ikan japuh (Dussumieria sp), dan sotong (Sepia sp).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Imron (1997), yaitu uji coba
penangkapan ikan dengan jaring insang lingkar (encircling gillnet) di perairan Teluk
Palabuhanratu antara bulan Desember – Januari 1997. Hasil penelitian yang pertama
adalah komposisi hasil tangkapan dengan penggunaan alat bantu lampu petromaks, yaitu
antara lain ikan tembang, daun bambu, selar bentong, pepetek, layur, semar dan lain
sebagainya.

Hasil penelitian yang kedua adalah komposisi hasil tangkapan dengan

penggunaan alat bantu rumpon, yaitu antara lain ikan tembang, daun bambu, tongkol,
selar bentong, bawal hitam, pepetek, layur, semar dan lain sebagainya. Hasil penelitian
yang ketiga adalah komposisi hasil tangkapan dengan penggunaan kombinasi alat bantu
lampu petromaks dan rumpon, yaitu antara lain ikan tembang, daun bambu, tongkol, selar
bentong, pepetek, layur, semar dan lain sebagainya.
Menurut penelitian Prasetyo (1999), yaitu tentang komposisi ikan yang tertangkap
dengan pukat cincin (purse seine) yang menggunakan lampu listrik dan rumpon di
Perairan Utara Jawa antara Bulan April – Mei 1999, antara lain adalah ikan selar bentong,
layang, tongkol, bawal hitam, layur, pepetek, dan cumi-cumi.

Mulyono (2000),

menjelaskan hasil penelitian tentang histologi retina ikan hasil tangkapan bagan apung di
Perairan Teluk Pelabuhan Ratu, yaitu bahwa jenis ikan layur, teri dan pepetek memiliki
cone index yang sangat tinggi pada saat menjelang pagi hari, yang mengindikasikan
bahwa ikan- ikan tersebut bersifat fototaksis positif.

3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Juni 2004 sampai
dengan bulan Agustus 2004 di daerah Kawal, Kabupaten Tanjungpinang, Provinsi
Kepulauan Riau. Penelitian dilakukan selama satu tahun tiga bulan (Mei 2004 - Agustus
2005).

Dimulai dari persiapan yaitu studi literatur, pembuatan usulan penelitian,

perizinan, pelaksanaan penelitian lapang, pengambilan data, pengolahan data, dan
penulisan, serta penyusunan hasil penelitian dalam bentuk skripsi.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1

Alat
Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian adalah:

(1)

Satu unit perahu motor tempel (penjelasan pada sub bab berikutnya).

(2)

Satu unit penangkapan kelong tancap (penjelasan pada sub bab berikutnya).

(3)

Kamera untuk dokumentasi s