Asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi dengan status gizi normal dan gemuk

(1)

ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA AKTIVITAS FISIK

PADA MAHASISWI DENGAN STATUS GIZI

NORMAL DAN GEMUK

IFNA FANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRACT

IFNA FANI. Energy and Protein Intake on Adolescent Girl Students with Normal Nutritional Status and Overweight/obese. Supervised by LILIK KUSTIYAH

The objective of this study was to analyze energy and protein intake on adolescent girl students with normal nutritional status and overweight/obese. The design of this study was cross-sectional. The subject were 78 adolescent girl students lived in Preparation Level (TPB) dormitory, Bogor Agricultural University. Samples were divided into two groups, based on nutritional status (normal and overweight/obese). Data was collected using questionnaire in May to July 2012. Spearman correlation test showed that no significant correlation between breakfast habits, lunch habits, consumption of animal and plant protein, vegetable and fruit consumption, consumption of fast food, soft drinks, snacks, sweet drinks, milk and dairy products, energy and protein sufficiency level as well as physical activity and nutritional status (p>0.05). But there was significant positive correlation between family income and dinner habits and a significant negative correlation between meal frequency and nutritional status (p<0.05). Linear regression showed that meal frequency and dinner habits were two factors had influenced on nutritional status.

Key words: adolescents, energy and protein intake, physical activity

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi dengan status gizi normal dan gemuk. Desain penelitian adalah cross-sectional. Subyek adalah 78 orang mahasiswi yang tinggal di asrama putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor. Subyek dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok dengan status gizi normal dan status gizi gemuk (overweight/obese). Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2012 menggunakan kuesioner. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang, konsumsi protein hewani dan nabati, konsumsi sayur dan buah, konsumsi fast food, soft drink, konsumsi cemilan, minuman manis, susu dan olahannya, tingkat kecukupan energi dan protein serta aktifitas fisik dengan status gizi (p>0.05), namun terdapat hubungan yang positif signifikan antara pendapatan keluarga, dan kebiasaan makan malam serta hubungan negatif signifikan antara frekuensi makan dengan status gizi (p<0.05). Hasil uji regresi linier menunjukkan bahwa frekuensi makan sehari dan kebiasaan makan malam merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi.


(3)

RINGKASAN

IFNA FANI. Asupan Energi dan Protein serta Aktivitas Fisik pada Mahasiswi dengan Status Gizi Normal dan Gemuk. Dibimbing oleh LILIK KUSTIYAH.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi dengan status gizi normal dan gemuk. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji karakteristik contoh (umur, status gizi, uang saku) serta karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga; (2) Mengkaji tingkat pengetahuan gizi contoh; (3) Mengkaji asupan energi dan protein yang ditentukan berdasarkan konsumsi pangan yaitu kebiasaan makan yang meliputi (frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang dan malam, konsumsi protein hewani dan nabati, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan konsumsi fast food, kebiasaan konsumsi soft drink, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan minum minuman manis, kebiasaan minum susu/olahannya); (4) Mengkaji tingkat kecukupan energi dan protein contoh; (5)Mengkaji aktivitas fisik sehari-hari contoh; (6) Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, pengetahuan gizi, asupan energi dan protein serta aktivitas fisik dengan status gizi contoh; (7) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi contoh.

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional study. Contoh pada penelitian ini berjumlah 78 orang dari mahasiswi yang tinggal di asrama putri Tingkat Persiapan bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor. Contoh pada penelitian ini dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok dengan status gizi normal dan status gizi gemuk dengan jumlah masing-masing 39 orang setiap kelompok. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh, (umur, berat badan dan tinggi badan, uang saku per bulan dan alokasi pengeluaran makanan dan minuman), karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), pengetahuan gizi contoh, asupan energi dan protein yang ditentukan berdasarkan konsumsi pangan, (frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang dan malam, konsumsi protein hewani dan nabati, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan konsumsi fast food, kebiasaan konsumsi soft drink, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan minum minuman manis, dan kebiasaan minum susu/olahannya), serta aktivitas fisik. Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum tentang asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor yang diperoleh dari Badan Pengawas Asrama TPB.

Contoh dalam penelitian ini berumur 18-20 tahun dengan rata-rata usia contoh secara keseluruhan adalah 18.8±0.6 tahun. Sebagian besar contoh berada pada kelompok umur 18-19 tahun (71.8%). Rata-rata uang saku contoh adalah sebesar Rp 705.769±211.055./bulan dan sebanyak 70.7% dialokasikan untuk membeli makanan dan minuman. Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh termasuk kategori sedang dengan persentase pada kedua contoh adalah 51.3%. Pendidikan ayah dan ibu kedua contoh menamatkan pendidikan terakhirnya pada tamat SMA. Pekerjaan ayah dikedua kategori contoh bekerja sebagai pegawai swasta (30.8%), sedangkan ibu dikedua kategori contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga (44.9%). Secara keseluruhan (82.1%) pendapatan orang tua kedua kategori contoh kurang dari Rp 4.000.000/bulan.

Tingkat pengetahuan gizi contoh tergolong sudah baik (56.4%), Contoh normal terbiasa makan tiga kali sehari dengan persentase sebesar 64.1%.


(4)

Sedangkan frekuensi makan contoh gemuk sebagian besar dua kali sehari dengan persentase sebesar 71.8%. Sebagian besar (59.0%) contoh normal terbiasa melakukan sarapan 6-7 kali/minggu. Sedangkan contoh gemuk hanya 43.6% yang terbiasa melakukan sarapan 6-7 kali/minggu. Sebesar (84.6%) contoh memiliki kebiasaan makan siang 6-7 kali/minggu. Sebesar 61.5% contoh normal dan 30.8% contoh gemuk terbiasa makan malam 6-7 kali/minggu.

Jenis pengolahan makanan yang paling disukai yaitu digoreng. Sebagian besar contoh (93.6%) memiliki kebiasaan mengonsumsi protein hewani 6-7 kali/minggu. Sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh adalah telur ayam. Lebih dari separuh contoh (71.8%) mengonsumsi protein nabati 6-7 kali/minggu. Sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh adalah tempe. Lebih dari separuh contoh (62.8%) memiliki kebiasaan mengonsumsi sayur 6-7 kali/minggu dengan persentase tertinggi yaitu contoh gemuk. Jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi contoh adalah sayur kol dan wortel. Sebesar 28.2% contoh gemuk mengonsumsi buah-buahan 6-7 kali/minggu. Sebesar (71.8%) contoh terbiasa mengkonsumsi fast food 1-2 kali/minggu.

Lebih dari separuh contoh (74.4%) baik contoh normal maupun contoh gemuk terbiasa mengonsumsi soft drink 1-2 kali/minggu. Contoh normal terbiasa mengonsumsi cemilan 3-5 kali/minggu dengan persentase 38.5%, sedangkan contoh gemuk terbiasa mengonsumsi cemilan 1-2 kali/minggu dengan persentase 43.6%. Sebagian besar contoh (62.8%) baik contoh normal maupun contoh gemuk terbiasa mengonsumsi minuman manis 1-2 kali/minggu. Terdapat 25.6% pada contoh gemuk dan 23.1% pada contoh normal yang mengonsumsi susu 6-7 kali/minggu. Pada hari kuliah aktivitas fisik kedua contoh tergolong dalam kategori ringan dan sedang. Begitupun pada hari libur, aktivitas fisik kedua contoh juga termasuk ke dalam kategori ringan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur, besar uang saku, besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang, konsumsi prootein hewani dan nabati, konsumsi sayur dan buah, konsumsi fast food, soft drink, konsumsi cemilan, minuman manis, susu dan olahannya, tingkat kecukupan energi dan protein serta aktifitas fisik dengan status gizi (p>0.05), namun terdapat hubungan negatif signifikan antara frekuensi makan dan hubungan positif signifikan antara pendapatan keluarga, dan kebiasaan makan malam dengan status gizi (p<0.05).

Berdasarkan uji regresi linier berganda yang didapat, diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap status gizi contoh adalah frekuensi makan sehari dan kebiasaan makan malam (p<0.05). Persamaan yang dapat dibuat dari hasil uji regresi linier berganda adalah adalah Y=1.704 – 0.255X1 + 0.132X2. (Y= status gizi, X1= frekuensi makan sehari, X2= kebiasaan makan malam).


(5)

ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA AKTIVITAS FISIK

PADA MAHASISWI DENGAN STATUS GIZI

NORMAL DAN GEMUK

IFNA FANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari

Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul : Asupan Energi dan Protein serta Aktivitas Fisik pada Mahasiswi dengan Status Gizi Normal dan Gemuk

Nama : Ifna Fani

NIM : I14096012

Disetujui oleh

Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen


(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Asupan Energi dan Protein serta Aktivitas Fisik pada Mahasiswi dengan Status Gizi Normal dan Gemuk” dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah senantiasa sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi. 3. Katrin Roosita SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama perkuliahan.

4. Ayah, Ibu, adik-adik tercinta, dan seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan doa, dukungan, motivasi, dan semangat dengan penuh kasih sayang.

5. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu menyemangati dan memotivasi dari proses penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Teman-teman alih jenis Gizi Masyarakat (GM) angkatan ke-3.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai taraf sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, Maret 2013 Penulis


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Maret 1987 di Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Irfan Am dan ibu Efni.

Tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD negeri 13 Ompek Diateh. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Payakumbuh dan lulus tahun 2002. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Negeri 2 Payakumbuh dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa di Politeknik Kesehatan Depkes Padang Jurusan Gizi. Pada tahun 2008 penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Rumah Sakit Umum Arifin Achmad Pekanbaru. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan gelar Ahli Madya Gizi dengan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Substitusi Kacang Merah dalam Pembuatan Yoghurt terhadap mutu Organoleptik serta Kadar riboflavin (Vitamin B2). Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Institut Pertanian Bogor pada Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 3

Kegunaan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Asupan Energi dan Protein... 4

Kebiasaan Makan ... 5

Frekuensi Makan ... 5

Kebiasaan Sarapan Pagi ... 6

Konsumsi Buah dan Sayur ... 7

Fast Food ... 7

Soft Drink (Minuman Ringan) ... 9

Konsumsi Susu ... 9

Konsumsi Cemilan ... 10

Aktivitas Fisik ... 11

Status Gizi ... 12

Patofisiologi Obesitas ... 15

Faktor-faktor yang Mempengaruhi status Gizi ... 16

Pengetahuan Gizi ... 17

Remaja... 18

KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat ... 22

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ... 22

Jenis dan Cara Pengambilan Data ... 23

Pengolahan dan Analisis Data ... 24

Gambaran Umum Lokasi ... 31

Karakteristik Contoh ... 32

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga ... 33

Pengetahuan Gizi ... 37

Kebiasaan Makan ... 40

Aktivitas Fisik ... 49

Frekuensi Konsumsi Pangan ... 51

Asupan Energi dan Protein ... 58

Hubungan Antar Variabel ... 61

Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi ... 64

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 66


(10)

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN ... 73


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kontribusi energi dan protein yang berasal dari dua gelas susu ... 10

2. Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT/U ... 13

3. Nilai Physical Activity Ratio (PAR) setiap kegiatan ... 27

4. Sebaran contoh berdasarkan umur dan status gizi ... 31

5. Sebaran contoh berdasarkan uang saku dan status gizi ... 33

6. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi keluarga dan status gizi ... 34

7. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pengetahuan gizi umum dan status gizi ... 37

8. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status gizi... 40

9. Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dan status gizi ... 43

10. Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik dan status gizi pada hari kuliah ... 49

11. Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik dan status gizi pada hari libur ... 50

12. Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik dan status gizi ... 51

13. Sebaran frekuensi konsumsi pangan contoh berdasarkan jenis pangan sumber karbohidrat ... 53

14. Sebaran frekuensi konsumsi pangan contoh berdasarkan jenis pangan sumber protein hewani dan nabati ... 53

15. Sebaran frekuensi konsumsi pangan contoh berdasarkan jenis pangan sumber sayur-sayuran dan buah-buahan ... 54

16. Sebaran frekuensi konsumsi pangan contoh berdasarkan jenis pangan sumber makanan jajanan dan cemilan ... 56

17. Sebaran frekuensi konsumsi pangan contoh berdasarkan jenis pangan sumber makanan dan minuman manis ... 56

18. Sebaran frekuensi konsumsi pangan contoh berdasarkan jenis pangan sumber fast food dan soft drink ... 57

19. Sebaran frekuensi konsumsi susu dan olahannya ... 58

20. Sebaran rata-rata asupan, tingkat kecukupan energi dan status gizi ... 59

21. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan status gizi ... 60

22. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dan status gizi ... 60


(12)

24. Hubungan antara karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan status gizi ... 61

25. Hubungan antara kebiasaan makan contoh dengan status gizi ... 63

26. Hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi ... 64


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran analisis pola konsumsi pangan dan aktivitas


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil Uji Beda Independent t-Test Berbagai Variabel Antara Contoh

Normal dan Contoh Gemuk ... 74 2. Hasil Uji Spearman Berbagai Variabel dengan Status Gizi Contoh ... 75


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegemukan merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan khususnya bagi kalangan remaja putri, karena keinginan untuk tampil sempurna yang seringkali diartikan dengan memiliki tubuh ramping, langsing dan proporsional (Francis et al. 2008). Menurut Santrock (2003), penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat berpengaruh terhadap rasa kurang percaya diri remaja karena masa remaja biasanya mulai bersibuk diri terhadap penampilan fisiknya dan ingin mengubah penampilan mereka dengan memberikan perhatian yang lebih terhadap masalah-masalah kulit, ingin memiliki tubuh yang ideal, ingin lebih tinggi atau pendek dan tentu saja memiliki berat badan yang ideal.

Selain masalah penampilan dan rasa percaya diri, kegemukan saat remaja diketahui 3-4 kali lebih berisiko mengalami penyakit jantung yang berujung pada kematian, serta berisiko 2-3 kali terhadap penyakit kanker kolon dan penyakit pernapasan seperti asma dan emfisema (Drapeau et al. 2004). Jika kegemukan berisiko pada kematian tidak menutup kemungkinan bahwa kegemukan merupakan sumber masalah kesehatan yang utama dalam masyarakat selain kanker.

Meningkatnya jumlah penderita kegemukan disebabkan oleh meningkatnya keadaan ekonomi masyarakat. Akan tetapi gaya hidup dan pola makan yang dijalankan tidak sesuai dengan kaidah hidup sehat (Ledikwe 2005). Sebelumnya fenomena kegemukan lebih banyak terjadi pada orang dewasa, akan tetapi saat ini juga terjadi pada remaja. Adapun kebiasaan remaja terhadap makanan sangat beragam seperti bersifat acuh terhadap makanan, lupa waktu makan karena padatnya aktivitas, makan berlebih, serta mengikuti trend dengan makan fast food tanpa memperhatikan kecukupan gizi yang mereka butuhkan sehingga akan berdampak terhadap kegemukan (Moehji 2003).

Disamping pengaruh makanan, kegemukan juga dapat disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik pada remaja akibat dari kemakmuran dan kemudahan hidup, sehingga menimbulkan gaya hidup sedentaris (sedentary lifestyle) Anschutz et al. (2009). Dengan berkurangnya aktivitas fisik dan adanya perubahan perilaku konsumsi makanan pada remaja akan berdampak pada tidak seimbangnya energi positif yaitu pemasukan energi melalui konsumsi pangan


(16)

melebihi dari pengeluaran energi. Hal tersebut merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan peluang terjadinya kegemukan selain faktor keturunan.

Tren masalah kegemukan ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju dengan konsumsi bahan pangan yang tinggi dan pola hidup serba instan, tetapi juga terjadi di negara berkembang dengan tingkat konsumsi pangan masyarakatnya tidak begitu tinggi.

Low

et al.

(2009)

menyatakan bahwa di negara-negara maju, prevalensi kegemukan pada remaja yang berusia lebih dari 18 tahun berkisar dari prevalensi terendah (2.4%) di Korea Selatan hingga prevalensi tertinggi (32.2%) di AS, sedangkan prevalensi kegemukan di negara-negara berkembang berkisar dari prevalensi terendah (2.4%) di Indonesia sampai prevalensi tertinggi (35.6%) di Saudi Arabia. Itu berarti kegemukan menjadi masalah yang serius di dunia, terutama di negara berkembang.

Di Indonesia masalah kegemukan belum mendapat perhatian yang cukup, karena pemerintah masih terfokus pada masalah gizi kurang. Meskipun kegemukan belum menjadi masalah gizi utama, tetapi kegemukan perlu mendapat perhatian karena ada kecenderungan angkanya terus meningkat. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun adalah 10.3% (laki-laki 13.9% dan perempuan 23.8%). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 melaporkan bahwa prevalensi nasional obesitas pada penduduk berumur lebih dari 18 tahun adalah 21.7% dan prevalensi obesitas pada perempuan (26.9%) lebih tinggi dibanding laki-laki (16.3%).

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi dengan status gizi normal dan gemuk.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi dengan status gizi normal dan gemuk

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji karakteristik contoh (umur, status gizi, uang saku) serta karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga).


(17)

3. Mengkaji asupan energi dan protein contoh yang ditentukan berdasarkan konsumsi pangan yaitu kebiasaan makan yang meliputi (frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang dan malam, konsumsi protein hewani dan nabati, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan konsumsi fast food, kebiasaan konsumsi soft drink, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan minum minuman manis, kebiasaan minum susu/olahannya).

4. Mengkaji tingkat kecukupan energi dan protein contoh. 5. Mengkaji aktivitas fisik sehari-hari contoh.

6. Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga, pengetahuan gizi, asupan energi dan protein serta aktivitas fisik dengan status gizi contoh.

7. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi contoh.

Hipotesis

Terdapat perbedaan antara asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi dengan status gizi normal dan gemuk.

Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan pada mahasiswi dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat khususnya mahasiswi di Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan melalui penyuluhan untuk mahasiswi sehingga dapat mencegah kegemukan sejak masa remaja dengan menerapkan pola hidup yang sehat dan pola makan yang beragam serta tidak melakukan diet-diet ketat yang membahayakan kesehatan.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Asupan Energi dan Protein

Asupan energi dan protein diperoleh melalui konsumsi pangan. Pangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan, sedangkan makanan ialah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dan dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi essensial yang merupakan zat gizi yang harus diperoleh dari makanan (Almatsier 2002).

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah 2004a). Menurut Riyadi (1996) konsumsi pangan adalah jumlah pangan, baik tunggal maupun beragam yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan pemenuhan fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah untuk memenuhi rasa lapar atau keinginan memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosional ataupun selera seseorang. Tujuan sosiologis adalah berhubungan dengan upaya memelihara hubungan antar manusia dalam kelompok kecil maupun kelompok besar. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh pendapatan, agama, pemasakan, pangan yang dibeli, dan kebiasaan makan (Almatsier 2002).

Ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas dan ragam pangan yang tersedia dan diproduksi, pendapatan, dan tingkat pengetahuan gizi (Wulandari 2000). Sanjur (1989) menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun keluarga, sedangkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi individu atau keluarga.

Konsumsi pangan tingkat individu atau perorangan dapat dilakukan antara lain dengan metode recall 24 jam dan metode frekuensi makanan (food frequency). Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini enumerator meminta agar responden mengingat-ingat secara terperinci apa yang telah dikonsumsi selama 1-3 hari terakhir tersebut. Untuk


(19)

keperluan ini digunakan alat bantu misalnya ukuran-ukuran rumah tangga, dan model pangan untuk menentukan perkiraan-perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati. Cara ini relatif cepat dan murah tetapi mengandung subyektivitas tinggi dan menimbulkan kesalahan sistematik (Suhardjo 1986). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu, sedangkan metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi seperti hari, minggu, bulan dan tahun (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan pada remaja saat ini lebih sering diamati dibandingkan kebiasaan makan pada orang dewasa ataupun pada usia lain. Perubahan hidup pada remaja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebiasaan mereka. Mereka menjadi aktif, lebih banyak makan di luar rumah, dan mendapat banyak pengaruh dalam pemilihan makanan yang akan dimakannya, pada remaja seringkali ditemui kebiasaan makan yang tidak biasa seperti konsumsi camilan yang berlebihan, seringnya konsumsi fast food, penerapan diet yang salah, dan meal skipping (Stang 2002 ). Banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, antara lain adalah berkurangnya pengaruh dari keluarga dan meningkatnya pengaruh lingkungan dalam hal pemilihan makanan dan kesehatan, peningkatan iklan-iklan makanan di media, dan lain sebagainya.

Sebagian besar remaja sadar akan pentingnya mempertimbangkan faktor gizi dan kesehatan dalam melakukan pemilihan makanan, akan tetapi banyak aspek yang mempengaruhi mereka dalam memilih makanan dan minuman (Story et al. 2002b). Menurut Sztainer et al. (2008), selera, waktu, dan kenyamanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi remaja dalam memilih makanan dan minuman.

Frekuensi Makan

Frekuensi makan mempengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi (Sukandar 2007). Frekuensi makan diukur dalam satuan kali per hari, kali perminggu, maupun kali perbulan. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang yang memiliki kemampuan ekonomi


(20)

yang lebih tinggi memiliki daya beli tinggi sehingga mengkonsumsi makanan dengan frekuensi yang lebih tinggi (Khomsan et al.1998)

Menurut Khomsan (2002) bahwa frekuensi makan yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan utama dan kelebihan asupan energi merupakan faktor risiko kejadian kegemukan. Frekuensi makan yang tidak teratur dan jarak antara waktu makan yang terlalu panjang menyebabkan adanya kecenderungan untuk makan yang lebih banyak dan melebihi kebutuhan (Wirakusumah 1994).

Kebiasaan Sarapan Pagi

Meal skipping merupakan kebiasaan makan yang sering dilakukan oleh remaja. Salah satu waktu makan yang sering dilewatkan oleh remaja adalah sarapan pagi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Story et al. (2002) ditemukan bahwa sarapan merupakan waktu makan yang paling sering dilewatkan oleh remaja khususnya remaja perempuan. Adapun alasan remaja melewatkan waktu sarapan bermacam-macam mulai dari sibuk, untuk mencegah rasa kantuk saat sekolah/kuliah, serta menurunkan berat badan dengan membatasi asupan kalori. Menurut Affenito et al. (2005), sarapan dilewatkan oleh 15% remaja berumur 9-13 tahun, 34% oleh remaja perempuan berusia 14-19 tahun. Melewatkan sarapan dihubungkan dengan status kesehatan yang kurang baik termasuk indeks massa tubuh yang tinggi, penurunan konsentrasi belajar, peningkatan resiko kekurangan zat gizi terutama kalsium dan serat.

Menghindari sarapan dapat memicu terjadinya kegemukan. Hal ini terjadi karena menurut Purwati et al. (2005) umumnya orang mengompensasikan sarapan dengan makan siang yang berlebih atau makanan kecil yang tinggi lemak dan kalori dalam jumlah yang relatif banyak. Melihat kondisi seperti ini, jika dihitung jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak bila dibandingkan dengan melakukan sarapan.

Salah satu kebiasaan makan yang sehat adalah membiasakan diri untuk sarapan pagi dan mengonsumsi makanan sehat. Menurut Radita (2007), seseorang yang tidak sarapan akan merasa lebih lapar pada siang dan malam hari daripada mereka yang sarapan, sehingga memacu mereka untuk mengonsumsi lebih banyak makanan pada siang hari dan malam hari. Selain itu, sarapan bersifat lebih mengenyangkan dibandingkan makan pada siang atau malam hari. Sehingga sarapan dapat mengurangi rasa lapar pada siang dan


(21)

malam hari. Mengonsumsi makanan yang banyak pada malam hari akan berakibat pada meningkatnya glukosa yang akan disimpan sebagai glikogen, karena aktivitas pada malam hari rendah.

Konsumsi Buah dan Sayur

Menurut Muchtadi (2001), sayuran merupakan menu yang hampir selalu tersedia dalam hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah (sebagai lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan. Akan tetapi perubahan pola konsumsi pangan di Indonesia telah menyebabkan berkurangnya konsumsi sayuran dan buah-buahan hampir di semua provinsi di Indonesia. Drapeau et al. (2004) menyatakan bahwa, konsumsi buah dan sayuran dapat mencegah kejadian kegemukan karena dapat mengurangi rasa lapar tetapi tidak menimbulkan kelebihan lemak.

Sayuran dan buah merupakan sumber serat yang tinggi. Hasil penelitian Puslitbang Gizi Bogor menunjukkan bahwa konsumsi serat rata-rata penduduk Indonesia tahun 2001 adalah sekitar 10.5 gram per hari. Angka konsumsi tersebut tentu saja masih sangat jauh dari angka kecukupan yang dianjurkan. Dietary Guidelines for American menganjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung pati dan serat dalam jumlah tepat (20-35 gram/hari) (Depkes 2008). National Cancer Institute menganjurkan konsumsi serat makanan sebanyak 20-30 gram/hari sementara America Diet Association (ADA) merekomendasikan 25-35 gram/hari (Sulistijani 2005). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi serat berkontribusi kesejumlah efek metabolisme terhadap perubahan berat badan, yang meliputi perbaikan sensitivitas insulin, modulasi sekresi hormon usus tertentu, dan efek pada penanda metabolisme dan berbagai inflamasi yang berkaitan dengan sindrom metabolik (Pfeiffer & Weickert 2008).

Menurut Riskesdas (2007), penduduk dikategorikan “cukup” konsumsi sayur dan buah apabila makan sayur dan atau buah minimal 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Dikategorikan “kurang” apabila konsumsi sayur dan buah kurang dari ketentuan di atas. Secara keseluruhan, penduduk umur 10 tahun ke atas yang kurang mengonsumsi sayur sebesar 93.6% (kurang dari 5 porsi per hari).


(22)

Fast Food

Istilah fast food pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar tahun 1950-an dan menjadi pola makan yang dominan diantara anak-anak dan remaja. Jumlah restoran fast food sampai saat ini diperkirakan ada 247.115 unit di seluruh negara (Bowman et.al 2004). Menurut Khomsan (2002), fast food dikatakan negatif karena ketidakseimbangannya (dari segi porsi serta komposisi sayuran sehingga miskin akan vitamin dan mineral, tinggi garam dan rendah serat (merupakan faktor pemicu munculnya penyakit hipertensi), serta sumber lemak dan kolesterol (mengandalkan pangan hewani ternak sebagai menu utama). Ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola makan setiap hari.

Kegemukan terutama berkaitan dengan pola makan. Fast food (makanan cepat saji), snack, dan soft drink termasuk makanan dan minuman tidak sehat yang dapat memicu kegemukan. Menurut Purwati et al. (2005) salah satu penyebab kegemukan adalah kesalahan dalam memilih makanan (makanan cepat saji) hanya karena prestise atau gengsi semata. Makanan cepat saji (fast food) tersebut banyak mengandung lemak, kalori, dan gula berlebih. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Misnadiarly (2007) bahwa mengkonsumsi makanan cepat saji dan minuman seperti ini biasanya memiliki kandungan kalori, gula atau garam yang tinggi.

Penelitian-penelitian menemukan adanya kaitan antara riwayat kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi energi dan lemak, dengan meningkatnya kegemukan dan obesitas. Padmiarti dan Hadi (2003) melaporkan bahwa semakin banyak jenis fast food (lebih dari 4 jenis) yang dikonsumsi, maka semakin tinggi risiko anak untuk menderita obesitas. Hal ini berkaitan dengan jumlah energi dari fast food yang dikonsumsi berpengaruh terhadap terjadinya obesitas.

Menurut Ebbeling et al.(2002) beberapa faktor makanan yang berkaitan dengan obesitas antara lain porsi yang berlebihan, kandungan energi yang tinggi, palatabilitas (kesukaan terhadap rasa lemak, gula dan garam), kandungan lemak jenuh, tingginya indeks glikemik, dan kandungan serat yang rendah. Meilany (2001), fenomena makanan cepat saji (fast food) menjadi salah satu penyebab utama terjadinya obesitas. Makanan cepat saji ini mengandung energi yang sangat tinggi karena 40-50% adalah lemak. Padahal kebutuhan tubuh terhadap lemak hanya sekitar 15% saja. Sebagian besar kebutuhan tubuh semestinya adalah karbohidrat yang mencapai 60% dan protein sekitar 20%. Sebuah


(23)

penelitian yang dilakukan oleh French et al. (2001) melaporkan bahwa siswa laki-laki (40%) dan perempuan (37%) mengunjungi restoran fast food lebih dari 3 kali dalam seminggu.

Soft Drink ( Minuman Ringan)

Minuman ringan (soft drink) pertama kali diperkenalkan oleh Joseph Priestley dari Inggris pada tahun 1772 dengan nama sparkling water, kemudian dengan berbagai penelitian lanjutan muncul minuman berkabonat. Minuman ringan didefenisikan sebagai minuman penyegar umumnya mengandung atau tidak mengandung karbonat, pemanis, asam, flavor alami atau buatan (Ensminger et al.1994).

Klasifikasi jenis minuman ringan terdiri dari tiga kategori, yaitu :

1. Minuman bergas (carbonated), jenis minuman ini mengandung gula, asam, flavor, dan konsentrat.

2. Minuman tidak bergas (non carbonated), jenis minuman ini mencakup sari buah dan teh.

3. Minuman gas yang tidak mengandung gula, asam atau essen (sparkling water), seperti air soda.

Berdasarkan penelitian Arofah dan Hertanto (2007) tentang konsumsi soft drink pada remaja SMU N 5 Semarang diketahui bahwa minuman ringan memberi kontribusi 7.1% dari total pemasukan energi, pemanis buatan ditambahkan untuk memenuhi selera rasa yang digemari remaja, tambahan pemanis ini mencapai 7 hingga 14%, diantaranya fruktosa dan sukrosa. Tingginya kadar pemanis buatan ini meningkatkan asupan kalori pada remaja.

Konsumsi Susu

Secara alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah dengan bahan-bahan lain, hewan yang susunya digunakan sebagai bahan makanan adalah sapi perah, kerbau, unta, kambing perah (kambing etawa), dan domba (Hidiwiyoto 1993).

Menurut Khomsan (2002) susu dikenal sebagai minuman sumber kalsium. Oleh karena itu membiasakan diri minum susu akan memberikan dampak positif bagi kesehatan terutama untuk mencegah osteoporosis (kerapuhan tulang). Penelitian AS menunjukkan bahwa apabila kita minum 2 gelas susu sehari dimana satu gelas setara dengan 200 cc, maka susu tersebut menyumbangkan


(24)

energi 10-16% dan menyumbang protein 25-44%. Kontribusi susu terhadap energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kontribusi energi dan protein yang berasal dari dua gelas susu

Umur (th) Energi (%) Protein (%)

4 – 9 16 44

10 – 19 (pria) 12 25

10 – 19 (wanita) 15 32

20 – 59 (pria) 10 30

20 – 59 (wanita) 14 34

Konsumsi Camilan

Menurut Wirakusumah (1994), kebiasaan mengonsumsi camilan dapat berdampak baik dan buruk. Camilan yang sehat adalah camilan yang jika dikonsumsi dapat menyumbangkan sejumlah zat gizi yang signifikan tanpa menurunkan selera makan seperti cracker gandum, buah-buahan, dan lain-lain. Namun apabila camilan yang dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namun rendah zat gizi, maka akan berisiko terjadinya kegemukan.

Lemak memiliki kandungan energi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein. Makan makanan berlemak dengan jumlah yang sama dengan protein akan memberikan energi yang lebih besar. Selain itu, makanan berlemak terasa lezat dan memiliki “mounth-feel” yang enak. Makanan berlemak biasanya rendah serat, sehingga lebih lembut dan hanya memerlukan sedikit waktu untuk dikunyah dan ditelan daripada jenis makanan lain (Atkinson 2005).

Penelitian lain mengemukakan bahwa konsumsi makanan yang digoreng berhubungan positif dengan kegemukan (baik itu general maupun central obesity) hal ini terjadi pada subjek dimana asupan tertinggi dari energi berasal dari makanan gorengan. Seseorang yang mengonsumsi makanan gorengan lebih banyak beresiko 1.26 kali (pria) dan 1.25 kali (wanita) lebih tinggi untuk mengalami kegemukan (Castillon et al. 2007).

Konsumsi camilan tidak hanya dilakukan pada saat santai akan tetapi juga dilakukan saat seseorang mengalami stres. Menurut Khomsan (2002) menyatakan bahwa stres akan merangsang dihasilkannya hormon adrenalin secara berlebihan dan menyebabkan jantung berdebar cepat. Produksi hormon adrenalin ini akan membutuhkan zat gizi seperti vitamin-vitamin B, mineral Zn, kalium, dan kalsium. Oleh karena itu, stres yang berkepanjangan tidaklah menguntungkan, sebab zat-zat gizi untuk memproduksi hormon adrenalin akan


(25)

semakin terkuras. Ketika seseorang mengalami tekanan psikologis terjadi penurunan kadar glukosa darah yang menyebabkan rasa lapar.

Menurut Popkin (2007), cemilan sebenarnya penting bagi remaja, namun apapun cemilannya dalam sehari, seharusnya hanya memberikan 20% dari total energinya. Kebiasaan mengonsumsi cemilan biasanya dilakukan pada saat menonton televisi, bermain game dan saat belajar. Ketiga kegiatan tersebut merupakan aktivitas fisik yang sangat rendah, namun dalam waktu bersamaan biasanya remaja mengonsumsi makanan yang banyak mengandung cukup energi. Tidak seimbangnya antara konsumsi energi dengan aktivitas fisik yang dilakukan merupakan salah satu penyebab obesitas pada remaja.

Aktivitas Fisik

Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktifitas fisik, otot membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2002).

Fathonah (1996) menyatakan bahwa aktivitas dibagi menjadi dua yaitu aktivitas fisik internal dan eksternal. Aktivitas fisik internal yaitu suatu aktivitas dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas eksternal yaitu aktivitas yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan seseorang selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan aktivitas fisik merupakan suatu kondisi yang memerlukan tingkatan gerakan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan energi yang dikeluarkan, sehingga kalori per jam akan berkurang tergantung tingkat aktivitasnya

Gaya hidup di era modern dengan aktivitas fisik ringan akan memudahkan terjadinya penumpukan lemak tubuh. Proses timbulnya lemak di sekeliling tubuh berlangsung perlahan, lama dan seringkali tidak disadari. Fasilitas perkantoran dan belanja yang dilengkapi dengan lift/elevator menyebabkan seseorang malas untuk berjalan dan menggerakkan anggota tubuhnya. Sementara kesibukan di tempat kerja atau di rumah tidak menyisakan waktu sedikitpun untuk berolahraga (Khomsan 2005).

Perubahan pola aktivitas ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya obesitas. Lingkungan, baik itu dari segi teknologi maupun kebudayaan, telah


(26)

memainkan peranannya dalam perubahan aktivitas fisik manusia sehingga menjadi lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Rendahnya aktivitas fisik ini akan mendorong keseimbangan energi ke arah positif sehingga mengarah pada penyimpanan energi dan penambahan berat badan (Freitag 2010).

Faktor aktivitas fisik yang kurang sangat kentara menjadi penyebab kegemukan terutama pada anak masa kini. Orang-orang makmur yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Kurangnya aktivitas gerak badan menjadi penyebab kegemukan karena kurangnya pembakaran lemak dan sedikitnya energi yang dipergunakan (Mustofa 2010).

Menurut Riskesdas (2007), kegiatan aktifitas fisik dikategorikan “cukup” apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara komulatif 150 menit selama 5 hari dalam satu minggu. Menurut kelompok umur di atas 10 tahun yang kurang melakukan aktifitas fisik sebanyak 66.9% (kurang dari 150 menit/minggu). Berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi prevalensi kurang aktivitas fisik, prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk perkotaan (57.6%) lebih tinggi dibanding perdesaan (42.4%) dan semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan semakin meningkat prevalensi kurang aktivitas fisik.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Gibson 2005). Status gizi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi dari makanan dan penyakit infeksi yang mengganggu proses metabolisme, penyerapan, dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Supariasa et al. (2002) menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.


(27)

Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh dan komposisi tubuh (Syafia 2009). Saat ini pengukuran antropometri digunakan secara luas dalam penilaian status gizi terutama apabila terjadi ketidakseimbangan kronis antara intik energi dan protein. Remaja merupakan periode yang pesat untuk pertumbuhan sehingga jika terjadi kekurangan atau kelebihan zat gizi akan terlihat jelas. Status gizi remaja dapat dihitung dengan indikator antropometri berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berta badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Gibson 2005). Pengukuran yang sering dilakukan dilapangan yaitu berat badan untuk mengetahui massa tubuh dan panjang atau tinggi badan untuk mengetahui dimensi linier (Riyadi 2003).

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur lebih dari 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

Indikator IMT menurut umur merupakan indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini sudah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil atas dan juga sejalan dengan indikator yang sudah direkomendasikan untuk orang dewasa serta data referensi yang bermutu tinggi tentang indikator ini sudah tersedia. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun direkomendasikan menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kategori status gizi berdasarkan IMT/U

Variabel Kategori

< -3 SD Sangat kurus

-3 SD < Z < -2 SD Kurus

-2 SD < Z < +1 SD Normal

+1 SD < Z < +2 SD Overweight

+2 SD < Z < +3 SD Obese

> +3 SD Sangat gemuk


(28)

Istilah kegemukan (overweight) dan obesitas (obesity) seringkali dianggap sama, walaupun sebenarnya berbeda. Kegemukan menurut Rimbawan dan Siagian (2004) adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak untuk pria melebihi 20% dan wanita 25% dari berat tubuh. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Meilany (2001) bahwa overweight adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berat badan seseorang melebihi berat badan normal. Sedangkan obesitas didefenisikan sebagi suatu keadaan terjadinya penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan atau menempatkan seorang individu pada resiko masalah kesehatan. Misnadiarly (2007) menyatakan manifestasi klinis dan komplikasi yang sering ditemukan pada penderita obesitas antara lain penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, infeksi saluran pernafasan, perlemakan hati dan hipertrigliserid. Anak yang menderita obesitas pasti mengalami overweight, tetapi anak yang mengalami overweight belum tentu menderita obesitas (Khomsan 2004).

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), kegemukan dan obesitas dapat terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Orang yang menderita kegemukan di usia muda memiliki resiko lebih tinggi menderita obesitas pada saat dewasa dibandingkan orang yang memiliki berat tubuh normal. Fukuda et al. (2001) menyatakan bahwa umur 10-12 tahun merupakan masa kritis terakhir dalam terjadinya obesitas. Risiko ini lebih besar pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Kurang lebih 30% obesitas wanita dewasa berasal dari obesitas pada awal masa remaja, sedangkan pada pria hanya 10%.

Arora (2008) menyatakan bahwa obesitas sebenarnya merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan energi karena asupan energi lebih besar dibandingkan jumlah energi yang dikeluarkan. Keseimbangan energi adalah selisih antara energi yang didapat dari konsumsi pangan dengan penggunaan energi untuk metabolisme dan aktivitas otot (Almatsier 2002).

Menurut Sizer dan Whitney (2000), dua variabel yang membentuk persamaan keseimbangan energi (energy balanced) yaitu pemasukan energi (energy in) dan pengeluaran energi (energy out). Pemasukan energi diperoleh dari makanan dan minuman, sedangkan komponen pengeluaran energi adalah energi metabolisme basal dan energi aktivitas fisik. Hill et al. (2003) menyatakan bahwa memelihara keseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi merupakan faktor penting dalam pengaturan berat badan. Jadi beberapa faktor


(29)

yang dapat meningkatkan asupan energi atau menurunkan pengeluaran energi akan berdampak pada terjadinya everweight dan obesitas. Khomsan (2004) menyatakan bahwa penyebab kegemukan ada yang bersifat eksogenous dan endogenous. Penyebab eksogenous misalnya kegemaran makan secara berlebihan terutama makanan tinggi energi tanpa diimbangi oleh aktivitas fisik yang cukup sehingga surplus energinya kemudian disimpan sebagai lemak tubuh. Penyebab endogenous adalah adanya gangguan metabolik dalam tubuh, misalnya kejadian tumor pada hipotalamus yang dapat menyebabkan hiperfagia atau nafsu makan berlebihan.

Patofisiologi Obesitas

Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat kelebihan hormonal, sindrom atau genetik (meliputi 10%) (Satoto dkk 1998).

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui proses fisiologis yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (terpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal eferen dari perifer (jaringan adipose, usus, dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptide gastrointestinal, yang di perankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam meningkatkan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon lipid dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi (Satoto dkk 1998).

Proses pencernaan dimulai di mulut, dimana makanan dirubah menjadi bentuk yang lebih kecil, kemudian diteruskan ke lambung. Dengan bantuan enzim, makanan di lambung dipecah menjadi komponen-komponen penyusunnya, seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Kemudian proses dilanjutkan di usus halus, disini akan dilepaskan berbagai enzim dari pankreas, salah satunya adalah lipase. Lipase berfungsi mengubah lemak menjadi


(30)

komponen-komponen yang sangat halus agar dapat diserap oleh dinding usus dan dapat melewati pembuluh darah untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Lemak dapat langsung digunakan sebagai energi atau bila tubuh telah cukup mendapatkan energi, maka kelebihan lemak tersebut akan ditimbun. Timbunan lemak inilah yang menyebabkan peningkatan berat badan (Roche 2007).

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adipose meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide-Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya jika kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adipose berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Supariasa et al. (2001) status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang dapat dibedakan menjadi faktor langsung dan tidak langsung.

Faktor langsung. Faktor-faktor yang berhubungan langsung dengan status gizi antara lain konsumsi, aktivitas fisik, dan keturunan. Kelebihan atau kekurangan konsumsi dapat memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan. Menurut Almatsier (2002) kekurangan konsumsi energi dapat mengakibatkan keseimbangan energi negatif yang berakibat pada berat badan kurang dari seharusnya. Sedangkan kelebihan konsumsi dapat mengakibatkan berat badan lebih atau kegemukan.

Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan. Obesitas atau kegemukan yang parah terjadi karena tidak adanya keseimbangan energi, dimana energi intake lebih besar daripada energi yang dikeluarkan yang terpakai dalam aktivitas fisik (WHO 2000).

Keturunan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi. Menurut penelitian Pramudita (2011) terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat kegemukan pada ayah terhadap status gizi anak. Kelebihan konsumsi energi bukan satu-satunya penyebab kegemukan. Faktor genetik juga


(31)

berperan penting terhadap munculnya kegemukan pada seseorang. Jika kedua orang tua gemuk, resiko kegemukan pada anak-anaknya mencapai 80%. Namun, jika hanya salah satu orang tua yang gemuk, peluang anak-anaknya menjadi 40% (Anwar dan Khomsan 2009).

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Hal ini merupakan faktor keturunan dari orang tua yang sulit dihindari. Sering didapati anak yang mengalami obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas (Mustofa 2010).

Para ilmuwan menduga bahwa gen-gen mungkin dapat menyebabkan obesitas pada manusia karena berat seorang anak seringkali berhubungan dengan berat badan orang tua. Di dalam penelitian terhadap anak-anak SMA, hanya terdapat 8% dari pelajar dengan orang tua kurus menjadi obesitas. jika salah satu atau kedua orang tua menderita obesitas,sekitar ¾ dari mereka menjadi gemuk. Berat badan anak yang diadopsi tidak bergantung kepada orang tua angkat mereka (Mustofa 2010).

Faktor tidak langsung. Salah satu faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi anak adalah sosial ekonomi. Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi anaknya. Makin tinggi tingkat pendidikan maka pendapatan pun akan semakin tinggi. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam hal kebiasaan mengonsumsi makanan. Kebiasaan makan baru yang dikonsumsi adalah makanan yang rendah serat dan tinggi lemak. Disamping itu, perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik kelompok masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktivitas fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas (Almatsier 2002).

Pengetahuan Gizi

Khomsan (2000) menyatakan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi pangan keluarga. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai konsumsi pangan keluarga yang baik pula dan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya didalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi dapat lebih terjamin. Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif


(32)

yang mencirikan seseorang memahami tentang gizi, pangan dan kesehatan (Sukandar 2007).

Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan ganda (multiple choice). Instrumen ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Tingkat pengetahuan gizi ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu baik, sedang dan kurang (Khomsan 2000). Madaniah (2002), seseorang yang memiliki pendidikan rendah, belum tentu kurang mampu menyusun makan yang memenuhi persyaratan gizi sebanding dengan orang yang berpendidikan lebih tinggi. Hal ini disebabkan, orang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi maka akan rajin dalam mendengarkan informasi tentang gizi sehingga pengetahuan gizinya akan baik.

Remaja

Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses kematangan manusia, pada masa ini terjadi perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan (Yuniastuti 2008). Pada usia remaja banyak perubahan yang terjadi, diantaranya adalah perubahan fisik karena bertambahnya massa otot, bertambahnya jaringan lemak dalam tubuh, dan perubahan hormonal. Perubahan-perubahan itu mempengaruhi kebutuhan gizi dan makanan mereka (Moehji 2003). Menurut Mar’at (2009), berdasarkan tahap perkembangan masa remaja dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu usia 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan usia 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Pada usia remaja banyak perubahan yang terjadi, diantaranya adalah perubahan fisik karena bertambahnya massa otot, bertambahnya jaringan lemak dalam tubuh, dan perubahan hormonal. Perubahan-perubahan itu mempengaruhi kebutuhan gizi dan makanan mereka (Moehji 2003).

Remaja membutuhkan kecukupan energi yang khusus, karena waktu remaja merupakan periode rawan, hal ini disebabkan pertama karena remaja membutuhkan zat gizi dan energi yang besar untuk pertumbuhan yang cepat. Kedua ialah pada remaja terjadi perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan yang mempengaruhi asupan zat gizi. Ketiga ialah karena pada umumnya remaja banyak berpartisipasi pada olah raga, dan biasanya banyak melakukan diet ketat Pada saat remaja kebutuhan gizi meningkat karena terjadinya proses


(33)

pertumbuhan yang cepat dan aktivitas fisik yang tinggi (Almatsier 2002). Oleh karena itu sebaiknya kebutuhan gizi tercukupi secara baik.

Menurut Moehji (2003) faktor yang memicu terjadinya masalah gizi pada usia remaja antara lain kebiasaan makan yang buruk, pemahaman gizi yang keliru, kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu, promosi yang berlebihan melalui media masa, dan masuknya produk-produk makanan baru yang berasal dari negara lain secara bebas.


(34)

KERANGKA PEMIKIRAN

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Gibson 2005).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi dan dibedakan menjadi dua, yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi adalah asupan energi dan protein yang ditentukan berdasarkan konsumsi pangan, penyakit infeksi dan genetik.

Adapun faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi melalui tingkat kecukupan energi dan zat gizi antara lain adalah konsumsi dan kebiasaan makan serta aktivitas fisik. Ada tiga faktor yang berhubungan dengan ketiga hal tersebut, yaitu karakteristik contoh, karakteristik sosial ekonomi keluarga dan pengetahuan gizi contoh.


(35)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Garis hubungan yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

: Garis hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran analisis asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi dengan status gizi normal dan gemuk.

Pengetahuan Gizi

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Aktifitas Fisik :

Aktivitas hari kuliah dan libur Karakteristik Contoh

Umur

Besar uang saku Status gizi

Asupan Energi dan Protein yang ditentukan Berdasarkan Konsumsi Pangan yaitu:

Kebiasaan makan - Frekuensi makan

- Kebiasaan sarapan pagi

- Kebiasaan makan malam atau sore - Konsumsi protein hewani dan nabati - Konsumsi sayur dan buah

- Kebiasaan konsumsi cemilan - Kebiasaan konsumsi fast food - Kebiasaan konsumsi soft drink - Kebiasaan konsumsi susu Konsumsi pangan

Status Gizi : Normal & gemuk Penyakit infeksi

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh:

Besar keluarga Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Pendapatan keluarga


(36)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain survei melalui pendekatan cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Asrama Putri Tingkat Persiapan bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data berlangsung pada bulan Mei sampai Juli 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswi tingkat pertama yang tinggal di asrama TPB-IPB. Tahap awal dalam penarikan contoh adalah dengan melakukan survei terhadap contoh di asrama TPB-IPB yang terdiri dari 5 gedung yaitu A-1, A-2, A-3, Rusunawa, dan Sylvasari.

Kriteria contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswi dengan kisaran umur 18-21 tahun, bersedia untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner penelitian, berada di asrama saat penelitian dilaksanakan serta memiliki status gizi normal dan gemuk. Data status gizi contoh dibedakan menurut kategori umur. Contoh yang berumur kurang atau sama dengan 19 tahun perhitungan status gizinya berdasarkan nilai z score menurut IMT/U (WHO 2007) dengan nilai (-2 SD < Z < +1 SD) untuk contoh dengan status gizi normal dan (z>+1SD) untuk contoh dengan status gizi gemuk. Sedangkan contoh yang berumur lebih dari 19 tahun, perhitungan status gizinya berdasarkan nilai IMT (WHO 2003) dengan nilai 18.5 sampai 24.9kg/m2 untuk contoh dengan status gizi normal dan lebih dari 25.0 kg/m2 untuk contoh dengan status gizi gemuk. Jumlah contoh minimal ditentukan berdasarkan rumus Sastroasmoro (1995) dengan pertimbangan prevalensi status gizi gemuk pada remaja di Indonesia adalah sebesar 11.7 % (Riskesdas 2007).

n = Z2 (1-α/2) P(1-P)

d2

= (1.96)2 0.117 (1-0.117) (0.1)2 = 39

Keterangan:

n = jumlah contoh dengan status gizi overweight dan obes d = toleransi estimasi (10%) = 0.10

p = prevalensi remaja status gizi overweight dan obes(11.7%) = 0.117 Z = 1.96 dengan derajat kepercayaan 5%


(37)

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jumlah contoh minimal yaitu sebanyak 39 orang. Penarikan contoh terlebih dahulu dilakukan dengan penyebaran formulir data contoh yang berisi nama, umur, berat badan, tinggi badan, nomor asrama dan nomor telpon mahasiswi. Dari formulir data tersebut didapatkan calon contoh yang memenuhi kriteria berdasarkan data dari calon contoh adalah sebanyak 150 orang contoh dengan status gizi normal dan 69 orang contoh dengan status gizi gemuk. Setelah didapatkan calon contoh yang memenuhi kriteria, kemudian dihubungi kembali untuk dilakukan pengukuran ulang berat badan dan tinggi badan. Calon contoh yang memenuhi kriteria didapatkan sebanyak 78 orang contoh dengan status gizi normal dan 42 orang contoh dengan status gizi gemuk. Selanjutnya contoh yang bersedia mengikuti penelitian yaitu sebanyak 68 orang contoh dengan status gizi normal dan 39 orang contoh dengan status gizi gemuk. Untuk mendapatkan perbandingan yang sama antar kelompok, ditetapkan 39 orang contoh dengan status gizi normal dan 39 orang contoh dengan status gizi gemuk, sehingga jumlah contoh dalam penelitian ini adalah sebanyak 78 orang.

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung dengan alat bantu microtoise, pita, timbangan badan digital dan wawancara dengan alat bantu kuesioner. Data primer dalam penelitian ini meliputi :

1. Data karakteristik contoh meliputi tanggal lahir, berat badan dan tinggi badan, uang saku per bulan dan alokasi pengeluaran makanan dan minuman. Data berat badan dan tinggi badan diperoleh dengan cara pengukuran langsung menggunakan alat bantu timbangan digital dan microtoise. Data uang saku per bulan dan alokasi pengeluaran makanan dan minuman diperoleh dengan alat bantu kuesioner.

2. Data karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga diperoleh dengan alat bantu kuesioner.

3. Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan alat bantu kuesioner. 4. Data asupan energi dan protein yang ditentukan berdasarkan data

konsumsi pangan yaitu kebiasaan makan contoh yang meliputi frekuensi makan, makanan pokok, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang dan


(38)

malam, konsumsi protein hewani dan nabati, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan konsumsi fast food, kebiasaan konsumsi soft drink, kebiasaan konsumsi camilan, kebiasaan minum minuman manis, dan kebiasaan minum susu/olahannya diperoleh dengan alat bantu kuesioner.

5. Data frekuensi kebiasaan makan contoh yang meliputi makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah-buahan, makanan cemilan, makanan dan minuman manis, fast food, soft drink, serta susu dan olahannya diperoleh dengan menggunakan kuesioner food frequency. 6. Data konsumsi contoh pada hari kuliah dan hari libur diperoleh

menggunakan kuesioner food recall 2x24 jam.

7. Data aktivitas fisik contoh pada hari kuliah dan hari libur diperoleh menggunakan kuesioner.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum tentang asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor yang diperoleh dari Badan Pengawas Asrama TPB.

Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data

Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding) yaitu memberikan kode sebagai panduan entry. Kemudian dilakukan pemasukan data ke dalam tabel yang telah dipersiapkan (entry data). Selanjutnya dilakukan proses cleaning atau pengecekan ulang untuk memastikan tidak terdapat kesalahan dalam memasukkan data.

Pengolahan data karakteristik contoh berupa data umur yang dikategorikan berdasarkan WHO AnthroPlus yaitu menjadi kurang dari 19 tahun dan lebih atau sama dengan 19 tahun, sedangkan data besar uang saku/bulan dikategorikan berdasarkan rata-rata uang saku contoh/bulan.

Pengolahan data karakteristik sosial ekonomi keluarga dilakukan dengan cara :

Pendidikan orang tua. Data pendidikan terakhir yang pernah ditempuh orang tua dikelompokkan menjadi tidak tamat SLTA, dan tamat SLTA.

Pekerjaan orang tua. Data pekerjaan orang tua dikelompokkan menjadi: ibu rumah tangga, PNS, Polisi/TNI, pegawai swasta, wiraswasta, petani, peternak, nelayan dan alm/pensiunan.


(39)

Pendapatan keluarga. Data mengenai pendapatan keluarga dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kurang dari Rp 4.000.000 dan lebih atau sama dengan Rp 4.000.000.

Besar keluarga. Besar keluarga diolah dengan cara mengelompokkan jumlah anggota keluarga menjadi tiga kategori berdasarkan BKKBN (1998) yaitu besar (lebih atau sama dengan 8 orang), sedang (5 sampai 7 orang), dan kecil (kurang atau sama dengan 4 orang).

Pengolahan terhadap variabel pengetahuan gizi, asupan energi dan protein melalui data konsumsi pangan, kebiasaan makan, dan data aktivitas fisik adalah sebagai berikut:

Pengetahuan gizi contoh diukur dengan memberikan 25 buah pertanyaan pilihan berganda yang memiliki satu jawaban yang paling benar (correct-answer multiple choice). Pertanyaan yang diajukan berkaitan zat gizi dan fungsinya secara umum serta segala sesuatu yang berkaitan dengan kegemukan. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0 dengan total skor maksimal 25. Kemudian tingkat pengetahuan gizi tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu, kurang apabila skorkurang dari 60% dari total jawaban yang benar, sedang apabila skor 60 sampai 80% dari total jawaban yang benar, dan baik apabila skor lebih dari 80% dari total jawaban yang benar (Khomsan 2000).

Data asupan energi dan protein ditentukan berdasarkan konsumsi pangan yaitu kebiasaan makan yang diukur melalui pengisian kuesioner dengan mengajukan pertanyaan tentang frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang dan malam, konsumsi protein hewani dan nabati, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan konsumsi fast food, kebiasaan konsumsi soft drink, kebiasaan mengonsumsi camilan, kebiasaan minum minuman manis, dan kebiasaan minum susu/olahannya selama satu bulan terakhir. Data frekuensi makan sehari dikelompokkan menjadi tiga yaitu 1 kali/hari, 2 kali/hari, dan 3 kali/hari. Data kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang dan malam dikelompokkan menjadi empat yaitu 6-7 kali/minggu, 3-5 kali/minggu, 1-2 kali/minggu dan tidak pernah. Data konsumsi protein hewani dan nabati dikelompokkan menjadi dua yaitu ya dan tidak. Data konsumsi sayur dan buah dikelompokkan menjadi empat yaitu 6-7 kali/minggu, 3-5 kali/minggu, 1-2 kali/minggu dan tidak pernah. Data kebiasaan konsumsi fast food, kebiasaan konsumsi soft drink, kebiasaan konsumsi cemilan, kebiasaan minum minuman


(40)

manis serta kebiasaan minum susu/olahannya dikelompokkan menjadi empat yaitu, 6-7 kali/minggu, 3-5 kali/minggu, 1-2 kali/minggu dan tidak pernah.

Selain itu, food frequency quetionaire merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Makanan dan minuman tersebut terdiri dari makanan pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayuran, buah-buahan, dan makanan cemilan, makanan dan minuman manis, fast food, soft drink, serta susu dan olahannya.

Berdasarkan data recall 2x24 jam, yaitu 1x24 jam pada hari kuliah dan 1x24 jam pada hari libur dapat diketahui data asupan energi dan protein contoh. Data yang didapatkan kemudian dikonversi dalam kandungan energi dan protein dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Untuk mengetahui angka kecukupan energi dan protein pada contoh dengan status gizi normal digunakan rumus:

Angka kecukupan energi pada contoh dengan status gizi gemuk adalah sesuai dengan yang tercantum pada tabel AKG.

Penilaian untuk mengetahui tingkat konsumsi (kecukupan) gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi energi atau zat gizi aktual dengan kecukupan energi atau zat gizi yang selanjutnya dinyatakan dalam persen.

Menurut Menurut Supariasa et al (2002), secara umum tingkat kecukupan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

TKGi : Tingkat kecukupan energi atau zat gizi Ki : Konsumsi energi atau zat gizi

AKGi : Angka kecukupan energi atau zat gizi

Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) dalam Supariasa et al (2002) dikelompokkan menjadi:


(41)

70-79% AKG : Defisit tingkat sedang 80-89% AKG : Defisit tingkat ringan 90-119 AKG : Normal

≥120% AKG : Berlebih

Data aktivitas fisik diperoleh melalui metode recall 2x24 jam , yaitu 1x24 jam pada hari kuliah dan 1x24 jam pada hari libur. Data aktivitas fisik yang dikumpulkan berupa jenis aktivitas fisik yang dilakukan dan durasi waktu melakukan aktivitas fisik dalam sehari. Data tersebut diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh contoh dengan panduan peneliti. Aktivitas tersebut kemudian ditentukan nilai Physical Activity Ratio dengan menggunakan acuan dari WHO/FAO/UNO 2001 untuk mendapatkan nilai Physical Activity Level.

Tabel 3. Sebaran nilai PAR dari beberapa kegiatan

Kegiatan PAR

Aktifitas Ringan (Sedentary/Light Activity Lifestyle)

- Tidur 1

- Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

- Makan 1.5

- Memasak 2.1

- Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5

- Pekerjaan Rumahtangga 2.8

- Mengenderai kendaraan 2.0

- Berjalan 3.2

- Kegiatan Ringan (Menonton TV) 1.4

Aktifitas Sedang (Active or Moderately Active Lifestyle)

- Tidur 1

- Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

- Makan 1.5

- Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri 2.2

- Transportasi kerja dengan bus 1.2

- Berjalan 3.2

- Olahraga Ringan 4.2

- Kegiatan Ringan (Menonton TV) 1.4

Aktifitas berat (Viogorous or vigorously Active Lifestyle)

- Tidur 1

- Perawatan diri (mandi dan berpakaian) 2.3

- Makan 1.4

- Masak 2.1

- Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat 4.1

- Mengambil air 4.4

- Pekerjaan Rumahtangga yang berat 2.3

- Berjalan 3.2

- Kegiatan Ringan 1.4

Keterangan: PAR= Physical Activity Ratio (faktor aktifitas)

Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL adalah sebagai berikut:


(42)

Adapun tingkat aktifitas fisik dikategorikan menjadi tiga tingkatan mengacu pada WHO/FAO/UNO (2001), yaitu aktivitas ringan (1.40 ≤ PAL≤ 1.69), aktivitas sedang (1.70 ≤ PAL ≤ 1.99), dan aktivitas berat (2.00 ≤ PAL ≤ 2.39).

Analisis Data

Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dan dianalisis secara statistik, yaitu deskiriptif dan analitik. Data karakteristik contoh (umur, dan besar uang saku) dan karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga) dianalisis secara deskriptif, seperti kisaran dan rata-rata±standar deviasi. Perbedaan antar variabel diperoleh dengan menggunakan uji beda t Independent Sampel t-Test. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi menggunakan uji regresi linier berganda.


(43)

DEFINISI OPERASIONAL

Contoh adalah mahasiswi di asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB) memiliki status gizi normal dan gemuk berumur 18-21 tahun yang tergolong remaja akhir.

Alokasi uang saku adalah jumlah uang saku yang digunakan contoh dalam satuan rupiah (Rp) untuk membeli makanan, minuman, dan keperluan akademik, keperluan pribadi, hiburan, dan transportasi satu bulan.

Pengetahuan gizi adalah pemahaman contoh tehadap hal-hal yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan khususnya terkait dengan kegemukan yang diukur dengan menggunakan kuesioner.

Aktivitas fisik adalah segala jenis kegiatan fisik yang dilakukan remaja yang digolongkan menjadi tiga jenis yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat.

Konsumsi pangan adalah perilaku seseorang dalam mengonsumsi makanan sehari-hari yang terkait dengan frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang dan malam, konsumsi protein hewani dan nabati, konsumsi sayur dan buah, konsumsi fast food dan soft drink, konsumsi susu dan olahannya konsumsi camilan serta konsumsi makanan dan minuman manis.

Frekuensi makan adalah tingkat keseringan seseorang dalam mengonsumsi makanan utama yang diukur dengan satuan kali per hari.

Fast food adalah makanan cepat saji yang umumnya mengandung kalori dan lemak yang tinggi seperti fried chicken, fried fries, hamburger, pizza dan spaghetti.

Soft drink (minuman ringan) adalah jenis minuman produk olahan industri yang dikemas dalam botol, kotak sachet dan sebagian besar komposisinya terdiri dari gula, essen, atau konsentrat buah yang dicampur dengan air, tanpa atau mengandung karbondioksida (seperti Coca Cola, Fanta, Sprite, Pepsi-Cola, Adem Sari, Nutri Sari, Fruit Tea, Teh Sosro).

Susu adalah hasil pemerahan dari sapi atau hewan lainnya yang sudah mengalami proses pengolahan yang biasa dikonsumsi baik dalam bentuk cair, bubuk, atau susu kental manis termasuk produk olahannya seperti yoghurt, keju dan es krim.

Status gizi normal adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan contoh berada pada kisaran normal yang ditentukan dengan


(1)

_________. 2005. Pangan dan Gizi Kesehatan 2. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Ledikwe. JH, Julia A. Ello-Martin, Barbara J. Rolls. 2005. Modiflying the Food environment: energy density, food costs, and portion size. Journal of Nutrition. 135, 905-909.

Low, Chin & Deurenberg-Yap (2009). Review On Epidemic Of Obesity. Ann Acad Med Singapore. 38:57-65.

Lingga M. 2011. Studi Tentang Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Makan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Body Image Remaja Putri yang Berstatus Gizi Normal dan Gemuk/Obes di SMA Budi Mulia Bogor. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Madanijah S. 2004a. Model pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mar’at S. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Meilany TA. 2001. Profil klinis dan laboratoris obesitas pada murid sekolah dasar.

[tesis]. Jakarta: Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM.

Misnadiarly. 2007. Obesitas sebagai faktor Resiko Beberapa Penyakit. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Moehji S 2003. Ilmu Gizi (Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi). Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Muchtadi D. 2001. Laporan Penelitian: Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam berbagai jenis sayuran untuk mencegah penyakit degeneratif. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Mustofa A. 2010. Solusi Ampuh Mengatasi Obesitas. Yogyakarta: Hanggar Kreator.

Novitasari. 2005. Kebiasaan Mengonsumsi Western Fast Food Pada Remaja SMU yang Berstatus Gizi Normal dan Obese di Kota Bogor. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Odgen C, Carrol M, Catherine F, Johnson IC. 2009. Prevalence of Obesity Among Children and Adolescents: United States, Trends 1963–1965 Through 2007–2008. The Journal of the American Medical Association Vol 288 (14): 1728-1732.

Pasanea Stefany. 2011. Analisis Hubungan Persepsi Kegemukan dengan Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama. Institut Pertanian Bogor.


(2)

Padmiari IDE, Hadi H. 2003. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Obesitas pada Anak SD. Medika. 29: 159-165

Popkin B. 2007. Ubah kebiasaan ngemil anak sekarang juga. www.parenting.co.id [1 september 2012]

Purwati, Rahayuningsih dan Salimar (2005). Perencanaan Menu Untuk Penderita Kegemukan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Pfeiffer AFH, Weickert MO. 2008. Metabolic Effects of Dietary Fiber Consumption and Prevention of Diabetes. 138 (3):439.

Priyanto R. 2007. besar risiko frekuensi makan, asupan energi, lemak, serat dan aktivitas fisik terhadap kejadian kegemukan pada remaja sekolah menengah pertama (SMP) [tesis]. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi S1 fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Radita DA. 2007. Karakteristik Kegemukan pada Anak Sekolah dan Remaja di Medan dan Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian (Khomsan A dan A Sulaeman, Editor). Bogor : IPB-Press.

. 2003. Penilaian Status Gizi secara Antropometri [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Roche Indonesia. 2007. Blok the fat shape your life. http://www.obesitas.web.id [3 November 2011].

Santrock JW. 2003. Aldolescence Perkembangan Remaja. Shinta B. Adelar dan Sherly Saragih, alih bahasa. Wisnu CK dan Yati S, editor. Jakarta: Erlangga.

Sari DM. 2011. Gaya Hidup, Intake Zat Gizi dan Morbiditas Orang Dewasa yang Berstatus Gizi Obes dan Normal. Institut Pertanian Bogor.

Satoto, dkk. 1998. Kegemukan, Obesitas dan Penyakit Degeneratif, Epidemiologi dan Strategi Penanggulangan. Di dalam: Widyakarya Nasional Pangan & Gizi VI. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Scholder stephanie von Hinke Kessler 2007. Maternal employment and overweight children : does timing matter? HEDG Working Paper 07/12 http://www.york.ac.uk/res/herc/documents/wp/07_12.pdf (28 juli 2012). Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.

Sizer FS, whitney EN. 2000. Nutrition Concepts and Controversies (8thed). Wadsworth, Australia.


(3)

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor. Sulistijani DA. 2005. Sehat dengan Makanan Berserat. Jakarta: Puspa Swara. Supariasa B Bakri, dan I Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku

Kedokteran EGC.

Soekirman 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.

Stang J. 2002. Assesment of nutritional status and motivation to make behavior changes among adolenscent. Journal American Diet Association 102 (3 suppl): S13.

Story M et al. 2002. Individual and environmental influences on adolescent eating behaviour. Journal American Diet Association 102 (3 suppl): S40b.

Sztainer ND, Wall M, Story M, Berg PVD. 2008. Accurate Parental Classification of Overweight Adolescents‟ Weight Status: Does It Matter?.American Academy of Pediatrics. 121:e1495–e1502.

Syafia 2009. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.

Wirakusumah ES. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wulansari ND. 2009. Konsumsi serta preferensi buah dan sayur pada remaja SMA dengan status sosial ekonomi yang berbeda di Bogor [skripsi] Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.


(4)

(5)

Lampiran 1. Hasil Uji Beda Berbagai Variabel Antara Contoh Normal dan Contoh Gemuk

No Variabel Nilai p value

1 Umur 0.114

2 Uang saku 0.756

3 Pendidikan ayah 0.168

4 Pendidikan ibu 0.118

5 Pekerjaan ayah 0.891

6 Pekerjaan ibu 0.159

7 Pendapatan keluarga 0.018

8 Besar keluarga 0.222

9 Pengetahuan gizi 0.069

10 Aktivitas fisik hari kuliah 0.214

11 Aktivitas fisik hari libur 0.326

12 Frekuensi makan sehari 0.000

13 Jenis pengolahan makan yang paling disukai 0.533

14 Kebiasaan sarapan 0.372

15 Kebiasaan makan siang 0.261

16 Kebiasaan makan malam 0.000

17 Kebiasaan konsumsi protein hewani 0.649

18 Kebiasaan konsumsi protein nabati 0.320

19 Kebiasaan makan sayur 0.480

20 Kebiasaan makan buah 0.102

21 Kebiasaan konsumsi soft drink 0.122

22 Kebiasaan konsumsi minuman manis 0.066

23 Kebiasaan minum susu/olahannya 0.902

24 Kebiasaan konsumsi cemilan 1.000

25 Kebiasaan konsumsi fast food 0.316

26 Tingkat kecukupan energi 0.074


(6)

Lampiran 2. Hasil Uji Spearman Berbagai Variabel dengan Status Gizi Contoh

No Variabel Nilai r Nilai p value

1 Umur -0.094 0.207

2 Uang saku -0.058 0.612

3 Pendidikan ayah 0.071 0.536

4 Pendidikan ibu 0.142 0.214

5 Pekerjaan ayah -0.023 0.839

6 Pekerjaan ibu -0.199 0.080

7 Pendapatan keluarga 0.267 0.018

8 Besar keluarga 0.075 0.515

9 Pengetahuan gizi 0.207 0.069

10 Aktivitas fisik hari kuliah 0.184 0.106

11 Aktivitas fisik hari libur 0.044 0.702

12 Frekuensi makan sehari -0.403 0.000

13 Kebiasaan sarapan 0.124 0.281

14 Kebiasaan makan siang 0.202 0.077

15 Kebiasaan makan malam 0.405 0.000

16 Kebiasaan konsumsi protein hewani -0.052 0.649

17 Kebiasaan konsumsi protein nabati 0.114 0.320

18 Kebiasaan makan sayur -0.123 0.284

19 Kebiasaan makan buah -0.182 0.111

20 Kebiasaan konsumsi soft drink 0.177 0.121

21 Kebiasaan konsumsi minuman manis 0.175 0.125

22 Kebiasaan minum susu/olahannya -0.007 0.950

23 Kebiasaan konsumsi cemilan 0.007 0.950

24 Kebiasaan konsumsi fast food 0.045 0.698

25 Tingkat kecukupan energi -0.169 0.140


Dokumen yang terkait

Hubungan antara Asupan Protein dan Status Gizi Pada Balita di Puskesmas Cikidang Kecamatan Cikidang Kabupaten Sukabumi tahun 2012

0 10 53

Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk

6 28 59

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN ASUPAN PROTEINDENGAN STATUS GIZI NARAPIDANA DI LEMBAGA Hubungan Asupan Energi Dan Asupan Protein Dengan Status Gizi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cirebon.

0 3 16

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, ASUPAN PROTEIN DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA Hubungan Asupan Energi, Asupan Protein Dan Status Gizi Dengan Produktivitas Kerja Pada Tenaga Kerja Wanita Bagian Finishing 3 Pt Hanil Indonesia Nepen Teras Boyolali.

0 1 17

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI SISWA-SISWI Hubungan Asupan Energi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswa-Siswi SMP Muhammadiyah 1 Surakarta.

0 2 15

HHUBUNG Hubungan Asupan Energi dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Siswa-Siswi SMP Muhammadiyah 1 Surakarta.

0 5 18

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI ATLET TAEKWONDO KOGURYO MANAHAN Hubungan Asupan Energi Dan Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Atlet Taekwondo Koguryo Manahan Surakarta.

0 2 12

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI ATLET TAEKWONDO KOGURYO Hubungan Asupan Energi Dan Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Atlet Taekwondo Koguryo Manahan Surakarta.

0 3 17

PENDAHULUAN Hubungan Asupan Energi Dan Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Atlet Taekwondo Koguryo Manahan Surakarta.

0 2 8

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DENGAN STATUS GIZI DAN TEKANAN DARAH HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DENGAN STATUS GIZI DAN TEKANAN DARAH GERIATRI DI PANTI WREDA SURAKARTA.

0 1 16