Hubungan antara Asupan Protein dan Status Gizi Pada Balita di Puskesmas Cikidang Kecamatan Cikidang Kabupaten Sukabumi tahun 2012

(1)

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN DAN

STATUS GIZI PADA BALITA DI PUSKESMAS

CIKIDANG KECAMATAN CIKIDANG KABUPATEN

SUKABUMI TAHUN 2012

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Tarikh Azis

NIM : 109103000012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untukmemenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya ataumerupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerimasanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 September 2012

Tarikh Azis Materai Rp 6000


(3)

iii

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN DAN STATUS GIZI PADA BALITA DI PUSKESMAS CIKIDANG KECAMATAN CIKIDANG

KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh Tarikh Azis NIM: 109103000012

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dr. Hadianti, Sp.PD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1433 H/2012 M


(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN DAN STATUS GIZI PADA BALITA DIPUSKESMAS CIKIDANG KECAMATAN CIKIDANG KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012yang diajukan oleh Tarikh Azis (NIM: 109103000012), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada tanggal 21 September 2012. Laporan penelitian ini telah di terimasebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta,21September 2012 DEWAN PENGUJI

KetuaSidang Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr.WitriArdini, M.Gizi, Sp.GK dr.WitriArdini, M.Gizi, Sp.GK dr.Hadianti, Sp.PD

Penguji 1 Penguji 2

dr.RivaAuda, Sp.A, M.Kes dr.Francisca A. Tjakradidjaja MS, Sp.GK

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN SH Jakarta Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta


(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya penelitian ini dapat terwujud walaupun begitu banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia menuju jalan lurus dan diridhoi Allah SWT.

Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian

ini yang berjudul “hubungan antaraasupan protein dan status gizi di puskesmas cikidang kecamatan cikidang kabupaten sukabumi tahun 2012”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar penulis maupun dari dalam diri penulis. Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, penulis banyak mendapat dukungan, pengarahan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan masukan untuk penelitian saya.

2. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang telah memberikan dukungan untuk penelitian saya.

3. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK sebagai dosen pembimbing 1 penelitian saya, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.

4. dr. Hadianti, Sp.PD sebagai dosen pembimbing 2 penelitian saya, yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.

5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D dan Ibu Silvina Fitrina Nasution,M.Biomed selaku penanggung jawab modul riset Program Studi Pendidikan Dokter 2009, atas motivasinya terhadap penyelesaian penelitian saya.


(6)

vi dan kesediaanyasebagai tempat penelitian saya.

7. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar penulis, terutama orang tua penulis H.Masnun,S.KM dan Hj.Koni’ah,S.Ag serta adik penulis Muhammad Tegar Syaekhuddin dan Muhammad Fatihuddin yang telah memberikan do’a, motivasi serta pengertian selama penulis melakukan penelitian ini.

8. Sahabat dan teman-teman terutama Eka Noviawati, Farid Nurdiansyah, Lia Ameliawati, Neneng Nurlaila Uspuriyah, Mochammad Iqbal Nurmansyah, Muhammad Takdir Hakim dan Kelompok Belajar Bunga Matahari yang telah merelakan waktu dan memberikan motivasi bagi penulis serta seluruh staf pengajar dari Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hiayatullah Jakarta.

Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita semua terutama mengenai asupan protein dan status gizi balita Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 12 September 2012


(7)

vii ABSTRAK

Tarikh Azis. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan antara Asupan Protein dan Status Gizi Pada Balita di Puskesmas Cikidang Kecamatan Cikidang Kabupaten Sukabumi tahun 2012.

Konsumsi makanan untuk balita sangat penting untuk penilaian status gizi. Selain konsumsi makanan saat ini, status gizi juga sangat ditentukan oleh konsumsi makanan masa lalu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan protein dan status gizi balita. Penilaian asupan protein dilakukan dengan cara memberikan kuesioner food recall dan food frequency questioner untuk mengetahui asupan makanan balita dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional, serta teknik pengambilan sampel yakni simple random sampling. Sampel berjumlah 93 balita, laki-laki 52 orang (55%) dan perempuan 41 orang (45%). Penelitian ini menggunakan uji Fisher. Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan nilai median distribusi asupan protein adalah 160% (80%-360%) dalam penelitian ini tidak didapatkan nilai p karena seluruh balita memiliki asupan protein yang lebih. Hubungan asupan protein ini tidak signifikan secara statistik, hal ini bisa disebabkan karena kurang tepatnya penghitungan asupan makanan, jumlah sample yang kurang, penyakit infeksi pada balita dan ketidak jujuran responden dalam menjawab kuesioner. Kesimpulannya adalah asupan protein tidak berhubungan dengan status gizi balita.


(8)

viii

Tarikh Azis. Medical Students of Studies Program. Protein Intake Relationships to Nutritional Status of Toddler at the Public Health Center of Cikidang District, Sukabumi, in 2012.

Food consumption to toddler was critical for the status of nutrient. Apart from current food consumption, the status of nutrient was also greatly determined by it is past record of food consumption. This study is aimed to determine whether there is a relationship of protein intake to nutritional status of toddler. The research was done by providing food recall questionnaire and food frequency questionnaire to find how toddler intakes food by giving questions to respondents. This study used observational research with aquantitative approach with cross-sectional design, as well as the sampling technique that simpled random sampling. The sample totaled 93 infants,52 males (55%) and 41 females (45%). This study uses Fisher's test. Based on the result, it obtains median value of distribution of the protein intake 160% (80% -360%), the research did not obtain because the p value for all toddler had high protein intake. The relationship of the protein intake was not statistically significant, this could be due toimproper food intake calculation, the less number of respondents, infectious disease in toddler and dishonesty of respondents in answering the questionnaire. The conclusion is that protein intake is not associated with nutritional status of toddler.


(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ...iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ...viii

DAFTAR ISI ... ... ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ... .. xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Hipotesis... 2

1.4 Tujuan Penelitian…... 2

1.5 Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1 Landasan Teori ... ... 4

2.1.1 Definisi Protein ...4

2.1.2 Fungsi Khusus Asam Amino...4

2.1.3 Klasifikasi Protein...5

2.1.4 Sumber Protein...7

2.1.5 Fungsi Protein...8

2.1.6 Angka Kecukupan Protein...10

2.1.7 Pengertian Status Gizi...11


(10)

x

2.3 Definisi Operasional... ...18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1 Desain Penelitian...19

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.3 Populasi dan Sampel ... 19

3.3.1 Jumlah Sampel... 19

3.3.2 Kriteria Sampel ... 20

3.3.2.1 Kriteria Inklusi ... 20

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi ... 20

3.3.2.3 Kriteria Drop Out...20

3.4 Cara Kerja Penelitian ... 20

3.5 Managemen Data ... 21

3.6 Etik Penelitian... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Distribusi Balitaberdasarkan Jenis Kelamin ... 23

4.2 Distribusi Balitaberdasarkan Umur...24

4.3Distribusi Balitaberdasarkan Status Gizi Balita...24

4.4 Distribusi Balitaberdasarkan Asupan Kalori ... …..25

4.5Hubungan antaraAsupan Kalori dan Status Gizi Balita...25

4.6Distribusi Balitaberdasarkan Asupan Protein……… ... 26

4.7 Hubungan antaraAsupan Protein dan Status Gizi Balita...27

4.8 Keterbatasan Penelitian...28

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Simpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kelompok Protein BerdasrkanKelarutannya………....6

Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi Orang Indonesia ...11

Tabel 3. Status Gizi Balita...13

Tabel 4. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri...13

Tabel 5. Distribusi Balita Berdasarkan Status Gizi Balita...24

Tabel 6. Distribusi Balita Berdasarkan Asupan Kalori...25

Tabel 7. Distribusi Balita Berdasarkan Asupan Protein...26

Tabel8. Distribusi Balita Berdasarkan Penggabungan Kategori Asupan Protein...27


(12)

xii

Gambar 1. Distribusi Persentase Responden Berdasarkan JenisKelamin ...23

Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur...24

Gambar 3. Diagram Hubungan Asupan Kalori Terhadap Status Gizi Balita...25


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent...31

Lampiran 2 Kuesioner...32

Lampiran 3 Data Hasil Uji Statistik...36


(14)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Protein merupakan bagian dari semua sel hidup dan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein; setengahnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit dan selebihnya didalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi, darah dan matriks intraseluler adalah protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan.1

Kurang energi protein disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut kekurangan energi protein apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. Kekurangan energi protein merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada umumnya penderita kurang energi protein berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah.2

Kurang energi protein dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian. Jika hal itu dibiarkan, maka angka mortalitas pada suatu populasi akan meningkat setiap tahunnya.2

Status gizi balita berdasarkan TB/U dapat di klasifikasikan menjadi : status gizi sangat pendek, pendek, normal dan tinggi. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan tahun 2007 menemukan bahwa prevalensi nasional balita pendek dan balita sangat pendek (stunting) adalah 36,8%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi balita pendek dan balita sangat pendek di atas prevalensi nasional, persentase ini cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu untuk di cari tahu penyebab semua ini, baik dari pola asupan makanannya, aktivitas balita dan pengetahuan ibu tentang pentingnya komposisi makanan.3


(15)

2

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kemenetrian Kesehatan tahun 2007 menemukan bahwa 17,9 % anak usia di bawah lima tahun mengalami kekurangan gizi. Laporan ini mengungkapkan, 14% anak pada kelompok usia yang sama justru mengalami kegemukan.3 Pada penelitian yang di lakukan di daerah Rusun Penjaringan Sari Jawa Timur di dapatkan Balita dengan konsumsi protein baik sebanyak 34%, cukup 32 %, sedang 23 % dan buruk 11%. Sedangkan untuk status gizi tinggi sebanyak 2,1%, normal 51,1%, pendek 36,2% dan sangat pendek 10,6%.4

Berdasarkan data tahun 2011 di puskesmas Cikidang terdapat 5098 balita yang memiliki catatan status gizi. Dari data tersebut, di dapatkan 69 balita (1,35 %) dengan status gizi sangat kurang dan 278 balita (5,45%). dengan status gizi kurang.5 Jika dibandingkan dengan data riskesdas, angka ini memang lebih rendah. Namun hal tersebut tetap tidak dapat diabaikan. Perlu di cari tahu apa yang menjadi penyebab utama bagi balita tersebut sehingga memiliki status gizi kurang.

Berdasarkan data diatas peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan asupan protein terhadap status gizi balita di Puskesmas Cikidang Kabupaten Sukabumi Jawa Barat pada tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan asupan protein terhadap status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Cikidang tahun 2012?

1.3. Hipotesis

Asupan protein berpengaruh terhadap status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Cikidang.

1.4. Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan asupan protein dan status gizi balita di wilayah kerja Puseksmas Cikidang tahun 2012.


(16)

1.4.2 Tujuan Khusus

 Diketahuinya gambaran asupan protein pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cikidang

 Diketahuinya status gizi balita di wilayah kerja puskesmas Cikidang

 Diketahuinya gambaran asupan kalori pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cikidang

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi peneliti

 Sebagai syarat kelulusan

 Untuk mengimplementasikan pengetahuan yang telah didapat secara akademis di masyarakat

 Untuk mengetahui asupan protein dan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Cikidang

1.5.2 Bagi Keilmuan

 Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi praktisi yang tertarik dalam masalah Gizi

1.5.3 Bagi Orang tua

 Penelitian ini merupakan sarana untuk mendapatkan pengetahuan mengenai status gizi dan peran asupan protein dan asupan kalori pada balita

1.5.4 Bagi Pemerintah Dinas Kesehatan setempat

 Memberi informasi mengenai masalah kebutuhan protein dan kalori pada balita yang belum tercukupi di wilayah kerja Puskesmas Cikidang


(17)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Definisi Protein

Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda, Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme.1

Protein merupakan nutrien yang amat penting bagi tubuh, karena fungsinya sebagai sumber energi dalam tubuh dan juga sebagai zat pembangun. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.5,6,7

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara pesat. Pada masa kehamilan proteinlah yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga menggantikan jaringan tubuh yang rusak dan perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang lama.5,6

2.1.2 Fungsi Khusus Asam Amino

Hampir semua asam amino mempunyai fungsi khusus. Triptofan adalah prekursor vitamin niasin dan pengantar saraf serotonin. Metionin memberikan gugus metil guna sintesis kolin dan kreatinin. Selain itu metionin merupakan prekursor sistein. Fenilalanin adalah prekursor tirosin dan bersama membentuk hormon-hormon tiroksin dan epinefrin.Tirosin merupakan prekursor bahan yang membentuk pigmen kulit dan rambut.Arginin dan sentrulin terlibat dalam sintesis ureum dalam hati.1,4


(18)

Glisin mengikat bahan-bahan toksik dan mengubahnya menjadi bahan tidak berbahaya. Glisin juga digunakan dalam sintesis porfirin nukleus hemoglobin dan merupakan bagian dari asam empedu.Histidin diperlukan untuk sintesis histamin. Kretinin yang disintesis dari arginin, glisin, dan metionin bersama fosfat membentuk kreatinin fosfat, suatu simpanan penting fosfat berenergi tinggi di dalam sel. Glutamin yang dibentuk dari asam glutamat dan asparagin dari asam aspartat merupakan simpanan asam amino di dalam tubuh. Selain itu asam glutamat aadalah prekursor pengantar saraf gamma amino-asam butirat.1,8

2.1.3. Klasifikasi Protein

Protein dapat digolongkan berdasarkan struktur susunan molekulnya, kelarutannya, adanya senyawa lain dalam molekul, tingkat degradasi, dan fungsinya.2,9

2.1.3.1. Penggolongan Protein berdasarkan Struktur Susunan Molekul

a. Protein fibriler/skleroprotein

Protein fibriler berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, ataupun alkohol. Susunan molekulnya terdiri dari rantai molekul yang panjang, sejajar dengan rantai utama, tidak membentuk kristal dan bila rantai ditarik memanjang, dapat kembali ke keadaan semula. Contoh dari protein ini adalah kolagen yang terdapat di tulang rawan, miosin di otot, keratin di rambut dan fibrin di gumpalan darah.

b. Protein globuler/sferoprotein

Protein globuler berbentuk bola. Protein ini banyak terkandung dalam bahan makanan seperti susu, telur dan daging. Protein ini larut dalam larutan garam, asam encer dan basa dibandingkan dengan protein fibriler.10,11


(19)

6

2.1.3.2. Penggolongan Protein berdasarkan Kelarutan

Berdasarkan kelarutannya protein globuler dikelompokkan menjadi beberapa grup, yaitu: albumin, globulin, glutein, prolamin, histon dan protamin.

Tabel 1. Kelompok Protein berdasarkan Kelarutannya11

PROTEIN SIFAT CONTOH

Albumin Larut dalam air dan terkoagulasi dalam panas

Albumin telur, albumi serum dan laktalbumin dalam susu Globulin Tidak larut dalam air dan

terkoagulasi oleh panas

Miosinogen dalam otot dan ovoglobulin dalam kuning telur

Glutein Tidak larut dalam pelarut netral tapi larut dalam pelarut basa/asam encer

Glutein dalam gandum atau orizenin dalam beras

Prolamin/Gliadin Larut dalam alkohol 70-80% dan tidak larut dalam air ataupun alkohol absolut

Gliadin dalam gandum, hordain dalam barley dan zein pada jagung

Histon Larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer

Globulin dalam hemoglobin

Protamin Larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas

Salmin pada ikan salmon dan klupein pada ikan herring

2.1.3.3. Penggolongan Protein berdasarkan Tingkat Degradasi

Protein dapat dibedakan menurut tingkat degradasinya. Degradasi biasanya merupakan tingkat permulaan denaturasi.

a. Protein alami adalah protein dalam keadaan seperti protein dalam sel. b. Turunan protein yang merupakan hasil degradasi protein pada tingkat

permulaan denaturasi. Dapat dibedakan sebagai: protein turunan primer (protean, metaprotein) dan protein turunan sekunder (proteosa, pepton, dan peptida).11


(20)

2.1.4. Sumber Protein

Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan menjadi protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan organ-organ dalam hewan seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung, usus dan otak. Susu dan telur merupakan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang juga merupakan kelompok sumber protein hewani yang baik, jenis kelompok sumber protein hewani ini mengandung sedikit lemak, sehingga baik bagi komponen susunan hidangan rendah lemak. Namun kerang-kerangan mengandung banyak kolesterol, sehingga tidak baik untuk dipergunakan dalam diet rendah kolesterol. Ayam dan jenis burung lain serta telurnya, juga merupakan sumber protein hewani yang berkualitas baik.5,7

Sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang koro, kelapa dan lain-lain. Asam amino yang terkandung dalam protein ini tidak selengkap pada protein hewani, namun penambahan bahan lain yaitu dengan mencampurkan dua atau lebih sumber protein yang berbeda jenis asam amino pembatasnya akan saling melengkapi kandungan proteinnya. Bila dua jenis protein yang memiliki jenis asam amino esensial pembatas yang berbeda dikonsumsi bersama-sama, maka kekurangan asam amino tertentu dapat ditutupi oleh asam amino sejenis yang berlebihan pada protein lain. Dua protein tersebut saling mendukung (complementary) sehingga mutu gizi dari campuran menjadi lebih tinggi dari pada salah satu protein itu. Contohnya yaitu dengan mencampurkan dua jenis bahan makanan antara campuran tepung gandum dengan kacang-kacangan, tepung gandum kekurangan asam amino lisin, tetapi asam amino belerangnya berlebihan, sebaliknya kacang-kacangan kekurangan asam amino belerang dan kelebihan asam amino lisin. Pencampuran 1: 1 antara tepung gandum dan kacang-kacangan akan membentuk bahan makanan campuran yang telah meningkatkan mutu protein nabati. Karena itu susu dengan serealia, nasi dengan tempe, kacang-kacangan dengan daging atau roti, bubur kacang hijau dengan ketan hitam merupakan kombinasi menu yang dapat meningkatkan mutu protein.5,12


(21)

8

2.1.5. Fungsi Protein

Secara garis besar, protein dalam tubuh berfungsi sebagai (1) pertumbuhan dan pemeliharaan, (2) pembentukan ikatan-ikatan esensial dalam tubuh, (3) mengatur keseimbangan air, (4) memelihara netralitas tubuh, (5) pembentukan antibodi, (6) mengangkut zat-zat gizi, dan (7) sumber energi.

2.1.5.1. Pertumbuhan dan Pemeliharaan

Sebelum sel-sel dapat mensintesis protein baru, harus tersedia asam amino esensial yang diperlukan dan cukup nitrogen atau ikatan amino (NH2) guna

pembentukan asam-asam amino nonesensial yang diperlukan. Pertumbuhan atau penambahan otot hanya mungkin bila tersedia cukup campuran asam amino yang sesuai termasuk untuk pemeliharaan dan perbaikan. Beberapa jenis jaringan tubuh membutuhkan asam-asam amino tertentu dalam jumlah yang lebih besar. Rambut, kulit, dan kuku membutuhkan lebih banyak asam amino yang mengandung sulfur. Protein kolagen merupakan protein utama otot, tendo dan jaringan ikat. Fibrin dan miosin adalah protein lain yang terdapat di dalam otot-otot.

Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis, yang secara gantian dipecah dan disintesis kembali. Tiap hari sebanyak 3% jumlah protein total berada dalam keadaan berubah ini. Dinding usus yang setiap 4-6 harus diganti, membutuhkan sintesis 70 gram protein setiap hari. Tubuh sangat efisien dalam memelihara protein yang ada dan menggunakan kembali asam amino yang diperoleh dari pemecahan jaringan untuk membangun kembali jaringan yang sama atau jaringan lain.1,7,8

2.1.5.2. Pembentukan Ikatan-ikatan Esensial Tubuh

Hormon-hormon, seperti tiroid, insulin dan epinefrin adalah protein, demikina pula bebagai enzim. Ikatan-ikatan ini bertindak sebagai katalisator atau membantu perubahan-perubahan biokimia yang terjadi di dalam tubuh.

Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbon dioksida adalah ikatan protein. Begitupun bahan-bahan lain yang berperan dalam penggumpalan darah. Protein lain adalah fotoreseptor pada mata.


(22)

Asam amino triptofan berfungsi sebagai prekursor vitamin niasin dan pengantar saraf serotonin yang berperan dalam membawa pesan dari sel saraf yang satu ke sel saraf yang lain.

Dalam hal kekurangan protein, tampaknya tubuh memprioritaskan pembentukan ikatan-ikatan tubuh yang vital ini.1,9

2.1.5.3. Mengatur keseimbangan Air

Cairan tubuh terdapat di dalam tiga kompartemen : intraselular (di dalam sel), ekstraselular/intarselular (diantara sel), dan intravaskular (di dalam pembuluh darah). Komparetemen-kompartemen ini dipisahkan satu sama lain oleh membran sel. Distribusi cairan di dalam kompartemen-kompartemen ini harus di jaga dalam keadaan seimbang atau homeostasis. Keseimbangan ini diperoleh melalui sistem kompleks yang melibatkan protein dan elektrolit. Penumpukan cairan di dalam jaringan dinamakan edema dan merupakan tanda awal kekurangan protein.13

2.1.5.4. Memelihara Netralitas Tubuh

Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam dan basa untuk menjaga pH pada taraf konstan. Sebagian besar jaringan tubuh berfungsi dalam keadaaan pH netral atau sedikit alkali (pH 7,35-7,45).13,14

2.1.5.5. Pembentukan Antibodi

Kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi bergantung pada kemampuannya untuk memproduksi antibodi terhadap bahan-bahan asing yang memasuki tubuh. Tingginya tingkat kematian pada anak-anak yang menderita gizi kurang kebanyakan disebabkan oleh menurunnya daya tahan terhadap infeksi (muntaber, dsb) karena ketidak mampuannya membentuk antibodi dalam jumlah yang cukup.15

Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahan-bahan racun dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat di dalam hati. Dalam keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan racun ini berkurang. Seseorang yang menderita kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan-bahan racun dan obat-obatan.15

2.1.5.6. Mengangkut Zat-zat Gizi

Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke


(23)

10

jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Sebagian besar bahan yang mengangkut zat-zat gizi ini adalah protein. Alat angkut protein ini dapat bertindak secara khusus, misalnya protein jenis zat gizi seperti mangan dan zat besi, yaitu transferin, atau mengangkut lipida dan bahan sejenis lipida, yaitu lipoprotein.

Kekurangan protein, menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi.15

2.1.5.7. Sumber Energi

Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena menghasilkan 4 kkal/g protein. Namun, protein sebagai sumber energi relatif lebih mahal, baik dalam harga maupun dalam jumlah energi yang dibutuhkan untuk metabolisme energi. 14

2.1.6. Angka Kecukupan Protein

Kebutuhan protein menurut kutipan FAO/WHO adalah konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan atau menyusui.11

Angka Kecukupan Protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0,75 gram/kg berat badan, berupa protein patokan tinggi yaitu protein telur (mutu cerna/ digestibility dan daya manfaat/utility telur adalah 100). Angka ini dinamakan taraf suapan terjamin. Angka kecukupan protein yang di anjurkan dalam taraf suapan terjamin menurut kelompok umur adalah sebagai berikut. Angka Kecukupan Protein untuk penduduk Indonesia berdasarkan berat badan patokan, umur, mutu protein dan daya cerna protein.12


(24)

Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi Orang Indonesia16

No Kelompok

Umur

Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (cm)

Energi (Kkal)

Protein (g) Anak

1 0-6 bl 6 60 550 10

2 7-12 bl 8,5 71 650 16

3 1-3 th 12 90 1000 25

4 4-6 th 17 110 1550 39

5 7-9 th 25 120 1800 45

Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkandung dalam protein tersebut. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia, mempunyai mutu yang tinggi.Sedangkan jumlah asam amino yang tidak esensial tidak dapat digunakan sebagai pedoman karena asam-asam amino tersebut dapat disintesis dalam tubuh. Kebutuhan manusia akan protein dapat diketahui dengan jumlah nitrogen yang hilang. Nitrogen yang hilang atau terbuang sekitar 54mg/kg berat badan per hari. Angka tersebut dapat dikalikan dengan 6,25 menjadi kebutuhan protein per kg berat badan per hari. Angka ini biasanya ditambahkan 30% untuk memberi peningkatan terbuangnya nitrogen. Sehingga tergantung individu, ukuran berat badan, jenis kelamin, dan umur. Hasil akhir kebutuhan protein menjadi 0,57 g/kg berat badan per hari (laki-laki dewasa) atau 0,54 g/kg berat badan per hari (wanita dewasa). Jumlah tersebut sudah cukup untuk memenuhi keperluan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dengan syarat protein yang dikonsumsi mempunyai mutu yang tinggi.2,5,7

2.1.7. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara


(25)

12

kebutuhan dan masukan nutrisi. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet.2

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi.2

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih.

Status gizi juga diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran gizi tertentu.1

2.1.8. Cara Penentuan Status Gizi

Penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu secara langsung dan tak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Dalam penelitian ini, untuk menentukan status gizi digunakan indeks antropometri.2,9

Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak. Otot dan jumlah air dalam tubuh. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan. Menurut DepKes RI 2002 klasifikasi status gizi anak yaitu :


(26)

Tabel 3. Status Gizi Balita2

INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS

Berat badan menurut umur (BB/U)

Gizi Lebih > + 2 SD Gizi Normal -2 SD s/d +2 SD Gizi Kurang -3 SD s/d -2 SD Gizi Buruk < – 3 SD Tinggi badan menurut umur

(TB/U)

TB Tinggi > + 2 SD TB Normal -2 SD s/d +2 SD TB Pendek -3 SD s/d <-2 SD TB Sangat Pendek <-3 SD

Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

Gemuk > + 2 SD

Normal -2 SD s/d + 2 SD Kurus -3 SD s/d < -2 SD Sangat Kurus < – 3 SD

Dari masing-masing indeks antropometri tersebut mempunyai beberapa kebaikan dan kelemahan yang dikutip dari Hartini, seperti yang terlihat pada tabel 4.

Tabel 4. Kebaikan dan Kelemahan Indeks Antropometri2

INDEKS KEBAIKAN KELEMAHAN

1. BB/U - Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis

 BB dapat berfluktuatisi

 Sangat sensitif terhadap perubahan- perubahan kecil

 Umur sulit ditaksir 2. TB/U - Ukuran panjang dapat

dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa

- Tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun

 Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak berdiri tegak, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukannya

 Ketepatan umur sulit

3. BB/TB - Tidak memerlukan data umur

- Dapat membedakan proporsi badan (normal, gemuk dan kurus)

 Membutuhkan 2 macam alat ukur

 Pengukuran relative lebih lama

 Membutuhkan 2 orang untuk melakukannya


(27)

14

Sedangkan menurut Soekirman (2001) : a. Indikator BB/U

Indikator BB/U dapat normal, lebih rendah atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal digolongkan pada status gizi buruk. BB/U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang atau buruk BB/U tinggi dapat digolongkan berstatus gizi lebih.

1) Kelebihan

a) Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum b) Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu

pendek

c) Dan dapat mendeteksi kegemukan 2) Kelemahan

a) Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat oedema

b) Data umur yang akurat sering sulit diperoleh kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas dan anak bergerak c) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk

tidak menimbang naknya karena dianggap seperti barang dagangan b. Indikator TB/U

Mereka yang diukur dengan indicator TB/U dapat dinyatakan TB-nya normal, kurangan tinggi menurut standar WHO. Bagi yang TB/U kurang menurut

WHO dikategorikan stunted yang diterjemahkan “sebagai pendek tak sesuai umurnya”. Tingkat keparahannya dapat digolongkan menjadi ringan, sedang dan

berat. Hasil pengukuran menggambarkan status gizi masa lampau. Seseorang yang tergolong pendek tak sesuai umur kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat badan rendah yang diukur dengan BB/U yang mungkin dapat diperbaiki dalam waktu pendek, baik pada anak maupun dewasa. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lampau :

1. Kelebihan

a) Dapat memeberikan gambaran riwayat gizi masa lampau b) Dapat dijadikan indicator keadaan sosial ekonomi penduduk 2. Kelemahan


(28)

a) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada kelompok usia balita

b) Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini

c) Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh di negara- negara berkembang

d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non profesional

c. Indikator BB/TB

Pengukuran antropometri terbaik adalah menggunakan indikator BB/TB.Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Artinya mereka yang BB/TB kurang, dikategorikan sebagai kurus atau wasted. Indikator BB/TB ini diperkenalkan oleh Jellife pada tahun 1996 dan merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini, terutama bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu indikator BB/TB merupakan indikator independent terhadap umur.

1) Kelebihan

a) Independent terhadap umur dan ras

b) Dapat menilai status “kurus” dan “gemuk” dan keadaan marasmus atau KEP berat lain.

2) Kelemahan

a) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak tidak dilepas atau bergerak terus.

b) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua untuk tidak menimbangkan anaknya karena dianggap seperti barang dagangan. c) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan anak

pada kelompok balita.

d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur terutama bila dilakukan oleh petugas non professional.

e) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek normal atau panjang. 11,12

Diantara bermacam-macam indek antropometri, BB/U merupakan indikator yang paling umum digunakan sejak 1972 dan dianjurkan juga mengunakan TB/U


(29)

16

dan BB/TB untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi kronis atau akut. Keadaan gizi kronis atau akut mengandung arti terjadi keadaan yang dihubungkan dengan masa lalu dan waktu sekarang.Pada keadaan kurang gizi kronis .BB/U dan TB/U rendah tetapi BB/TB normal.13

Kondisi ini sering disebut dengan stuting, pada 1978. WHO lebih menganjurkan penggunaan BB/TB, karena menghilangkan faktor umum yang menurut pengalaman sulit didapat secara benar , khususnya di daerah terpencil dimana terdapat masalah pencatatan kelahiran. lndeks BB/TB juga menggambarkan keadaan kurang gizi akut waktu sekarang, walaupun tidak dapat menggambarkan keadaan gizi waktu lampau.14,15


(30)

2.2. Kerangka Konsep

Keterangan :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti

: hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Faktor ekonomi keluarga dan lingkungan sosial

Asupan :  Karbohidrat  Lemak  Vitamin  Makronutrien

dan

mikronutrien

lain Asupan Protein

Status Gizi Balita Pengetahuan ibu mengenai protein dan kalori


(31)

18

2.3. Definisi Operasional

Variabel Cara ukur Alat ukur Skala ukur Hasil ukur Status Gizi2 Metode antropometri dengan komponen yang diukurnya adalah: - Usia - Tinggi badan - Klasifikasi

status Gizi berdasarkan kurva CDC

- Timbangan BB (kg)

- Meteran TB (cm)

- Bagan Kurva CDC

TB/U Responden memilki status: 1. Pendek 2. Normal

Asupan Kalori1

Kuesioner Pedoman kuesioner

Ordinal Klasifikasi asupan kalori responden Asupan

Protein1

Jenis makanan yang

mengandung protein

Konversi nilai kalori :

Gram Klasifikasi asupan protein responden


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan kuantitatif dengan desain Cross Sectional dengan meneliti variabel terikat dan variabel bebas secara bersamaan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Cikidang pada bulan Juli-Agustus 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi untuk penelitian ini adalah anak-anak usia dibawah lima tahun ( balita) yang memiliki catatan status gizi dan bersedia menjadi sampel di wilayah kerja Puskesamas Cikidang Kec. Cikidang Kab. Sukabumi.

3.3.1. Jumlah Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan cara simple random sampling yaitu dengan memilih Posyandu terdekat kemudian di pilih dengan menggunakan tabel. Jumlah sampel dihitung dengan rumus

Keterangan :

Z : deviat baku alfa 1,96

Zβ : deviat baku beta 0,84

P1-P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 20% P2 : proporsi pada kelompok yang belum diteliti adalah 50% P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti

0,2 + P2 = 0,2 + 0,5 = 0,7 Q1 : 1-P1 = 1 - 0,7 = 0,3

n1 = n2=(Z 2PQ + Zβ P1Q1 + P2Q2 ) P1-P2


(33)

20

Q2 : 1-P2 = 1 - 0,5 = 0,5

P : proporsi total (P1+P2)/2 = 1,2/2 = 0,6 Q : 1-P = 1 – 0,6 = 0,4

Maka hasil hitung adalah 93.Sampel pada penelitian ini berjumlah 93 dari balita yang mempunyai status gizi di wilayah kerja Puskesmas Cikidang.

3.3.2. Kriteria Sampel

3.3.2.1. Kriteria inklusi

 Semua balita yang memiliki catatan status gizi di puskesmas Cikidang yang bersedia menjadi responden

3.3.2.2. Kriteria Eksklusi

 Semua balita yang memiliki catatan status gizi di puskesmas Cikidang dengan riwayat penyakit kongenital

3.3.2.3. Kriteria Drop Out

 Semua balita yang memiliki catatan status gizi di puskesmas Cikidang yang bersedia menjadi responden namun tidak mengisi semua kuisioner dengan lengkap

3.4. Cara Kerja Penelitian

KESIMPULAN WAWANCARA RESPONDEN

PEMBUATAN KUESIONER DAN INFORMED CONSENT PENGUMPULAN DATA POPULASI

SAMPLING DENGAN KRITERIA INKLUSI

PENGUMPULAN DATA HASIL JAWABAN RESPONDEN


(34)

3.5. Managemen Data

Data yang digunakan adalah data sekuder yang didapat dari Puskesmas Cikidang dan data primer yang didapat langsung melalui kuesioner dari sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software statistic yaitu semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan editing dan coding untuk kemudian dimasukkan kedalam program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) dengan tahapan sebagai berikut:

a. Pengkodean (coding)

Memberi kode jawaban atau hasil pernyataan pada lembar kuesioner. b. Pengolahan data (editing)

Isian lembaran kuesioner diteliti kembali c. Pemasukan data (entry)

Data yang telah di coding kemudian dimasukkan ke dalam tabel. d. Pembersihan data (cleaning)

Data diperiksa kembali sehingga benar-benar bebas dari kesalahan.

Kemudian data diolah lebih lanjut dan dilakukan beberapa uji analisa data sebagai berikut:

1) Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menyajikan danmendeskripsikankarakteristik data setiap variabel yang diteliti.

2) Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk menguji dan menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square dengan Confident Interval (CI) 95% atau α sama dengan 0,05.

Adapun hubungan kemaknaan antara variabel independent dan dependent dari penelitian ini adalah:

a) Hubungan bermakna atau secara statistik terdapat hubungan yang signifikan, apabila p value α.


(35)

22

b) Hubungan tidak bermakna atau secara statistik terdapat hubungan yang

signifikan, apabila p value > α

3.6 Etik Penelitian

Mengajukan usulan penelitian kepada komisi etik. Kelengkapan berkasnya terdiri dari:

 Surat usulan dari institusi

 Protokol penelitian

 Daftar tim peneliti

 Informed Consent (formulir persetujuan keikutsertaan dalam penelitian)

 Kuesioner

 Memberikan informed consent kepada subjek penelitian dan institusi terkait


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Cikidang Kecamatan Cikidang Kabupaten Sukabumi diperoleh data responden tentang sebaran jenis kelamin, umur, status gizi, distribusi kategori asupan kalori dan distribusi kategori asupan protein.

Dari hasil observasi dengan 93 responden diperoleh data sebagai berikut : 4.1 Distribusi Balita berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 1. Distribusi Persentase Balita berdasarkan Jenis Kelamin

Dari gambar diatas dapat di ketahui bahwa jumlah balita laki-laki 52 balita (55%) dan balita perempuan 41 balita (45%). Perbandingan ini hampir merata, ini menunjukkan bahwa di wilayah kerja Puskesmas Cikidang distribusi balita berdasarkan jenis kelamin cukup seimbang.

55% 45%

Laki-laki Perempuan


(37)

24

4.2 Distribusi Balita berdasarkan Umur

Gambar 2. Distribusi Balita berdasarkan Umur

Distribusi Balita berdasarkan umur terdapat 19 responden yang rentang usianya ≤ 1,5 tahun, 48 responden dengan rentang usia >1,5-3 tahun dan 26 responden dengan rentang usia >3-5 tahun dengan nilai median 3(1-5).

4.3 Distribusi Balita berdasarkan Status Gizi Balita

Berdasarkan perhitungan antropometri didapatkan nilai mean 94,9 % (6,62). Dengan klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 5. Distribusi Balita berdasarkan Status Gizi Balita

Kategori Status Gizi (TB/U) Frekuensi (Jiwa) Persentase (%)

Pendek 21 22.6

Normal 72 77.4

Total 93 100

Dari data diatas menunujukkan bahwa balita status gizi pendek adalah 22.6%. Berdasrkan Riskesdas 2007 angka ini berada dibawah prevalensi nasional yang menunjukkan angka 36,8%. Selain itu target program perbaikan gizi yang diproyeksikan sebesar 20% dan target MDGs sebesar 18,5 telah dapat dicapai, tetapi tetap perlu ada berbagai upaya untuk mempertahankan agar pencapaian itu agar tidak mengalami penurunan.

0 20 40 60

≤1,5 >1,5-3 >3-5

Ju

m

lah

B

al

ita

Umur


(38)

4.4 Distribusi Balita berdasarkan Asupan Kalori

Tabel 6. Distribusi Balita berdasarkan Asupan Kalori

Asupan Kalori Frekuensi (Jiwa) Persentase (%)

Kurang 44 47,3

Lebih 49 52,7

Total 93 100

Data diatas menunjukan bahwa asupan kalori kurang dan asupan kalori lebih hampir seimbang.Rata-rata asupan kalori responden adalah median 785,6 (503-1391,33) kkalori asupan ini sudah sesuai dengan kebutuhan asupan kalori balita. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya karena pengetahuan ibu yang kurang sehingga tidak memperhatikan kebutuhan anaknya, faktor ekonomi keluarga yang rendah sehingga susah untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga atau faktor dari anaknya sendiri misalnya menurunnya nafsu makan karena penyakit yang diderita baik itu kongenital maupun dapatan.

4.5 Hubungan antara Asupan Kalori dan Status Gizi Balita

Gambar 3. Diagram Hubungan antara Asupan Kalori dan Status Gizi Balita 0

5 10 15 20 25 30 35 40

Kurang Lebih

Ju

m

lah

B

al

ita

Asupan kalori

Hubungan antara Asupan Kalori dan Status Gizi


(39)

26

Dari hasil tabulasi silang antara hubungan asupan kalori dengan status gizi balita menunjukkan bahwa terdapat 6 balita yang memiliki status gizi pendek dengan asupan kalori kurang dan 15 balita dengan asupan kalori lebih. Untuk balita dengan status gizi normal dengan asupan kalori kurang terdapat 38 balita dan 34 balita dengan asupan kalori lebih.

Hubungan asupan kalori terhadap status gizi balita di puskesmas Cikidang diteliti dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai significancy P=0,051, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan asupan kalori dengan status gizi balita berdasarkan TB/U.

Asupan kalori dapat mempengaruhi status gizi balita, namun hal ini perlu juga melihat asupan-asupan yang lain, seperti karbohidrat, protein dan lemak. Karena asupan-asupan tersebut juga di butuhkan oleh tubuh baik sebagai sumber tenaga, zat pembangun, pengangkut zat-zat gizi dan pembentuk antibodi.

4.6 Distribusi Balita berdasarkan Asupan Protein

Agar pola makan jangka panjang responden dapat tergambarkan, maka pada penghitungan protein digunakan metode FFQ. Berdasarkan hasil perhitungan FFQ didapatkan nilai median 160% (80%-360%), selanjutnya dibagi menjadi beberapa klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi Balita Berdasarkan Asupan Protein

Asupan Protein Frekuensi (Jiwa) Persentase (%)

Kurang 0 0

Cukup 10 10,75

Lebih 83 89,25

Total 93 100

Pada perhitungan awal didapatkan 3 kategori asupan protein. Agar tabel yang akan dilihat hubungannya memenuhi persyaratan uji statistik, maka dilakukan penggabungan baris dengan kategori sebagai berikut:


(40)

Tabel 8. Distribusi Balita Berdasarkan Penggabungan Kategori Asupan Protein Asupan Protein Frekuensi (Jiwa) Persentase

(%)

Kurang 0 0

Cukup 93 100

Total 93 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa asupan protein kurang adalah 0% dan asupan protein cukup adalah 100%, hal ini menunjukkan bahwa konsumsi asupan protein di wilayah kerja Puskesmas Cikidang sangat baik. Walaupun sudah dilakukan penggabungan baris, kategori asupan protein tetap tidak memenuhi persyaratan uji statistik, karena semua balita berada di kategori asupan protein cukup.

4.7 Hubungan antara Asupan Protein dan Status Gizi Balita

Gambar 4. Diagram Hubungan antara Asupan Protein dan Status Gizi Balita Dari hasil tabulasi silang antara hubungan asupan protein dengan status gizi balita menunjukkan bahwa terdapat 21 responden yang memiliki status gizi pendek, hal ini bisa disebabkan karena asupan protein tidak dapat diserap oleh tubuh dengan baik, metabolisme protein didalam tubuh terhambat, penyakit infeksi pada responden tersebut. Untuk balita dengan status gizi normal dengan asupan protein lebih terdapat 72 balita.

0 20 40 60 80

Kurang Cukup

Ju

m

lah

B

al

ita

Asupan Protein


(41)

28

Pada penelitian hubungan asupan protein dan status gizi balita berdasrakan TB/U ini tidak dapat dilakukan uji tabulasi silang, karena seluruh responden memiliki asupan protein yang lebih.

Hal ini membuktikan bahwa asupan protein bukanlah faktor yang dominan untuk menentukan status gizi balita. Kemungkinan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi sangatlah mungkin. Misalnya asupan, asupan lemak dan penyakit kongenital atau penyakit infeksi dapatan.

4.8 Keterbatasan Penelitian

 Kurang tepatnya penghitungan asupan makronutrien dengan menggunakan daftar bahan makanan penukar.

 Kemungkinan tidak jujurnya responden (orang tua balita) dalam menjawab kuesioner.


(42)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

5.1.1 Penelitian ini menunjukkan bahwa asupan protein terhadap status gizi balita berdasarkan TB/U tidak berpengaruh karena pada penelitian ini seluruh responden mempunyai asupan protein yang cukup, sehingga tidak memenuhi persyaratan uji statistik.

5.1.2 Berdasarkan hubungan asupan kalori dengan status gizi balita, penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara keduanya.

. 5.2 Saran

Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan asupan protein dan faktor-faktor lainnya terhadap status gizi balita berdasarkan TB/U tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama. Serta perlu dilakukan juga penelitian lebih lanjut mengenai asupan-asupan makronutrien dan mikronutrien yang lainnya supaya dapat dilihat juga seberapa besar asupan makanan tersebut mempengaruhi status gizi balita baik itu berdasarkan BB/U, TB/U ataupun BB/TB karena dilihat dari penelitian ini masih sangat perlu untuk dilakukan penelitian-penelitian yang lebih lanjut.


(43)

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier S. Protein, dalam : Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia; 2001. h.77-98.

2. Supariasa IDN, dkk. Antropometri Gizi, dalam : Supariasa IDN, dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC; 2002. h.33-45.

3. Departemen Litbang Kemenkes RI. Laporan RISKESDAS 2007.Jakarta : Balai Penerbit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2007.

4. Os DS, Suhartini dan Utomo B. Laporan Penelitian. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Terhadap Status Gizi Balita Dengan Indek BB/U, TB/U dan BB/TB.2006

5. Data Status Gizi Balita Puskesmas Cikidang Kec.Cikidang Kab.Sukabumi Jawa Barat tahun 2011

6. Winarno FG. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia; 2002. h.70-83. 7. Robert KM, dkk. Biokimia Harper. Ed.27. Jakarta : EGC; 2009. h.110-25. 8. Behrman, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2000 9. Budiyanto. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Yogyakarta:UMM Press; 2002

10. Kanwil Depsos DIY. Laporan Pemetaan dan Survey Anak Jalanan Provinsi DIY. Kanwil Depsos; 2002

11. Kartasapoetra G. dan Marsetyo H. Ilmu Gizi dan Kesehatan Produktivitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta. Jakarta. Cet. Keempat; 2004.h.93-110. 12. Khumaidi M. Gizi Masayrakat. Jakarta : BPK Gunung Mulya; 2003 13. Soediatomo. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta:

Dian Rakyat. Cet. Kedua; 2002

14. Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta : Direktorat : Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional; 2000

15. Suhardjo. Berbagai cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara; 2003. h.55-67.


(44)

Lampiran 1

Informed Consent

INFORMED CONSENT

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Sukabumi,...Agustus 2012

Bapak / Ibu yang terhormat,

Saat ini mahasiswa tingkat tiga Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tengah melakukan penelitian mengenai hubungan asupan protein terhadap status gizidi Puskesmas Cikidang Kecamatan Cikidang Kabupaten Sukabumi 2011

Untuk itu kami berharap agar Bapak / Ibu bersedia mengikuti prosedur penelitian yang telah kami rencanakan dengan benar dan jujur.Penelitian ini dilakukan secara sukarela. Segala data yang berkaitan dengan penelitian akan kami simpan sebagai rahasia. Bapak / Ibu berhak untuk menolak atau mengundurkan diri dari penelitian ini. Bila Bapak / Ibu bersedia untuk ikut dalam penelitian ini, mohon surat persetujuan ini ditandatangani.

Saya yang bertandatangan di bawah ini secara sadar menyetujui dan berpartisipasi sebagai subyek penelitian dan bersedia berperan serta dalam penelitian ini.

Nama : (L/P) Usia :

Sukabumi,...Agustus 2012


(45)

32

Lampiran 2 Kuesioner

Formulir Food Recall 24 Jam Konsumsi Makanan

Nama Responden : Tanggal Lahir :

BB/TB :

No Waktu Makan Bahan Makanan

Jumlah Ukuran

1 Makan pagi

2 Pkl 10.00


(46)

4 Pkl 15.00


(47)

34

Food Frequency Questioner

Nama Responden : Tanggal Lahir :

BB/TB :

BMI :

Kebutuhan kalori : Asupan kalori total : Asupan protein :

No Bahan makanan

Ukuran Jumlah Tidak pernah Setiap hari Dalam Seminggu Dalam Sebulan Dalam Setahun

1 Ayam

tanpa kulit

1 ptg sdg/ 1 porsi

2 Ikan 1ptg

sdg/1 porsi 3 Ikan asin 1 ptg

kcl/1 porsi 4 Teri

Kering

1 sdm/1 porsi 5 Daging

kambing

1 ptg sdg/1 porsi 6 Hati ayam 1 bh

sdg/1 porsi 7 Telur

ayam

1 btr/1 porsi 8 Telur

bebek

1 btr/1por si


(48)

9 Ayam dengan kulit

1 ptg sdg/1 prsi

10 Bebek 1 ptg

sdg/1 porsi 11 Kuning

telur ayam

4 btr/1 porsi

13 Bakso 10 bj

sdg/1 porsi 14 Kacang

hijau

2 sdm/1 porsi 15 Kacang

kedelai

2 sdm/1 porsi

16 Tahu 1 bj

bsr/1 porsi

17 Tempe 2 ptg

sdg/1por si 18. Susu 1gls/1


(49)

36

Lampiran 3 Data Hasil Uji Statistik

Statistics

Jeniskelamin

N Valid 93

Missing 0

A. Jenis Kelamin

B. Distribusi Balita berdasarkan status gizi balita (TB/U)

Descriptives

Statistic Std. Error

PersenTBPERU Mean 94.9028 .68696

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 93.5384

Upper Bound 96.2672

5% Trimmed Mean 94.8329

Median 94.2000

Variance 43.888

Std. Deviation 6.62479

Minimum 75.00

Maximum 115.00

Range 40.00

Interquartile Range 9.11

Skewness .139 .250

Kurtosis .610 .495

Jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid L 52 55.9 55.9 55.9

P 41 44.1 44.1 100.0


(50)

KatTBPERU

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Normal 72 77.4 77.4 77.4

Pendek 21 22.6 22.6 100.0

Total 93 100.0 100.0

C. Hubungan jenis kelamin terhadap status gizi balita

jeniskelamin * KatTBPERU Crosstabulation

KatTBPERU

Total

Normal Pendek

jeniskelamin L Count 36 16 52

Expected Count 40.3 11.7 52.0

% within jeniskelamin 69.2% 30.8% 100.0%

P Count 36 5 41

Expected Count 31.7 9.3 41.0

% within jeniskelamin 87.8% 12.2% 100.0%

Total Count 72 21 93

Expected Count 72.0 21.0 93.0

% within jeniskelamin 77.4% 22.6% 100.0%

D. Asupan Kalori

AsupanKalori

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang 44 47.3 47.3 47.3

Lebih 49 52.7 52.7 100.0


(51)

38

E. Hubungan asupan kalori terhadap status gizi balita

KatAsKalori * KatTBPERU Crosstabulation

KatTBPERU

Total

Normal Pendek

KatAsKalori Kurang Count 38 6 44

Expected Count 34.1 9.9 44.0

% within KatAsKalori 86.4% 13.6% 100.0%

Lebih Count 34 15 49

Expected Count 37.9 11.1 49.0

% within KatAsKalori 69.4% 30.6% 100.0%

Total Count 72 21 93

Expected Count 72.0 21.0 93.0

% within KatAsKalori 77.4% 22.6% 100.0%

F. Distribusi asupan protein

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.822a 1 .051

Continuity Correctionb 2.912 1 .088

Likelihood Ratio 3.938 1 .047

Fisher's Exact Test .081 .043

N of Valid Casesb 93

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.94. b. Computed only for a 2x2 table


(52)

Descriptives

Statistic Std. Error

PerKeckpnProtein Mean 165.21 6.324

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 152.65

Upper Bound 177.77

5% Trimmed Mean 161.24

Median 160.00

Variance 3.719E3

Std. Deviation 60.982

Minimum 80

Maximum 360

Range 280

Interquartile Range 76

Skewness .919 .250

Kurtosis .467 .495

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

PerKeckpnProtei

n .112 93 .006 .928 93 .000

a. Lilliefors Significance Correction

G. Hubungan asupan protein terhadap status gizi balita

KatAsBaru * KatTBPERU Crosstabulation

KatTBPERU

Total

Normal Pendek

KatAsBaru Lebih Count 72 21 93

% within KatAsBaru 77.4% 22.6% 100.0%

Total Count 72 21 93


(53)

40

Lampiran 4 Riwayat Penulis

Identitas :

Nama : Tarikh Azis Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Indramayu, 15 Januari 1991

Agama : Islam

Alamat : Desa Sliyeg Lor, Blok Perangan,Kecamatan Sliyeg RT:RW / 02:01 Kabupaten Indramayu Jawa Barat E-mail : tarikhazis@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

 1995-1997 : TK Pipit Kec.Sliyeg

 1997 – 2003 : Sekolah Dasar Negeri 1 Sliyeg

 2003 – 2006 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ciwaringin Kab.Cirebon

 2006 – 2009 : Madrasah Aliyah Negeri Babakan Ciwaringin Kab.Cirebon

 2009 – Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(1)

9

Ayam

dengan

kulit

1

ptg

sdg/1

prsi

10

Bebek

1

ptg

sdg/1

porsi

11

Kuning

telur

ayam

4 btr/1

porsi

13

Bakso

10

bj

sdg/1

porsi

14

Kacang

hijau

2 sdm/1

porsi

15

Kacang

kedelai

2 sdm/1

porsi

16

Tahu

1

bj

bsr/1

porsi

17

Tempe

2

ptg

sdg/1por

si

18.

Susu

1gls/1


(2)

Data Hasil Uji Statistik

Statistics Jeniskelamin

N Valid 93

Missing 0

A.

Jenis Kelamin

B. Distribusi Balita berdasarkan status gizi balita (TB/U)

Descriptives

Statistic Std. Error

PersenTBPERU Mean 94.9028 .68696

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 93.5384

Upper Bound 96.2672

5% Trimmed Mean 94.8329

Median 94.2000

Variance 43.888

Std. Deviation 6.62479

Minimum 75.00

Maximum 115.00

Range 40.00

Interquartile Range 9.11

Skewness .139 .250

Kurtosis .610 .495

Jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid L 52 55.9 55.9 55.9

P 41 44.1 44.1 100.0


(3)

KatTBPERU

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Normal 72 77.4 77.4 77.4

Pendek 21 22.6 22.6 100.0

Total 93 100.0 100.0

C. Hubungan jenis kelamin terhadap status gizi balita

jeniskelamin * KatTBPERU Crosstabulation

KatTBPERU

Total

Normal Pendek

jeniskelamin L Count 36 16 52

Expected Count 40.3 11.7 52.0

% within jeniskelamin 69.2% 30.8% 100.0%

P Count 36 5 41

Expected Count 31.7 9.3 41.0

% within jeniskelamin 87.8% 12.2% 100.0%

Total Count 72 21 93

Expected Count 72.0 21.0 93.0

% within jeniskelamin 77.4% 22.6% 100.0%

D. Asupan Kalori

AsupanKalori

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang 44 47.3 47.3 47.3

Lebih 49 52.7 52.7 100.0


(4)

KatAsKalori * KatTBPERU Crosstabulation KatTBPERU

Total

Normal Pendek

KatAsKalori Kurang Count 38 6 44

Expected Count 34.1 9.9 44.0

% within KatAsKalori 86.4% 13.6% 100.0%

Lebih Count 34 15 49

Expected Count 37.9 11.1 49.0

% within KatAsKalori 69.4% 30.6% 100.0%

Total Count 72 21 93

Expected Count 72.0 21.0 93.0

% within KatAsKalori 77.4% 22.6% 100.0%

F. Distribusi asupan protein

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.822a 1 .051

Continuity Correctionb 2.912 1 .088

Likelihood Ratio 3.938 1 .047

Fisher's Exact Test .081 .043

N of Valid Casesb 93

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.94. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

Descriptives

Statistic Std. Error

PerKeckpnProtein Mean 165.21 6.324

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 152.65

Upper Bound 177.77

5% Trimmed Mean 161.24

Median 160.00

Variance 3.719E3

Std. Deviation 60.982

Minimum 80

Maximum 360

Range 280

Interquartile Range 76

Skewness .919 .250

Kurtosis .467 .495

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

PerKeckpnProtei

n .112 93 .006 .928 93 .000

a. Lilliefors Significance Correction

G. Hubungan asupan protein terhadap status gizi balita

KatAsBaru * KatTBPERU Crosstabulation

KatTBPERU

Total

Normal Pendek

KatAsBaru Lebih Count 72 21 93

% within KatAsBaru 77.4% 22.6% 100.0%

Total Count 72 21 93


(6)

Riwayat Penulis

Identitas :

Nama

: Tarikh Azis

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir

: Indramayu, 15 Januari 1991

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Sliyeg Lor, Blok Perangan,Kecamatan Sliyeg

RT:RW / 02:01 Kabupaten Indramayu Jawa Barat

E-mail

: tarikhazis@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1995-1997

: TK Pipit Kec.Sliyeg

1997

2003

: Sekolah Dasar Negeri 1 Sliyeg

2003

2006

: Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ciwaringin

Kab.Cirebon

2006

2009

: Madrasah Aliyah Negeri Babakan Ciwaringin

Kab.Cirebon

2009

Sekarang

: Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Dokumen yang terkait

Gambaran Status Gizi Anak Balita di Tinjau Dari Pola Pengasuhan Pada Ibu Pekerja dan Bukan Pekerja di Desa Buluh Cina Kecamatan Hamparan Perak Tahun 2000

0 44 68

Strategi Pengembangan Rekreasi Sungai Citarik Di Kecamatan Cikidang, kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

0 10 129

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN DAN KARBOHIDRAT DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA Hubungan Antara Asupan Protein Dan Karbohidrat Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri Di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta.

0 3 17

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Ka

0 4 11

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN BALITA DENGAN STATUS Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolal

0 2 17

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolali.

0 5 6

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita, Asupan Energi Dan Protein Balita Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyudono I Kabupaten Boyolali.

0 2 5

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA PASIEN KANKER NASOFARING HUBUNGAN ANTARA TINGKAT ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PADA PASIEN KANKER NASOFARING DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

0 4 15

Hubungan antara Asupan Protein dengan Status Gizi Stunting pada Balita.

1 1 2

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KECAMATAN NUSALAUT KABUPATEN MALUKU TENGAH

0 0 10